• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 3561cf897a BAB IVRPIJM BAB IV BIMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 3561cf897a BAB IVRPIJM BAB IV BIMA"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Rencana Pengembangan Permukiman Kabupaten Bima 4.1.1 Petunjuk Umum Pengembangan Permukiman

UU No. 4 tahun 1992: bahwa permukiman yang layak dan sehat merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang dapat meningkatkan harkat dan martabat kehidupan serta kesejahteraan rakyat, dalam mendukung terwujudnya tujuan pembangunan nasional yaitu masyarakat adil dan makmur. Selanjutnya dalam PP No. 7 Tahun 2005 tentang RPJM 2004 – 2009 Menempatkan Perumahan dan Permukiman menjadi sub bagian percepatan pembangunan infrastruktur dalam agenda peningkatan kesejahteraan rakyat.

Penyediaan rumah yang layak huni mampu mendorong tumbuhnya kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang lebih baik, dimana fasilitasi pemerintah dalam menyediakan hunian bagi masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dilakukan sebagai satu kesatuan yang fungsional dalam wujud tata ruang fisik. Penanganan dilakukan bukan hanya pada unit hunian, tetapi lingkungan perumahan dan kawasan permukiman

Sebagaimana pengertian “Permukiman; adalah bagian dari lingkungan hidup, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan, maka selanjutnya penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru, perbaikan, peremajaan,

perluasan, pemeliharaan dan pemanfaatannya.

Dengan mengacu kepada hal tersebut di atas serta berdasarkan kebutuhan penanganan permasalahan perumahan dan permukiman di Kabupaten Bima konsep penanganan perumahan dan permukiman dibagi menjadi :

(2)

d. Penanganan Permukiman Perdesaan

e. Penanganan Permukiman Nelayan (Kawasan Khusus Nelayan) f. Penanganan Permukiman Terpencil dan Terisolir

g. Penanganan Permukiman Eks Transmigrasi

Program pengembangan permukiman dilaksanakan dengan maksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan/perkotaan melalui peningkatan/perbaikan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan infrastruktur dasar.

Program pengembangan permukiman memiliki tujuan, yaitu: 1). Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap infrastruktur dasar di wilayah perdesaan; 2). Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyediaan infrastruktur perdesaan/perkotaan.

Sedangkan Sasaran Pengembangan Permukiman adalah:

1. Tersedianya infrastruktur perdesaan/perkotaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, berkualitas, berkelanjutan serta berwawasan lingkungan;

2. Meningkatnya kemampuan masyarakat perdesaan/perkotaan dalam penyelenggaraan infrastruktur;

3. Menigkatnya jumlah penanganan desa tertinggal, permukiman kumuh perkotaan serta permukiman kumuh pada kawasan permukiman nelayan, dan sebagainya, sejalan dengan RPJMN 2004-2009;

4. Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah sebagai fasilitator pembangunan di perdesaan;

5. Terlaksananya penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perdesaan/perkotaan yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.

4.1.2 Kondisi Umum Pengembangan Permukiman Kabupaten Bima

(3)

b. Kawasan Siap Bangun (Kasiba) Talabiu, seluas 125 ha terdiri dari: Desa Talabiu, Kec. Woha; 30 ha.

Desa Dadibou, Kec. Woha; 20 ha. Desa Donggobolo Kec. Woha, 33 ha Desa Pandai Kec. Woha, 42 ha.

c. Ditetapkan melalui Keputusan Bupati Bima No. 34 Tahun 2006 tentang Penetapan Lokasi Pembagunan Kawasan Siap Bangun (Kasiba) untuk pembangunan perumahan dan permukiman dengan dukungan fasilitas subsidi perumahan melalui KPR/KPRS Syariah Bersubsidi Kabupaten Bima.

d. Program Kawasan Siap Bangun (Kasiba) telah mendapatkan dukungan program dari pemerintah pusat (Menpera):

1. Pembangunan PSU jalan sepanjang 810 meter di lokasi Kasiba Panda. 2. Pembangunan Rencana Rinci Tata Ruang Kasiba/Lisiba Panda.

Sedangkan pembangunan PSD permukiman yang ada diselenggarakan melalui berbagai program yang dibiayai dari APBD daerah, Pemerintah Pusat, dan Lembaga Internasional, antara lain:

a. Program Perbaikan Perumahan dan Permukiman, dengan kegiatan:

• Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Lingkungan.

• Rabatnisasi gang.

b. Penyehatan Lingkungan Perumahan (PLP) dengan kegiatan:

• Pembangunan drainase

• Persampahan

c. Penyediaan Sarana Air Bersih (PSAB) untuk Perkotaan dan Pedesaan, dengan kegiatan:

• Pengadaan dan Pemasangan Pipa

• Penyediaan Air Bersih bantuan luar negeri (WSLIC).

d. Program Pemberdayaan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui Program P2KP dan PPK.

(4)

4.1.3 Pengembangan PSD Bagi Kawasan RSH

Adapun kondisi sarana dan prasarana dasar permukiman yang ada dapat dilihat pada Tabel 4.1. dibawah ini.

Tabel 4.1. PSD Permukiman skala besar yang ada di Kabupaten Bima Tahun 2006

No. Pengelola PSD Satuan Jumlah Kondisi PelayananTingkat

% KK

Ket.

Masyarakat

1. Jalan Lingkungan. 2. Saluran Air Hujan 3. Pras. Air Minum 4. Pras. Air Limbah

a. On site 2. Saluran air hujan 3. Pras. Air minum 4. Pras. air Limbah

a. On-site 2. Saluran air hujan 3. Pras. Air minum 4. Pras. air Limbah

a. On-site b. Off-site

5. Pras/Sar Sampah

Pemerintah

1. Jalan lingkungan 2. Saluran air hujan 3. Pras. Air minum 4. Pras. air Limbah

a. On-site

(5)

Program pembangunan prasarana dasar permukiman perdesaan merupakan program pembangunan yang terintegrasi dengan komponen utama yaitu :

1) Pemenuhan Kebutuhan Air Besih; bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat perdesaan yang meliputi pipanisasi dan pemasangan hidran umum. Kegiatan yang berhubungan dengan pendistribuasiannya dilaksanakan secara swakelola oleh lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan.

2) Penyehatan Lingkungan Permukiman; bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi masyarakat desa sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal. Hasil dari kegiatan ini diharapkan masyarakat mampu memenuhi kebutuhan sarana air bersih, jamban keluarga, sarana sanitasi keluarga, mampu memelihara dan mengembangkannya sesuai kebutuhan masyarakat

3) Perbaikan perumahan dan Permukiman; bertujuan untuk meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman agar layak huni dan sesuai dengan standar rumah sehat. Pada dsarnya program ini terdiri dari program fisik dan program non fisik dimana program fisik berupa pemugaran rumah dan prasarana perumahan sedangkan program non fisik berupa penyuluhan pola hidup sehat maupun tentang rumah dan lingkungan sehat.

Seiring dengan perkembangan perumahan pola swadaya, kebutuhan akan sarana dan prasarana lingkungan akan meningkat pula. Kebutuhan Prasarana tersebut meliputi :

a. Pelayanan Air Bersih

Standar minimum kebutuhan air bersih penduduk perkotaan, khususnya di lingkungan perumahan, adalah 160-250 liter/hari. Dari ukuran standar tersebut, ditetapkn beberapa asumsi sebagai berikut :

 Kebutuhan air bersih untuk kegiatan perumahan/rumah tangga = 200

liter/hari

(6)

Dari asumsi tersebut, ditentukan perkiraan kebutuhan air bersih untuk pendekatan perumahan swadaya dan perumahan developer di Kabupaten Bima tahun 2009 dan 2013. Perkiraan kebutuhan air bersih di masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2. Perkiraan Peningkatan Kebutuhan Air Bersih untuk Perumahan Swadaya tahun 2009 dan tahun 2013

No. Kecamatan 2009 (liter/hari) 2013 (liter/hari)

1 Wera 21,78 29,93

2 Ambalawi 43,01 47,38

3 Wawo 104,06 150,21

4 Sape 103,31 112,59

5 Lambu 32,62 38,85

6 Langgudu 13,31 16,39

7 Lambitu 94,42 128,01

8 Belo 33,65 50,95

9 Palibelo 60,02 80,83

10 Woha 41,33 50,10

11 Monta 102,61 143,45

12 Parado 49,23 61,90

13 Madapangga 7,63 11,71

14 Bolo 21,78 29,93

15 Donggo 11,72 13,34

16 Soromandi 11,90 13,12

17 Sanggar 40,74 44,68

18 Tambora 35,00 58,81

Jumlah 828,12 1.082,18

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

b. Jaringan Air Limbah

(7)

Berdasarkan standar tersebut, maka perkiraan kebutuhan septiktank dan jumlah tangki truk tinja yang diperlukan adalah seperti pada tabel 4.3

Tabel 4.3. Perkiraan Kebutuhan Truk Tangki Tinja untuk Perumahan Swadaya tahun 2009 dan 2013

No. Kecamatan

2 Ambalawi 1.853 0 1.881 1

3 Wawo 3.932 1 4.977 1

4 Sape 3.810 1 3.981 1

5 Lambu 1051 0 1.732 0

6 Langgudu 588 0 978 0

7 Lambitu 3.351 1 4.430 1

8 Belo 1.281 0 1.685 1

9 Palibelo 1.949 1 2.955 1

10 Woha 1.704 0 1.860 1

11 Monta 3.390 1 4.980 1

12 Parado 1.634 1 2.204 1

13 Madapangga 422 0 541 0

14 Bolo 835 1 1.272 0

15 Donggo 541 0 589 0

16 Soromandi 547 0 582 0

17 Sanggar 1.487 0 1.702 1

18 Tambora 1.420 0 1.914 1

Jumlah 22.649 6 28.649 11

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

Dari asumsi-asumsi di atas, maka dapat diperkirakan pula bahwa setiap harinya total volume limbah domestik yang masuk ke IPLT adalah sejumlah volume lumpur tinja per harinya. Selain itu dapat diperkirakan pula bahwa Kabupaten Bima hingga tahun 2013 membutuhkan 10 unit truk tangki tinja (asumsi truk tangki tinja dapat mengangkut volume 8 m3).

c. Pelayanan Persampahan

(8)

 Tingkat pelayanan = 75% - 90%

 Timbulan sampah domestik = 0,003 m3/jiwa/hari.

