• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH DPS (DEWAN PENGAWAS SYARIAH) TERHADAP KINERJA MAQASHID SYARIAH BANK SYARIAH INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS PENGARUH DPS (DEWAN PENGAWAS SYARIAH) TERHADAP KINERJA MAQASHID SYARIAH BANK SYARIAH INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS PENGARUH DPS (DEWAN PENGAWAS

SYARIAH) TERHADAP KINERJA MAQASHID

SYARIAH BANK SYARIAH INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

DISUSUN OLEH:

KARTIKA ISMA DAMAYANTI

NIM : 213 13 064

JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

(7)

vii MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakan dengan sungguh-sungguh

(urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”

(Al Insyiroh: 6-8)

“Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil”

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Kedua orang tua (Bapak Slamet Iskandar dan Ibu Sri Sugiyanti)

yang telah membimbing, mendidik, mencurahkan segala usaha

dan doanya dengan ikhlas serta kasih sayang tanpa mengenal

lelah dan bosan demi masa depan penulis.

Adik yang selalu mendukung dan membantu dalam hal apapun

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Untuk rekan-rekan seperjuangan S1 Perbankan Syariah angkatan

2013 yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, baik

berupa saran maupun masukan yang sangat membangun.

Untuk rekan-rekan Kopma Fatawa yang telah memberikan tempat

kepada penulis untuk belajar mengenai hal-hal yang tidak penulis

dapatkan di bangku kuliah.

Untuk rekan-rekan anggota Talent Scouting Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Islam IAIN Salatiga yang telah memberikan dukungan,

saran dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT Tuhan Semesta alam karena atas limpahan

rahmat, hidayah, taufiq dan inayahNya skripsi “Analisis Pengaruh DPS (Dewan

Pengawas Syariah) Terhadap Kinerja Maqashid Syariah di Bank Syariah

Indonesia” dapat terselesaikan.

Sholawat serta salam semoga tercurahkan pada junjungan Nabi Agung

Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat yang telah menujukkan jalan

kebenaran dengan perantara agama Islam.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari

berbagai pihak, maka segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga

2. Dr. Anton Bawono, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga

3. Dr. Hikmah Endraswati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan serta petunjuk dalam proses pembuatan skripsi.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam dan seluruh

sivitas akademik IAIN Salatiga

5. Bapak, ibu, adik dan semua keluarga yang selalu memberi motivasi

(10)

x

6. Rekan-rekan S1 Perbankan Syariah angkatan 2013 yang memberikan

dukungan, saran dan masukan dalam penyusunan skripsi

7. Semua pihak yang membantu dalam penyususnan skripsi

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dari penulis. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang

budiman. Semoga skripsi yang penulis susun dapat memberikan manfaat.

Salatiga, 14 Agustus 2017

(11)

xi ABSTRAK

Damayanti, Kartika Isma. 2017. Analisis Pengaruh DPS (Dewan Pengawas Syariah) Terhadap Kinerja Maqashid Syariah Bank Syariah Indonesia. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Program Studi S1-Perbankan Syariah IAIN Salatiga. Pembimbing: Dr. Hikmah Endraswati, S.E, M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh DPS (Dewan Pengawas Syariah) terhadap kinerja maqashid syariah di bank syariah Indonesia. Variabel yang digunakan adalah ukuran DPS, rangkap jabatan DPS, jumlah rapat DPS, latar belakang pendidikan DPS dan kinerja maqashid syariah. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan dan laporan Good Corporate Governance Bank Umum Syariah di Indonesia tahun 2011- 2016. Sumber data diperoleh dari website masing-masing bank umum syariah di Indonesia, serta www.bi.go.id sebagai bahan pendukung penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah di Indonesia periode tahun 2011-2016. Sampelnya adalah seluruh populasi dengan data time series sejumlah 66. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran DPS berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja maqashid syariah. Rangkap jabatan DPS berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah. Jumlah rapat DPS tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid syariah. Latar belakang pendidikan DPS berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah.

(12)

xii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

MOTTO... vi

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Sistematika Penulisan... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Telaah Pustaka ... 14

B. Kerangka Teoritik ... 21

1. Maqashid Syariah ... 21

2. Teori Keagenan ... 26

3. Corporate Governance ... 29

4. Dewan Pengawas Syariah ... 31

C. Hipotesis ... 35

D. Kerangka Pemikiran ... 42

(13)

xiii

B. Data dan Sumber Data ... 44

C. Metode Pengambilan Data ... 44

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

E. Definisi Operasional... 46

1. Variabel Dependen Kinerja Maqashid Syariah ... 46

2. Variabel Independen ... 51

a. Ukuran Dewan Pengawas Syariah ... 51

b. Rangkap Jabatan Dewan Pengawas Syariah ... 52

c. Jumlah Rapat Dewan Pengawas Syariah ... 53

d. Latar Belakang Pendidikan Dewan Pegawas Syariah ... 53

F. Metode Analisis Data ... 54

1. Analisis Deskriptif ... 55

2. Uji Asumsi Klasik ... 55

a. Uji Normalitas ... 55

b. Uji Multikolinieritas ... 56

c. Uji Autokorelasi ... 56

d. Uji Heterokedastisitas ... 57

3. Analisi Regresi ... 57

a. Uji R2 ... 58

b. Uji F ... 59

c. Uji t... 60

BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi Objek Penelitian ... 61

B. Analisis Data ... 61

1. Analisis Deskriptif ... 61

2. Analisa Uji Asumsi Klasik ... 64

a. Uji Normalitas ... 64

b. Uji Multikolinieritas ... 65

c. Uji Autokorelasi ... 66

d. Uji Heterokedastisitas ... 67

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah Indonesia ... 2

2. Tabel 1.2 Indeks Kinerja Maqashid Syariah Bank Syariah Indonesia .... 5

3. Tabel 2.1 Peneltian Sebelumnya ... 18

4. Tabel 3.1 Proses Pemilihan Sampel ... 46

5. Tabel 3.2 Operasionalisasi Rasio Pengukur Kinerja Maqashid Syariah . 47 6. Tabel 3.3 Bobot Masing-masing Tujuan dan Elemen ... 48

7. Tabel 4.1 Daftar Bank Umum Syariah Indonesia ... 61

8. Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 62

9. Tabel 4.3 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov... 65

10.Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinieritas ... 66

11.Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 67

12.Tabel 4.6 Uji Heterokedastisitas ... 68

13.Tabel 4.7 Hasil Regresi Model... 69

14.Tabel 4.8 Hasil Uji R2 ... 70

15.Tabel 4.9 Hasil Uji F ... 71

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak (UU No. 10 Tahun 1998). Saat ini di Indonesia

dikenal dua jenis bank yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usahanya

secara konvensional dan bank yang menjalankan usahanya berdasarkan

prinsip syariah atau yang disebut bank syariah.

Menurut Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan

syariah, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang

Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan

usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Sedangkan definisi dari bank syariah sendiri adalah bank yang menjalankan

kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Pada dasarnya perbankan

syariah adalah sistem perbankan yang dalam usahanya berdasarkan pada

prinsip hukum syariah Islam dan mengacu pada Al-Quran dan Al-Hadist.

Perbankan syariah memiliki tujuan yang dapat diukur, didefinisikan,

dioperasikan dan berkontribusi kepada tujuan khusus atau umum (Jazil, 2013).

