• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju perpindahan kalor dan efektivitas dari sirip benda putar : kasus 1 dimensi, nilai k=k(T) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Laju perpindahan kalor dan efektivitas dari sirip benda putar : kasus 1 dimensi, nilai k=k(T) - USD Repository"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN EFEKTIVITAS

DARI SIRIP BENDA PUTAR

( KASUS 1 DIMENSI, NILAI k = k ( T ) )

NASKAH TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh:

Nama : Albert Andrianto NIM : 025214078

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

FINAL PROJECT

Presented as particial fulfillment of the requirement As to the Sarjana Teknik Degree

In Mechanical Engineering

By:

Albert Andrianto

025214078

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan sirip terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, efektivitas pada sirip pada keadaan tak tunak dengan sifat bahan yang berubah berdasarkan suhu, k = k(T).

Perhitungan distribusi suhu dari waktu ke waktu menggunakan metode beda hingga cara ekplisit. Sifat bahan seperti massa jenis ( ), kalor jenis (c) dianggap homogen dan tetap atau tidak berubah terhadap perubahan suhu. Adapun prosedur perhitungan yang pertama adalah mencari syarat batas pada benda yang bersentuhan dengan suhu lingkungan, yang kedua adalah menurunkan persamaan disetiap titik dan menentukan syarat stabilitasnya. Yang terakhir adalah memasukkan persamaan ke dalam microsoft excel, yang kemudian akan didapatkan hasil perhitungan dan tampilan dalam bentuk grafik.

(8)

vii

melimpahkan rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Romo Ir. Greg. Heliarko SJ.,S.S.,B.S.T.,M.A.,M.Sc., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ir. Petrus Kanisius Purwadi,M.T. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan tugas akhir.

3. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma atas semua ilmu yang telah diberikan sehingga sangat membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Seluruh staf pengajar dan karyawan di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma, yang telah membantu penulis selama kuliah hingga selesainya penyusunan tugas akhir ini. 5. Bapak, Ibu, Mas Alvi, Samsiah, Widi atas segala kesetiaan dalam

(9)

viii

6. Dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk moril maupun material hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini dan jauh dari kesempurnaan akibat keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karenanya segala kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga apa yang telah dicapai penulis dapat memberikan manfaat.

Akhir kata penulis berharap penyusunan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Yogyakarta, 25 Febuari 2008

(10)

ix

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

PERNYATAAN ………... v

INTISARI... vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR ISI………. ix

DAFTAR GAMBAR ...……… xii

DAFTAR TABEL ………...…. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ………....……… . 1

1.2.Batasan Masalah ....………....……… 4

1.2.1. Benda Uji...4

1.2.2. Model Matematika...5

1.2.3. Kondisi Awal...6

1.2.4. Kondisi Batas...6

1.2.5. Asumsi...6

1.3.Tujuan ………..………...……….……..7

1.4.Manfaat ………...………...… 8

(11)

x

2.2. Perpindahan Panas Konduksi ……….. 10

2.3. Konduktivitas Termal ……….. 12

2.4. Perpindahan Panas Konveksi ………...14

2.4.1. Perpindahan panas Konveksi Secara Alamiah atau Besas...16

2.4.2. Perpindahan Panas Konveksi Paksa...18

2.5. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi ………... 22

2.6. Laju Perpindahan Panas………. ..24

2.7. Efisiensi Sirip ……….. 25

2.10. Efektivitas Sirip ……….. ...25

BAB III PERSAMAAN NUMERIK BEDA HINGGA DI SETIAP NODE 3.1. Kesetimbangan Energi………..…. 27

3.2.1. Kesetimbangan Energi Pada Volume Control Sirip...28

3.2. Penerapan Metode Numerik pada Persoalan.………..…. .30

3.2.1. Persamaan Diskrit Untuk Node Pada Sirip...32

3.2.2. Syarat Stabilitas...37

3.3. Perhitungan luas penampang, luas selimut dan volume control pada benda putar ...38

3.3.1. Node Batas Kiri atau Dasar Sirip...39

3.3.2. Node Di Bagian Badan Sirip...41

3.3.3. Node Pada Ujung Sirip atau Batas Kanan...43

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Benda Uji dan Kondisi Lingkungan ………... 46

(12)

xi

4.5. Cara pengolahan Data ...49

BAB V HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Perhitungan……….. .51

5.1.1. Distribusi Suhu... ………...52

5.1.2. Laju Perpindahan Kalor...…… 55

5.1.3. Efektivitas...59

5.2. Pembahasan………..….. 62

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan ………...…...67

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Berbagai jenis muka sirip Gambar 1.2 : Bentuk sirip benda putar

Gambar 1.3 : Konduktivitas termal untuk beberapa zat padat Gambar 2.1 : Ilustrasi arah aliran kalor

Gambar 2.2 : Perpindahan panas konduksi pada plat Gambar 2.3 : Perpindahan panas konveksi pada dinding Gambar 2.4 : Silinder dalam arah silang

Gambar 3.1 : Kesetimbangan energi pada volume kontrol Gambar 3.2 : Volume kontrol pada sirip

Gambar 3.3 : Pembagian node pada sirip

Gambar 3.4 : Kesetimbangan energi pada volume kontrol di dalam sirip Gambar 3.5 : Kesetimbangan energi pada volume kontrol di ujung sirip Gambar 3.6 : Luas volume kontrol sirip

Gambar 3.7 : Luas selimut dan luas permukaan setiap volume kontrol pada sirip Gambar 3.8 : Node di bagian dalam sirip

Gambar 3.9 : Node pada ujung sirip atau batas kanan Gambar 4.1 : Benda uji dan kondisi lingkungan

Gambar 5.1 : Distribusi suhu variasi bahan sirip saat t=0 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

(14)

xiii h: 1000 W/m .°C

Gambar 5.4 : Distribusi suhu variasi bahan sirip saat t=20 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.5 : Distribusi suhu variasi bahan sirip saat t=30 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.6 : Distribusi suhu variasi bahan sirip saat t=40 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.7 : Distribusi suhu variasi bahan sirip saat t=50 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.8 : Laju perpindahan kalor variasi bahan sirip saat t=0 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.9 : Laju perpindahan kalor variasi bahan sirip saat t=5 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.10 : Laju perpindahan kalor variasi bahan sirip saat t=10 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.11 : Laju perpindahan kalor variasi bahan sirip saat t=20 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.12 : Laju perpindahan kalor variasi bahan sirip saat t=30 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

(15)

xiv

Gambar 5.14 : Laju perpindahan kalor variasi bahan sirip saat t=50 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.15 : Efektivitas variasi bahan sirip saat t=0 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.16 : Efektivitas variasi bahan sirip saat t=5 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.17 : Efektivitas variasi bahan sirip saat t=10 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.18 : Efektivitas variasi bahan sirip saat t=20 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.19 : Efektivitas variasi bahan sirip saat t=30 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.20 : Efektivitas variasi bahan sirip saat t=40 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.21 : Efektivitas variasi bahan sirip saat t=50 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.22 : Distribusi suhu variasi bahan sirip saat t=50 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

Gambar 5.14 : Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu variasi bahan, dengan nilai h: 1000 W/m2.°C

(16)

xv

Tabel 2.1 : Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan (k) pada 0 °C Tabel 2.2 : Konstanta untuk Persamaan 2.6

Tabel 2.3 : Konstanta untuk Perpindahan Kalor dari Silinder Tak Bundar Tabel 2.4 : Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h)

Tabel 5.1 : Persamaan Pendekatan Konduktivitas Termal k=k(T) Tabel 5.2 : Sifat – sifat bahan

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(18)

(J.P. Holman, 1997, hal 7) Gambar 1.1 Berbagai jenis muka bersirip

Beberapa penelitian tentang sirip yang pernah dilakukan diantaranya oleh Agustinus Riyadi dengan judul penelitian “Temperature Distribution of Unsteady State Fins”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan pengaruh variasi bentuk penampang dan variasi luas penampang lingkaran terhadap distribusi suhu, laju perpindahan kalor sesungguhnya yang dipindahkan sirip dan efisiensi sirip, pada keadaan tak tunak, dengan sifat bahan diasumsikan tetap. Hasilnya, untuk variasi luas penampang lingkaran, semakin besar diameternya semakin besar luas permukaannya dan juga semakin besar perpindahan kalor konveksi terhadap fluida lingkungannya.

