16
KAJIAN PENGARUH SETUP PADA TIANG PANCANG TERHADAP PENINGKATAN
DAYA DUKUNG PONDASI
(Studi Kasus Porto dan Jakarta)
Budijanto Widjaja
Laboratorium Geoteknik Universitas Katolik Parahyangan
ABSTRAK
Krisis moneter pada tahun 1998, mengkibatkan beberapa bangunan di Jakarta masih memiliki permasalahan yang khusus, seperti pondasi yang dibangun tanpa tanpa pertimbangan penuh dalam konfigurasi dan panjang pondasi tiang. Di Wisma Asia II di Jakarta, terdapat 388 spun pile yang dipancang pada tahun 1997. Secara nyata telah memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan daya dukung pondasi tiang, dimana bangunan baru mulai didirikan pada tahun 2005. Peningkatan daya dukung pondasi tiang juga diikuti biaya konstruksi bagian bawah dan kebutuhan akan peningkatan lantai dari gedung pencakar langit. Pada kasus ini ada dua jenis data antara lain sebelum dan setelah pemancangan pondasi tiang. Penyelidikan tanah diperlukan dan dihasilkan setelah pemancangan terjadi perubahan kuat geser tanah. Fenomena itu dinamakan setup. Setup dibandingkan dan disetujui dengan tes beban pondasi tiang dengan skala penuh. Disamping kasus tersebut, artikel ini juga memberikan prediksi setup di tanah kepasiran di Porto, Poretrugis. Kemudian hasil lapangan dibandingkan dengan persamaan empiris seperti Denver & Skov (1988), Guang-Yu (1988), dan Bogard & Matlock (1990).
Kata kunci: pemancangan pondasi tiang, spun pile, stup, uji beban skala penuh
1. PENDAHULUAN
Umumnya, dalam mendesain besarnya daya dukung tiang pancang, data parameter tanah yang digunakan adalah berupa hasil penyelidikan tanah yang dilakukan sebelum tiang tersebut dipancang. Hasil penyelidikan ini umumnya belum mencerminkan perilaku post-contruction untuk pondasi dalam. Tentunya, dalam hal ini terdapat perbedaan besarnya daya dukung aksial tekan tiang sebelum dan sesudah tiang dipancang. Hal ini memunculkan pengertian mekanisme setup. Mekanisme ini muncul sebagai akibat adanya peningkatan besarnya daya dukung tanah terhadap waktu akibat proses pemancangan tiang. Besarnya setup sangat tergantung pada jenis tanah, metode konstruksi, dan disipasi air pori. Beberapa peneliti telah mengusulkan beberapa formula daya dukung akibat setup. Dalam makalah ini, tipe tanah yang diteliti adalah tanah pasiran dengan kepadatan medium hingga padat dan tanah lempung.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Tiang pancang dikategorikan sebagai
displacement pile di mana di dalam
pelaksanaannya, tiang mendesak tanah di sekitarnya sehingga daya dukung pondasi sangat dipengaruhi oleh tegangan lateral yang bekerja di sekeliling tiang termasuk bagian ujung pondasi.
2.1 Setup pada Tanah Pasiran
Terdapat perbedaan mekanisme perubahan kuat geser tanah yang muncul pada tanah pasir lepas (loose sand) dan tanah pasir yang relatif padat (dense sand) akibat pemancangan. Pemancangan tiang tergantung pada kepadatan relatif tanah pasiran dapat menyebabkan setidaknya tiga macam kejadian yaitu perubahan posisi partikel pasir, pecahnya butiran pasir, dan pemadatan.
Pada tanah pasir yang lepas, akibat kompresi tanah di sekeliling tiang dan akibat permeabilitas tanah yang tinggi, tekanan air pori ekses yang terjadi akan dengan cepat terdisipasi. Pada jenis
tanah ini, setidaknya ketiga kejadian di atas sangat berpengaruh dan terutama yang paling dominan adalah pemadatan.
Pada tanah pasiran yang relatif padat akan terjadi dilasi lokal yaitu terjadinya ekspansi tanah yang umumnya bersifat sementara. Akibatnya memunculkan tekanan air pori ekses negatif sehingga mengakibatkan kuat geser tanah relatif meningkat. Namun, peningkatan kuat geser yang semakin besar tentunya sangat berpengaruh terhadap semakin tinggi kesulitan di dalam pemancangan tiang.
