• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Kristen Petra"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

8

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1 Konsep Pemasaran 2.1.1.1 Definisi Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan baik oleh organisasi maupun perorangan dengan tujuan untuk mengenalkan dan menawarkan produk atau jasanya kepada khalayak agar diberikan respon yang merujuk pada pembelian produk atau jasa yang ditawarkan tersebut.

Menurut Gitosudarmo (2001) yang dikutip oleh Afrilita (2013) pemasaran merupakan suatu kegiatan yang mengusahakan agar produknya yang dipasarkan dapat diterima dan disenangi oleh pasar.

Berbeda dengan pendapat Afrilita (2013) yang mendefinisikan pemasaran sebagai sistem keseluruhan dalam kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Pengertian tersebut dapat memberikan gambaran bahwa pemasaran sebagai suatu sistem dari kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan, ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang/jasa kepada pembeli secara individual maupun kelompok pembeli. Kegiatan-kegiatan tersebut beroperasi dalam suatu lingkungan yang dibatasi sumber-sumber dari perusahaan itu sendiri, peraturan-peraturan, maupun konsekuensi sosial perusahaan.

2.1.1.2 Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran terjadi bilamana salah satu pihak dalam pertukaran produk mempertimbangkan sasaan dan sarana untuk memperoleh tanggapan yang diinginkan dari pihak lain. Definisi manajemen pemasaran yang disahkan pada tahun 1985 oleh Asosiasi Pemasaran Amerika (American Markrtting Asssociation) dalam Kotler (2003) adalah proses

(2)

perencanaan dan pelaksanaan konsepsi harga, promosi ,dan distribusi, gagasan barang dan jasa untuk menghasilkan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran peroranan dan organisasi. Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba. Sebuah perusahaan dikatakan berhasil menjalankan fungsinya apabila mampu menjual produknya pada konsumen dan memperoleh profit semaksimal mungkin. Konsumen sebagai salah satu elemen, memegang peranan penting dimana dari waktu ke waktu mereka semakin kritis dalam menyikapi suatu produk.

Pengertian manajemen pemasaran menurut Kotler (2000), adalah merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk dengan pihak lain. Dalam hal ini pemasaran merupakan proses pertemuan antara individu dan kelompok dimana masing-masing pihak ingin mendapatkan apa yang mereka butuhkan / inginkan melalui tahap menciptakan, menawarkan, dan pertukaran.

Definisi manajemen pemasaran tersebut berdasarkan pada prinsip inti yang meliputi: kebutuhan (needs), produk (goods, services and idea), permintaan (demands), nilai, biaya, kepuasan, pertukaran, transaksi, hubungan, dan jaringan, pasar, pemasar, serta prospek. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi cara dan keberhasilan perusahaan terhadap pemasarannya, yaitu:

1. Lingkungan Eksternal Sistem Pemasaran.

Lingkungan ini tidak dapat dikendalikan perusahaan, misalnya kebebasan masyarakat dalam menerima atau menolak produk perusahaan, politik dan peraturan pemerintah, keadaan perekonomian, kependudukan serta munculnya pesaing.

2. Variabel Internal Sistem Pemasaran.

Variabel ini dapat dikendalikan oleh perusahaan, terdiri atas dua kelompok, yaitu sumber bukan pemasaran (kemampuan produksi, keuangan, dan personal) dan komponen-komponen bauran

(3)

10

pemasaran yang meliputi: produk, harga, promosi, dan distribusi (Swastha, 2002).

2.1.2 Consumer Behavior

2.1.1.1 Definisi Consumer Behavior

Consumer Behavior atau perilaku konsumen merupakan sebuah proses psikologis yang dilalui konsumen dalam mengenali apa saja yang menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi, untuk kemudian berupaya menemukan solusi untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut, membuat keputusan membeli (misalnya keputusan untuk membeli produk atau jasa, atau untuk memilih merek dan tempat pembelian), mengiterpretasikan informasi, membuat perencanaan, dan mengimplementasikan rencana tersebut (misalnya dengan melakukan perbandingan dalam belanja atau benar-benar melakukan pembelian produk) (Furaiji et. al, 2012).

Pemahaman terhadap perilaku konsumen sangat penting untuk bisa mengetahui proses keputusan pembelian konsumen, baik keputusan konsumen secara individual maupun kolektif, karena perilaku konsumen menjelaskan atau memberikan gambaran mengenai karakteristik dari konsumen, seperti demografi dan variabel keperilakuan, yang membantu pemahaman terkait apa yang diinginkan konsumen tersebut (Furaiji et. al, 2012).