(19)

3

perpindahan kalor, efisiensi, dan efektivitas sirip kerucut dengan diameter sebagai fungsi posisi pada keadaan tak tunak serta memvariasikan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h dan konduktivitas termal bahan k. Hasil yang didapat, semakin besar nilai konduktivitas termal bahan dan difusivitas termal bahan semakin kecil laju perpindahan kalor, efisiensi, dan efektivitas sirip kerucut.

Penelitian ini membahas proses perpindahan kalor pada sirip benda putar dengan variasi bahan sirip dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi, serta pengaruhnya terhadap distribusi suhu, laju perpindahan kalor dan efisiensi sirip pada keadaan tak tunak. Penyelesaian dari penelitian ini dikerjakan dengan menggunakan metode komputasi beda hingga cara eksplisit dan menggunakan simulasi Microsoft Excel. Penyelesaian model matematika yang sesuai untuk persoalan tersebut diatas relatif lebih kompleks dibandingkan dengan model matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan pada sirip keadaan tak tunak, dengan nilai k yang diambil tetap. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penentuan nilai konduktivitas termal (k) bahan yang merupakan fungsi temperatur, k = k(T) serta bentuk geometri yang

berupa sirip benda putar fungsi r =

) 50 (

1

+

(20)

L

T~,h

Suhu dasar ( Tb ) K= k ( T ) suhu awal

merata T = (Ti) 1.2 Perumusan Masalah

Sirip benda putar benda putar fungsi r =

) 50 (

1

+

x yang ujungnya terpotong

mula-mula mempunyai suhu awal Ti yang seragam. Secara tiba-tiba sirip benda

putar dengan fungsi r =

) 50 (

1

+

x yang ujungnya terpotong dengan konduktivitas

bahan (k) berubah terhadap perubahan suhu ( k=(T) ) tersebut dikondisikan pada lingkungan yang baru dengan suhu fluida (T~) dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h), dan pada keadaan tak tunak (unsteady state) atau berubah terhadap waktu. Persoalan yang harus diselesaikan adalah mencari nilai distribusi suhu, laju perpindahan kalor, efisiensi, dan efektivitas dari sirip pada proses pendinginan.

1.2.1 Benda Uji

Geometri Sirip benda putar fungsi r =

) 50 (

1

+

x yang ujungnya terpotong

seperti terlihat pada Gambar 1.2

(21)

5

1.2.2 Model Matematika

Model matematikanya berupa persamaan diferensial parsial, yang diturunkan dari kesetimbangan energi pada volume kontrol yang berada di dalam benda :

( )

( )

(

)

( )

t t x T dx dV c T

T dx dAs h x

t x T Ac T k

x x

∂ =

− −

∂ ∂ ∂

∂ , ,

~ ρ

untuk 0<x<L , t≥0...(1.1) Dari Gambar 1.3 dapat dilihat harga k untuk beberapa bahan.

(J.P. Holman, 1997, hal 9)

(22)

1.2.3 Kondisi Awal

Kondisi awal benda yang merupakan keadaan awal benda mempunyai suhu yang seragam atau merata sebasar T=Ti. Secara matematis dinyatakan dengan persamaan :

( ) ( )

x t T x Ti

T , = ,0 = ; 0 x L, t = 0………...( 1.2 )

1.2.4 Kondisi Batas

Pada persoalan yang ditinjau, semua permukaan sirip bersentuhan dengan fluida lingkungan yang mempunyai suhu T = T~ yang dipertahankan tetap dari

waktu ke waktu dan merata. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi ( h ) dari fluida lingkungan juga merata dan dipertahankan tetap dari waktu ke waktu.

Kondisi dasar sirip

( )

t Tb

T 0, = ; x = 0, t≥0………..(1.3) • Kondisi ujung sirip

(

)

t T V c x T A k T T A

h s i c

∂ ∂ =

∂ ∂ +

− ρ

~ ; x = L, t≥0………..(1.4) 1.2.5 Asumsi :

• Sifat benda (ρ,atauc) tetap dan merata.

• Selama proses, perubahan volume dan bentuk pada benda diabaikan • Tidak ada energi pembangkitan di dalam benda, q=0.

• Suhu fluida tetap dari waktu ke waktu dan merata sebesar T~.

• Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dari fluida tetap dari waktu ke waktu dan merata.

(23)

7

• Sifat bahan untuk konduktivitas termal k (W/m.°C) merupakan fungsi suhu, k = k (T).

Keterangan :

T(x,t) : suhu pada posisi x, saat t, oC T~ : suhu fluida, oC

Ti : suhu awal benda sirip pada volume kontrol posisi i, oC

Tb : suhu dasar sirip, oC

Ac : luas penampang sirip, m2

As : luas selimut sirip, m2

x V

∂ ∂

: perubahan volume terhadap perubahan jarak, m3/m

t : waktu, detik

x : posisi yang ditinjau dari dasar sirip, m : massa jenis sirip, kg/m3

c : kalor spesifik sirip, J/kg oC

h : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 oC

k(T) : koefisien perpindahan kalor konduksi berubah terhadap temperatur, W/m oC.

1.3 Tujuan

(24)

1.4 Manfaat

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat antara lain :

1. Dapat mengerti dan menghitung distribusi suhu dan laju perpindahan kalor pada sirip kasus 1 dimensi bentuk geometri benda putar dengan fungsi r =

) 50 (

1 +

x yang ujungnya terpotong dengan sifat bahan yang berubah

terhadap suhu k = k(T).

(25)

9

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Perpindahan Panas

Perpindahan panas (heat transfer) dapat didefinisikan sebagai perpindahan energi panas yang terjadi dari satu daerah ke daerah lain sebagai akibat dari adanya perbedaan suhu atau gradien suhu antara daerah-daerah atau material tersebut. Ilmu tentang perpindahan panas tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi panas dapat berpindah dari satu daerah ke daerah lain tetapi juga dapat meramalkan atau memprediksi laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Ilmu perpindahan panas dapat melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, karena ilmu termodinamika hanya dapat digunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah sistem dari suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang yang lain, tetapi tidak dapat meramalkan kecepatan perpindahan panas itu.

(26)

diperhatikan bahwa dalam hal perekayasaan untuk saling mengetahui pengaruh dari cara-cara perpindahan panas tersebut karena dalam prakteknya bila salah satu mekanisme mendominasi secara kuantitatif maka diperoleh penyelelesaian pengira-iraan (approximate solution) yang berguna dengan mengabaikan semua mekanisme kecuali cara perpindahan panas yang mendominasi tersebut. Namun perubahan kondisi lingkungan atau luar seringkali memerlukan perhatian satu atau dua mekanisme yang sebelumnya diabaikan.

Gambar 2.1: Ilustrasi arah aliran kalor

2.2. Perpindahan Panas Konduksi

Konduksi adalah suatu proses perpindahan panas dimana panas yang mengalir dari daerah yang mempunyai suhu yang tinggi ke daerah yang mempunyai suhu lebih rendah dalam satu medium (padat) atau dalam dua medium atau lebih yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam perpindahan panas konduksi, perpindahan energi panas terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar.

