• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2. 1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Retailling

Menurut Bermans dan Evans (1986), “Retailing can be defined as those business activities that involve the sale of goods and services to the ultimate (final) consumer for personal, family or household use” (p. 2).

Kotler dan Armstrong (1991) mengatakan “retailing is all activities involved in seliing goods or service directly to final consumers for final consumers for their personal, non business use” (p. 380)

Menurut Kotler (1997) retailing dapat diklasifikasikan berdasarkan lini produk yang dijual (p. 563):

a. Speciality store adalah took special yang menjual lini produk yang sempit dengan beraneka ragam barang dalam hal ini retailer mencoba melayani konsumen dari satu atau sejumlah kecil segmen pasar dengan cara menyediakan produk-produk khusus.

b. Department Store adalah lembaga eceran yang menawarkan berbagai lini produk mutu pilihan

c. Convenience Store adalah tempat belanja, makan dan minum yang nyaman ditinjau dari segi waktu (buka 24 jam) dan tempat yang strategis

d. Supermarket adalah toko besar yang menyediakan produk-produk seperti makanan, daging, ikan segar dan buah-buahan maupun barang-brang non makanan seperti deterjen, alat-alat rumah tangga, sabun, dll.

e. Superstore dan Hypermarket

Superstore adalah kombinasi dari supermarket dan toko diskon (toko yang menyediakan sejumlah besar barang dengan harga murah) dengan ukuran 100.000 – 180.000 square feets

2.1.1.1 Pengertian Convenience Store

Thoyib (1998) disebutkan bahwa convenience store merupakan toko-toko yang menyimpan stok produk yang sering dibeli atau dicari pelanggan dan

(2)

memiliki suatu kenyamanan, Convenience store merupakan store/toko yang melayani semua kebutuhan yang muncul dalam perjalanan bagi implusive customer secara cepat dan nyaman

Convenience store atau c-store biasanya didirikan bersama-sama dengan jenis usaha lain, seperti penjualan bahan bakar, dan lain-lain. Ukuran convenience store biasanya lebih besar daripada supermarket, tetapi barang yang disediakan biasanya lebih terbatas dibandingkan dengan supermarket. Harga yang ditentukan juga cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk retail lainnya.

2.1.1.2 Strategi Retailing

“Untuk mendukung kesuksesan usaha eceran, dibutuhkan penerapan strategi 7R yang terdiri atas right product/merchandise, right price, right quantity, right place, right time, right services, dan right appeals/promotions” (Hutagalung dan Baruna, dalam Tjiptono, 1997, p.198). Ketujuh komponen ini harus dijalankan secara terpadu, agar pengecer bisa memenuhi fungsinya sebagai pengecer yang benar (Right retailer).

(a) Right product

Strategi ini mencakup empat faktor utama, yaitu estetika (desain/model, bentuk, warna, ukuran, dan lain-lain), fungsional (sesuai dengan maksud dan tujuan produk), faktor penunjang psikologis (seperti citra merek, citra produsen, dan sebagainya), dan pelayanan yang mendukung dan menyertai penjualan produk.

(b) Right quantity

Untuk mendapatkan hasil optimal, dibutuhkan keseimbangan antara jumlah pembelian pelanggan dengan pembelian pengecer, serta antara kebutuhan konsumsi pelanggan dengan kebutuhan sediaan barang dagangan dari pengecer. Terdapat dua faktor yang perlu dipertimbangkan berkaitan dengan hal ini. Pertama, right number of unit, yaitu jumlah yang tepat atas satuan/unit barang yang akan dijual (kiloan, lusinan, meteran, dan sebagainya).

Penentuannya tergantung pada situasi yang dihadapi konsumen dan produsen

(3)

(paceklik atau panen; resesi atau booming), dan tujuan pembelian (dijual kembali, diolah lebih lanjut, atau dikonsumsi sendiri), Faktor kedua adalah right size of product, yakni ukuran yang tepat dari barang dagangan (small, medium, large, ataukah extra large). Penentuan ukuran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan akan dapat mempengaruhi kepuasan mereka.

(c) Right price

Right price merupakan harga yang bersedia dibayar konsumen dengan senang hati, dan pengecer pun sudi menerimanya dengan tangan terbuka, guna memberikan kepuasan kepada pelanggan dan sekaligus menciptakan keuntungan bagi pengecer. Harga yang tepat tidak cukup hanya mengacu pada keseimbangan harga pasar, tetapi juga harus kompetitif dibandingkan harga pesaing dan menarik di mata pelanggan. Di samping itu, harga pengecer juga harus dapat menciptakan pembelian ulang dari pelanggan. Dengan demikian, dibutuhkan pemantauan secara berkesinambungan atas setiap perkembangan harga pasar dan harga pesaing.

(d) Right time

Banyak orang yang mengatakan bahwa waktu adalah uang, sehingga perlu dikelola secara optimal. OIeh karenanya seorang pengecer harus mengetahui kapan konsumen bersedia membeli barang yang dibutuhkannya. Secara garis besar, waktu berbelanja konsumen memiliki empat macam pola yang bisa menghadirkan peluang bisnis tersendiri. Empat pola tersebut meliputi:

1. Waktu kalender, misalnya masa tahun ajaran baru bagi para pelajar dan mahasiswa. Dalam masa itu, produk yang paling banyak laku adalah seragam, buku tulis, alat tulis, buku teks, tas sekolah/kuliah, dan perlengkapan sekolah lainnya.

2. Waktu musiman (seasonal time), misalnya pada musim hujan yang banyak laku adalah jas hujan, payung, jaket, dan sebagainya.