Gambaran volume timbunan sampah sebagai akibat berkembangnya kegiatan permukiman dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4. Perkiraan Kebutuhan Pelayanan Persampahan untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

No. Kecamatan

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

d. Pelayanan Jaringan Listrik

Kebutuhan listrik Kabupaten Bima untuk kegiatan permukiman dihitung berdasarkan standar kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perumahan perkotaan di Indonesia sebagaimana berikut:

(9)

listrik untuk kawasan permukiman di Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Perkiraan Kebutuhan Pelayanan Listrik untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

No. Kecamatan 2010 (kw) 2014 (kw)

1 Wera 839.347 1.153.330

2 Ambalawi 1.657.170 1.825.733

3 Wawo 4.009.963 5.788.175

4 Sape 3.980.956 4.338.527

5 Lambu 1.257.323 1.497.246

6 Langgudu 512.711 631.516

7 Lambitu 3.628.275 4.932.782

8 Belo 1.296.744 1.963.284

9 Palibelo 2.312.986 3.114.917

10 Woha 1.592.521 1.930.420

11 Monta 3.953.878 5.527.653 12 Parado 1.897.093 2.385.426 13 Madapangga 293.926 451.303

14 Bolo 839.347 1.153.330

15 Donggo 451.535 514.023

16 Soromandi 458.555 505.614 17 Sanggar 1.569.763 1.721.741 18 Tambora 1.348.586 2.266.236 Jumlah 31.900.679 41.701.256

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

E. Peningkatan Layanan Telepon

Sedangkan untuk kebutuhan peningkatan pelayanan telepon akibat meningkatnya pertumbuhan permukiman dapat ditentukan dengan cara mengasumsikan bahwa tingkat pelayanan yang diharapkan mencapai 80%, sehingga kebutuhan penambahan sambungan telepon di permukiman baru dapat diperkirakan.

(10)

Tabel 4.6. Perkiraan Kebutuhan Layanan Telepon untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

No. Kecamatan 2010 (sst) 2014 (sst)

1 Wera 164 226

2 Ambalawi 325 358

3 Wawo 786 1.134

4 Sape 780 850

5 Lambu 246 293

6 Langgudu 100 124

7 Lambitu 713 966

8 Belo 254 385

9 Palibelo 453 610

10 Woha 312 378

11 Monta 775 1.083

12 Parado 372 467

13 Madapangga 58 88

14 Bolo 164 226

15 Donggo 88 101

16 Soromandi 90 99

17 Sanggar 308 337

18 Tambora 264 444

Jumlah 6.252 8.169

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

f. Peningkatan Jaringan Jalan

(11)

Tabel 4.7. Perkiraan Kebutuhan Tambahan Panjang Jalan untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

No. Kecamatan

2 Ambalawi 6,27 4,51 6,90 4,97 3 Wawo 15,16 10,92 21,88 15,76 4 Sape 15,05 10,84 16,40 11,81

5 Lambu 4,75 3,42 5,66 4,08

6 Langgudu 1,94 1,40 2,39 1,72 7 Lambitu 13,76 9,90 18,65 13,43

8 Belo 4,90 3,53 7,42 5,34

9 Palibelo 8,74 6,30 11,78 8,48

10 Woha 6,02 4,34 7,30 5,25

11 Monta 14,95 10,76 20,90 15,05 12 Parado 7,17 5,16 9,02 6,49 13 Madapangga 1,11 0,80 1,71 1,23

14 Bolo 3,17 2,28 4,36 3,14

15 Donggo 1,71 1,23 1,94 1,40 16 Soromandi 1,73 1,25 1,91 1,38 17 Sanggar 5,93 4,27 6,51 4,69 18 Tambora 5,10 3,67 8,57 6,17 Jumlah 120,63 86,86 157,66 113,53

Sumber ; Hasil perhitungan dan analisis, 2007

g. Peningkatan Jaringan Drainase

Hingga tahun 2013, diperkirakan Kabupaten Bima membutuhkan tambahan jaringan drainase sepanjang 433,74 Km, yang terletak di kedua sisi jaringan jalan. Secara rinci per kecamatan mengenai prediksi kebutuhan tambahan pelayanan drainase permukiman dijelaskan dalam tabel 4.8.

Tabel 4.8. Perkiraan Kebutuhan Jaringan Drainase untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

(12)

No. Kecamatan

2010 2014

Panjang Saluran (km)

Luas Saluran (ha)

Panjang Saluran

(km)

Luas Saluran (ha)

5 Lambu 9,51 0,57 11,32 0,68 6 Langgudu 3,88 0,23 4,78 0,29 7 Lambitu 27,51 1,65 37,30 2,24 8 Belo 9,81 0,59 14,85 0,89 9 Palibelo 17,49 1,05 23,55 1,41 10 Woha 12,04 0,72 14,60 0,88 11 Monta 29,90 1,79 41,80 2,51 12 Parado 14,34 0,86 18,04 1,08 13 Madapangga 2,22 0,13 3,41 0,20 14 Bolo 6,35 0,38 8,72 0,52 15 Donggo 3,41 0,20 3,89 0,23 16 Soromandi 3,47 0,21 3,82 0,23 17 Sanggar 11,87 0,71 13,02 0,78 18 Tambora 10,20 0,61 17,14 1,03 Jumlah 241,30 14,46 315,35 18,92

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D

h. Pelayanan Kebutuhan Sarana Peribadatan

Untuk mendukung aktivitas penduduk Kabupaten Bima pada tahun 2013, yaitu sebanyak 536.797 jiwa, diperkirakan dibutuhkan 66 unit sarana masjid lingkungan (langgar) dengan luasan tiap unit seluas 1750 m2 dan 4 unit masjid skala kota dengan luasan 25.000m2. Perkiraaan jumlah sarana ibadah pada tahun 2009 dan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9. Perkiraan Kebutuhan Sarana Peribadatan (Perumahan Swadaya dan Developer / Pemerintah)

No. Kecamatan 2009 2013

Langgar Mesjid Gereja Langgar Mesjid Gereja

1 Wera 1 0 0 1 0 0

2 Ambalawi 2 0 0 2 0 0

3 Wawo 4 0 0 7 1 0

4 Sape 4 0 0 6 1 0

5 Lambu 1 0 0 2 0 0

6 Langgudu 0 0 0 0 0 0

(13)

No. Kecamatan 2009 2013

Langgar Mesjid Gereja Langgar Mesjid Gereja

13 Madapangga 0 0 0 0 0 0

14 Bolo 1 0 0 1 0 0

15 Donggo 0 0 0 0 0 0

16 Soromandi 0 0 0 0 0 0

17 Sanggar 2 0 0 2 0 0

18 Tambora 1 0 0 3 0 0

Jumlah 32 0 0 48 4 0

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D

i. Pelayanan Kebutuhan Sarana Kesehatan

Perkiraan kebutuhan tambahan sarana kesehatan di Kabupaten Bima seperti pada tabel 4.10.

Tabel 4.10. Perkiraan Kebutuhan Sarana Kesehatan untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

No. Kecamatan 2010 2014

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 Wera 2 1 2 1

2 Ambalawi 6 1 6 1

3 Wawo 12 1 2 1 18 2 3 2 4 Sape 12 1 2 1 13 1 3 1

5 Lambu 3 4 1

6 Langgudu 1 2

7 Lambitu 11 1 2 1 14 1 3 1

8 Belo 3 7 1

9 Palibelo 7 1 10 1 2 1

10 Woha 4 1 7 1

11 Monta 12 1 2 1 17 2 3 2

12 Parado 6 1 7 1

13 Madapangga 1 1

14 Bolo 3 3

15 Donggo 1 1

16 Soromandi 1 1

17 Sanggar 4 1 6 1

18 Tambora 3 7 1

Jumlah 93 5 0 12 5 116 8 0 21 7

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D

Keterangan : 1. Balai Pengobatan 4. Praktek Dokter 2. BKIA / RS Bersalin 5. Apotik

(14)

j. Pelayanan Kebutuhan Sarana Pendidikan

Perkiraan Kebutuhan sarana pendidikan tambahan hingga tahun 2014 adalah seperti tabel 4.11 berikut.

