• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN PRANIKAH UNTUK MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH, MAWADDAH, WA RAHMAH (Studi di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDIDIKAN PRANIKAH UNTUK MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH, MAWADDAH, WA RAHMAH (Studi di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENDIDIKAN PRANIKAH

UNTUK MEMBENTUK KELUARGA

SAKINAH

,

MAWADDAH

,

WA RAHMAH

(Studi di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

MUHAMMAD ROFIQ

NIM. 111-14-356

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

iii

PENDIDIKAN PRANIKAH

UNTUK MEMBENTUK KELUARGA

SAKINAH

,

MAWADDAH

,

WA RAHMAH

(Studi di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

MUHAMMAD ROFIQ

NIM. 111-14-356

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

Barang siapa keluar untuk mencari ilmu, maka dia berada di jalan Allah.” (HR. Turmudzi)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobil’alamin, puji syukur atas limpahan Allah SWT yang

telah menghantarkan penulis pada keselamatan yang insyaAllah berkah ini. Penulis mempersembahkan karya ini sebagai bukti keseriusan kepada orang-orang yang telah membantu sampai terselesaikannya pendidikan saya di IAIN Salatiga. Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Allah SWT, yang telah memberikan hidayah dan membukakan akal pikiranku, sehingga bisa mengikuti anjuran yang baik dan menghindari yang bathil. 2. Kedua orang tuaku, Bapak Suraji Alm. dan Ibu Uminatun yang selalu

menasihatiku, memberikan do’a, kasih sayang, dan memberikan motivasi

dalam menjalani kehidupanku.

3. Keluarga kakakku, yaitu Syamsul Khoiri beserta istri atas motivasi yang sangat membangun mental dalam menempuh program pendidikan ini.

4. Masyarakat Dsn. Tugu, Ds. Banding, Kec. Bringin, Kab. Semarang, yang telah memberikan support dan wadah bagi saya, sehingga saya dapat mengembangkan jiwa sosial dan religi.

5. Teman-teman Kelas PAI I serta seluruh teman-teman PAI angkatan tahun 2014 IAIN Salatiga, atas kebersamaan yang penuh hikmah, canda, dan tawa. 6. Teman-teman PPL di SMA N 1 Bringin tahun 2017.

7. Teman-teman KKN di Dsn. Kedung, Ds. Kentengsari, Kec. Kedungjati, Kab. Grobogan tahun 2018.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur alhamdulillahi robbil’alamin, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang selalu memberikan nikmat, taufik, beserta hidayah-Nya kepada kita semua (khususnya kepada penulis) sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Komponen-Komponen Pendidikan Pranikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah (Studi di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga).

Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah satu-satunya manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang yakni dengan melalui ajaran agama Islam.

Penulisan skripsi ini pun tentu tidak luput dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang berkenan membantu. Oleh karena itu atas bimbingan dan arahannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga,.

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga.

3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga.

(10)
(11)

xii ABSTRAK

Rofiq, Muhammad. 2018. Pendidikan Pranikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah (Studi di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga. Skripsi, Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Pembimbing: Dr. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si.

Kata Kunci: Sistem Pendidikan Pranikah, Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah

Penelitian ini bertujuan guna mengetahui sistem pendidikan pranikah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga. Adapun pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah model pendidikan pranikah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga? 2) Bagaimanakah perubahan pada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta setelah mengikuti pendidikan pranikah sebagai bekal berumah tangga?, dan 3) Apakah faktor penghambat dalam pendidikan pranikah di komunitas itu?

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan deskriptif-analitik. Informan dalam penelitian ini meliputi: peserta komunitas yang ikut dalam pendidikan pranikah serta founder sekaligus salah satu pendidik di komunitas tersebut. Pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(12)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...i

HALAMAN BERLOGO ...ii

HALAMAN JUDUL ...iii

NOTA PEMBIMBING...iv

HALAMAN PENGESAHAN ...v

DEKLARASI KEASLIAN TULISAN ...vi

MOTTO ...vii

PERSEMBAHAN......viii

KATA PENGANTAR ...ix

ABSTRAK ......xi

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR BAGAN ...xvi

DAFTAR GAMBAR ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Fokus Penelitian ...10

C. Tujuan Penelitian ...11

D. Manfaat Penelitian ...11

1. Manfaat Teoretis ...11

2. Manfaat Praktis ...12

E. Penegasan Istilah ...13

F. Sistematika Penulisan ...17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ...20

1. Pendidikan ...20

2. Pernikahan dalam Islam ...34

(13)

xiv

4. Dasar dan Tujuan Pendidikan Pranikah ...53

5. Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah ...57

B. Kajian Pustaka ...68

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...76

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...77

C. Sumber Data ...78

D. Prosedur Pengumpulan Data ...79

E. Analisis Data ...82

F. Pengecekan Keabsahan Data ...83

G. Tahap-Tahap Penelitian ...84

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Paparan Data ...86

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...86

a. Deskripsi Kota Salatiga ...86

1) Letak Geografis dan Luas Wilayah ...86

2) Jumlah Penduduk ...87

3) Kondisi Keagamaan ...87

b. Profil Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga ...88

1) Sejarah Singkat Komunitas Rumah Jodoh Salatiga ...88

2) Visi dan Misi ...89

3) Struktur Kepengurusan ...91

4) Pendidik ...93

5) Keanggotaan ...93

6) Sasaran Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga ...94

7) Sarana dan Prasarana ...94

(14)

xv

3. Temuan Penelitian ...98

a. Sistem Pendidikan Pranikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga ...98

b. Perubahan Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Peserta Setalah Mengkuti Pendidikan Pranikah Sebagai Bekal Berumah Tangga ...109

c. Faktor yang Menghambat dalam Pelaksanaan Pendidikan Pranikah di Komuitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga ...117

B. Analisis Data 1. Sistem Pendidikan Pranikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah di Komunitas Rumah Jodoh Salatiga ...120

2. Perubahan Pada Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Peserta Setalah Mengkuti Pendidikan Pranikah Sebagai Bekal Berumah Tangga ...127

3. Faktor yang Menghambat dalam Pelaksanaan Pendidikan Pranikah di Komuitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga ...132

BAB V PENUTUP A. Simpulan ...138

B. Saran ...140

DAFTAR PUSTAKA......142

(15)

xvi

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.1 Daftar Cerai Talak dan Cerai Gugat Kota Salatiga 2015-2016 ...7

(16)

xvii

DAFTAR BAGAN

(17)

xviii

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1: Pendaftaran untuk Ikut Kegiatan Pendidikan Pranikah Berupa Seminar di Masjid Darul Amal (MDA) Salatiga.

2. Gambar 2: Pembacaan Ayat-Ayat Al-Qur’an di Awal Kegiatan di Masjid Darul Amal (MDA) Salatiga.

3. Gambar 3: Penyampaian Materi dalam Acara Seminar di Masjid Darul Amal (MDA) Salatiga.

4. Gambar 4: Pengungkapan Pendapat Terhadap Permasalahan yang Diberikan dalam Acara Seminar di Masjid Darul Amal (MDA) Salatiga.

5. Gambar 5: Kegiatan Pendaftaran Pendidikan Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) dalam Perpusda Kota Salatiga.

6. Gambar 6: Kegiatan Pendidikan Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) dalam Perpusda Kota Salatiga.

7. Gambar 7: Foto Bareng Peserta Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) dalam Perpusda Kota Salatiga.

8. Gambar 8: Foto Bareng Peserta Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) di dalam ruang Multi Media Perpusda Kota Salatiga.

9. Gambar 9: Wawancara dengan S.U. (Peserta yang Belum Nikah) di Perpusda Kota Salatiga, Kamis, 26 Juli 2018.

10.Gambar 10: Wawancara dengan K.I.P., (Peserta yang Sudah Nikah) di Kantor UPTPB (Kampus 3) IAIN Salatiga, Rabu, 01 Agustus 2018

11.Gambar 11: Brousur Kegiatan Pendidikan Pranikah Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga.

