i
ANALISIS PENGARUH DPS (DEWAN PENGAWAS
SYARIAH) TERHADAP KINERJA MAQASHID
SYARIAH BANK SYARIAH INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
DISUSUN OLEH:
KARTIKA ISMA DAMAYANTI
NIM : 213 13 064
JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
ii
iii
iv
v
vi
vii MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakan dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
(Al Insyiroh: 6-8)
“Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil”
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Kedua orang tua (Bapak Slamet Iskandar dan Ibu Sri Sugiyanti)
yang telah membimbing, mendidik, mencurahkan segala usaha
dan doanya dengan ikhlas serta kasih sayang tanpa mengenal
lelah dan bosan demi masa depan penulis.
Adik yang selalu mendukung dan membantu dalam hal apapun
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Untuk rekan-rekan seperjuangan S1 Perbankan Syariah angkatan
2013 yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, baik
berupa saran maupun masukan yang sangat membangun.
Untuk rekan-rekan Kopma Fatawa yang telah memberikan tempat
kepada penulis untuk belajar mengenai hal-hal yang tidak penulis
dapatkan di bangku kuliah.
Untuk rekan-rekan anggota Talent Scouting Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam IAIN Salatiga yang telah memberikan dukungan,
saran dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah SWT Tuhan Semesta alam karena atas limpahan
rahmat, hidayah, taufiq dan inayahNya skripsi “Analisis Pengaruh DPS (Dewan
Pengawas Syariah) Terhadap Kinerja Maqashid Syariah di Bank Syariah
Indonesia” dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan pada junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat yang telah menujukkan jalan
kebenaran dengan perantara agama Islam.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak, maka segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga
2. Dr. Anton Bawono, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
3. Dr. Hikmah Endraswati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan serta petunjuk dalam proses pembuatan skripsi.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam dan seluruh
sivitas akademik IAIN Salatiga
5. Bapak, ibu, adik dan semua keluarga yang selalu memberi motivasi
x
6. Rekan-rekan S1 Perbankan Syariah angkatan 2013 yang memberikan
dukungan, saran dan masukan dalam penyusunan skripsi
7. Semua pihak yang membantu dalam penyususnan skripsi
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dari penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang
budiman. Semoga skripsi yang penulis susun dapat memberikan manfaat.
Salatiga, 14 Agustus 2017
xi ABSTRAK
Damayanti, Kartika Isma. 2017. Analisis Pengaruh DPS (Dewan Pengawas Syariah) Terhadap Kinerja Maqashid Syariah Bank Syariah Indonesia. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Program Studi S1-Perbankan Syariah IAIN Salatiga. Pembimbing: Dr. Hikmah Endraswati, S.E, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh DPS (Dewan Pengawas Syariah) terhadap kinerja maqashid syariah di bank syariah Indonesia. Variabel yang digunakan adalah ukuran DPS, rangkap jabatan DPS, jumlah rapat DPS, latar belakang pendidikan DPS dan kinerja maqashid syariah. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan dan laporan Good Corporate Governance Bank Umum Syariah di Indonesia tahun 2011- 2016. Sumber data diperoleh dari website masing-masing bank umum syariah di Indonesia, serta www.bi.go.id sebagai bahan pendukung penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah di Indonesia periode tahun 2011-2016. Sampelnya adalah seluruh populasi dengan data time series sejumlah 66. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran DPS berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja maqashid syariah. Rangkap jabatan DPS berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah. Jumlah rapat DPS tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid syariah. Latar belakang pendidikan DPS berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah.