3. Waktu khusus dalam kehidupan seseorang (lahir, tumbuh dewasa, mati, ulang tahun, pernikahan, dan sebagainya). Peningkatan penggunaan waktu khusus membuka peluang bagi toko-toko yang menjual kartu-kartu ucapan khusus dan barang khusus hadiah (special gift item).

(4)

4. Waktu pribadi (personal time), yakni waktu seseorang yang berkaitan dengan gaya hidupnya.

(e) Right services

Layanan pelanggan meliputi segala macam bentuk penyajian pelayanan, tindakan, dan informasi yang diberikan oleh penjual untuk meningkatkan kemampuan pelanggan dalam mewujudkan nilai potensial yang terkandung dalam produk inti (core product) yang dibeli pelanggan) Komponen ini berkaitan dengan dua aspek, yaitu customer service features (cara menyajikan layanan kepada para pelanggan) dan customer service action (kualitas dari tindakan penyedia jasa dalam memberikan layanannya, menyajikan informasi yang diminta, menangani keluhan pelanggan, memperbaiki kesalahan atau kelemahan layanan di masa lalu, dan sebagainya).

(f) Right place

Komponen ini menyangkut pemilihan dan penentuan lokasi yang strategis (mudah dijangkau, di daerah pusat perbelanjaan atau dekat tempat pemukiman, aman, dan sebagainya), desain interior dan eksterior yang indah dan menarik, ruang yang luas dan nyaman bagi pelanggan untuk berbelanja, fasilitas pendukung yang memadai (parkir, eskalator dan/atau lift, AC, dan sebagainya), serta faktor-faktor lainnya.

(g) Right, appeals/promotion

Komponen ini merupakan kombinasi aktivitas penyajian pesan yang benar kepada sasaran yang tepat melalui media yang pas/sesuai. Hendaknya pesan promosi difokuskan pada pasar sasaran yang dijadikan target, sehingga tidak melebar kepada pihak-pihak yang tidak ada kaitannya dengan penyampaian pesan tersebut. Pesan yang disampaikan pun hendaknya sesuai dengan kenyataan, sehingga tidak menyebabkan harapan konsumen menjadi berlebihan atau bahkan 'menipu' pelanggan.

2.1.2. Brand

Kata Brand sendiri menurut The Oxford American dictionary (1980) dapat didefinisikan sebagai suatu trademark, tanda identifikasi yang dibuat dengan besi panas, dan benda yang berguna. Sedangkan berdasarkan Drs. Bambang

(5)

Marhijanto ( Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer, 1995 ) merek adalah sebuah tanda yang dikenakan oleh pabrik penghasil barang sebagai identitas resmi. Menurut American Marketing Association ( AMA), Brand didefinisikan “ A name, term, design, symbol or any other feature that identifies one seller’s good or services as a distinct from those of other seller” atau sebuah nama, istilah, tanda, symbol, atau ciri- ciri lain yang memperkenalkan barang atau jasa milik suatu penjual sebagai pembeda dari milik penjual - penjual lainnya. Dari definisi AMA diatas, kunci penciptaan sebuah brand adalah kemampuan memilih nama, logo, symbol, desain kemasan, atau atribut- atribut lainnya yang membedakan sebuah produk dengan produk lainnya. Komponen- komponen berbeda dari Brand yang berfungsi sebagai pembeda dikenal dengan istilah Brand Elements.

Menurut Kristin Zhivago, “ a Brand is not an icon, a slogan, or a mission statement. It’s a promise your company can keep. This is the promise you make and keep in every marketing activity, every action, every corporate decision, every customer interaction. You promote it internally and externally “.(dikutip dalam Fisk, 2007, p. 280). Hal ini Brand dilihat dari sisi promise atau janji dimana sebuah merek dapat memberikan dan membuktikan janjinya kepada konsumen agar mereka puas dan loyal akan sebuah merek tersebut.

Menurut Charles Brymer (CEO of Interbrand Schecter), Brand atau merek merupakan suatu trademark dimana konsumen tertarik akan atribut - atribut dan nilai yang diberikan sebuah brand sehingga brand berkembang dan eksis jika brand tersebut berkenan di hati dan mata konsumen. Dalam hal ini, sebuah brand dilihat dari sisi tangible yang diberikan kepada konsumen.

Menurut James R. Gregory “ Even the law, in a certain ways, treats corporations as individuals, and it can be demonstrated that a corporation has values, beliefs, rituals, aspirations, a personality, a reputation-a brand.” Dalam hal ini brand mengatakan bahwa sesuatu yang memiliki nilai-nilai intangible, kepercayaan, ritual, aspirasi, kepribadian, dan reputasi maka hal itu dapat disebut dengan brand atau merek Hal ini, sebuah brand dilihat dari sisi intangible dimana bukan sesuatu yang dapat dilihat melainkan sesuatu yang dirasakan dan dipersepsikan oleh tiap konsumen.

(6)

Menurut Duane E. Knapp (1999), dalam bukunya yang berjudul “The Brand Mindset “ mengatakan bahwa merek yang sejati adalah sebagai internalisasi sejumlah kesan yang diterima oleh para pelanggan dan konsumen yang mengakibatkan adanya suatu posisi khusus dalam ingatan mereka terhadap manfaat – manfaat emosional dan fungsional yang dirasakan.

Dengan merek yang baik, konsumen dapat memutuskan untuk datang dan membeli. Inti dari sebuah brand adalah gagasan dan kreativitas yang disempurnakan oleh imajinasi yang terus berkembang sehingga dapat membuat brand mindset pada tiap konsumen.