(18)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Catatan Lapangan Lampiran 2 Pedoman Observasi Lampiran 3 Pedoman Wawancara Lampiran 4 Verbatim Wawancara

Lampiran 5 Contoh Proposal Sosiopreneur “Rumah Jodoh” Lampiran 6 Gambar Dokumentasi

Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian Lampiran 10 Nota Pembimbing

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam mendorong manusia untuk dapat berinteraksi sosial di tengah manusia lainnya. Dorongan tersebut dapat kita katahui melalui beberapa dalil, baik dalil aqliyah dan dalil naqliyah. Hal ini tersurat maupun tersirat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul, bahkan tampak pula secara simbolik dalam berbagai ritual ibadah Islam. Dengan adanya interaksi tersebut sangat memungkinkan timbul berbagai masalah dalam kehidupan manusia, karena manusia diciptakan dengan berbeda, yakni ada laki-laki dan perempuan. Kodrat antara laki-laki dan perempuan adalah adanya ketertarikan kepada lawan jenis, di mana laki-laki ingin mempunyai pasangan seseorang wanita, dan begitu juga sebaliknya wanita ingin laki-laki (Huda, 2001:9).

(20)

2 menjelaskan tentang Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk menyembah-Nya. Sehingga Allah memberikan pasangan itu adalah juga sebagai jalan untuk melaksanakan ibadah dengan perolehan sesuai atas ketentuan-ketentuan dalam firman-Nya.

Allah tidak membiarkan manusia, pria dan wanita, berkumpul dan bertemu, dan mengadakan hubungan semaunya sendiri, seperti berkumpulnya hewan jantan dan betina, yang kapan saja mereka menghendakinya, dan kapan saja suasana mendesak, tanpa adanya peraturan, dan tanpa adanya ikatan kekeluargaan. Maka untuk manusia sendiri, secara khusus Allah menetapkan pernikahan sebagai jalan diperbolehkannya masing-masing pasangan untuk melakukan hajat biologisnya secara halal dan mubah (Azzam, 2009:40-41).

(21)

3

Pernikahan adalah suatu bentuk ibadah dimana seorang laki-laki dan perempuan yang bukan sebagai muhrim sebagai suami istri dengan malakukan akad dengan tujuan meraih kehidupan yang sakinah (tenang, damai), mawaddah (saling mencintai dan penuh kasih sayang), wa rahmah (kehidupan

yang dirahmati Allah) (Thobroni, 2010:11).

Di dalam Al-Qur’an terdapat penjelasan tentang tujuan perkawinan, yaitu dalam QS. An-Nisa: 1, yang berbunyi:

ْ َي

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

(22)

4

Selain itu, anjuran menikah telah ditekankan Rasulullah bagi laki-laki dan wanita yang telah menemukan pasangan dan memenuhi syarat-syarat sesuai dengan tuntunan Islam (Ulfatmi, 2011:3). Sabda Rasulullah SAW, berbunyi sebagai berikut: (bencana) dan akan berkembang menjadi kehancuran yang besar di muka bumi”. Kemudian ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika orang (pemuda) itu mempunyai cacat atau kekurangan?” Maka Rasulullah menjawab, (mengulangi tiga kali), “Jika datang kepada kalian orang yang bagus agamanya dan kahlaknya, maka nikahkanlah dia (dengan putrimu)!” (HR. al -Turmudzi).

(23)

5

Namun yang perlu kita ketahui, jalan untuk memasuki mahligai pernikahan itu juga sering dianggap terjal, berkelok, dan penuh dengan lubang. Tidak sedikit diantara pecinta yang sedang merajut ikhtiar menggapai mahligai rumah tangga, merasa putus asa lantas menghancurkan sendiri rajutan yang telah dirintisnya. Terkhusus lagi bagi perempuan, pernikahan menjadi persoalan unik dan menarik. Bagi perempuan menikah adalah suatu momentum yang sangat sakral dan wajib dikanang sepanjang hayat. Tetapi tidak sedikit pula perempuan yang terjebak pada berbagai persoalan menjelang pernikahan, baik persoalan teknis maupun psikis (Thobroni, 2010:4).

(24)

6

Berbagai hasil penelitian seperti yang dilakukan Tsania (2015) menunjukkan bahwa kurangnya kesiapan menikah berdampak pada masalah ekonomi, ketidakharmonisan keluarga, salah satu pasangan meninggalkan kewajiban, awal perkawinan yang kurang baik, kurangnya komunikasi dan penyelesaian masalah dengan baik. Sehingga, banyak pasangan tidak mampu mewujudkan harapan-harapan pernikahan (Ulfatmi, 2011:5). Ikatan yang mereka bangun rapuh, sendi-sendi yang didirikan begitu lemah, akibatnya konflik mudah terjadi. Berbagai faktor inilah yang menyebabkan pasangan tidak berhasil mewujudkan keluarga yang diidamkan (Ulfatmi, 2011:5).

Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Kementerian Agama menyatakan bahwa di Indonesia angka perceraian rata-rata secara nasional yaitu mencapai 16-20% di tahun 2009-2016. Tahun 2012 menempati puncak tertinggi angka perceraian sebanyak 372.557 yang berarti ada 40 perceraian per jam. Pada tahun 2013, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan bahwa angka perceraian menduduki peringkat tertinggi di Asia Pasifik (Choiriah, 2016).

(25)

7

Tabel 1.1

Daftar Cerai Talak dan Cerai Gugat

No. Bulan Tahun 2015 Tahun 2016

Cerai Talak Cerai Gugat Cerai Talak Cerai Gugat

1 Januari 35 82 37 95

2 Februari 32 75 45 82

3 Maret 37 79 37 79

4 April 48 90 26 81

5 Mei 26 71 32 78

6 Juni 29 68 33 74

7 Juli 29 56 13 48

8 Agustus 23 77 30 95

9 September 33 94 39 88

10 Oktober 30 84 25 77

11 November 31 79 27 82

12 Desember 26 90 24 69

Sub Jumlah 379 945 368 948

Jumlah Total 1324 1316

Sumber: Laporan Tahunan Pengadilan Agama Salatiga

Selain itu, kasus KDRT di Kota Salatiga juga mengalami peningkatan. Seperti halnya di tahun 2010, kasus semacam ini dikatakan bertambah derastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan KB dan Ketahanan Pangan setempat mencatat terdapat ada 22 kasus KDRT. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan KB dan Ketahanan Pangan Kota Salatiga, Endang DW, melalui Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Siti Andjajanah, mengatakan data tersebut didasarkan pada laporan yang diadukan korban ke kepolisian. Diduga kuat, jumlah kasus

kekerasan di lapangan faktualnya jauh lebih banyak dari yang terdata. “Stigma

(26)

8

Fakta di atas, terlihat bahwa dengan tantangan yang sangat kompleks ini, nampaknya semakin sulit pasangan suami istri untuk mewujudkan keluarga yang sakinah (tenang, damai), mawaddah (saling mencintai dan penuh kasih sayang), rahmah (kehidupan yang dirahmati Allah). Terbukti dengan data-data yang dipaparkan di atas, tingginya jumlah pasangan yang mengalami konflik dan tidak sedikit yang harus berakhir dengan perceraian.

Oleh sebab itu, Menteri Agama yakni Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan perlunya pembekalan pranikah yang lebih terstandardisasi untuk mengurangi perceraian yang terjadi karena beberapa alasan, diantaranya; hubungan tidak harmonis, tidak ada tanggung jawab kepada anak, kehadiran pihak ketiga, dan persoalan ekonomi.

(27)

9

Untuk mengatasi berbagai problem di tengah-tengah bertambahnya jumlah rumah tangga yang mengalami konflik dan juga pula semakin kompleks masalah msyarakat modern saat ini, maka sekiranya perlu adanya pendidikan, yakni berupa pendidikan pranikah seperti yang dilakukan pada Komunits Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga. Melalui program ini tentu dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis, serta mengembangkan akhlak dan budi pekerti luhur merekayang terlibat dalam pelaksanaannya.