Tabel 4.11. Perkiraan Kebutuhan Sarana Pendidikan untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

No. Kecamatan 2010 2014

TK SD SLTP SLTA TK SD SLTP SLTA

1 Wera 3 1 0 0 3 2 0 0

2 Ambalawi 6 3 1 1 6 3 1 1 3 Wawo 12 8 3 3 19 11 3 3 4 Sape 12 8 3 3 13 8 3 3 5 Lambu 3 2 0 0 4 3 1 1 6 Langgudu 1 1 0 0 2 1 0 0 7 Lambitu 11 7 2 2 14 10 3 3

8 Belo 3 2 0 0 7 3 1 1

9 Palibelo 7 4 1 1 10 7 2 2 10 Woha 4 3 1 1 7 3 1 1 11 Monta 12 7 2 2 17 10 3 3 12 Parado 6 3 1 1 7 4 1 1

13

Madapangg a

1 0 0 0 1 1 0 0

14 Bolo 3 1 0 0 3 2 0 0 15 Donggo 1 1 0 0 1 1 0 0 16 Soromandi 1 1 0 0 1 1 0 0 17 Sanggar 4 3 1 1 6 3 1 1 18 Tambora 3 3 1 1 7 4 1 1 Jumlah 93 58 16 16 128 77 21 21

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D

Gambar 4.3. Peta PSD Kawasan RSH Perumnas Grya Panda Mantika (terlampir)

4.1.3.1. Aspek Pendanaan

(15)

Kemampuan pemerintah dalam penyediaan PSD permukiman hanya terbatas pada pembangunan, adapun operasional dan pemeliharaan sebagian diserahkan pada masyarakat itu sendiri. Adapun yang direncanakan melalui program pemerintah lebih mengutamakan pada pemerataan pembangunan di seluruh wilayah, sehingga sebagian besar operasional dan pemeliharaan PSD permukiman tidak dapat tertangani.

4.1.3.2. Aspek Kelembagaan

Kemampuan masyarakat dalam membangun PSD permukiman masih belum memadai, hanya terbatas pada bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Misalnya pemerintah memberikan bantuan bahan bangunan sebagai stimulan untuk pembangunan PSD, kemudian masyarakat mengerjakannya dengan cara gotong royong. Bantuan tersebut biasanya dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat.

Adapun peran pemerintah dalam pembangunan PSD permukiman masih dominan, tetapi juga masih belum dapat menangani secara keseluruhan kebutuhan masyarakat. Program yang diberikan masih diprioritaskan pada kawasan kumuh, padat penghuni dan rawan serta kawasan strategis lainnya.

Sedangkan peran dan kemampuan swasta dalam membangun PSD permukiman masih belum memadai, hal ini dikarenakan kondisi perekonomian masyarakat dan kemampuan daya beli yang kurang terutama masyarakat pedesaan. Sehingga harga jual rumah menjadi tinggi yang mengakibatkan keinginan masyarakat untuk memiliki dan tinggal di perumahan yang dibangun oleh swasta kurang berminat. Disamping itu kebiasaan masyarakat dalam membangun rumah secara bertahap dan sederhana disesuaikan dengan kondisi kehidupan masyarakat yang sebagian besar petani dan nelayan.

4.1.3.3. Sasaran

Target yang harus dicapai dalam pembangunan PSD Permukiman terdiri dari:

(16)

• Tersedianya PSD permukiman seperti drainase, Jalan lingkungan, prasarana air minum, air Limbah, Pras/Sar Sampah.

4.1.4 Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) 1). Konsepsi KTP2D

KTP2D merupakan pendekatan pembangunan kawasan perdesaan dengan cara mengembangkan potensi unggulannya, yaitu suatu sumber daya dominan baik yang belum diolah (eksplor) maupun sumber daya yang tersembunyi berupa sumber daya alam, sumber daya buatan ataupun sumber daya manusia yang difokuskan pada kemandirian masyarakat sesuai dengan azas TRIDAYA yang intinya adalah pemberdayaan masyarakat, ekonomi dan pendayagunaan prasarana dan sarana permukiman. Hal tersebut mencerminkan lokalitas dari program KTP2D ini.

Dengan demikian, di dalam tahapan penyusunan KTP2D khususnya pada langkah persiapan yaitu penetapan lokasi KTP2D dan perkiraan awal potensi unggulan kawasan, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal yang berbasis pada konsep “Good Village”.

Suatu “Good Village” diindikasikan memiliki kemampuan, terutama untuk mengembangkan perekonomian lokal berbasis pada potensi unggulannya. Kemampuan tersebut adalah :

a. Kemampuan Berproduksi

- Adanya perubahan teknologi, misalnya dalam pengolahan sawah

(17)

penduduk yang membantu mempertahankan keberlangsungan suatu perekonomian dengan jalan menyediakan suatu kombinasi energi dan intelegensi manusia kepada proses produktif.

- Adanya pengembangan produk (inovasi) sehingga dapat

meningkatkan produksi, misalnya dalam bidang tambak tidak hanya tambak udang tetapi dikembangkan menjadi tambak jenis-jenis ikan. Adapun inovasi dapat dibagi dua yaitu inovasi yang berupa turunnya biaya termasuk mengenalkan metoda baru dalam pengolahan dan inovasi yang berupa peningkatan produk baru dengan kualitas baik.

b. Kemampuan Mengembangkan Kegiatan

 Adanya peningkatan akses pada pasar;  Penyediaan sarana dan prasarana:

- jaringan transportasi; - jaringan irigasi; - air bersih; - listrik; - pasar;

 Peningkatan pelayanan kesehatan

c. Kemampuan Mengembangkan Kelembagaan

 Terdapat pengembangan dari kelembagaan masyarakat

 Terdapat peningkatan Penghargaan/prestasi desa.

d. Kemampuan Meningkatkan Sumber Daya Manusia

 Adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

dalam suatu masyarakat. Hal ini untuk menciptakan kesempatan kerja agar angkatan kerja dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

 Adanya pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan

(18)

 Meningkatkan fungsi fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan.

Fasilitas pendidikan untuk meningkatkan atau mengembangkan mengembangkan intelektual dan fasilitas kesehatan untuk mengembangkan fisik masyarakat.

2). Bentuk - Bentuk KTP2D

Beragamnya ciri khas perdesaan di Indonesia, maka sangat dimungkinkan adanya beberapa alternatif bentuk KTP2D, sebagai berikut :

a. Terdiri dari satu DPP dengan beberapa desa hinterland sekitarnya

Profil KTP2D seperti diatas, biasanya berada di desa-desa di Pulau Jawa dan Pulau Bali atau kecamatan yang bersekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang ordenya lebih tinggi dan berciri lebih maju dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi dan kegiatan ekonomi yang sudah mapan.

(19)

b. Terdiri atas satu DPP dengan hinterlandnya berupa desa dan atau bagian dari desa

Profil KTP2D sebagaimana digambarkan diatas menunjukkan bahwa keterkaitan antara hinterland dengan desa pusat dan antar hinterland bisa terjadi tidak menyeluruh artinya hanya bagian-bagian parsial didesa hinterland yang punya keterkaitan dengan desa pusat maupun dengan hinterland lainnya. Namun demikian pengambilan data dan atau sebutan desa hinterlandnya tetap pada desa induknya secara keseluruhan.

c. KTP2D yang antara desa dan hinterland dengan desa pusat

dibatasi oleh sungai. Penentuan hinterland berupa dusun didasarkan atas jarak capai/radius keterkaitan serta ketergantungan dusun-dusun tersebut pada DPP bersangkutan dibidang ekonomi dan pelayanan lainnya.

(20)

3). Kriteria KTP2D 1. Kriteria Umum

a. KTP2D merupakan satu kesatuan kawasan perdesaan

Lokasi KTP2D adalah satu kesatuan kawasan perdesaan, yang terdiri dari desa pusat pertumbuhan dan desa – desa hinterlandnya. Pada umumnya desa – desa tersebut memiliki ikatan baik secara ekonomi, sosial dan budaya, sehingga batasan wilayah bagi lokasi KTP2D dapat merupakan suatu batasan fisik dan fungsional. Untuk menjaga efisiensi dan efektivitas penanganannya, maka jumlah desa dalam KTP2D minimal 3 dan maksimal 5 termasuk Desa Pusat Pertumbuhannya.

b. KTP2D tidak memiliki ciri perkotaan

Kawasan perdesaan adalah sasaran dari program KTP2D ini, dengan demikian wilayah – wilayah yang mencirikan kawasan perkotaan bukan merupakan alternatif lokasi KTP2D. Berdasarkan Undang – Undang Penataan Ruang No 4 Tahun 1992, ciri kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permikiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

c. KTP2D bukan merupakan pusat pemerintahan

(21)

Pada umumnya di daerah – daerah sekitar pusat – pusat pemerintahan perkembangannya cenderung mengikuti bahkan tergantung pada pusat pemerintahan, sehingga daerah – daerah yang terpengaruh oleh perkembangan pusat pemerintahan disebut daerah hinterland pusat pemerintahan yang biasanya memiliki jarak relatif dekat dan aksesibilitas yang tinggi dengan pusatnya.

d. Desa Tertinggal tidak dapat menjadi bagian dari KTP2D

Sesuai dengan konsep dasar pembentukan KTP2D, maka desa yang dikatagorikan tertinggal tidak dianjurkan menjadi salah satu hiterland, karena hampir dipastikan bahwa pemenuhan kebutuhan pada desa tersebut akan menyedot sumber dana dan perhatian yang diperuntukkan kawasan garapan, sehingga dapat diperkirakan akan menarik turun kawasan. Selain itu telah banyak alternatif program yang tertuju pada desa / kawasan tertinggal baik nasional, regional maupun lokal.