Kesulitan pemancangan tersebut pada tanah pasir padat dapat diatasi dengan melakukan
predrill sebelum tiang dipancang. Predrill ini akan
menjadikan tanah menjadi lebih lepas sehingga tiang relatif lebih mudah dipancang.
Terlihat bahwa daya dukung tiang terkait dengan disipasi tekanan air pori ekses. Akibat adanya disipasi air pori ini tentunya terkait dengan masalah waktu dan jenis tanah. Pada tanah pasiran, nilai permeabilitas dapat mencapai satu juta kali lebih tinggi daripada tanah lempung. Laju peningkatan daya dukung tiang terhadap waktu ini pada tanah pasiran disebut dengan setup.
Setup pada tiang umumnya sangat berhubungan
erat dengan peningkatan gesekan selimut tiang (Lukas & Bushell, 1989; Chow et al., 1998; Bullock, 1999; Fellenius et al., 2000). Masalah
setup ini pertama kali disebutkan dalam literatur
pada tahun 1900 oleh Wendel (Long et al., 1999). Untuk setup pada tanah pasiran pertama kali dilakukan oleh Tavenas & Audy (1972) dan Samson & Authier (1986).
Peningkatan kuat geser tanah yang terjadi pada interface antara tiang dan tanah dapat disebabkan pula oleh aging. Sebagai gambaran untuk tiang pancang beton dari hasil penelitian Axellsson (2002), sebanyak 75% tiang uji, setup
diakibatkan oleh masalah aging yang terjadi hingga 7 bulan setelah tiang dipancang.
2.2 Setup pada Tanah Lempung
Berbeda dengan tanah pasir yang cenderung memadat apabila diganggu dengan pemancangan, di tanah lempung akan timbul kompresi pada tanah di sekeliling tiang pancang. Pada tanah lempung yang jenuh air, pemancangan tiang memicu munculnya tegangan air pori ekses (“u) sebagai aliran transien. Rasio “u terhadap tegangan vertikal efektif tanah dapat mencapai 1.5 – 2.0 kali pada posisi tanah yang dekat dengan tiang dan secara perlahan-lahan berkurang menuju nol yaitu pada saat mencapai kondisi hidostatik pada radius sekitar 30 – 40 diameter tiang (gambar 1).
Menurut Airhat et al (1969), kompresi terbesar terjadi pada ujung tiang dengan rasio sebesar 3 – 4 kali. Akibat tingginya tegangan air pori ekses ini menyebabkan turunnya kuat geser tanah. Hal inilah yang menjadi alasan instalasi tiang pancang menjadi lebih mudah. Akibat mudahnya instalasi tiang tersebut mengurangi daya dukung tanah secara temporer.
Gambar 1 : Tegangan Air Pori Ekses Terukur pada Tanah Lempung di Sekeliling Tiang Pancang
(Poulos & Davis, 1980)
Untuk tiang yang dipancang pada tanah lempung, pada zona tertentu, tanah di sekitar tiang akan mengalami gangguan. Gangguan tersebut dibagi menjadi tiga zona yakni remolded zone,
zona terkompresi, dan zona yang tidak terganggu (intact zone).
Soderberg (1962) berdasarkan data jumlah pukulan hammer pada waktu tertentu di tanah lempung menunjukkan peningkatan daya dukung yang signifikan terhadap waktu (gambar 2). Terzaghi & Peck (1967) kemudian melakukan penelitian besarnya friksi tiang pancang
bujursangkar 30.5 x 30.5 cm2 berinstrumen
dengan panjang pembenaman 26.0 m pada tanah lempung. Tanah lempung tersebut memiliki batas
plastis (wP) sebesar 20 – 22% dan batas cair
(wL) antara 37 – 45 %. Terjadi peningkatan friksi yang signifikan sebesar tiga kali lipat pada hari ke-25 setelah dilakukan pemancangan tiang (gambar 3).
