• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAYANG CINA JAWA (salah satu bentuk akulturasi budaya cina - jawa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "WAYANG CINA JAWA (salah satu bentuk akulturasi budaya cina - jawa)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

WAYANG CINA –JAWA

(salah satu bentuk akulturasi budaya cina - jawa)

Sejak awal abad ke-20 beberapa tokoh Peranakan berusaha menyebarluaskan penghayatan kesenian tradisional Jawa dalam kalangan masyarakat Cina di Yogyakarta dan sekitarnya.

Antara lain Lie Jing Kiem, cucu Lie Toen. Secara teratur ia menyelenggarakan pertunjukan gamelan dan pergelaran-pergelaran wayang kulit yang terbuka untuk orang-orang Cina dan masyarakat umum, dengan bantuan para ahli dari kalangan kraton. Ia membuat kulit dan gamelan bennutu tinggi. Usahanya dilakukan sampai akhir hayatnya pada tahun 1929.

WAYANG CINA - JAWA

Tahun dua puluhan, di Yogyakarta muncul bentuk baru jenis wayang (kulit) bercorak Cina oleh seniman Peranakan, Gan Thwan Sing. mengambil lakon gubahan ceritera rakyat, legenda Cina. Walaupun tokoh ceritanya juga berwajah Cina (mendekati wayang kulit Cina : Piyingxi) namun ada pengaruh wayang kulit purwa. Penyajiannya mengikuti pola pertunjukan wayang kulit Jawa dengan gamelannya.ermasuk orkes pengiringnya. Ia juga membuat buku lakon (pakem= bahasa Jawa) serupa buku lakon wayang kulit Jawa, ditulis dalam bahasa dengan aksara Jawa (hanacaraka). Semua memakai tata cara sama dengan cara dalang wayang kulit Jawa. Mulai dari sikap duduk, sampai dengan membawakan rangkaian yang dalam istilah-istilah pakeliran Jawa, termasuk keberadaan gunungan/kekayon / kayon.

Bahkan juga Rampogan atau Barisan, keberadaan emban. Jadi sebenarnya, corak wayang Cina ciptaan Gan Thwan Sing ; pada perwajahan, tata busana, dengan ragam hiasnya, tata rambut. Bentuk hewan-hewan mitologi misalnya liong, kilin. Bentuk alat senjata, bendera, kereta, kapal, pusaka, rumah, dan lain-lain. Dengan demikian, wayang ciptaan Gan Thwan Sing dan pertunjukannya, merupakan suatu wujud pembauran kultural dalam bentuk seni pewayangan yang telah memperkaya warna dan corak seni pewayangan di Nusantara.

Bertolak dari kenyataan-kenyataan itulah, untuk wayang ciptaan Gan Thwan Sing itu, di dalam penulisan ini tidak disebut : Wayang Cina-Jawa. Pertunjukan ini berhasil menyemarakkan seni pedalangan selama hampir empat dasawarsa. Mulai dari sekitar tahun 1920-an sampai sekitar tahun 1960 (Gan Thwan Sing meninggal tahunn 1966).

Pertunjukannya selain di daerah Yogyakarta dan sekitarnya, juga sampai di Jawa Tengah,

(2)

dengan serasi. Juga hubungan sosial budaya yang baik antara masyarakat Cina di Yogyakarta - kalangan kraton - masyarakat umum. Ada kesungguhan hati untuk berusaha memahami bahasa, adat istiadat setempat.

SIAPA GAN THWAN SING

Gan Than Sing dilahirkan di Jatinom pada tahun 1885. Peranakan. Ayahnya bernama Gan Ing Kwat. Sejak masih muda belia, di desa Jatinom itu Gan Thwan Sing hidup bersama diasuh kakeknya, yang masih orang Sin-ke, ia mendapat pengetahuan bahasa dan aksara Cina, ceritera rakyat Cina. Maka, ia mencintai seni bercerita, gambar-gambar ilustrasi yang menghias buku-buku ceritera Cina kuna. la dapat menghafal di luar kepala, beberapa ceritera rakyat, legenda Cina yang diperoleh secara lisan dari kakeknya. Ia hafal bentuk-bentuk wajah para tokoh. yang hidup dalam aneka ceritera legenda itu, sebagai yang berulang kali dilihatnya dalam buku-buku Cina milik kakeknya. Selama hidup di desa Gan Thwan Sing seringkali main dari kampung ke kampung sampai ke pedesaan. Pergaulannya selama bertahun-tahun dengan anak-anak pribumi, merasa lebih akrab dan dekat dengan kehidupan masyarakat pribumi. Ia menggemari pertunjukan wayang kulit yang dipergelarkan semalam suntuk. Maka tidak heran jika pada dirinya telah menggenggam segenap cerita rakyat dan legenda Cina dan hobinya nonton wayang tersebut dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap seni pertunjukan. Di kemudian hari melahirkan ciptaannya yang unik : Wayang Cina – Jawa.