Dari beberapa definisi brand diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa brand bukan hanya sebuah nama, symbol ataupun logo, tetapi brand merupakan suatu value atau nilai dan janji yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya sehingga timbul persepsi dari pelanggan tentang brand tersebut (brand image).

2. 1. 2. 1. Brand Image

Menurut Kotler (2003) “image is the beliefs, ideas, and impressions that a person holds of on object”. (p.570) Image adalah sekelompok kepercayaan- kepercayaan, gagasan-gagasan dan kesan-kesan yang diperoleh seseorang terhadap suatu obyek, sehingga image sangat berpengaruh dalam pemasaran terhadap suatu produk atau jasa dimana kepercayaan, ide dan kesan konsumen terhadap suatu obyek tersebut akan membuat konsumen tertarik dan mau membuat tindakan atas obyek yang berkesan bagi konsumen tersebut. Produk atau jasa harus memiliki image yang kuat sehingga memberikan kepercayaan, gagasan dan kesan yang baik pada konsumen.

Sedangkan menurut Keller (2003) pengertian brand image adalah:

1. Anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen.

2. Cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya mereka tidak berhadapan langsung dengan produk.

(7)

Brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat dibenak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap Brand image (Rangkuti, 2002, p. 244)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, berarti dapat disimpulkan bahwa brand image adalah kumpulan informasi maupun pengalama terhadap suatu produk tertentu yang terekam oleh konsumen, sehingga konsumen dapat menggambarkan produk tersebut berdasarkan pengalaman yang telah didapatnya.

Menurut Keller (1993) pengukuran brand image adalah subjektif, yang artinya adalah tidak memiliki aturan-aturan yang baku untuk mengukur suatu brand image.

Menurut Keller (2003, p.78) ada tiga aspek pengukur brand image, yaitu:

a. Favorable : Mengarah pada kemampuan merek tersebut untuk mudah diingat oleh konsumen, termasuk dalam kelompok favourable antara lain; kemudahan merek untuk diucapkan, kemampuan merek untuk tetap diingat konsumen, maupun kesesuaian antara kesan merek di benak konsumen dengan citra yang diinginkan perusahaan atas merek bersangkutan

b. Strength : Strength atau kekuatan mengarah pada berbagai keunggulan yang dimiliki merek bersangkutan yang bersifat fisik, dan tidak ditemukan pada merek lainnya. Keunggulan merek ini mengacu pada atribut-atribut fisik atas merek bersangkutan sehingga bisa dianggap sebagai sebuah kelebihan dibandingkan merek lainnya, termasuk dalam kelompok ini antara lain;

penampilan fisik produk, keberfungsian semua fasilitias dari produk, harga produk, maupun penampilan fasilitas pendukung dari produk bersangkutan.

c. Uniqueness : Uniqueness atau keunikan adalah kemampuan untuk membedakan sebuah merek diantara merek-merek lainnya. Kesan unik ini muncul dari atribut produk, kesan ini berarti terdapat diferensiasi antara produk satu dengan produk yang lain. Termasuk dalam kelompok ini antara lain; variasi layanan yang bisa diberikan sebuah produk, variasi harga dari produk yang bersangkutan, maupun diferensiansi dari penampilan fisik sebuah produk.

Menurut Kotler (1993) ada tiga factor pembentuk brand image, yaitu:

(8)

a. Favorability of brand association adalah asosiasi merek dimana konsumen percaya bahwa atribut dan manfaat yang diberikan oleh merek akan dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka sehingga mereka membentuk sikap positif terhadap merek. Karena itu sangat sulit bagi suatu produk yang tidak mempunyai atribut penting untuk menciptakan asosiasi mereka yang menguntungkan.

b. Strength of brand association adalah kekuatan asosiasi merek tergantung pada bagaimana informasi masuk ke dalam ingatan konsumen dan bagaimana proses bertahan sebagai bagian dari citra merek. Kekuatan asosiasi merek ini merupakan fungsi dari jumlah pengolahan informasi yang diterima pada proses ecoding. Ketika seseorang konsumen secara aktif menguraikan arti informasi sesuatu produk atau jasa maka akan tercipta asosiasi yang semakin kuat pada ingatan konsumen. Pentingnya asosiasi merek pada ingatan konsumen tergantung pada bagaimana suatu merek tersebut dipertimbangkan.

c. Uniqueness of brand association adalah asosiasi terhadap suatu merek mau tidak mau harus terbagi dengan merek-merek lain. Oleh karena itu, harus diciptakan keunggulan bersaing yang dapat dijadikan alasan bagi konsumen untuk memilih suatu merek tertentu. Keunikan asosiasi merek dapat didasarkan pada atribut yang berkaitan dengan produk, manfaat fungsional, manfaat yang dialami, atau citra yang dirasakan.

Sedangkan menurut Martinez (2002, p.3), Untuk mengukur sebuah brand image dilihat dari penampilan fisik sebuah produk yang menumbuhkan kesan di benak konsumen. Melalui penilaian konsumen ini, maka akan dapat ditentukan tinggi rendahnya sebuah kesan suatu merek.

Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan aaker (1996) yang dikutip Martinez (2002, p.6): “Proposed brand image be measured through assosiacion/differentional measures regarding value, brand personality, organizational association, and differentiation.” Pendapat tersebut menunjukan bahwa pengukuran brand image didasarkan pada nilai yang dirasakan oleh pemakai layanan, personalitas dari sebuah merek, sinergi dari semua atribut produk, dan kemampuan untuk membedakan diri dengan layanan sejenisnya

(9)

2. 1. 2. 2. Brand Personality

Menurut Interbrand Group, Brand Personality adalah “The attribution of human personality traits to a brand as a way to achieve differentiation’’ atau pemakaian atribut kepribadian manusia pada sebuah brand sebagai suatu cara untuk mencapai diferensiasi.