Satu poin penting yang menjadi asumsi mendasar dalam perilaku konsumen adalah bahwa seorang konsumen secara individual sering melakukan pembelian suatu produk berdasarkan subjektivitas pribadi terkait nilai produk tersebut, tidak berdasarkan pada fungsi utama dari produk yang dibeli. Hal tersebut tidak mengindikasikan bahwa fungsi dari produk yang dibeli adalah tidak penting, namun menunjukkan bahwa sebuah produk memiliki fungsi tambahan yang bersifat sementara, yaitu nilai yang dipersepsikan oleh konsumen sehingga memutuskan untuk melakukan pembelian, daripada hanya nilai yang menjadi fungsi kegunaan dasar dari produk tersebut (Furaiji et. al, 2012).

(4)

Mayoritas konsumen tidak melihat suatu produk berdasarkan karakteristik atau atribut utama dari produk tersebut, namun lebih dari itu, adalah berdasarkan pada kualitas produk dan produk-produk tambahan yang dimiliki, yang merepresentasikan hal-hal intangibel lain yang memberikan keuntungan lebih yang diinginkan konsumen, misalnya adanya image yang melekat paska pembelian, fasilitas konsultasi, dan jasa paska pembelian (Furaiji et. al, 2012). Secara keseluruhan, dengan memahami perilaku konsumen maka akan dapat mengetahui berbagai hal mengenai konsumen, apa yang diinginkan, dan bagaimana penggunaan dan reaksi konsumen terhadap suatu produk.

2.1.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Consumer Behavior

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menimbulkan stimuli, yang memunculkan respon berupa bentuk perilaku tertentu dari konsumen. Stimuli dapat dikategorikan menjadi stimuli interpersonal, yaitu stimuli yang timbul antar individu, dan stimuli intrapersonal, yang merupakan stimuli dalam diri individu. Proses pembentukan perilaku konsumen tertuang dalam the stimulus response model atau The Black Box Model, yang merupakan model teruji mengenai perilaku konsumen. The Black Box Model menggambarkan interaksi antara stimuli yang memunculkan respon, karakteristik konsumen, proses pengambilan keputusan dan respon konsumen. Fokus utama dari The Black Box Model adalah pada hubungan antara stimuli dan respon konsumen (Furaiji et. al, 2012).

(5)

12

Tabel 2.1 The Black Box Model dari Perilaku Konsumen

Sumber: Furaiji et. al. (2012)

Gambar di atas menjelaskan mengenai bagaimana stimuli yang diciptakan serta strategi pemasaran masuk ke dalam pikiran seorang konsumen (the black box) dan menghasilkan respon tertentu. Stimuli dan strategi pemasaran diciptakan untuk mengetahui apa yang ada di dalam pikiran manusia. Strategi marketing diciptakan oleh perusahaan atau sedangkan stimuli lain diciptkan oleh faktor lingkungan, sosial, perekonomian, politik dan budaya. Karakteristik konsumen mempengaruhi penerimaan stimuli pada konsumen yang menentukan proses pengambilan keputusan berdasarkan perilaku konsumen yang mendasari (Furaiji et. al, 2012).

2.1.1.3 Jenis Consumer Behavior

Secara umum, terdapat dua jenis perilaku konsumen, yaitu perilaku konsumen terkait pengambilan keputusan sederhana dan terkait pengambilan keputusan yang luas. Pengambilan keputusan sederhana merupakan kombinasi dari keputusan pembelian yang luas dan yang rutin.

Konsumen yang memiliki jenis perilaku tersebut merupakan konsumen yang telah mengetahui karakteristik dari produk yang ingin dibeli, sehingga mempersingkat waktu pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan

(6)

untuk melakukan pembelian. Perilaku konsumen terkait keputusan pembelian yang luas muncul ketika konsumen membeli produk yang masih asing bagi konsumen, dengan karakteristik yang baru atau belum pernah diketahui konsumen sebelumnya. Pada jenis perilaku tersebut, konsumen cenderung memerlukan waktu yang relatif lama untuk mengumpulkan informasi dan memutuskan untuk membeli produk baru tersebut (Furaiji et.

al, 2012).

2.1.3 Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM) merupakan adopsi dari model Theory of Reasoned Action (TRA), yakni teori yang berkaitan dengan tindakan seseorang yang beralasan, dengan asumsi bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut.

Model TAM dikemukakan pertama kali oleh Davis et al. (1989) untuk menjelaskan penerimaan teknologi yanag akan digunakan oleh pengguna teknologi tersebut. Seperti yang telah dipaparkan di atas, model TAM disusun oleh dengan menggunakan TRA sebagai grand theory, namun tidak semua komponen teori TRA diakomodasi dalam model TAM itu sendiri.