T

x Profil suhu

(27)

11

Energi berpindah secara konduksi dan laju perpindahan panas berbanding dengan gradient suhu normal. Seperti yang digambarkan pada Gambar 2.2., perpindahan panas konduksi pada plat.

Gambar 2.2. Perpindahan panas konduksi pada plat Persamaan perpindahan panas konduksi adalah :

x A k q ∂ Τ ∂ −

= . . ………..(2.1)

panas n perpindaha arah ke suhu gradien x m panas n perpindaha laju dengan lurus tegak penampang luas C m Watt bahan termal tas konduktivi k Watt panas n perpindaha laju q Keterangan o : ) ( : ) ( : ) ( : : 2 ∂ Τ ∂ Α

(28)

2.3. Konduktivitas Termal

Persamaan

x A k q

∆ ∆Τ −

= . . merupakan persamaan dasar tentang

konduktivitas termal. Berdasarkan atas rumusan

x A k q

∆ ∆Τ −

= . . , maka dapat

dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas pada suhu rendah, pengolahan analisis teori kinetik gas dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam percobaan.

Nilai konduktivitas termal berubah terhadap suhu, tetapi dalam perekayasaan perubahan cukup kecil sehingga diabaikan. Bahan yang mempunyai nilai konduktivitas termal tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang nilai konduktivitas termalnya rendah disebut isolator. Nilai konduktivitas termal beberapa bahan dapat dilihat dalam Tabel 2.1, pada umumnya nilai konduktivitas termal tersebut sangat tergantung pada suhu.

Tabel 2.1 : Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan (k) pada 0 °C

Bahan W m.oC Btuh.ft.oF

Logam

Perak (murni)

Tembaga (murni)

Alumunium (murni)

Nikel (murni)

Besi (murni)

Baja karbon, 1 %

Timbal (murni)

Baja krom-nikel (18% Cr, 8%Ni)

410

385

202

93

73

43

35

16,5

237

223

117

54

42

25

20,3

(29)

13

Bukan logam

Kuarsa (sejajar sumbu)

Magnesit

Marmar

Batu pasir

Kaca, Jendela

Kayu mapel atau ek

Serbuk gergaji Wol kaca Zat Cair Air-raksa Air Amonia

Minyak lumas, SAE 50

Freon 12, CCl2F2

Gas

Hidrogen

Helium

Udara

Uap air (jenuh)

Karbon dioksida

41,6

3,15

2,08 - 2,94

1,83 0,78 0,17 0,059 0,038 8,21 0,556 0,40 0,147 0,073 0,175 0,141 0,024 0,0206 0,0146 24 2,4 1,2-1,7 1,06 0,45 0,096 0,034 0,022 4,74 0,327 0,312 0,085 0,042 0,101 0,081 0,0139 0,0119 0,00844

(J.P.Holman, 1995, hal 7)

Dapat diperoleh bahwa jika aliran panas dinyatakan dalam watt, maka satuan konduktivitas termal itu adalah watt per derajat Celsius. Maka nilai konduktivitas termal untuk menunjukkan seberapa cepat laju panas dalam bahan tertentu. Dapat disimpulkan pula jika makin cepat molekul bergerak maka makin cepat pula energi yang diangkut.

(30)

elektron bebas yang bergerak dalam struktur kisi-kisi bahan maka elektron itu dapat mengantarkan muatan listrik dan dapat pula membawa energi termal dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang mempunyai suhu lebih rendah. Energi panas yang dipindahkan atau berpindah dengan cara getaran kisi tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Oleh sebab itu, penghantar listrik yang baik merupakan penghantar panas yang baik pula, contohnya perak, tembaga, alumunium, nikel dan besi.

2.4. Perpindahan Panas Konveksi

Perpindahan panas konveksi terjadi pada fluida bergerak seperti air, minyak atau angin dan terjadi perpindahan massa. Perpindahan panas konveksi merupakan perpindahan energi panas dengan kerja gabungan dari konduksi panas, yaitu penyimpanan energi dan gerakan campuran oleh fluida cair atau gas. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi dari permukaan benda padat ke fluida cair atau gas.

(31)

15

Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan benda padat yang mempunyai suhu tinggi ke fluida sekitarnya berlangsung dengan beberapa tahap yaitu panas akan mengalir secara konduksi dari permukaan benda padat ke partikel-partikel fluida yang berbatasan dengan permukaan benda padat tersebut. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam pada partikel-partikel fluida. Hal ini menyebabkan partikel-partikel fluida akan bergerak ke daerah yang mempunyai suhu rendah didalam fluida dan partikel-partikel fluida tersebut akan bercampur dan memindahkan sebagian energi ke partikel-partikel fluida yang lainnya.

Persamaan perpindahan panas konveksi adalah :

(

~

)

.

.Α Τ −Τ

=h w

q ……… (2.2) Keterangan :

q : perpindahan panas, Watt

h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2oC

A : luasan permukaan dinding benda yang bersentuhan dengan fluida, m2 Tw : suhu permukaan benda, oC

T~ : suhu fluida, oC

(32)

2.4.1. Perpindahan Panas konveksi Secara Alamiah atau Bebas

Perpindahan panas konveksi secara alamiah atau bebas terjadi bila sebuah benda ditempatkan dalam suatu fluida yang mempunyai suhu lebih tinggi atau lebih rendah dari benda tersebut. Karena adanya perbedaan suhu benda dan suhu fluida mengakibatkan panas mengalir diantara benda dan fluida, akibat lainnya adalah adanya perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida didekat permukaan. Perbedaan kerapatan menyebabkan fluida yang lebih berat mengalir ke bawah dan fluida yang ringan akan mengalir ke atas. Perbedaan kerapatan karena gradien suhu mengakibatkan terjadinya gerakan fluida atau gerakan fluida karena terjadinya beda massa jenis, terjadi tanpa adanya bantuan alat seperti pompa atau kipas. Mekanisme perpindahan panas ini dikenal dengan konveksi alamiah atau bebas.

Contoh paling sederhana pada perpindahan panas konveksi alamiah atau bebas ditemui pada kasus memasak air. Semua air yang ada dalam tangki dapat mendidih secara merata karena terjadi pergerakan air yang disebabkan adanya perbedaan massa jenis. Fluida yang mengalami pemanasan akan mengembang sehingga massa jenisnya lebih kecil dari fluida dingin.

(33)

17

2.4.1.1. Bilangan Rayleigh (Ra)

Untuk silinder horizontal, bilangan Rayleigh dinyatakan dengan persamaan (2.3) :

(

)

Pr

v ~ T T g Pr Gr Ra 2 3

w − ⋅ ⋅

⋅ ⋅ = ⋅

= ………... (2.3)

Dengan

f

T 1

= dan

(

)

2 ~ T T T w f − = Keterangan :

Pr : bilangan Prandtl Gr : bilangan Grashof

g : percepatan gravitasi = 9,81, m/detik2

: panjang karakteristik, untuk silinder horizontal = L, m Tw : suhu dinding, °K

T~ : suhu fluida, °K Tf : suhu film, °K

v : viskositas kinematik, m2/detik

2.4.1.2. Bilangan Nusselt (Nu)

Untuk silinder horizontal, bilangan Nusselt dinyatakan dengan: Untuk 10-5 < Gr Pr < 1012 :

(

)

(

)

6 1 9 16 16 9 2 1 Pr 559 0 1 Pr 387 , 0 60 , 0 + + = , Gr
(34)

Untuk 10-6 < Grd Pr < 109 hanya untuk laminer:

(

)

(

)

(

+

)

⋅ ⋅ =

9 4 16 9

4 1

Pr 559 0 1

Pr 518

, 0 36 , 0

, Gr

Nud ... (2.5)

2.4.2. Perpindahan Panas Konveksi Paksa

(35)

19

(J.P. Holman, 1997, hal 265) Gambar 2.4: Silinder dalam arah silang

Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi, harus diketahui terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan panas konveksi h. Sedangkan untuk mencari nilai koefisien perpindahan panas konveksi h dapat dicari dari bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai dengan kasusnya, karena setiap kasus mempunyai bilangan Nusselt tersendiri. Pada konveksi paksa bilangan Nusselt merupakan fungsi dari bilangan Reynold, Nu= f(Re,Pr).