2. Kriteria Khusus

a. Kawasan Perdesaan Pusat Jasa dan Pelayanan Lokal

Merupakan puat pelayanan ( sosial, ekonomi, administrasi, dll )

b. Kawasan Perdesaan Wisata

 Mempunyai potensi wisata yang dapat / perlu dikembangkan

menjadi kegiatan utama kawasan

 Didukung oleh kegiatan lokal yang bersifat komplementer

(perkebunan bunga atau buah – buahan, industri rumahan, terdapat situs sejarah )

 Mempunyai akses kejalan regional

c. Kawasan Perdesaan Industri

 Terdapatnya pengelompokan kegiatan industri yang dapat

dikembangkan sebagai pusat industri perdesaan berskala kecil dan tidak polutif yang melayani desa – desa sekitarnya.

 Saat ini telah berkembang sebagai desa industri yang

(22)

 Didukung oleh kegiatan pertanian yang produknya merupakan

bahan baku industri setempat.

d. Kawasan Perdesaan Pusat Perdagangan

 Masyarakat pada umumnya datang untuk berdagang atau

membeli / mengulak

 Memiliki peranan sebagai pemasok barang dari desa desa

hinterland atau bisa juga dari desa / kota lain.

e. Kawasan Perdesaan Pertanian / Agrobisnis

 Kegiatan utama kawasan adalah pertanian yang cenderung

surplus

 Produk berorientasi pasar ( lokal / regional ), dengan mutu dan

harga kompetitif, terjamin ketersediaannya sepanjang tahun

 Fungsi kawasan dikembangkan sebagai daerah pertanian

sesuai dengan RTRW Kabupatennya.

4). Pengembangan KTP2D di Kabupaten Bima

Typologi permukiman di Kabupaten Bima pada umumnya didominasi oleh permukiman pedesaan dimana untuk masa perencanaan kondisi tersebut diprediksi tidak akan banyak mengalami perubahan, dimana masyarakat akan tetap memiliki kultur sebagai masyarakat agraris -sebagai masyarakat pedesaan.

(23)

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam bab sebelumnya, permasalahan perumahan dan permukiman wilayah Kabupaten Bima permasalahan yang terjadi lebih banyak menunjukan permasalahan :

 Kualitas fisik bangunan rumah

 Pola permukiman / pola tata letah permukiman

 Terbatasnya penyediaan prasarana sarana dan utilitas (PSU)

permukiman

Namun demikian bukan berarti di daerah perdesaan tidak membutuhkan pembangunan rumah baru, karena jumlah dan aktivitas penduduk terus berkembang dari waktu ke waktu.

Secara umum permasalahan permukiman perdesaan di kabupaten Bima disebabkan oleh :

a) Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa; Masyarakat

perdesaan secara turun temurun sebenarnya telah memiliki keterampilan maupun pengetahuan tentang pertukangan dan konstruksi tradisional yang cukup baik. Namun karena keterbatasan pengetahuan dan rendahnya tingkat pendidikan mereka seringkali timbul berbagai permasalahan. Ketersediaan sumber daya alam seringkali kurang termanfaatkan secara optimal, salah dalam pemanfaatan atau bahkan tanpa mereka sadari telah merusak kelestariannya.

b) Rendahnya tingkat penghasilan; Kebehasilan usaha

(24)

seperti pemugaran rumah, penyehatan dan pengelolaan lahan pekarangan; penataan lingkungan desa, pembangunan dan perbaikan prasarana sarana dan utilitas permukiman dan sebagainya.

c) Hambatan Sosial Budaya; Faktor sosio kulturil yang proses

pembentukannya sangat dipengaruhi oleh faktor ekologis dan kebudayaan perdesaan setempat yang mempengaruhi terhadap pola dan bentuk pemukiman di pedesaan. Pola yang diwariskan secara turun temurun sebagai pengejawantahan upaya masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Namun demikian pula-pola permukiman yang demikian rumah dengan lingkungan sekitar dalam arti menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan, dalam kenyataanya terutama dalam kaitannya dengan kelayakan kualitas sebagai tempat hunian masih rendah hal tersebut berpengaruh pula terhadap kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Hal ini tidak lain lebih disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan dan tingkat pendidikan masyarakat.

d) Hambatan Pelayanan Infrastruktur Pendukung Pembangunan;

Kendala keterbatasan dukungan infrastruktur pendukung pembangunan merupakan permasalahan tersendiri yang memerlukan keterlibatan antar sektor antara lain dinas PU, PLN, PDAM dll.

1). Permasalahan :

 Belum adanya rencana masterplan KTP2D.

 Belum teridentifikasinya potensi wilayah pengembangan .  Belum tadanya .

(25)

2). Rekomendasi :

 Perlu adanya komitmen kuat dari Pemda sebagai koordinator

pelaksana pengembangan kawasan, agar sinergi lintas sektoral dapat terwujud, dan tepat sasaran.

 Penganggaran pembangunan pada tahun yang akan datang, seperti

penyusunan rencana tata ruang, DED, dan penyusunan studi kelayakan dan investasi dan pada akhirnya pembangunan fisik kawasan.

4.1.3. Permasalahan Pembangunan Permukiman

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan PSD permukiman adalah sebagai berikut:

• Kondisi wilayah Kabupaten Bima yang luas dan terpencar serta beberapa kota-kota kecamatan yang terletak lebih rendah dari pantai cukup menyulitkan dalam mengalirkan air ke laut, sehingga pada kawasan tersebut masih banyak terjadi genangan air apalagi pada saat air laut pasang.

• Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah sangat kurang sehingga banyak sungai dan drainase yang tersumbat serta lingkungan yang kotor yang diakibatkan oleh sampah yang dibuang sembarangan.

• Kurangnya fasilitas persampahan yang ada, seperti TPA, TPS, wadah persampahan dan pengangkutan sampah, sehingga masyarakat menangani sampah secara swadaya dan individu.

• Kondisi iklim yang kering dan panas serta sebagian besar hutan gundul yang menyulitkan untuk mendapatkan sumber air yang memadai, sehingga untuk menambah air baku bagi permukiman sangat sulit.

(26)

• Kurang meratanya system pembagian air, dimana masyarakat yang berada dekat dengan sarana air bersih seperti hidran umum dan kran umum mendapatkan air yang lebih banyak.

• Belum adanya kesadaran masyarakat dalam pemakaian air bersih, cenderung memakai air secara boros dan berlebihan sehingga sebenarnya air tersebut cukup untuk malayani lebih banyak lagi masyarakat. Hal ini biasanya terjadi pada sarana/prasarana air bersih system komunal, seperti di hydran umum dan kran air. Juga dalam menjaga memelihara kondisi sarana air bersih yang ada, seperti kebocoran pada bak hidran, pipa, dan kran-kran yang ada, sehingga banyak kehilangan air secara percuma.

(27)

4.1.4. Pemecahan Permasalahan dan Rekomendasi

Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan diatas maka diambil kesimpulan, terdapat beberapa permasalahan menyangkut teknis, kelembagaan, keuangan dan promosi. Pemecahan permasalahannya dapat diuraikan dibawah ini:

No. Permasalahan Pemecahan Masalah

1. TEKNIS

• Tidak sesuai dengan standar dan spesifikasi teknis yang telah ditentukan. • Kadang kurang sesuai dengan kondisi

alam dan masyarakat setempat.

KELEMBAGAAN

• Belum jelasnya tupoksi institusi pemerintah di bidang permukiman. • SDM belum memadai

• Lemahnya kelembagaan di masyarakat dan swasta.

• Kurangnya peran swasta dan lembaga keuangan di daerah dalam berinvestasi di bidang permukiman

KEUANGAN

• Terbatas shg belum dapat menangani keseluruhan dan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

• Biaya Operasional dan pemeliharaan yang tinggi.

• Terbatasnya modal swasta.

• Tingginya biaya investasi di bidang permukiman.

PROMOSI

• Kurangnya promosi terhadap perumahan yang telah dibangun.

• perlunya daerah memiliki standar teknis di bidang permukiman.

• Perlu adanya studi terlebih dahulu • Perlu adanya pembentukan dan

perkuatan kelembagaan yang ada di masyarakat.

• Perlu adanya insentif, bantuan dan kerjasama antara swasta dan lembaga keuangan yang ada dengan pemerintah daerah.

• Perlu dicari alternatif sumber keuangan yang lain untuk menambah sumber yang telah ada.

• Dibuat design yang lebih sederhana dan murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat.

• Perlu adanya bantuan modal atau kerjasama permodalan dan kemudahan lainnya agar investasi terlaksana.

• Perlu adanya kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu.

(28)

4.1.5. Usulan Pembangunan Permukiman

Usulan dan prioritas program pembangunan PSD Permukiman disusun berdasarkan paket-paket fungsional dan sesuai dengan prioritas program, meliputi kegiatan:

• Pembangunan jalan utama dalam lingkungan permukiman

• Pembangunan saluran air hujan/drainase

• Pembangunan jaringan distribusi air minum

• Pembangunan sistem pengolahan air limbah

• Penanganan dan Pengelolaan Persampahan

(29)

Tabel 4.2. Usulan dan Prioritas Program Penyediaan Perumahan dan Permukiman, Komponen Pembangunan PSD Permukiman Kabupaten Bima.

