• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA ACTIVE COPING DENGAN STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA ACTIVE COPING DENGAN STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA ACTIVE COPING DENGAN STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI

ANAK RETARDASI MENTAL

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

Oleh:

RINI PRATIWI 03 320 238

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2007

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA ACTIVE COPING DENGAN STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI

ANAK RETARDASI MENTAL

Telah Disetujui Pada Tanggal

________________________

Dosen Pembimbing Utama

(Mira Aliza Rachmawati S.Psi.,M.Psi)

(3)

HUBUNGAN ANTARA ACTIVE COPING DENGAN STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI

ANAK RETARDASI MENTAL

Rini Pratiwi Mira Aliza Rachmawati

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara active coping dengan stres pengasuhan. Hipotesis awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara active coping dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental. Semakin tinggi active coping maka stres pengasuhan ibu yang memiliki anak retardasi mental akan semakin rendah, sebaliknya semakin rendah active coping maka stres pengasuhan ibu yang memiliki anak retardasi mental akan semakin tinggi

Subjek dalam penelitian ini adalah 45 orang ibu-ibu yang memiliki anak retardasi mental yang menyekolahkan anaknya di SLB N Pembina Yogyakarta. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah teknik sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun skala yang digunakan adalah skala stres pengasuhan mengacu pada teori stres pengasuhan Abidin (Ahern, 2004) dan skala active coping yang mengacu pada aspek – aspek yang dikemukakan oleh Ayers, Sandler, West

& Roosa (Ruffalo, 1998).

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara active coping dengan stres pengasuhan. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = - 0,668 p = 0,000 (p<0,001) yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara active coping dengan stres pengasuhan. Jadi hipotesis penelitian diterima.

Kata Kunci : Active coping, Stres Pengasuhan

(4)

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Memiliki anak yang normal baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikaruniai anak yang normal dalam hal ini mengalami retardasi mental. Menurut Kabid Dikdas Dinas Pendidikan DIY (Kedaulatan rakyat, 2007) terdapat sebanyak

± 3000 anak berkebutuhan khusus usia 4-15 tahun yang sudah bersekolah di 58 SLB yang tersebar di Yogyakarta. Jumlah anak retardasi mental yang sudah bersekolah di SLB yang tersebar di Yogyakarta tahun 2005/2006 ± 1928 orang.

Jumlah ini belum termasuk yang tidak di sekolahkan orangtuanya di SLB ataupun yang tidak terdata sama sekali.

Hasil dari wawancara tanggal 21 November 2006 yang dikemukakan ibu S yang memiliki anak retardasi mental sambil menangis mengatakan sudah merasa lelah merawat anaknya karena menurut ibu S anaknya sulit untuk diatur dan tidak bisa melakukan kegiatan sehari-harinya sendiri. Anaknya juga membutuhkan perhatian yang lebih dibandingkan anaknya yang lain, ibu S juga pernah mencoba meninggalkan anaknya karena takut akan masa depan serta pengasuhan anaknya jika dia sudah tidak ada.

Reaksi umum yang terjadi pada orang tua pertama kali adalah merasa kaget, mengalami goncangan batin, takut, sedih, kecewa, merasa bersalah, menolak atau marah-marah karena sulit untuk mempercayai kenyataan retardasi mental anaknya. Kondisi tersebut memicu tekanan dan kesedihan terhadap orangtua, khususnya ibu sebagai figur terdekat dan umumnya lebih banyak

(5)

berinteraksi secara langsung dengan anak. Banyak orangtua mempunyai pengertian terbatas mengenai proses tumbuh kembang anak, membuat para orangtua cemas dan membawa anaknya ke dokter dan rumah sakit (Notosoedirjo

& Latipun, 2002). Kondisi anak retardasi mental akan menambah kesulitan yang dihadapi orangtua meliputi perhatian penuh orangtua dalam perawatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Seorang ibu yang memiliki anak retardasi mental merasakan kekecewaan, tertekan, sedih dan putus asa terhadap kehadiran anaknya.