Gambar 2 : Peningkatan Daya Dukung terhadap Waktu pada Tiang Tunggal (Sodenberg, 1962)
Remolded zone dapat terjadi sekitar 0.5 D
(D = diameter tiang) dari tepi tiang sedangkan zona terkompresi dapat menyebar dengan lebar sekitar 1.5 D (gambar 4). Pada zona yang
terganggu terjadi reduksi kohesi (cu) terhadap
waktu sebagai fungsi waktu sampai sebagian atau seluruh kuat geser termobilisasi. Interval waktu yang dibutuhkan tersebut berkisar antara 30.0 hingga 60.0 hari (Das, 2004).
Gambar 3 : Hasil Pengukuran Daya Dukung Selimut Tiang terhadap Waktu (Terzaghi & Peck, 1967)
Gambar 4 : (a) Remolded Zone dan Zona Terkompresi di sekeliling Tiang pada Tanah Lempung Lunak (b) Variasi nilai kohesi terhadap
waktu (Das, 2004)
Tentang masalah waktu setup, Coduto (1994) memberikan informasi yang serupa dengan Terzaghi & Peck (1967) bahwa tegangan pori ekses akan terdisipasi dalam rentang waktu sekitar 1 bulan untuk tanah lempung. Oleh karena itu, daya dukung pondasi tunggal ini akan bertambah dan kembali dengan cepat. Dalam hal ini terdapat peranan thixotropic tanah.
2.3 Pengukuran Setup
Untuk mengukur daya dukung tiang akibat
setup ini dibutuhkan minimum dua kali
pengukuran daya dukung. Pengukuran pertama dilakukan sedapat mungkin pada saat akhir
pemancangan tiang dan pengukuran kedua dilakukan dalam kurun waktu yang relatif lebih lama (Komurka, 2004). Tan et al (2004) mengusulkan agar pengukuran kedua dilakukan di atas 24 jam untuk tanah pasiran sebagai akibat adanya anggapan bahwa tekanan air pori ekses telah terdisipasi.
2.4 Rumusan Empirik Laju Setup
Terdapat beberapa rumusan empirik terhadap laju setup baik untuk tanah pasir maupun untuk tanah lempung. Umumnya laju setup ini dianggap linear terhadap peningkatan logaritma waktu. Namun, dari beberapa rumusan berikut ini dapat ditunjukkan bahwa terjadi variasi setup secara tidak linear. Beberapa rumusan yang diusulkan tersebut antara lain adalah:
· Denver & Skov (1988)
+ = 0 0 1 log ) ( t t A Q t Q (2.1) Keterangan
t = waktu yang ditinjau setelah akhir tiang
dipancang
t0 = waktu initial yg berhubungan dengan Q0
Q(t) = daya dukung tiang waktu t
Q0 = daya dukung waktu t0
A = konstanta
Nilai A tersebut diusulkan sebesar 0.2 untuk tiang di pasir dengan t0 sebesar 0.5 hari (Denver & Skov, 1988). Long et al. (1999) mengindikasi-kan nila A bervariasi antara 0.2 – 1.0. Sedangmengindikasi-kan untuk tanah lempung, diusulkan nilai A sebesar 0.6 dengan t0 sebesar 1.0 hari.
Guang-Yu (1988)
Sedikit berbeda dengan rumusan lainnya, Guang-Yu (1988) mengusulkan bahwa pening-katan daya dukung diambil pada hari ke-14 setelah pemancangan tiang. Sensitivitas tanah lempung diperhitungkan di dalam usulannya. Berikut adalah rumusannya:
(
)
014
0
.
375
S
1
Q
Q
=
t+
(2.2)Keterangan
Q14 = daya dukung tiang setelah 14 hari
pemancangan tiang
St = sensitivitas tanah lempung
Q0 = daya dukung waktu t0
Svinkin (1996)
Svinkin mengembangkan rumusan empirik berdasarkan hasil uji pembebanan tiang pada lima buah tiang pancang beton pada tanah pasiran padat. Rumusan yang diusulkan adalah :
0.1 0 t t Q 1.4) -025 . 1 ( ) (t = = Q (2.3) Keterangan
Q(t)= daya dukung tiang saat t
Bogard & Matlock (1990) dan Tan et al. (2004) Usulan berikut ini menunjukkan hubungan peningkatan setup secara hiperbola yang berlaku baik untuk tanah pasiran maupun lempung. Rumusan yang diusulkan ditunjukkan pada rumus berikut:
(
)(
)
(
50 1)(
50 2)
1 50 2 50 1 2 2 . 0 2 . 0 t T t T t T t T Q Q t t + + + + = (2.4) Keterangant1, t2 = waktu yang ditinjau setelah akhir tiang dipancang (hari)
Qt1, Qt2= daya dukung tiang pada t1 dan t2
T50 = konstanta matching curve
Konstanta maching curve dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan hasil uji pembebanan di lapangan.
