• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2020"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONDISI PENDIDIKAN MENENGAH ATAS PADA MASA PANDEMI COVID-19

DI PROVINSI JAWA TENGAH

LAPORAN PENELITIAN

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN,

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2020

Jalan Pemuda No. 127-133, Kota Semarang, Jawa Tengah 50132 Telp. : (024) 351 5591 | Fax. : (024) 354 6802

Email: bappeda@jatengprov.go.id Website: http://bappeda.jatengprov.go.id

(2)

i

LAPORAN PENELITIAN

KONDISI PENDIDIKAN MENENGAH ATAS PADA MASA PANDEMI COVID 19

DI PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun Oleh :

1. Drs. Mursid Zuhri, M.Si.

2. Ir. Rachman Djamal, M.S.

3. Dr. S. Budi Prasetyo, S.E., M.Si.

4. Arif Sofianto, S.IP., M.Si.

5. Dr. Cahyo Budi Utomo, M.Pd.

6. Tiara Noveria, S.Pd., M.Pd.

Dokumen ini Disusun Sebagai Laporan Pelaksanaan Penelitian

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2020

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul : Kondisi Pendidikan Menengah Atas Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Provinsi Jawa Tengah

2. Metode Penelitian : Swakelola 3. Lembaga Pelaksana

a. Nama : Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah

b. Alamat : Jl. Pemuda No. 127-133, Semarang

c. Telp./ Fax/ E-mail : (024) 351 5591/ 3546802/ bappeda@jatengprov.go.id 4. Pelaksanaan

a. Waktu : Bulan Agustus – Nopember 2020 b. Lokasi : Provinsi Jawa Tengah

c. Peneliti : Drs. Mursid Zuhri, M.Si. (Bappeda Prov. Jateng) Ir. Rachman Djamal, M.S. (Bappeda Prov. Jateng) Dr. S. Budi Prasetyo, S,E., M.Si. (Bappeda Prov. Jateng) Arif Sofianto, S.IP., M.Si. (Bappeda Prov. Jateng) Dr. Cahyo Budi Utomo, M.Pd. (UNNES)

Tiara Noveria, S.Pd., M.Pd. (UNPAND Semarang)

d. Anggaran : APBD Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2020

Mengetahui,

Kepala Bidang Riset dan Pengembangan Selaku

Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran

Tri Yuni Atmojo, S.T., M.Si.

Pembina Tingkat I NIP. 19720103 199803 1 010

Ketua Tim Peneliti,

Drs. Mursid Zuhri, M.Si.

Pembina Utama NIP. 19560209 198003 1 005 Mengesahkan,

KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

PROVINSI JAWA TENGAH

Dr. PRASETYO ARIBOWO, S.H., M.Soc. Sc.

Pembina Utama Madya NIP. 19611115 198603 1 010

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga Laporan Penelitian tentang Kondisi Pendidikan Menengah Atas pada Masa Pandemi Covid-19 Di Jawa Tengah dapat diselesaikan.

Pendemi covid-19 memunculkan kerentanan dalam pendidikan yang berpotensi membalikkan kemajuan yang telah dicapai, oleh karena itu diperlukan komitmen semua pemangku kepentingan pendidikan untuk mencegah penurunan kualitas pendidikan.

Pembelajaran di masa pandemi covid 19 berlangsung di tengah upaya guru untuk terus beradaptasi menggunakan teknologi digital. Di sisi lain, sejumlah siswa tetap terkendala mengakses teknologi digital dan internet. Berbagai upaya juga dilakukan pemerintah, mulai dari relaksasi dana bantuan operasional sekolah hingga bantuan kuota internet.

Krisis ini dikhawatirkan berimplikasi pada kualitas pendidikan, karena siswa kesulitan memahami pelajaran, bahkan tidak belajar, berkurangnya paparan kegiatan belajar yang rutin karena berkurangnya interaksi guru dan siswa berpotensi membuat siswa kehilangan pengalaman belajar (lost learning) dan menurunkan kemampuan belajarnya.

Penggunaan teknologi digital untuk pembelajaran memang membantu menjaga keberlanjutan pendidikan di masa pandemi Covid-19 sekaligus menjaga keamanan siswa dari resiko penularan, namun teknologi digital bukanlah obat mujarab. Pendidikan harus dibangun di dalam ruang interaksi antara guru dan murid, namun membuka sekolah di tengah kasus Covid-19 yang masih terus bertambah beresiko menimbulkan penularan di sekolah meski pembelajaran diselenggarakan dengan protokol kesehatan.

Beberapa hal di atas mendorong perlunya melakukan kajian terkait kondisi pendidikan di masa pandemi Covid-19 ini, baik dari aspek budaya, teknis, sosial, maupun dampaknya terhadap kualitas SDM. Selain itu penelitian ini juga diperlukan dalam rangka menjaga aksesibilitas pendidikan terutama bagi kelompok miskin dan terpencil. Secara garis besar penelitian ini diperlukan dalam rangka mengkaji permasalahan dan peluang akibat dampak Covid-19 terhadap pendidikan, pengaruhnya terhadap pembangunan SDM, serta solusi yang dibutuhkan khsususnya di Jawa Tengah.

Buku ini berisi kajian dan analisis kondisi riil yang terjadi di lapangan. Selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang sangat bermanfaat bagi solusi masalah pedidikan di era pandemi Covid-19, sekaligus mendorong kemajuan pendidikan di era selanjutnya.

Akhir kata, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan bekerja sama mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan ini, mohon maaf atas berbagai kekurangan yang terjadi. Semoga hasilnya dapat bermanfaat sebagai bahan rekomendasi penyusunan kebijakan pembangunan daerah khususnya bidang pendidikan menengah di era pandemi Covid-19.

Semarang, Desember 2020

KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

PROVINSI JAWA TENGAH

Dr. PRASETYO ARIBOWO, S.H., M. Soc.Sc.

Pembina Utama Madya NIP. 19611115 198603 1 010

(5)

iv ABSTRAK

Pandemi Covid-19 telah menyebar luas ke sebagian besar wilayah Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan regulasi mengenai pembatasan kegiatan, termasuk di sektor pendidikan. Pembelajaran di masa pandemi Covid-19 berlangsung di tengah upaya guru untuk terus beradaptasi menggunakan teknologi digital, serta sejumlah siswa tetap terkendala mengakses teknologi digital dan internet. Krisis ini dapat berimplikasi pada krisis kualitas pendidikan, karena siswa kesulitan memahami pelajaran, bahkan tidak belajar, berkurangnya intensitas kegiatan belajar karena berkurangnya interaksi guru dan siswa. Di sisi lain, kondisi ini juga memunculkan berbagai inovasi bermanfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan di masa mendatang. Kondisi ini terjadi dihampir semua daerah, termasuk di Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini ialah: 1) Menganalisis kondisi pendidikan menengah pada era pandemi Covid-19 di Jawa Tengah (permasalahan dan kemajuan); 2) Mengidentifikasi kesiapan guru dan sekolah; 3) Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan berkualitas; dan 4) Menganalisa kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di era pandemi Covid-19.

Tipe penelitian ini ialah deskriptif, menggunakan pendekatan mixed method, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Populasi dari penelitian ini ialah semua Sekolah SMA, SMK dan SLB di Jawa Tengah. Informan ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling melibatkan sebanyak 260 orang informan, berasal dari unsur kepala sekolah, guru, wali murid dan siswa. Penelitian ini juga menggunakan metode survei yang melibatkan 84 kepala sekolah, 831 guru, 4.124 orang tua siswa, dan 10.048 siswa, yang ditentkan berdasarkan random sampling. Instrumen pengambilan data berupa kuesioner dan FGD.

Analisis kualitatif menggunakan model interaktif dikembangkan oleh Miles dan Huberman, dimana proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dilakukan secara simultan untuk menghasilkan kesimpulan yang saling terkait. Analisis kuantitatif adalah deskriptif yaitu rerata, dan persentase.

Kesimpulan penelitian ini: Pertama, pendidikan di era pandemi Covid–19 dengan strategi belajar di rumah menghadapi masalah kurangnya sarana dan prasarana, penguasaan teknologi, paket kuota/ data, jaringan/ sinyal. Di sisi lain keuntungannya terjadi peningkatan penguasaan teknologi, inovasi pembelajaran, pengenalan metode baru, efisiensi waktu/ tenaga/ biaya, memudahkan dalam pembelajaran, dan tentu saja peluang untuk perbaikan pengalaman belajar sangat fleksibel. Kedua, pada awal pandemi Covid-19 banyak guru belum siap, namun seiring berjalannya waktu kesiapan guru sudah meningkat dengan berbagai pelatihan, sekolah juga telah menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai serta mendorong inovasi baru dalam sistem pembelajaran jarak jauh, maupun untuk tatap muka. Ketiga, hal-hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan pendidikan berkualitas melalui peningkatan kapasitas guru, subsidi sarana dan prasarana, perbaikan sistem pendidikan, inovasi pembelajaran, dan mengembangkan aplikasi pembelajaran yang sesuai kebutuhan. Keempat, kebijakan yang dibutuhkan adalah pemberlakuan sistem blended learning, dimana sekolah tetap menggunakan metode daring akan tetapi diperbolehkan pertemuan tatap muka untuk jenis mata pelajaran tertentu.