Untuk berbagai bentuk geometri benda, koefisien perpindahan panas rata – rata dapat dihitung dari Persamaan (2.6):

3 . 1 ~

Pr n

f

f v

d u C k

d

h =

……….. (2.6)

Dengan besar konstanta C dan n sesuai dengan Tabel 2.2

Tabel 2.2 : Konstanta untuk Persamaan 2.6

(J.P.Holman, 1995, hal 268)

Redf C n

(36)

Untuk perpindahan panas dari silinder yang tak bundar nilai C dan n dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.3.

Tabel 2.3 : Konstanta untuk Perpindahan Kalor dari Silinder Tak Bundar

(J.P.Holman, 1995, hal 271)

2.4.2.1. Untuk Aliran Laminar

Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran Laminar: Rex < 100.000,

Bilangan Reynold dirumuskan sbb :

x U

x

~

Re = ... (2.7)

Persamaan Nusselt yang berlaku adalah : Untuk 10-1 < Ref < 105

(

0,52

)

0,.3

Pr Re 56 , 0 35 ,

0 f f

f

(37)

21

Untuk 1 < Re < 103

(

0,5

)

0,38 0,25

Pr Pr Pr Re 50 , 0 43 , 0 + = w f

Nu ... (2.9)

Untuk 103 < Re < 2 × 105

25 , 0 38 , 0 6 , 0 Pr Pr Pr Re 25 , 0 = w f

Nu ... (2.10)

2.4.2.2. Untuk Kombinasi Aliran Laminar dan Turbulen

Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran sudah turbulen: 500.000 < Re < 107 sehingga berlaku persamaan Nusselt :

5 4 8 5 4 3 3 2 3 1 2 1 282000 Re 1 Pr 4 , 0 1 Pr Re 62 , 0 3 , 0 + + + =

Nu ... (2.11)

Keterangan :

Re : Bilangan Reynold Nu : Bilangan Nusselt

Tw : Suhu permukaan dinding, oC

T~ : Suhu fluida, oC

A : Luas permukaan dinding, m2

g : percepatan gravitasi = 9,81, m/detik2

(38)

v : viskositas kinematik, m2/detik (dapat dilihat pada tabel) k : koefisien perpindahan panas konduksi dari fluida, W/moC

: Massa jenis fluida, kg/m3 u : Kecepatan fluida, m/det

: viskositas dinamik, kg/m s

kf : koefisien perpindahan panas konduksi fluida, W/moC

h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2oC Pr : Bilangan Prandtl

L : Panjang dinding, m

2.5. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi

Koefisien perpindahan panas konveksi

( )

h bervariasi terhadap jenis alirannya (laminer atau turbulen), bentuk dan ukuran benda atau area yang dialiri fluida, sifat-sifat dari fluida, suhu rata-rata, dan posisi sepanjang permukaan benda. Koefisien perpindahan panas konveksi juga tergantung dari jenis mekanisme perpindahan panas konveksi yang terjadi, dengan konveksi alamiah (bebas) yaitu gerakan fluida yang disebabkan bougancy effect atau konveksi paksa yaitu gerakan fluida yang disebabkan oleh alat bantu seperti pompa atau kipas.
(39)

23

Nilai kira-kira koefisien perpindahan panas konveksi ditunjukan pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 : Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h)

Modus m C

W

o .

2

F ft h Btu

o . . 2

Konveksi bebas, T = 30 °C

Plat vertikal, tinggi 0,3 m (1 ft) di udara

Silinder horisontal, diameter 5 cm di udara

Silinder horisontal, diameter 2 cm, dalam air

Konveksi paksa

Aliran udara 2 m/s diatas plat bujur sangkar

0,2 m

Aliran udara 35 m/s diatas plat bujur sangkar

0,75 m

Udara 2 atm mengalir didalam tabung

diameter 2,5 cm, kecepatan 10 m/s

Air 0,5 kg/s mengalir dalam tabung 2,5 cm

Aliran udara melintas silinder diameter 5 cm,

kecepatan 50 m/s

Air mendidih

Dalam kolam atau bejana

Mengalir dalam pipa

Pengambunan uap air, 1 atm

Muka vertikal

Diluar tabung horizontal

4,5

6,5

890

12

75

65

3500

180

2500-35.000

5000-100.000

4000-11.300

9500-25.000

0,79

1,14

157

2,1

13,2

11,4

616

32

440-6200

880-17.600

700-2000

1700-4400

(40)

Dari bilangan Nusselt (Nu), dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan panas konveksi:

f

k h

Nu = ⋅ atau h = Nu⋅kf

………... (2.12)

Keterangan :

Nu : Bilangan Nusselt

h : koefisien perpindahan panas, W/m2oC

kf : koefisien perpindahan panas konduksi dari fluida, W/moC

: panjang karakteristik, untuk dinding vertikal = L, m

2.6. Laju Perpindahan Panas

Laju perpindahan panas atau laju aliran panas merupakan jumlah panas yang dilepas oleh seluruh volume kontrol dari sirip ke lingkungan dengan cara konveksi, yang dinyatakan dengan persamaan (2.14).

n

q ... q q q q

Q = 0 + 1 + 2 + 3 + + ………. (2.13)

(

)

(

)

=

=

n

i

i si T T

A h

Q

0

~ ……… (2.14)

Keterangan :

Q : laju perpindahan panas, W

h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2 oC

qi : perpindahan panas yang dilepas volume kontrol pada posisi i,W

(41)

25

Asi : luas permukaan sirip pada volume kontrol pada posisi i, m2

Ti : Suhu sirip pada volume kontrol pada posisi i, oC

T~ : Suhu fluida, oC

2.7. Efisiensi Sirip

Efisiensi sirip merupakan perbandingan panas yang dilepas sirip sesungguhnya terhadap panas yang dilepas seandainya seluruh permukaan sirip sama dengan suhu dasar sirip, dapat dilihat pada persamaan (2.15).