3. STUDI KASUS TANAH PASIRAN
3.1 Tanah Pasiran di Porto, Portugis
Pada lokasi pemancangan tiang, sebelumnya telah dilakukan pengujian lapangan dan uji
laboratorium. Uji lapangan yang dilakukan meliputi
Standard Penetration Test (SPT), Sondir (CPT),
dan Dilatometer (DMT). Secara umum, pengujian lapangan ini dilakukan pada bulan September – Oktober 2002.
Uji laboratorium yang dilakukan meliputi indeks properti tanah termasuk analisis saringan dan uji triaksial. Secara umum, dari hasil pengujian menunjukkan bahwa lapisan tanah merupakan lapisan pasir.
Tiang yang digunakan dalam kasus ini berupa
tiang pancang dengan penampang 35 x 35 cm2.
Panjang tiang yang terbenam adalah 6.0 m. Tiang pancang ini dipancang pada tanggal 18 September 2003. Tiang sendiri dipancang dengan menggunakan hammer hidrolik tipe BANUT 4+1 ton dan tinggi jatuh sebesar 0.23 m. Dari hasil kalendering pada akhir pemancangan, diperoleh nilai set sebesar 1.5 mm/pukulan. Pengujian tiang statik skala penuh dengan sistem kentledge dilakukan pada tanggal 27 Juli 2004. Pengujian tiang ini dilakukan hingga mencapai kondisi
failure.
Pada gambar 5 dan gambar 6 menunjukkan lokasi beberapa jenis tiang yang diuji meliputi tiang bor, continuous flight auger pile, dan tiang pancang. Tiang pancang yang diuji dalam kasus ini adalah tiang C-1.
3.2 Parameter Tanah
Parameter tanah diperoleh dari hasil uji lapangan dan uji laboratorium. Uji lapangan yang dilakukan meliputi SPT (Standard Penetration
Test), CPT (Cone Penetration Test), dan DMT (Dilatometer Test). Dari beberapa uji tersebut,
dilakukan pengujian baik untuk kondisi sebelum dan setelah tiang dipancang untuk mengetahui perubahan sifat tanah.
Gambar 5 : Lokasi Uji Lapangan
Gambar 6 : Layout Denah Pondasi
3.3 Parameter Desain
Dalam analisis, dilakukan simplifikasi stratifikasi tanah. Parameter tanah yang digunakan digunakan dua macam yaitu kondisi tanah sebelum dilakukan pemancangan dan kondisi setelah pemancangan. Karena hal tersebut berhubungan dengan perubahan perilaku pasir akibat pengaruh instalasi pemancangan.
Simplifikasi masalah pada kondisi tanah sebelum dipancang adalah berdasarkan data hasil uji lapangan dan uji laboratorium. Uji lapangan yang dilakukan meliputi SPT, CPT, dan DMT. Adapun uji laboratorium yang digunakan berupa indeks properti dan uji triaksial.
1 2 3 E7 E5 E3 E1 E0 E8 E6 E4 E9 E2 T2 T1 C1 C2 CPT 6 S5 + SPT CPT 3 CPT 8 DMT 6 DMT 8 CPT 7DMT 7 S4 + SPT CPT 5 DMT 9 CPT 9 CPT 2 DMT 2 A B C D 4.00 4.00 4.00 2.20 2.00 1.75 2.00 2.00 2.00 Keterangan : CPT = sondir DMT = dilatometer S = pemboran teknik SPT = standard penetration test
LOKASI STUDI Tiang Pancang
Hasil uji SPT ditunjukkan pada gambar 7
berdasarkan nilai N60 yang telah dikoreksi
terhadap energi dari nilai NSPT lapangan. Nilai
koreksi N60 dalam korelasi dengan kepadatan
pasir sedikit berbeda dengan korelasi umum
dengan NSPT (Budhu, 2000). Berdasarkan N60,
tanah hingga kedalaman 5.0 m berada dalam kepadatan medium, sedangkan pada kedalaman lebih dari 5.0 m merupakan pasir padat.