Banyaknya beban yang dirasakan ibu sebagai figur terdekat anak retardasi mental dalam mengasuh akan menyebabkan stres pengasuhan. Kondisi stres ibu yang memiliki anak retardasi mental akan mengalami gangguan dalam proses pengasuhan karena pengalaman menjadi seorang ibu dalam mengasuh anaknya memunculkan reaksi-reaksi psikologis yang positif maupun negatif yang mendalam. Hal ini sesuai dengan model stres pengasuhan Abidin (Ahern, 2004) yang mengatakan bahwa stres mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, pada pokoknya menjelaskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak-anak mereka.

Berbagai macam tanggungjawab ibu baik pada saat sekarang maupun terhadap masa depan anak retardasi mental akan menambah tekanan dan goncangan yang dialami individu. Stres pengasuhan yang dialami ibu anak retardasi mental akan berpengaruh pada tanggungjawab ibu dalam merawat anaknya. Hal ini akan berakibat buruk dalam pengasuhan ibu karena stres yang dialami seseorang seringkali tidak memiliki perilaku sehat positif. Stres

(6)

pengasuhan juga akan menghambat pekerjaan yang biasa dilakukan sehari-hari bahkan menghambat pertumbuhan individu dalam kehidupannya.

Tekanan yang dirasakan oleh orangtua karena tidak mengetahui bagaimana cara penanganan atau pengasuhan anak yang mengalami retardasi mental secara efektif (Maramis, 1994). Oleh sebab itu untuk membuat keadaan menjadi lebih nyaman di butuhkan cara untuk mengurangi stres pengasuhan yang sesuai dengan kondisi yang dialami ibu yang memiliki anak retardasi mental.

Menurut Johnston dkk (2003) salah satu faktor internal merupakan faktor dalam diri individu sendiri yang berperan mempengaruhi stres adalah coping skills. Coping melibatkan cakupan yang lebih luas dari potensi strategi, keterampilan dan kemampuan yang efektif dalam mengelola peristiwa stres dalam hal ini stres pengasuhan. Strategi coping yang digunakan untuk mengurangi stres pengasuhan yang dialami ibu yang memiliki anak retardasi mental yaitu active coping. Carver, Scheider & Weintraub (1989) berpendapat active coping yaitu proses pengambilan langkah-langkah secara aktif dengan mencoba mencari cara untuk mengatasi pengaruh dari sumber tekanan. Alasan pemilihan active coping karena berbagai aspek di dalam active coping terfokus pada pola perilaku dan kognitif sebagai langkah aktif dalam mengurangi beban yang dihadapi ibu yang memiliki anak retardasi mental dalam proses pengasuhan yang berkelanjutan. Pola coping ini diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul misalnya kurangnya pengetahuan dan informasi ibu mengenai anak retardasi mental sehingga membutuhkan langkah aktif seperti perencanaan terhadap perawatan dan penanganan anak retardasi mental

(7)

sehingga ibu tidak merasa putus asa terhadap masa depan anaknya yang yang bisa di antisipasi lebih awal. Sejalan dengan perencanaan diatas ibu bisa lebih memiliki pemikiran dan tindakan yang positif dan menjadi lebih optimis terhadap anak retardasi mental ini dengan bimbingan ibu dan tenaga profesional akan bisa berfungsi terhadap kehidupan anak retardasi mental dengan lebih baik.

Active coping ini digunakan ibu yang memiliki anak retardasi mental untuk lebih berpikir secara aktif dalam menangani masalah yang dihadapinya secara langsung pada pokok permasalahan yang dihadapi. Oleh sebab itu perlu dibuktikan secara empirik mengenai permasalahan pada penelitian ini yaitu Apakah ada hubungan antara active coping dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara active coping dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, seperti:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, seperti:

(8)

1. Secara teoritis

Penelitian tentang hubungan antara active coping dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental ini akan memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, psikologi klinis dan psikologi sosial serta cabang ilmu psikologi lainnya yaitu psikologi keluarga.