(

)

(

)

(

b ~

)

n

i si n

i

~ i si

T T A h

T T A h

− − =

= =

0 0

………… ……… (2.15)

Keterangan :

η : Efisiensi sirip

h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2 oC

Asi : luas permukaan sirip pada volume control pada posisi i, m2

Ti : Suhu sirip pada volume control pada posisi i, oC

Tb : Suhu dasar sirip, oC

T~ : Suhu fluida, oC

n : jumlah volume kontrol

2.8. Efektivitas Sirip

(42)

(

)

(

)

(

b ~

)

c n

i

~ i si

T T A h

T T A h

− −

= =

0 0

………. (2.16)

Keterangan :

ξ : Efektivitas sirip

h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2 oC

Asi : luas permukaan sirip pada volume control pada posisi i, m2

Ac0 : luas penampang dasar sirip, m2

Ti : Suhu sirip pada volume control pada posisi i, oC

Tb : Suhu dasar sirip, oC

T~ : Suhu fluida, oC

(43)

27

BAB III

MENCARI PERSAMAAN DI SETIAP TITIK

3.1 Kesetimbangan Energi

Kesetimbangan energi dalam volume kontrol seperti pada Gambar 3.1 dapat dinyatakan dengan persamaan (3.1) :

∆ =

∆ +

selang waktu t

selama kontrol

volume dalam

di

energi perubahan

t waktu selang

selama kontrol

volume

dalam di

an dibangkitk

yang energi besar

t waktu selang

selama benda

permukaan

seluruh melalui

kontrol

volume dalam

ke masuk

yang energi seluruh

(

Ein −Eout

)

+Eg =Est………....(3.1)

Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol Dengan:

Ein : Energi yang masuk ke dalam volume kontrol per satuan waktu, W

Eout : Energi yang keluar dari volume kontrol per satuan waktu, W

(44)

Est : Energi yang tersimpan dalam volume kontrol per satuan waktu, W

3.1.1 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol Pada Sirip

Untuk mendapatkan persamaan model matematika yang sesuai dengan persoalan pada penelitian, peninjauan dilakukan terhadap elemen kecil setebal dx, yang dinamakan dengan volume kontrol. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Volume kontrol pada sirip

Dengan menggunakan prinsip kesetimbangan energi, model matematika pada persamaan (1.1) dapat diperoleh. Penelitian ini mengasumsikan bahan sirip bersifat homogen; sifat-sifat bahan terpengaruh terhadap perubahan suhu;

dx L

Tb

Ein =qx Eout 1= qx + dx Eout 2 = q Konveksi

x y

z d

Volume Control

Eout 1= qx + dx Ein =qx

(45)

29

tidak ada energi yang dibangkitkan dalam sirip; perpindahan kalor secara radiasi diabaikan; kondisi sirip pada keadaan tak tunak (unsteady state). Sehingga dapat dinyatakan sebagai berikut :

∆ = ∆ + ∆ − ∆ t waktu selang selama kontrol volume dalam di energi perubahan t waktu selang selama kontrol volume dalam di an dibangkitk yang energi besar t waktu selang selama kontrol volume dari keluar yang energi seluruh t waktu selang selama kontrol volume dalam ke masuk yang energi seluruh

(

Ein −Eout

)

+Eg =Est ; E g = 0, tidak ada energi yang dibangkitkan

Dengan : Ein = qx

Eout = qx+dx + qconv

Est =

t T dV c ∂ ∂ ρ

Bila dituliskan dengan notasi matematik maka di dapat persamaan (3.2) :

(

)

t T dV c q q

qx x dx conv

∂ ∂ =

+

+ ρ (untuk k = k(T))………(3.2)

t T dV c q q

qx x dx conv

∂ ∂ = − − + ρ dengan : dx x q q q x x dx x ⋅ ∂ ∂ + = +

(

T T ~

)

dAs h

(46)

maka diperoleh :

(

)

t T dV c ~ T T dAs h dx x q q q x x x x ∂ ∂ = − ⋅ − ⋅ ∂ ∂ + −

(

)

t T dV c ~ T T dAs h dx x q x x ∂ ∂ = − ⋅ − ⋅ ∂ ∂ − Bila dikalikan dx 1

(

)

t T dx dV c T T dx dAs h x q ~ x x ∂ ∂ = − ⋅ − ∂ ∂ − ………….………...(3.3)

Mensubtitusi persamaan (2.1) ke dalam persamaan (3.3) dengan

x T Ac k qx ∂ ∂ − = maka diperoleh:

(

)

t T dx dV c T T dx dAs h x x T Ac k x ∂ = − − ∂ ∂ ∂ − ∂ − ~ ρ

(

)

t T dx dV c T T dx dAs h x T Ac k

x x

∂ = − − ∂ ∂ ∂ ∂ ρ ~

model matematika untuk sirip pada persamaan (3.3) dapat dinyatakan sebagai berikut:

( )

( )

(

)

( )

t t x T dx dV c T T dx dAs h x t x T Ac T k

x x

∂ = − − ∂ ∂ ∂ ∂ , ~ , ρ

; 0<x<L , t≥0

3.2 Penerapan Metode Numerik Pada Persoalan

(47)

31

T~,h Tb

i=0

dx dx dx dx dx dx

x

x, seperti terlihat pada Gambar 3.3. Banyaknya elemen kecil ini dapat ditentukan secara sembarang, pada penelitian ini diambil sebanyak 50 node. Jika diinginkan hasil yang mendekati keadaan yang sebenarnya, tebal elemen diambil sekecil mungkin.

Penyelesaian dengan metode numerik beda hingga cara eksplisit dilakukan dengan mengubah persamaan matematik; persamaan (1.1), persamaan (1.3), persamaan (1.4) kedalam bentuk persamaan beda hingga cara eksplisit, dengan memanfaatkan deret Taylor, atau dengan menggunakan prinsip kesetimbangan energi. Persamaan (3.10) diperoleh dari persamaan (1.1) atau dari prinsip kesetimbangan energi pada volume kontrol yang ada didalam benda, persamaan (3.4) diperoleh dari persamaan (1.3), persamaan (3.13) diperoleh dari persamaan (1.4).

(48)

q1 q2 q3

i-1 i+1

~,h

i

x

dx

3.2.1 Persamaan Diskrit Untuk Node Pada Sirip

Persamaan diskrit pada untuk setiap node pada sirip dibagi menjadi tiga bagian, antara lain : node pada dasar sirip, node yang terletak di dalam sirip, node pada ujung sirip.

3.2.1.1 Node Pada Batas Kiri Atau Pada Dasar Sirip (Node 0 )

Node pada batas kiri dapat di tentukan pada persamaan (3.4)

( ) ( )

x,t T 0,t Tb

T = = , maka T0n+1 =Tb……….(3.4)

3.2.1.2 Node Yang Terletak Di Dalam Sirip

Gambar 3.4 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di dalam sirip

(49)

33

Dengan :

q1 = perpindahan kalor konduksi dari i-1 ke i

q1 =

(

)

x T -T .A k n i n 1 i i c n

i 12

2 1

− −

− ………..…(3.5)

q2 = perpindahan kalor konduksi dari i+1 ke i

q2 =

(

)

x T -T .A k n i n 1 i i c n

i 12

2 1

+ +

+ ……….(3.6)

qconv = perpindahan kalor konveksi pada posisi i

qconv =

(

)

n i ~ i

s T -T

A

h ………(3.7) dengan prinsip kesetimbangan energi

[

] [ ]

t T V c 0 q q

q1 2 conv

∆ ∆ ρ = + + + diperoleh:

(

)

x T -T .A k n i n 1 i i c n

i 12

2 1 − − − +

(

)

x T -T .A k n i n 1 i i c n

i 12

2 1 + + + +

(

)

n i i

s T~-T

A h = t T -T V c n i 1 n i i ∆

ρ + ...………..(3.8)

Jika persamaan (3.8) dikali dengan ∆x, maka akan didapat persamaan (3.9)

(

n

)

i n 1 i i c n

i .A T -T

k

2 1 2

1

− +

(

in

)

n 1 i i c n

i .A T -T

k

2 1 2

1 + +

+ +h x Asi

(

T~-Tin

)

=

t T -T V x c n i 1 n i i

ρ + ...……….(3.9)

Persamaan (3.9) dapat disederhanakan menjadi:

(

)

(

)

(

)

[

n

]

i i s n i n 1 i i c n i n i n 1 i i c n i i n i 1 n

i k A T -T k A T -T h x A T~-T

V x c t T T 2 1 2 1 2 1 2

1 ⋅ + ⋅ +

∆ =

+ + +

(50)

[

]

(

)

n

i i i s i c n i i c n i i s n 1 i i c n i n 1 i i c n i i 1 n i T V x c A x h A k A k t 1 ~ T A x h T A k T A k V x c t T 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 ∆ + ⋅ + ⋅ − + + ⋅ + ⋅ ∆ = + + − − + + + − − − +

(

)

(

)

(

)

[

]

n

i n i i s n i n 1 i i c n i n i n 1 i i c n i i 1 n

i k A T -T k A T -T h x A T~-T T

V x c t T 2 1 2 1 2 1 2

1 ⋅ + ⋅ + +

= + + +

+

…….(3.10)

Persamaan (3.10) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan besar suhu pada setiap node yang terdapat di dalam sirip.