Gambar 7 : Hubungan N60 (gambar atas) dan
Tahanan Konus (gambar bawah) terhadap Kedalaman
Untuk mengetahui perubahan perilaku tanah akibat pemancangan, CPT dilakukan sebanyak 5 buah sebelum pemancangan dan 4 buah setelah tiang dipancang (gambar 6). Dari hasil CPT
terlihat bahwa nilai tahanan konus (qc) sebelum
dan sesudah dipancang cukup berbeda hingga
kedalaman 5.0 m. Peningkatan nilai qc rata-rata
hingga kedalaman tersebut mencapai 10% - 40%. Dari hasil uji DMT, terjadi perubahan pada perilaku tanah pasir. Perubahan tersebut meliputi peningkatan nilai modulus dilatometer (Ed) rata-rata sebesar dua kali lebih besar hingga kedalaman 5.0 m. Koefisien tegangan horisontal juga menunjukkan hasil serupa di mana tekanan
tanah lateral (KD) membesar di bagian atas tiang
dan KD menurun seiring dengan peningkatan
kedalaman tiang. Sedangkan, nilai indeks material
(ID) memberikan informasi tentang jenis tanah
yakni pasir kelanauan (gambar 8).
Berdasarkan hasil uji lapangan dan laboratorium, secara skematis kondisi tanah sebelum pemancangan ditunjukkan di gambar 9.
3.4 Prediksi Daya Dukung
Prediksi daya dukung dilakukan baik secara konvensional dan penggunaan data uji lapangan, dan metode transfer beban.
Pada gambar 10 ditunjukkan kurva hubungan antara hasil uji pembebanan tiang dengan hasil model Coyle & Castello (1966). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada beban di bawah 100.0 ton, kedua kurva saling berhimpit. Namun, untuk kondisi di atas 100.0 ton, kurva model Coyle & Castello cenderung berada di bawah hasil uji lapangan hingga melebihi beban ultimit uji pembebanan tiang yang terjadi.
3.5 Interpretasi Hasil Uji Pembebanan Tiang Hasil uji pembebanan tiang ditunjukkan pada gambar 10. Interpretasi hasil uji pembebanan untuk memprediksi besarnya daya dukung ultimit menggunakan lima metode, yaitu Metode Davisson (1972), Dee Beer (1967), Mazurkiewich (1972), Chin (1971), dan Decourt (1999). Berdasarkan hasil uji pembebanan tiang diperoleh
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 10 20 30 40 N60 Ke d a la m a n S1 S3 S4 S5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 5 10 15 20 qc (kg/cm2) Ke d a la m a n Sebelum dipancang
bahwa daya dukung ultimit, Qu berkisar antara 129 – 159 ton.
Gambar 8 Hubungan Modulus Dilatometer, Indeks Tegangan Horisontal, dan Indeks Material terhadap
Kedalaman Berdasarkan Hasil DMT (garis solid : kondisi tanah sebelum pemancangan, garis
terputus: kondisi setelah dipancang)
Gambar 9 Hubungan Tahanan Konus dan Kedalaman Tanah
3.6 Setup
Pada gambar 11 ditunjukkan hasil analisis balik berdasarkan hasil uji pembebanan tiang statik yang memiliki jeda waktu 314 hari. Dengan menggunakan metode Schmertmann & Nottingham (1975) diperoleh pada saat dipancang, daya dukung dengan selisih 8 hari mencapai peningkatan yang relatif tinggi.