xii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
MOTTO... vi
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Sistematika Penulisan... 12
BAB II LANDASAN TEORI A. Telaah Pustaka ... 14
B. Kerangka Teoritik ... 21
1. Maqashid Syariah ... 21
2. Teori Keagenan ... 26
3. Corporate Governance ... 29
4. Dewan Pengawas Syariah ... 31
C. Hipotesis ... 35
D. Kerangka Pemikiran ... 42
xiii
B. Data dan Sumber Data ... 44
C. Metode Pengambilan Data ... 44
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45
E. Definisi Operasional... 46
1. Variabel Dependen Kinerja Maqashid Syariah ... 46
2. Variabel Independen ... 51
a. Ukuran Dewan Pengawas Syariah ... 51
b. Rangkap Jabatan Dewan Pengawas Syariah ... 52
c. Jumlah Rapat Dewan Pengawas Syariah ... 53
d. Latar Belakang Pendidikan Dewan Pegawas Syariah ... 53
F. Metode Analisis Data ... 54
1. Analisis Deskriptif ... 55
2. Uji Asumsi Klasik ... 55
a. Uji Normalitas ... 55
b. Uji Multikolinieritas ... 56
c. Uji Autokorelasi ... 56
d. Uji Heterokedastisitas ... 57
3. Analisi Regresi ... 57
a. Uji R2 ... 58
b. Uji F ... 59
c. Uji t... 60
BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi Objek Penelitian ... 61
B. Analisis Data ... 61
1. Analisis Deskriptif ... 61
2. Analisa Uji Asumsi Klasik ... 64
a. Uji Normalitas ... 64
b. Uji Multikolinieritas ... 65
c. Uji Autokorelasi ... 66
d. Uji Heterokedastisitas ... 67
xiv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah Indonesia ... 2
2. Tabel 1.2 Indeks Kinerja Maqashid Syariah Bank Syariah Indonesia .... 5
3. Tabel 2.1 Peneltian Sebelumnya ... 18
4. Tabel 3.1 Proses Pemilihan Sampel ... 46
5. Tabel 3.2 Operasionalisasi Rasio Pengukur Kinerja Maqashid Syariah . 47 6. Tabel 3.3 Bobot Masing-masing Tujuan dan Elemen ... 48
7. Tabel 4.1 Daftar Bank Umum Syariah Indonesia ... 61
8. Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 62
9. Tabel 4.3 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov... 65
10.Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinieritas ... 66
11.Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 67
12.Tabel 4.6 Uji Heterokedastisitas ... 68
13.Tabel 4.7 Hasil Regresi Model... 69
14.Tabel 4.8 Hasil Uji R2 ... 70
15.Tabel 4.9 Hasil Uji F ... 71
xv
DAFTAR GAMBAR
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak (UU No. 10 Tahun 1998). Saat ini di Indonesia
dikenal dua jenis bank yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional dan bank yang menjalankan usahanya berdasarkan
prinsip syariah atau yang disebut bank syariah.
Menurut Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan
syariah, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Sedangkan definisi dari bank syariah sendiri adalah bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Pada dasarnya perbankan
syariah adalah sistem perbankan yang dalam usahanya berdasarkan pada
prinsip hukum syariah Islam dan mengacu pada Al-Quran dan Al-Hadist.
Perbankan syariah memiliki tujuan yang dapat diukur, didefinisikan,
dioperasikan dan berkontribusi kepada tujuan khusus atau umum (Jazil, 2013).
Menurut jenisnya, bank syariah terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan
2
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia
Sumber: Statistik Perbankan Syariah OJK, Mei 2017
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah Indonesia, di
mana pada tahun 2009 terdapat 6 (enam) Bank Umum Syariah di Indonesia
yang kemudian naik dua kali lipat menjadi 13 (tiga belas) dalam kurun waktu
7 (tujuh) tahun. Perkembangan ini diikuti dengan bertambah pula jumlah
kantor yang pada tahun 2009 berjumlah 711 kantor menjadi 1.850 kantor.
Begitu pula UUS dan BPRS yang terus berkembang di Indonesia.
Semakin berkembangnya bank syariah berimplikasi pada semakin
besarnya tantangan yang harus dihadapi bank syariah, di mana tantangan
terbesar adalah untuk mempertahankan citra dan nama baik di mata nasabah
agar tetap menjaga kepercayaan serta loyalitas nasabah kepada bank syariah
(Falikhatun, 2012). Sebagaimana yang diketahui bank syariah merupakan
bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah
yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadits dan Ijmak para ulama yang diterapkan
baik di lingkungan dalam maupun luar perusahaan (Maradita, 2014). Selain
3
antar bank. Persaingan tidak hanya terjadi di antara bank konvensional dengan
bank syariah. Namun juga merambah antar instansi bank syariah sebagai
intitusi yang memiliki keistimewaan dan market share tersendiri. Keadaan ini
tentu menuntut bank syariah untuk ekstra bekerja lebih keras dalam
meningkatkan kinerjanya.