Keterangan :

1

+

n i

T : suhu pada node i, saat n+1, oC n

i

T : suhu pada node i, saat n, oC n

i

T1 : suhu pada node i-1, saat n, oC n

i

T+1 : suhu pada node i+1, saat n, oC T~ : suhu fluida, oC

t : selang waktu, detik

x : panjang volume control, m

Vi : volume kontrol sirip pada posisi i, m3

2 1

ci

A : luas penampang volume kontrol sirip pada posisi i-12, m

2

2 1

+

ci

A : luas penampang volume kontrol sirip pada posisi i+12, m

2

si

(51)

35 q3 q2 dx/2 q1 i-1 ~,h ~,h i dx n i k 2 1

− : konduktivitas termal sirip pada posisi i-12, saat n, W/m

o C ≈

( )

+

( )

− ≈ + − 2 2 1

1 n i i

i n i n T T k T k T k n i k 2 1

+ : konduktivitas termal sirip pada posisi i+12, saat n, W/m

o C ≈

( )

+ +

( )

≈ + + 2 2 1

1 i n i i

n i n T T k T k T k

: massa jenis sirip, kg/m3 c : kalor spesifik sirip, J/kg oC

3.2.1.3 Node Pada Batas Kanan Atau Pada Ujung Sirip (Node 49)

Gambar 3.5 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di ujung sirip

q1 =

(

)

x T -T .A k n i n 1 i i c n

i 12

2 1

− − −

qconv = h Aci

(

T~ -Tin

)

(52)

dengan prinsip kesetimbangan energi

[

+ +

] [ ]

+ = ∆ t T V c 0 q

q1 q2 3 ρ1 1 1

diperoleh:

(

)

(

)

− = − + − + ∆ − + − − − t T T v c T T A h T T A h x T T A k n i n i i n i n si n i n pi n i n i i n i 1 ~ ~ 1 2 1 2

1. . . ρ. . . ……(3.11)

Jika persamaan (3.11) dikali dengan ∆x, maka akan didapat persamaan (3.12)

(

)

+

(

)

+

(

)

= +− − − − t T T x v c T T x A h T T x A h T T A k n i n i i n i n si n i n pi n i n i i n i 1 ~ ~ 1 2 1 2

1. . . ρ.. . . ....(3.12)

Persamaan (3.12) dapat disederhanakan menjadi:

+

+

=

− −

+

k

A

h

A

x

h

A

x

x

v

c

t

T

T

pi si

i n i i n i n

i

.

.

.

.

.

.

.

.

.

1

2 1 2 1 1

ρ

+

+

+

− − n si n pi n i i n i i

T

x

A

h

T

x

A

h

T

A

k

x

v

c

t

~ ~ 11 2 1 2

1

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

ρ

…(3.13)

Persamaan (3.13) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan besar suhu pada setiap node yang terdapat di batas kanan sirip.

Keterangan :

1

+

n i

T : suhu pada node i, saat n+1, oC n

i

T : suhu pada node i, saat n, oC n

i

T−1 : suhu pada node i-1, saat n,

o

C

(53)

37

t : selang waktu, detik

x : panjang volume control, m

Vi : volume kontrol sirip pada posisi i, m3

2 1

ci

A : luas penampang volume kontrol sirip pada posisi i-12, m

2

si

A : luas permukaan volume kontrol sirip pada posisi i, m2 n

i

k

2 1

− : konduktivitas termal sirip pada posisi i-12, saat n, W/m

o C ≈

( )

+

( )

− ≈ + − 2 2 1

1 n i i

i n i n T T k T k T k

: massa jenis sirip, kg/m3 c : kalor spesifik sirip, J/kg oC

3.2.2 Syarat Stabilitas

Syarat stabilitas merupakan syarat yang menentukan besar perubahan waktu pada setiap siklus perhitungan, semakin kecil syarat stabilitas yang diambil maka semakin akurat data yang didapat.

3.2.2.1 Pada Node 1-Node 48

(

)

0 V x c A x h A k A k t 1 i i s i c n i i c n

i 12

2 1 2 1 2 1 ≥ ∆ + ⋅ + ⋅ − − − + + i s i c n i i c n i i A x h A k A k V x c t 2 1 2 1 2 1 2

1 ⋅ + ⋅ +

(54)

T ~ , h T b

i = 0 i i +1 / 2 x

i i -1 / 2

i -1 / 2 i +1 / 2 i -1 / 2

i i -1

d x / 2

A c i + 1

A c i - 1

A s

d x A s 3.2.2.2 Pada Node 49

(

Asi x

)

2 1 2

1 ⋅ + ∆

∆ ≤

A h

k

V x c t

i c n i

i

ρ

………(3.15)

3.3. Perhitungan Luas Penampang, Luas Selimut, dan Volume sirip pada benda putar

Pada setiap volume kontrol sirip benda putar dengan fungsi r =1/(x+50) ini mempunyai jari-jari yang berbeda seperti terlihat pada Gambar 3.6 sehingga luas permukaan setiap volume kontrol berbeda-beda dan untuk perhitungan luas selimut dan volume untuk sirip benda putar ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan.

(55)

39

Gambar 3.7: Luas selimut dan luas permukaan setiap volume kontrol pada sirip

3.3.1. Node Batas Kiri atau Dasar Sirip

Berikut untuk titik (node): 0 a. Luas penampang, m2

Pada batas kiri atau pada dasar sirip ini mempunyai tebal x/2 dan terdapat 2 bagian luas permukaan lingkaran yang keduanya mempunyai luas permukaan yang berbeda yaitu permukaan pada node i dan i+12 seperti yang terlihat pada Gambar 3.9.

• Luas permukaan pada node i,

( )

Ai , m2 Ai = .r2

= .ri2

dx

L Tb

Ac

As

x y

z

d

Volume Control

T~,h

(56)

• Luas penampang pada node i+12,

+

2 1

i

A , m2

2 1

+

i

A = .r2

= .

+

2 1

i

r 2

b. Luas selimut (Asi) volume kontrol pada node i, m2

Pada batas kiri atau pada dasar sirip ini dengan tebal x/2 mempunyai luas selimut yang dalam perhitungannya didekati dengan luas selimut silinder seperti yang terlihat pada Gambar 3.9.

si

A = 2.( .r2). 2

x

= 2.( .ri2).

2

x

c. Volume kontrol sirip (Vi), m3

Pada batas kiri sirip ini dengan tebal x/2 mempunyai volume kontrol yang dalam perhitungannya didekati dengan volume silinder seperti yang terlihat pada Gambar 3.9.

Vi = .r2.

2

x

= .ri2.

2

x

(57)

41

Ai-1/2 Ai-1/2

i-1 i+1

i

dx/2 dx

Ai-1/2 Ai-1/2

i-1 i+1

i

dx/2 dx

di+1 di-1

A s 3.3.2. Node Di Bagian Badan Sirip

Berikut berlaku untuk titik (node): 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, , …47, 48.