MASA DEWASA

Pada awal abad ke XX, Gan Thwan Sing pindah ke Yogyakarta. Di kota Ngayogyakarta Hadiningrat yang kental dengan budaya Jawa ini ia memutuskan untuk mencari pengalaman.

Gan Thwan Sing semakin tertarik terhadap seni pedalangan dan karawitan. Ia mudah bergaul dengan berbagai golongan masyarakat, baik di kalangan Cina maupun pribumi. Dalam waktu singkat ia berhasil memperoleh pekerjaan sebagai artis sandiwara (tonil) dalam suatu organisasi teater amatir milik kalangan Peranakan, yang secara berkala menyelenggarakan pementasan, pertunjukan keliling antar kota, maka ia dapat nafkah. Sebagai pemain sandiwara, ia juga tekun belajar seni pedalangan gaya Yogyakarta, juga bahasa dan aksara Jawa. Bermodalkan pengetahuan seni pedalangan itulah kemudian menciptakan suatu bentuk baru wayang (kulit); wayang kulit cerita Cina dengan cara Jawa. Perpaduan yang unik dan menarik, serasi dari dua aspek yang mempunyai latar belakang berbeda.

(3)

2. Alam legenda Cina.

Paduan serasi dalam bentuk pertunjukan wayang kulit, mengikuti pola pedalangan gaya Mataraman (gaya Yogyakarta). Konsepsinya dimatangkan secara kreatif dengan penulisan beberapa buku lakon (pakem = bahasa Jawa) yang mengikuti pola buku lakon wayang kulit Jawa gaya Mataraman dan ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa. Lakon-lakon itu digubah dari khasanah folklore Cina kuna (ceritera rakyat, legenda) yang populer dalam masyarakat Cina perantauan. la mampu menggubah lakon-lakon itu, berkat pengetahuannya tentang folklore ana kuna yang diperoleh dari kakeknya. Sesudah menyelesaikan penulisan beberapa buah buku lakon, ia lalu membuat disain-disain dari tokoh-tokoh setiap lakon untuk kemudian dibuat wayang dalam dua dimensi. Akan tetapi konsepsinya yang telah utuh dengan penciptaan buku lakon dan disain tokoh-tokoh wayang itu, tak dapat disusul dengan langkah-langkah berikutnya. Yaitu; pembuatan tokoh-tokoh wayang, pengadaan alat-alat pertunjukan dan mengadakan latihan bersama dengan para pemusik (niyaga = bahasa Jawa).

Hal itu, dikarenakan ia tidak mempunyai dana untuk pembiayaannya . Gan Thwan Sing lalu berusaha mencari "sponsor" yang bersedia membiayai segala sesuatunya sampai pelaksanaan pertunjukan perdana.

Menjelang awal tahun duapuluhan, Gan Thwan Sing menghubungi Oey See Toan, seorang pedagang besar yang menggemari seni pertunjukan tradisional. Gagasan Gan Thwan Sing yang dikemukakan kepadanya, berhasil memikat hati dan Oey See Toan lalu menyatakan kesediaannya untuk menjadi "sponsor". Maka dengan dana yang disediakan oleh Oey See Toan, perwujudan gagasan Gan Thwan Sing dapat terlaksana.

la menyelesaikan pembuatan tokoh-tokoh wayang lebih kurang 200 buah dari kulit (kerbau).

Sebagian kecil lainnya, dibuat dari bahan kertas. Juga dibuat perlengkapannya seperti wayang kulit Jawa.

Gan Thwan Sing Gan Thwan Sing menciptakan dua set wayang Cina-Jawa ini untuk cerita:

1. Sie Jin Kwie mengembara ke Barat (Dr Walter Angst yang disimpan di Uberlingen (Bodensee, Jerman). Di Uberlingen mengisahkan Sie Jin Kwie See. Pada tahun 1998 Dr Walter Angst membeli wayang Cina-Jawa dari isteri Dr. F.Seltmann yang meninggal pada tahun 1997. Ketika Dr. F.Seltmann pada sektar tahun 1964-1965 tinggal di Yogyakarta, selain membeli satu set wayang Cina-Jawa – Gan Thwang Sing juga naskah-naskah ceritanya.