Gambar 10 : Kurva Beban Terhadap Penurunan
Rumusan empirik dari Denver & Skov (1988), Svinkin (1996), dan Bogard & Matlock (1990) digambarkan pada gambar 11. Rumusan empirik dari Svinkin berada di antara kedua metode yang lain. Namun demikian, ketiga model tersebut menunjukkan hal yang sama yaitu terjadi peningkatan daya dukung pada tanah pasiran terhadap waktu.
Berdasarkan ketiga model tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan daya dukung akibat
setup sebesar 2.6 – 3.9 kali terhadap prediksi
daya dukung awal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tan et al (2004) di mana setup dapat memberikan peningkatan daya dukung hingga 3 – 4 kali terhadap daya dukung awal.
4. STUDI KASUS TANAH LEMPUNG
Penyelidikan tanah lempung pada proyek Wisma Asia II dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu penyelidikan tanah yang dilakukan oleh PT Tarumanegara Bumiyasa (April 1997) dan PT Duta Rekayasa (Oktober 1997). Penyelidikan tanah yang pertama dilakukan sebelum pemancangan dilakukan, sedangkan penyelidikan tanah yang kedua dilakukan setelah pemancangan selesai. Pemancangan tiang dilakukan pada tanggal 21 November 1997. Selain itu, telah terdapat tiang-tiang lain yang telah dipancang sejak bulan Agustus 1997.
-1.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 0 100 200 300 400 500 600 Modulus Dilatometer, Ed (kg/cm2) Ke da la m an ( m ) 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 0 10 20 30 40 50
Indeks Tegangan Horisontal, Kd
Ke da la m an ( m ) 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 0.1 1.0 10.0 Indeks Material, Id Ke d al am an ( m )
lempung lanau pasir
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 50 100 150 200 Beban, Q (ton) P enurunan ( m m )
Uji Pembebanan Tiang Model Coyle & Castello (1966)
Sebelum Sesudah
Gambar 11 : Prediksi Laju Setup dengan Analisis Balik secara Empirik pada Tanah Pasir
Tiang yang diambil pada studi kasus ini adalah tiang spun pile berdiameter 50 cm (P182). Panjang pembenaman tiang adalah 13.5 m dengan panjang total tiang adalah 15.0 m. Tiang ini sepenuhnya berada di lapisan tanah lempung dan lanau. Berat hammer yang digunakan adalah 4.5 ton dengan tinggi jatuh 2.3 m. Nilai setnya adalah 0.1 mm.
Secara umum, pada lokasi tiang pancang yang diuji, didominasi oleh lapisan lempung yang didasarkan pada hasil pengeboran dan uji sondir (gambar 12). Muka air tanah berada di 8.00 -8.50 m dari permukaan tanah.
Gambar 13 menunjukkan NSPT terhadap
kedalaman pada seluruh titik. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada lokasi proyek terdapat 2 (dua) lapisan tanah pendukung untuk
pondasi dalam (NSPT > 50 pukulan), yaitu pada
kedalaman 15.0 – 20.0 m dan 28.0 – 36.0 m dari permukaan tanah.
Hasil uji SPT tersebut menunjukkan bahwa pada kedalaman pemancangan terdapat
peningkatan nilai NSPT berkisar antara 1.5 – 5
kali lipat. Hal ini menunjukkan indikasi terjadinya perubahan kuat geser tanah akibat pemancangan tiang. Sensitivitas tanah tersebut berdasarkan hasil uji unconfined bervariasi antara 1.09 – 1.59.
Gambar 12 : Stratifikasi Tanah yang Disederhanakan
Gambar 13 : Kurva NSPT terhadap Kedalaman untuk
Semua Titik Bor
Dengan menggunakan data NSPT untuk kondisi setelah setup diperoleh daya dukung ultimit desain sebesar 308 ton dengan menggunakan metode transfer beban dari Coyle & Castello (1966). Untuk kondisi sebelum adanya pengaruh setup, diperoleh nilai daya dukung ultimit sebesar 180 ton.
Pada bulan September 2005 dilakukan uji pembebanan tiang dengan sistem kentledge. Beban maksimum dilakukan hingga 2.5 kali beban rencana.
