PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA DENGAN SISTEM PEMERINTAHAN INGGRIS
Luh Putu Nova Andriya Pangestuning Gusti1
140710101469
Setiap negara memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan negara masing-masing. Sistem pemerintahan merupakan serangkaian atau kesatuan cara untuk mengatur negara di dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Rangkaian tersebut menghubungkan tugas dan wewenang antara fungsi-fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagai lembaga negara. Menurut Jimly Asshiddiqie, sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu sistem yang menghubungkan antar lembaga-lembaga negara. Sedangkan Sri Soemantri2, mengartikan sistem pemerintahan adalah hubungan antara lembaga legislatif dan
eksekutif.
Sependapat dengan Jimly Asshiddiqie, Donald A. Rumokoy3 mengemukakan bahwa
sistem pemerintahan itu membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang mejalankan kekuasaan negara itu dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan merupakan suatu cara untuk menghubungkan lembaga-lembaga negara dalam melaksanakan tugas yang telah diamanatkan agar tujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan kepentingan negara dapat terwujud.
Berdasarkan sifat hubungan antara lembaga-lembaga negara, terdapat tiga macam sistem pemerintahan. Pertama, Sistem Pemerintahan Presidensial, adalah sistem pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan Presiden. Presiden berperan sebagai kepala pemerintahan yang memiliki hak dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang berkaitan dengan negara. Alan R. Ball menamakan sistem pemerintahan presiden itu sebagai the presidential type of government, sedangkan C.F. Strong memberi nama the non parliamentary atau fixed executive.4 Kedua, Sistem Pemerintahan Parlementer, adalah
kekuasaan di dalam menjalankan sistem pemerintahan berada di tangan parlemen, dengan dikepalai oleh Perdana Menteri. Alan R. Ball menamakan sistem pemerintahan parlementer
1 Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Jember
2 Cora Elly Noviati, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan, Jurnal Konstitusi, Vol 10, No. 2, Juni 2013, hlm. 337.
3 Donald A. Rumokoy, Praktik Konvensi Ketatanegaraan di Indonesia- kajian
perbandingan di Inggris, Amerika Serikat dan Belanda, Media Prima Aksara, Jakarta, 2011, hlm. 202.
4 Sri Soemantri, Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, Tarsito, BAndung, 1976, hlm. 47
itu dengan sebutan the parliamentary types of govermen,5 sedangkan C.F. Strong memberi
istilah the parliamentary executive.6 Ketiga, Sistem Pemerintahan Referendum atau disebut
dengan sistem semi-presidensial merupakan perpaduan dari sitem presidensial dan parlementer. Menurut Rod Hague dan Martin Harrop:7
Semi-Presidential government combines an elected Presiden performing political tasks with a prime minister who heads a cabinet accountable to parliament. The prime minister, usually appointed by the Presiden, is reponsible for day-to-day domestic government (including relation with the assembly) but the Presiden retains an oversight role, responsibility for foreign affairs, and can usually take emergency powers.
Sistem pemerintahan setiap negara di dunia berbeda-beda menyesuaikan keinginan dan keadaan bangsa dan negaranya. Perbedaan tersebut membuat suatu negara dapat mengadakan perbandingan sistem pemerintahan negaranya dengan negara lain. Sehingga negara dapat mengetahui persamaan dan perbedaan sistem pemerintahan negara lain, serta dapat mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap baik dari sebelumnya setelah melakukan perbandingan sistem pemerintahan. Adapun perbandingan sistem pemerintahan bertujuan untuk mengadopsi sistem pemerintahan negara lain yang dianggap sesuai dengan kondisi dan kebutuhan negara pengadopsi.
