• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sekilas Implementasi Basel II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sekilas Implementasi Basel II"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sekilas Implementasi Basel II

Peningkatan Standardisasi Perhitungan Kecukupan Modal

Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Jika sebuah bank mengalami kegagalan, dampak yang ditimbulkan akan meluas mempengaruhi nasabah dan lembaga-lembaga yang menyimpan dananya atau menginvestasikan modalnya di bank, dan akan menciptakan dampak ikutan secara domestik maupun pasar internasional. Karena pentingnya peran bank dalam melaksanakan fungsinya maka perlu diatur secara baik dan benar. Hal ini bertujuan utnuk menjaga kepercayaan nasabah terhadap aktivitas perbankan. Salah satu peraturan yang perlu dibuat untuk mengatur perbankan adalah peraturan mengenai permodalan bank yang berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.

Mengingat pentingnya modal pada bank, pada tahun 1988 BIS mengeluarkan suatu konsep kerangka permodalan yang lebih dikenal dengan the 1988 accord (Basel I). Sistem ini dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi risiko kredit, dengan mensyaratkan standar modal minimum adalah 8%. Komite Basel merancang Basel I sebagai standar yang sederhana, mensyaratkan bank-bank untuk memisahkan eksposurnya kedalam kelas yang lebih luas, yang menggambarkan kesamaan tipe debitur. Eksposur kepada nasabah dengan tipe yang sama (seperti eksposur kepada semua nasabah korporasi) akan memiliki persyaratan modal yang sama, tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit dan risiko yang dimiliki oleh masing-masing individu nasabah.

Sejalan dengan semakin berkembangnya produk-produk yang ada di dunia perbankan, BIS kembali menyempurnakan kerangka permodalan yang ada pada the 1988 accord dengan mengeluarkan konsep permodalan baru yang lebih di kenal dengan Basel II. Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord yang memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional

Supervisory Review Process

Market Discipline

Providing a flexible, risk -sensitive capital management framework

Minimum Capital Requirements

Basel II 3 Pillar

(2)

Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline. Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking approach yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen risiko.

Jika dilihat, Basel II memiliki berbagai kompleksitas dan prakondisi yang cukup berat bagi perbankan. Tetapi wajar jika melihat manfaat yang akan didapat perbankan nanti, berupa penghematan modal dalam menutup risiko yang diambilnya. Manfaat lain, karena Basel II merupakan standar yang diakui secara internasional, akan mudah bagi suatu bank yang akan beroperasi secara global untuk dapat diterima oleh pasar internasional, kalau mengikuti standar ini.

Memaksimalkan manfaat implementasi Basel II

Basel II menghitung kebutuhan modal yang sesuai dengan profil risiko bank, serta memberikan insentif bagi peningkatan kualitas dalam praktek manajemen risiko di perbankan. Menggunakan berbagai alternatif pendekatan (approaches) dalam mengukur risiko kredit (credit risk), risiko pasar (market risk) dan risiko operasional (operational risk), maka hasilnya adalah perhitungan modal bank yang lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive capital allocation). Dalam Basel II, perhitungan modal bank ini dimuat dalam Pilar-1 Minimum Capital Requirement. Dalam berbagai alternatif pendekatan di atas pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu pendekatan standar berlaku untuk seluruh bank (standardised model) dan model yang dikembangkan secara internal sesuai dengan karakteristik kegiatan usaha dan profil risiko individual bank (internal model) sehingga lebih sophisticated.

Komparasi di antara 2 pendekatan di atas, maka internal model secara umum diharapkan dapat menghasilkan perhitungan kebutuhan modal yang lebih tepat sesuai dengan risiko yang dihadapi oleh bank. Ini akan menjadi insentif bagi bank tersebut. Kondisi ini diharapkan menjadi pemicu bagi upaya berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas manajemen risiko sehingga pada saatnya dapat mengoptimalkan insentif yang dapat diperoleh dalam menghitung kebutuhan modal.

(3)

Dalam menilai kelayakan modal bank, maka selain alokasi modal berdasarkan Pilar 1 harus turut pula dihitung alokasi modal untuk antisipasi kerugian karena risiko-risiko lain seperti risiko likuiditas (liquidity risk), risiko strategik (strategic risk), risiko suku bunga di banking book (interest rate risk in the banking book) dan risiko-risiko lainnya.