Program pendidikan ini bukan hanya sebagai preventif dan kuratif terhadap masalah tersebut, tetapi juga menyediakan berbagai informasi kepada individu, calon pasangan, atau pasangan untuk memperoleh pendidikan maupun bimbingan dalam meraih pencapaian keahlian hubungan interpersonal, intrapersonal, dan hubungan secara keseluruhan secara cepat, tepat dan dalam waktu yang singkat. Kemudian juga memberikan motivasi dan memberikan bekal ilmu pendidikan Islam tentang pernikahan.

(28)

10

Berdasarkan permasalahan di atas, muncul beberapa permasalahan yang menarik untuk diteliti, sehingga dalam penulisan skripsi ini penulis

mengambil judul sebagai berikut: “Pendidikan Pranikah untuk Membentuk

Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah (Studi di Komunitas Rumah Jodoh

(KRJ) Salatiga”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan pertimbangan latar belakang di atas, maka penulis memfokuskan kajian dalam penelitian yang dilakukan di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sistem pendidikan pranikah nikah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga?

2. Bagaimanakah perubahan pada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta setelah mengikuti pendidikan pranikah sebagai bekal berumah tangga?

3. Apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan pranikah di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga?

(29)

11

C. Tujuan Penelitian

Ada beberapa tujuan yang dapat diambil oleh peneliti dari fokus penelitian di atas, antara lain:

1. Mendeskripsikan sistem pendidikan pranikah nikah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga.

2. Mendeskripsikan perubahan pada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta setelah mengikuti pendidikan pranikah sebagai bekal berumah tangga.

3. Manganalisis faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan pranikah di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga

Beberapa tujuan penelitian di atas merupakan sasaran hasil yang akan dicapai, yaitu disesuaikan dengan fokus penelitian yang telah dirumuskan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Ada beberapa manfaat teoritis yang dapat kita ambil melalui penelitian ini, antara lain:

a. Memberikan sumbangsih pengalaman dan wawasan khususnya dalam pelaksanaan pendidikan pranikah.

(30)

12

2. Manfaat Praktis

Adapun beberapa manfaat praktis yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, antara lain:

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan supaya dapat menambah pengalaman dalam pelaksanaan pendidikan pranikah.

b. Bagi Komunitas Rumah Jodoh

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga untuk memberikan pendalaman materi supaya dapat mengurangi angka perselisihan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dalam menghadapi masalah yang terjadi dalam lingkup rumah tangga.

d. Bagi Kantor Urusan Agama (KUA)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Kantor Urusan Agama (KUA), khususnya lingkup kota Salatiga dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan atau pembinaan pasangan pranikah.

(31)

13

E. Penegasan Istilah

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan kemungkinan terjadinya salah penafsiran terhadap apa yang terkandung di dalam skripsi ini, maka kiranya perlu penulis perjelas dan membatasi pengertian sebagai berikut:

1. Sistem Pendidikan Pranikah

Menurut Rulam Ahmadi (2017:54), sistem adalah keseluruhan (totalitas) yang terdiri dari berbagai komponen, dimana seluruh komponen melakukan fungsinya masing-masing dan saling terkait (bergantung) satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Kata pendidikan mempunyai pengertian sebagai rangkain proses pemberdayaan potensi dan kompetensi individu untuk menjadi manusia berkualitas yang berlangsung sepanjang hayat, serta mempersiapkan peserta didik agar dapat menggali, menemukan, dan menempa potensi yang dimiliki, dan juga untuk mengembangkannya tanpa menghilangkan karakteristik masing-masing (Soyomukti, 2010:5).

Ketika proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan terdapat beberapa komponen yang satu sama lain saling mendukung. Komponen-komponen pendidikan itu, antara lain: tujuan, siswa, pendidik, kurikulum (isi/materi), metode pendidikan, dan lingkungan (Ahmadi, 2017:63).

(32)

14

adalah sesuatu yang dapat menghalalkan seorang laki-laki dan perempuan untuk bersenang-senang berupa hubungan biologis. Selanjutnya pranikah adalah periode sebelum menikah. Periode pranikah ini merupakan periode persiapan untuk menghadapi hidup baru yaitu berkeluarga (Masdub, 2015:57-58). Fase ini terjadi pada masa remaja atau pemuda yang akan atau sedang mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang perkawinan atau hidup berumah tangga. (Azzam & Hawwas, 2009:56-57).

Melihat beberapa pengertian di atas dapat kita pahami bersama bahwa sistem pendidikan pranikah adalah keseluruhan dari berbagai komponen yang membangun pendidikan pranikah (baik berupa: tujuan, siswa, pendidik, kurikulum (isi/materi), metode pendidikan, dan lingkungan), dimana seluruh komponen melakukan fungsinya masing-masing dan saling terkait (bergantung) satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.

2. Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah

(33)

15

Sakinah secara harfiah dapat diartikan tenang atau tenteram.

Menurut al-Asfahaniy (dalam Ulfatmi, 2011:64), kata ‘sakinah’ bermakana sesuatu yang tetap setelah ia bergerak, biasanya digunakan untuk kita menempati. Selain itu kata sakinah juga memiliki arti tenteram, yaitu adanya kepercayaan dalam berumah tangga, dan saling memahami sifat pasangan masing-masing hingga timbul parasaan tenteram, seiring, dan sejalan untuk mewujudkan tujuan berumah tangga. Keluarga sakinah menunjukkan keluarga yang tenang dan damai (Thobroni, 2010:53).

Kemudian mawaddah berasal dari kata al-waddu (cinta) atau mencintai sesuatu (Ulfatmi: 2011:65). Secara lebih lengkapnya pengertian dari mawaddah adalah cinta atau sayang, yang merupakan tahapan berikutnya yang kita rasakan pada pasangan. Kita mencintai tidak hanya didasarkan atas kehendak fisik atau ekonomi semata, ataupun keadaan luar saja. Tetapi adanya perasaan mencintai karena Allah SWT, yang tidak tergoyahkan oleh godaan-godaan apapun (Thobroni, 2010:53).

(34)

16

Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita pahami bersama bahwa kelurga sakinah, mawaddah, wa rahmah adalah sebuah keluarga yang kehidupannya tenteram dan bahagia, dengan selalu berkasih sayang, saling menghargai, saling memberi, saling membantu, saling mengerti dan memahami, saling berupaya menyempurnakan tugas dan tanggung jawabnya terhadap Allah, keluarga maupun masyarakat.

3. Komunitas Rumah Jodoh (KRJ)

Secara sederhana kata komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berarti kesamaan, kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti sama,publik, dibagi oleh semua atau banyak. Pada manusia, komunitas merupakan kumpulan individu yang di dalamnya memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko, dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Sehingga Soenarno (2002) mengatakan bahwa komunitas sebuah identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional.