4.2 Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan

4.2.1 Petunjuk Umum Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah : (1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarak at agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara lain:

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan

(30)

 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan

kurang mendapat perhatian.

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta

rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.

4.2.2 Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Nelayan

Faktor kebiasaan dan gaya hidup masyarakat di kawasan pesisir yang mengabaikan daratan, perlu diiingatkan kembali dengan atas dasar kesadaran dan kebutuhan masyarakat nelayan itu sendiri. Untuk itu perlu dilakukan penguatan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat nelayan, melalui pendekatan TRIDAYA sehingga lambat laun kesadaran untuk memelihara lingkungan permukiman akan tumbuh dengan sendirinya.

Bantuan stimulan dari pemerintah perlu diberikan sebagai titik awal bagi peningkatan produktivitas nelayan, disamping pula untuk menata lingkungan permukiman nelayan. Dalam hal ini model penanganan yang dilakukan perlu mengintegrasikan berbagai sektor dan dilakukan secara sinergis.

Penataan lingkungan permukiman nelayan mutlak diperlukan, selain demi kenyamanan bermukim dan peningkatan kesehatan lingkungan, lingkungan nelayan yang telah tertata akan memberikan nilai lebih, dan bukan tidak mungkin dapat menjadi potensi wisata agro disamping pula dalam rangka meningkatkan produktivitas masyarakat nelayan

Prioritas penanganan kawasan nelayan dilakukan pada kawasan-kawasan dengan kualitas lingkungan yang rendah (kumuh)

Program Kawasan Binaan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat nelayan (TRIDAYA) yang menyangkut aspek sosial, peningkatan usaha ekonomi, dan peningkatan kualitas lingkungan. Reorientasi muka bangunan, aspek keselamatan bahaya kebakaran dan memperhatikan aspek estetika lingkungan.

(31)

Kecamatan Lambu, kawasan nelayan Desa Daru Kecamatan Bolo, kawasan nelayan Piong Kecamatan Sanggar, kawasan nelayan Desa Panda Kecamatan Palibelo dan Desa Rompo Kecamatan Langgudu.

Untuk kawasan permukiman nelayan pemerintah Kabupaten Bima saat ini memprioritaskan pembangunan di Desa Rompo Kecamatan Langgudu. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung kegiatan PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara) yang kini tengah dalam perencanaan, yang dalam hal ini ditangani oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bima dengan koordinasi Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi NTB.

Kawasan nelayan tersebut sebagian besar masih dalam kondisi kumuh, sarana dan prasarana yang terbatas. Dengan kondisi tempat tinggal dari rumah permanen dan non permanen, sebagian besar menggunakan rumah panggung, dengan bahan kayu dan bilik bambu. Sebagian rumah lainya yang terletak di jalan utama merupakan rumah permanen dengan dinding tembok dan atap genting.

Sumber air bersih diperoleh dari sumur gali dengan kedalaman 5-10 meter. Tidak semua rumah memiliki sumur, demikian pula halnya dengan MCK sehingga fasilitas tersebut digunakan oleh 3-5 rumah tangga. Jaringan listrik telah tersedia namun tidak semua rumah penduduk tersambungkan dengan jaringan listrik. Untuk saran infrastruktur lainya seperti saluran drainase, sarana pembuangan sampah dan jalan lingkungan antar lingkungan perumahan masih sangat kurang dan dapat dikatakan belum tersedia.

Gambar 4.7. Peta Wilayah Kawasan Kumuh Nelayan di Kabupaten Bima (terlampir).

1). Permasalahan :

Kawasan nelayan tersebut belum tersedia jaringan air bersih dari PDAM.

Maupu iar bersih perdesaan, serta Kualitas air tanah setempat tidak memungkinkan untuk keperluan sehari-hari.

Tidak memadainya ketersediaan jaringan listrik untuk mendukung

pengembangan perumahan dan PPN.

Sarana sanitasi/MCK kurang tersedia dan kualitas air bersih yang

(32)

Sebagian besar penduduk nelayan tersebut menempati kondisi rumah

semi permanen dan non permanen dengan kondisi yang masih kurang layak.

Akses jalan masuk ke nelayan tersebut sebagian besar dalam kondisi

buruk/rusak.

2). Rekomendasi :

 Perlu adanya komitmen kuat dari Pemda sebagai koordinator pelaksana

pengembangan kawasan, agar sinergi lintas sektoral dapat terwujud, dan tepat sasaran.

 Penganggaran pembangunan pada tahun yang akan datang, seperti

penyusunan rencana tata ruang, DED, dan penyusunan studi kelayakan dan investasi dan pada akhirnya pembangunan fisik kawasan.

4.2.3 Penataan “Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional

Rencana penanganan lingkungan perumahan dan permukiman di daerah terpencil dan terisolir telah menjadi komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Bima sebagai wujud untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah di Kabupaten Bima. Rencana penanganan ini akan dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut :

1. Meningkatkan aksesibilitas, keterkaitan serta sarana dan prasarana kawasan dalam rangka mengeliminir keterpencilan dan ketertinggalan kawasan pada permasalahan ketersediaan infrastruktur

2. Mengembangkan desa terpencil, desa tertinggal dan pulau-pulau kecil yang berwawasan potensi lokal (spesifik)

3. Mengembangkan manajemen pembangunan desa terpencil, desa tertinggal dan pulau-pulau kecil secara terprogram, menyeluruh dan berkelanjutan dan partisipatif serta bermuatan tridaya (pemberdayaan masyarakat, usaha, dan lingkungan)

(33)

5. Menggerakkan dan mendorong terjadinya investasi pada desa terpencil, desa tertinggal dan pulau-pulau kecil melalui kerjasama antara pemerintah, dunia usaha/ swasta dan masyarakat

Upaya-upaya tersebut dilakukan sesuai tahapan sebagai berikut :

 Penyusunan perangkat pelaksana penanganan desa terpencil, desa

tertinggal dan pulau-pulau kecil

 Penyusunan daftar lokasi kawasan sesuai dengan urutan prioritas berawal

dari lokasi-lokasi yang paling rawan yang perlu segera ditangani

 Penyusunan rencana tindak (RPJM) penanganan permukiman terpencil /

terisolir

 Penyusunan rencana detail teknis penanganan permukiman terpencil /

terisolir

Pelaksanaan penanganan desa terpencil, desa terisolir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan prioritas :

Tiap kota memiliki kawasan yang bernilai historis sebagai salah satu cikal bakal dari pusat kegiatan masyarakat. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan gencarnya pembangunan dan pengembangan wilayah perkotaan, kawasan ini justru sering terabaikan dan kehilangan identitasnya.

Program penataan dan revitalisasi kawasan ditujukan untuk meningkatkan vitalitas kawasan lama melalui intervensi yang mampu menciptakan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, terintegrasi dengan sistem kawasan, layak huhuni, berkeadilan sosial, berwawasan budaya dan lingkungan.

(34)

berdampak pada peningkatan kualitas hidup penghuhni bahkan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokalnya.

Wilayah pembangunan dapat tercapai apabila tiap wilayah memiliki satuan wilayah pengembangan dimana wilayah pusat diharapkan dapat menjalankan pembangunan yang adaterhadap wilayah sekitarnya. Bila proses ini dapat berlangsung dengan baik maka masalah perkembangan ekonomi wilayah dan pemeratan pembangunan akan lebih mudah dicapai, baik secara konseptual maupun secara nyata.

Untuk mencapai hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan struktur tata ruang wilayah yang ideal. Dengan menerapkan sistem perwilayahan pengembangan dan sistem perkotaan diharapkan mampu mendorong perkembangan wilayah sekitarnya. Kota-kota kunci inilah yang nantinya akan menjadi penentu perkembangan wilayah, tanpa harus mengorbankan wilayah lainnya yang memiliki potensi untuk berkembang.

Revitalisasi pada prinsipnya tidak sekedar menyangkut masalah konservasi bangunan dan ruang kawasan bersejarah saja, tetapi lebih kepada upaya untuk mengembalikan atau menghidupkan kembali kawasn dalam konteks kota yang tidak berfungsi atau menurun fungsinya agar berfungsi kembali, atau menata dan mengembangkan lebih lanjut kawasan yang berkembang sangat pesat namun kondisinya cenderung tidak terkendali. Dengan kata lain revitalisasi merupakan upaya untuk mencegah hilangnya aset-aset kawasan yang menandai rangkaian riwayat panjang perjalanan suatu kawasan beserta masyarakat yang ada di dalamnya pada wilayah Kabupaten Bima. Adapun kawasan-kawasan pada wilayah Kabupaten Bima meliputi ; Kawasan Desa Sambori Kecamatan Lambitu, Kawasan Desa Maria Kecamatan Wawo, Kawasan Desa Kala, Desa Mbawa Kecamatan Donggo. Gambar 4.8. Peta Wilayah Penataan “Revitalisasi”

Lingkungan Permukiman Tradisional (terlampir).

1) Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi

(35)

menandai rangkaian riwayat panjang perjalanan suatu kawasan beserta masyarakat yang ada di dalamnya.