Pendekatan di atas dirangkum dalam Pillar 2 – Supervisory Review Process dan disebut sebagai Individual Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) yang akan menjadi tantangan bagi bank dan pengawas. Diperlukan peningkatan kompetensi dan kapasitas pengawas yang didukung oleh perangkat ketentuan pengawasan sehingga pada waktunya dapat melakukan penilaian secara efektif atas risiko lain selain di Pilar 1 bahkan dapat meminta kesediaan bank untuk menambah modal apabila perhitungan modal bank tersebut dipandang belum memadai.

Selanjutnya, peran aktif ma syarakat dalam mengawasi bank dipandang menentukan juga sehingga dari awal masyarakat diharapkan mampu pula menilai risiko yang dihadapi serta mengetahui tingkat kecukupan modal yang dimiliki oleh bank seperti terangkum dalam Pillar 3 - Market Discipline. Sinergi penerapan dari ketiga Pilar yang terdapat dalam Basel II di atas tidak dapat dipisahkan dalam mencapai industri perbankan dan sistem keuangan yang sehat dan stabil.

Dampak implementasi Basel II terhadap ketahanan sistem perbankan

1. Apakah bank mengalami penurunan CAR sampai dibawah minimum 8% ?

Bank Indonesia bersama sejumlah bank terus melakukan secara periodik studi dampak kuantitatif untuk melihat konsekuensi penerapan Basel II terhadap modal bank. Oleh karena itu, dampak Basel II terhadap modal bank semestinya dilihat secara individual dan menjadi kewajiban untuk sejak dini melakukan penilaian serta meningkatkan efektifitas penerapan manajemen risiko agar dapat secara optimal memanfaatkan insentif yang ada. Penurunan CAR bisa sampai terjadi bagi bank yang risikonya memang lebih besar, namun bagi bank yang kreditnya didominasi oleh retail dan KPR akan menyebabkan perhitungan kebutuhan modal yang lebih rendah, karena ATMR retail dan KPR lebih rendah dari yang sekarang diterapkan.

Minimum Capital Ratio = 8% = Modal

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko Minimum Capital Ratio = 8% = Modal

Minimum Capital Ratio = 8% = Modal

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko Minimum Capital Ratio = 8% = Modal

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko

Market Risk

Penyesuaian

Specific Risk Perubahan Signifikan Tambahan Risiko

Risiko kerugian dari posisi dalam on dan off

balance sheet yang timbul karena perubahan faktor psar (suku bunga dan nilai

tukar)

Credit Risk

Risiko kerugian karena debitur/counterparty gagal memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian yang disepakati Operational Risk Risiko kerugian langsung maupun tidak

langsung yang disebabkan faktor

kelemahan atau kegagalan proses internal, SDM, sistem, dan kejadian eksternal

(4)

2. Apakah Basel II akan diterapkan untuk seluruh bank umum ?

Fokus implementasi Basel II di Indonesia adalah pengembangan dan peningkatan kualitas manajemen risiko oleh perbankan nasional sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Upaya ini tentu tidak memilah antara bank besar dan bank kecil karena budaya manajemen risiko tentu berlaku sebagai patron yang umum. Sementara itu, berdasarkan hasil survei perbankan juga menghendaki agar Basel II dapat diterapkan kepada seluruh bank untuk mengurangi dampak negatif terhadap tingkat persaingan antar bank akibat perbedaan kemampuan dan kesiapan bank menerapkan dan mengembangkan manajemen risiko beserta infrastrukturnya. Pendekatan yang standar pada Basel II akan dapat diterapkan bagi seluruh bank di Indonesia.

3. Mungkinkah implementasi Basel II menghambat proses intermediasi

Penerapan Basel II tidak dimaksudkan untuk menghambat proses intermediasi yang telah dilakukan perbankan selama ini. Ataupun, dalam lingkup makro, mengurangi dominasi perbankan dalam pembiayaan roda perekonomian. Pendekatan-pendekatan yang ditawarkan dalam Basel II secara keseluruhan lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk mereposisi dan meredefinisi apa yang telah dilakukan perbankan dengan fokus pada pengelolaan risiko.