2. Secara Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan kepada para orangtua terutama ibu yang memiliki anak retardasi mental untuk berusaha dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang tidak dapat dirubah ini sebagai anugerah yang ditakdirkan Tuhan. Melalui active coping akan terbukanya pemikiran para ibu yang memiliki anak retardasi mental terhadap aspek-aspek baru dan pengalaman baru serta mengubah cara pandang ibu terhadap kondisi anak retardasi mental yang menjadi pedomannya dalam mendidik anaknya dengan baik tanpa perlu mengalami stres pengasuhan yang berlebihan dalam merawat dan ketakutan akan perkembangan masa depan anak retardasi mental

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

Stres pada Ibu yang memiliki Anak Retardasi Mental

Model parenting stress Abidin (Ahern, 2004) memberikan perumpamaan bahwa stres mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, pada pokoknya menjelaskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak-anak mereka. Menurut Patterson, DeBaryshe & Ramsey ((Ahern, 2004) mengatakan stres pengasuhan yaitu stres memberikan peranan dalam gangguan praktek pengasuhan dan tidak berfungsinya manajemen keluarga.

Kondisi anak yang tidak normal membuat orangtua mengalami kekhawatiran misalnya masalah finansial, kesempatan yang terbentang di depan anaknya serta realitas yang akan dihadapi anak pada saat dewasa kelak. Ibu sebagai figur terdekat anak seringkali merasa khawatir dengan masalah emosional yang akan muncul dalam kemampuan menyediakan kebutuhan untuk anaknya. Ketakutan-ketakutan serta kecemasan-kecemasan semacam ini tak jarang memicu perceraian orangtua anak retardasi mental. Hal ini sesuai dengan penelitian Block (Mangunsong, 1998) bahwa masalah perkawinan, bunuh diri, dan alkoholisme lebih banyak muncul dalam keluarga yang memiliki anak yang tidak normal.

Model stres pengasuhan Abidin (Ahern, 2004) memberikan perumpamaan bahwa stres mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, pada pokoknya menjelaskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak-anak mereka. Model ini tentang pengasuhan orang tua yang dicerminkan dalam aspek-aspeknya meliputi :

(10)

1. The Parent Distress

Menunjukkan pengalaman perasaan stres orangtua sebagai sebuah fungsi dari faktor pribadi dalam memecahkan personal stres lain yang secara langsung dihubungkan dengan peran orangtua dalam pengasuhan anak.

Tingkat stres ini berhubungan dengan karakteristik individu yang mengalami gangguan. Indikatornya meliputi Feelings of competence, Sosial isolation, Restriction imposed by parent role, Relationships with spouse, Health of parent, Parent depression.

2. The Difficult Child

Menghadirkan perilaku anak yang sering telibat dalam mempermudah pengasuhan atau malah lebih mempersulit karena orangtua merasa anaknya memiliki banyak karakteristik tingkah laku mengganggu.

Indikatornya meliputi Child adaptability, Child demands, Child mood, Distractability.

3. The Parent-Child Dysfunctional Interaction

Stres disini menunjukkan interaksi antara orangtua dan anak yang tidak berfungsi dengan baik yang berfokus pada tingkat penguatan dari anak terhadap orangtua serta tingkat harapan orangtua terhadap anak.

Indikatornya meliputi Child reinforced parent, Acceptability of child to parent, Attachment

(11)

Active Coping

Moss & Billing (Besser & Priel, 2003) mengatakan active coping terdiri dari strategi termasuk didalamnya usaha berupa perilaku yang dihadapi secara langsung dengan tantangan dan usaha untuk mengatasi penilaian individu terhadap suatu peristiwa. Menurut Ayers, Sadler, West & Roosa (Ruffalo, 1998) active coping melibatkan pemecahan masalah dan kognisi yang positif terhadap situasi yang penuh dengan tekanan.