Menurut jenisnya, bank syariah terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan

(17)

2

Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia

Sumber: Statistik Perbankan Syariah OJK, Mei 2017

Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah Indonesia, di

mana pada tahun 2009 terdapat 6 (enam) Bank Umum Syariah di Indonesia

yang kemudian naik dua kali lipat menjadi 13 (tiga belas) dalam kurun waktu

7 (tujuh) tahun. Perkembangan ini diikuti dengan bertambah pula jumlah

kantor yang pada tahun 2009 berjumlah 711 kantor menjadi 1.850 kantor.

Begitu pula UUS dan BPRS yang terus berkembang di Indonesia.

Semakin berkembangnya bank syariah berimplikasi pada semakin

besarnya tantangan yang harus dihadapi bank syariah, di mana tantangan

terbesar adalah untuk mempertahankan citra dan nama baik di mata nasabah

agar tetap menjaga kepercayaan serta loyalitas nasabah kepada bank syariah

(Falikhatun, 2012). Sebagaimana yang diketahui bank syariah merupakan

bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah

yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadits dan Ijmak para ulama yang diterapkan

baik di lingkungan dalam maupun luar perusahaan (Maradita, 2014). Selain

(18)

3

antar bank. Persaingan tidak hanya terjadi di antara bank konvensional dengan

bank syariah. Namun juga merambah antar instansi bank syariah sebagai

intitusi yang memiliki keistimewaan dan market share tersendiri. Keadaan ini

tentu menuntut bank syariah untuk ekstra bekerja lebih keras dalam

meningkatkan kinerjanya.

Peningkatan kinerja bank syariah tidak hanya didasarkan pada

profitabilitas dan sumber daya insani saja, namun juga dalam perannya di

bidang sosial. Mengingat tujuan dari bank syariah tidak hanya

memaksimalkan laba, namun juga memiliki peran di bidang sosial, sehingga

pengukuran kinerja dari bank syariah menjadi lebih kompleks. Bank syariah

haruslah dapat memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat dan peran

serta tanggung jawab bank syariah selaku lembaga keuangan Islam yang tidak

hanya terbatas pada kebutuhan keuangan dari berbagai pihak, tetapi yang

paling penting adalah kepastian seluruh kegiatan yang dijalankan oleh bank

syariah sesuai dengan prinsip syariah atau berdasarkan maqashid syariah

(Hameed, Wirman, Alrazi, Nazli dan Pramono, 2004). Pengukuran kinerja

pada bank syariah dalam beberapa penelitian yang sudah ada mayoritas

menggunakan pengukuran profitabilitas berupa ROA, ROE, profit margin

ataupun Tobins-Q, yang artinya bahwa peneliti-peneliti sebelumnya tidak

membedakan ukuran kinerja antara bank syariah dan bank konvensional.

Pengukuran kinerja bank syariah berbasis maqashid syariah

merupakan proses untuk menentukan apakah bank syariah dapat mencapai

(19)

4

kinerja mempunyai hubungan langsung dengan tujuannya, sehingga

indikator-indikator pencapaian kinerjanya akan diturunkan dari tujuan-tujuan tersebut.

Menurut Mohammed, Razak dan Taib (2008) tujuan bank syariah akan

tepat jika diturunkan dari maqashid syariah. Dengan kata lain, operasional

bank syariah harus sesuai dengan syariah Islam karena syariah Islam memiliki

tujuan syariah (maqasid syariah). Pencapaian maqashid syariah dapat dilihat

dari tiga dimensi yaitu: tahdhib al-fard (pendidikan individu), iqamah al-adl

(penciptaan keadilan), dan jalb al-maslahah (pencapaian kepentingan publik),

di mana ketiga faktor tersebut bersifat universal. Ketiga ukuran kinerja

berdasarkan maqashid syariah, yaitu pendidikan individu, penciptaan keadilan

dan penciptaan kepentingan publik atau dengan kata lain kesejahteraan

mensyaratkan perbankan nasional untuk mampu merancang program

pendidikan dan pelatihan dengan nilai-nilai moral sehingga mereka akan

mampu meningkatkan kemampuan dan keahlian para karyawan. Keadilan di

mana bank syariah harus memastikan kejujuran dan keadilan dalam semua

transasksi dan kegiatan usaha yang tercakup dalam produk, seluruh aktivitas

free interest. Perbankan syariah harus mengembangkan proyek-proyek

investasi dan pelayanan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mustafa Omar dan Zulastri Abdul Rozak menggunakan model Maqashid

Syariah Index dalam pengukuran kinerja maqashid syariah.

Tahun 2010-2014 rasio hasil pengukuran kinerja maqashid syariah

pada bank syariah Indonesia berfluktuatif. Seperti dijelaskan dalam penelitian

(20)

5

Perbankan Syariah di Indonesia dengan Pendekatan Sharia Maqashid Index”

yang ditunjukkan dalam tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2 Indeks Kinerja Maqashid Syariah Bank Syariah Indonesia Tahun 2010-2014

Bank Negara Indonesia

Syariah

Peningkatan kinerja maqashid syariah tidak semudah membalikkan

telapak tangan. Perlu adanya penanganan lebih ekstra, yaitu kerjasama antara

tim manajemen bank selaku agen dan pemilik dana sebagai prinsipal yang

baik. Penjelasan mengenai kerjasama dan hubungan antara nasabah dan bank

dapat dijelaskan dengan menggunakan dasar teori agensi.

Teori agensi menjelaskan hubungan antara prinsipal dan agen.

Prinsipal adalah pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak

atas nama prinsipal, sementara agen merupakan pihak yang diberikan mandat

untuk bertindak atas nama prinsipal. Berdasarkan uraian di atas, kegiatan bank

syariah memiliki kesamaan prinsip, yaitu terdapat adanya pemisahan antara

(21)

6

(bank) ini dalam konteks akuntansi sering disebut agency theory (Arifin,

2005). Teori agensi menghendaki adanya pemisahan antara prinsipal dan agen,

yang hal tersebut memicu adanya asymmetric information di mana agen

memiliki informasi yang lebih baik mengenai organisasi daripada prinsipal.

Adanya asymmetric information memungkinkan munculnya masalah agensi.

Adanya masalah agensi tersebut memunculkan perlunya good corporate

governance. Good corporate governance kaitannya dengan perbankan

merupakan suatu sistem pengelolaan yang dirancang untuk meningkatkan

kinerja bank, melindungi kepentingan stakeholder, dan meningkatkan

kepatuhan terhadap perundang-undangan serta nilai-nilai etika yang berlaku

secara umum (Faozan, 2013).

Berkaitan dengan masalah di atas, di mana sebagian besar bank syariah

mengalami penurunan Index Maqashid Syariah pada tahun 2010-2014 serta

adanya masalah agensi maka dibutuhkan mekanisme good corporate

governance pada Bank Syariah. Penerapan Good Corporate Governance

(GCG) di bank syariah harus memenuhi kepatuhan pada prinsip syariah

(sharia compliance). Implementasi GCG di bank syariah tidak bisa dipisahkan

dari kewajibannya untuk menjalankan kegiatan usaha yang berdasarkan

prinsip syariah. Hal inilah yang membedakannya dengan penerapan GCG di

bank konvensional. Karenanya, peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam

implementasi GCG menjadi sangat penting yaitu sebagai pihak yang

mengawasi dan memastikan bahwa suatu bank syariah dalam operasionalnya

(22)

7

Menurut Faozan (2013) Dewan Pengawas Syariah merupakan badan

independen yang bertugas melakukan pengarahan (directing), pemberian

konsultasi (consulting), melakukan evaluasi (evaluating), dan pengawasan

(supervising) terhadap kegiatan bank syariah dalam rangka memastikan bahwa

kegiatan usaha bank syariah tersebut mematuhi (compliance) terhadap prinsip

syariah sebagaimana telah ditentukan oleh fatwa dan syariah Islam.