Dalam kaitannya dengan fungsi intermediasi, Basel II bukanlah suatu framework yang mekanistis dimana tidak terdapat ruang untuk toleransi. Beberapa klausul diskresi nasional (national discretion) memberikan keleluasaan untuk itu. Jika implementasi Basel II diperkirakan akan menyebabkan penurunan eksposur untuk sektor tertentu (misalnya disebabkan penggunaan peringkat dalam pemberian kredit kepada korporasi dalam pendekatan standar untuk risiko kredit), maka pada bagian lain, implementasi Basel II juga mendorong peningkatan eksposur untuk sektor lainnya seperti kredit untuk sektor retail (misalnya kredit usaha kecil, perorangan, dan lain-lain) dan perumahan melalui penurunan bobot risiko kredit untuk masing-masing sektor tersebut. Proses perpindahan tersebut disadari akan menimbulkan efek kejutan bagi bank, debitur dan perekonomian pada umumnya. Namun demikian, efek tersebut diharapkan tidak berlangsung lama dan hanya bersifat “fine tuning” yang lazim dalam suatu perekonomian.

4. Apakah dampak bagi bank yang saat ini sedang berupaya meningkatkan

permodalan dalam kerangka implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia

Peningkatan permodalan bank dalam kerangka implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia secara tidak langsung merupakan sarana bagi bank untuk mengimplementasikan Basel II dengan baik. Dukungan permodalan yang memadai akan memungkinkan bank untuk mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi informasi yang diperlukan dalam mengimplementasikan Basel II. Dengan demikian, kewajiban pemenuhan modal inti minimum bank umum sebesar Rp80 miliar pada

(5)

akhir tahun 2007 dan Rp100 miliar pada akhir tahun 2010 selain dapat meningkatkan skala ekonomis dalam pelaksanaan kegiatan operasional juga memberikan kesempatan bagi bank untuk meningkatkan kemampuan manajemen risiko dalam kerangka implementasi Basel II.

5. Apakah prasyarat agar Basel II dapat diterapkan dengan baik

Prasyarat utama agar Basel II dapat diterapkan dengan baik meliputi:

o Penerapan manajemen risiko di bank sebagaimana telah diatur dalam PBI No.

5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum

o Penyesuaian standar akuntansi yang mengacu kepada standar akuntansi

internasional (IAS) antara lain IAS 32 dan IAS 39.

o Penerapan perhitungan permodalan secara konsolidasi dengan perusahaan

tertentu dalam sektor keuangan kecuali asuransi

o Pengakuan perusahaan pemeringkat oleh Bank Indonesia untuk dapat

melakukan rating terhadap debitur bank

Rencana Implementasi Basel II di perbankan Indonesia : Tuntutan Kesiapan Bank Indonesia dan Perbankan

Dalam Basel II dinyatakan bahwa setiap otoritas pengawas perlu mempertimbangkan aspek prioritas sebelum mengadopsi Basel II. Melalui implementasi Basel II, Bank Indonesia pada dasarnya ingin meningkatkan aspek manajemen risiko agar bank semakin resisten terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik di dalam negeri, regional maupun internasional. Dengan mempertimbangkan kondisi perbankan dewasa ini maka Bank Indonesia secara realistis menetapkan format yang diambil dalam langkah implementasi Basel II. Untuk itu pendekatan yang akan dilakukan sebagai default adalah pendekatan yang paling sederhana, yaitu standardized approach. Artinya seluruh bank akan melakukan penyesuaian perhitungan kecukupan permodalan berdasarkan pedoman yang diatur dalam Basel II. Basel II juga memungkinkan adanya pengaturan yang disebut national descretion, suatu pertimbangan yang diputuskan oleh otoritas pengawas setempat yang mempertimbangkan kondisi dan kompleksitas dari produk perbankan Indonesia. Untuk mendapatkan rekomendasi pengaturan yang tepat dalam pembahasan substansi Basel II termasuk national descretion, Bank Indonesia membentuk kelompok kerja (working group) bersama perbankan. Rekomendasi pengaturan akan diformulasikan dala m bentuk Consultative Paper (CP) yang akan didistribusikan kepada stakeholders khususnya perbankan untuk dimintakan masukan/pendapat dan saran

Selama ini banyak salah paham khususnya di kalangan perbankan bahwa nantinya bank akan diwajibkan untuk menerapkan pendekatan yang lebih advanced, sehingga mewajibkan bank harus menginvestasikan lebih untuk IT/Database yang dinilai sangat

(6)

mahal dan ini jelas memperberat bank. Pada prinsipnya bank diberikan keleluasaan untuk dapat menerapkan pendekatan yang lebih advanced seperti IRB apabila dari kesiapan IT, SDM dan System serta Bank Risk Profile yang mendukung diyakini dengan menerapkan pendekatan yang lebih advanced bank dapat memperoleh benefit, maka bank dimaksud dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia. Pengawas BI akan melakukan validasi terhadap kesiapan bank dimaksud sebelum mengijinkan bank menghitung kecukupan modal dengan perhitungan yang dilakukan sendiri. Bank Indonesia sedang mendidik khusus pengawas bank yang nanti akan bertindak sebagai validator market risk dan validator credit risk.