Sistem Pemerintahan Indonesia tidak terlepas dari hasil mengadakan perbandingan sistem pemerintahan dengan negara lain. Indonesia menggunakan sistem pemerintahan presidensial, dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan Presiden. Seperti halnya tujuan suatu negara mengadakan perbandingan sistem pemerintahan, salah satunya adalah pengadopsian sistem pemerintahan. Indonesia banyak mengadopsi praktik-praktik pemerintahan di Amerika Serikat. Misalnya, pemilihan Presiden secara langsung dan mekanisme cheks and balance. Menurut Bagir Manan8 ciri-ciri Presidensiil dengan melihat
model Presiden Amerika Serikat yaitu, pertama, Presiden adalah pemegang kekuasaan tertiggi. Kedua, Presiden adalah penyelenggara pemerintahan yang bertanggung jawab, selain sebagai wewenang konstitusional yang bersifat prerogatif dan biasanya melekat pada jabatan kepala negara. Ketiga, Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat (kongres) karenanya tidak dapat dikenai mosi tidak percaya oleh congress. Keempat, Presiden tidak dipilih dan diangkat oleh congress. Dalam prakteknya langsung dipilih oleh rakyat,
5 Ibid, hlm. 47
6 I Made Pasek Diantha, Tiga Tipe Pokok Sistem Pemerintahan dalam Demkrasi Modern, Abardin, Bandung, 1990, hlm 23
7 Rod Hague dan Harrop, Comperative Government and Politics an Introduction, 5 ed,
Palgrave, New York, 2001, hlm. 245. 8 Cora, Op.cit, hlm. 338-339
walaupun secara formal dipilih oleh badan pemilih (electoral college). Kelima, Presiden memangku jabatan empat tahun (fixed) dan hanya dapat dipilih untuk dua kali masa jabatan berturut-turut. Keenam, Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya melalui
impeachment, karena melakukan pengkhianatan, menerima suap, melakukan kejahatan berat dan pelanggaran berat lainnya.
Meskipun Amerika Serikat dan Indonesia menggunakan sistem pemerintahan yang sama, terdapat variasi-variasi atau perbedaan antara keduanya yang menyesuaikan dengan kondisi perkembangan ketatanegaraan masing-masing negara. Sebab kedua negara tersebut memiliki kebiasaan dan adat istiadat yang berbeda, hal tersebut pula dapat mempengaruhi sistem pemerintahan yang dijalankan.
Berbeda dengan Sistem Pemerintahan Indonesia, Inggris sebagai tempat kelahiran Sistem Pemerintahan Parlementer, dimana kekuasaan pemerintahan berada di tangan parlemen sebagai pelaksana pemerintahan. Dalam sistem parlementer terdapat pemisahan antara jabatan kepala negara dengan kepala pemerintahan. Negara dikepalai oleh seorang Presiden, sedangkan pemerintahan dikepalai oleh seorang Perdana Menteri yang diangkat oleh menteri-menteri.
Sistem Parlementer dikuasai oleh Perdana Menteri sehingga kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan terdapat pengaruh-pengaruh besar dari Perdana Menteri. Dengan begitu parlemen dengan mudah dapat didominasi, sehingga kondisi yang demikian dapat dimanfaatkan untuk kaderisasi jabatan eksekutif. Artinya, jabatan di pemerintahan akan dipegang terus-menerus oleh seorang tokoh partai dari partai pemenang pemilu dan mendominasi kursi di parlemen. Dengan kata lain, tetap melestarikan tokoh-tokoh partai di kursi parlemen demi sebuah kepentingan politik.
Sesuai dengan kriteria yang dibuat oleh Kranenburg, bahwa dalam sistem parlementer terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif. Pengertian mempengaruhi adalah salah satu pihak memiliki kekuasaan (power) untuk menjatuhkan pihak lain dari jabatannya.9
Ada beberapa karakteristik Sistem Pemerintahan Parlementer, diantaranya, pertama, peran kepala negara hanya bersifat simbolis dan seremonial serta mempunya pengaruh yang sangat terbatas, kedua, cabang kekuasaan eksekutif dipimpin seorang perdana menteri atau kanselir yang dibantu oleh kabinet yang dapat dipilih dan diberhentikan oleh parlemen,
ketiga, parlemen dipilih melalui pemilu yang waktunya bervariasi, dimana ditentukan oleh
9 Umi Mar’atun, Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia, Forum Ilmu Sosial, Vol. 38, No. 1 Juni 2011, hlm. 76.
kepala negara berdasarkan masukan dari perdana menteri atau kanselir.10 Berdasarkan
karakteristik tersebut dapat dilihat bahwa posisi eksekutif (kabinet) lebih rendah dari parlementer. Posisi yang lemah tersebut, kabinet dapat meminta kepada kepala negara untuk membubarkan parlementer karena dinilai parlementer tidak representatif.
10 Abdul Ghofar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesa, Setelah Perubahan Denga Delapan Negara Maju, Kencana Perdana Media, Jakarta, 2009, hlm. 55.