Anggotanya terdiri dari pakar di bidang fiqh muamalah yang mengetahui

pengetahuan umum di bidang perbankan dan kemampuan lain yang relevan

dengan tugas kesehariannya. DPS dalam mengawasi operasional bank syariah

wajib mengacu kepada fatwa DSN-MUI untuk memastikan kesesuaian produk

dan jasa bank dengan ketentuan-ketentuan dalam fatwa tersebut.

Penelitian terkait mengenai Dewan Pengawas Syariah terhadap kinerja

maqashid syariah masih sangat terbatas. Sehingga penulis menggunakan

beberapa rujukan yang berkaitan dengan corporate governance seperti Dewan

Komisaris, Komite Audit dan Dewan Direksi, mengingat bahwa Dewan

Pengawas Syariah termasuk dalam komposisi corporate governance.

Muamar dan Arif (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Good

corporate governance dan kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia

mengemukakan bahwa jumlah Dewan Pengawas Syariah dan rangkap jabatan

Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid

syariah di Bank Syariah Indonesia.

Menurut Muttakin dan Ullah (2012), semakin banyak anggota Dewan

(23)

8

lebih memiliki pengalaman, kepakaran, keahlian, dan jaringan professional

serta sosial yang lebih baik. Semakin banyak anggota Dewan Pengawas

Syariah maka pengawasan yang dilakukan akan lebih baik sehingga tingkat

kepatuhan syariah bank syariah menjadi lebih baik. Adanya pengawasan yang

baik akan menurunkan masalah agensi yang dilakukan oleh manajemen bank

syariah, dengan berkurangnya masalah agensi maka kinerja maqashid syariah

akan lebih baik. Penelitian Mollah dan Zaman (2015) menemukan bahwa

ukuran Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positif terhadap kinerja

keuangan bank syariah.

Menurut Annisa (2015) Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh

positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia Malaysia.

Rangkap jabatan Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh negatif terhadap

kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan rangkap jabatan

Dewan Pengawas Syariah berpengaruh negatif terhadap kinerja maqashid

syariah bank syariah di Malaysia. Rapat komite audit tidak berpengaruh

positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan

Malaysia.

Penelitian Xie (2003) dalam Waryanto (2010) menemukan bahwa

semakin sering dewan komisaris bertemu atau mengadakan rapat, maka akrual

kelolaan perusahaan semakin kecil. Hal ini berarti bahwa semakin sering

Dewan Komisaris mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan terhadap

(24)

9

Penelitian Kholid dan Bachtiar (2015) menyebutkan bahwa rapat

komite audit tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid syariah yang

artinya adanya kemungkinan ketidakefektifan para komite audit pada saat

menjalankan rapat, ketidakefektifan tersebut dikarenakan tidak semua anggota

komite audit hadir pada saat rapat. Sehingga kontribusi pengetahuan dari

komite audit dalam memonitoring dirasa kurang.

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Haque, Islam dan

Ahmed (2012) dalam Annisa (2015) yang menyatakan bahwa jumlah rapat

komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan, artinya semakin

meningkatnya rapat komite audit maka dapat meningkatkan monitoring yang

lebih efektif juga meningkatkan kinerja keuangan.

Latar belakang pendidikan merupakan faktor penting dalam praktek

pengungkapan (Farook, 2011; Haniffa dan Cooke, 2002). Direktur dengan

pendidikan yang lebih baik diharapkan akan lebih mampu menerima tindakan

baru dan memecahkan ketidakpastian (Hambrick dan Mason, 1984).

Bray, Howard dan Golan (1995) dalam Djoko (2010), menyatakan

bahwa latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh komisaris utama

berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki. Komisaris utama yang

memiliki latar belakang pendidikan bisnis akan lebih baik dalam mengelola

bisnis dan mengambil keputusan.

Berdasarkan fenomena dan latar belakang di atas, maka penulis tertarik

(25)

10

Indonesia”. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muamar dan Arief (2015) mengenai “Good

Corporate Governance dan Kinerja Maqashid Syariah Bank Syariah di

Indonesia”, dengan variabel jumlah dewan komisaris, jumlah komite audit,

dan jumlah dewan pengawas. Muttakin dan Ullah (2012) mengenai

Corporate Governance and Bank Perfomance: Evidence From Bangladesh”

serta Annisa (2015) yang berjudul “Analisis Good Corporate Governance

Terhadap Kinerja Maqashid Syariah Perbankan Syariah di Indonesia dan

Malaysia” dengan variabel dewan komisaris, ukuran dewan pengawas syariah,

rangkap jabatan dewan pengawas syariah, komite audit, rapat komite audit.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah:

penambahan variabel independen untuk menambah nilai (value) dari

penilitian, yaitu variabel: jumlah rapat yang dilakukan Dewan Pengawas

Syariah dan latar belakang pendidikan Dewan Pengawas Syariah.

Pengukurann rapat komite audit dalam penelitian Annisa Yuni (2015) dengan

menjumlah rapat yang dilakukan oleh komite audit selama satu tahun.

Sedangkan dalam penelitian ini pengukuran variabel jumlah rapat Dewan

Pengawas Syariah menggunakann variabel dummy.

B. Rumusan Masalah

Dengan latar belakang di atas, masalah yang dirumuskan adalah terkait

dengan pegaruh Dewan Pengawas Syariah terhadap kinerja maqashid syariah

pada Bank Syariah Indonesia yang difokuskan dengan rumusan sebagai

(26)

11

1. Bagaimana pengaruh ukuran DPS terhadap kinerja maqashid syariah pada

Bank Syariah di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh rangkap jabatan anggota DPS terhadap kinerja

maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh jumlah rapat yang dilakukan DPS terhadap kinerja

maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia?

4. Bagaimana pengaruh latar belakang pendidikan DPS terhadap kinerja

maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan

jawaban dari masalah yang telah dirumusukan di atas, diantaranya adalah:

1. Mengetahui pengaruh ukuran DPS terhadap kinerja maqashid syariah

pada Bank Syariah di Indonesia.

2. Mengetahui pengaruh rangkap jabatan anggota DPS terhadap kinerja

maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia.

3. Mengetahui pengaruh jumlah rapat yang dilakukan DPS terhadap kinerja

maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia.

4. Mengetahui pengaruh latar belakang pendidikan DPS terhadap kinerja

(27)

12 D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya

adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan

pengalaman berharga dalam menerapkan teori – teori yang didapat di

bangku kuliah dan sebagai awal informasi penelitian lanjutan, sebagai

awal penelitian lanjutan, serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Strata 1 pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Bagi Bank Syariah di Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan pertimbangan, evaluasi dan masukan untuk Bank Syariah terhadap

kinerja maqashid syariah.

3. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi

dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan riset terutama dalam

konteks governance di Bank Syariah.

E. Sistematika Penelitian

Sistematika dalam penelitian ini terdiri dari:

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan membahas mengenai telaah pustaka, landasan

teori, definisi yang mendukung penelitian dan hipotesis penelitian.

(28)

13

Dalam bab ini akan membahas mengenai variabel yang digunakan

dalam penelitian, teknik pengambulan data serta metode yang digunakan

dalam menganalisis data.