Davis et al. (1989) kembali menjelaskan bahwa perilaku menggunakan teknologi diawali dengan adanya persepsi mengenai manfaat dari teknologi tersebut dan kemudian dilanjutkan oleh adanya persepsi kemudahan (ease) pada penggunaannya (Perceived ease of use). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa persepsi terhadap manfaat penggunaan teknologi dapat mempengaruhi persepsi pengguna terhadap persepsi kemudaan penggunaan teknologi. Dengan lebih jauh mengenai saling hubungan antara persepsi terhadap manfaat dan persepsi kemudahan menggunakan teknologi ini, Davis et al. (1989) melakukan riset dengan membagi masing-masing 6 indikator, seperti pada tabel 2.2:

(7)

14

Tabel 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Terhadap IT No Kegunaan (usefuness) Kemudahan (ease of use) 1 Bekerja lebih cepat Mudah dipelajari

2 Kinerja Dapat dikontrol

3 Produktivitas meningkat Jelas dan mudah dipahami

4 Efektif Fleksibel

5 Mempermudah tugas Mudah dikuasai/terampil

6 Kegunaan Mudah digunakan

Sumber:Davis et al., et al (1989)

Kemudian, Model Penerimaan Teknologi (Technology Acceptance Model) dapat digambarkan, sebagai berikut:

Gambar 2.1. Model Technology Acceptance Model (TAM) Sumber: Davis et al., et al. (1989)

Berdasarkan gambar tersebut, dapat diliat bahwa penerimaan terhadap teknologi ditentukan enam faktor, yakni, variabel ekternal (variabel dari luar), persepsi kegunaan (perceived usefulness), persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use), sikap ke arah pengguna (attitude toward using), kemudian niat untuk menggunakan (behavioral intention), dan penggunaan nyata (actual usage). Keenam faktor tersebut memiliki jalur kausalitas yang teratur, yang pada akhirnya mempengaruhi penggunaan teknologi informasi oleh pengguna.

Oleh karena itu, para peneliti telah fokus pada pemahaman variabel eksternal di TAM. Wang dan Chou (2014) memperpanjang TAM dengan memasukkan karakteristik konsumen/consumer caracteristic (orientasi belanja ekonomi dan frekuensi pembelian sebelumnya), faktor pengaruh sosial/social influence factor (norma subjektif dan visibilitas), dan faktor

Variable Eksternal

Persepsi Kegunaan

Persepsi Kemudahan Penggunaan

Sikap ke arah Penggunaa

n

Niat untuk Menggunak

an

Pengguna an Nyata

(8)

sistem/system factor (sistem mutu dan kualitas informasi) pada perceived ease of use dari situs web.

2.1.4 Shopping Orientation

2.1.3.1 Definisi Shopping Orientation

Shopping Orientation diartikan sebagai sebuah kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan belanja. Kecenderungan dalam hal ini dapat terwujud dalam berbagai bentuk, misalnya berupa pencarian informasi yang diperlukan untuk berbelanja atau melakukan evaluasi terhadap berbagai produk.

Shopping orientation merupakan bagian dari lifestyle konsumen, yang dioperasionalisasikan dalam aktivitas, ketertarikan dan opini konsumen yang berkaitan dengan berbelanja (Kwek, 2010). Menurut Morschett et al.

(2006), Shopping orientation berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen berkaitan dengan berbagai pilihan dalam berbelanja, dimana antara satu konsumen dengan konsumen lain dapat berbeda-beda.

Menurut Buttner et al. (2013), shopping orientation didefinisikan sebagai sebuah orientasi termotivasi yang didasari oleh proses dalam mencapai suatu tujuan, yang dalam hal ini adalah untuk berbelanja.

Shopping orientation dinyatakan berkaitan dengan dengan proses berbelanja, karena pada praktiknya, konsumen yang berorientasi belanja tidak hanya menikmati saat-saat berbelanja saja, namun juga hal-hal lain yang berkaitan dengan belanja, baik sebelum maupun sesudah belanja.

2.1.3.2 Pengukuran Shopping Orientation

Shopping orientation yang dimiliki setiap konsumen dapat berbeda-beda, tergantung pada kecenderungan dari konsumen terhadap karakteristik tertentu dari kegiatan belanja. Mokhlis et al. (2003) menyatakan bahwa shopping orientation dibentuk oleh tiga dimensi yang terdiri dari:

(9)

16 a. Social/hedonistic orientation

Dimensi Social/hedonistic orientation memiliki empat indikator sebagai berikut:

1) Brand-conscious, merupakan orientasi konsumen dalam membeli merek yang terkenal.

2) Novelty/fashion conscious, merupakan orientasi konsumen untuk mendapat kesenangan dari suatu produk yang baru

3) Recreational, merupakan orientasi konsumen dalam menikmati kegiatan belanja.

4) Brand-loyal, merupakan orientasi konsumen dalam memiliki merek dari toko yang sama secara berulang-ulang.

b. Overpowered orientation

Dimensi overpowered orientation memiliki dua indikator sebagai berikut:

1) Impulsive, merupakan orientasi konsumen yang cenderung melakukan pembelian tanpa memperhitungkan seberapa besar uang yang harus dibayarkan.