Dari hasil interpretasi uji pembebanan tiang statik dengan kentledge system diperoleh bahwa tiang memiliki daya dukung ultimit sebesar 300.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0 5 10 15 20 t0.5 (hari0.5) Da y a Du ku n g ( to n )
Bogard & Matlock (1990)
Denver & Skov (1988)
Hasil Interpretasi Uji Pembebanan Statik Metode Schmertmann & Nottingham (1975)
Svinkin (1996) Skala Vertikal 1:500 Skala Horizontal 1:400 10 20 40 30 0 0 20 40 60 DB VI Clay Silt Sand Sand Clay Sand Clay 10 20 40 30 0 0 20 40 DB IV Clay Silt Clay S ilt
Stratifikasi Tanah Potongan DB VI, DB IV Proyek : Wisma Central Asia
KEY U DB I DB V DB III DB VII DB IV DB IV A DB II DB VI Clay NSPT Terhadap Kedalaman 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 10 20 30 40 50 60 NSPT (pukulan per-30 cm) K ed al am an (m ) DB-1 DB-2 DB-3 DB-4 DB-4A DB-5 DB-6 DB-7 DB I DB II DB III April 1997 Oktober 1997
ton (gambar 16). Hasil uji PDA (gambar 15) menunjukkan nilai daya dukung yang hampir serupa yaitu sebesar 291.0 ton.
Gambar 14: Uji Pembebanan Tiang dengan Sistem Kentledge (September 2005)
Dari hasil uji pembebanan tiang dibandingkan dengan model Coyle & Castello (1966) baik untuk kondisi hasil penyelidikan tanah pertama dan kedua. Hasil perbandingan ditunjukkan pada gambar 16. Terlihat bahwa hasil uji pembebanan tiang memberikan nilai daya dukung yang lebih tinggi dari daya dukung desain.
Dengan melakukan analisis balik berdasarkan hasil uji pembebanan tiang, dilakukan prediksi jejak setup berdasarkan metode Guang-Yu (1988), Bogard & Matlock (1990), dan Svinkin (1996). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa disipasi air pori berjalan relatif lama dan
thixotropy dapat memegang peranan setelah
disipasi air pori tersebut selesai. Peningkatan daya dukung berada dalam sekitar tiga kali lipat lebih besar dari prediksi awal.
Gambar 15: Hasil Uji PDA pada Tiang P182
Dari kedua kasus ditunjukkan bahwa disipasi air pori berjalan lebih cepat pada tanah pasir dibandingkan pada tanah lempung. Namun, dari kedua kasus di atas menunjukkan bahwa dapat terjadi peningkatan daya dukung. Kasus pada tanah pasiran di atas menunjukkan bahwa setup berjalan dalam waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan tanah lempung.
Gambar 16: Perbandingan antara Hasil Uji Pembebanan Tiang dengan Model Coyle & Castello
Gambar 17: Perbandingan antara Hasil Uji Pembebanan Tiang dengan Model Coyle & Castello
Peningkatan daya dukung pada tanah pasiran mencapai hingga 3.9 kali lipat lebih besar dibandingkan setup pada tanah lempung yakni sebesar 3.0 kali lipat.
5. KESIMPULAN
· Daya dukung pondasi tiang secara umum
mengalami peningkatan akibat setup untuk
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 Beban (ton) P e nu ru n a n ( cm ) DB-1 DB-2 BH-4A P183 P182
Uji Pembebanan Tiang
C oyle & C astello (1966) Oktober 1997
Coyle & C astello (1966) April 1997
kondisi sebelum tiang dipancang dan setelah pemancangan baik untuk metode konvensional maupun berdasarkan hasil SPT, CPT, dan DMT serta metode transfer beban.
· Berdasarkan hasil interpretasi uji pembebanan
tiang di lapangan untuk tanah pasir, diperoleh daya dukung ultimit antara 129 – 159 ton.
· Berdasarkan rumusan empirik Denver &
Skov (1988), Svinkin (1996), dan Bogard & Matlock (1990), daya dukung tiang pada tanah pasir meningkat sebesar 2.6 – 3.9 kali lebih besar akibat setup yang terjadi.
· Pada tanah lempung menggunakan rumusan
empirik dari Guang-Yu (1988), Svinkin (1996), dan Bogard & Matlock (1990). Daya dukung mengalami peningkatan sebesar 3.0 kali.