Gambar 3.8: Node di bagian badan sirip

a. Luas penampang, m2

Pada bagian badan sirip ini mempunyai tebal x dan terdapat 2 bagian luas permukaan lingkaran yang keduanya mempunyai luas permukaan yang berbeda yaitu permukaan pada node i-12 dan i+12 seperti yang

terlihat pada Gambar 3.10.

• Luas penampang pada node i-12,,

2 1

i

A , m2

Ai = .r2

= .

2 1

i

(58)

• Luas penampang pada node i+12,

+

2 1

i

A , m2

2 1

+

i

A = .r2

= .

+

2 1

i

r 2

b. Luas selimut (Asi) volume kontrol pada node i, m

2

Pada bagian badan sirip ini dengan tebal x mempunyai luas selimut yang dalam perhitungannya didekati dengan luas selimut silinder seperti yang terlihat pada Gambar 3.10.

si

A = 2.( .r2). x = 2.( .ri2). x

c. Volume kontrol sirip (Vi), m3

Pada bagian badan sirip ini dengan tebal x mempunyai volume kontrol yang dalam perhitungannya didekati dengan volume silinder seperti yang terlihat pada Gambar 3.10.

Vi = .r2. x

(59)

43

Ai

As

Ai-1/2

dx/2

i-1

i

di-12=di

dx

di-1

2

di

3.3.3. Node Pada Ujung Sirip atau Batas Kanan

Berikut untuk titik (node): 49

Gambar 3.9: Node pada ujung sirip atau batas kanan

a. Luas penampang, m2

Pada batas kanan atau pada ujung sirip ini mempunyai tebal x/2 dan terdapat 1 bagian luas permukaan lingkaran yaitu pada permukaan node i-12 seperti yang terlihat pada Gambar 3.11.

• Luas penampang pada node i-12,

2 1

i

A , m2

2 1

i

A = .r2

= .

2 1

i

(60)

• Luas penampang pada node i,

( )

Ai , m

2

i

A = .r2

= .

2 1

i

r 2

Luas selimut (Asi) volume kontrol pada node i, m2

Pada batas kanan atau pada ujung sirip ini dengan tebal x/2 mempunyai luas selimut yang dalam perhitungannya didekati dengan luas selimut silinder seperti yang terlihat pada Gambar 3.11.

si

A = 2.( .r2). x = 2.( .ri2). x

b. Volume kontrol sirip (Vi), m3

Pada batas kanan atau ujung sirip ini dengan tebal x/2 mempunyai volume kontrol yang dalam perhitungannya didekati dengan volume seperti yang terlihat pada Gambar 3.11.

Vi = .r2. x

(61)

45

Keterangan:

r : Jari-jari volume kontrol, m Vi : Volume kontrol sirip, m3

t : Selang waktu, detik

x : Panjang volume kontrol, m

2 1

+

i

A : Luas penampang volume kontrol pada node i+12, m

2

2 1

i

A : Luas penampang volume kontrol pada node i-12, m

2

si

(62)

46 dx

L

Tb

Ac

As

x y

z d

Volume Control T~,h

x

4.1 Benda Uji Dan Kondisi Lingkungan

Benda uji berupa sirip bendaa putar dengan bentuk geometri fungsi r =

) 50 (

1

+

x . Bahan benda uji divariasikan. Benda uji dibagi menjadi 50 elemen

kecil, dengan tebal elemen 1/50 dari panjang benda uji (L). Setiap elemen kecil diwakili oleh satu titik node, sehingga terdapat 50 titik node.

(63)

47

Keterangan benda uji:

Bahan : Variasi ( Tembaga murni, Alumunium murni, Nikel murni, Besi murni, Baja karbon C : 0,5%)

Jumlah node : 50 node. Panjang : 0,05m Elemen ( x) : L

50 1

, m

Suhu awal (Ti) : 100 oC

Suhu dasar(Tb) : 100 oC

Kondisi lingkungan :

Suhu fluida (T~) : 30 oC

Koefisien perpindahan kalor konveksi (h) : 1000 W/m2 oC;

4.2 Peralatan Pendukung Penelitian

Ada dua macam peralatan pendukung penelitian, yaitu perangkat keras dan perangkat lunak, sebagai berikut :

a. Perangkat keras :

- Komputer PC AMD Sempron +3000 GHz dengan RAM 512 MB - Printer canon pixma ip 1000.

b. Perangkat lunak :

- MS Excel 2003

(64)

4.3 Metode Penelitian

Metode yang dipakai adalah metode komputasi dengan mempergunakan metode beda hingga cara eksplisit.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan metode beda hingga cara eksplisit adalah sebagai berikut :

a. Benda uji dibagi menjadi elemen-elemen kecil. Suhu pada elemen kecil tersebut diwakili dengan suhu node untuk elemen kecil tersebut.

b. Menuliskan persamaan numerik pada setiap node dengan metode beda hingga cara eksplisit, berdasarkan prinsip kesetimbangan energi.

c. Membuat programnya sesuai dengan bahasa pemrograman yang diperlukan.

d. Memasukkan data-data yang dibutuhkan untuk mengetahui besar suhu pada elemen kecil.

4.4 Cara Pengambilan Data

(65)

49

4.5 Cara Pengolahan Data

Dari perhitungan yang dilakukan dengan bahasa pemrograman yang sesuai oleh program yang digunakan didapatkan data-data suhu pada titik-titik yang

dipilih pada sirip benda putar bentuk geometri fungsi

) 50 (

1

+

x .

a) Data-data tersebut kemudian diolah dengan MS Excel sehingga didapatkan tampilan gambar dalam bentuk grafik dan dari grafik itu dapat dengan mudah menyimpulkan distribusi suhu yang terjadi.

(66)

50

Perhitungan distribusi suhu pada sirip benda putar dilakukan dengan menggunakan metode beda hingga cara eksplisit yang telah dirumuskan dalam program Microsoft Excel dengan memvariasikan bahan sirip serta dengan konduktivitas termal bahan yang berubah sesuai dengan perubahan suhu dari waktu ke waktu. Nilai konduktivitas termal bahan didapat dari persamaan pendekatan konduktivitas termal k=k(T), dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel . 5.1 Pendekatan Nilai konduktivitas Termal

Bahan

Massa jenis, Kg/m3

Daerah suhu,

o C

k fungsi dari suhu atau k=k(T), W/m.oC

Alumunium murni Besi murni

Baja karbon (C: 0,5%) Nikel murni

Tembaga murni

2707 7897 7833 8906 8954

0-400 0-1200 0-1200 0-400 0-600

k = 0,0004(T2)- 0,0371(T) + 205,44 k = 0,00004(T2)- 0,0848(T) + 75,644 k = 0,00002(T2)- 0,0454(T) + 55,786 k = 0,00006(T2)- 0,1103(T) + 92,602 k = 0,00007(T2)- 0,1048(T) + 391,37

(67)

51

5.1. Hasil Perhitungan.

Pada Perhitungan distribusi suhu, laju aliran kalor dan efektivitas sirip dari waktu-kewaktu, untuk nilai koefisien perpindahan kalor (h) 1000 W/m2.°C dengan bahan divariasikan diperoleh dari perjalanan suhu dari node pertama (0) hingga node terakhir (49). Variasi bahan yang dilakukan adalah Alumunium murni,Tembaga murni, Nikel murni, Besi murni, Baja karbon ( C: 0,5%), sifat suatu bahan akan mempengaruhi laju perpindahan kalor dan juga efektivitas sirip. Sifat – sifat bahan seperti pada tabel 5.2