Kata kunci: Covid-19, pendidikan, pembelajaran, daring, luring, Jawa Tengah

(6)

v ABSTRACT

The Covid-19 pandemic has spread widely to most parts of Indonesia, the government has issued regulations regarding restrictions on activities, including in the education sector. Learning during the Covid-19 pandemic took place amidst the efforts of teachers to continue to adapt to using digital technology, and a number of students remained constrained by accessing digital technology and the internet. This crisis can have implications for a crisis in the quality of education, because students have difficulty understanding lessons, even not learning, reducing the intensity of learning activities due to reduced teacher-student interaction. On the other hand, this condition also raises various useful innovations for improving the quality of education in the future. This condition occurs in almost all regions, including Central Java. The objectives of this study are: 1) To analyze the condition of senior high school in the Covid-19 pandemic era in Central Java (problems and progress); 2) Identifying the readiness of teachers and schools; 3) Identifying the need for quality education; and 4) Analyze the policies needed to improve the quality of education in the era of the Covid-19 pandemic.

This type of research is descriptive, using a mixed method approach, namely qualitative and quantitative. The population of this study were all senior high school, vocational, and special schools in Central Java. The informants were determined based on purposive sampling technique involving 260 informants, coming from elements of the principal, teachers, parents, and students. This study also used a survey method involving 84 principals, 831 teachers, 4,124 parents and 10,048 students, which were determined based on random sampling. The data collection instruments were questionnaires and FGD. Qualitative analysis uses an interactive model developed by Miles and Huberman, where the process of collecting, processing and presenting data is carried out simultaneously to produce interrelated conclusions. Quantitative analysis is descriptive, namely mean and percentage.

The conclusions of this study: First, education in the Covid-19 pandemic era with a home learning strategy (daring) faces the problem of lack of facilities and infrastructure, mastery of technology, quota/internet data packages, internet network/signal. On the other hand, the advantages are increased mastery of technology, learning innovation, introduction of new methods, time/ energy/cost efficiency, easier learning, and of course the opportunities for improving the learning experience are very flexible. Second, at the beginning of the Covid-19 pandemic many teachers were not ready, but over time teacher readiness had increased with various trainings, schools had also prepared adequate facilities and infrastructure and encouraged new innovations in distance learning systems, as well as face-to-face. Third, what is needed to realize quality education through increasing the capacity of teachers, subsidizing facilities and infrastructure, improving the education system, learning innovation, and developing learning applications as needed.

Fourth, the policy required is the implementation of a blended learning system, where schools continue to use online methods but face-to-face meetings are allowed for certain types of subjects.

Keywords: Covid-19, education, learning, online, offline, Central Java

(7)

vi

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan ... 11

D. Keluaran ... 12

E. Manfaat... 12

F. Ruang Lingkup ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Penelitian Terdahulu ... 13

B. Pendidikan ... 15

C. Memetakan Kualitas Pendidikan ... 18

D. Sustainable Development Goal's (SDG's) ... 19

E. Kualitas Pendidikan ... 20

F. Standar Pendidikan Nasional ... 21

G. Metode Pembelajaran ... 21

H. Pembelajaran Jarak Jauh/ Daring ... 22

I. Pembelajaran di Era Pandemi Covid-19 ... 23

J. Kerangka Penelitian ... 26

K. Definisi Operasional Variabel ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Fokus dan Lokus Penelitian... 29

C. Populasi dan Sampel Serta Informan ... 29

D. Sumber Data ... 31

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 32

F. Teknik Analisis Data ... 32

G. Waktu Penelitian ... 33

(8)

vii

halaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Gambaran Umum ... 35

1. Profil Informan ... 35

2. Profil Responden Survei ... 36

a. Sekolah ... 36

b. Guru ... 40

c. Walimurid ... 44

d. Siswa ... 46

B. Hasil ... 48

1. Hasil Data Survei (Kuesioner) ... 48

a. Manajemen Pendidikan di Era Covid-19 ... 48

b. Kualitas Pendidikan ... 50

c. Permasalahan dan Upaya Penanganannya ... 52

d. Dukungan dan Bantuan Sekolah ... 56

e. Kapasitas dan Kemampuan ... 58

f. Peran Orang Tua ... 62

g. Kemajuan atau Keuntungan ... 64

h. Kesiapan Tatap Muka ... 65

i. Harapan Pendidikan Berkualitas... 66

2. Hasil FGD ... 71

a. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X (Banyumas dan Cilacap) ... 71

b. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII (Kota Magelang, Magelang, Temanggung dan Purworejo) ... 76

c. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah IX (Banjarnegara, Purbalingga, Wonosobo dan Kebumen) ... 84

d. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah V (Boyolali, Klaten dan Kota Salatiga) ... 91

e. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI (Karanganyar, Sragen dan Wonogiri) dan Wilayah VII (Kota Surakarta dan Sukoharjo)... 100

f. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah XI (Brebes dan Kota Tegal) ... 103

g. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah XII (Pemalang, Tegal dan Pekalongan) ... 107

h. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II (Demak dan Jepara) ... 111

i. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III (Kudus, Pati dan Rembang) 114 j. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah IV (Grobogan dan Blora) ... 120

k. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah XIII (Kendal Batang dan Kota Pekalongan ... 124

l. Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I (Kota Semarang dan Semarang) ... 128

C. Pembahasan ... 132

1. Kondisi Penyelenggaraan Pendidikan Menengah pada Era Pandemi Covid-19 di Jawa Tengah ... 132

2. Permsalahan Dihadapi dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menengah di Era Pandemi Covid-19 ... 135

3. Kemajuan/ Keuntungan dari Penerapan Pembelajaran Daring pada Pendidikan Menengah di Era Pandemi Covid-19 ... 141

(9)

viii

halaman 4. Kesiapan Guru Mendukung Pembelajaran Daring pada Pendidikan

Menengah di Era Pandemi Covid-19 ... 144

5. Langkah-Langkah yang Dipersiapkan Sekolah untuk Melanjutkan Pembelajaran pada Pendidikan Menengah di Masa Pandemi Covid-19 145 6. Kebutuhan Stakeholder dalam Mewujudkan Pendidikan Berkualitas di Era Pandemi Covid-19 ... 146

7. Persiapan-Persiapan Membuka Kembali Sekolah Secara Luring ... 151

8. Kebijakan yang Diperlukan dalam Rangka Menjawab Kebutuhan Pendidikan Berkualitas di Era Pandemi Covid-19. ... 152

BAB V PENUTUP... 155

5.1. Simpulan ... 155

5.2. Saran ... 157

DAFTAR PUSTAKA ... 160

LAMPIRAN ... 163

(10)

ix

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1.1. Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

Jawa Tengah ... 10

Tabel 3.1. Lokasi FGD Penelitian ... 30

Tabel 4.1. Responden Kepala Sekolah, Guru, Walimurid dan Siswa ... 36

Tabel 4.2. Jenis dan Status Sekolah yang menjadi Sampel Survei ... 37

Tabel 4.3. Banyaknya Siswa pada Sekolah yang menjadi Sampel Survei ... 38

Tabel 4.4. Perbandingan Jumlah Siswa Sebelum dan Disaat Pandemi Covid-19 ... 39

Tabel 4.5. Jumlah Pendaftar Sekolah T.A 2020/ 2021 Dibanding Tahun Sebelumnya ... 39

Tabel 4.6. Jumlah Angka Kelulusan T.A 2019/ 2020 Dibanding Tahun Sebelumnya ... 40

Tabel 4.7. Responden Guru Berdasarkan Mata Pelajaran yang Diampu ... 44

Tabel 4.8. Responden Wali Murid Berdasar Asal Sekolah Anak ... 45

Tabel 4.9. Responden Siswa Berdasar Asal Sekolah Anak ... 46

Tabel 4.10. Pengawasan Penyelenggaraan Pembelajaran Jarak Jauh di Era Pandemi Covid-19 ... 49

Tabel 4.11. Pendapat Mengenai Ketersediaan Sarpras Pembelajaran Jarak Jauh ... 49

Tabel 4.12. Kualitas Lulusan Dibanding Sebelum Pandemi Covid-19 ... 50

Tabel 4.13. Kualitas Pembelajaran pada Masa Pandemi Covid-19 dan Sebelum Pandemi Covid-19 ... 50

Tabel 4.14. Kualitas Daring (PJJ) Era Pandemi Covid-19 Dibanding Tatap Muka .. 51

Tabel 4.15. Efektifitas Metode Daring Era Pandemi Covid-19 ... 51

Tabel 4.16. Pendapat Siswa Terkait Pembelajaran Daring Era Pandemi Covid-19 .. 52

Tabel 4.17. Kendala dalam PJJ Menurut Guru ... 53

Tabel 4.18. Upaya Guru untuk Mengatasi Kendala PJJ di Era Pandemi ... 53

(11)

x

halaman Tabel 4.19. Berbagai Jenis Permasalahan Siswa dalam Mengikuti PJJ

Menurut Para Guru ... 54

Tabel 4.20. Kesulitan Siswa dalam Mengikuti PJJ Menurut Walimurid dan Siswa . 55 Tabel 4.21. Berbagai Jenis Kendala Siswa dalam Pembelajaran Daring... 55