BAB IV ANALISIS DATA

Dalam bab ini akan membahas mengenai analisis data yang ditemukan

kemudian menggunakannya untuk menjawab masalah yang telah ditemukan.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini akan membahas mengenai kesimpulan yang dapat

diambil dari hasil penelitian dan juga saran yang diberikan oleh penulis

(29)

14 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Telaah Pustaka

Muamar dan Arief (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Good

corporate governance dan kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia

mengemukakan bahwa jumlah Dewan Pengawas Syariah dan rangkap jabatan

Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid

syariah di Bank Syariah Indonesia. Kualitas pengawasan Dewan Pengawas

Syariah yang melakukan rangkap jabatan dan yang tidak melakukan rangkap

jabatan memiliki tingkat kualitas pengawasan yang sama. Dewan Pengawas

Syariah yang merangkap jabatan menunjukkan kepakarannya dalam

melakukan pengawasan syariah namun kepakarannya harus di bagi ke dalam

beberapa bank. Sementara itu, Dewan Pengawas Syariah yang tidak

merangkap jabatan memang tidak begitu menunjukkan kepakaran dalam

pengawasan syariah namun karena Dewan Pengawas Syariah yang tidak

merangkap jabatan hanya melakukan pengawasan pada satu bank saja

sehingga kualitas pengawasannya sama dengan dewan pengawas syariah yang

merangkap jabatan.

Menurut Muttakin dan Ullah (2012), semakin banyak anggota Dewan

Pengawas Syariah akan mendorong kinerja yang lebih baik karena dewan

lebih memiliki pengalaman, kepakaran, keahlian, dan jaringan professional

serta sosial yang lebih baik. Semakin banyak anggota Dewan Pengawas

(30)

15

kepatuhan syariah bank syariah menjadi lebih baik. Adanya pengawasan yang

baik akan menurunkan masalah agensi yang dilakukan oleh manajemen bank

syariah, dengan berkurangnya masalah agensi maka kinerja maqashid syariah

bank syariahnya menjadi lebih baik. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah

adalah untuk memonitoring ketaatan bank syariah terhadap syariah Islam

sehingga diharapkan dapat menekan masalah agensi yang pada akhirnya akan

mengakibatkan kinerja bank syariah menjadi lebih baik. Penelitian Mollah dan

Zaman (2015) menemukan bahwa ukuran Dewan Pengawas Syariah

berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan bank syariah.

Seorang Dewan Pengawas Syariah dapat merangkap jabatan sebagai

Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan lain. Peraturan Bank

Indonesia menyebutkan bahwa seorang dewan pengawas syariah hanya boleh

merangkap jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada dua

lembaga perbankan dan dua lembaga keuangan syariah non bank serta anggota

Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan sebagai konsultan di

seluruh BUS dan/atau UUS. Satu anggota DPS diperbolehkan merangkap

jabatan sebagai anggota DSN.

Menurut Usamah (2010) kualitas pengawasan terhadap pelaksanaan

prinsip syariah di bank syariah memerlukan adanya pembatasan terhadap

jumlah rangkap jabatan sebagai Dewan Pengawas Syariah, agar lembaga

tersebut dapat bekerja lebih fokus, semakin sedikit rangkap jabatan sebagai

Dewan Pengawas Syariah maka dapat bekerja lebih fokus dan profesional.

(31)

16

Syariah diharapkan dapat meningkatkan pengawasan yang lebih baik,

sehingga kemungkinan-kemungkinan masalah agensi dapat ditekan yang

nantinya dapat meningkatkan kinerja bank syariah itu sendiri.

Menurut Annisa (2015) Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh

positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan

Malaysia. Rangkap jabatan Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh

terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan rangkap

jabatan Dewan Pengawas Syariah berpengaruh negatif terhadap kinerja

maqashid syariah bank syariah di Malaysia. Rapat Komite Audit tidak

berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di

Indonesia dan Malaysia.

Penelitian Xie (2003) dalam Waryanto (2010) menemukan bahwa

semakin sering Dewan Komisaris bertemu atau mengadakan rapat, maka

akrual kelolaan perusahaan semakin kecil. Hal ini berarti bahwa semakin

sering Dewan Komisaris mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan

terhadap manajemen menjadi semakin efektif.

Kholid dan Bachtiar (2015) dalam Annisa (2015) menyebutkan bahwa

Komite Audit tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid syariah yang

artinya adanya kemungkinan ketidak efektifan para Komite Audit pada saat

menjalankan rapat, ketidak efektifan tersebut dikarenakan tidak semua

anggota Komite Audit hadir pada saat rapat. Sehingga kontribusi pengetahuan

(32)

17

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Haque, Islam dan

Ahmed (2012) dengan hasil jumlah rapat Komite Audit berpengaruh positif

terhadap kinerja keuangan, artinya semakin meningkatnya rapat Komite Audit

maka dapat meningkatkan monitoring yang lebih efektif juga meningkatkan

kinerja keuangan.

Latar belakang pendidikan merupakan faktor penting dalam praktek

pengungkapan (Farook, 2011; Haniffa dan Cooke, 2002). Direktur dengan

pendidikan yang lebih baik diharapkan akan lebih mampu menerima tindakan

baru dan memecahkan ketidakpastian (Hambrick dan Mason, 1984).

Bray, Howard dan Golan (1995) dalam Djoko (2010), menyatakan

bahwa latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh komisaris utama

berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki. Komisaris utama yang

memiliki latar belakang pendidikan bisnis akan lebih baik dalam mengelola

bisnis dan mengambil keputusan.

Endraswati (2017) dalam penelitiannya “Gender Diversity in Board of

Director’s and Firm Performance: Study in Indonesia Sharia Banks”

mengungkapkan bahwa latar belakang pendidikan perempuan sebagai direksi

berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan syariah.

Dalam penelitiannya yang berjudul ”Struktur Islamic Corporate

Governance dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank

Syariah di Indonesia”, Endraswati (2017) mengungkapkan bahwa jumlah

Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh positif signifikan terhadap

(33)

18

Pengawas Syariah dan jumlah meeting Dewan Pengawas Syariah berpengaruh

positif signifikan terhadap kualitas pengungkapan laporan perusahaan.

(34)

19

3 Shariah Supervision,

(35)

20

Sayekti Good corporate

(36)

21

Segala aktivitas seorang muslim harus didasarkan pada syariah

Islam tidak terkecuali kegiatan ekonomi. Bagi masyarakat muslim, bank

yang merupakan komponen vital dari kegiatan ekonomi yang harus

berlandaskan pada syariah Islam, yang sering disebut sebagai bank syariah

atau bank Islam. Syariah Islam memiliki tujuan yang sering disebut

sebagai maqashid syariah.