 Degradasi lingkungan di sebagian wilayah perkotaan Kabupaten Bima

dan sekitarnya semakin parah. Hal ini ditandai oleh makin meningkatnya nilai-nilai budaya baru yang terus bergerak menggeser nilai-nilai budaya masa silam.

 Masalah klasik, dianggap akibat keterbatasan dana dan SDM profesional,

akan pentingnya mempertahankan bangunan dan ruang kawasan yang memiliki nilai Heritage, sebagai upaya mencegah hilangnya aset-aset kawasan yang menandai rangkaian riwayat panjang perjalanan suatu kawasan beserta masyarakat yang ada di dalamnyadi Kabupaten Bima.

 Tidak terdapatnya bentuk kelembagaan yang sesuai dan efektif untuk

pengelolaan, penyelenggaraan dan pengembangan (dari tingkat perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian) revitalisasi bangunan dan ruang kawasan yang memiliki nilai Heritage, sesuai dengan paradigma tata pemerintahan yang baik (good governance).

2) Usulan Penataan “Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional Usulan Penataan “Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional meliputi :

1. Studi Identifikasi “Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional 2. Detail Desain “Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional 3. Pelaksanaan Fisik “Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional 4. Supervisi “Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional

4.3 RENCANA INVESTASI SUB BIDANG AIR LIMBAH 4.3.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah

(36)

pemerintah pusat melaksanakan pembinaan kepada pemerintah daerah agar terselenggaranya pembangunan drainase, persampahan dan air limbah permukiman untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan perlindungan lingkungan.

Kondisi prasarana dan sarana (PS) sanitasi di Indonesia saat ini masih sangat terbatas, dan akses masyarakat terhadap PS sanitasi dapat dilihat pada diagram yang disajikan sebagai berikut.

Gambar 4.10 Diagram kondisi akses masyarakat pada sanitasi

Maka langkah awal dalam pembinaan adalah mendorong daerah dapat usaha meningkatkan akses sanitasi dasar dan pelaksanaan konservasi Lingkungan.

Adapun cakupan Kriteria ini meliputi antara lain:

 Prinsip dasar penanganan air limbah artinya untuk apa air limbah

tersebut ditangani

 Azas yang digunakan dalam penaganan air limbah

 Landasan operasional yang digunakan untuk pelaksanaan sistem air

limbah

 Penerapan faktor lingkungan sosial dan ekonomi untuk penanganan air

Akses ke P&S 100%

Tak terditeksi 25,98%

Perkotaan 37,53%

Perdesaan 36,50%

Tanpa diolah 8,16% On-site 28,10% Off-site 1,36% Tanpa diolah 14,54%

(37)

Konsepsi dasar dalam penanganan air limbah adalah bahwa penanganan air limbah harus memenuhi prinsip-prinsip kesehatan (hygenic) dan kelestarian

lingkungan (environmental conservation)

Artinya dari segi public health mencegah penularan penyakit lewat air dan

dari sisi lingkungan membantu upaya konservasi SDA dengan mengurangi pencemaran limbah domestik terhadap badan air. Air limbah merupakan urusan individual yang harus dikelola sektor publik karena penanganan yang tidak layak akan menyebabkan konflik kepentingan publik.

Azas Penanganan air limbah meliputi;

 Azas pemerataan: bahwa Sanitasi adalah kebutuhan dasar untuk

kesehatan maka hak setiap orang untuk memperoleh akses pada sanitasi yang layak Azas kesehatan: mencegah kontaminasi langsung dan tidak langsung air limbah tehadap manusia dan kegiatannya. Azas kelestarian lingkungan: bahwa kualitas lingkungan harus dipertahankan terhadap penurunan akibat pencemaran oleh air limbah. Azas pencemar membayar (polluter pays principal): kewajiban retibusi air limbah. Azas

Internalisasi externalitas: faktor-faktor dampak lingkungan dimasukkan dalam biaya.

Landasan Oprasional sistem penanganan air limbah adalah :MaksimumNet

Benefit-Cost dan the Most Cost Effectiveness, artinya;Memilih sistem

penanganan air limbah memberikan manfaat yg besar terhadap lingkungan dengan biaya yang kecil

 Mencari alternatif penanganan utk mencapai goal yg tepat dengan biaya

yg paling rendah, yaitu melalui pemilihan sistem dalam pengelolaan air limbah domestik/permukiman yang terbagi atas:

a. Sanitasi sistim on-site atau dikenal dengan sistem sanitasi setempat

yaitu fasilitas sanitasi individual seperti septik tank atau cubluk.

b. Sanitasi sistem off-site atau dikenal dengan istilah sistem terpusat

atau sistem sewerage, yaitu sistem yang menggunakan perpipaan

(38)

Persyaratan untuk pemilihan sistem seperti dijelaskan di bawah ini : 1. Sistemon sitediterapkan pada:

 Kepadatan < 100 org/ha

 Kepadatan > 100 org/ha sarana on site dilengkapi pengolahan

tambahan seperti kontak media dengan atau tanpa aerasi

 Jarak sumur dengan bidang resapan atau cubluk > 10 m

 Instalasi pengolahan lumpur tinja minimal untuk melayani penduduk

urban > 50.000 jiwa atau bergabung dengan kawasan urban lainnya 2. Sistemoff sitediterapkan pada kawasan

 Kepadatan > 100 org/ha

 Bagi kawasan berpenghasilan rendah dapat menggunakan sistem

septik tank komunal (descentralised water treatment) dan pengaliran

dengan konsep perpipaan shallow sewer. Dapat juga melalui sistem

kota/modular bila ada subsidi tarif.

 Bagi kawasan terbatas untuk pelayanan 500–1000 sambungan rumah

disarankan menggunakan basis modul. Sistem ini hanya menggunakan 2 atau 3 unit pengolahan limbah yg paralel.

4.3.2. Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bima

Saat ini di kabupaten Bima sistem sarana dan prasarana pengelolaan air limbah belum optimal hal ini disebabkan karenanya belum adanya pola penanganan teknis dari pemerintah dalam menerapkan pengelolaan air limbah. Hal ini juga dikarenakan prilaku masyarakat yang masih memilih pola manual/setempat (on-site system) mengingat potensi lahan yang masih sangat

(39)

sanitasi yang tidak baik atau penyakit yang ditularkan melalui air (water borne

diseases). Di karenakan kondisi kualitas sumber air, baik air permukaan maupun

air tanah yang kurang bagus dan kemungkinan ini terjadi juga akibat pencemaran oleh air limbah rumah tangga/permukiman.

Mengacu pada kondisi tersebut diatas, maka sangatlah diperlukan perhatian sejak dini terhadap Rencana Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Bima sebelum permasalahan terhadap kebutuhan semakin meningkat dan semakin sukar dalam penanganannya yang akhirnya akan berdampak negative baik terhadap kondisi kesehatan masyarakat ataupun terhadap besarnya pembiayaan.

Saat ini Sistem Pengelolaan Air Limbah permukiman di Kabupaten Bima dilakukan dengan Sistem pengelolaan air limbah setempat (On-Site Sistem) yaitu sistem penanganan air limbah domestik yang dilakukan secara individual dan/atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan, yang pengolahannya diselesaikan secara setempat atau di lokasi sumber.

Adapun kondisi Sistem sarana dan prasarana pengelolaan air limbah yang berlangsung saat ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.12 Kapasitas Pelayanan Kabupaten Bima Tahun 2007

Prasaran

a/Sarana Jumlah

Kapasitas (Volume atau Jiwa)

Sistem

Pengolahan Pengelola

Truk Tinja - - -

-IPLT - - -

-IPAL - - -

-Tabel 4.13. Cakupan Pelayanan Air Limbah Komunitas Berbasis Masyarakat Kabupaten Bima Tahun 2007

No. Kawasan Sistem Dibangun

Tahun

Cakupan Pelayanan

1. Kabupaten Bima - -

(40)

Tabel 4.14. Cakupan Pelayanan Air Limbah Sistem On – Site Kabupaten Bima Tahun 2007

No. Kecamatan

Jumlah PS Sanitasi Sistem On - Site

Pengumpulan Pengolahan

Jamban

Keluarga MCK

Lain -lain

Septick

tank Cubluk

Lain -lain

1. Lambu 4862 12

2. Sape 4882 23

3. Wawo 2450 7

4. Woha 7075 11

5. Palibelo 9

6. Belo 5933 5

7. Monta 3411 7

8. Parado 4

9. Lambitu 3

10. Langgudu 2338 6

11. Bolo 7275 15

12. Madapangga 3811 6

13. Donggo 4031 3

14. Soromandi

-15. Sanggar 1855 2

16. Tambora 66 9

17. Wera 2243 8

18. Ambalawi 1127 5

Jumlah penduduk Kabupaten Bima yang mempunyai sarana air limbah Sistem on – site : 52.268 kk atau 49,30 % dari total penduduk kab. Bima

4.3.3. Kebutuhan Sarana Air Limbah

(41)

 Volume tinja domestik (perumahan) = 65 ltr/jiwa/thn atau 0,000015

ltr/jiwa/hari

 Daya tampung 1 unit truk tinja = 8 m3  Tingkat pelayanan = 80%

Berdasarkan standar tersebut, maka perkiraan kebutuhan septiktank dan jumlah tangki truk tinja yang diperlukan adalah seperti pada tabel 4.15

Tabel 4.15

Perkiraan Kebutuhan Truk Tangki Tinja untuk tahun 2012 dan 2017

No. Kecamatan

2 Ambalawi 1.253 0 1.381 1

3 Wawo 3.032 1 4.377 1

4 Sape 3.010 1 3.281 1

5 Lambu 951 0 1.132 0

6 Langgudu 388 0 478 0

7 Lambitu 2.751 1 3.730 1

8 Belo 981 0 1.485 1

9 Palibelo 1.749 1 2.355 1

10 Woha 1.204 0 1.460 1

11 Monta 2.990 1 4.180 1

12 Parado 1.434 1 1.804 1

13 Madapangga 222 0 341 0

14 Bolo 635 0 872 0

15 Donggo 341 0 389 0

16 Soromandi 347 0 382 0

17 Sanggar 1.187 0 1.302 0 18 Tambora 1.020 0 1.714 1 Jumlah 24.130 6 31.535 10

Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

(42)

4.3.4. Permasalahan yang dihadapi

Pengelolaan air limbah yang kurang baik menyebabkan sumber wabah penyakit dan menimbulkan pencemaran Lingkungan, seperti pencemaran air, tanah dan pengaruh langsung yang sering dirasakan ialah mengganggu segi estetika yaitu timbulnya bau dan pemandangan yang buruk.