Peningkatan kinerja bank syariah tidak hanya didasarkan pada
profitabilitas dan sumber daya insani saja, namun juga dalam perannya di
bidang sosial. Mengingat tujuan dari bank syariah tidak hanya
memaksimalkan laba, namun juga memiliki peran di bidang sosial, sehingga
pengukuran kinerja dari bank syariah menjadi lebih kompleks. Bank syariah
haruslah dapat memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat dan peran
serta tanggung jawab bank syariah selaku lembaga keuangan Islam yang tidak
hanya terbatas pada kebutuhan keuangan dari berbagai pihak, tetapi yang
paling penting adalah kepastian seluruh kegiatan yang dijalankan oleh bank
syariah sesuai dengan prinsip syariah atau berdasarkan maqashid syariah
(Hameed, Wirman, Alrazi, Nazli dan Pramono, 2004). Pengukuran kinerja
pada bank syariah dalam beberapa penelitian yang sudah ada mayoritas
menggunakan pengukuran profitabilitas berupa ROA, ROE, profit margin
ataupun Tobins-Q, yang artinya bahwa peneliti-peneliti sebelumnya tidak
membedakan ukuran kinerja antara bank syariah dan bank konvensional.
Pengukuran kinerja bank syariah berbasis maqashid syariah
merupakan proses untuk menentukan apakah bank syariah dapat mencapai
4
kinerja mempunyai hubungan langsung dengan tujuannya, sehingga
indikator-indikator pencapaian kinerjanya akan diturunkan dari tujuan-tujuan tersebut.
Menurut Mohammed, Razak dan Taib (2008) tujuan bank syariah akan
tepat jika diturunkan dari maqashid syariah. Dengan kata lain, operasional
bank syariah harus sesuai dengan syariah Islam karena syariah Islam memiliki
tujuan syariah (maqasid syariah). Pencapaian maqashid syariah dapat dilihat
dari tiga dimensi yaitu: tahdhib al-fard (pendidikan individu), iqamah al-adl
(penciptaan keadilan), dan jalb al-maslahah (pencapaian kepentingan publik),
di mana ketiga faktor tersebut bersifat universal. Ketiga ukuran kinerja
berdasarkan maqashid syariah, yaitu pendidikan individu, penciptaan keadilan
dan penciptaan kepentingan publik atau dengan kata lain kesejahteraan
mensyaratkan perbankan nasional untuk mampu merancang program
pendidikan dan pelatihan dengan nilai-nilai moral sehingga mereka akan
mampu meningkatkan kemampuan dan keahlian para karyawan. Keadilan di
mana bank syariah harus memastikan kejujuran dan keadilan dalam semua
transasksi dan kegiatan usaha yang tercakup dalam produk, seluruh aktivitas
free interest. Perbankan syariah harus mengembangkan proyek-proyek
investasi dan pelayanan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Mustafa Omar dan Zulastri Abdul Rozak menggunakan model Maqashid
Syariah Index dalam pengukuran kinerja maqashid syariah.
Tahun 2010-2014 rasio hasil pengukuran kinerja maqashid syariah
pada bank syariah Indonesia berfluktuatif. Seperti dijelaskan dalam penelitian
5
Perbankan Syariah di Indonesia dengan Pendekatan Sharia Maqashid Index”
yang ditunjukkan dalam tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 1.2 Indeks Kinerja Maqashid Syariah Bank Syariah Indonesia Tahun 2010-2014
Bank Negara Indonesia
Syariah
Peningkatan kinerja maqashid syariah tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Perlu adanya penanganan lebih ekstra, yaitu kerjasama antara
tim manajemen bank selaku agen dan pemilik dana sebagai prinsipal yang
baik. Penjelasan mengenai kerjasama dan hubungan antara nasabah dan bank
dapat dijelaskan dengan menggunakan dasar teori agensi.
Teori agensi menjelaskan hubungan antara prinsipal dan agen.
Prinsipal adalah pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak
atas nama prinsipal, sementara agen merupakan pihak yang diberikan mandat
untuk bertindak atas nama prinsipal. Berdasarkan uraian di atas, kegiatan bank
syariah memiliki kesamaan prinsip, yaitu terdapat adanya pemisahan antara
6
(bank) ini dalam konteks akuntansi sering disebut agency theory (Arifin,
2005). Teori agensi menghendaki adanya pemisahan antara prinsipal dan agen,
yang hal tersebut memicu adanya asymmetric information di mana agen
memiliki informasi yang lebih baik mengenai organisasi daripada prinsipal.
Adanya asymmetric information memungkinkan munculnya masalah agensi.
Adanya masalah agensi tersebut memunculkan perlunya good corporate
governance. Good corporate governance kaitannya dengan perbankan
merupakan suatu sistem pengelolaan yang dirancang untuk meningkatkan
kinerja bank, melindungi kepentingan stakeholder, dan meningkatkan
kepatuhan terhadap perundang-undangan serta nilai-nilai etika yang berlaku
secara umum (Faozan, 2013).