2) Confused by overchoice, merupakan orientasi konsumen dalam mempertimbangkan banyak pilihan merek yang menyebabkan kebingungan dalam menentukan pilihan.

c. Utiliitarian orientation

Dimensi utilitarian orientation memiliki dua indikator sebagai berikut:

1) Quality conscious, merupakan orientasi konsumen dalam mencari produk dengan kualitas yang terbaik.

2) Price conscious, merupakan orientasi konsumen dalam mempertimbangkan masalah harga.

2.1.5 Social Influence

2.1.4.1 Definisi Social Influence

Menurut Adiwibowo et al. (2012), pengaruh sosial menunjukkan sejauh mana persepsi individu atas sesuatu yang dipercaya orang lain atas

(10)

penggunaan sistem baru. Menurut Wang dan Chou (2014), pengaruh sosial mengacu pada bagaimana orang lain mempengaruhi keputusan perilaku seseorang. Pengaruh sosial terkait dengan tekanan eksternal (dari orang- orang penting dalam hidup seseorang, seperti keluarga, teman, dan supervisor di tempat kerja). Pengaruh sosial adalah sejauh mana jaringan sosial mempengaruhi perilaku masyarakat melalui pesan dan sinyal dari orang lain yang memfasilitasi pembentukan nilai masyarakat yang dirasakan dari sistem teknologi. Selain itu, pengaruh sosial mempengaruhi individu melalui kedua pesan tentang harapan sosial dan perilaku yang diamati dari orang lain.

Wibisono (2012) mengartikan bahwa pengaruh sosial merupakan pengaruh perilaku dari sekelompok atau individu dalam melakukan tidakan berdasarkan kebiasaan. Pengaruh tersebut meliputi referensi, keluarga, peran, dan status sosial. Referensi merupakan pengaruh perilaku baik langsung maupun tidak langsung dari sekelompok atau individu terhadap seseorang. Keluarga merupakan sumber orientasi yang menjadi acuan mempengaruhi perilaku seseorang. Peran dan kedudukan seseorang dapat pula mempengaruhi perilaku seseorang.

Pengaruh sosial didefinisikan sebagai sejauh mana seorang individu mempersepsikan kepentingan yang dipercaya oleh orang-orang lain yang akan mempengaruhinya menggunakan sistem yang baru. Thompson et al. (1991) menggunakan istilah norma sosial (social norms) dalam mendefinisikan konstruk ini, dan mengakui konstruk ini sama dengan norma subyektif (subjective norms):

1) Norma subyektif (subjective norms), yaitu persepsi individu bahwa sebagian besar orang yang memiliki hubungan dengan individu tersebut mengarahkan atau tidak mengarahkan individu untuk berperilaku tertentu.

2) Faktor-faktor sosial (social factors), yaitu internalisasi individual atas referensi budaya subyektif kelompok, dan kesepakatan interpersonal spesifik yang dimiliki oleh individual yang dibuat dengan orang lain, dalam situasi sosial khusus.

(11)

18

Adiwibowo et al. (2012) menyatakan bahwa dampak dari pengaruh sosial terhadap seseorang terjadi melalui tiga mekanisme, yakni:

1. Kepatuhan, yakni tingkat kepercayaan penerima perilaku dari orang lain yang mampu mendapatkan efek sosial yang memberikan kepuasan dari lingkungannya.

2. Identifikasi, yakni pengambilan perilaku dari orang lain yang merasakan kepuasan aats sistem baru.

3. Internalisasi, yakni pengaruh yang dianjurkan karena sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya.

2.1.4.2 Pengukuran Social Influence

Wang dan Chou (2014) menyatakan bahwa social influence dibentuk oleh dua dimensi, yaitu subjective norms dan visibility.

1. Subjective norms, yaitu pengaruh sosial yang berhubungan dengan persepsi konsumen terhadap apa yang harus atau tidak boleh dilakukan. Menurut Tanakinjal et al. (2012), subjective norms memiliki dua indikator, yang terdiri dari:

1) Behavioral belief, yaitu subjective norms yang menimbulkan kepercayaan pada diri konsumen tentang bagaimana menyikapi suatu hal. Jika konsumen merasa bahwa dengan melakukan suatu hal akan memberikan dampak yang positif, maka konsumen akan memiliki sikap yang favourable, demikian juga sebaliknya.

2) Normative belief, yaitu subjective norms yang menimbulkan kepercayaan pada diri konsumen tentang apa yang harus atau tidak boleh dilakukan. Konsumen yang percaya bahwa sebagai besar orang yang dianggapnya penting menyarankan untuk melakukan suatu hal, maka konsumen akan mengikuti dan melakukan hal tersebut.