Maqashid syariah merupakan kata majemuk yang tergabung dari

kata maqashid dan syariah. Secara bahasa maqasshid merupakan bentuk

jamak (plural) dari kata maqashad yang berarti tujuan. Adapun pengertian

syariah adalah semua yang telah ditetapkan dan dijelaskan oleh Allah

kepada hambanya baik yang berkaitan dengan maslahah, akidah, dan

(37)

22

Maqashid As-Syariah berarti maksud dan tujuan disyariatkannya

hukum Islam. Menurut Istilah Maqashid Syariah identik dengan istilah

filsafat hukum Islam. Menurut Wahbah al Zuhaili, Maqasid Al Syariah

berarti nilai-nilai dan sasaran syara’ yang tersirat dalam segenap atau

bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran-sasaran ini

dipandang sebagai tujuan dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh al-Syari’ dalam setiap ketentuan hukum. Adapun yang menjadi bahasan

utama maqashid as-syariah adalah hikmat dan illat ditetapkannya suatu

hukum. Menurut para ulama yaitu al-Juwaini seseorang tidak dapat

dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam sebelum memahami

benar tujuan Allah menetapkan perintah-perintah dan

larangan-larangan-Nya. Menurut Al-Ghazali mashlahat adalah memelihara maksud al-Syari’

(pembuat hukum). Sehingga dapat disimpukan bahwa maqashid

as-syariah adalah maksud atau tujuan disyariatkan hukum Islam. Menurut

pendapat ulama secara umum bahwa tujuan tersebut adalah maslahah bagi

umat manusia dalam dua dimensi yaitu al-wujud dan al-adam (Nursidin,

2012 dalam Annisa 2015).

Secara terminologi, maqashid syariah adalah hukum atau

undang-undang yang ditentukan Allah SWT untuk hamba-Nya, yang terdapat

dalam Al-Qur’an dan diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam bentuk

sunnahnya (Ismail, 2014). Menurut Zahrah (2011) dalam Anton dan

Amirus (2015) tujuan syariah (maqashid syariah) adalah segala sesuatu

(38)

23

kemaslahatan manusia secara keseluruhan, yaitu untuk menjaga eksistensi,

mengembangkan baik kualitas maupun kuantitas, baik material maupun

spiritualnya.

Abu Zahrah (2011) dalam Anton dan Amirus (2015) membagi

maqashid syariah menjadi tiga bagian yaitu:

1. Penyucian jiwa, agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan

bukan sumber keburukan bagi masyarakat lingkungannya. Hal ini

ditempuh dari berbagai ragam ibadah yang disyari’atkan, yang

kesemuanya dimaksudkan untuk membersihkan jiwa serta

memperkokoh kesetiawanan sosial.

2. Keadilan, dalam masyarakat Islam adil baik urusan sesama kaum

muslim maupun dalam berhubungan dengan pihak lain (non muslim).

Tujuan ditegakkannya keadilan dalam Islam amatlah luhur. Keadilan

menyangkut berbagai aspek kehidupan. Dalam hal ini, Islam

memandang bahwa setiap orang mempunyai hak-hak yang sama,

karena Islam mengacu kepada keadilan sosial itu tadi. Dalam usaha

mewujudkan keadilan sosial, Islam sangat menjungjung tinggi hak-hak

manusia.

3. Kemaslahatan, merupakan ini merupakan tujuan puncak yang hendak

dicapai, yang harus terdapat dalam hukum Islam. Tidak sekali-kali

suatu perkara disyari’atkan oleh Islam melalui Al-Qur’an dan as

(39)

24

hakiki ini menyangkut semua kepentingan umum, bukan kepentingan

pihak tertentu (khusus).

Untuk dapat mencapai maqashid syariah ada 5 elemen yang harus

dipenuhi oleh bank syariah, yaitu al-aql (pikiran), addien (agama), nafs

(jiwa), nasl (keturunan) dan maal (harta) (Capra, 2001). Sesuai

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah juga dijelaskan

bahwa kegiatan perbankan syariah harus mengandung nilai keadilan,

kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan. Dari kelima elemen tersebut

lalu dituangkan dalam suatu tabel kriteria kinerja perusahaan dalam

perspektif maqashid syariah yang disertai indikator yang diformulasi oleh

Mohammed, Razak, Omar dan Taib (2008) dalam bentuk indeks maqashid

syariah.

Dalam penelitian-penelitian sebelumnya dijelaskan, maqashid

syariah menurut Muhammad Abu Zahrah terbagi menjadi tiga kategori

tahdzib al-fard (pendidikan bagi individu), iqamah al-adl (menegakkan

keadilan), dan maslahah (kemaslahatan/kesejahteraan). Konsep inilah

yang ditransformasikan menjadi sebuah pengukuran untuk mengevaluasi

kinerja perbankan syariah. Hal tersebut dikarenakan bahwa sistem

perbankan syariah sangat berbeda dengan perbankan konvensional.

Perbedaan yang paling asasi adalah terkait dengan rujukan nilai (Islamic

Worldview) bagi masing-masing institusi keuangan tersebut.

Menurut Mohammed, Razak dan Taib (2008), tujuan Bank Syariah

(40)

25

dikarenakan tujuan dari bank Islam tidak hanya memaksimalkan laba,

namun juga memiliki peran di bidang sosial. Oleh karena tujuannya tidak

hanya memaksimalkan laba, maka pengukuran kinerja dari bank syariah

menjadi lebih kompleks. Pengukuran kinerja bank syariah berbasis

maqashid syariah merupakan proses untuk menentukan apakah bank

syariah dapat mencapai tujuan bank syariah yang diturunkan dari

maqashid syariah. Pengukuran kinerja mempunyai hubungan langsung

dengan dengan tujuannya, sehingga indikator-indikator pencapaian

kinerjanya akan diturunkan dari tujuan-tujuan tersebut. Mohammed, Razak

dan Taib (2008) menggunakan klasifikasi maqashid syariah yang merujuk

pada konsep maqashid syariah Abu Zaharah (1997) yaitu:

1. Tahdhib al-Fard (mendidik individu)

2. Iqamah Al-adl (menegakkan keadilan), dan

3. Jaib al-Maslahah (meningkatkan kesejahteraan).

Pengembangan pengukuran kinerja yang dilakukan Mohammed,

Razak dan Taib (2008) menggunakan metode dari Uma Sekaran (2000).

Metode tersebut dibangun dengan mengidentifikasi dimensi-dimensi dari

setiap tujuan syariah, yang selanjutnya dari dimensi-dimensi tersebut

ditentukan elemen-elemen yang menunjukkan ketercapaian dari dimensi

tersebut. Model pengukuran kinerja perbankan syariah yang sesuai dengan

tujuan dan karakteristik perbankan syariah dikenal dengan model

Maqashid syariah index. MSI dikembangkan dengan tiga faktor utama

(41)

26

Dimana ketiga faktor tersebut bersifat universal. Ketiga ukuran kinerja

berdasarkan maqashid syariah, yaitu pendidikan, keadilan dan

kesejahteraan mensyaratkan perbankan nasional untuk mampu merancang

program pendidikan dan pelatihan dengan nilai-nilai moral sehingga

mereka akan mampu meningkatkan kemampuan dan keahlian para

karyawan. Keadilan berarti bank syariah harus memastikan kejujuran dan

keadilan dalam semua transasksi dan kegiatan usaha yang tercakup dalam

produk, seluruh aktivitas free interest. Terakhir perbankan syariah harus

mengembangkan proyek-proyek investasi dan pelayanan sosial untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Teori Keagenan (Agency Teory)

Dalam Muamar (2015), Agency teory pertama kali dikembangkan

oleh Jensen, M. C. dan W. H. Meckling pada tahun 1976. Teori agensi

menjelaskan hubungan antra prinsipal dan agen. Prinsipal adalah pihak

yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama

prinsipal, sementara agen merupakan pihak yang diberikan mandat untuk

bertindak atas nama prinsipal. Hal tersebut akan mensyaratkan agen untuk

bertanggung jawab atas setiap tindakannya kepada prinsipal. Teori agensi

menghendaki adanya pemisahan antara prinsipal dan agen, hal tersebut

memicu adanya asymetric information di mana agen memiliki informasi

yang lebih baik mengenai organisasi dari pada prinsipal. Adanya asymetric

information dapat memicu masalah agensi baik itu berupa moral hazard

(42)

27

kemungkinan munculnya masalah agensi, menurut Jensen dan Meckling

(1976) akan menimbulkan biaya keagenan untuk menekan masalah agensi

tersebut yang terdiri dari (1) biaya monitoring, (2) bonding expediture, dan

(3) residual loss.