Menurut Ayers, Sandler, West & Roosa (Ruffalo, 1998) tanggapan individu terhadap active coping yaitu :

a. Cognitive decision making, yaitu berpikir atau merencanakan langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan dengan cara mencari jalan yang terbaik.

b. Direct problem solving, yaitu usaha yang dilakukan untuk memperbaiki situasi yang menimbulkan masalah dengan berbuat sesuatu untuk menjadikan keadaan lebih baik.

c. Seeking understanding, yaitu usaha untuk menemukan apa makna dari masalah yang sedang dihadapi atau mencoba lebih mengerti permasalahan tersebut dengan lebih baik.

d. Positive cognitive restructuring, yaitu berpikir dengan lebih positif dalam melihat masalah sehingga dapat lebih optimis tentang masa depan dan mampu untuk mengontrol masalah apapun yang terjadi.

(12)

Hubungan Antara Active Coping Dengan Stres Pada Ibu Yang Memiliki Anak Retardasi Mental

Kehadiran anak retardasi mental membawa pengaruh di dalam kehidupan keluarga terutama ibu sebagai figur terdekat anak. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa penanganan anak retardasi mental merupakan resiko psikiatri keluarga. Beckman, Dyson, Rodriguez & Murphy (Lam & Mackenzie) mengindikasikan bahwa orangtua anak dengan berbagai gangguan (ketidakmampuan) lebih mengalami stres pada tingkatan yang tinggi dibandingkan orangtua anak yang normal.

Tekanan yang dirasakan oleh orangtua karena tidak mengetahui bagaimana cara penanganan atau pengasuhan anak yang mengalami retardasi mental secara efektif (Maramis, 1994). Oleh sebab itu untuk membuat keadaan menjadi lebih nyaman di butuhkan cara untuk mengurangi stres pengasuhan yang sesuai dengan kondisi yang dialami ibu yang memiliki anak retardasi mental.

Proses yang digunakan oleh individu untuk menangani tuntutan yang menimbulkan stres adalah coping (kemampuan menangani masalah). Strategi coping yang digunakan untuk mengurangi stres yang dialami ibu yang memiliki anak retardasi mental salah satunya adalah active coping. Carver, Scheider &

Weintraub (1989) berpendapat active coping yaitu proses pengambilan langkah- langkah secara aktif dengan mencoba mencari cara untuk mengatasi pengaruh dari sumber tekanan. Coping merupakan usaha untuk mengontrol, mengurangi, berusaha untuk bertoleransi terhadap ancaman yang mendorong ke arah stres.

Halonen & Santrock (1999) juga menambahkan bahwa coping melibatkan

(13)

cakupan yang lebih luas dari potensi strategi, keterampilan dan kemampuan yang efektif dalam mengelola peristiwa stres.

Hasil penelitian Seltzer, Greenberg, Krauss (1995) yaitu terjadi penurunan gejala depresi yang signifikan ketika para ibu yang memiliki anak retardasi mental menggunakan active coping. Hal ini di karenakan active coping memiliki hubungan negatif dengan gejala depresi dengan mengabaikan sumber stres yang dialami oleh para ibu. Strategi ini dianggap sebagai hal yang positif, dengan menggunakan strategi ini individu dapat mulai bekerjasama dengan tindakan yang mempunyai potensi untuk merubah situasi yang penuh dengan stres atau dapat mempertimbangkan dan memperoleh hikmah yang penting dari situasi tersebut. Strategi ini menandai adanya suatu usaha untuk menguasai atau menggunakan kendali terhadap peristiwa yang penuh dengan stres dan untuk menggunakan peristiwa yasng penuh dengan stres sebagai media untuk pertumbuhan pribadi. Melalui active coping, individu mampu untuk berpikir dengan lebih positif dalam melihat masalah sehingga dapat lebih optimis tentang masa depan dan mampu untuk mengontrol masalah apapun yang terjadi.

METODE PENELITIAN Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki anak retardasi mental yang menyekolahkan anaknya di SLB N Pembina Yogyakarta.

(14)

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode pengisian skala yaitu skala stres pada ibu yang memiliki anak retardasi mental dan skala active coping.