2. Visibility, yaitu pengaruh sosial yang terbentuk karena sebuah keadaan dari perilaku konsumen yang dapat diamati oleh konsumen lain, yang merefleksikan bahwa keputusan konsumen dipengaruhi

(12)

oleh bagaimana persepsi konsumen tersebut terhadap perilaku konsumen lain. Berdasarkan pengertian tersebut, Wang dan Chou (2014) menarik dua indikator dari visibility, yaitu:

a. Perilaku konsumen lain, dimana konsumen mendapati bahwa orang lain melakukan suatu hal yang mendorong konsumen untuk ikut juga melakukan hal yang sama.

b. Pengaruh lingkungan, dimana konsumen mengamati bahwa lingkungan di sekitarnya banyak melakukan atau menggunakan suatu hal, sehingga konsumen juga terdorong untuk melakukan hal yang sama.

2.1.6 System

2.1.6.1 Definisi System

Sistem merupakan rangkaian dari berbagai komponen yang memiliki keterhubungan antara satu sama lain dalam aspek tujuan dan proses pencapaiannya. Sistem merupakan bentuk kesatuan yang kompleks, yang mendasarkan operasinya pada fungsi-fungsi komponen pembentuknya serta hasil dari interaksi komponen-komponen tersebut. Berdasarkan hal tersebut, terdapat tiga aspek utama dalam sebuah sistem, yaitu adanya berbagai komponen pembentuk, adanya interaksi dari komponen-komponen tersebut, dan tujuan yang ingin dicapai (Marimin et al, 2006:1-2).

Gambar 2.2 Model dasar sistem Sumber: Marimin et al. (2006)

Gambar di atas menunjukkan sebuah model sistem yang melibatkan berbagai komponen dan interaksi antar komponen untuk mencapai suatu

Interaksi Komponen

 

 

 

   

Tujua n

(13)

20

tujuan. Sistem memiliki sifat-sifat dasar sebagai berikut (Marimin et al, 2006:2-3 ):

1. Pencapaian tujuan: dalam prosesnya, sistem seringkali mengalami perubahan yang didasarkan pada situasi dan kondisi yang diperlukan untuk dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.

2. Kesatuan usaha: hasil dari sebuah sistem dinilai secara keseluruhan, artinya tidak berfokus pada hasil dari satu komponen sistem saja, namun hasil dari keseluruhan komponen sistem kaitannya dengan prosentase ketercapaian tujuan.

3. Keterbukaan: suatu sistem harus selalu mengakomodasi perubahan dan tuntutan lingkungan sekitar, sehingga memungkinkan bagi sistem untuk menerima masukan-masukan yang berguna untuk pengembangan dan penyesuaian dengan lingkungan.

4. Transformasi: berkaitan dengan pemrosesan yang dilakukan oleh sistem dalam mengubah masukan menjadi keluaran yang memiliki nilai berbeda.

5. Hubungan antar komponen: mekanisme kerja dari sistem didasarkan pada fungsi dan hubungan antar komponen sistem.

6. Mekanisme pengendalian: berkaitan dengan evaluasi berdasarkan pencapaian dari sistem atas tujuan yang ditetapkan.

2.1.6.2 Pengukuran System

Menurut Wang dan Chou (2014), pengukuran dari sistem didasarkan pada karakteristik dasar dari sistem, yang terdiri dari kualitas sistem dan kualitas informasi.

1. Kualitas sistem, merupakan pengukuran sistem yang mengacu pada persepsi kinerja teknis sistem, bahwa kualitas sistem yang tinggi akan memberikan kenyamanan dan respon cepat bagi penggunanya.

Kualitas sistem diukur dengan indikator:

1) Keandalan sistem 2) Aksesibilitas sistem

(14)

2. Kualitas informasi, merupakan pengukuran sistem yang mengacu pada ketersediaan informasi dari sistem tersebut. Kualitas informasi diukur dengan indikator:

1) Efektivitas informasi 2) Akurasi informasi

3) Informasi yang up-to-date

2.1.7 Customer Attitude

2.1.7.1 Definisi Customer Attitude

Thurstone mendefinisikan attitude (sikap) sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (dalam Azwar, 2007). Petty & Cacioppo mengatakan bahwa sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu (dalam Azwar, 2007). Menurut Fishben & Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003).

Sikap merupakan suatu ekspresi perasaan seseorang yang merefleksikan kesukaan atau ketidaksukaanya terhadap suatu obyek (Suprapti, 2010:135). Berdasarkan beberapa pengertian sikap di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen-komponen sikap.

Menurut Bimo Walgito (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003), pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

2. Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.

(15)

22

Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan.

2. Karakter kepribadian individu.

3. Informasi yang selama ini diterima individu.

Secara luas, sikap dapat juga didefinisikan sebagai gabungan dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan koginitif berkaitan dengan aspek-aspek lingkungan yang mempengaruhinya. Secara spesifik, sikap merujuk pada pengetahuan dan perasaan, baik negatif ataupun positif, tentang suatu objek atau aktivitas. Sikap dapat juga dilihat sebagai evaluasi keseluruhan yang mengekspresikan seberapa besar tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sebuah objek, orang, atau tindakan (Jahangnir dan Begum, 2008).