(35)

17

Adapun Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) merupakan sebuah komunitas yang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan bekal calon pasangan untuk hidup berkeluarga, serta pendidikan berkeluarga bagi para pasangan yang sudah berkeluarga untuk meminimalisir terjadinya berbagai permasalahan yang ada dalam lingkup keluarga. Komunitas ini dibentuk dengan tujuan untuk membekali ilmu dan bimbingan konseling yang berkaitan dengan kehidupan berumah tangga, baik untuk kalangan muda yang mau menikah dan pasangan yang sudah berkeluarga, sehingga nantinya dapat mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memberikan gambaran dalam memahami penelitian ini secara sitematis, perlu dikemukakan tentang sistematika yang menunjukkan tentang susunan penulisan skripsi, sehingga dapat dikatahui tentang rangkaian isinya secara kompleks dan menyeluruh. Adapun penyusun membentuk sitematika penulisan skripsi sebagai berikut:

1. Bagian Awal

(36)

18 2. Bagian Inti

Pada bagian inti dalam skripsi ini terdiri dari lima bab dengan beberapa sub pembahasan yang tentunya saling berkaitan secara logis dan sistematis, antara lain:

Pada bab I yang merupakan pendahuluan yang akan menjelaskan unsur-unsur penting yang menjadi syarat dalam suatu penelitian ilmiah. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah yang menampilkan kegelisahan akademik pada penelitian ini, sehingga penelitian ini dipandang menarik, penting, dan bermanfaat untuk diteliti. Dari uraian latar belakang masalah tersebut akan memunculkan rumusan masalah yang menjadi fokus permasalahan yang akan diteliti. Pada fokus tersebut akan memunculkan tujuan dan manfaat penelitian yang akan digunakan untuk mengembangkan konsep-konsep yang telah ada untuk mengevaluasinya. Kemudian untuk menghindari kekurang jelasan atau pemahaman yang berbeda antara pembaca dengan peneliti mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul dalam penelitian dibuat penegasan istilah.

(37)

19

Pada bab III agar penelitian lebih terstruktur dalam penggalian data, maka disusun metode penelitian yang memuat: jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.

Pada bab IV memuat paparan dan analisis data. Untuk paparan data tersebut diperoleh melalui pengamatan dan/atau hasil wawancara serta beberapa deskripsi informasi lainnya seperti dokumen, foto, dan rekaman video. Lebih fokus paparan ini berisi tentang pelaksanaan pendidikan pranikah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah pada komunitas itu. Penjabarannya memuat gambaran umum Kota Salatiga, profil Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga, profil informan, serta pendidikan pranikah yang ada di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga. Tahap selanjutnya yakni analisis data pada pendidikan tersebut, sehingga nanti dapat diketahui tentang pendidikan pranikah di Komunitas Rumah Jodoh (KRJ) Salatiga, hasil perubahan peserta setelah mengikuti pendidikan, serta hambatan yang terjadi dalam pendidikan.

Pada bagian bab akhir, yakni bab V merupakan kesimpulan atau jawaban dari rumusan masalah yang ingin penulis ketahui setelah melakukan analisis data, serta berisi kritik dan saran agar program pendidikan pranikah di komunitas itu bisa lebih baik.

3. Bagian Akhir

(38)

20 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha berupa kegiatan untuk mencapai tujuan, sasaran, dan target pendidikan (An-Nahlawi, 2004:21). Dalam usaha pendidikan ada tiga unsur pokok yang terjadi, yaitu: masukan, unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha. Dari hubungan ketiga unsur tersebut, dapat dijelaskan bahwa untuk unsur masukan usaha pendidikan itu berupa peserta didik dengan berbagai ciri yang ia miliki baik bakat, minat, kemampuan, atau juga keadaan jasmani. Sehingga melalui pendidikan tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan fitrah peserta didik.

(39)

21

b. Prinsip-Prinsip Pendidikan

Kemudian dalam pendidikan baik umum maupun untuk pendidikan Islam paling tidak memuat lima prinsip (Roqib, 2009:32-33), antara lain:

1) Prinsip integrasi, yaitu suatu prinsip yang memandang adanya wujud kesatuan dunia-akhirat. Sehingga dalam pendidikan akan meletakkan porsi seimbang untuk mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus di akhirat.

2) Prinsip keseimbangan, yaitu prinsip yang memandang keseimbangan yang proporsional antara muatan ruhaniyah dan jasmaniyah, antara ilmu murni dan ilmu terapan, antara teori dan

praktik, antara nilai yang menyangkut aqidah, syari’ah, dan akhlak.

3) Prinsip persamaan dan pembebasan, yaitu manusia diciptakan dari pencipta yang sama (Tuhan). Sedangkan pembebasan itu berupa upaya untuk membebaskan manusia dari belenggu nafsu dunia menuju pada nilai tauhid yang bersih dan mulia.

4) Prinsip kontiunitas dan berkelanjutan, yaitu prinsip yang berpandangan bahwa dalam pendidikan manusia mempunyai konsep seumur hidup (life long education).

(40)

22

c. Komponen-Komponen Pendidikan

Pendidikan sebagai sebuah sistem, mempunyai beberapa komponen yang saling berinteraksi untuk mancapai tujuannya. Komponen tersebut mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekedar acak, dan yang saling mambantu untuk mencapai hasil (produk). Sehingga sistem pendidikan itu berupa seperangkat sarana yang dipolakan untuk memberdayakan nilai-nilai budaya masyarakat dapat mengalami perubahan-perubahan bentuk dan model sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup masyarakat dalam rangka mengejar cita-cita hidup yang sejahtera lahir maupun batin bagi mereka.

Menurut Rulam Ahmadi (2017:63-79), komponen-komponen penting dalam pendidikan, antara lain meliputi tujuan pendidikan, pendidik (guru), peserta didik (baik berupa siswa/murid/santri/warga belajar/peserta didik), isi kurikulum, metode pembelajaran, dan lingkungan pendidikan.

1) Tujuan Pendidikan.

(41)

23

anak didik. Nilai-nilai tersebut nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya.

Tujuan pendidikan secara umum adalah mengembangkan segala potensi bawaan manusia secara integral, simultan, dan berkelanjutan agar manusia mampu melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai khalifah di bumi guna mencapai kebahagiaan di masa sekarang dan masa yang akan mendatang.

Selain itu, pendidikan juga mempunyai tujuan untuk mengembangkan fitrah manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat ar-Rum ayat 30 yang berbunyi:

ْ مِق

َ

أَف

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

(42)

24

Kemudian, menurut Benyamin S. Bloom berdasarkan

teorinya pengelompokan tujuan pendidikan atau “taksonomi”

(dalam Jamaludin, Acep Komarudin, dan Koko Khoerudin, 2015:71), menyebutkan bahwa tujuan pendidikan (pembelajaran) memuat tiga kawasan atau dominan yakni ranah kogntif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

a) Aspek kognitif berisi tentang penekanan pada aspek intelektual atau berhubungan dengan pengetahuan.

b) Aspek afektif penekanan pada aspek sikap, baik berupa perasaan dan emosi.

c) Aspek psikomorotik yang menekankan pada keterampilan. Adapun secara lebih lanjut, menurut Mufron (2015:19-22) tujuan pendidikan dalam pendidikan Islam dapat dibagi menjadi dua, berupa tujuan umum dan tujuan khusus.

a) Tujuan umum.

Pendidikan Islam mempunyai tujuan umum, yaitu sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia yakni untuk membentuk pribadi mukmin yang selalu mengabdi atau menyembah Allah SWT.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Adz-Dzariyat: 56, yang berbunyi:

(43)

25

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Surat adz-Dzariyat ayat 56 di atas dapat kita pahami bersama bahwa menjelaskan tentang Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk menyembah-Nya. Sehingga begitu juga dalam pelaksanaan pendidikan, maka harus berorientasi pada tujuan penciptaan manusia yakni untuk membentuk pribadi yang senantiasa menyembah kepada Allah SWT.

b) Tujuan khusus.

Adapun tujuan khusus pendidikan Islam, seperti mencari ilmu, berbuat baik kepada bapak-ibu, menafakahkan harta di jalan Allah, berbuat baik kepada kaum kerabat, menafakahkan harta tanpa rasa kikir dan berlebihan, jujur dalam menimbang, rendah hati, tidak sombong, adil, menjauhi kekejian, serta menepati janji.

(44)

26 a) Dimensi religi.

Hal ini berkaitan dengan bagaiamana manusia dapat melaksanakan ajaran agamanya atau hubungannya dengan Tuhan. Tujuannya: untuk membangun kesadaran beragama, membina dan meningkatkan pengamalan agama peserta didik. b) Dimensi diri-manusia (self).