Tabel 4.22. Berbagai Upaya untuk Mengatasi Kendala PJJ... 56

Tabel 4.23. Bantuan Sekolah Kepada Siswa Menurut Sekolah, Walimurid, dan Siswa ... 58

Tabel 4.24. Kesiapan Guru dalam Pembelajaran Daring di Era Pandemi ... 58

Tabel 4.25. Aplikasi yang Digunakan untuk Melakukan Pembelajaran Daring ... 60

Tabel 4.26. Aplikasi yang Paling Sering Digunakan untuk Melakukan Pembelajaran Daring ... 61

Tabel 4.27. Pendampingan Orang Tua/ Wali Murid dalam Pembelajaran Jarak Jauh 62 Tabel 4.28. Keyakinan Guru Terhadap Keunggulan Blended Learning Dibanding Luring atau Daring Saja ... 63

Tabel 4.29. Keuntungan PJJ di Era Pandemi Menurut Guru ... 65

Tabel 4.30. Keuntungan dalam Melakukan Pembelajaran Daring ... 65

Tabel 4.31. Kesiapan Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka ... 66

Tabel 4.32. Ketersediaan Sarpras Pembelajaran Tatap Muka di Era Pandemi ... 66

Tabel 4.33. Harapan Guru Terhadap Pendidikan di Era Pandemi Covid-19 ... 67

Tabel 4.34. Usulan Solusi Perbaikan Pendidikan di Era Pandemi Covid-19 dari Para Guru ... 67

Tabel 4.35. Solusi Bagi Perbaikan Pembelajaran Menurut Wali Murid ... 68

Tabel 4.36. Keyakinan Terhadap Keunggulan Blended Learning Dibanding Luring, atau Daring Saja ... 69

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian... 26

Gambar 3.1. Teknik Penentuan Lokasi Penelitian ... 30

Gambar 4.1. Perbandingan Jumlah Siswa Tahun Ajaran 2019/ 2020 dan Tahun 2020/ 2021 ... 38

Gambar 4.2. Responden Guru Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

Gambar 4.3. Responden Guru Berdasarkan Usia ... 41

Gambar 4.4. Responden Guru Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 41

Gambar 4.5. Responden Guru Berdasarkan Status Kepegawaian ... 42

Gambar 4.6. Responden Guru Berdasarkan Lama Pengalaman Mengajar ... 43

Gambar 4.7. Responden Guru Berdasarkan Tempat Mengajar ... 43

Gambar 4.8. Responden Walimurid Berdasarkan Jenis Kelamin... 45

Gambar 4.9. Responden Walimurid Berdasarkan Usia ... 45

Gambar 4.10. Responden Walimurid Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 46

Gambar 4.11. Responden Siswa Berdasar Jenis Kelamin... 47

Gambar 4.12. Responden Siswa Berdasar Usia ... 47

Gambar 4.13. Besaran Biaya Sumbangan Pendidikan di Era Pandemi Covid-19 .... 48

Gambar 4.14. Pendapat Guru tentang Kesulitan Siswa dalam Mengikuti PJJ ... 54

Gambar 4.15. Bantuan Kepada Guru dalam Penyelenggaraan PJJ ... 56

Gambar 4.16. Jenis Bantuan Kepada Guru dalam Pembelajaran Daring di Era Pandemi Covid-19 ... 56

Gambar 4.17. Pelatihan Bagi Guru untuk Meningkatkan Kemampuan Pembelajaran Online ... 57

Gambar 4.18. Jenis Pelatihan yang Diberikan Kepada Guru ... 57

(13)

xii

halaman Gambar 4.19. Kemampuan Penguasaan Teknologi Para Guru dalam

Pembelajaran Jarak Jauh ... 59

Gambar 4.20. Alasan Kesulitan Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran Daring ... 60

Gambar 4.21. Peran Pendampingan Orang Tua dalam Pembelajaran PJJ ... 63

Gambar 4.22. Pendapat Walimurid dan Siswa Mengenai Kesulitan Membagi Waktu Mengikuti PJJ ... 64

Gambar 4.23. Alasan Walimurid Mengenai Kesulitan Membagi Waktu Mendampingi PJJ... 64

Gambar 4.24. Kebutuhan Terhadap LMS (Learning Management System) ... 69

Gambar 4.25. Alasan Mengapa Membutuhkan LMS ... 70

Gambar 4.26. Kriteria LMS yang Diinginkan ... 70

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pandemi Covid-19 telah menyebar luas ke sebagian besar wilayah Indonesia.

Pemerintah dan pemerintah daerah telah mengeluarkan aturan mengenai pembatasan kegiatan yang melibatkkan kerumunan atau kontak secara lagsung. Aktifitas sosial, ekonomi, keagamaan, dan budaya dibatasi dalam rangka menekan laju penyebaran Covid- 19. Belum bisa dipastikan sampai kapan pandemi berakhir, dan yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19 dengan tetap memenuhi 8 standar nasional pendidikan.

Pendemi Covid-19 memunculkan kerentanan dalam pendidikan yang berpotensi membalikkan kemajuan yang telah dicapai, oleh karena itu diperlukan komitmen semua pemangku kepentingan pendidikan untuk mencegah generasi yang hilang. Pendemi Covid- 19 telah mengubah model pembelajaran secara drastis, ketika sekolah ditutup untuk mencegah penyebaran Covid-19 mulai pertengahan Maret 2020 dan lebih dari 60 juta siswa harus belajar di rumah, hampir semua sekolah berusaha bertransformasi ke pembelajaran daring.

Pembelajaran di masa pandemi berlangsung di tengah upaya guru untuk terus beradaptasi menggunakan teknologi digital. Kemampuan sumberdaya yang berbeda mempengaruhi adaptabilitas guru, akses ke teknologi digital dan internet yang tidak merata membuat kualitas pembelajaran jadi makin beragam. Gerakan masyarakat untuk mendukung pendidikan muncul meski masih parsial, baik dalam bentuk donasi telepon genggam maupun penyediaan layanan internet nirkabel (Wi-Fi) secara gratis. Berbagai upaya juga dilakukan pemerintah, mulai dari relaksasi dana bantuan operasional sekolah hingga bantuan kuota internet.

Di sisi lain, sejumlah siswa tetap terkendala mengakses teknologi digital dan internet, terutama di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Guru kunjung menjadi solusi meski tak jarang terkendala kondisi geografis dan resiko penularan Covid-19.

(15)

2 Program pembelajaran di rumah melalui televisi dan radio, juga penyediaan modul pembelajaran tetap membutuhkan guru.

Krisis akses ini berimplikasi pada krisis kualitas karena siswa kesulitan memahami pelajaran, bahkan tidak belajar, berkurangnya paparan kegiatan belajar yang rutin karena berkurangnya interaksi guru dan siswa berpotensi membuat siswa kehilangan pengalaman belajar (lost learning) dan menurun kemampuan belajarnya. Estimasi Bank Dunia, dengan penutupan sekolah hingga Juli 2020 saja, pencapaian pembelajaran jarak jauh (PJJ) rata- rata hanya 33 persen dari hasil pembelajaran di kelas.

Semua siswa terdampak, tetapi dampaknya berbeda sesuai modalitas sumber dayanya. Karena itu, perubahan pembelajaran secara drastis ini juga berisiko membalikkan kemajuan pendidikan saat sebelum pandemi. Kesenjangan digital berpotensi memperdalam ketidaksetaraan pendidikan antara siswa dari keluarga kaya dan siswa dari keluarga miskin.

Penggunaan teknologi digital untuk pembelajaran memang membantu menjaga keberlanjutan pendidikan di masa pandemi sekaligus menjaga keamanan siswa dari resiko penularan, namun teknologi digital bukanlah obat mujarab.

Pendidikan harus dibangun di dalam ruang interaksi antara guru dan murid, membuka sekolah akan dapat mencegah dampak krisis akses dan krisis kualitas semakin besar, namun membuka sekolah di tengah kasus Covid-19 yang masih terus bertambah berisiko menimbulkan penularan di sekolah meski pembelajaran diselenggarakan dengan protokol kesehatan.

Sekolah/ guru harus terus beradaptasi. Peningkatan kapasitas sekolah dan guru untuk memanfaatkan teknologi digital harus berkelanjutan untuk pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran tatap muka, jika bisa dilakukan di masa pandemi ini, tetap tidak meninggalkan pembelajaran daring.

Pembelajaran daring tetap harus dilanjutkan untuk memfasilitasi siswa yang tidak mendapatkan ijin orangtua mengikuti pembelajaran tatap muka,sekolah juga harus siap kembali ke pembelajaran tatap muka harus dihentikan karena kasus Covid-19 di sekolah.

Sekolah juga harus membangun kolaborasi dengan orangtua untuk mendampingi dan mengontrol pembelajaran anak. Pandemi ini telah menunjukkan bahwa orangtua dan masyarakat pada umumnya merupakan komponen kunci keberhasilan pendidikan.

Pandemi juga telah membentuk wajah baru pendidikan yang lebih adaptif terhadap bencana dan lebih siap menghadapi era revolusi 4.0. Namun, pandemi juga memunculkan

(16)

3 kerentanan-kerentanan dalam pendidikan. Kini waktunya memperkuat komitmen pendidikan untuk memberi hak atas pendidikan kepada semua anak bangsa.