· Kasus pada tanah pasiran di atas
menunjukkan bahwa setup berjalan dalam waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan tanah lempung dikarenakan perbedaan sifat fisik dan mekanik tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Airhart, TP, et al.. Pile-Soil System Response
in a Cohesive Soil. Performance of Deep
Foundations STP 444. New York: John Wiley & Sons, Inc : 264-294, 1969
ASCE.. Bearing Capacity of Soils. New York: ASCE Press. 1993
Astriani, D., Widjaja, B. and Rustiani, S.. Daya
Dukung Pondasi Tiang Bor dan Continuous Flight Auger Pada Tanah Pasir di Porto, Portugis. Aspek Geoteknik Dalam
Pelaksanaan Konstruksi Sipil: Peran dan Resiko Bagi Perancana, Pelaksana dan Pengawas. Pertemuan Ilmiah Tahunan-VIII: 107 – 111.2004
Budhu, M.. Soil Mechanics & Foundations. New York: John Wiley & Sons, Inc.2000
Coduto, Donald P.. Foundation Design
Principles and Practices. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc1994.
Coduto, Donald P.. Foundation Design
Principles and Practices. 2nd ed. New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.2001
Coduto, Donald P. .Geotechnical Engineering
Principles and Practices. Delhi, India:
Pearson Education.1999
Das, Braja M.. Principles of Foundation
Engineering. 5th ed. Pacific Grove: Brooks/
Cole-Thomson Learning.2004
Erbland, Philip J. and McGillivary, Ross T.. Effects
of Pile Setup on Pile Design and Construction: A Case History. Current
Practices and Future In Deep Foundation. Geotechnical Special Publication No.125: 66 – 76.2004
Fellenius, Bengt H.. Basic of Foundation
Design. Calgary, Alberta: eLib AB.2004
Guang-Yu, Z.. Wave Equation Applications for
Piles in Soft Ground. Proceeding Third
International Conference on the Application of Stress-Wave Theory to Piles. Canada : Ottawa : 831-836.1998
GW & Associates. . Laporan Teknis:
Peningkatan Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Wisma Asia II Jakarta. Bandung.
2005
Komurka, Van E.. Incorporating Set-Up and
Support Cost Distributions into Driven Pile Design. Current Practices and Future In Deep
Foundation. Geotechnical Special Publication No.125: 16 – 49. 2004
McCarthy, David F. Essentials of Soil
Mechanics and Foundations Basic
Geotechnics. 6th ed. New Jersey:
Olson, Roy E. and Shantz, Thomas J.. Axial Load
Capacity of Piles in California In Cohessionless Soils. Current Practices and
Future In Deep Foundation. Geotechnical Special Publication No.125: 1 – 15.2004 Poulos, HG and E.H. Davis. Pile Foundation
Analysis and Design. New York: John Wiley
& Sons, Inc.1980
Prakash, Shamser and H.D. Sharma. 1990. Pile
Foundations in Engineering Practice. New
York: John Wiley & Sons, Inc.1990
Simon, N. and Menzes, B.. A Short Course in
Foundation Engineering. 2nd ed. Guildford:
Thomas Telford.1999
Soderberg, L.. Consolidation Theory Applied
to Foundation Pile Time Effects.
Geotechnique. Vol. 12 : 217 – 225. 1962
Tan, Siew L., Cuthbertson, J. and Kimmerling, Robert E.. Prediction of Pile Set-Up in
Non-Cohesive Soils. Current Practices and Future
In Deep Foundation. Geotechnical Special Publication No.125: 50 – 65. 2004
Whitlow, R.. Basic Soil Mechanics. 3rd ed. Malaysia: Longman Malaysia, PP.1998 Widjaja, B.. Prediction of Behavior of Driven,
Bored, and CFA Piles. Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung. 2003
Widjaja, B., A.S. Lestari, dan L. Widjayanti. 2005.
Pengaruh Pemancangan Tiang pada Tanah Pasiran. Seminar Nasional PILE.
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.2005
Widjayanti, L.. Studi Banding Daya Dukung
Tiang Pancang pada Tanah Pasiran: Studi Kasus Porto Portugis. Skripsi tidak
dipublikasikan. Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.2005