Disamping itu, masih kurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi/jamban dan masih banyak masyarakat buang air besar ( BAB ) disembarang tempat seperti sungai, kebun, halaman rumah, merupakan masalah yang timbul di masyarakat saat ini.

Upaya penanganan pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Bima belum maksimal dilaksanakan karena belum adanya Instalasi Pengolahan Air limbah serta Dasar Hukum juga belum ada, sehingga masih banyak ditemukan kendala dan masalah yang terjadi antara lain dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.15. Permasalahan dan Upaya Penanganan Kabupaten Bima Tahun 2007

A. Kelembagaan :

- Bentuk Institusi Kinerja belum memadai

Kinerja dipacu dan

memperjelas

tupoksi yg ada DinasPU Kab.

(43)

2. Sanitasi Sitem On-Site :

a Pembangunan Baru

: - Jamban Keluarga

dan - Truk Tinja Belum

(44)

-No

(45)

-Dari uraian permasalahan diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai beikut: 1. Kurangnya perhatian serta sosialisasi peraturan perundang-undangan

mengenai sistem pengelolaan air limbah.

2. Belum adanya Study dan Master Plan Sistem Pengelolaan Air Limbah. 3. Kurangnya Sumber Dana APBD II.

4. Kebiasaan dan Kesadaran Masyarakat yang masih rendah.

4.3.5 Sistem Prasarana Yang Diusulkan

4.3.5.1. Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan

Kebutuhan pengembangan pengelolaan sanitasi on site di prioritaskan pada kawasan kumuh ( padat penduduk, pendapatan rendah dan rawan sanitasi ) dengan skala komunitas serta berbasis masyarakat, sedangkan

pengembangan pengelolaan sanitasi dengan system off site diarahkan untuk meningkatkan cakupan pelayanan sanitasi melalui sambungan rumah, pengembangan sanitasi off – site dengan skala komunitas serta pengembangan PS air limbah mendukung RSH.

4.3.5.2. Usulan dan Prioritas Pengelolaan Air Limbah

Usulan beberapa program Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Bima yang meliputi :

1. Studi dan Master Plan Penataan Pengelolaan Air Limbah pada Wilayah Pengembangan (WP) Bima Bagian Tengah.

2. Detail Desain Pengelolaan Air Limbah, melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3

3. Pelaksanaan Fisik Pengelolaan Air Limbah melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3

4. Supervisi Pengelolaan Air Limbah melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3.

(46)

4.4. RENCANA INVESTASI SUB-BIDANG PERSAMPAHAN 4.4.1. Petunjuk Umum Sistem Pengelolaan Persampahan

Pengelolaan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani sampah yang dihasilkan penduduknya, yang secara tidak langsung turut memelihara kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang bersih, baik dan sehat.

Pada awalnya, pemukiman seperti pedesaan memiliki kepadatan penduduk yang masih sangat rendah. Secara alami tanah / alam masih dapat mengatasi pembuangan sampah yang dilakukan secara sederhana (gali urug). Makin padat penduduk suatu pemukiman atau kota dengan segala aktivitasnya, sampah tidak dapat lagi diselesaikan di tempat; sampah harus dibawa keluar dari lingkungan hunian atau lingkungan lainnya. Permasalahan sampah semakin perlu untuk dikelola secara profesional.

Saat ini pengelolaan persampahan menghadapi banyak tekanan terutama akibat semakin besarnya timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat baik produsen maupun konsumen. Hal ini menjadi semakin berat dengan masih dimilikinya paradigma lama pengelolaan yang mengandalkan kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan; yang kesemuanya membutuhkan anggaran yang semakin besar dari waktu ke waktu; yang bila tidak tersedia akan menimbulkan banyak masalah operasional seperti sampah yang tidak terangkut, fasilitas yang tidak memenuhi syarat, cara pengoperasian fasilitas yang tidak mengikuti ketentuan teknis.

Pada akhirnya berbagai masalah tersebut akan bermuara pada rendahnya kuantitas dan kualitas pelayanan dan tidak diindahkannya perlindungan lingkungan dalam pengelolaan; yang bila tidak segera dilakukan perbaikan akan berdampak buruk terhadap kepercayaan dan kerjasama masyarakat yang sangat diperlukan untuk menunjang pelayanan publik yang mensejahterakan masyarakat.

(47)

4.4.2. Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Persampahan

Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima ini belum ada penanganan oleh pemerintah, baik dari sisi kelembagaan dan penyediaan sarana dan prasarana persampahan. Selama ini penanganan persampahan masih dikelola sendiri secara individual oleh masyarakat mulai dari pewadahan sampai pembuangan. Walaupun sebenarnya institusi pemerintah yang mempunyai tugas yang berkaitan dengan persampahan sudah ada, namun program yang dilakukan belum menyentuh bidang persampahan.

Pelayanan kebersihan untuk kabupaten Bima saat ini relative masih rendah, hal ini dilihat dari luas layanan kebersihan yang hanya mencakup di daerah Perkotaan saja, dari 18 (dua belas) Kecamatan yang ada baru 4 (empat) kecamatan yang bisa terlayani, dengan prosentase cakupan untuk tahun 2006 sebesar 1,0% terhadap jumlah penduduk terlayani persampahan dan Tahun 2007 sebesar 1,5 % terhadap jumlah penduduk terlayani persampahan.

Sedangkan untuk Daerah/kecamatan yang berada diluar empat kecamatan tadi, baru dapat terlayani sebagian kecil saja bahkan ada daerah yang belum sama sekali tersentuh pelayanan, tentunya hal ini akan menjadi suatu bahan acuan bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah, Serta Peran serta Masyarakat dan Dunia usaha/Swasta untuk terus mengangkat masalah Kebersihan lingkungan khususnya pelayanan persampahan sebagai Isu Central.

Dengan meningkatnya jumlah penduduk, perkembangan teknologi serta meningkatnya taraf hidup masyarakat cenderung menyebabkan bertambahnya volume sampah yang dihasilkan dengan karakteristik lebih bervariasi, sehingga perlu pengelolaan sampah yang lebih baik dan tepat. Dengan demikian maka institusi pemerintah harus segera memulai penanganan sampah agar tidak menjadi gangguan bagi lingkungan pada masa yang akan datang.

(48)

memerlukan tanah luas juga kurang memenuhi syarat kesehatan serta mempunyai resiko lingkungan tinggi.

Karena belum ada pengelolaan di bidang persampahan maka kondisi Sistem sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh pemerintah belum tersedia, hanya pewadahan yang diadakan sendiri oleh masyarakat yang pada umumnya tidak layak.

4.4.3. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Yang Ada (Aspek Teknis)

1. Teknik Operasional Pengelolaan persampahan

Timbulan sampah di Kabupaten Bima selain berasal dari daerah permukiman (sampah rumah tangga) serta sampah yang berasal dari pertokoan, hotel, pasar, restoran, sekolah, jalan dan sebagainya.

Dari data yang diperoleh dari Kantor-kantor Kecamatan sebagai pengelola kebersihan dan hasil pengamatan di lapangan tahun 2007, timbulan Sampah Kabupaten Bima secara keseluruhan pada saat ini adalah sebesar1266,96 m3/hari.

Berdasarkan wilayah administrasi kecamatan baru 4 kecamatan (Kecamatan Woha, Bolo, Monta dan Sape) yang memiliki truk angkutan sampah dengan pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Bima sampai dengan Tahun 2007 baru mencapai 45,3 M3/hari. Sedangkan

kecamatan lainnya yang tidak memiliki sarana angkutan sampah, pengelolaannya masih dibuang di sembarang tempat atau dibakar.

Upaya pengurangan sampah melalui kegiatan 3R (reduce, reuse, recyle) sudah dilakukan di Kecamatan Sape dengan kapasitas 10 m3/hari

dengan luas lahan 100 m2.

2. Daerah Pelayanan dan Kondisi Spesifik

(49)

persampahan sampai tahun 2007 baru dapat mengangkut sampah sekitar 45,3 M3/hari atau sekitar 3,55% dari seluruh timbulan sampah

yang ada di Kabupaten Bima.