(4)

Ia juga membuat buku lakon mengikuti pola pakem wayang kulit Jawa.

Berapa judul buku lakon yang ditulis Gan Thwan Sing, tidak diketahui secara pasti. Sebagian dari naskah-naskah buku lakon tulisan Gan Thwan Sing itu, sejak tahun 1967 telah dibeli oleh Dr. F. Seltmann. Namun demikian sebelumnya beliau menjual sebagian naskah miliknya itu ke Staatsbibliothek zu Berlin. Beberapa judul naskah lakon karya Gan Thwan Sing yang telah dibuat deskripsinya oleh Dr.Th.C.Th. Pigeaud yaitu:

l. Li Shi mBin 2. Shik nJin Kwi

3. Hwi Lyong Thwan, Thyo Gong 4. Thig Jing Nga Ha Ping She 5. Hwang Kang

Mungkin ada buku lakon tulisan Gan Thwan Sing, yang masih dipinjam oleh teman- temannya, tatkala ia meninggal dunia pada tahun 1966. Dr. F. Seltmann menduga, bahwa barangkali ketika Gan Thwan Sing menjual sekotak wayang Cina - J awa kepada Museum Sana Budaya, serta disertai dengan beberapa judul buku lakon. Buku lakon yang masih ada tatkala Gan Thwan Sing meninggal dunia, semua dimusnahkan ke dalam peti mati untuk diperabukan bersama jenazah Gan Thwan Sing.

Dari Gan lian Kiem, diperoleh keterangan pula, bahwa beberapa judul buku lakon yang ditulis oleh Gan Thwan Sing, antara lain ialah :

- Siek Jin Kui Ceng Tan. Menceriterakan tentang perjuangan seorang prajurit, Siek Jin Kui, semasa raja lie Sim Bien/lie Shih mBien. Di samping seorang prajurit wanita, Hwan Lee Hwa, yang akhirnya menjadi isteri Siek Jin Kui. Ceritera ini disadur dalam ketoprak yaitu Jaka Sudira, isterinya bemama Waryanti.

- Siek Jin Kui Ceng Se. Menceriterakan perjuangan prajurit Siek Jin Kui yang diteruskan oleh keturunannya, yaitu anak dan cucunya; bernama Siek Teng San dan Siek Kong. Di dalam lakon ketoprak; Sucahyo.

- Thig Jing Ngo Ha Ping She.- Rabenipun Raja Thig Jing.

- Cap Pek Law Wan Ong.

Jenderal Cempaka, Kraman Wolulas = Pemberontakan de-lapan belas.

- Hong Kio lie Tan.

- Law Kim Ting.

- Seek Yu. =Sang Prajaka.

- Pat Slan = Delapan Dewa.

(5)

- Sam Kok = Tiga negeri

Dalang lain yang sebelumnya berguru padanya; R.M. Pardon atau R.M. Gandamastuti, Megarsemu, dan Pawiro Buwang. Namun dalam setiap pergelaran, para dalang itu, termasuk Gan Thwan Sing, bebas untuk secara "improvisasi." menyusun pocapan, ginem (dialog).

Dalam membawakan janturan, suluk dan kandha, para dalang tidak mengalami suatu kesulitan, sebab tak berbeda dengan wayang kulit Jawa. Arti yang paling penting buku lakon dalam setiap pergelaran, ialah memberi pedoman kepada dalang agar pe-nyajian ceritera harus selalu urut menurut adegan-adegan yang sudah tertulis. Dengan demikian, takkan terjadi penyimpangan yang dapat merubah jalan ceritera dari setiap lakon yang dipergelarkan.

Teks janturan yang mengawali adegan pertama dalam setiap pertunjukan wayang kulit Jawa yang juga dikutip oleh Gan Th wan Sing.

''Swuh rep data pitana. Anenggih nagari pundi ta ingkang kaeka adi dasa purwa. Eka marang sawiji, adi linuwih dasa sepuluh, purwa kawitan. Sanadyan kathah titahing bathara ingkang, kaungkulan ing akasa, kapit samodralaya, kathah ingkang samya anggana raras, nanging datan kadi nagara Tat Tan Kok. Mila kinarya bebukaning carita, ngupaya nagara satus datan antuk kalih, sewu tan jangkep sadasa, utawi wenganing rahsa Tat Tan Kok nyata panggenan pambuka. Dasar nagara panjang punjung pasir wukir !oh jinawi gemah ripah tur raharja. Panjang dawa pocapane, punjung luhur kawibawane, pasir samodra, wukir gunung.