2.1.7.2 Pengukuran Customer Attitude

Customer Attitude merupakan gabungan dari berbagai dimensi, yang meliputi dimensi mental, emosional, dan fisik. Berdasarkan hal tersebut, Ikechukwu et al. (2012) membagi Customer Attitude ke dalam tiga komponen utama, yaitu:

1. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan, pengetahuan dan opini seseorang mengenai objek sikap. Berdasarkan hal tersebut, maka indikator dari komponen kognitif adalah:

1) Kepercayaan konsumen akan suatu objek 2) Pengetahuan konsumen akan suatu objek 3) Opini konsumen akan suatu objek

2. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah perasaan seseorang, evaluasi atau emosional subjektif

(16)

terhadap objek sikap. Berdasarkan hal tersebut, maka indikator dari komponen afektif adalah:

1) Perasaan konsumen terhadap suatu objek

2) Evaluasi yang dilakukan konsumen terhadap suatu objek 3. Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Komponen perilaku menunjukkan sikap konsumen dalam upayanya untuk memiliki atau menggunakan suatu objek.

Berdasarkan hal tersebut, maka indikator dari komponen afektif adalah:

1) Tindakan konsumen untuk menggunakan suatu objek 2) Perilaku konsumen berkaiten dengan suatu objek

2.1.8 Perceived Ease of Use

2.1.8.1 Definisi Perceived Ease of Use

Perceived ease of use menurut Davis et al. (1989) diartikan sejauh mana teknologi informasi dirasakan relatif mudah untuk dipahami dan digunakan. Persepsi ini kemudian akan berdampak pada perilaku, yaitu semakin tinggi persepsi pengguna tentang kemudahan menggunakan sistem, semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan teknologi informasi. Definisi tersebut didukung Wang dan Chou (2014), bahwa Perceived ease of use dimaknai mudah dipelajari, mudah dipahami, dan merasa dapat menemukan yang diinginkan pengguna.

2.1.8.2 Pengukuran Perceived Ease of Use

Berdasarkan pengertian dari Perceived Ease Of Use, maka Jahangnir dan Begum (2008), Zamri dan Idris (2013), Moeser et al. (2013), dan Legris et al. (2003) menyebutkan bahwa Perceived Ease Of Use dapat diukur dengan indikator:

1. Kemudahan objek untuk dipelajari

(17)

24 2. Kemudahan objek untuk dipahami 3. Kemudahan objek untuk digunakan

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengacu penelitian Wang dan Chou (2014) yang berjudul

“Consumer Characteristics, Social Influence, and System Factors on Online Group-Buying Repurchasing Intention”. Tujuan penelitian ini adalah pengaruh karakteristik konsumen (orientasi belanja ekonomi dan frekuensi pembelian sebelumnya), faktor pengaruh sosial (norma subjektif dan visibilitas), dan faktor sistem (sistem mutu dan kualitas informasi) pada kegunaan yang dirasakan (PU) dan persepsi kemudahan penggunaan (PEOU) dari situs web OGB. Penelitian ini juga meneliti efek dari PU dan PEOU pada sikap dan niat perilaku. Metode penelitian dengan mengumpulkan 1,163 kuesioner melalui survei online kuantitatif, dan digunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk menganalisis data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sementara orientasi ekonomi belanja, norma subjektif, dan kualitas informasi memiliki efek positif pada PU, pembelian frekuensi dan kualitas sistem mempengaruhi PEOU dari situs web OGB. Namun, hubungan antara visibilitas dan PU itu tidak signifikan.

Penelitian ini terintegrasi karakteristik konsumen, pengaruh sosial, dan faktor sistem dalam penelitian OGB, dan temuan dapat membantu OGB administrator untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang faktor petugas PU dan PEOU untuk membentuk sikap positif terhadap pengguna OGB dan meningkatkan penggunaan kembali dan niat pembelian kembali.

Sebagai pendukung dari penelitian diatas, pada penelitian ini juga menggunaan acuan penelitian dari penelitian terdahulu yang digunakan oleh Rani (2014) yang berjudul “Factor Influencing Consumer Behaviour”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menyebabkan seorang konsumen melakukan pembelian dan untuk mengetahui faktor apa sajakah yang mendorong seorang konsumen melakukan pembelian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini

(18)

adalah Perilaku pembelian konsumen mengacu pada perilaku pembelian konsumen akhir. Dimana banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah, kekhususan dan karakteristik individu, kebiasaan belanja dan lain sebagainya. Sebuah keputusan pembelian yang diambil oleh konsumen merupakan hasil dari dorongan beberapa faktor tersebut. Untuk itu agar pemasaran dapat memenuhi target sasaran, maka setiap pemasar haru memiliki kategorisasi target pasar sesuai dengan kebudayaannya, subkultur nya, kelas sosialnya, kelompok keanggotaannya, keluarganya, kepribadiannya, faktor psikologis, dan lain-lain dengan mengidentifikasi dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggan tersebut.