Definisi teori keagenan menurut Rebecca (2012) dalam Annisa

(2015) yaitu hubungan yang timbul dari adanya kontrak yang ditetapkan

antara dua pihak, yaitu pihak pemilik modal (principal) sebagai pihak

yang mendelegasikan pekerjaan, dan agen (agent) adalah sebagai pihak

yang menerima pendelegasian pekerjaan, yang berarti terjadi antara

kepemilikan dan kontrol perusahaan. Implikasi teori keagenan terhadap

penelitian ini dipertimbangkan dapat menjelaskan bahwa manajemen

sebagai agen tidak terlepas atas setiap tidakannya kepada principal. Bank

syariah lebih mengetahui informasi-informasi tentang pengelolaan dana

dari pada nasabah. Hal ini lah yang sering disebut sebagai asymetric

information. Dengan adanya asymetric information memungkinkan akan

timbul masalah agensi.

Menurut Arifin (2005) teori agensi mendasarkan hubungan kontrak

antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen

merupakan pelaku utama. Prinsipal adalah pihak yang memberikan mandat

kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sementara agen

merupakan pihak yang diberikan mandat untuk bertindak atas nama

principal. Hal tersebut akan mensyaratkan agen untuk bertanggung jawab

(43)

28

adanya pemisahan antara prinsipal dan agen, hal tersebut memicu adanya

asymetric information dimana agen memiliki informasi yang lebih baik

mengenai organisasi dari pada prinsipal. Adanya asymetric information

dapat memicu adanya masalah agensi baik itu berupa moral hazard

dan/atau adverese selection. Moral hazard merupakan permasalahan yang

timbul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama

dalam kontrak kerja, atau menyeleweng dari kesepakan yang telah

ditetapkan. Sedangkan adverse selection merupakan suatu tindakan

dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu kepentingan yang

diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah

diperolehnya atau terjadi sebagai sebuah kesalahan tugas.

Eisenhardt (1989) dalam Endraswati (2017) berpendapat bahwa

konflik kepentingan atau agency problem muncul ketika timbul konflik

antara harapan atau tujuan pemilik/pemegang saham dengan para direksi

(top management), dan ketika para pemilik mengalami kesulitan untuk

memverifikasi apa yang sesungguhnya yang sedang dikerjakan

manajemen. Teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi yaitu: (1) asumsi

tentang sifat manusia (human assumption), (2) asumsi tentang

keorganisasian (organizational assumption), dan (3) asumsi tentang

informasi (information assumption). Asumsi tentang sifat manusia

maksudnya adalah manusia memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri,

memiliki keterbatasan rasionalitas, dan tidak menyukai risiko. Asumsi

(44)

29

kriteria produktivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan

agen. Asumsi tentang informasi adalah informasi sebagai barang komoditi

yang dapat diperjual belikan.

Permasalahan keagenan dapat diatasi dengan melaksanakan

Corporate Governance. Corporate Governance dilaksanakan melalui

struktur dan mekanisme.

3. Corporate Governance

Menurut The Organization for Economic Corporation and

Development (OECD) Bank Dunia, good corporate governance adalah

aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku

pemilik perusahaan, direktur, dan manajer serta perincian dan penjabaran

tugas dan wewenang serta pertanggung jawabannya kepada investor

(pemegang saham dan kreditur). Tujuannya untuk menciptakan sistem

pengendaliaan dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah

kemungkinan penyalahgunaan sumber daya perusahaan dan tetap

mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.

Syakhroza dalam penelitian Faozan (2013) mendefinisikan good

corporate governance sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi

secara baik dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara

efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip

keterbukaan, akuntabilitas, pertanggung jawaban, independen, dan adil

dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tata kelola organisasi yang baik

(45)

30

eksternal organisasi. Mekanisme internal lebih fokus kepada bagaimana

pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan

prinsip-prinsip diatas. Sedangkan, mekanisme eksternal lebih menekankan

kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan

secara harmoni tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.

Seiring dengan perkembangan industri perbankan syariah yang

antara lain ditandai dengan semakin beragamnya produk perbankan

syariah dan bertambahnya jaringan pelayanannya, maka penerapan GCG

pada industri perbankan syariah menjadi semakin penting. Pelaksanaannya

pada industri perbankan syariah harus berlandaskan pada lima prinsip

dasar: transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional,dan

kewajaran.

Bank syariah harus memastikan bahwa prinsip-prinsip GCG

tersebut telah diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di seluruh

jajarannya. Penerapan prinsip-prinsip GCG tersebut diperlukan untuk

mencapai kesinambungan usaha (sustainability) bank syariah dengan tetap

memperhatikan kepentingan para pemegang saham, nasabah serta

pemangku kepentingan lainnya. Di bawah ini akan dipaparkan mengenai

implementasi kelima prinsip dasar GCG tersebut pada bank syariah

menurut penjelasan atas PBI No. 11/33/PBI/2009:

a. Transparansi, adalah keterbukaan dalam mengemukakan informasi

yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan

(46)

31

b. Akuntabilitas, adalah kejelasan fungsi dan pelaksanaan

pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan

secara efektif.

c. Pertanggungjawaban, adalah kesesuaian pengelolaan bank dengan

peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip

pengelolaan bank yang sehat.

d. Professional, yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif

dan bebas dari pengaruh atau tekanan dari pihak manapun

(independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk

mengembangkan bank syariah.

e. Kewajaran, yakni keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak

stakeholders berdasarkan perjanjian dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

4. Dewan Pengawas Syariah

Undang-Undang No. 21/2008 Tentang Perbankan Syariah pasal 1

No 15 menjelaskan bahwa Bank Syariah harus menjalankan fungsinya

dengan baik sesuai dengan ketentuan perbankan yang berlaku dan juga

sesuai dengan prinsip syariah. Untuk menjamin terlaksananya prinsip

syariah, dalam aktifitas perbankan syariah terdapat salah satu pihak

terafiliasi yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang memberikan

jasanya kepada bank syariah. Dewan inilah sebagai pihak yang

bertanggungjawab atas informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan

(47)

32

Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 pasal 1 menyatakan

bahwa Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas memberikan

nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar

sesuai dengan Prinsip Syariah.

Menurut Muhammad dalam penelitian Faozan (2013) Dewan

Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang melakukan pengawasan

terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank syariah yang dalam

menjalakan fungsinya bertindak secara independen. DPS terdiri dari

orang-oang yang memiliki kemampuan, baik di bidang hukum muamalah,

hukum ekonomi dan perbankan, serta kemampuan lain yang relevan

dengan tugas kesehariannya. Anggota DPS juga harus memiliki integritas,

kompetensi dan reputasi keuangan.

Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)

menerangkan bahwa Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada di

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang bertugas mengawasi pelaksanaan

keputusan DSN di Lembaga Keuangan Syariah. Anggota DPS diusulkan

dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan penempatannya di

bank syariah harus mendapatkan persetujuan DSN. Fungsi utamanya

adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit

usaha syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang

terkait dengan aspek syariah.