Berkaitan dengan masalah di atas, di mana sebagian besar bank syariah
mengalami penurunan Index Maqashid Syariah pada tahun 2010-2014 serta
adanya masalah agensi maka dibutuhkan mekanisme good corporate
governance pada Bank Syariah. Penerapan Good Corporate Governance
(GCG) di bank syariah harus memenuhi kepatuhan pada prinsip syariah
(sharia compliance). Implementasi GCG di bank syariah tidak bisa dipisahkan
dari kewajibannya untuk menjalankan kegiatan usaha yang berdasarkan
prinsip syariah. Hal inilah yang membedakannya dengan penerapan GCG di
bank konvensional. Karenanya, peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam
implementasi GCG menjadi sangat penting yaitu sebagai pihak yang
mengawasi dan memastikan bahwa suatu bank syariah dalam operasionalnya
7
Menurut Faozan (2013) Dewan Pengawas Syariah merupakan badan
independen yang bertugas melakukan pengarahan (directing), pemberian
konsultasi (consulting), melakukan evaluasi (evaluating), dan pengawasan
(supervising) terhadap kegiatan bank syariah dalam rangka memastikan bahwa
kegiatan usaha bank syariah tersebut mematuhi (compliance) terhadap prinsip
syariah sebagaimana telah ditentukan oleh fatwa dan syariah Islam.
Anggotanya terdiri dari pakar di bidang fiqh muamalah yang mengetahui
pengetahuan umum di bidang perbankan dan kemampuan lain yang relevan
dengan tugas kesehariannya. DPS dalam mengawasi operasional bank syariah
wajib mengacu kepada fatwa DSN-MUI untuk memastikan kesesuaian produk
dan jasa bank dengan ketentuan-ketentuan dalam fatwa tersebut.
Penelitian terkait mengenai Dewan Pengawas Syariah terhadap kinerja
maqashid syariah masih sangat terbatas. Sehingga penulis menggunakan
beberapa rujukan yang berkaitan dengan corporate governance seperti Dewan
Komisaris, Komite Audit dan Dewan Direksi, mengingat bahwa Dewan
Pengawas Syariah termasuk dalam komposisi corporate governance.
Muamar dan Arif (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Good
corporate governance dan kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia
mengemukakan bahwa jumlah Dewan Pengawas Syariah dan rangkap jabatan
Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid
syariah di Bank Syariah Indonesia.
Menurut Muttakin dan Ullah (2012), semakin banyak anggota Dewan
8
lebih memiliki pengalaman, kepakaran, keahlian, dan jaringan professional
serta sosial yang lebih baik. Semakin banyak anggota Dewan Pengawas
Syariah maka pengawasan yang dilakukan akan lebih baik sehingga tingkat
kepatuhan syariah bank syariah menjadi lebih baik. Adanya pengawasan yang
baik akan menurunkan masalah agensi yang dilakukan oleh manajemen bank
syariah, dengan berkurangnya masalah agensi maka kinerja maqashid syariah
akan lebih baik. Penelitian Mollah dan Zaman (2015) menemukan bahwa
ukuran Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan bank syariah.
Menurut Annisa (2015) Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh
positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia Malaysia.
Rangkap jabatan Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh negatif terhadap
kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan rangkap jabatan
Dewan Pengawas Syariah berpengaruh negatif terhadap kinerja maqashid
syariah bank syariah di Malaysia. Rapat komite audit tidak berpengaruh
positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan
Malaysia.
Penelitian Xie (2003) dalam Waryanto (2010) menemukan bahwa
semakin sering dewan komisaris bertemu atau mengadakan rapat, maka akrual
kelolaan perusahaan semakin kecil. Hal ini berarti bahwa semakin sering
Dewan Komisaris mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan terhadap
9
Penelitian Kholid dan Bachtiar (2015) menyebutkan bahwa rapat
komite audit tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid syariah yang
artinya adanya kemungkinan ketidakefektifan para komite audit pada saat
menjalankan rapat, ketidakefektifan tersebut dikarenakan tidak semua anggota
komite audit hadir pada saat rapat. Sehingga kontribusi pengetahuan dari
komite audit dalam memonitoring dirasa kurang.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Haque, Islam dan
Ahmed (2012) dalam Annisa (2015) yang menyatakan bahwa jumlah rapat
komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan, artinya semakin
meningkatnya rapat komite audit maka dapat meningkatkan monitoring yang
lebih efektif juga meningkatkan kinerja keuangan.