Pemetaan pendidikan telah dilakukan dengan beberapa alat ukur, tetapi tindaklanjutnya yang kurang. Ada indikasi dari sisi guru saja, belum banyak upaya untuk meningkatkan kompetensi guru. Kualitas pendidikan salah satunya ditentukan oleh guru yang berkualitas juga. Mengacu hasil uji kompetensi guru pada 2019, rata-rata skor kompetensi guru 57 atau rendah.

Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan mengatakan, proses evaluasi pendidikan merupakan bagian dari standar nasional pendidikan. Namun, melakukan evaluasi saja tidak cukup, harus diikuti dengan pembenahan standar-standar lainnya.

Agar Asesmen Nasional tidak sekedar memetakan kualitas pendidikan lagi, menurut Dosen Evaluasi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Achmad Ridwan masih ada beberapa hal yang harus dibenahi. Masih banyak yang belum diketahui masyarakat tentang Asesmen Nasional ini, termasuk bagaimana tindak lanjutnya, juga apa dasar hukumnya. Kemendikbud menjadwalkan Asesmen Nasional pada Maret 2021 untuk jenjang pendidikan menengah dan Agustus 2021 untuk jenjang pendidikan dasar.

Peningkatan pembelajaran daring sudah lama diperkenalkan dan arah ke sana semakin jelas, dan kini dengan adanya pandemi Covid-19 telah memaksa secara esensial semua pembelajar keluar dari ruang kelas konvensional dan masuk ke kelas daring. Hal ini terjadi disemua level Pendidikan dari sekolah dasar, menengah, dan Pendidikan Tinggi.

Pandemi Covid-19 telah menyebar luas ke sebagian besar wilayah Indonesia.

Pemerintah dan pemerintah daerah telah mengeluarkan aturan mengenai pembatasan kegiatan yang melibatkkan kerumunan atau kontak secara lagsung. Aktifitas sosial, ekonomi, keagamaan, dan budaya dibatasi dalam rangka menekan laju penyebaran Covid- 19. Anak-anak, orang tua dan orang dengan penyakit bawaan dianggap rentan terhadap penyebaran Covid-19. Sekolah-sekolah menggunakan metode pembelajaran jarak jauh.

Begitu juga dengan tempat-tempat umum acara-acara masal ditiadakan dan tempat kerja dibatasi.

Dampak sosial ekonomi juga terasa bagi sebagian pihak, diantaranya mereka yang kehilangan pekerjaan, atau terkena PHK. Pandemi Covid-19 berpotensi menaikkan tingkat kemiskinan di Indonesia baik berupa penurunan pendapatan, PHK atau kehilangan pekerjaan (Santoso, 2020). Belum bisa dipastikan sampai kapan pandemi berakhir, dan

(17)

4 yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana mensikapi kondisi tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan adaptasi kebiasaan baru sebagai salahsatu solusinya, namun belum berlaku untuk semua sektor. Salah satu sektor yang masih belum bisa menerapkan kebiasaan baru adalah pendidikan, karena anak-anak adalah kelompok yang paling rentan dan belum mampu menjaga diri.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh, atau pembelajaran daring yang memerlukan adaptasi. Perubahan-perubahan mendasar pembelajaran jarak jauh diantaranya metode dan sarana. Dari aspek metode, beberapa perubahan yang dirasakana adalah banyaknya tugas dan minimnya penjelasan. Para siswa mengeluh bahwa guru tidak memberikan penjelasan yang memadai tentang materi pembelajaran dan lebih fokus pada pemberian tugas (Santoso, 2020). Hal tersebut disebabkan karena kurangnya literasi digital guru dan kurangnya arahan dari Kemendikbud dan memaksa sekolah melakukan inovasi dan kebijakan masing-masing (Santoso, 2020). Hal ini tentu berbeda dengan pola sekolah konvensional yang dianggap kegiatan menyenangkan dan merupakan media interaksi antar siswa dan guru dalam rangka meningkatkan kemampuan intelegensi, skill dan rasa kasih sayang diantara mereka (Aji, 2020). Di satu sisi pembelajaran daring memang memberikan keleluasaan waktu belajar bagi siswa, dan guru pun bisa bekerja dari rumah, namun tidak semua anak sukses dalam pembelajaran online karena faktor lingkungan dan karakteristik peserta didik (Dewi, 2020). Pandemi Covid-19 yang menyebabkan siswa belajar dirumah berisiko menurunkan kapasitas memori murid karena mereka tidak hadir di sekolah (Aji, 2020).

Media yang dapat digunakan untuk pembelajaran daring adalah aplikasi seperti google classroom, video converence, telepon atau live chat, zoom maupun melalui whatsapp group. Fenomena di lapangan, banyak para guru tidak memiliki sistem pembelajaran daring, sehingga lebih memanfaatkan media whatsapp untuk membagikan tugasnya (Santoso, 2020). Media whatsapp group merupakan yang popular, dimana guru bisa memberikan tugas, dan orang tua bisa mendampingi serta berkomunikasi dengan guru. Wahtasapp group dirasa lebih efektif dalam masa pandemi Covid-19 (Dewi, 2020).

Pembelajaran jarak jauh juga membutuhkan sarpras serta biaya tambahan dimana tidak semua pihak mampu menyediakan. Kebijakan “belajar dari rumah” atau pembelajaran jarak jauh sebagai respon pandemi Covid-19 berisiko menghambat bahkan menghentikan proses pembelajaran sekolah-sekolah di wilayah terpencil karena keterbatasan akses internet dan biaya, sehingga berpotensi meningkatkan ketimpangan

(18)

5 pendidikan (Santosa, 2020). Anak sekolah di wilayah terpencil, terlebih dari keluarga miskin merupakan pihak yang paling terdampak pandemi ini. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh kemiskinan yang semakin meningkat. Status ekonomi keluarga berpengaruh terhadap lama sekolah dan kualitas pendidikan individu (Santosa, 2020). Oleh sebab itu penurunan status ekonomi keluarga akibat wabah Covid-19 dapat semakin mengurangi rata-rata lama sekolah anak-anak.

Beberapa penelitian terdahulu terkait dampak Covid-19 terhadap pendidikan lebih banyak menyoroti masalah ketimbang keberhasilannya. Hasil kajian Santoso (2020) tentang dampak Covid-19 terhadap disparitas pendidikan di Indonesia menemukan dua kendala utama dalam proses pembelajaran jarak jauh yaitu keterbatasan akses terhadap internet dan keterbatasan kapabilitas tenaga pengajar (Santoso, 2020). Akses internet tidak semuanya tersedia, mulai dari masalah biaya dan keterbatasan perangkat, jangkauan akses internet di suatu wilayah, serta kecepatan akses. Kemudian tidak semua tenaga pengajar cepat beradaptasi dengan pola ini, baik penggunaan perangkat dan jaringan, materi pembelajaran serta metode pembelajaran. Para guru dipaksa melakukan pemadatan materi dan merubah pola mengajar. Sebagian guru juga belum familiar dengan perangkat digital.

Permasalahan mendasar bagi siswa di daerah pinggiran atau pelosok serta siswa miskin adalah aksesibilitas terbatas seperti kurangnya biaya, sinyal internet lemah atau tidak stabil, serta keterbatasan sarpras. Keterbatasan perangkat (laptop atau telepon pintar), dan paket data internet atau pulsa menjadi masalah terbesar kalangan keluarga miskin (Santoso, 2020).

Penelitian Dewi (2020) tentang dampak Covid-19 terhadap implementasi pembelajaran daring juga menunjukkan bahwa pembelajaran daring melalui aplikasi zoom atau google classroom menemui berbagai kendala, diantaranya akses internet, orangtua tidak bisa mendampingi karena harus bekerja, orang tua yang gagap teknologi. Murid juga belum terbiasa dengan metode daring, mereka masih terbiasa dengan tatap muka, interaksi dengan teman, sehingga murid harus beradaptasi dan mempengaruhi kualitas belajar (Dewi, 2020). Bagi orang tua tentu menambah beban biaya untuk pembelian paket data internet (Dewi, 2020). Sebagian guru juga tidak mahir menggunakan teknologi internet dalam pembelajaran, terutama guru senior (Dewi, 2020)

Penelitian Aji (2020) tentang dampak Covid-19 terhadap pendidikan di Indonesia juga menunjukkan adanya beberapa hal yang menghambat pelaksanaan belajar daring antara lain: 1) keterbatasan penguasaan teknologi informasi oleh guru dan Siswa; 2)

(19)

6 sarana dan prasarana yang kurang memadai; 3) akses internet yang terbatas; dan 4) kurang siapnya penyediaan biaya baik murid maupun guru misalnya untuk data internet (Aji, 2020). Selain itu, ujian atau penilaian yang dibatalkan menimbulkaan beberapaa kerugian bagi murid, misalkan skill maupun keahlian tertentu tidak memperoleh penilian yang semestinya sebagai bahan evaluasi (Aji, 2020)

Purwanto, et., al (2020) dalam penelitian tentang dampak Covid-19 terhadap pembelajaran online di sekolah dasar menemukan bahwa dampak yang dirasakan murid ketika belajar di rumah akibat Covid-19 adalah: 1) kurangnya sarpras yang memadai (laptop, komputer, smart phone) serta jaringan internet, 2) belum memiliki budaya belajar daring sehingga kesulitan menyimak pelajaran dibanding tetap muka, 3) murid membutuhkaan waktu beradaptasi melalui bejalar online, 4) murid kehilangan waktu sosialisasi atau interaksi dengan teman dan guru, kehilangan jiwa sosial, serta merasa jenuh berada di rumah (Purwanto, et al, 2020). Kendala para orang tua adalah adanya penambahan biaya pembelian kuota internet, harus meluangkan waktu mendampingi anak disela-sela pekerjaan sehari-hari, meluangkan pikiran untuk belajar bersama anak-anaknya.