1. Skala Stres Pengasuhan

Skala pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Stres Pengasuhan. Skala disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh model teori parenting stress Abidin (Ahern, 2004) yaitu the parent distress, the difficult child, the parent-child dysfunctional interaction

Pola dasar pengukuran skala stres pengasuhan ini mengikuti pola Metode Skala Likert. Pilihan jawaban memiliki 5 alternatif yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai total keseluruhan akan menunjukkan skor stres pada ibu yang memiliki anak retardasi mental. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi stres pengasuhan dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah stres pengasuhan

2. Skala Active Coping

Skala kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala active coping. Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Ayers, Sandler, West & Roosa yaitu cognitive decision making, direct problem solving, seeking understanding, dan positive cognitive restructuring.

Pola dasar pengukuran skala active coping ini mengikuti pola Metode Skala Likert. Pilihan jawaban memiliki 5 alternatif yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai

(15)

(STS). Nilai total keseluruhan akan menunjukkan skor active coping subjek.

Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti active coping yang dimiliki subjek semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh berarti active coping yang dimiliki subjek semakin rendah.

Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan pada penelitian kali ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson untuk menguji hubungan antara active coping dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental dengan menggunakan analisis statistik SPSS 12.0 for windows.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis data deskriptif berdasarkan variabel serta seluruh data yang terkumpul dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1

Deskripsi Data Penelitian

Skor Hipotetik Skor Empirik Variabel X

max X

min Mean SD X max

X

min Mean SD Stres

Pengasuhan 205 41 123 27,333 148 53 92,22 23,177 Active Coping 105 21 63 14 102 49 79,09 10,027

Pada penelitian ini uji hipotesis hubungan disyaratkan adanya uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Hasil uji normalitas membuktikan bahwa data active coping dan stres pengasuhan terdistribusi atau tersebar dengan normal. Dari hasil pengolahan data stres pengasuhan diperoleh

(16)

koefisien K-SZ = 0,514 dengan p = 0,954 (p>0,05) dan data active coping diperoleh K-SZ = 0,582 dengan p = 0,888 (p>0,05). Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa data stres pada ibu yang memiliki anak retardasi mental dan active coping terdistribusi atau tersebar dengan normal. Hasil uji linearitas juga menunjukkan bahwa hubungan antara active coping dengan stres pengasuhan bersifat linier atau mengikuti garis lurus, yang dibuktikan dengan diperolehnya F = 36,282 dengan p = 0,000.

Dari hasil pengolahan data active coping dengan stres pengasuhan diperoleh koefisien korelasi r = - 0,668 dan p = 0,000 (p<0,001). Hal ini berarti bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara active coping dengan stres pengasuhan. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan peneliti diterima.

Angka korelasi yang negatif menunjukkan bahwa memang terdapat hubungan negatif antar dua variabel. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi active coping maka stres pengasuhan ibu yang memiliki anak retardasi mental akan semakin rendah, sebaliknya semakin rendah active coping maka stres pengasuhan ibu yang memiliki anak retardasi mental akan semakin tinggi

Hasil analisis juga menunjukkan koefisien determinasi (R squared) variabel stres pengasuhan dengan active coping sebesar 0,447. Dengan demikian sumbangan efektif active coping terhadap tingkat stres pada ibu yang memiliki anak retardasi mental sebesar 44,7% sedangkan 55,3% sumbangan lainnya dipengaruhi oleh variabel lain.

Adanya hubungan antara active coping dengan stres pengasuhan sesuai dengan pendapat Rathus (1991) bahwa kondisi stres yang dialami individu dapat dikurangi dengan cara meramalkan (predictability) stressor yang akan muncul

(17)

yaitu melalui strategi coping yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

Hal ini juga sejalan dengan Passer & Smith (2001) bahwa faktor protective terhadap kemampuan individu untuk berhasil dalam mengatasi stres adalah penentuan strategi coping yang efektif. Johnston dkk (2003) yang menemukan bahwa para ibu anak down syndrome mempunyai adaptasi yang sehat dan mekanisme coping sehingga dapat mengurangi stres pengasuhan. Coping lebih banyak berhubungan dengan perilaku anak yang bermasalah pada down syndrome.