Lin et al (2014) melakukan kajian empiris yang berjudul Gender Differences in Intention and Relationship among Factors of Using Facebook for Collaboration. Penelitian ini bertujuan untuk menguji variasi niat perilaku masyarakat dalam melakukan situasi pembelajaran yang kolaboratif melalui facebook dengan menggunakan model TAM. Melalui penyebaran kuesioner terhadap 365 partisipan, data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan structural equation modeling (SEM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa social influence merupakan faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi penggunaan facebook dalam adopsi pelatihan dan kolaborasi pembelajaran, baik terhadap perceived usefulness maupun terhadap perceive ease of use.

Hamza & Shah (2014) melakukan penelitian yang berjudul Gender and Mobile Payment System Adoption among Students of Tertiary Institutions in Nigeria. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perilaku mahasiswa dalam menggunakan sistem pembayaran melalui mobile payment dan menguji peran jenis kelamin dalam mempengaruhi perilaku tersebut. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model TAM. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner terhadap 400 mahasiswa di tiga perguruan tinggi, yaitu Bayero University Kano (BUK), North-West University, dan Kano University of Science and Technology (KUST) Wudil, Kano, Nigeria.

(19)

26

Dari 400 kuesioner yang disebarkan tersebut, diperoleh 214 kuesioner yang valid. Selanjutnya, data yang telah dikumpulkan dianalisa dengan menggunakan structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh karakteristik personal, yaitu jenis kelamin terhadap PEOU. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan adanya korelasi antara social influence, yaitu social norms dengan perceived usefulness; dan juga adanya korelasi antara PU dengan PEOU.

Sobejana & Murcia (2014) melakukan kajian empiris dengan judul A Causal Model of Structural Factors Predicting College Students’ Intention of Using the e-Fund Transfer System as Payment Scheme for Tuition and Other Fees. Kajian ini bertujuan untuk menguji model perilaku mahasiswa dalam menggunakan sistem pembayaran elektronik. Kajian yang didasarkan pada teori TAM ini dilakukan dengan menerapkan metode survei, yaitu melalui penyebaran kuesioner terhadap 200 mahasiswa.

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan menggunakan structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa social influence dan kualitas sistem memiliki pengaruh terhadap PEOU dan PU. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan adanya pengaruh yang diberikan oleh PEOU terhadap PU.

Al-Rasheed & El-Garaihy (2014) melakukan penelitian yang berjudul Measuring the Saudis Intention towards Advertising and Marketing Activities in Social Networking: Structural Equation Modeling Approach.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji model minat perilaku masyarakat terhadap metode komunikasi baru, yaitu social networking sites (SNS).

Metode pengumpulan data yang diterapkan adalah metode survei, yaitu menyebarkan 500 kuesioner, di mana diperoleh 408 kuesioner valid. Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PEOU dan PU yaitu pengendalian sosial dan interaksi sosial memiliki pengaruh terhadap sikap.

Peng et al (2014) melakukan kajian empiris yang berjudul Exploring Factors Affecting the User Adoption of Call-taxi App. Kajian ini bertujuan

(20)

untuk mengamati model keperilakuan pengguna aplikasi Call-Taxi App (CTA). Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner di internet. Dari 250 kuesioner yang berhasil dikumpulkan maka diperoleh 238 kuesioner yang valid. Sedangkan 38 kuesioner lainnya tidak valid, sehingga tidak bisa digunakan. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan structural equation modeling (SEM) dengan bantuan software LISREL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PEOU dan PU memiliki pengaruh terhadap sikap responden.

2.3. Hubungan Antar Konsep

2.3.1 Pengaruh Shopping Orientation terhadap Perceived Ease of Use Shopping orientation merupakan kecenderungan yang ada pada diri seseorang terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan belanja (Kwek, 2010). Kecenderungan yang terjadi dapat dipengaruhi oleh persepsi atas kemudahan dalam pemahaman dan penggunaan suatu produk (perceive ease of use), yang dalam hal ini berkaitan dengan teknologi informasi.

Berdasarkan kaitan tersebut, maka hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: Ada pengaruh shopping orientation terhadap perceived ease of use

2.3.2 Pengaruh Social Influence Terhadap Perceived Ease of Use

Pengaruh sosial merupakan variabel eksternal yang mempengaruhi perilaku individu. Kajian yang dilakukan oleh Hamza & Shah (2014) menunjukkan bahwa norma sosial memiliki korelasi dengan perceive ease of use. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Lin et al (2014) yang menjelaskan bahwa social influence memiliki pengaruh positif tergadap perceive ease of use. Kajian serupa yang dilakukan oleh Sobejana

& Murcia (2014) juga membuktikan adanya pengaruh social influence terhadap perceive ease of use.