Menurut Jennifer Aaker, terdapat lima factor utama brand personality yaitu:

a. Ketulusan Hati (sincerity); termasuk didalamnya rendah hati (down-to-earth), jujur(honest), apa adanya (wholesome), ceria(cheerful).

b. Kecakapan (competence); termasuk didalamnya dapat diandalkan (reliable), pandai (intelligent), berhasil (succesfull).

c. Kegembiraan(excitement); termasuk didalamnya berani (daring), bersemangat (spirited), penuh daya imajinasi (imaginative), mengikuti trend (up-to-date).

d. Kecanggihan (sophistication); termasuk didalamnya kelas atas (upper class), menawan (charming).

e. Kekerasaan (ruggedness); termasuk di dalamnya senang keluar rumah (outdoorsy), kasar (tough).

Proses Penciptaaan brand personality (Temporal, Branding In Asia, p.54- 55 terdiri atas:

a. Mengenali target audience.

b. Mengetahui kebutuhan, keinginan, dan kesukaaan target audience.

c. Membangun profil kepribadian konsumen.

d. Menciptakan kepribadian produk yang sesuai dengan profil tersebut.

Selain itu, brand personality memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Jangka panjang (long-term), sehingga dapat mengembangkan persahabatan (relationship) dengan komsumen. Bila diinginkan perubahan, sebaiknya melalui proses berevolusi secara perlahan.

b. Sederhana, karena kepribadian yang terlalu rumit akan sulit dikenali dan diingat oleh konsumen atau pelanggan.

2. 1. 2. 3. Brand Experience

Brand experience adalah pengalaman konsumen dengan brand yang bersangkutan. Brand experience bergantung pada kepuasaan konsumen secara

(10)

stimultan akan kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud termasuk kebutuhan fungsional yang terpenuhi dengan pembelian produk dan jasa juga kebutuhan emosional yang dipenuhi oleh brand.

Sedangkan menurut Bedrock (2008) “brand experience is the accumulative set of perceptions that your customers/audience have overtime”.

Faktor utama dalam brand experience adalah kualitas produk atau jasa, ketersediaan, dan kekuataan brand. Brand experience akan semakin berkesan apabila memiliki perbedaan dari kompetitor dan disampaikan dengan jelas.

Menurut Al dan Laura Ries (2003) Produsen atau perusahaan dapat mengontrol brand experience melalui kampanye periklanan, layanan pelanggan, dan berbagai saran promosi. Namun brand experience yang didapat oleh konsumen secara tidak terkontrol, seperti melalui komentar jurnalistik dan berita dari mulut ke mulut (word of mouth).

Dalam memberikan suatu experience pada konsumen dalam sebuah brand, ada tahapan yang ada yaitu pertama kali adalah brand essence dimana sebuah brand melakukan komunikasi kepada pangsa pasar, kemudian brand promise dimana sebuah brand menerikan janji akan value yang diberikan sebuah brand kepada konsumen, dan dari brand promiselah menghasilkan branded customer experience dimana banyak oramg mengenal dan menggunakan produk dari brand tersebut.

Dalam mendesain branded customer experience (BCE), diperlukan tiga hal yaitu:

a. Mengembangkan pemahaman yang telah didapatkan tentang customer experience.

b. Mengembangkan perubahaan strategi yang baik dan lengkap untuk mengimplementasikan customer experience yang baru.

c. Mendesain touchpoint yang penting serta perilaku tenaga kerja dalam menyampaikan brand promise.

2. 1. 2. 4. Brand Strategy

Menurut Bassin (1998) Brand strategy adalah “ A plan for systematic development of brand to enabled it to meet its agreed objectives “ (p.21) atau

(11)

sebuah rencana perkembangan sistematis bagi sebuah brand untuk memungkinkan brand tersebut mencapai sasaran-sasaran yang telah disetujui.

Strategi yang digunakan harus berakar dari brand vision. Brand strategy harus mempengaruhi pelaksanaan operasi suatu bisnis untuk memastikan konsistensi suatu brand. Kompenen penting brand strategy adalah brand positioning.

Strategy menurut Porter adalah upaya untuk menghasilkan posisi yang unik dan valuable bagi pelanggan (Kartajaya, 2004, p.12).

Biasanya brand strategy memiliki blueprint yang dilengkapi dokumen untuk mendefinisikan brang yang bersangkutan, yang oleh Interbrand Group disebut sebagai brand platform. Karena itu brand strategy harus diatur secara tepat sehingga mampu membentuk dan mengendalikan image yang muncul dalam benak komsumen. Jika tidak, maka akan terbentuk perception gap yaitu perbedaan antara image di benak konsumen dengan identitas atau kepribadian perusahaan.

2. 1. 2. 5. Brand Communication

Menurut Bedrock Brand Communication (2008) adalah “is where you:

interact 2 ways, exchanging information between the brand and your audience “ atau dapat diartikan sebagai terjadinya interaksi dua arah dimana adanya pertukaran informasi diantara merek yang ada dan kosumen.