Sarafino (1994) menyebutkan bahwa pada usia tengah baya individu lebih banyak mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaan, keuangan, keluarga dan teman. Coping yang mengarahkan kepada tindakan langsung (direct action) dimungkinkan adalah strategi coping yang lebih efektif terhadap berbagai stressor yang di hadapi individu. Hal ini didukung oleh pendapat Burger (Posella, 2004) bahwa active coping digunakan untuk mengurangi kecemasan yang berhubungan dengan masalah yang sebenarnya memang terjadi di dalam kehidupan individu, oleh karena itu berhadapan dengan stres secara aktif akan membantu individu dari masalah.

Kategorisasi stres pengasuhan sebagian besar berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa ibu-ibu yang memiliki anak retardasi mental umumnya mampu mengatasi stres pengasuhan yang dialami dan dapat menjalani kehidupan seperti biasannya meskipun mereka mengalami tekanan dalam pengasuhan anak retardasi mental. Kategorisasi stres ibu yang memiliki anak retardasi mental yang tergolong rendah dan sedang ternyata sebagian merupakan hasil sumbangan variabel active coping yang sebagian besar subjek

(18)

berada pada kategori tinggi. Rendahnya skor empirik daripada skor hipotetik variabel stres pada ibu yang memiliki anak retardasi mental menunjukkan bahwa tingkat stres subjek berada pada kategori lebih rendah dari yang diperkirakan, hal ini juga diikuti dengan tingginya active coping yang dimiliki subjek karena mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik

Selain pengujian terhadap hipotesis, peneliti juga mencoba melihat lebih jauh dengan melakukan analisa tambahan mengenai perbedaan stres pada ibu yang memiliki anak retardasi mental berdasarkan status pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukannya perbedaan stres pada ibu yang memiliki anak retardasi mental berdasarkan status pekerjaan yaitu ibu yang bekerja dan tidak bekerja. Hasil penelitian Mulyatiningsih (Andromeda, 2006) juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan pengendalian stres pada wanita yang bekerja dan tidak bekerja (ibu rumah tangga). Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan stres antara ibu yang bekerja di luar rumah maupun ibu yang bekerja di rumah di karenakan kedua-duanya akan sama-sama merasakan permasalahan di dalam kehidupan rumah tangganya.

Kondisi stres yang dialami sebenarnya tergantung dari bagaimana cara individu menanggapi stressor yang muncul, salah satunya dengan melibatkan faktor internal individu seperti coping.

Analisis tambahan selanjutnya menunjukkan bahwa sumbangan efektif aspek active coping yang paling berpengaruh atau merupakan prediktor terhadap stres pengasuhan adalah aspek positive cognitive restructuring dan direct problem solving dengan nilai R Scuare sebesar 47, 9 %. Positive cognitive restructuring menunjukkan penilaian dan kontrol diri yang positif dari individu

(19)

terhadap permasalahan yang dihadapi sedangkan direct problem solving adalah tindakan yang dilakukan individu untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.

Oleh karena itu perpaduan antara positive cognitive restructuring dan direct problem solving merupakan prediktor dari active coping yang melibatkan langkah aktif individu baik perilaku maupun kognitif.

Masih banyak lagi hal-hal yang perlu di bahas di dalam penelitian ini terutama variabel-variabel lain yang ikut mempengaruhi variabel stres pengasuhan khususnya pada ibu yang memiliki anak retardasi mental baik faktor internal maupun eksternal misalnya self efficacy, resliliensi yang melibatkan pembatasan pada usia ibu maupun usia anak retardasi mental, significant person anak retardasi mental misalnya pengasuh, kakek-nenek juga sebagai pengasuh, serta variabel lainnya. Penelitian kali ini tidak membahas variabel-variabel tersebut, oleh sebab itu disarankan penelitian-penelitian selanjutnya dapat mengangkat topik tersebut atau bahkan mencari topik-topik lain untuk memperkaya referensi tentang stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental. Setelah dilakukan penelitian, peneliti melihat ada beberapa kelemahan di dalam penelitian ini yaitu tentang karakteristik maupun latar belakang subjek terutama usia dan pendidikan yang tidak di batasi oleh peneliti, kurangnya pengawasan terhadap pengisian skala penelitian, metode pengambilan data juga yang tidak menggunakan tryout tetapi menggunakan try- out terpakai yang hanya dilakukan satu kali pengambilan data.