3. Prasarana dan Sarana

Berdasarkan data yang ada bahwa volume sampah yang dihasilkan dari sumber sampah yaitu rumah tangga, pasar dan pertokoan setiap hari sebanyak 1266,96 m3 diangkut dengan menggunakan truk dan dibuang

di tempat pengumpulan sampah sementara. Sementara itu jumlah tempat pengumpulan sampah sementara yang ada sebanyak 10 unit dan truk 5 unit sedangkan transfer depo dan pewadahan belum tersedia.

(50)

Tabel 4.16. Prasarana dan Sarana Persampahan yang Ada Kabupaten Bima

Satuan Volume Kapasitas Tahun

Pengadaan Kondisi Ket.

I. MASYARAKAT

1 Pewadahan

a. Bin/Tong Sampah buah -2 Pengumpulan

a. Gerobak Sampah buah -b. Becak Sampah buah -c. Dan Lain-lain buah -3 Penampungan

Sementara

a. Transfer depo buah

-b. Container buah

-c. Pasang Bata buah 10

d. Bak Kayu buah

-e. Tanah Terbuka buah -4 Pengangkutan

a. Dump Truck buah

b. Arm Roll Truck buah

-Satuan Volume Kapasitas Tahun

Pengadaan Kondisi Ket.

II. PEMERINTAH

1 Pewadahan

a. Bin/Tong Sampah buah -2 Pengumpulan

a. Gerobak Sampah buah

-b. Becak Sampah buah

-c. Dan Lain-lain buah -3 Penampungan

Sementara

a. Transfer depo buah

-b. Container buah

-c. Pasang Bata buah

-d. Bak Kayu buah

(51)

6 Pembuangan Akhir

a. Alat Berat

-b. Luas Area

-7 Pengendalian Pencamaran di TPA

a.Leachate treatmen

-b. Buffer Zone

-c. Sal. Pengumpul air

lindi

-d. Drainase air hujan

-8 Sarana Penunjang

-a. Kantor

-b. Bengkel

-c. Dan lain-lain

-III. SWASTA b. Arm Roll Truck

No.

Pengelolaan Prasarana dan

Sarana

Satuan Volume Kapasitas Tahun

Pengadaan Kondisi Ket.

Tabel 4.17. Sistem Pelayanan Persampahan saat ini Kabupaten Bima Tahun 2007

No. Uraian Satuan Volume Ket.

1. Pengelolaan

(52)

-khususnya di 18 kecamatan saat ini adalah pembuangan sampah secara langsung di atas tanah logok atau diatas tanah datar ( Open Dumping )

2. Teknik Operasional

a. Cakupan pelayanan % 45,5 m3/hr

atau 3,55

-b. Perkiraan timbunan sampah m3/hari 1266,96

-c. Timbunan sampah yang terangkut

- Permukiman m3/hari 20,5

-- Non Permukiman m3/hari 20

-- Total m3/hari 45,5

-d. Kapasitas pelayanan TPA m3/hari -

-e. Kapasitas pelayanan pengumpulan sampah Truk

sampah 5

-3. Pembiayaan

a. Biaya Pengelolaan

- Pengumpulan sampah Rp/thn 300.000.000

-- Pengolahan sampah Rp/thn -

-- Pendapatan retribusi Rp/thn -

-4. Hukum dan Peraturan

-Peraturan Daerah tentang Air minum dan

Penyehatan Lingkungan. (Perda Nomor 6 Tahun 2011)

-Peraturan Bupati tentang Air Minum dan

Penyehatan Lingkungan.

1 berkas

(53)

-Tabel 4.18 Sistem Pelayanan Persampahan saat ini Kabupaten Bima Tahun 2007

No. Uraian Satuan Ket.

1. Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk 410.68286 Orang 2. Pendapatan Penduduk Rata-rata Org/Ha 3. Tata Guna Lahan :

•Komersil/Perkantoran/Perdagangan

•Daerah Permukian

•Fasilitas Umum

•Dan Lain-lain

4. Topografi dan Geologi 5. Permeabilitas Tanah 6. Air Tanah :

•Tinggi muka air tanah

• Pemanfaatan

• Kualitas

7. Air Permukaan :

•Debit

•Pemanfaatan

•Kualitas 8. Kilmatologi :

•Arah angin

•Curah hujan rata-rata 9. Kesehatan :

•Tiga penyakit paling dominant terkait dengan kondisi sanitasi yang buruk

•Kejadian khusus terkait sampah

Diare, malaria,

tipus.

4.4.4. Permasalahan Yang Dihadapi

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima mencakup :

a. Peningkatan cakupan pelayanan yang sesuai dengan sasaran MDG’s tahun 2015 dan RPJM Nasional 2004-2009, Tentunya memerlukan investasi sarana dan prasarana persampahan yang cukup besar juga harus didukung oleh kesiapan manajemen dan dukungan peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun di daerah.

(54)

melaksanakan pola penanganan sampah regional merupakan tantangan dalam era otonomi daerah, demikian juga dengan perlunya pemisahan peran operator dan regulator.

c. Penggalian sumber dana untuk investasi dan biaya O/M terutama dari pihak swasta yang harus sinergi dengan penerapan pola pemulihan biaya (cost recover) secara bertahap merupakan tantangan yang harus

segera dicarikan solusinya secaraWin-win.

d. Lokasi TPA yang masih dalam tahap pembangunan yang mulai dilaksanakan pada tahun 2011, sehingga pembuangan sampah masih dibuang pada lahan yang kosong dan tidak terpakai dan belum memiliki sistem apapun. Sehingga hal ini menimbulkan dampak yang buruk bagi masyarakat sekitarnya.

e. Program 3R yang sudah dibangun pada tahun 2009 dan masih sulit untuk di praktekkan merupakan tantangan yang memerlukan kesungguhan terutama dalam masalah sosialisasi, pendidikan, dan penyuluhan.

f. Lemahnya penegakan hukum atas pelanggaran pembuangan sampah merupakan tantangan aparat hokum bagaimana penerapan perda dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh.

g. Keterbatasan tenaga pengangkut/petugas kebersihan sampah secara tepat dan terpadu sehingga dapat menangani timbunan sampah yang terdapat pada masing TPS.

h. Keterbatasan jumlah armada pengangkut yang mengakibatkan tidak maksimalnya pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

i. Kesadaran masyarakat yang masih sangat rendah dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

(55)

Persampahan yang dihadapi

A. Kelembagaan :

- Bentuk Institusi TUPOKSI Belum

Jelas Disesuaikan

- SDM Belum Efektif - Pemberdayaa

n & Pelatihan

B. Teknis Operasional :

1. Perencanaan

Ketersediaan dokumen perencanaan

(Master Plan, FS, DED)

Belum tersedia Penyediaan 2. Prasarana dan Sarana

Pewadahan :

(56)

Persampahan yang dihadapi Yang

b.Arm Roll Truck

c.Compactor Truck

Biaya OP dan kondisi truk buruk dan kurang jumlahnya

Pengadaan

dump truk DinasPU

Sistem Pemgolahan & 3R :

b. Fasilitas Umum : - Jalan masuk - Saluran drainase - Sistem air bersih - Kantor

- Pagar/gerbang c. Fasilitas Perlindungan

Lingkungan : - Lapisan kedap air - Saluran pengumpul

lindi

- Cadangan tanah penutup

e. Fasilitas Penunjang :

Gambar

Tabel 4.1. PSD Permukiman skala besar yang ada di Kabupaten Bima
Tabel 4.2. Perkiraan Peningkatan Kebutuhan Air Bersih untuk PerumahanSwadaya tahun 2009 dan tahun 2013
Tabel 4.3. Perkiraan Kebutuhan Truk Tangki Tinja untuk Perumahan Swadayatahun 2009 dan 2013
Tabel 4.4.Perkiraan Kebutuhan Pelayanan Persampahan untuk Perumahan Swadayatahun 2010 dan 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan penemuan baru tersebut di atas, maka persoalan diatesis dalam BMK, BM dan BI sudah jelas sehingga pembahasan yang berkaitan dengan diatesis, terutama aktif &gt;&lt; pasif,

Berlatar belakang masalah tersebut, dalam Tugas Akhir ini akan dilakukan analisa pengaruh variasi kedalaman terhadap performa CALM Buoy yang dipengaruhi oleh respon

Suspensi sporocyst hasil isolasi tersebut masih terdapat beberapa unsur lain (kotoran) yang terikut bersama sporocyst, sehingga saat penghitungan jumlah sporocyst harns

Variabel dependen pada penelitian ini adalah going concern reporting accuracy yang diukur dengan kesalahan tipe 2 dalam pemberian opini going concern.. Kesalahan

Media sosial path dapat menjadi media aktualisasi diri bagi seseorang karena hal ini sejalan dengan penelitian dari Drestya (2013), menyebutkan bahwa salah satu motif

Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan

Dalam penelitian Kim dan Lee (2006) menggunakan tiga dimensi yang berkaitan dengan budaya organisasi untuk mengukur kemampuan berbagi pengetahuan dari karyawan

melaksanakan percobaan yang memanfaatkan sifat-sifat fluida untuk mempermudah suatu pekerjaan Tugas - Proyek Merancang eksperimen untuk menyelidiki kemurnian suatu