Menurut Esker, komunikasi merubah kerumitan menjadi kemudahan maka dari itu hendaknya kita menciptakan sebuah komunikasi yang maksimal atau optimal dalam informasi internal atau eksternal yang ada sehingga setiap konsumen yang melihat atau mendengar dapat menangkap maksud dari pesan yang disampaikan.

Dalam pelaksanaannya brand communication tidak lepas dari communication mix yang meliputi : Advertising, Personal Selling, Sales Promotion, Public Relation, Direct Marketing.

Pada produk customer goods, pada retail branding juga diperlukan adanya komunikasi kepada konsumen. Komunikasi yang akan dilakukan diperlukan rencana yang matang sehingga pesan yang akan disampaikan dapat tersalur dengan baik dan efektif, untuk itu kami membuat rencana komunikasi brand.

(12)

Dalam merencanakan komunikasi brand kami menggunakan tiga bagian yaitu:

audio visual dan verbal, hal ini digunakan untuk menjangkau dan menyampaikan pesan secara keseluruhan yang akan disampaikan demi terwujudnya tujuan dan objektif kami.

2. 1. 2. 6. Brand Promise

Menurut Duane E. Knapp dalam bukunya yang berjudul “The Brand MindSet brand promise adalah manfaat emosional dan fungsional yang diharapkan dari penggunaan produk dan jasa organisasi, yakni bagaimana organisasi menginginkan pelanggan untuk merasakannya.

Menurut Philip kotler dan Kevin Lane Keller (2006) dalam bukunya yang berjudul “Marketing Management 12e”, Brand Promise adalah the marketer’s vision of what the brand must be and do for consumers atau suatu visi dari seorang pemasar mengenai merek dan apa yang mampu dilakukan oleh merek tersebut untuk konsumen.

Menurut Shaun Smith dan Joe Wheeler (2002) dalan bukunya yang berjudul

“Managing the customer Experience“ Brand promise adalah it is an articulation of what target customers can expect from their experience with an organization atau artikulasi dari apa yang dapat diharapkan oleh sasaran pelanggan dari pengalaman mereka dengan suatu organisasi.

2. 1. 2. 7. Brand Positioning

Menurut Al Ries dan Jack Trout (2002) brand positioning adalah “The distinctive position the a brand adopts in it’s competitive environment to ensure that individuals in it’s target can tell the brand apart from others” (p.3-5 39-40) atau suatu posisi tersendiri yang digunakan sebuah brand pada lingkungan kompetitifnya untuk memastikan bahwa individu – individu dalam target pasarnya dapat menyatakan brand tersebut secara terpisah dari yang lainnya. Kata positioning sendiri adalah melakukan sesuatu bukan terhadap brand atau produk tersebut, melainkan terhadap pikiran calon konsumen, yakni bagaimana menempatkan brand atau produk tersebut dibenak calon konsumen. Melakukan positioning atau repositioning dapat melibatkan perubahan brand elements,

(13)

namun bukan perubahan brand secara holistik. Positioning dapat diartikan sebagai menjadi yang pertama masuk pada pikiran konsumen.

Dalam melakukan positioning, sebaiknya dipahami betul siapa konsumen yang dituju, dan bagaimana mereka berperilaku. Positioning harus diawali dengan segmenting yang jelas dan targetting yang dinamis. Menurut Kasali (1999) Segmenting adalah suatu strategi untuk memahami struktur pasar. Sedangkan Targetting adalah bagaimana memilih, menyeleksi, dan menjangkau pasar. Tujuan utama positioning adalah memberitahukan kepada konsumen bahwa sebuah brand berbeda dan lebih baik dari kompetitornya, kemudian berusaha memperoleh sebuah posisi dalam benak konsumen. (p.73-149). Karena itu, brand positioning selalu mengandung janji (Brand Promise) yang harus diwujudkan melalui brand experience, yang kemudian dapat membentuk atau memperkuat brand image.

2. 1. 2. 8. Brand Audit

Brand Audit menurut Philip kotler dan Kevin Lane Keller (2006) dalam bukunya yang berjudul “Marketing Management 12e” adalah a consumer- focused exercise that involves a series of procedures to assess the health of the brand, uncover its sources of brand equity, and suggest ways to improve and leverage its equity” atau suatu pelatihan yang berfokus pada konsumen yang mengikut sertakan atau melibatkan serangkaian tahap- tahap untuk menganalisa keberadaan suatu merek, mengungkap sumber- sumber dari ekuitas suatu merek, dan memberikan cara – cara untuk meningkatkan dan menciptakan keunggulan dari ekuitas merek itu sendiri.

2.1.3. STP (Segmenting, Targetting, Positioning)

Segmentasi adalah pembagian suatu pasar menjadi kelompok-kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda (Kotler & Armstrong. 1999 , p. 285). Di sini ada dua jenis metode segmentasi yang dapat digunakan yaitu segmentasi apriori dan post-hoc.

Segmentasi apriori adalah segmentasi yang dilakukan sebelum suatu produk atau jasa diluncurkan ke pasar. Dengan cara apriori maka pemasar akan menunjukkan

(14)

siapa sasaran pasarnya, berapa usianya, bagaimana kelas sosial ekonominya, dan bagaimana perilaku pasar sasarannya tersebut. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan antara lain adalah pendekatan demografis, geografis, dan psikografis.

Sementara itu segmentasi post-hoc adalah segmentasi yang dilakukan setelah produk atau jasa diluncurkan. Hal ini dilakukan setelah konsumen datang dan berkumpul sehingga pemasar dapat mengolah dan menganalisis siapa, bagaimana, dan di mana konsumennya.