(20)

PENUTUP Kesimpulan

Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa active coping memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan stres pengasuhan. Adanya hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar – 0,668 dengan p= 0,000 atau p< 0,001. Semakin tinggi active coping maka stres pengasuhan ibu yang memiliki anak retardasi mental akan semakin rendah, sebaliknya semakin rendah active coping maka stres pengasuhan ibu yang memiliki anak retardasi mental akan semakin tinggi

Saran

Dalam penelitian ini tentunya masih ada beberapa kekurangan sehingga peneliti merasa perlu adanya saran – saran yang membangun yang ditujukan pada beberapa pihak supaya manfaat yang diperoleh lebih komprehensif dan aplikatif. Saran – saran tersebut ditujukan kepada :

1. Bagi Subjek Penelitian

Bagi subjek penelitian diharapkan memiliki active coping yang tinggi setidaknya dua aspek penting yang terbukti mempengaruhi stres pengasuahan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental. Sedangkan untuk kondisi stres pengasuhan yang sebagian besar rendah minimal dapat dipertahankan dengan cara menerapkan active coping dalam mengelola stres pengasuhan yang di alami. Hal yang bisa dilakukan adalah mencari berbagai informasi tentang tumbuh kembang anak, bisa menerapkan sikap optimis, positif thinking serta mampu mengontrol setiap permasalahan yang dialami.

(21)

2. Bagi Peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik dan ingin mengkaji tema stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel lain, seperti self efficacy, resiliensi dengan pembatasan pada usia ibu maupun usia anak retardasi mental, significant person anak retardasi mental misalnya pengasuh, kakek-nenek juga sebagai pengasuh, serta variabel lainnya. Diharapkan dengan semakin terungkapnya variabel – variabel tersebut, maka akan memperkaya referensi mengenai stres pengasuhan terutama pada ibu yang memiliki anak retardasi mental. Penelitian dengan metode yang lain seperti kualitatif dan menggunakan metode analisis yang mendetail seperti studi kasus sebaiknya juga bisa dilakukan jika ingin menggunakan variabel yang sama. Selain itu, diharapkan pada penelitian selanjutnya bisa menemukan teori yang baru yang relevan dengan subjek penelitian. Di harapkan juga peneliti memperhatikan karakteristik subjek yang di gunakan agar lebih spesifik serta jika di mungkinkan menggunakan try-out sebelum pengambilan data agar alat ukur lebih valid dan reliabel.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Ahern, S. L. 2004. Psychometric Properties of The Parenting Stress Index-Short Form. Thesis. Raleigh : Faculty of Psychology North Carolina State University

Andromeda, Y. 2006. Penerimaan diri Wanita Penderita Kanker Payudara ditinjau dari Kepribadian Tahan Banting (Hardiness) dan Status Pekerjaan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya

Astuti, P. D. C. 2003. Hubungan Kualitas Komunikasi dan Toleransi Stres dalam Perkawinan. Sukma, 1 November, Vol 2, No. 1, Hal 52-60

Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar

Besser, A., & Priel, B. 2003. Trait Vulnerability and Coping Strategies in the Transition to Motherhood. Current Psychology: Developmental, Learning, Personality, Social. Spring, Vol 22, Issue 1, 57-72

Carver, C.S., Scheier, M. F., & weitraub,J.K. 1989. Assessing Coping Strategies : A theoritically based approach. Journal of Personality and Social Psychology, Vol 56, No. 2, 267-283

Clifford et al. 1986. Mental Retardation a Life Cycle Approach. Columbus : Merril Publising Company

Gunarsa, D. S. 2006. Dari Anak Sampai Usia Lanjut : Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia

Halonen, J. S., & Santrock, J. W. 1999. Psychology : Context and Applications.