Tabel. 5.2 Sifat – sifat bahan Sifat bahan

No Bahan

(kg/m3)

cp

(kJ/kg.oC)

k

(W/m.oC) (m2/s) 1 Alumunium murni 2.707 0,896 204 8,418 x10-5

2 Nikel Murni 8.906 0,4459 90 2,266 x10-5

3 Besi murni 7.897 0,452 73 2,034 x10-5

(68)

Distribusi Suhu sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 0 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

0 20 40 60 80 100 120

0 10 20 30 40 50

Node

S

u

h

u

(

T

)

°C

Tembaga Alumunium Nikel Murni Besi Murni Baja

Distribusi Suhu sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2.°C ) saat t = 5 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

95 96 97 98 99 100 101

0 10 20 30 40 50

Node

S

u

h

u

(

T

)

°

C

Tembaga Alumunium Nikel Murni Besi Murni Baja

5.1.1. Distribusi suhu

Gambar 5.1: Distribusi suhu variasi bahan sirip saat t =0 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

(69)

53

Distribusi Suhu sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000(W/m2. °C) saat t = 10 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

92 94 96 98 100 102

0 10 20 30 40 50

Node

S

u

h

u

(

T

)

°C

Tembaga Alumunium Nikel Murni Besi Murni Baja

Dis tribusi Suhu sirip dengan varias i bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 20 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

88 90 92 94 96 98 100 102

0 10 20 30 40 50

Node

S

u

h

u

(

T

)

°C

Tembaga Alumunium Nikel Murni Besi Murni Baja

Gambar 5.3: Distribusi suhu variasi bahan sirip saat t =10 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

(70)

Distribusi Suhu sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 30 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

84 87 90 93 96 99 102

0 10 20 30 40 50

Node

S

u

h

u

(

T

)

°C

Tembaga Alumunium Nikel Murni Besi Murni Baja

Distribusi Suhu sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 40 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

80 85 90 95 100 105

0 10 20 30 40 50

Node

S

u

h

u

(

T

)

°C

Tembaga Alumunium Nikel Murni Besi Murni Baja

Gambar 5.5: Distribusi suhu variasi bahan sirip saat t =30 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

(71)

55

Laju perpindahan kalor sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 0 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

510 512 514 516 518 520

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

L

a

ju

p

e

rp

in

d

a

h

a

n

k

a

lo

r

(W

)

Distribusi Suhu sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 50 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

80 85 90 95 100 105

0 10 20 30 40 50

Node

S

u

h

u

(

T

)

°C

Tembaga Alumunium Nikel Murni Besi Murni Baja

Gambar 5.7: Distribusi suhu sirip variasi bahan saat t =50 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

5.1.1.2. Laju perpindahan kalor

(72)

Laju perpindahan kalor sirip dengan varias i bahan, nilai h 1000 ( W/m2.°C) saat t = 5 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

500 502 504 506 508 510

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

L

a

ju

p

e

rp

in

d

a

h

a

n

k

a

lo

r

(

W

)

Laju perpindahan kalor sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2.°C ) saat t = 10 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

485 490 495 500 505

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

L

a

ju

p

e

rp

in

d

a

h

a

n

k

a

lo

r

(W

)

Gambar 5.9: Laju perpindahan kalor variasi bahan saat t =5 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

(73)

57

Laju perpindahan kalor sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000(W/m2.°C)

saat t = 20 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

465 470 475 480 485 490

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan L a ju p e rp in d a h a n k a lo r (W )

Laju perpindahan kalor sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 (W/m2.°C ) saat t = 30 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

445 450 455 460 465 470 475 480

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan L a ju p e rp in d a h a n k a lo r (W )

Gambar 5.11: Laju perpindahan kalor variasi bahan saat t = 20 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

(74)

Laju perpindahan kalor sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m 2.°C) s aat t = 40 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

430 435 440 445 450 455 460 465 470

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan L a ju p e rp in d a h a n k a lo r (W )

Laju perpindahan kalor sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000(W/m2.°C) saat t = 50 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

410 420 430 440 450 460

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan L a ju p e rp in d a h a n k a lo r (W )

Gambar 5.13: Laju perpindahan kalor variasi bahan saat t = 40 detik, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

(75)

59

Efektivitas s irip dengan varias i bahan, nilai h 1000 (W/m2. °C) s aat t = 0 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

5 5.2 5.4 5.6 5.8 6

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

E

fe

k

ti

v

it

a

s

Efektivitas sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 5 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

5.71 5.72 5.73 5.74 5.75 5.76 5.77 5.78 5.79 5.8

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

E

fe

k

ti

v

it

a

s

5.1.1.3. Efektivitas ( )

Gambar 5.15: Efektivitas sirip variasi bahan saat t =0 dtk, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

(76)

Efektivitas sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 10 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

5.56 5.58 5.6 5.62 5.64 5.66 5.68 5.7 5.72

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

E

fe

k

ti

v

it

a

s

Efektivitas sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 20 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

5.25 5.3 5.35 5.4 5.45 5.5 5.55

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

E

fe

k

ti

v

it

a

s

Gambar 5.17 Efektivitas sirip variasi bahan saat t =10 dtk, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

(77)

61

Efektivitas sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 30 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

5.05 5.1 5.15 5.2 5.25 5.3 5.35 5.4 5.45

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

E

fe

k

ti

v

it

a

s

Efektivitas sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 40 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

4.8 4.9 5 5.1 5.2 5.3 5.4

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

E

fe

k

ti

v

it

a

s

Gambar 5.18: Efektivitas sirip variasi bahan saat t =30 dtk, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

(78)

Efektivitas sirip dengan variasi bahan, nilai h 1000 ( W/m2. °C ) saat t = 50 dt Tb=100°C,Ti=100°C,T~=30°C

4.7 4.8 4.9 5 5.1 5.2 5.3

Tembaga Nikel Besi Baja Alumunium

Bahan

E

fe

k

ti

v

it

a

s

Gambar 5.21: Efektivitas sirip variasi bahan saat t =50 dtk, dengan nilai h: 1000 W/m2.oC

5.2. Pembahasan

(79)

Gambar

Gambar 1.1 Berbagai jenis muka bersirip
Gambar 1.3 Konduktivitas Termal untuk beberapa zat padat
Gambar 2.1: Ilustrasi arah aliran kalor
Gambar 2.2. Perpindahan panas konduksi pada plat
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Rencana sistem dan jaringan drainase di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 752 ayat (1) huruf c, dilakukan melalui pengembangan sistem

Pada tabel 3, Graduated Annuity Interest Factor (GAIF) menunjukkan sebesar 78,4047 untuk masa pinjaman 20 tahun, bunga pinjaman 20% per tahun, dengan lima tahun pertama

SKRIPSI SISTEM DASHBOARD UNTUK … AUFA AKMAL R Layout dashboard standar 7 pada gambar 4.40 terdiri dari 3 komponen, yaitu tabel nilai deskripsi elemen penilaian, dashboard

Setelah dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Keberhasilan Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Operasi di Bangsal Arofah dan Marwah RS PKU

Masalah yang mungkin terjadi dengan mengatur bahwa setiap proses hanya dapat memiliki satu proses adalah bahwa tidak semua proses hanya membutuhkan satu

Berdasarkan hal tersebut maka untuk menciptakan nilai tambah dari produksi minyak sawit perusahaan perkebunan, sudah saatnya membangun industri hilir minyak sawit yang

Karena adanya multi-path channel, metode time-reversal memiliki kelebihan dalam mendeteksi sinyal seperti yang telah disebutkan pada gambar (4.1) dan (4.2)

BB 2757 MI yang dikemudikan oleh korban Marmeilin Sipahutar (meninggal dunia) dengan cara terdakwa keluar dari kantor CU Pinangsori lalu pergi dengan mengendarai