Targeting adalah proses evaluasi daya tarik masing-masing segmen pasar dan pemilihan satu atau lebih segmen pasar untuk digarap (Kotler & Armstrong.

1999 , p. 285). Targetting merupakan persoalan bagaimana memilih, menyeleksi, dan menjangkau pasar. Cara menyeleksi pasar sangat ditentukan dari bagaimana pemasar melihat pasar itu sendiri. Dengan demikian, pasar yang dilihat oleh dua orang yang berbeda, yang didekati dengan metode segmentasi yang berbeda, akan menghasilkan peta yang berbeda pula. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk memahami struktur-struktur atau kelompok-kelompok yang ada di pasar.

Positioning adalah perumusan pemosisian bersaing produk dan menciptakan bauran pemasaran yang lebih rinci (Kotler & Armstrong. 1999 , p.

285). Dengan kata lain, positioning merupakan suatu strategi untuk memasuki jendela otak konsumen. Sehingga positioning bukan merupakan sesuatu yang dilakukan terhadap produk atau jasa tetapi terhadap otak calon konsumen. Di dalam persaingan yang semakin sengit, positioning sangat diperlukan untuk bertahan di pasar. Di dalam hal ini positioning bukan merupakan strategi produk atau jasa, tetapi strategi komunikasi. Positioning berhubungan dengan bagaimana konsumen menempatkan produk atau jasa di dalam otaknya, di dalam alam khayalnya, sehingga calon konsumen memiliki penilaian tertentu dan mengidentifikasikan dirinya terhadap produk atau jasa tersebut. Tentu saja bukan semua konsumen, tetapi konsumen yang telah ditargetkan, yaitu yang segmennya telah dipilih.

2.1.4. SWOT Analysis

2. 1. 4. 1. Pengertian Analisis SWOT

Analisis SWOT (Strength – Weaknesses – Opportunity – Threat) merupakan suatu analisis perbandingan eksternal (Opportunity & Threat) dan

(15)

internal (Strength & Weaknesses) yang dapat digunakan untuk menentukan strategi apa yang bisa digunakan oleh perusahaan dalam mengembangkan atau memajukan suatu perusahaan menjadi lebih baik. (Rangkuti, 2006, p.19).

Sedangkan menurut Wee Chow Hou, Lee Khai Sheang dan Bambang W.

Hidayat: “Inti dari analisis SWOT adalah untuk menentukan kekuatan perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya dan untuk mengidentifikasikan bidang-bidang dimana peusahaan mungkin akan mengalami ancaman, demikian juga bidang dimana perusahaan mempunyai keunggulan nyata.” (1992 , 16)

Arthur A. Thomson, Jr dan A.J. Strickland III mengemukakan bahwa SWOT adalah alat yang tepat dan mudah dalam rangka memantapkan situasi perusahaan.

“SWOT is an acronym a firm’s internal strength and weaknesses and it’s external opportunities and threats. A SWOT analysis consist of candid appraisal of firm and is quick, easy to use for sizing up a firm’s overall situation.” (1987 , 97-98)

Dari definisi ketiga ahli diatas maka penulis menyimpulkan bahwa analisis SWOT merupakan suatu analisis yang mana harus dilakukan oleh perusahaan dan digunakan sebagai dasar menentukan strategi yang efektif yang sejauh mungkin memanfaatkan kesempatan yang berlandaskan pada kekuatan yang dimiliki perusahaan, mengatasi ancaman yang berasal dari luar, serta memperbaiki kelemahan yang ada. Seperti telah yang diuraikan diatas, analisis SWOT dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. S (Strengths)

Stength atau kekuatan merupakan kemampuan internal yang menonjol dari perusahaan dibandingkan dengan pesaing lainnya. Strengts juga merupakan suatu kompetensi yang ada dalam perusahaan yang dijadikan sebagai perbandingan dengan pesaing.

b. W (Weaknesses)

Weaknesses atau kelemahan merupakan suatu point atau nilai yang menjadi kelemahan bagi perusahaan tersebut. Biasanya sisi ini digunakan oleh pesaing untuk celah agar pesaing dapat memenangkan persaingan.

(16)

c. O (Opportunitys)

Opportunity atau peluang merupakan suatu peluang yang dimiliki oleh perusaahan, dan apabila jeli diperhatikan maka peluang ini dapat dimanfaatkan perusahaan untuk dijadikan differensiation dari pesaing lainnya.

d. T (Threats)

Threats atau ancaman merupakan kejadian-kejadian yang dapat merugikan perusahaan dan mungkin dapat menjatuhkan perusahaan apabila perusahaan tidak segera mengatasinya.

2. 1. 4. 2. Matrik SWOT

Untuk mempermudah dalam menganalisis suatu perusahaan sehingga pihak perusahaan dapat menentukan strategi apa yang akan diterapkan untuk bisa bersaing dengan pesaingnya, maka alat yang biasa dipakai adalah matrik SWOT.