Latar belakang pendidikan merupakan faktor penting dalam praktek
pengungkapan (Farook, 2011; Haniffa dan Cooke, 2002). Direktur dengan
pendidikan yang lebih baik diharapkan akan lebih mampu menerima tindakan
baru dan memecahkan ketidakpastian (Hambrick dan Mason, 1984).
Bray, Howard dan Golan (1995) dalam Djoko (2010), menyatakan
bahwa latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh komisaris utama
berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki. Komisaris utama yang
memiliki latar belakang pendidikan bisnis akan lebih baik dalam mengelola
bisnis dan mengambil keputusan.
Berdasarkan fenomena dan latar belakang di atas, maka penulis tertarik
10
Indonesia”. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muamar dan Arief (2015) mengenai “Good
Corporate Governance dan Kinerja Maqashid Syariah Bank Syariah di
Indonesia”, dengan variabel jumlah dewan komisaris, jumlah komite audit,
dan jumlah dewan pengawas. Muttakin dan Ullah (2012) mengenai
“Corporate Governance and Bank Perfomance: Evidence From Bangladesh”
serta Annisa (2015) yang berjudul “Analisis Good Corporate Governance
Terhadap Kinerja Maqashid Syariah Perbankan Syariah di Indonesia dan
Malaysia” dengan variabel dewan komisaris, ukuran dewan pengawas syariah,
rangkap jabatan dewan pengawas syariah, komite audit, rapat komite audit.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah:
penambahan variabel independen untuk menambah nilai (value) dari
penilitian, yaitu variabel: jumlah rapat yang dilakukan Dewan Pengawas
Syariah dan latar belakang pendidikan Dewan Pengawas Syariah.
Pengukurann rapat komite audit dalam penelitian Annisa Yuni (2015) dengan
menjumlah rapat yang dilakukan oleh komite audit selama satu tahun.
Sedangkan dalam penelitian ini pengukuran variabel jumlah rapat Dewan
Pengawas Syariah menggunakann variabel dummy.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang di atas, masalah yang dirumuskan adalah terkait
dengan pegaruh Dewan Pengawas Syariah terhadap kinerja maqashid syariah
pada Bank Syariah Indonesia yang difokuskan dengan rumusan sebagai
11
1. Bagaimana pengaruh ukuran DPS terhadap kinerja maqashid syariah pada
Bank Syariah di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh rangkap jabatan anggota DPS terhadap kinerja
maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh jumlah rapat yang dilakukan DPS terhadap kinerja
maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh latar belakang pendidikan DPS terhadap kinerja
maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
jawaban dari masalah yang telah dirumusukan di atas, diantaranya adalah:
1. Mengetahui pengaruh ukuran DPS terhadap kinerja maqashid syariah
pada Bank Syariah di Indonesia.
2. Mengetahui pengaruh rangkap jabatan anggota DPS terhadap kinerja
maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia.
3. Mengetahui pengaruh jumlah rapat yang dilakukan DPS terhadap kinerja
maqashid syariah pada Bank Syariah di Indonesia.
4. Mengetahui pengaruh latar belakang pendidikan DPS terhadap kinerja
12 D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya
adalah:
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman berharga dalam menerapkan teori – teori yang didapat di
bangku kuliah dan sebagai awal informasi penelitian lanjutan, sebagai
awal penelitian lanjutan, serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Strata 1 pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
2. Bagi Bank Syariah di Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan, evaluasi dan masukan untuk Bank Syariah terhadap
kinerja maqashid syariah.
3. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan riset terutama dalam
konteks governance di Bank Syariah.
E. Sistematika Penelitian
Sistematika dalam penelitian ini terdiri dari:
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan membahas mengenai telaah pustaka, landasan
teori, definisi yang mendukung penelitian dan hipotesis penelitian.
13
Dalam bab ini akan membahas mengenai variabel yang digunakan
dalam penelitian, teknik pengambulan data serta metode yang digunakan
dalam menganalisis data.