Hal ini berkenaan dengan bagaimana potensi-potensi bawaan manusia yang beragam itu dapat berkembang secara optimal, sehingga berkemampuan secara berkelanjutan dalam melaksanakan tugas kehidupan.

c) Dimensi sosial.

Hal ini berkenaan dengan bagaimana manusia mampu membangun dan mengambangkan interaksi sosialnya, baik antara individu dengan individu maupun antara individu dengan kelompok.

d) Dimensi ekonomi.

(45)

27 e) Dimensi budaya.

Hal ini berkenaan dengan bagaimana manusia mampu memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya lama yang masih relevan untuk masa sekarang dengan masa yang akan mendatang.

f) Dimensi politik.

Hal ini berkenaan dengan bagaimana masyarakat memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaannya mengenai berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan hidupnya.

g) Dimensi keamanan.

Hal ini berkenaan dengan bagaimana suatu masyarakat memahami tentang pentingnya keamanan dalam kehidupan dan kesiapan untuk ambil bagian dalam menciptakan keamanan dalam kehidupan masyarakat.

h) Dimensi IPTEK.

(46)

28 2) Peserta Didik.

Peserta didik adalah seseorang yang ingin belajar atau memperoleh pendidikan. Mereka memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan mempengaruhi proses belajarnya. Peserta didik juga merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan. Ia adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkemangan baik secara fisik dan psikis, sehingga perlu dibimbing (Mufron, 2015:49-50).

Mengacu pada konsep pendidikan sepanjang masa (long life education), maka dalam arti luas yang disebut dengan peserta

didik adalah siapa saja yang berusaha untuk melibatkan diri sebagai peserta didik dalam kegiatan pendidikan, sehingga tumbuh dan berkembang potensinya, baik untuk anak yang belum dewasa, maupun orang yang sudah dewasa (Yasin, 2008:95).

Adapun, untuk peserta didik yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(47)

29

b) Individu yang sedang berkembang yakni supaya dapat berubah secara wajar melalui suatu rangkaian yang bertingkat-tingkat dan setiap tingkat mempunyai sifat-sifat khusus.

c) Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.

d) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. 3) Pendidik (Guru).

Ketika proses pendidikan ada yang berperan sebagai pendidik dan juga sebagai peserta didik. Agar proses pendidikan dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dibutuhkan seorang pendidik yang memiliki pengetahuan luas, memiliki keterampilan,

dan kepribadian yang baik (Syar’i, 2005:35-36).

Selain itu, pendidik ialah orang yang bertangung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan peserta didik. Pendidik yang baik memiliki beberapa sifat, antara lain:

a) Tidak mudah puas dan selalu bersemangat untuk belajar hal-hal yang baru.

b) Mempunyai harapan yang tinggi.

c) Selalu berusaha untuk menciptakan kemandirian baik pada diri sendiri , maupun kepada peserta didik.

(48)

30

e) Memiliki rasa humor yang baik.

f) Berwawasan dalam menangani hasil karya peserta didik.

g) Memiliki sikap fleksibel, yaitu dapat berupa penggunaan masyarakat sebagai sumber daya mereka dalam belajar.

h) Memiliki kemahiran dan selalu berbeda dengan pendidik lain (memiliki pemikiran yang inovatif). Sehingga dapat menawarkan kepada peserta didik beragam jalan untuk mengejar keunggulan.

i) Memiliki komunikasi yang baik. 4) Kurikulum.

(49)

31

Sedangkan orientasi kurikulum pendidikan Islam, yaitu berdasarkan kepada (Mufron, 2015:175-177):

a) Orientasi pada pelestarian nilai-nilai, baik itu nilai Ilahiyyah dan nilai Insaniyyah.

b) Orientasi pada peserta didik, yakni dalam rangka memenuhi kebutuhan peserta didik.

c) Orientasi pada masa depan dan perkembangan IPTEK dalam rangka memajukan kehidupan manusia.

d) Orientasi pada sosial demand, yaitu dapat memberikan kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan kebutuhannya, sehingga dapat menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.

e) Orientasi pada tenaga kerja, merupakan untuk menambah pengalaman dan pengetahuan seseorang sehingga dapat menentukan kualitas dan kuantitas kerja seseorang. Peserta didik nantinya mempunyai kemampuan dan keterampilan yang profesional, berproduktif dan kreatif, mampu mendayagunakan sumber daya alam, sumber daya diri dan sumber daya situasi yang mempengaruhinya.

(50)

32

Namun, yang perlu kita pahami bersama bahwa bagian terpenting yang perlu diperhatikan dalam kurikulum adalah isi kurikulum atau berupa materi. Materi adalah bagian dari kurikulum. Materi harus bersifat integrated dan komprehensif untuk mencapai tujuan pendidikan (Sulistyorini, 2009:41).

Materi merupakan sumber/bahan untuk pelajar. Materi ini juga merupakan juga bagian dari komponen untuk mancapai tujuan yang telah ditetapkan (Djamarah dan Zain, 2004:48).

5) Metode Pembelajaran.

Metode secara bahasa berarti cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (Roqib, 2009:91). Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam pendidikan (pembelajaran). Dengan metode yang tepat, pembelajaran akan berlangsung secara efektif dan sebaliknya jika penggunaan metode tidak tepat, maka bisa berpengaruh negatif.

Menurut Winarno Surakhmad (dalam Djamarah, 2004:46), mengemukakan lima macam faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan metode mangajar, sebagai berikut:

a) Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya.

b) Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya. c) Situasi yang berbagai-bagai keadaannya.

(51)

33

Berdasarkan hal di atas, maka penting sekali untuk seorang pendidik dalam memilih dan menentukan metode yang digunakan dalam kegiatan belajara mengajar. Sebagaimana diungkapkan oleh Djamarah dan Zain (2004:75), pemilihan metode dapat dipertimbangkan dari beberapa hal, yaitu nilai strategis metode, efektivitas penggunaan metode, pentingnya pemilihan dan penentuan metode, hingga faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pangajaran. Beberapa macam metode mengajar yang dapat digunakan, yaitu: metode proyek, metode eksperimen, metode tugas dan resitasi, metode diskusi, metode sosio drama, metode demonstrasi, metode problem solving, metode karyawisata, metode latihan, metode tanya jawab, metode ceramah, dan lain sebagainya (Djamarah dan Zain, 2004:75).

6) Lingkungan Pendidikan.

(52)

34

Lingkungan juga dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang tampak yang terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada baik manusia maupun benda buatan manusia, atau alam yang bergerak atau tidak bergerak, kejadian-kejadian yang mempengaruhi hubungan dengan seseorang itu (Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1984: 61-62).

Sehingga, pada dasarnya lingkungan mencakup beberapa, yaitu: lingkungan fisik, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial. Selain itu lebih lanjut ada beberapa macam lingkungan pendidikan, antara lain: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan asrama, perkumpulan remaja, dan lingkungan kerja. Lingkungan tersebut tentu akan memberikan pengaruh dalam dunia pendidikan, karena mereka dapat membentuk kepribadian, pola pikir, sikap, dan mental.

2. Pernikahan dalam Islam

a. Pengertian Nikah

(53)

35

1) Menurut Abu Hanifah (dalam Masdub, 2015:57), mendefinisikan nikah adalah akad yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan dari seorang wanita yang dilakukan dengan sengaja.

2) Menurut Imam Syafi’i (dalam Masdub, 2015:57), mendefinisikan nikah adalah sesuatu yang dapat menghalalkan hubungan seksual antara pria dan wanita.

3) Menurut Imam Maliki (dalam Mardani, 2011:4), mendefinisikan nikah adalah sebuah ungkapan (sebutan) bagi suatu akad yang dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan (seksual) semata-mata.

4) Menurut Hambali (dalam Mardani, 2011:4), mendefinisikan nikah adalah akad yang dilakukan dengan menggunakan kata inkah atau tazwaj guna mendapatkan kesenangan (bersenang-senang).