Pranyata nagara Tat Tan Kok kang ngungkuraken pagunungan, ngeringaken benawi, ngananaken pasabinan, mangku bandaran agung. Loh tulus kang sarwa tinandur, jinawi murah kang sarwa tinuku. Gemah kang lumaku dagang layar rinten dalu datan ana pedhote, labet tan ana sangsayaning marga. Aripah, janma manca nagara ingkang samya bebara ing praja Tat Tan Kok, jejel pipit, aben cukit tepung taritis, pangrasa papan jembar satemah rupak katone labet saking harjaning praja. Karta, kawula padhusunan padha tentrem atine, mungkul nggennya ulah tetanen, mardi undhaking wulu pametu. lngon-ingon kebo sapi tanpa cinancangan, pitik iwen tan ana kinandhangan, rahina aglar ana ing pangonan, gumantining ratri padha mulih marang prenahe dhewe-dhewe, datan ana cicir sajoga. Raharja, tebih ing parangmuka, dene para mantri bupati padha kontap kautamane ing parangmuka, wicaksana limpat ing kawruh sarta putus marang reh pengembating praja, tansah ambudi wuwuh- wuwuh kuncaraning praja".

Tancep kayon

(6)

Gambar kepala Kaisar/Raja.

(Rainald Simon, 1986). Foto kepala Kaisar/Raja.

(Wacinwa koleksi MSB).

Gambar kepala pejabat kerajaan.

(Rainald Simon, 1986) Foto kepala pejabat kerajaan.

(Wacinwa koleksi MSB)

(7)

Kepala lepas

(8)

Antara kepala dan badan sudah disatukan

(9)

Kepala dengan tata rambut tanpa asesoris

Dua orang tokoh yang bagian kepala dan badan telah dipasangkan.

(10)

Contoh tokoh perempuan dalam wujud wayang utuh dengan tata rambut disanggul dan asesorisnya, memakai anting

Beberapa kepala masing-masing memakai topi. Gambaran yang menunjukkan tokoh sebagai pekerja kerajaan kelas bawah.

(11)

Dua tokoh laki-laki bertopi dalam wujud wayang utuh.

(12)

Tokoh dari kalangan yang berbeda mengenakan topi. Kecuali tokoh yang naik kendaraan, kelimanya memelihara janggut, bersepatu panjang.

(13)

Tiga tokoh bertopi, berhiaskan bunga di bagian depan, terselip di bawah ‘jamang’.

Busana yang dipakai dihiasi motif bulatan, sisik naga, penutup pundak, menyelipkan pedang, sepatu menutup atas mata kaki.

(14)

Para prajurit berbaju perang. Dua orang pimpinan regu membawa bendera saling berhadapan.

Mirip ‘rampogan’ dalam wayang Jawa

(15)

Badan kedua orang tokoh laki-laki ini berbalut busana tradisional Cina yang longgar (hanfu).

Badan ketiga orang wanita di atas terbalut baju luar longgar (qipao untuk perempuan). Warna baju luar kuning, dengan sedikit variasi,

(16)

Hanfu, baju longgar, dengan motif barong seperti kepala kala di tengah, membawa bendera bertuliskan ‘ling’ yang

artinya komando

Keluarga kerajaan/kaisar yang tidak perang. Baju, berhiaskan motif bunga, sulur, dan kepala barong seperti kala.

Gambar

Gambar kepala Kaisar/Raja.

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan sampah sayuran menjadi bioetanol yang dilakukan pada penelitian ini melalui dua tahapan yaitu: perubahan sampah sayuran (polisakarida / selulosa) menjadi

Dalam bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta budaya yaitu bentuk jamak dari budaya budi atau akal,.. sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Ternate yang memuat visi, misi dan

Berbagai informasi dalam perancangan dan pemilihan komponen-komponen sistem kontrol yaitu Arduino, driver motor stepper , ramps 1.4, limit switch , motor stepper dilakukan

Hal ini didukung oleh adanya length-tension relationship seperti yang disajikan pada Gambar 2.9 yang menyatakan bahwa apabila panjang serabut otot menjadi lebih pendek

Berdiskusi secara kelompok cara desain dan pengemasan karya kerajinan bahan lunak dengan perangkat Berdiskusi secara kelompok cara desain dan pengemasan karya kerajinan bahan

Berdasarkan tiga definisi tersebut, maka wawancara dalam penelitian ini bermaksud untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan kepercayaan diri, goal setting, serta

Larangan-larangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 114 ayat (1) tersebut di atas menunjukkan bahwa undang-undang menentukan semua perbuatan dengan tanpa hak atau melawan