PILLAR 3 Transparansi Penerbitan PBI Efektif Perhit. CAR Penerbitan PBI Market Risk Standardized 2 ) Q3 2007 Q1 2008 - Q4 2008 Q1 2009 Q1 2009

Internal Model 3) Q3 2007 dimulai Q3 2007 Q2 2008 Q1 2009

Credit Risk Standardized Q3 2007 Q1 2008 - Q1 2009 Q1 2009 Q1 2009 IRBA 3) Q4 2009 dimulai Q1 2010 Q4 2010 Q2 2011 Operational Risk Basic Indicator Q3 2007 Q1 2008 - Q1 2009 Q1 2009 Q1 2009 Standardized 3) Q4 2009 dimulai Q1 2010 Q4 2010 Q2 2011 AMA 3) Q4 2009 dimulai Q2 2010 Q2 2011 Q2 2011 Penerapan Pendekatan Perhitungan Risiko Q 3 2 0 0 7 Q 1 2 0 0 9 Parallel Run (Standardized)1) atau Proses Validasi (Internal Model) Penerbitan PBI Risiko Lainnya 4) Efektif Perhit. CAR P I L L A R 1 P I L L A R 2

Implementasi Basel II di Negara Lain

Berbeda dengan negara G-10, tenggat waktu implementasi Basel II bagi negara-negara di luar anggota G-10 tidak ditetapkan. Ini sejalan dengan keberadaan Basel II yang pada dasarnya bukan suatu “undang -undang” yang legally binding dan mengenakan sanksi bagi negara yang tidak menerapkan. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa penilaian terhadap stabilitas sektor finansial suatu negara tidak akan didasarkan pada pelaksanaan Basel II tapi lebih didasarkan pada pemenuhan negara tersebut terhadap 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision (BCP). Untuk hal ini, pemenuhan Indonesia terhadap BCP selalu menunjukkan arah yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Memang ragam kesiapan dan kebijakan masing-masing negara dalam mengimplementasikan Basel II akan sangat unik. Kondisi, struktur dan kompleksitas kegiatan usaha perbankan serta kualitas pengawasan bank menjadi faktor-faktor yang turut berperan dalam penetapan kebijakan tersebut. Di Amerika Serikat, misalnya, advanced IRB (A-IRB) hanya akan diadopsi oleh 10 grup bank terbesar yang memang telah dikenal sebagai internationally active banks, sementara bank-bank lainnya akan menerapkan format Basel II yang disebut Basel IA.

Referensi

Dokumen terkait

Sebahagian yang agak besar juga daripada keseluruhan ibu tunggal yang menjadi responden kajian berpendapat kehidupan mereka anak-beranak di masa depan berada pada tahap lebih

Senyawa murni karbon dikenal mempunyai dua alotrop yang umum yaitu grafit (pelumas) dan intan (padatan terkeras); keduanya tidak  larut dalam segala macam pelarut

Pada alat tenun ini benang lusi dalam posisi vertikal dan selalu tegang karena ada pemberat atau beban, sedangkan benang pakan disisipkan dengan suatu alat yang disebut

Pengusaha mesti meletakkan ciri-ciri keselamatan merangkumi bahan asas dalam proses ubah suai genetik, bahan tersebut berkemungkinan mengandungi toksik atau alahan, dan

Lesi transversal medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu

struktur  pasar  industri  sepeda  motor  di Indonesia tahun 2000-2005.  Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil adalah  data  industri  yang  di 

Tahapan pada penelitian ini adalah pengumpulan data primer dan sekunder kemudian dilakukan analisis lingkungan internal dan eksternal, kemudian dilakukan analisis strategi

Pengolahan data dilakukan dengan fitting distribusi untuk memperoleh jenis distribusi setiap waktu yang dibutuhkan dalam proses yang terjadi di CY jenis distribusi