5) Menurut Mahmud Yunus (dalam Masdub, 2015:57), juga telah mendefinisikan nikah adalah akad calon suami-istri untuk

memenuhi hajat jenisnya menurut aturan syari’at.

(54)

36

Menurut pandangan Islam, nikah adalah bentuk ibadah dimana seorang laki-laki dan perempuan melakukan akad dengan tujuan meraih kehidupan yang sakinah, mawaddah, warahmah (Thobroni & Hastuti, 2010:11).

b. Hukum Nikah

Pada dasarnya agama Islam menganjurkan pernikahan, namun apabila ditinjau dari keadaan melaksanakannya (baik dari segi karakter kemanusiaannya maupun dari segi kemampuan hartanya), pernikahan mempunayai beberapa hukum (Azzam & Hawwas, 2009:44).

Menurut Ulama’, pernikahan mempunyai beberapa hukum

yaitu; wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. 1) Pernikahan yang wajib.

Pernikahan hukumnya wajib bagi seseorang yang memiliki kemampuan biaya menikah, mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan yang baik dengan istri yang dinikahinya, dan ia mempunyai dugaan yang kuat akan dapat melakukan perzinaan apabila tidak menikah (Azzam & Hawwas, 2009:45).

2) Pernikahan yang sunnah.

(55)

37 3) Pernikahan yang haram.

Pernikahan hukumnya haram bagi seseorang yang tidak memiliki kemampuan nafkah untuk nikah dan yakin akan terjadi penganiayaan jika menikah atau akan berakibat menyusahkan istrinya (Azzam & Hawwas, 2009:45).

Hukum haram lain yaitu pada suatu permasalahan, apabila seseorang mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada pasangannya juga keturunannya (Thobroni & Hastuti, 2010:16). 4) Pernikahan yang makruh.

Pernikahan hukumnya makruh yaitu berlaku bagi seseorang yang mempunyai kemampuan harta biaya nikah dan tidak ada kakhawatiran terjadi maksiat zina, tetapi dikhawatirkan terjadi penganiayaan istri yang tidak sampai ketingkat yakin (Azzam & Hawwas, 2009:46). Seperti orang mempunyai dua kondisi yang kontradiktif yakni antara tuntutan dan larangan, berupa orang dalam kondisi yakin akan terjadi perzinaan jika tidak menikah dan begitu juga di lain pihak ia yakin dapat melakukan penganiayaan atau menyakiti istrinya jika ia menikah.

5) Pernikahan yang mubah.

(56)

38

dilakukan hanya memenuhi syahwat dan kesenangan bukan untuk tujuan membina keluarga dan menjaga keselamatan beragama.

Bagi mereka yang melakukan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang sangat benar. Apabila perjanjian tersebut dilanggar, Allah akan mengutuknya. Dan apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, akan dimuliakan oleh Allah SWT, dan ditempatkan dalam lingkungan kekasih Allah.

c. Tujuan Nikah

Islam menganjurkan umatnya untuk menikah dan bahkan mencela bagi mereka yang tidak mau menikah. Hal ini disebabkan karena Islam membawa misi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran hidup di dunia dan akhirat, sedangkan misi ini hanya akan dapat terwujud apabila mereka menikah (Uhbiyati, 2009:139).

Di dalam Al-Qur’an tujuan pernikahan dijelaskan dalam QS. Ar-Rum: 21, yang berbunyi:

(57)

39

Surat Ar-Rum ayat 21, memberikan pemahaman bahwa tujuan dari pernikahan adalah untuk membentuk keluarga sakinah (tenteram), mawaddah (cinta dan bergairah), warahmah (kasih sayang).

Adapun tujuan pernikahan menurut Islam adalah dapat diuraikan sebagai berikut (Thobroni & Hastuti, 2010:19):

1) Untuk memenuhi naluri manusia yang asasi.

Pernikahan adalah fitrah manusia, yang dilakukan melalui akad nikah, sehingga suatu hubungan menjadi sah dan halal, serta sesuai dengan ajaran agama Islam.

2) Untuk membentengi akhlak yang luhur.

Sasaran utama dari syari’at pernikahan dalam Islam adalah

untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan (perkawinan) dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, serta melindungi masyarakat dari kekacauan akibat dari

perzinaan yang dilakukan tanpa ikatan yang sesuai dengan syari’at

(Thobroni & Hastuti, 2010:19).

3) Untuk mengarahkan rumah tangga yang Islami.

Tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami-istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum

ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah

(58)

40

pasangan yang ideal yaitu kafa’ah (sederajat) dan shaleh bagi setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga secara Islami (Thobroni & Hastuti, 2010:20).

4) Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.

Menurut konsep Islam, hakekat hidup adalah untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shaleh di samping ibadah dan amal-amal shaleh lainnya, bahkan menyetubuhi istri pun termasuk ibadah (sedekah) (Thobroni & Hastuti, 2010:25).

5) Untuk mencari keturunan yang shaleh.

Tujuan perkawinan diantaranya adalah untuk melestarikan dan mengembangkan keturunan. Selain itu perkawinan juga bukan sekedar memperoleh keturunan, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, shaleh, dan bertakwa kepada Allah. Melalui pembentukan keluarga akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam (Thobroni & Hastuti, 2010:25-26).

d. Rukun dan Syarat Nikah

(59)

41 1) Rukun nikah.

Ada beberapa rukun yang harus terpenuhi agar pernikahan dapat dikatakan sah (Thobroni & Hastuti, 2010:30-33), antara lain: a) Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan

terlarang secara syar’i untuk menikah. Diantara perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan, misalnya wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan, wanita sedang dalam masa iddah, dan kedua calon berlainan agama. b) Adanya ijab, yaitu lafal yang diucapkan oleh wali atau yang

menggantikan posisi wali, sebagai berikut:

Zawajtuka Fulanah” (Aku nikahkan engkau dengan si

Fulanah), atau “Ankahtuka Fulanah” (Aku nikahkan engkau dengan Fulanah).

c) Adanya kabul, yaitu lafal yang diucapkan oleh suami atau yang mewalikannya, dengan menyatakan:

Qabiltu hadzan nikah” atau “Qabiltu hadzat tazwij

(Aku terima pernikahan ini) atau “Qabiltuha”.

2) Syarat nikah.

Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi agar pernikahan menjadi sah (Thobroni & Hastuti, 2010:32-33), antara lain:

(60)

42

nama atau sifat yang khusus/khas. Sehingga tidak cukup bila seorang wali hanya mengatakan, “Aku nikahkan engkau

dengan putriku,” sementara ia memiliki beberapa orang putri.

b) Keridhaan dari masing-masing pihak.

c) Adanya wali bagi calon mempelai wanita. Apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil, tidak sah.

3. Pendidikan Pranikah

Pernikahan merupakan sebuah ikatan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Hal ini dilakukan untuk mencapai ketenteraman dan kabahagiaan. Sehingga untuk mencapainya tentu membutuhkan berbagai usaha-usaha untuk mewujudkannya. Usaha-usaha tersebut dilakukan berdasarkan periode-periode masing-masing, baik dalam hal ini yaitu periode pranikah.

(61)

43

Bagi mereka yang memiliki keinginan untuk menikah, maka Islam menetapkan aturan-aturan (Uhbiyati, 2009:139), diantaranya:

a. Petunjuk laki-laki dalam memilih calon istri.

Ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan oleh seorang lelaki dalam memilih calon pasangannya sebagai istri, antara lain: 1) Wanita yang dinikahi hendaknya beragama, wanita demikian kelak

berakhlak mulia.

Rasulullah SAW telah memberikan gambaran dalam haditsnya mengenai pemilihan calon istri, yang berbunyi:

ْ نَع

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA Nabi SAW bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya, atau karena katurunannya, atau karena kecantikannya, atau karena agamanya. Maka utamakanlah dalam hal agamanya, niscaya akan selamat kedua tanganmu.” (HR. Bukhari)

(62)

44

kerendahan (Masdub, 2015:59). Hal terpenting yang diberikan Islam untuk memilih seorang istri adalah yang dapat membantu membina sebuah generasi, tanang, mampu menyimpan dengan baik harta suaminya, dan baik agamanya (Kisyik, 2005:21).