Kendaala guru tidak semua mahir menggunakan teknologi internet atau media sosial terutama guru senior sehingga mempengaruhi kualitas mengajar, keterbatasan sarana dan prasarana, belum ada budaya belajar jarak jauh, guru jenuh dan kehilangan jiwa sosial karena tidak bisa berinteraksi dengan siswa dan sesama guru (Purwanto, et al, (2020).

Hasil penelitian Mustakim (2020) tentang efektifitas pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa lebih menyukai pembelajaran tatap muka (46,6%), dibanding metode daring (26,7%) dan blended atau perpaduan tatap muka dengan daring (26,7%). Kendala pembelajaran daring bagi peserta didik meliputi jaringan internet tidak stabil, terlalu banyak tugas, sulit fokus, pulsa kuota terbatas, aplikasi yang rumit, dan lebih senang pembelajaran tatap muka (Mustakim, 2020).

Gambaran di atas menegaskan bahwa pandemi Covid-19 menunjukkan digitalisasi di sektor Pendidikan jauh tertinggal dibanding bisnis dan industri (Santoso, 2020). Hal ini disebabkan karena minimnya kapasitas sumberdaya yang tersedia, budaya dan kebiasaan serta kapasitas pelaku itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan tersebut, beberapa permasalahan umum yang muncul dalam pendidikan, terutama pembelajaran jarak jauh pada era pandemi Covid-19 ini dapat dikategorikan menjadi masalah budaya dan adaptasi, masalah kualitas, masalah teknis,

(20)

7 masalah sosial, serta masalah SDM itu sendiri. Masalah budaya dan adaptasi dikarenakan pembelajaran jarak jauh belum menjadi kebiasaan sehingga memerlukan adaptasi. Siswa maupun guru lebih terbiasa menggunakan metode tatap muka langsung dimana proses pembelajaran berlangsung secara interaktif, terdapat kontak dan ikatan, serta metode konvensional. Adapun pembelajaran jarak jauh membutuhkan berbagai penyesuaian dan menghilangkan substansi interaksi guru dan murid, maupun sesama murid.

Masalah lain adalah kualitas pembelajaran yang diberikan oleh guru, maupun daya tangkap murid (Dewi, 2020). Santoso (2020) menunjukkan bahwa guru tidak memberikan penjelasan yang memadai tentang materi pembelajaran dan lebih fokus pada pemberian tugas. Siwa juga mengalami penurunan memori pembelajaran ketika tidak hadir di sekolah (Aji, 2020). Tidak adanya ujian atau penilaian menyebabkan siswa juga tidak mengetahui secara pasti kualitas keterampilan dan pengetahuannya. Dengan demikian, secara umum pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19 belum memberikan jaminan penguasaan materi, pengetahuan dan keterampilan lebih baik atau minimal sama dengan metode konvensional. Masalah kualitas pembelajaran tentu juga akan berpengaruh terhadap kualitas siswa dan lulusan itu sendiri baik untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi atau di pasar tenaga kerja.

Kendala teknis adalah masalah yang paling banyak menyita perhatian. Berbagai masalah teknis diungkapkan dari hasil penelitian dan kajian sebelumnya terbagi menjadi masalah keterbatasan penguasan teknologi informasi, sarpras, akses internet, dan pembiayaan (Aji, 2020). Kalangan miskin dan masyarakat daerah terpencil adalah yang paling terdampak maslaah teknis ini (Santoso, 2020). Masalah teknis ini dihadapi baik oleh guru, siswa, maupun orang tua siswa (Purwanto, et al, 2020). Keterbatasan biaya untuk pengadaan perangkat (laptop, komputer, telepon pintar), penyediaan dana untuk paket data internet atau pulsa merupakan permasalahan utama di kalangan masyarakat bawah.

Kesulitan akses internet, jaringan yang lambat atau sinyal lemah adalah masalah di wilayah terpencil. Siswa maupun guru juga kadang mengalami masalah kurangnya sarpras yang memadai (laptop, computer, handphone). Begitu juga dengan para orang tua yang harus mengeluarkan penambahan biaya pembelian kuota internet (Purwanto, et al, 2020),

Masalah sosial juga dialami oleh siswa maupun guru. Sebagian besar masih membutuhkan tatap muka, selain lebih efektif di dalam penyampaian pembelajaran, tatap muka juga dirasa lebih menyenangkan. Murid dan guru kehilangan waktu sosialisasi dan interaksi antar sesama, termasuk berkurangnya jiwa sosial. Bagi orang tua, pembelajaran

(21)

8 daring mengharuskan mereka meluangkan waktu di tengah-tengah aktifitas sehari-hari mereka. Orang tua juga terpaksa ikut belajar dan mengerjakan tugas anaknya.

Kendala dari aspek SDM, baik guru maupun siswa juga sangat terasa. Sebagian guru tidak mahir menggunakan teknologi internet atau media sosial terutama guru senior.

Selain itu bagi guru juga belum ada budaya belajar jarak jauh serta lemahnya literasi digital (Purwanto, et al, 2020). Bagi siswa, belajar jarak jauh juga belum menjadi budaya, mereka harus didampingi orang tua baik dalam menerima pelajaran maupun mengoperasikan perangkat teknologi informasinya.

Di samping kendala tersebut tentunya ada sebagian keuntungan dari pembelajaran daring. Pembelajaran daring memaksa siswa dan guru mahir dalam komunikasi di era digital memanfaatkan berbagai media, serta menguasai metode pembelajaran model baru.

Namun di masa pandemi ini masih perlu ada solusi agar kendala-kendala tersebut bisa teratasi. Salahsatu hasil studi menyatakan perpaduan antara pembelajaran daring dan konvensional (blended learning) membuat siswa lebih nyaman, dan mereka berharap komunikasi dua arah ketimbang guru terlalu banyak tugas (Dewi, 2020). Oleh sebab itu perlu ada solusi yang tepat agar kualitas pendidikan di era pandemi ini bisa tetap terjaga.

Dalam menghadapi metode pembelajaran di era pandemi Covid-19 ini beberapa hal yang harus diperhatikan oleh masing-masing pihak adalah: 1) bagi pemerintah dan pemerintah daerah perlu memperhatikan alokasi anggaran melalui refocusing kegiatan, 2) bagi pihak sekolah agar memfasilitasi pembelajaraan benar-benar tersampaikan dengan baik melalui guru-guru mereka, 3) bagi guru harus diyakinkan bahwa mereka mampu memberikan pelajaran se efektif mungkin dan tidak terlalu banyak memberikaan tugas- tugas, dan 4) bagi orang tua memastikaan adanya pendampingan sebaik mungkin mendidik sikap mental dan pengetahuan anaknya (Aji, 2020).

Dampak Covid-19 di Jawa Tengah meliputi berbagai apsek, baik sosial maupun ekonomi, termasuk sektor pendidikan. Dampak tersebut salahsatunya dapat dirasakan dengan fenomena kemiskinan. Terhitung Maret 2020 terjadi peningkatan kemiskinan maupun ketimpangan pendapatan. Sesuai dengan data BPS (2020) jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah sebanyak 3,98 juta orang atau 11,41 persen, angka tersebut naik dibanding bulan September 2019 dengan jumlah 3,68 juta orang atau 10,58 persen.

Kenaikan angka kemiskinan terjadi antara September 2019 – Maret 2020 di perkotaan dari 8,99 persen menjadi 10,09 persen, di pedesaan naik dari 12,26 persen menjadi 12,80 persen. Kebutuhan bahan makanan menyumbang 74,14 persen terhadap kemiskinan,

(22)

9 adapun sisanya berasal dari kebutuhan non makanan seperti perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan (BPS, 2020). Selain itu, ketimpangan pengeluaran penduduk diukur dari Gini Ratio tercatat pada September 2019 sebesar 0,358 naik menjadi 0,362 pada Maret 2020.

Gambaran kondisi di atas dikahwatirkan dapat mengurangi tingkat pendidikan di Jawa Tengah. Sebagaimana disinggung sebelumnya, kemiskinan sangat mempengaruhi pendidikan, terutama aksesibilitas dan kualitas. Ditambah lagi dengan meningkatnya kebutuhan pendidikan di era pandemi Covid-19 yang antara lain untuk pembelajaran daring, khususnya penyediaan perangkat dan paket data internet.

Masalah lain terkait dengan belum terbiasanya pelaku pendidikan baik guru maupun siswa terhadap perubahan pola baru. Perlu adanya adaptasi dan perubahan pola kebiasaan tentu akan memepengaruhi efektifitas proses belajar mengajar. Beberapa pengetahuan dan ketrampilan siswa juga tidak dapat ditingkatkan melalui media pembelajaran daring. Siswa dan guru juga berpotensi kehilangan interaksi sosial, dan jiwa sosial menurun dan berdampak pada pembentukan karakter siswa.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah (Jumeri) bahwa pembelajara jarak jauh sebagai dampak pandemi Covid-19 pada awalnya cukup mendadak sehingga murid dan guru tidak punya persiapan apapun. Berdasarkan survei Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, secara umum pelaksanaan PJJ daring baru mencapai 20–25 persen dari semua sekolah di Jawa Tengah, dan untuk SMA/ SMK mencapai 80 persen. Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh di perkotaan lebih baik dibanding pedesaan (Nabila, https://semarang.bisnis.com, 14 Juli 2020). Dari segi kesiapan pendidik, menurut Jumeri pada awalnya hanya 50 persen guru yang menguasai metode daring, dan hanya 20 persen yang menggunakan metode interaktif pedesaan (Nabila, https://semarang.bisnis.com, 14 Juli 2020).

Survei lainnya dilakukan oleh Forum Anak Jawa Tengah yang melibatkan 590 pelajar dari 35 Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah. Menurut Ketua Forum Anak Jawa Tengah (Amelia Adiputri Diansari) bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, terdapat 20-25 persen pelajar yang tidak memiliki akses layanan (https://republika.co.id/berita/qdtrny409/survei-25-persen-pelajar-jateng-tanpa-akses-

penunjang-pjj, Selasa 21 Jul 2020).

Kondisi tersebut tentunya cukup memprihatinkan mengingat pendidikan merupakan salahsatu pilar pembangunan manusia yang utama. Sebagai salahsatu pilar Indeks Pembangunan Manusia, pendidikan menyumbang angka yang cukup penting dari 2

(23)

10 (du) indikator utama yaitu Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS).

Tabel 1.1

Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Jawa Tengah

Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 HLS 11,18 11,39 11,89 12,17 12,38 12,45 12,57 12,63 12,68 12,7 Kenaikan HLS 0,21 0,5 0,28 0,21 0,07 0,12 0,06 0,05 0,02 RLS 6,74 6,77 6,8 6,93 7,03 7,15 7,27 7,35 7,53 7,69 Kenaikan RLS 0,03 0,03 0,13 0,1 0,12 0,12 0,08 0,18 0,16

Sumber: BPS Jawa Tengah

Berdasarkan data di atas, kenaikan harapan lama sekolah (HLS) Jawa Tengah selama 10 tahun terakhir semakin melambat. Pada tahun 2011-2012 tercatat kenaikan 0,21 persen, namun menjadi 0.02 persen di tahun 2019-2020. Angka rata-rata lama sekolah (RLS) cenderung semakin baik, tertinggi di tahun 2018-2019, namun sedikit menurun di tahun 2019-2020. Kondisi tersebut di atas tentunya perlu mendapat perhatian agar indeks pembangunan manusia Jawa Tengah terus meningkat sesuai harapan.

Beberapa hal di atas, merupakan bukti kuat perlunya melakukan kajian terkait kondisi pendidikan di masa pandemi Covid-19, baik dari aspek budaya, teknis, sosial, maupun dampaknya terhadap kualitas SDM. Jika penelitian sebelumnya lebih banyak menyoroti permasalahan teknis, sosial dan budaya, penelitian ini dilakukan guna menjawab strategi mengatasi masalah tersebut agar pendidikan di era Covid-19 ini tetap berkualitas. Selain itu penelitian ini juga diperlukan di dalam rangka menjaga aksesibilitas pendidikan terutama bagi kelompok miskin dan terpencil. Penelitian ini juga fokus pada upaya mengambil manfaat yang lebih baik dari metode pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Secara garis besar penelitian ini diperlukan dalam rangka mengkaji permasalahan dan peluang akibat dampak Covid-19 terhadap pendidikan, pengaruhnya terhadap pembangunan SDM, serta solusi yang dibutuhkan khsusunya di Jawa Tengah.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan menengah dan pada era pandemi Covid-19 di Jawa Tengah ?

2. Apa saja permasalahan dihadapi dalam penelenggaraan pendidikan menengah di era pandemi Covid-19 ?

(24)

11 3. Kemajuan atau keuntungan apa yang telah dicapai dari penerapan pembelajaran di era

Covid-19 ?

4. Bagaimana kesiapan guru untuk mendukung pembelajaran daring pada pendidikan menengah, di era pandemi Covid-19 ?

5. Langkah-langkah apa saja yang dipersiapkan sekolah untuk melanjutkan pembelajaran pada pendidikan menengah dimasa pandemi Covid-19 ?

6. Apa yang dibutuhkan oleh stakeholder (siswa, guru, wali murid) dalam rangka mewujudkan pendidikan berkualitas di era pandemi Covid-19 ?

7. Bagaimana persiapan-persiapan untuk membuka kembali sekolah dengan parameter- paramenter dan kapasitas kelas yang memadai dimasa normal baru ?

8. Kebijakan apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi dalam rangka menjawab kebutuhan pendidikan berkualitas di era pandemi Covid-19, guna memenuhi standar nasional pendidikan ?

C. Tujuan

1. Memetakan penyelenggaraan pendidikan menengah pada era pandemi Covid-19 di Jawa Tengah.

2. Mengidentifikasi permasalahan dihadapi dalam penelenggaraan pendidikan menengah di era pandemi Covid-19.

3. Mengidentifikasi kemajuan atau keuntungan apa yang telah dicapai dari penerapan pembelajaran daring pada pendidikan menengah di era pandemi Covid-19.

4. Mengidentifikasi kesiapan guru untuk mendukung pembelajaran daring pada pendidikan menengah, di era pandemi Covid-19.

5. Mengidentifikasi langkah-langkah apa saja yang dipersiapkan sekolah untuk melanjutkan pembelajaran pada pendidikan menengah dimasa pandemi Covid-19.

6. Mengidentifikasi kebutuhan oleh stakeholder (siswa,guru wali murid) dalam rangka mewujudkan pendidikan berkualitas di era pandemi Covid-19.

7. Mengidentifikasi persiapan-persiapan untuk membuka kembali sekolah dengan parameter-paramenter dan kapasitas kelas yang memadahi dimasa normal baru.

8. Menganalisa Kebijakan yang diperlukan bagi pemerintah daerah provinsi dalam rangka menjawab kebutuhan pendidikan berkualitas di era pandemi Covid-19.

(25)

12 D. Keluaran

Keluaran kegiatan ini berupa rekomendasi kebijakan bagi seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah daerah, pihak sekolah, guru, maupun wali murid didalam mendukung terciptanya pendidikan berkualitas di masa pandemi Covid-19. Rekomendasi yang dimaksud terkait dengan peran masing-masing di dalam memenuhi kebutuhan belajar mengajar yang berkualitas bagi guru dan murid.

E. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah adanya kebijakan pemerintah daerah yang mendukung pembelajaran berkualitas di masa pandemi Covid-19. Manfaat lain adalah memberikan bahan masukan bagi sekolah, guru, dan wali murid dalam ranaka menyelenggarakan pembelajaran yang berkualitas bagi murid.

F. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan penelitian ini adalah melakukan analisis terhadap kendala- kendala dan manfaat dari pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19 baik sekolah menengah dan sekolah luar biasa di Jawa Tengah. Penelitian ini juga melakukan identifiksi kebutuhan ideal masing-masing stakeholder pendidikan, serta mengidentifikasi kebijakan pemerintah yang diperlukan bagi pendidikan dasar dan menengah di Jawa Tengah pada era pandemi Covid-19.

(26)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu terkait dampak Covid-19 terhadap pendidikan lebih banyak menyoroti masalah ketimbang keberhasilannya. Hasil kajian Santoso (2020) tentang dampak Covid-19 terhadap disparitas pendidikan di Indonesia menemukan dua kendala utama dalam proses pembelajaran jarak jauh yaitu keterbatasan akses terhadap internet dan keterbatasan kapabilitas tenaga pengajar (Santoso, 2020). Akses internet tidak semuanya tersedia, mulai dari masalah biaya dan keterbatasan perangkat, jangkauan akses internet di suatu wilayah, serta kecepatan akses. Kemudian tidak semua tenaga pengajar cepat beradaptasi dengan pola ini, baik penggunaan perangkat dan jaringan, materi pembelajaran serta metode pembelajaran. Para guru dipaksa melakukan pemadatan materi dan merubah pola mengajar. Sebagian guru juga belum familiar dengan perangkat digital.

Permasalahan mendasar bagi siswa di daerah pinggiran atau pelosok serta siswa miskin adalah aksesibilitas terbatas seperti kurangnya biaya, sinyal internet lemah atau tidak stabil, serta keterbatasan sarpras. Keterbatasan perangkat (laptop atau telepon pintar), dan paket data internet atau pulsa menjadi masalah terbesar kalangan keluarga miskin (Santoso, 2020).