Peranan Dewan Pengawas Syariah sangat strategis dalam

(48)

33

(Surat Keputusan) DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI

No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI memberikan tugas

kepada Dewan Pengawas Syariah untuk:

a. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan

syariah.

b. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah

kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN

c. Melaporkan pertimbangan produk dan operasional lembaga keuangan

syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali

dalam satu tahun anggaran.

d. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan

DSN.

Sebagai pengawas syariah, fungsi DPS sangat strategis dan mulia,

karena menyangkut kepentingan seluruh pengguna lembaga tersebut.

Umat Islam akan selalu berpedoman pada keberadaan DPS karena dari

sinilah kepercayaan pada bank syariah tersebut ditumbuhkan. Keberadaan

DPS di bank syariah sangat penting sebagai pihak yang berperan di dalam

mengawasi operasionalnya agar benar-benar berjalan di atas rel syariah.

DPS diharapkan dapat menjamin dan memastikan bahwa suatu bank

syariah dalam semua kegiatannya telah menerapkan prinsip syariah.

Dalam Peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 pasal 47,

(49)

34

kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip

Syariah. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS meliputi:

a. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman

operasional dan produk yang dikeluarkan Bank.

b. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar sesuai

dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia.

c. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama

Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya.

d. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah

terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta

pelayanan jasa Bank.

e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan

kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan Laporan Hasil

Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara semesteran kepada Bank

Indonesia paling lambat dua bulan setelah periode semester dimaksud

berakhir.

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 pasal 26 (1)

menyatakan bahwa jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah paling

kurang 2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

PBI No 11/33/PBI/2009 mengatur bahwa anggota DPS hanya

boleh merangkap jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada

(50)

35

anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan sebagai

konsultan di seluruh BUS dan/atau UUS. Satu anggota DPS diperbolehkan

merangkap jabatan sebagai anggota DSN.

Peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 mengatur rapat

Dewan Pengawas Syariah. Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Rapat Dewan Pengawas Syariah wajib diselenggarakan paling kurang

1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.

b. Pengambilan keputusan Dewan Pengawas Syariah dilakukan

berdasarkan musyawarah mufakat.

c. Seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah yang dituangkan dalam

risalah rapat merupakan keputusan bersama seluruh anggota Dewan

Pengawas Syariah.

d. Hasil rapat Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada

ayat 1 (satu) wajib dituangkan dalam risalah rapat dan

didokumentasikan dengan baik.

Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 pasal 28 ayat 2 dan 3

menyatakan bahwa anggota Dewan Pengawas Syariah yang memiliki

kompetensi adalah yang memiliki pengetahuan dan pengalaman pada

syariah muamalah dan perbankan atau keuangan secara umum.

C. Hipotesis

1. Pengaruh Ukuran DPS terhadap Kinerja Maqashid Syariah

Seluruh kegiatan bank syariah dalam pengawasan DPS (Dewan

(51)

36

yang berlaku dan telah disepakati sehingga bank syariah dapat beroperasi

sebagaimana mestinya.

Menurut Kholid dan Bachtiar (2015) dalam Annisa (2015)

menyatakan bahwa adanya pengawasan yang baik diharapkan menurunkan

masalah agensi yang dilakukan oleh manajemen bank syariah, sehingga

dengan berkurangnya masalah agensi diharapkan kinerja maqashid syariah

bank syariah menjadi lebih baik.

Dewan Pengawas Syariah bertugas untuk memonitoring kepatuhan

bank syariah terhadap aturan syariah Islam, maka dari itu diharapkan bank

syariah dapat menekan masalah agensi yang pada akhirnya menjadikan

kinerja bank syariah menjadi lebih baik.

Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 pasal 1 menyatakan

bahwa Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas memberikan

nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar

sesuai dengan Prinsip Syariah. Menurut Peraturan Bank Indonesia No.

6/24/PBI/2004 pasal 26 (1) menyatakan bahwa jumlah anggota Dewan

Pengawas Syariah paling kurang 2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 5

(lima) orang. Maka dari itu, pengawasan yang dilakukan oleh Dewan

Pengawas Syariah tidak memerlukan banyak anggota Dewan Pengawas

Syariah.

Muamar dan Arief (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Good

corporate governance dan kinerja maqashid syariah bank syariah di

(52)

37

berpengaruh terhadap kinerja maqashid syariah di Bank Syariah

Indonesia.

Menurut Annisa (2015) menyatakan bahwa Dewan Pengawas

Syariah tidak berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah bank

syariah di Indonesia dan berpengaruh negatif signifikan di Malaysia.

Dalam penelitiannya yang berjudul ”Struktur Islamic Corporate

Governance dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank

Syariah di Indonesia”, Endraswati (2017) mengungkapkan bahwa jumlah

Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh positif signifikan terhadap

kualitas pengungkapan laporan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas

dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Ukuran DPS berpengaruh negatif terhadap kinerja maqashid

syariah

2. Pengaruh Rangkap Jabatan Anggota DPS terhadap Kinerja Maqashid Syariah

Dewan Pengawas Syariah merupakan bagian dari good corporate

governance yang memiliki fungsi dalam suatu organisasi bank syariah

yang secara internal merupakan badan yang mengawasi kepatuhan syariah

dan secara eksternal dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan

masyarakat (Murwaningsari, 2009).

PBI No 11/33/PBI/2009 mengatur bahwa anggota DPS hanya

boleh merangkap jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada

(53)

38

anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan sebagai

konsultan di seluruh BUS dan/atau UUS. Satu anggota DPS diperbolehkan

merangkap jabatan sebagai anggota DSN.

Menurut Usamah (2010) kualitas pengawasan terhadap

pelaksanaan prinsip syariah di bank syariah memerlukan adanya

pembatasan terhadap jumlah rangkap jabatan sebagai dewan pengawas

syariah, agar lembaga tersebut dapat bekerja lebih fokus, semakin sedikit

rangkap jabatan sebagai dewan pengawas syariah maka dapat bekerja lebih

fokus dan profesional. Rangkap jabatan yang tidak terlalu banyak

dipegang oleh dewan pengawas syariah diharapkan dapat meningkatkan

pengawasan yang lebih baik, sehingga kemungkinan-kemungkinan

masalah agensi dapat ditekan yang nantinya dapat meningkatkan kinerja

bank syariah itu sendiri. Annisa (2015) menyebutkan bahwa rangkap

jabatan Dewan Pengawas Syariah berpengaruh negatif terhadap kinerja

maqashid syariah di Bank Syariah Malaysia. Semakin banyak rangkap

jabatan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah maka kinerja

maqashid syariah mengalami penurunan. Berdasarkan uraian di atas dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Rangkap jabatan angggota DPS berpengaruh negatif terhadap

kinerja maqashid syariah

3. Pengaruh Jumlah Rapat DPS terhadap Kinerja Maqashid Syariah Penelitian Xie (2003) dalam Waryanto (2010) menemukan bahwa

(54)

39

akrual kelolaan perusahaan semakin kecil. Hal ini berarti bahwa semakin

sering Dewan Komisaris mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan

terhadap manajemen menjadi semakin efektif. Rapat Dewan Komisaris

juga media komunikasi antar anggota Dewan Komisaris dalam mengawasi

kinerja manajemen dalam tata kelola perusahaan yang nantinya akan

meningkatkan kinerja dan perkembangan perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Haque, Islam dan Ahmed (2012)

menyatakan bahwa hasil jumlah rapat Komite Audit berpengaruh positif

terhadap kinerja keuangan, artinya semakin meningkatnya rapat Komite

Audit maka dapat meningkatkan monitoring yang lebih efektif juga

meningkatkan kinerja keuangan.