2) Wanita tersebut tidak menuntut maskawin yang tinggi.

Mahar adalah hak calon istri sepenuhnya yang harus dipenuhi oleh calon suami. Namun, meski mahar menjadi hak penuh seorang calon istri, Islam menerapkan sebuah kaidah yang sangat agung, sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut:

ُْ يَخ

Artinya: “Sebaik-baik wanita, yang paling murah permintaan maskawinnya.” (HR. Thabrani)

Dari hadits di atas bahwa seorang muslimah yang paling baik adalah meminta mahar semurah-murahnya sesuai dengan kemampuan calon suaminya (Al-Ghazali, 2004:159).

3) Wanita yang dinikahi hendaknya berasal dari lingkungan yang baik dan tidak mandul.

(63)

45

Artinya: “Rasulullah SAW telah bersabda: Jauhilah olehmu ‘Khadraauddiman’! Lalu Rasulullah ditanya: Wahai Rasulullah, apakah ‘Khadraauddiman’ itu? Sabdanya: Wanita cantik di lingkungan buruk”. (HR. Daraqutni)

Dari hadits itu, pertimbangan lingkungan asal wanita itu, akan berdampak pada bagaimana karakter yang dimiliki oleh pasangan calon istri. Begitu juga memilih wanita dengan mempertimbangkan kesuburan (Al-Ghazali, 2004:159).

Selanjutnya Ny Aisyah Dahlan dalam Uhbiyati (2009:141), menambahkan apabila yang diambil istri itu gadis, maka sifatnya itu: 1) Lapang hati dan gembira.

2) Sederhana dan rendah hati. 3) Hidup berketurunan dan tenang.

4) Suka bertanggung jawab dan hormat kepada orang tua. b. Petunjuk bagi wanita yang ingin menikah.

Bagi wanita dalam memilih calon pasangan yaitu memiliki agama yang kuat dan berakhlak mulia. Sabda Rasulullah SAW:

(64)

46

Artinya: “Bila datang kepadamu seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaknya, hendaknya kamu nikahkan dia, karena kalau engkau tidak mau manikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka buni dan kerusakan meluas.” (HR. Turmudzi dan Ahmad)

Hadits tersebut jelas bahwa bagi seorang perempuan dalam memilih sosok pendamping dan imamnya, harus betul-betul memperhatikan agama dan akhlak. Karena, besar kemungkinan akan tercapainya tingkat sosial yang baik, tingkat ekonomi yang mapan, pengetahuan yang tinggi, dan yang terpenting adalah seorang suami dapat melindungi hak dan kepentingan wanita (Kisyik, 2005:27-28).

Kemudian Ny Aisyah Dahlan (dalam Uhbiyati, 2009:141-142) menambahkan, bahwa apabila yang dijadikan calon suami itu jejaka, maka hendaknya ia memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1) Tenang dan berwibawa.

2) Suka menolong dan menghormati kaum lemah. 3) Tinggi cita-citanya dan keras kemauannya. 4) Hidup teratur dan sopan.

5) Bertanggung jawab dan hormat kepada orang tua.

(65)

47

Saat ini, pendidikan pranikah belum begitu menjadi prioritas bagi calon pengantin. Padahal dalam pendidikan diajarkan banyak hal yang dapat mendukung susksesnya kehidupan rumah tangga bagi pengantin baru. Sehingga juga nantinya angka perceraian pun dapat diminimalisir dengan adanya pendidikan pranikah ini (Masdub, 2015:60).

Adapun dalam pendidikan pranikah biasanya diajarkan beberapa materi seperti tentang kesehatan reproduksi, UU perkawinan, UU KDRT, dll. Dengan adanya pemaparan materi-materi tersebut, pasangan akan dapat mengetahui hak dan kewajiban secara undang-undang. Dan apabila terjadi perselisihan bisa diambil jalan tengahnya.

Pendidikan pranikah mengajarkan pemahaman kepribadian masing-masing calon pengantin dan pola-pola penyesuaian yang tepat pada setiap pasangan calon pengantin. Pemahaman tentang kepribadian diri sendiri dan calon pasangan ini menjadi penting karena banyak perceraian yang terjadi akibat kebiasaan-kebiasaan kecil yang tidak disukai oleh lawan jenis.

Materi penting yang juga ada dalam pendidikan pranikah tersebut adalah mengenai cara menjadi orang tua yang baik. Seperti diketahui, manjadi orang tua tidaklah mudah. Banyak hal yang perlu dipersiapkan baik moril maupun materiil (Masdub, 2015:60). Karena nanti ini akan menentukan bagaimanakah generasi penerus sebagai penggantinya kelak.

(66)

48

tatapi lupa untuk mempersiapkan ilmu, mental, dan spiritual dalam menjalaninya. Meskipun setiap orang tahu bahwa pernikahan adalah ibadah, tetapi karena kesibukan persiapan perlengkapan nikah dan pestanya sering membuat nuansa ibadah pernikahan tersebut terlupakan.

Manurut Masdub (2015:61-62) ada beberapa hal yang perlu persiapan menjelang pernikahan, antara lain:

a. Persiapan ilmu tentang pernikahan.

Keilmuan adalah aspek yang perlu dipersiapkan Islam bagi seorang manusia untuk menuju sebuah kebahagiaan dalam institusi perkawinan. Ilmu dan akal serta kelengkapan lainnya saling mendukung, sehingga suami-istri perlu mempelajari ilmu-ilmu yang benar serta menggunakan akal pikiran sesuai dengan kebutuhan (Washfi, 2005: 153). Selain itu perlu juga memperjelas visi pernikahan dan paham hukum-hukum pernikahan (Masdub, 2015:61). Dengan demikian, mereka pasti akan mampu membangun rumah tangga yang baik serta akan merasakan ketenteraman.

b. Persiapan mental/psikologis menghadapi pernikahan.

(67)

49 c. Persiapan ruhiyyah/spiritual.

Menikah merupakan sebuah nilai ibadah, oleh karena itu seluruh proses yang dilalui dalam pernikahan itu harus dengan nuansa ibadah. Proses sebelum menikah sampai pernikahan itu sendiri juga setelah menikah tidak boleh jauh dari nuansa penghambaan diri kepada Allah. Sehingga sebelum menikah perlu peningkatan kualitas diri dan kualitas ibadah.

d. Persiapan fisik.

Persiapan fisik merupakan bagian terakhir yang tidak kalah penting dengan persiapan yang lain, yaitu mempersiapkan tubuh kita untuk memasuki dunia pernikahan. Mengetahui alat-alat reproduksi wanita dan cara kerjanya sangat penting bagi kita. Memeriksa kesehatan alat reproduksi juga penting agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan setelah menikah. Selain itu kita juga harus mengetahui tentang seks yang sehat (Masdub, 2015:62).

(68)

50

Penjelasan lain juga diungkapkan oleh Takariawan (2005:20-32) mengenai hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh calon pengantin, yaitu: a. Persiapan moral dan spiritual.

Kesiapan secara moral dan spiritual ditandai dengan mentapnya niat dan langkah menuju kehidupan rumah tangga. Hal ini ditandai dengan tidak ada rasa keraguan tatkala memutuskan untuk menikah, yakni dia mau menerima dengan sepenuh hati segala konsekuensi yang akan dihadapi pasca pernikahan.

Beberapa cara untuk mempersiapkan moralitas calon pengantin supaya yakin untuk manjalani hidup berumah tangga, sebagaimana yang terjadi di masa Nabi, yakni dengan meningkatkan pengetahuan agama dan perbaikan diri secara kontinu, mengikuti forum tarbiyah, ta’lim, training, berguru secara khusus, membaca, dan silaturrahim.