H2 : Ada pengaruh social influence terhadap perceive ease of use

(21)

28

2.3.3 Pengaruh System terhadap Perceived Ease of Use

Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa karakteristik sistem menurut Wang dan Chou (2014) adalah sejauh mana penerimaan pengguna terhadap sistem. Dengan adanya sistem, konsumen akan lebih mudah dalam memahami suatu teknologi dan informasi serta dapat meningkatkan persepsi penggunaan teknologi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Wang dan Chou (2015) yang menebutkan bahwa variabel sistem yaitu kualitas sistem memiliki efek positif terhadap perceive ease of use.Demikian pula dengan kajian yang dilakukan oleh Sobejana & Murcia (2014) yang membuktikan adanya pengaruh kualitas sistem terhadap perceive ease of use.

H3 : Ada pengaruh system terhadap perceive ease of use

2.3.4 Pengaruh Perceived Ease of Use terhadap Consumer Attitude Persepsi merupakan penilaian konsumen terhadap obyek atau peristiwa yang ada di sekitar konsumen dan menerpa konsumen yang dapat memberikan pengaruh terhadap sikap konsumen (Rani, 2014). Kajian yang dilakukan oleh Al-Rasheed & El-Garaihy (2014) membuktikan bahwa perceive ease of use memiliki pengaruh terhadap sikap konsumen dalam menggunakan teknologi informasi. Kajian empiris Peng et al (2014) membuktikan bahwa perceived ease of use memberikan pengaruh positif terhadap sikap pengguna aplikasi teknologi informasi.

H4 : Ada pengaruh perceive ease of use terhadap consumer attitude

(22)

2.4. Kerangka Konseptual

Berdasarkan kajian pustaka di atas maka kerangka konseptial dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian H4

H3 H2

H1 Shopping

orientation (X1)

Social Influence

(X2)

System (X3)

Perceive Ease of

Use (Y)

Customer Attitude

(Z) X1.1  

 X1.2  X1.3

 X2.1  X2.2

 X3.1  X3.2

Z1 Z2 Z3 Y2 Y3

Y1

(23)

30 2.5. Kerangka Berpikir Penelitian

Gambar 2.4. Kerangka berpikir penelitian  

Fakta:

App Store merupakan tempat pengguna online untuk membeli aplikasi-aplikasi online yang mengalami peningkatan penggunaan dari waktu ke waktu.

 

Rumusan Masalah:

Apakah shopping lifestyle, social influence, dan system berpengaruh terhadap perceive ease of use dan consumer attitude pada App Store?

 

Technology Acceptance Model  

Perilaku Konsumen

System

Hipotesis Shopping

Orientation

Perceive Ease of Use

 

Customer Attitude Social Influence  

 

Metode Penelitian

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar

Tabel 2.1 The Black Box Model dari Perilaku Konsumen
Tabel 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Terhadap IT  No  Kegunaan (usefuness)  Kemudahan (ease of use)  1  Bekerja lebih cepat  Mudah dipelajari
Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian H4 H3 H2 H1 Shopping orientation (X1) Social Influence (X2)System (X3)Perceive Ease of Use (Y) Customer Attitude (Z) X1.1	
  	
  X1.2	
  X1.3	
  X2.1	
  X2.2	
  X3.1	
  X3.2 Z1 Z2 Z3Y2Y3Y1
Gambar 2.4. Kerangka berpikir penelitian 	
  

Referensi

Dokumen terkait

Positioning dari Healthy Gym Family adalah usaha jasa fitness center yang siap membantu masyarakat menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh dengan menyediakan

Menimbang : a. Bahwa untuk mendukung keberhasilan pengobatan pasien perlu proses asesmen pasien yang harus segera dilakukan dan berkelanjutan serta pelayanan yang

Dalam penelitian ini untuk melihat pengaruh laba akuntansi dan arus kas operasi sebagai variabel x ( independent variable ) terhadap harga saham... sebagai variabel

Prinsip dasar dalam penentuan kadar air tanah yaitu kadar air tanah dinyatakan sebagai perbandingan berat air yang ada dalam contoh tanah sebelum pengeringan dan berat contoh

RINI AYUY KOSMETIK DAN GUDANG kurang lebih 2 (dua) Tahun, petugas BBPOM tidak pernah melakukan pembinaan terhadap Terdakwa terkait dengan penjualan kosmetika yang

Setelah Roni menjawab penulis mencatat dan kemudian bertanya lagi “bagaiman Etnis Sumba menjalani hubungan komunikasi dengan Etnis Maluku?” sambil meminum Es Teh

Berdasarkan hasil uji F dapat diketahui bahwa penerimaan usahatani terintegrasi ternak kambing, sayuran dan strawberi secara bersama-sama dipengaruhi oleh variabel

Hasil tersebut menunjukkan adanya perubahan tekanan darah sistole dan diastole pada para responden setelah diberikan kombinasi mendengarkan musik gamelan laras pelog dan