Matrik ini dapat menghasilkan 4 pilihan alternatif strategi Strengths(S) -

Tentukan 5-10 faktor kekuatan internal

Weaknesses(W) - Tentukan 5-10 faktor

kelemahan internal

Opportunities(O) - Tentukan 5-10

faktor peluang eksternal

Strategi (SO) - Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO - Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Threats(T) - Tentukan 5-10 faktor ancaman

eksternal

Strategi (SO) - Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT - Ciptakan strategi yang

meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Tabel 2.1. Matrik SWOT

a. Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarmya

(17)

b. Strategi ST

Dalam strategi ini perusahaan menggunakan kekuatannya untuk mengatasi ancaman

c. Strategi WO

Strategi ini memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan perusahaan

d. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada dan berusaha menghindari ancaman

2. 1. 4. 3. Customer Analysis

“Customer Analysis merupakan suatu analisa terhadap konsumen, menginggat konsumen berhubungan dan memberikan pengaruh secara langsung kepada tingkat keberhasilan suatu perusahaan merupakan sumber yang relevan untuk mengetahui mengenai peluang, ancaman, dan ketidakpastian yang ada di pasar” (Aaker 2001, p.42)

Ada 3 indikator yang dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap konsumen, antara lain; segmentasi, motivasi dan trends.

a. Segmentasi

Pada analisa ini, perusahaan harus melihat, siapakah sebenarnya konsumen mereka, sehingga perusahaan dapat mengklasifikasikan konsumen tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang lebih spesifik lagi, dengan tujuan perusahaan dapat menentukan strategi apa yang dapat digunakan secara tepat. Wedel dan Kamakura (2000) menyatakan bahwa demografi, sikap, prilaku dan psikografis merupakan dasar yang penting untuk digunakan dalam segmentasi dalam pemasaran. Selain itu Sciffman (1997) menjelaskan 9 dasar yang digunakan dalam melakukan segmentasi pasar. Berikut 9 dasar segmentasi pasar :

1. Demographics Segmentation, merupakan segmentasi yang didasarkan pada peta kependudukan, usia, jenis kelamin, besar anggota keluarga, pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan.

(18)

2. Geographics Segmentation, merupakan segmentasi yang didasarkan pada lokasi tinggalnya, bahwa setiap wilayah memiliki karakter yang berbeda.

3. Geodemographics Segmentation, merupakan gabungan dari segmentasi demografis dan geografis. Bahwa yang mendiami suatu wilayah yang sama cenderung memiliki karakter demografi yang sama pula.

4. Benefit Segmentation, dimana konsumen didefinisikan mempunyai kemiripan dalam kebutuhan. Dengan memposisiskan produk baru atau produk yang sudah ada diposisikan kembali untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

5. Usage-Situation Segmentation, yaitu pembagian konsumen berdasarkan peristiwa tertentu, seperti tahun baru, Idul Fitri, Natal dan lain-lainnya.

6. Sociocultural Segmentation, merupakan pembedaan konsumen berdasarkan siklus keluarga, kelas sosial, budaya dan nilai inti budaya.

7. Use-related Segmentation, merupakan pembedaan produk dilihat dari tingkat pemakaian oleh konsumennya, heavy-medium-light-non users.

8. Psychographics Segmentation, segmentasi ini cenderung untuk mengetahui personality dan attitudes dengan cara mengukur activities, interest, dan opinion (AIO’s).

9. Hybrid Segmentation, merupakan kombinasi dari beberapa variabel segmentasi untuk dijadikan satu dasar segmentasi, seperti segmentasi geodemografi.

Dalam analisa konsumen, seorang brand strategist harus melakukan aktivitas segmentasi pasar dengan baik dan benar yang disebut sebagai market segmentation. Menurut Pelsmacker, Geuens, dan Bergh (2004:109), definisi dari market segmentation adalah: “the process of dividing consumers into homogeneous groups, i.e. groups that share needs or react in a comparable way to marketing and communication efforts.”

b. Motivasi

Analisa motivasi, pada analisa ini, perusahaan mencari tau, keunggulan apa dari perusahaan yang dapat menciptakan emotional value

(19)

bagi konsumen, sehingga konsumen terus termotivasi untuk menggunakan atau memakai brand dari perusahaan. Analisa ini diperlukan karena saat seseorang mengamati merek-merek tertentu, akan bereaksi tidak hanya terhadap kemampuan yang terlihat nyata pada merek-merek tersebut, melainkan juga terhadap petunjuk-petunjuk lain. Wujud, ukuran, berat, bahan, warna dan nama merek dapat memicu arah pemikiran dan emosi tertentu.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2000, p.69), motivasi adalah “the driving force with in individual that impels then to action”. Motivasi merupakan kekuatan penggerak dalam diri seseorang yang memaksanya untuk bertindak. Dalam bidang pemasaran Sigit (2002) menjelaskan bahwa motivasi pembelian adalah pertimbanganpertimbangan dan pengaruh yang mendorong orang untuk melakukan pembelian. Dalam motivasi pembelian terbagi menjadi motivasi rasional dan emosional.

a. Motivasi rasional : adalah pembelian yang didasarkan kepada kenyataan- kenyataan yang ditunjukkan oleh produk kepada konsumen dan merupakan atribut produk yang fungsional serta obyektif keadaannya misalnya kualitas produk, harga produk, ketersediaan barang, efisiensi kegunaan barang tersebut dapat diterima.

b. Motivasi emosional : dalam pembelian berkaitan dengan perasaan, kesenangan yang dapat ditangkap oleh pancaindera misalnya dengan memiliki suatu barang tertentu dapat meningkatkan status sosial, peranan merek menjadikan pembeli menunjukkan status ekonominya dan pada umumnya bersifat subyektif dan simbolik. Pada saat seseorang akan mengambil keputusan untuk membeli suatu produk tentunya akan dipengaruhi oleh kedua jenis motivasi tersebut yaitu motivasi rasional dan emosional.

c. Trend

Analisa trend, merupakan langkah pertama untuk memulai customer analysis, dengan melihat kondisi pasar saat ini. Dengan melihat tren yang

(20)

sedang terjadi di pasar saat ini, maka perusahaan dapat menentukan posisioning perusahaannya, agar dapat mengikuti apa yang diinginkan oleh konsumen. Dalam mengenali trend dibutuhkan kemampuan seorang manajer untuk mempelajari, memahami dan mengambil keuntungan dari perubahan temporer yang sedang terjadi. Hal ini memberikan seorang manajer lahan baru untuk dijelajahi dan hanya manajer yang dapat mengenali trend yang dapat menguasainya. Pengenalan trend secara akurat dapat membantu analisa bisnis dan mempersatukan kebiasaan konsumen, mengurangi ketidakpastian, dan melihat kesempatan baru.