Adapun persiapan spiritual yaitu dengan ikut melaksanakan

berbagai tuntunan ibadah, berdao’a kepada Allah agar senantiasa

mendapatkan kekuatan dan kemantapan hati dalam meniti hidup, sehingga tidak melenceng dari kebenaran yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

(69)

51 b. Persiapan konsepsional.

Kesiapan konsepsional ditandai dengan dikuasainya berbagai hukum etika, atauran, dan pernik-pernik pernikahan serta kehidupan kerumahtanggan. Perlu diketahui bahwa pernikahan adalah sebuah amanah besar yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah

SWT. Oleh sebab itu, konsepsional seorang yang akan menikah harus dibangun. Seorang laki-laki dan perempuan harus mengetahui posisi dan peran masing-masing, hak dan kewajibannya, serta tatakrama dalam pergaulan suami-istri (Takariawan, 2005:22-25).

c. Persiapan fisik.

Kesiapan fisik ditandai dengan adanya kesehatan yang memadai, sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami-istri dengan optimal. Hal lain yang amat penting dalam konteks kesehatan ini adalah pada sisi kesehatan reproduksi. Laki-laki dan perempuan harus mampu malaksanakan fungsi reproduksi dengan baik (Takariawan, 2005:25-27).

d. Persiapan material.

(70)

52 e. Persiapan sosial.

Menikah menyebabkan pelakunya mendapatkan status sosial di tangah masyarakat. Jika sewaktu lajang dia masih bagian dari keluarga bapak-ibunya, sehingga belum diperhitungkan dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, maka setelah menikah mereka mulai dihitung sebagai keluarga tersendiri.

Membiasakan diri terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan merupakan cara melakukan persiapan sosial. Apabila laki-laki dan perempuan muslim telah mencapai usia dewasa hendaknya mereka mengambil peran sosial di tengah masyarakat sebagai bagian utuh serta juga cara mereka belajar berinteraksi dalam kemajemukan masyarakat. Jika sebelum menikah tidak terbiasa melakukan interaksi sosial seperti itu, biasanya muncul kekagetan ketika telah berumah tangga dengan sejumlah tuntutan sosial yang ada.

Oleh sebab itu diperlukan sekali pembelajaran sejak dari awal konteks sosial, agar tidak terjadi kekagetan yang berlebih dalam mengarungi hidup berumah tangga. Kadang-kadang dalam hidup

bermasyarakat juga diperlukan “ilmu basa-basi,” agar dia mampu

(71)

53

4. Dasar dan Tujuan Pendidikan Pranikah

a. Dasar Pendidikan Pranikah

Adapun yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pendidikan pranikah yaitu sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits serta Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam.

1) Al-Qur’an

Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang mempunyai keterkaitan dengan pendidikan ini, yaitu QS. al-Kahfi ayat 17 yang berbunyi:

ىَرَتَو

Artinya: “Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Al-Kahfi:17)

(72)

54

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulllah SAW bersabda: Hak seorang muslim terhadap muslim lainnya ada enam, yaitu; bila kamu berjumpa dengannya ucapkan salam, bila ia mengundangmu meka penuhilah undangannya, jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat, jika ia bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillah’ maka do’akanlah ia dengan ‘Yarhamukallah’, jika ia sakit maka jenguklah, dan jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.” (HR. Muslim)

(73)

55

3) Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam

Ada juga beberapa Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam tentang bentuk penyelenggaraan pendidikan atau bimbingan pranikah, yakni terdapat pada Nomor: DJ.II/491 Tahun 2009 tentang Kursus/Pendidikan Calon Pengantin, serta juga terdapat dalam Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam terdapat pada Nomor: DJ.II/542 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus (Pendidikan) Pra Nikah.

b. Tujuan Pendidikan Pernikahan

Ada beberapa tujuan pendidikan pernikahan baik masa pranikah dan pasca nikah (bimbingan dan konseling pernikahan) (Fakih, 2001:83-85), yaitu:

1) Membantu individu mencagah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan pernikahannya, antara lain dengan jalan:

a) Membantu individu memahami hakekat pernikahan menurut Islam.

b) Membantu memahami tujuan pernikahan menurut Islam. c) Membantu individu untuk memahami persyaratan-persyaratan

pernikahan menurut Islam.

d) Membantu individu memahami kesiapan dirinya untuk menjalankan pernikahan.

(74)

56

2) Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kehidupan berumah tangganya, yaitu dengan: a) Membantu individu memahami hakekat kehidupan berkeluarga

(berumah tangga) menurut Islam.

b) Membantu individu memahami tujuan hidup berkeluarga dalam Islam.

c) Membantu individu memahami cara-cara mewujudkan dan membina kehidupan berkeluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah menurut ajaran Islam.

d) Membantu individu memahami melaksanakan pembinaan kehidupan berumah tangga sesuai dengan ajaran Islam.

3) Membantu individu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pernikahan dan kehidupan berumah tangga, antara lain dengan jalan:

a) Membantu individu memahami problem yang dihadapinya. b) Membantu individu memahami kondisi dirinya dan keluarga

serta lingkungannya.

c) Membatu individu memahami dan menghayati cara-cara mengatasi masalah pernikahan dan rumah tangga menurut ajaran Islam.

(75)

57

4) Membantu individu memilihara situasi dan kondisi pernikahan dan rumah tangga agar tetap baik dan mengembangkannya agar jauh lebih baik, yakni dengan cara sebagi berikut:

a) Memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan kehidupan berumah tangga yang semula pernah terkena problem atau telah teratasi agar tidak menjadi permasalahan kembali.

b) Mengambangkan situasi dan kondisi pernikahan dan rumah tangga menjadi lebih baik.

5. Keluarga yang Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah

Keluarga adalah ikatan yang dibangun antara laki-laki dengan wanita berdasarkan hukum dan undang-undang perkawinan yang sah (Masdub, 2015:72). Menurut Munir (dalam Masdub, 2015:72), menyatakan bahwa keluarga adalah kesatuan fungsi yang terdiri dari suami, istri, dan anak yang diikat oleh darah dan tujuan bersama.

Dalam kehidupan rumah tangga tentunya sangat mengidam-idamkan suasana keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Makna sakinah dalam keluarga mampunyai arti tenteram, yaitu adanya

Gambar

Tabel 1.1
Gambar 01 Pendaftaran untuk Ikut Kegiatan Pendidikan Pranikah Berupa Seminar
Gambar 04 Pengungkapan Pendapat Terhadap Permasalahan yang Diberikan
Gambar 05 Kegiatan Pendaftaran Pendidikan Komunitas Rumah Jodoh (KRJ)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Observasi adalah metode penelitian yang berdasarkan pengamatan yang dicatat dengan sistematik pada fenomena yang diselidiki secara teliti dan seksama. 2 Observasi

9 Keterlibatan masyarakat dan wali peserta didik dimaksudkan agar dapat memahami, membantu, dan mengontrol implementasi kurikulum, sehingga lembaga pendidikan atau

Pemberian bobot masing-masing faktor dimasukkan kekolom 2 pada analisis internal dan eksternal perusahaan dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada

Sumber Ngembag yang memiliki debit lebih besar dari Sumber Belik Kosel yaitu sebesar 4 liter/detik dilakukan evaluasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan

Karena hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan uji efektivitas asam asetat dan asam laktat sebagai antibakteri terhadap salah satu bakteri patogen yaitu Salmonella

Triangulasi metode dalam hal ini peneliti menguji data-data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan hasil observasi yang peneliti

Wawancara sambil lalu adalah wawancara yang tertuju kepada orang-orang yang dipilih tanpa melalui seleksi terlebih dahulu secara diteliti, tetapi dijumpai secara

1) Jika nilai signifikansi kurang atau sama dengan 0,05, maka hipotesis diterima. 2) Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka hipotesis ditolak.. 2) Jika nilai t