Dalam penelitiannya yang berjudul ”Struktur Islamic Corporate

Governance dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank

Syariah di Indonesia”, Endraswati (2017) mengungkapkan bahwa jumlah

meeting Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positif signifikan terhadap

kualitas pengungkapan laporan perusahaan.

Di dalam struktur organisasi Perbankan Syariah, Komite Audit

merupakan bagian dari Dewan Komisaris. Dewan Pengawas Syariah

dalam struktur bank syariah berada setingkat dengan Dewan Komisaris

sebagai pengawas direksi. Jika komisaris adalah sebagai pengawas kinerja

manajemen bank, maka Dewan Pengawas Syariah adalah pengawas

(55)

40

selalu sesuai dengan prinsip syariah yang difatwakan oleh Dewan Syariah

Nasional (DSN).

Dengan logika yang sama bahwa fungsi dari Dewan Pengawas

Syariah dan Dewan Komisaris hampir sama dan merupakan pihak yang

bersifat independen, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa jumlah

rapat Dewan Pengawas Syariah akan meningkatkan kinerja maqashid

syariah. Seperti yang dijelaskan pada uraian di atas, melalui rapat anggota

Dewan Pengawas Syariah dapat sering berkomunikasi sehingga jika terjadi

permasalahan dalam tata kelola bank syariah akan segera terpecahkan

terutama dalam hal pengawasan kinerja maqashid syariah.

Dalam PBI No 11/33/PBI/2009 dijelaskan Rapat DPS wajib

diselenggarakan paling kurang satu kali dalam satu bulan. Pengambilan

keputusan rapat DPS dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Jumlah rapat DPS berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid

syariah

4. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan DPS terhadap Kinerja Maqashid Syariah

Latar belakang pendidikan merupakan faktor penting dalam

praktek pengungkapan (Farook, 2011; Haniffa dan Cooke, 2002). Direktur

dengan pendidikan yang lebih baik diharapkan akan lebih mampu

menerima tindakan baru dan memecahkan ketidakpastian (Hambrick dan

(56)

41

penting yang dapat mempengaruhi nilai-nilai dan praktikum akuntansi

(Gray, 1988). Selanjutnya, pendidikan dapat digunakan sebagai

satu-satunya ukuran untuk menentukan tingkat profesional (Grace, Irlandia, &

Dunstan, 1995).

Bray, Howard dan Golan (1995) dalam Djoko (2010), menyatakan

bahwa latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh komisaris utama

berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki. Komisaris utama yang

memiliki latar belakang pendidikan bisnis akan lebih baik dalam

mengelola bisnis dan mengambil keputusan.

Endraswati (2017) dalam penelitiannya “Gender Diversity in Board

of Director’s and Firm Performance: Study in Indonesia Sharia Banks

mengungkapkan bahwa latar belakang pendidikan perempuan sebagai

direksi berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan syariah.

Dalam penelitiannya yang berjudul ”Struktur Islamic Corporate

Governance dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank

Syariah di Indonesia”, Endraswati (2017) mengungkapkan bahwa latar

belakang pendidikan Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positif

signifikan terhadap kualitas pengungkapan laporan perusahaan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan latar belakang pendidikan

Dewan Direksi, direktur dan Dewan Komisaris memiliki peningkatan yang

sesuai dalam tingkat pengungkapan dan pengelolaan bisnis serta

pengambilan keputusan. Dengan logika yang sama, kinerja maqashid

(57)

42

Dewan Pengawas Syariah. Mengingat menjadi seorang anggota Dewan

Pengawas Syariah diperlukan syarat-syarat khusus sebagaimana yang telah

diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 pasal 28 ayat 2

dan 3 bahwa anggota Dewan Pengawas Syariah yang memiliki kompetensi

adalah yang memiliki pengetahuan dan pengalaman pada syariah

muamalah dan perbankan atau keuangan secara umum.Berdasarkan uraian

di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 :Latar belakang pendidikan DPS berpengaruh positif terhadap kinerja

maqashid syariah

5. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran menunjukkan antara pengaruh variabel

independen dengan variabel dependen. Dalam penelitian ini memiliki satu

variabel dependen yaitu kinerja maqashid syariah. Dan empat variabel

independen yaitu: ukuran DPS (X1), rangkap jabatan DPS (X2), jumlah rapat

DPS (X3) dan Latar belakang pendidikan DPS (X4).

Berdasarkan telaah pustaka dan perumusan hipotesis di atas, maka

kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini dapat digambarkan sebagai

(58)

43

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Rangkap jabatan

anggota DPS (X2) Ukuran DPS (X1)

Kinerja maqashid syariah

Jumlah Rapat DPS (X3)

Latar Belakang Pendidikan DPS (X4)

-

_

-+

(59)

44 BAB III

METODE PENELITIAN

D. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan data time

series. Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan mengumpulkan

data-data berupa angka (Martono, 2011). Sedangkan time series adalah data yang

diperoleh dan dikumpulkan dari waktu ke waktu (Supranto, 2000).

E. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan

keuangan dan laporan Good Corporate Governance Bank Umum Syariah di

Indonesia tahun 2011- 2016. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia

pada suatu instansi. Sumber data untuk melakukan penelitian ini diperoleh

dari website masing-masing bank umum syariah di Indonesia, serta

www.bi.go.id sebagai bahan pendukung penelitian. Di dalam website masing-masing bank syariah tersebut terdapat annual report dan laporan Good

Corporate Governance yang dapat diunduh oleh penulis.

F. Metode Pengambilan Data

Pengambilann data menggunakan metode dokumentasi, dimana

metode ini menggunakan data dari dokumen-dokumen yang sudah ada yaitu

laporan keuangan tahunan dan laporan GCG Bank Umum Syariah Indonesia

periode 2011-2016. Data dalam penelitian diambil dari website

Gambar

Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Perbankan Syariah di
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
Tabel 3.1 Proses Pemilihan Sampel
Tabel 3.2 Operasionalisasi Rasio
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apakah bapak /ibu guru memberikan contoh di lingkungan sekitar atau hanya dalam buku saja??. Jawab: kadang di lingkungan juga diberikan

Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan kesensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan

Selama lebih dari 2.000 tahun jintan hitam, tanaman dari keluarga Ranunculaceae (buttercup), secara tradisional telah digunakan oleh berbagai budaya diseluruh dunia

Rencana kegiatan basic study ini belum sepenuhnya mengintegrasikan potret atau roadmap dari industri-industri non ferrous sesungguhnya, seperti data mengenai jumlah, kapasitas

Hasil analisis peneliti, Pekerja Anak di Bawah Umur termasuk dalam bentuk Pidana yang dilakukan oleh orang tua anak dengan cara memaksa dan membiarkan anaknya bekerja atau

pemaknaan rahasia Ilahi). Jika tingkatan iqamah melahirkan ketulusan hati dan ketaatan jiwa untuk berdedikasi, pada tingkatan ini seorang Muslim dituntut

Berdasarkan hasil konsentrasi logam Pb yang dihasilkan, pada hari ke nol sudah terdapat logam Pb di daging ikan yang diambil dari bak perlakuan dengan rata-rata konsentrasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap komponen dari kontrol diri, yaitu kontrol perilaku, kognitif, dan keputusan memiliki korelasi negatif dengan semua bentuk