United States. Mc Graw Hill Companies

Johnston, C., & dkk. 2003. Factors Associated with Parenting Stress in Mothers of Children with Fragile X Syndrome. Developmental and Behavioral Pediatric, August, Vol 24, No. 4, 267-275

Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita : Mengenal Wanita Sebagi Ibu & Nenek.

Bandung : Penerbit Mandar Maju

(23)

Kedaulatan Rakyat. 2007. ...Selasa, 24 Juli 2007 Lam, W.L., & Mackenzie, E.A. 2002. Coping With a Child With Down Syndrome:

The Experiences of Mothers in Hong Kong. Qualitative Health Research, 2 Februari, Vol 12, No. 2, 223-237

Li-Tsang, et al. 2001. Success In Parenting Children With Developmental Disabilitie: Some Characteristics, Attitudes and Adaptive Coping Skills. The British Journal of Developmental Disabilities, July, Vol. 47, No. 93, 61-71

Mangunsong, F & dkk. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta : Lembaga Pengembangan Saranan Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia

Maramis, W.F. 1994. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Penerbit Airlangga University Press

Notosoedirjo M & Latipun. 2002. Kesehatan Mental : Konsep dan Penerapan.

Malang : Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang

Passer, W. M., & Smith, E.R. 2001. Psychology The Science of Mind and Behavior. Mc Graw Hill Companies

Raikes, H. A., & Thompson, R. A. 2005. Efficacy and Social Support as Predictors of Parenting Stress Among Families in Poverty. Infant Mental Health Journal, Vol. 26(3), 177– 190

Rathus, S.A., & Jefrey, S.N. 1991. Abnormal Psychology. New Jersey : Prentice Hall Engelwood

Ruffolo, F. 1998. Coping Strategies and Well Being During Adolescence And Early Adulthood. Thesis. Department of Human Development and Applied Psychology Ontario lnstitute for Studies in Education of the University of Toronto

Sarafino, E.P. 1994. Health Psychology ; Biopsychosocial Interaction 2nd. USA : John Willey & Sonc, Inc

Seltzer, M. M et al . 1995.A Comparison of Coping Strategies of Aging Mothers of Adults With Mental Illness or Mental Retardation. Psychology and Aging, March, Vol 10, No I, 64-75

Wenar, C & Kerig P. 2000. Developmental Psychopathology. Singapore : The Mc GrawHills companies, Inc

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Zonasi tempat hiburan malam dapat dengan mudah mengawasi dan mengontrol dampak negatif yang ditimbulkan dari penyelenggaraan tempat-tempat hiburan malam seperti diskotik,

Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2009 memuat berbagai data tentang kesehatan, yang meliputi derajat kesehatan, upaya kesehatan, dan sumber daya

a) Menumbuhkembangkan keberanian pada Anak-anak; upaya yang dimaksud adalah untuk membiasakan pada anak-anak sejak diri untuk berani menolak apabila ada seseorang yang memperlakukannya

Tuntutan ini ditujukan kepada sekelompok mukallaf (orang dewasa yang memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum). Dengan redaksi lain dapat dikemukakan bahwa

Dari berbagai permaslahan yang telah diidentifikasikan di atas, ternyata sangatlah kompleks, sehingga peneliti hanya membatasi masalah yang akan diteliti hanya pada

Praktikan dipercaya untuk melakukan penanganan pada telepon masuk pada PT. Innovasi Sarana Grafindo, karena dalam bidang Customer.. Service dan Telemarketing

Adapun implikasi dalam penelitian ini yaitu dengan penggunaan Bahan Ajar Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Berbasis Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

Kebijakan ini meliputi kebijakan-kebijakan jangka pendek bagi UMKM yakni pengenalan teknologi digital dan pelatihan bagi para pelaku dan pekerja UMKM serta