Berikut adalah beberapa trend pelanggan menurut Thoyib (1998) 1. Pelayanan yang cepat (faster service)

Pelanggan memperhatikan waktu dari pelayanan sebagai alasan melakukan bisnis dengan suatu perusahaan. Pelanggan membenci penundaan, atau menunggu untuk mendapat layanan.

2. Swalayan (self-service)

Pemicu dari motif swalayan sangatlah jelas. Keinginan konsumen dapat berbelanja kapan saja, dimana saja.

3. Beragam pilihan (more products choices)

Seiring dengan meningkatnya daya dan perhatian konsumen, perusahaan berusaha menyediakan berbagai variasi produk dan jasa, beserta kustomisasi produk.

4. Solusi terintegrasi (integrated solutions)

Perubahan selera konsumen dari yang sebelumnya “memilih yang terbaik” menjadi terintegrasi. Konsumen tidak lagi butuh retail lain atau toko lain yang memberikan yang terbaik, konsumen menginginkan layanan bisnis yang terintegrasi model one-stop- shopping.

2. 1. 4. 4. Competitor Analysis

Competitor Analysis selain melakukan analisa terhadap konsumen, perusahaan juga harus melakukan analisa kepada pesaing, hal ini dilakukan agar perusahaan mengetahui bagaimana situasi di pasar, sehingga perusahaan tahu

(21)

kekuatan dan kelemahan lawan. Sedangkan pandangan Sun Tzu terhadap competitor analysis adalah:

“If you know your enemy as you know yourself, you need not fear the result of a hundred battles. If you know yourself but not the enemy, for every victory you gain you will suffer a defeat. If you know neither the enemy nor yourself, you will succumb in every battle.”

Menurut Aaker dalam bukunya yang berjudul Builing the Strong Brands, pada analisa pesaing kita harus melihat brand image pesaing kita serta kekuatan dan kelemahan dari pesaing-pesaing kita.

a. Competitor brand image

Pada analisa ini, perusahaan mencari tahu, bagaimana pesaing kita di persepsikan oleh konsumen ataupun bagaimana competitor ingin dipersepsikan oleh konsumen. Dengan mengetahui brand image dari pesaing, maka perusahaan dapat mengetahui apa dan siapa yang akan dihadapi.

b. Kekuatan dan kelemahan

Ketika perusahaan mengetahui kekuatan dan kelemahan kompetitor, maka perusahaan tahu, bagian mana yang bisa dijadikan titik lemah pada kompetitor, sehingga perusahaan bisa melakukan strategi untuk mengalahkan pesaing melalui titik itu.

Setelah melakukan analisa terhadap pesaing kita, barulah dapat menentukan strategi bisnis apa yang dapat kita terapkan atau keunggulan apa dari perusahaan kita yang dapat digunakan untuk mengalahkan pesaing. Selain itu dari analisis pesaing perusahaan kita juga dapat memprediksi atau melakukan berbagai asumsi apa yang akan dilakukan oleh pesaing-pesaing kita dalam menghadapi perusahaan lain

(22)

2. 2. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Potensi pasar ritel

Differensiasi / Inovasi

Segmenting, Targeting, Positioning

Market Analysis

SWOT Analysis

Brand Experience Q’store Brand

Customer Analysis

Motivasi Segmentasi

Trend

Strategi WT Strategi ST Strategi WO

Strategi SO Competitor

Analysis

Brand Image

Kekuatan

Kelemahan

Gambar

Tabel 2.1.  Matrik SWOT
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir    Potensi pasar ritel

Referensi

Dokumen terkait

bakar.Hasil dari karakteristik ini dapat dilihat pada tabel IV.Dari perhitungan laju pertambahan biaya bahan bakar diatas, maka kita mengetahui urutan unit

Perlu dilakukan penelitian irigasi defisit dengan jenis tanaman yang sama dan varietas unggul (yang berbeda) untuk menentukan jumlah kebutuhan air irigasi

Masyarakat desa sritunggal pada umunya mengunakan perhitunggan tanggal atau yang disebut weton, jika ingin melakukan acara lamaran atau pertunangan maka harinya

Akses rumah tangga terhadap fasilitas sanitasi yang layak terus meningkat. Laju pertumbuhan penduduk menjadi tantangan utama yang dihadapi dalam meningkatkan cakupan sanitasi

Persentase terbesar pada pola makan makanan kariogenik seperti roti, kue, permen dan coklat yaitu terdapat 13 anak (21.66%) yang memiliiki kebiasaan mengonsumsi roti pada

Dari analisis ditemukan bahwa semua variabel pada kualitas lingkungan dan pada pelaksanaan prosedur standar kerja bengkel memiliki hubungan terhadap kesehatan karyawan mekanik

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia jasa yang memenuhi persyaratan Bidang Jasa Keamanan dengan terlebih dahulu melakukan registrasi pada Layanan Pengadaan

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja dan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Tentang Seks Bebas Di SMA N 1 Tawangsari Sukoharjo.. Surakarta: