• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Bentuk Penyuapan (Studi Putusan No 12/Pid.Sus Tpk/2018/Pn Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Bentuk Penyuapan (Studi Putusan No 12/Pid.Sus Tpk/2018/Pn Medan)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Bentuk Penyuapan (Studi Putusan No 12/Pid.Sus Tpk/2018/Pn Medan)

Saur Sihaloho1, Madiasa Ablisar2, Mahmud Mulyadi3, M. Eka Putra4

1,2,3,4Prgogram Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

E-mail: saur.sihaloho@gmail.com (CA)

Abstrak

Tindak pidana korupsi bisa berlangsung dimanapun, dilembaga negara, lembaga privat, hingga dikehidupan sehari-hari. Pemberantasan tindak pidana korupsi memerlukan penanganan dan penanggulangan secara terpadu dengan memfungsikan sistem hukum yakni perangkat perundang- undangan dan kelembagaan hukum di dalam sistem peradilan pidana. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research). Berdasarkan hasil dari penelitian ini pertanggungjawaban pelaku pidana terhadap tindak pidana korupsi merupakan pertanggungjawaban terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.

Tindak pidana yang dilakukan harus memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan tersebut apabila dalam tindakan itu terdapat unsur melawan hukum serta tidak ada alasan pemaaf dan unsur kesalahan harus dapat terpenuhi dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan adanya asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana yaitu tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Tindak pidana dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana atas tindak pidana korupsi dalam bentuk penyuapan berdasarkan Putusan No.

12/Pid.Sus.TPK/2018/PN Medan terhadap perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan, terdakwa mampu bertanggungjawab serta tidak terdapat adanya alasan pemaaf yang dapat meniadakan kesalahan maupun alasan pembenar yang dapat menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut, maka pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana korupsi berupa penjatuhan hukuman terhadap pelaku sebagaimana yang tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Medan.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana,Tindak Pidana, Penyuapan.

Abstract

Corruption can take place anywhere, in state institutions, in private institutions, and also in daily life.

Combating corruption requires treatment and prevention in an integrated manner with the proper functioning of the legal system of the law and legal institutions in the criminal justice system. Types of research conducted in this research is normative juridical and the nature of this research is descriptive analysis. The data collection techniques used in this research is through library research. Based on the results of this research criminal liability against corruption is the liability of the offenses committed by the offender. Criminal act committed must meet the elements that have been determined by constitution.

Someone will be held accountable for these actions when there is an element in the action against the law and there is no excuse and fault elements must be met in terms of combating corruption. This is due to the principle of liability in criminal law that is not tobe punishment if no fault. Criminal acts and the responsibility of the perpetrators of criminal acts for corruption in the form of bribery based on Decision No. 12 / Pid.Sus.TPK / 2018 / PN Medan where to defendant has been proven legally and convincingly, the defendant is able to be responsible and there is no excuse any fault that may negate or justification which can eliminate the unlawful nature of the act, the criminal liability for acts of corruption in the form of sentencing of offenders as set forth in Medan District Court's decision.

Keywords: Criminal Liability, Crime, Bribery.

Cara Sitasi:

Sihaloho, Saur, dkk. (2021), “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Bentuk Penyuapan (Studi Putusan No 12/Pid.Sus Tpk/2018/Pn Medan)”, IURIS STUDIA: Jurnal Kajian Hukum Vol. 2 No.1 , Pages 83-88

http://jurnal.bundamediagrup.co.id/index.php/iuris

ISSN ONLINE: 2745-8369

(2)

A. Pendahuluan

Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Dalam hal berjuang untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam tersebut ada 2 (dua) jenis pengertian bekerja yaitu pekerjaan yang diusahakan sendiri maksudnya bekerja atas usaha, modal dan tanggung jawab sendiri dan hasilnya untuk kepentingan sendiri. Pekerjaan yang demikian tanpa mengikatkan diri kepada perintah orang lain dan tidak tergantung pada orang lain dan bekerja pada orang lain maksudnya adalah bekerja dengan tergantung pada orang lain yang memberi perintah dan ia harus tunduk kepada segala peraturan atau ketentuan yang diadakan oleh yang memberi pekerjaan tersebut.1 Kebutuhan pada saat ini apalagi untuk anak sangatlah mahal. Apabila ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjaring atau person under age), orang yang di bawah umur atau keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga disebut sebagai anak yang di bawah pengawasan wali (minderjarige onvervoodij). Anak merupakan salah satu aset pembangunan nasional, patut dipertimbangkan dan diperhitungkan dari segi kualitas dan masa depannya.2 Indonesia merupakan negara hukum dimana segala sesuatu harus berlandaskan aturan hukum agar dapat ditemukan kepastian hukum. kepastian hukum sebagaimana yang dicita-citakan, namun lebih dipandang sebagai kegiatan rutin.3 Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara umum telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001, berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi sebagai berikut : Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (1) huruf a,b,c,d, Pasal 7 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a,b,c, Pasal 11, Pasal 12 huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i, Pasal 12 B jo. Pasal 12 C, dan Pasal 13. Dari 30 (tiga puluh) jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, adalah kerugian keuangan negara, suap menyuap (penyogok atau pelicin), penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi (pemberian hadiah). Perbuatan-perbuatan tersebut merupakan suatu kejahatan, atau dengan istilah lain,

"tindak kriminal”.

Menurut Chairul Huda bahwa dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dapat dipidananya pembuat adalah atas dasar kesalahan, hal ini berarti bahwa seseorang akan mempunyai pertanggungjawaban pidana bila ia telah melakukan perbuatan yang salah dan bertentangan dengan hukum. Pada hakikatnya pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk mekanisme yang diciptakan untuk bereaksi atas pelanggaran suatu perbuatan tertentu yang telah disepakati.4 Tindak pidana pada umumnya akan menimbulkan suatu konflik. Dalam suatu konflik, terdapat situasi dimana dua pihak atau lebih menghadapi kepentingan yang berbeda, hal ini tidak akan berkembang menjadi perselisihan bila para pihak merasa dirugikan. hanya merasa tidak puas atau prihatin, konflik akan berkembang menjadi perselisihan ketika pihak-pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan ketidakpuasan atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau pihak lain, semua pihak dapat menyelesaikan konflik tersebut dengan baik, maka hal itu akan terjadi.

timbul perselisihan, tetapi jika terjadi sebaliknya, para pihak tidak dapat menyetujui penyelesaian konflik. masalah tersebut maka perselisihan akan muncul.5

Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Bupati Batubara OK. Arya Zulkarnaen termasuk dalam bentuk penyuapan. Korupsi yang dilakukan oleh Bupati Batubara berawal sejak bulan Maret 2016 sampai bulan September 2017 dimana bersama dengan Helman Herdady selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) menerima hadiah yang berkaitan dengan jabatannya untuk memenangkan beberapa proyek pekerjaan seperti Pembangunan Jembatan Sentang Perbatasan Kel.

1 Rachmad Abduh, “Dampak Sosial Tenagakerja Asing (TKA) Di Indonesia”, Sosek: Jurnal Sosial dan Ekonomi 1, No. (1), (2020): p. 25.

2 Erwin Asmadi, “Perlindungan Hukum Bagi Anak Sebagai Saksi dalam Pemeriksaan Perkara Pidana”, Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum 1, No. (2), (2020): p. 55.

3 Rahmat Ramadhani dan Rachmad Abduh, “Legal Guarantee for the Land Registration Process during the Covid-19 Pandemic”, Budapest International Research and Critics Institute-Journal 4, No. 1, (2021), p. 349.

4 Chairul Huda. Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggung jawab Pidana Tanpa Kesalahan, Cetakan ke-2. Jakarta: Kencana, (2006), p. 68.

5 Rahmat Ramadhani dan Ummi Salamah Lubis, “Opportunities and Challenges for the Badan Pertanahan Nasional (BPN) in Handling Land Cases in the New Normal Era”, Legality: Jurnal Ilmiah Hukum 29, No. 1, (2021): p. 5.

(3)

Labuhan Ruku menuju Desa Sentang, Pembangunan Jembatan Sei Magung Kec. Medang Deras, Lanjutan peningkatan Jalan Labuhan Ruku menuju Mesjid Lama Kecamatan Talawi, Lanjutan peningkatan Jalan Simpang Empat Timbangan menuju Kedai Sianam, Lanjutan peningkatan Jalan Limapuluh menuju Simp. Dolok Kec. Limapuluh, Peningkatan Jalan Kompleks 126 Kompi C Tg. Kasau Kecamatan Sei Suka, Peningkatan Ruas Jalan Panglima Muda (depan Polsek) Kecamatan Medang Deras, Peningkatan Ruas Jalan Desa Lajang menuju Pagurawan Kecamatan Medang Deras, Lanjutan peningkatan Ruas Jalan Pasar Lapan Kecamatan Air Putih dan Lanjutan Peningkatan Ruas Jalan Kwala Sikasim Menuju Mekar Mulyo Kecamatan Sei Balai. Bupati Batubara OK. Arya Zulkarnaen didakwa telah menerima uang sejumlah Rp. 8.055.000.000,00 (delapan miliar lima puluh lima juta rupiah) dan dengan Helman Herdady selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) menerima uang sebesar Rp. 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah). Perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan, terdakwa mampu bertanggungjawab serta tidak terdapat adanya alasan pemaaf yang dapat meniadakan kesalahan maupun alasan pembenar yang dapat menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut. Majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap OK. Arya Zulkarnaen oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan kurungan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui fokus permasalahan pada penelitian ini adalah

bagaimana pengaturan tindak pidana korupsi dalam bentuk penyuapan di Indonesia ? bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi penyuapan?

bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam bentuk penyuapan berdasarkan Putusan No.12/Pid.Sus.TPK/2018/PN Medan?

Penelitian ini merupakan penelitian normatif melalui penyusunan asas-asas hukum, baik dari data sosial maupun dari data hukum positif tertulis, merumuskan definisi hukum.Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau yang membuat masyarakat dapat dimaklumi, termasuk produk hukum yang menjadi bahan kajian dan produk hukum sebagai alat bantu pembentuk hukum.kritik. Bahan hukum sekunder meliputi penjelasan bahan hukum primer di dalam bentuk doktrin ahli yang ditemukan di buku, jurnal, dan situs web. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dipilihnya jenis penelitian ini karena kajian dalam penelitian ini adalah kajian ilmu hukum, oleh karena itu harus dikaji dari aspek hukumnya. Penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap bahan kepustakaan (data sekunder) yang relevan dengan permasalahan yang akan dianalisis, baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier.6

B. Pembahasan

Berdasarkan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Terdakwa I OK. Arya Zulkarnaen selaku penyelenggara negara yaitu selaku Bupati Batubara masa jabatan tahun 2013-2018 yang diangkat berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 131.12-7246 Tahun 2013, tanggal 12 Desember 2013 bersama-sama Terdakwa II Helman Herdady selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang diangkat berdasarkan Keputusan Bupati Batubara Nomor : 168/BKD/2016 tanggal 5 April 2016, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji, yaitu Terdakwa I menerima uang sejumlah Rp. 8.055.000.000,00 serta Terdakwa II menerima uang sebesar Rp. 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dari para penyedia barang dan jasa sebagai fee dari setiap pemenang proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Batubara TA 2016-2017. Terdakwa I dan Terdakwa II baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi guna memenangkan Maringan Situmorang, Mangapul Butar-Butar Als Apul, Sucipto Als Abun, Parlindungan Hutagalung Als Parlin dan Syaiful Azhar dalam proses pengadaan barang/jasa pada Dinas PUPR Kabupaten Batubara tahun 2016-2017, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa I dan Terdakwa II sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 28

6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Cetakan Keenam, Jakarta:

RadaGrafindo Persada, (2003), p. 14.

(4)

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Berdasarkan perbuatan terdakwa tersebut, maka unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri/orang lain atau suatu korporasi serta menyalahgunakan kewenangan telah terbukti.

Oleh karena terbuktinya unsur tersebut, maka terhadap unsur yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan juga unsur sebagai orang yang melakukan,7 yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primair dan oleh karenanya Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan subsidair yaitu melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP yang menyebutkan dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

Disamping melanggar Pasal 12 huruf a, Terdakwa juga sebaiknya didakwa atas pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan

“bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)”.

Yang dimaksud Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi meliputi :

a. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepegawaian

b. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (vide Pasal 92 KUHP)

c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau Daerah

d. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau Daerah

Para Terdakwa OK. Arya Zulkarnaen dan Helman Hendardy telah didakwa oleh Penuntut Umum yaitu melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.

Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 65 KUHPidana. Disamping menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa OK. Arya Zulkarnaen karena melanggar Pasal 12 huruf a seharusnya Jaksa Penuntut Umum juga dapat menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa karena melanggar Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam perkara No.12/Pid.Sus. TPK/2018/PN.Medan, yang menjadi subjek hukum adalah OK.

Arya Zulkarnaen (Bupati Batubara). Sebagai subyek hukum, OK. Arya Zulkarnaen mampu dengan tegas dan tanggap menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dalam proses persidangan yang berlangsung, dia juga dalam keadaan sehat jasmani dan rohani sehingga ia mampu dan dapat dimintakan pertanggungjawaban atas perbuatannya. Selain itu, OK. Arya Zulkarnaen sebagai terdakwa dalam perkara No. 12/Pid.Sus.TPK/2018 /PN.Medan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya karena

7 Pasal 55 (1) ke-1KUHP.

(5)

tidak terdapat hal-hal yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar sebagaimana yang diatur dalam Pasal 44, 48, 49, 50, 51 KUHP.

Perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari dakwaan subsidair Jaksa Penuntut Umum, maka Majelis Hakim berkesimpulan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang didakwakan dalam dakwaan subsidair tersebut dan oleh karena selama persidangan Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar yang dapat menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut dan atau alasan pemaaf yang dapat meniadakan kesalahan. Dengan demikian, Hakim berkesimpulan bahwa pelaku tidak dapat lepas dari tindak pidana korupsi yang dilakukannya dan menyatakan pelaku bersalah maka pelaku harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 193 ayat (1) KUHAP sesuai dengan rasa kemanusiaan, rasa keadilan dan kepastian hukum.

Adapun hal-hal yang memberatkan adalah Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme, hal-hal yang meringankan adalah Terdakwa mengakui secara terus terang perbuatannya dan berlaku sopan selama persidangan.

Mengingat Pasal 12 huruf a Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Terdakwa I OK Arya Zulkarnaen dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- (duaratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan kurungan.

Terdakwa I ditetapkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 5.935.034.500,- (Lima Milyar Sembilan Ratus Tiga Puluh Lima Juta Tiga Puluh Empat Ribu Lima Ratus Rupiah) yang merupakan sisa dan uang yang diterima Terdakwa I yang belum dikembalikan dan apabila Terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.

Putusan Pengadilan Negeri tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pemberantasan korupsi di Indonesia. Mengingat fakta-fakta yang telah diperoleh dipersidangan baik dari keterangan saksi maupun keterangan yang diberikan oleh ahli telah cukup untuk memberikan hukuman maksimal kepada OK Arya Zulkarnaen. Mengingat terdakwa juga merupakan seorang penyelenggara negara seharusnya juga dikenakan Pasal 5 ayat (2) Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan penyelenggara negara dalam Pasal ini adalah penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi. Pengertian penyelenggara negara tersebut berlaku pula untuk pasal-pasal berikutnya dalam undang-undang ini meliputi pejabat negara pada Lembaga Tertinggi Negara, pejabat negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim, pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara yuridis yang dimaksud dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana adalah menggunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana tersebut diluar dari maksud pemberian kewenangan, kesempatan atau sarana itu. Terdakwa I OK. Arya Zulkarnaen benar menjabat sebagai Bupati Batubara, membuat daftar calon pelaksana barang/jasa untuk proyek di lingkungan Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara TA 2017 dengan memasukkan nama Maringan Situmorang sebagai salah satu calon pelaksana pengadaan barang/jasa dan mengkoordinir proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Batubara TA 2017 serta menawarkan kepada para calon penyedia barang/jasa untuk mengerjakan proyek-proyek tersebut dengan kewajiban memberikan fee kepada Terdakwa I OK. Arya Zulkarnaen

(6)

C. Penutup

Tindak pidana korupsi dalam bentuk penyuapan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi harus memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang. Seseorang dapat dimintakan pertanggung jawabannya apabila terdapat unsur melawan hukum serta tidak adanya alasan pemaaf dan unsur kesalahan haruslah dapat terpenuhi dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pada perkara No.12/Pid.Sus.TPK /2018/PN.Medan, terdakwa OK. Arya Zulkarnaen, telah terbukti memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu adanya kesalahan, terdakwa mampu bertanggung jawab dan tidak adanya alasan pemaaf pada diri terdakwa.

Memberikan supervisi dan dorongan bagi lembaga legislatif diberbagai daerah untuk meningkatkan pengawasan lebih diperketat agar kebijakan pemda di daerah masing-masing dapat lebih transparan dan lebih demokratis serta menghimbau kepada masyarakat untuk bersinergi dengan KPK, agar tidak ada celah/ kesempatan untuk melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penerapan asas tiada pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan dapat diterapkan secara positif dan diuraikan secara jelas pada pertimbangan-pertimbangan hakim maupun dasar penuntutan oleh jaksa. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam bentuk penyuapan pada kasus perkara No.12/Pid.Sus.TPK/2018/PN.Medan sebaiknya tidak hanya bergantung pada Pasal 12 huruf (a) tetapi Pasal 5 ayat (2) UUPTPK juga diterapkan, sehingga pelaku berpikir untuk melakukan tindak pidana tersebut.

Daftar Pustaka

Abduh, Rachmad. (2020). “Dampak Sosial Tenagakerja Asing (TKA) Di Indonesia”, Sosek: Jurnal Sosial dan Ekonomi 1, No. (1).

Asmadi, Erwin. (2020). “Perlindungan Hukum Bagi Anak Sebagai Saksi dalam Pemeriksaan Perkara Pidana”, Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum 1, No. (2).

Huda, Chairul. (2006). Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Prenada Media, Jakarta.

Ibrahim, Johny. (2007). Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, UMM Press, Malang.

Kansil, C. S. T. (2004). Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta.

Kanter, E.Y, dan Sianturi,S.R. (2002). Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta.

Kholis, Efi Laila. (2010). Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi, Solusi Publishing, Jakarta.

Ramadhani, Rahmat dan Rachmad Abduh. (2021). “Legal Guarantee for the Land Registration Process during the Covid-19 Pandemic”, Budapest International Research and Critics Institute-Journal 4, No. 1.

Ramadhani, Rahmat dan Ummi Salamah Lubis. (2021). “Opportunities and Challenges for the Badan Pertanahan Nasional (BPN) in Handling Land Cases in the New Normal Era”, Legality: Jurnal Ilmiah Hukum 29, No. 1.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2003). Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat.

Cetakan Keenam, Jakarta: RadaGrafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk elemen tangga perlu kiranya dipasang nosing anti slip pada tiap anak tangga dan adanya ubin peringatan pad awal anak tangga. Sebaiknya lebar dan tinggi riser

Menyatakan bahwa skripsi “THE ASSOCIATION BETWEEN HEDONIC SCORE AND PREFERENCE CHOICE IN FORMULATING CONSUMER BASED SENSORY CHARACTERISTIC OF GEPLAK WALUH” merupakan

pendidikan masyarakat Indonesia yang semakin lama semakin tinggi dan sedikitnya ilmu yang dapat diserap oleh para pelajar di sekolah menyebabkan menjamurnya

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya perilaku minum tuak antara lain pertama faktor kebiasaan, kedua faktor kemauan sendiri, ketiga

Berdasarkan hasil penelitian ini berat kering total dan berat kering tajuk yang diberi perlakuan mikoriza tidak berbeda nyata dengan tanpa mikoriza, sedangkan pada berat

Beberapa komponen RPP yang dikembangkan Guru kurang sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 yaitu kesesuaian indikator dengan KI dan KD, materi remedial dan

[r]

Oleh karena sindrom koroner akut merupakan salah satu penyebab kematian di dunia dan di Indonesia serta besarnya pengaruh perubahan kadar lipid darah terhadap penyakit