Penelitian Dewi (2020) tentang dampak Covid-19 terhadap implementasi pembelajaran daring juga menunjukkan bahwa pembelajaran daring melalui aplikasi zoom atau google classroom menemui berbagai kendala, diantaranya akses internet, orangtua tidak bisa mendampingi karena harus bekerja, orang tua yang gagap teknologi. Murid juga belum terbiasa dengan metode daring, mereka masih terbiasa dengan tatap muka, interaksi dengan teman, sehingga murid harus beradaptasi dan mempengaruhi kualitas belajar (Dewi, 2020). Bagi orang tua tentu menambah beban biaya untuk pembelian paket data internet (Dewi, 2020). Sebagian guru juga tidak mahir menggunakan teknologi internet dalam pembelajaran, terutana guru senior (Dewi, 2020)

Penelitian Aji (2020) tentang dampak Covid-19 terhadap pendidikan di Indonesia juga menunjukkan adanya beberapa hal yang menghambat pelaksanaan belajar daring antara lain :1) keterbatasan penguasaan teknologi informasi oleh guru dan Siswa; 2) sarana dan prasarana yang kurang memadai; 3) akses internet yang terbatas; dan 4) kurang

(27)

14 siapnya penyediaan biaya baik murid maupun guru misalnya untuk data internet (Aji, 2020). Selain itu, ujian atau penilaian yang dibatalkan menimbulkaan beberapaa kerugian bagi murid, misalkan skill maupun keahlian tertentu tidak memperoleh penilian yang semestinya sebagai bahan evaluasi (Aji, 2020)

Purwanto, et al (2020) dalam penelitian tentang dampak Covid-19 terhadap pembelajaran online di sekolah dasar menemukan bahwa dampak yang dirasakan murid ketika belajar di rumah akibat covid 19 adalah: 1) kurangnya sarpras yang memadai (laptop, komputer, smart phone) serta jaringan internet, 2) belum memiliki budaya belajar daring sehingga kesulitan menyimak pelajaran dibanding tetap muka, 3) murid membutuhkaan waktu beradaptasi melalui bejalar online, 4) murid kehilangan waktu sosialisasi atau interaksi dengan teman dan guru, kehilangan jiwa sosial, serta merasa jenuh berada di rumah (Purwanto, et al, 2020). Kendala para orang tua adalah adanya penambahan biaya pembelian kuota internet, harus meluangkan waktu mendampingi anak disela-sela pekerjaan sehari-hari, meluangkan pikiran untuk belajar bersama anak-anaknya.

Kendaala guru tidak semua mahir menggunakan teknologi internet atau media sosial terutama guru senior sehingga mempengaruhi kualitas mengajar, keterbatasan sarana dan prasarana, belum ada budaya belajar jarak jauh, guru jenuh dan kehilangan jiwa sosial karena tidak bisa berinteraksi dengan siswa dan sesama guru (Purwanto, et al, (2020).

Hasil penelitian Mustakim (2020) tentang efektifitas pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa lebih menyukai pembelajaran tatap muka (46,6%), dibanding metode daring (26,7%) dan blended atau perpaduan tatap muka dengan daring (26,7%). Kendala pembelajaran daring bagi peserta didik meliputi jaringan internet tidak stabil, terlalu banyak tugas, sulit fokus, pulsa kuota terbatas, aplikasi yang rumit, dan lebih senang pembelajaran tatap muka (Mustakim, 2020).

Gambaran di atas menegaskan bahwa pandemi Covid-19 menunjukkan digitalisasi di sektor Pendidikan jauh tertinggal dibanding bisnis dan industri (Santoso, 2020). Hal ini disebabkan karena minimnya kapasitas sumberdaya yang tersedia, budaya dan kebiasaan serta kapasitas pelaku itu sendiri.

(28)

15 B. Pendidikan

Pendidikan merupakan kunci kemajuan sebuah bangsa. Di Indonesia, setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) bahwa: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Hal tersebut sesaui dengan tujuan negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan nasional ialah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Komitmen tersebut diperkuat dengan ketentuan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD. UUD 1945 Pasal 31, ayat (4) menyebutkan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional telah ditegaskan bahwa anggaran pendidikan nasional minimal 20 persen dari APBN dan APBD. Kebijakan ini dibuat untuk mewujudkan kemandirian bangsa yang didukung oleh manusia Indonesia yang berkualitas.

Pemerintah daerah mempunyai peran dan tanggung jawab untuk memenuhi hak warga atas pendidikan yang bermutu untuk pembangunan. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 11 ayat 1, menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

Sedangkan, menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara

Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.

Pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan kemampuan dan taraf kehidupan manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional (Mungin:2008:119- 113).

Menurut Total Quality Management (Sallis, 1993;19), mereka, para orang tua dan masyarakat, merupakan customer, partner dan manager, sebab itu tentunya memiliki dan mendapat hak-hak tersebut. Selain itu masyarakat sebagai aset lingkungan pendidikan, berperan sebagai berikut:

(29)

16 1. Berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi terhadap

penyelenggaraan dan mendapat data informasi tentang penyelenggaraan program wajib belajar,

2. Masyarakat berkewajiban mendukung penyelenggaraan program wajib belajar;

3. Hak dan kewajiban masyarakat diatas itu dilaksankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Marno (2008:168); partisipasi masyarakat itu secara hierarki dari terendah hingga tertinggi nampak sebagai berikut; (1) Masyarakat hanya menggunakan jasa sekolah; misalnya memasukkan anaknya ke sekolah itu, (2) Kontribusi memberi dana, bahan dan tenaga, (3) Peran serta dalam bentuk keikutsertaan, menerima secara pasif yang diputuskan pihak lain, (4) Peran serta mengenai hal-hal tertentu yang lebih penting, (5) Keterlibatan dalam memberikan pelayanan tertentu, biasanya sebagai mitra pihak lain, seperti : BP3 dan wali murid mewakili sekolah bersama puskesmas mengadakan penyuluhan kesehatan, gizi, dsb, (6) Keterlibatan sebagai pelaksana kegiatan yang telah didelegasikan, (7) Peran serta yang sebenarnya dalam mengambil keputusan pada berbagai jenjang.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

Selain oleh pemerintah, investasi pendidikan di Indonesia juga dilakukan oleh pihak swasta, termasuk lembaga-lembaga pendidikan yang bernaung di bawah suatu yayasan atau organisasi sosial keagamaan. Keterlibatan lembaga-lembaga non-pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memiliki sejarah panjang dan telah diakui peranannya dalam mengakomodasi seluruh peserta didik yang tersebar pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, yang tidak tertampung atau terjangkau oleh sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah.

Sementara itu, Clark dkk. (1998:33) membagi sumber pembiayaan pendidikan Indonesia ke dalam dua katagori: (1) biaya yang berasal dari pemerintah dan (2) biaya yang berasal dari orang tua dan non-pemerintah.

Untuk jenjang pendidikan dasar, pandangan yang paling dominan di banyak negara sejak tahun 1940-an adalah bahwa pendidikan dasar harus bebas biaya (Bray, 2002:31).

Dengan kata lain, pemerintah harus membiayai sepenuhnya pendidikan tingkat dasar.

Pandangan ini antara lain terlihat dari Artikel 26 United Nation Declaration of Human

(30)

17 Rights yang menyatakan: “Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary and fundamental stages.”

Pendidikan tingkat dasar dianggap sebagai salah satu hak asasi warga negara dan karenanya setiap warga negara harus mendapatkan hak pendidikan tanpa melihat mampu- tidaknya untuk membayar. Pengecualian terhadap seseorang untuk mengikuti pendidikan atas dasar pertimbangan biaya dianggap tidak adil dan menghalangi hak orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial. Pandangan seperti ini bertahan sampai beberapa dekade kemudian. Misalnya seperti terlihat Declaration on the Rights of the Child (1959) dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (1966), yang mengharuskan pendidikan, khususnya di tingkat dasar, disediakan secara gratis oleh negara. Proporsi siswa dari kelompok kaya dan miskin pada jenjang pendidikan menengah biasanya relatif seimbang (Bray, 2002:32).

Rumus pendanaan merupakan ketentuan tentang besaran dana pendidikan yang diperlukan untuk mendukung terselenggaranya kegiatan pendidikan sesuai standar pelayanan pendidikan yang telah ditetapkan baik secara nasional, lokal, atau bahkan internasional. Biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan per tahun untuk setiap peserta didik disebut biaya satuan pendidikan (unit cost). Biaya satuan pendidikan tersebut mencakup dana yang diperlukan untuk membayar gaji dan kesejahteraan guru, penyediaan ruang belajar belajar, pengadaan buku pelajaran, bahan penunjang kegiatan pembelajaran, dan kegiatan administrasi dan manajemen.

Biaya operasional meliputi pengeluaran harian untuk perlengkapan, ATK, gaji dan kesejahteraan, perawatan, dll. Alokasi biaya operasional per sekolah ditentukan dengan:

(1) jumlah siswa di sekolah dikalikan dengan satuan biaya nasional per siswa, sedangkan (2) alokasi dana dari negara bagian dan Kabupaten/ Kota (districts) untuk masing-masing sekolah ditentukan atas penilaian kekayaan, median pendapatan rumah tangga, dan jumlah siswa di sekolah. Penilaian kekayaan dibobot 85%, dan pendapatan 15%.

Biaya Program meliputi transportasi, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa dan program pendidikan anak usia dini. Biaya program ditentukan dengan (1) alokasi total di sekolah ditentukan dengan menyesuaikan pengeluaran program tahun sebelumnya dengan memperhitungkan inflasi, dan (2) biaya program juga menyesuaikan kondisi keuangan yang ada. Alokasi pemerintah negara bagian dan Kabupaten/ Kota ditentukan oleh rumus yang didasarkan atas nilai kekayaan per siswa.

(31)

18 Biaya Debt Service meliputi anggaran pinjaman untuk portable classrooms dan surat hutang untuk pembangunan gedung sekolah. Penghitungannya dilakukan dengan: (1) jumlah untuk pinjaman dan pembangunan bangunan gedung sekolah dihitung setelah mendapat persetujuan, dan (2) alokasi pemerintah negara bagian dan Kabupaten/ Kota ditentukan atas dasar nilai kekayaan per siswa.

C. Memetakan Kualitas Pendidikan

Pemerintah melakukan pemetaan kualitas pendidikan dengan beberapa alat ukur.

Langkah tersebut perlu ditindaklanjuti dengan berbagai macam pembenahan.Setelah menghapuskan ujian nasional (UN), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan melaksanakan asesmen nasional mulai tahun 2021. Fungsinya tidak menggantikan UN, tetapi untuk memetakan dan memperbaiki kualitas pendidikan dengan mengukur kinerja satuan pendidikan.

UN pun, selain untuk mengukur capaian siswa, sebenarnya juga digunakan untuk memetakan kualitas program pendidikan dan/ atau satuan pendidikan. Selain UN, ada program asesmen kompetensi siswa indonesia (AKSI) nyang juga untuk memetakan kemampuan siswa dan memetakan capaian pendidikan yang digunakan untuk memantau kualitas pendidikan.

Hasil AKSI tahun 2019 misalnya, menunjukkan adanya ketimpangan kualitas pendidikan antara Pulau Jawa dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Ini tercermin dari skor AKSI SMP yang menunjukkan rata-rata skor mata pelajaran Bahasa Indonesia, Mate- matika, dan IPA siswa di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan skor siswa di luar pulau jawa.

AKSI itu bisa dikatakan PISA-nya Indonesia, mengapa tidak dilanjutkan.

Pertanyaannya adalah apakah betul-betul asesmen Nasional akan memotret kualitas pendidikan? “Mampukah asesmen Nasional Meningkatkan Mutu Pendidikan?

Pertanyaan tersebut mewakili pertanyaan para guru dan juga masyarakat terkait rencana Kemendikbud mengadakan Asesmen Nasional setelah menghapus UN. Apalagi dalam draft peta jalan pendidikan Indonesia 2020-2035 disebutkan bahwa Asesmen Kompetensi Minimum (salah satu komponen Asesmen Nasional) mengukur kinerja sekolah berdasarkan literasi dan numerasi siswa, kompetensi inti untuk internasional seperti PIAS, TIMSS, dan PIRLS.

(32)

19 Hasil skor PISA (Program Penilaian Pelajar Internasional) menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia stagnan rendah sejak tahun 2000. Skor kemampuan membaca siswa Indonesia pada tahun 2018 (371), misalnya, setara dengan capaian pada tahun 2000, di bawah rata-rata negara yang tergabung dalam organisasi untuk kerjasama dan pembangunan ekonomi (OECD).

D. Sustainable Development Goals (SDGs)

Target capaian pendidikan selain secara kualitas, juga terkait dengan aksesibilitas.

Hal ini telah menjadi komitmen bersama dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Salahsatu tujaun utama SDGs (nomor 4 dari 17 tujuan) adalah “Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata Serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat untuk Semua”. Di Indonesia, tujuan tersebut dijabarkan menjadi target-target sebagai berikut:

Target 4.1. Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua anak perempuan dan anak laki-laki menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah tanpa dipungut biaya, adil, dan berkualitas, yang mengarah pada pembelajaran yang relevan dan efektif

Target 4.2. Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua anak perempuan dan anak laki-laki memiliki akses terhadap perkembangan anak usia dini yang berkualitas, perawatan dan pendidikan anak usia dini, sehingga mereka siap untuk menempuh pendidikan dasar menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 KH dan Angka Kematian Balita 25 per 1.000

Target 4.3. Pada tahun 2030, menjamin akses yang sama bagi semua wanita dan pria, terhadap pendidikan teknis, kejuruan dan tersier yang berkualitas dan terjangkau, termasuk universitas

Target 4.5. Pada tahun 2030, menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan, dan menjamin akses yang sama untuk semua tingkat pendidikan dan pelatihan kejuruan, bagi masyarakat rentan termasuk penyandang cacat, masyarakat adat, dan anak-anak dalam kondisi rentan.

Target 4.6. Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua remaja dan proporsi kelompok dewasa tertentu, baik laki-laki dan perempuan, mampu membaca dan menghitung

(33)

20 Target 4.a. Membangun dan meningkatkan fasilitas pendidikan yang ramah anak, penyandang cacat dan gender, serta memberikan lingkungan belajar yang aman, anti kekerasan, inklusif dan efektif bagi semua

Target 4.c. Pada tahun 2030, Secara bermakna meningkatkan pasokan guru yang berkualitas, termasuk melalui kerjasama internasional untuk pelatihan guru di negara- negara berkembang, khususnya LDCs dan SIDS.

E. Kualitas Pendidikan

Ketidakadilan pendidikan bisa dijelaskan oleh teori “dual system”. Masyarakat seakan terpilah jadi dua segmen yang secara kental memilah anak bangsa ke dalam segmen

’miskin’ dan 'kaya'. Anak si kaya dapat menikmati pendidikan yang bermutu misalnya melalui sekolah berstandar internasional (SBI) yang boleh memungut dana dari orangtua sehingga mampu meraup dana besar agar dapat menggaji guru lebih baik, mengadakan buku pelajaran yang lengkap, perpustakaan, laboratorium yang lengkap dan bermutu, serta disiplin kerja guru yang ketat. Di rumah mereka tersedia fasilitas belajar yang memadai, gaji dan kesehatan terjamin, sarana belajar mendukung, serta suasana belajar yang kondusif. Setelah lulus mereka masuk ke perguruan tinggi unggulan, dan setelah sarjana mereka bekerja dengan penghasilan yang memadai bahkan punya akses yang lebih besar terhadap kekuasaan.

Di pihak lain, sebagian besar (>70%) anak-anak miskin tidak mampu membayar pendidikan yang bermutu. Mereka pergi ke sekolah "burem" dengan anggaran yang minim dan lebih kecil dari BOS. Sekalipun anggarannya “kembang-kempis”, sekolah tidak boleh memungut biaya dari orangtua. Prasarana dan sarana belajarnya "ala kadarnya" karena hanya mengandalkan BOS. Di rumah, mereka memiliki fasilitas belajar ala kadarnya, gizi dan kesehatan kurang, dorongan orangtua untuk belajar juga kurang, dan mereka cenderung akan menjadi siswa kurang berhasil walau tetap lulus. Setelah lulus mereka hanya memiliki akses terhadap jenis pekerjaan kurang bermutu dengan penghasilan pas- pasan, dan begitulah seterusnya mereka akan mewariskan kemiskinan kepada anak- anaknya.

Dengan berlakunya asumsi dua system inilah, Indonesia seakan tidak mengenal istilah "anak bangsa", yang ada adalah anak dari masing-masing orangtua yang telah

”terpilah” tadi. Orangtua kaya adalah bukan orangtua dari anak miskin. Orangtua miskin adalah orangtua dari anak miskin saja. Orangtua kaya hanya membiayai pendidikan anak

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3.1 Teknik Penentuan Lokasi Penelitian
Gambar  4.3. menunjukkan guru dengan usia  56-60 tahun terdapat  53  orang, usia  51-55 tahun 94 orang, 46 – 50 tahun 109 orang, 41 – 45 tahun 121 orang, 36-40 tahun 122  orang, 31-35 tahun 151 orang dan 26-30 tahun 151 orang

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peredaran PRG pangan dan nonpangan di Indonesia pada masyarakat, khususnya petani, serta diharapkan

Pembentukan Peraturan Daerah tentang Pembangunan dan Pengembangan Kepemudaan Provinsi Jawa Tengah akan memberikan asas kepastian hukum/ regulasi dalam pembangunan

Dengan terjadinya pandemi Covid-19 dan adanya penyaluran Jaring Pengaman Sosial Bagi Masyarakat Terdampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa Tengah Tahun

Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19);di Daerah Kabupaten

Prioritas Pembangunan Daerah dalam Perubahan RKPD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020 juga menyikapi persoalan pandemi Novel Coronavirus-2019 (Covid-19). Pada awal

3.5 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi aljabar 3.6 Menyelesaikan model matematika dari. masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi

PELAKSANAAN KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PENANGANAN BAHAN BERBAHAYA BUKTI PEMANTAUAN DAN TINDAK LANJUT PEMANTAUAN. SOP PEMANTAUAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN DAN PENANGANAN LIMBAH

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, 2020, Pemerintah Larang ASN, TNI, Polri, dan Pegawai BUMN untuk Mudik di Tengah Pandemi COVID-19,