BAB IV ANALISIS DATA
Dalam bab ini akan membahas mengenai analisis data yang ditemukan
kemudian menggunakannya untuk menjawab masalah yang telah ditemukan.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini akan membahas mengenai kesimpulan yang dapat
diambil dari hasil penelitian dan juga saran yang diberikan oleh penulis
14 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Telaah Pustaka
Muamar dan Arief (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Good
corporate governance dan kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia
mengemukakan bahwa jumlah Dewan Pengawas Syariah dan rangkap jabatan
Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid
syariah di Bank Syariah Indonesia. Kualitas pengawasan Dewan Pengawas
Syariah yang melakukan rangkap jabatan dan yang tidak melakukan rangkap
jabatan memiliki tingkat kualitas pengawasan yang sama. Dewan Pengawas
Syariah yang merangkap jabatan menunjukkan kepakarannya dalam
melakukan pengawasan syariah namun kepakarannya harus di bagi ke dalam
beberapa bank. Sementara itu, Dewan Pengawas Syariah yang tidak
merangkap jabatan memang tidak begitu menunjukkan kepakaran dalam
pengawasan syariah namun karena Dewan Pengawas Syariah yang tidak
merangkap jabatan hanya melakukan pengawasan pada satu bank saja
sehingga kualitas pengawasannya sama dengan dewan pengawas syariah yang
merangkap jabatan.
Menurut Muttakin dan Ullah (2012), semakin banyak anggota Dewan
Pengawas Syariah akan mendorong kinerja yang lebih baik karena dewan
lebih memiliki pengalaman, kepakaran, keahlian, dan jaringan professional
serta sosial yang lebih baik. Semakin banyak anggota Dewan Pengawas
15
kepatuhan syariah bank syariah menjadi lebih baik. Adanya pengawasan yang
baik akan menurunkan masalah agensi yang dilakukan oleh manajemen bank
syariah, dengan berkurangnya masalah agensi maka kinerja maqashid syariah
bank syariahnya menjadi lebih baik. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah
adalah untuk memonitoring ketaatan bank syariah terhadap syariah Islam
sehingga diharapkan dapat menekan masalah agensi yang pada akhirnya akan
mengakibatkan kinerja bank syariah menjadi lebih baik. Penelitian Mollah dan
Zaman (2015) menemukan bahwa ukuran Dewan Pengawas Syariah
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan bank syariah.
Seorang Dewan Pengawas Syariah dapat merangkap jabatan sebagai
Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan lain. Peraturan Bank
Indonesia menyebutkan bahwa seorang dewan pengawas syariah hanya boleh
merangkap jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada dua
lembaga perbankan dan dua lembaga keuangan syariah non bank serta anggota
Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan sebagai konsultan di
seluruh BUS dan/atau UUS. Satu anggota DPS diperbolehkan merangkap
jabatan sebagai anggota DSN.
Menurut Usamah (2010) kualitas pengawasan terhadap pelaksanaan
prinsip syariah di bank syariah memerlukan adanya pembatasan terhadap
jumlah rangkap jabatan sebagai Dewan Pengawas Syariah, agar lembaga
tersebut dapat bekerja lebih fokus, semakin sedikit rangkap jabatan sebagai
Dewan Pengawas Syariah maka dapat bekerja lebih fokus dan profesional.
16
Syariah diharapkan dapat meningkatkan pengawasan yang lebih baik,
sehingga kemungkinan-kemungkinan masalah agensi dapat ditekan yang
nantinya dapat meningkatkan kinerja bank syariah itu sendiri.
Menurut Annisa (2015) Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh
positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan
Malaysia. Rangkap jabatan Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh
terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan rangkap
jabatan Dewan Pengawas Syariah berpengaruh negatif terhadap kinerja
maqashid syariah bank syariah di Malaysia. Rapat Komite Audit tidak
berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di
Indonesia dan Malaysia.
Penelitian Xie (2003) dalam Waryanto (2010) menemukan bahwa
semakin sering Dewan Komisaris bertemu atau mengadakan rapat, maka
akrual kelolaan perusahaan semakin kecil. Hal ini berarti bahwa semakin
sering Dewan Komisaris mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan
terhadap manajemen menjadi semakin efektif.
Kholid dan Bachtiar (2015) dalam Annisa (2015) menyebutkan bahwa
Komite Audit tidak berpengaruh terhadap kinerja maqashid syariah yang
artinya adanya kemungkinan ketidak efektifan para Komite Audit pada saat
menjalankan rapat, ketidak efektifan tersebut dikarenakan tidak semua
anggota Komite Audit hadir pada saat rapat. Sehingga kontribusi pengetahuan
17
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Haque, Islam dan
Ahmed (2012) dengan hasil jumlah rapat Komite Audit berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan, artinya semakin meningkatnya rapat Komite Audit
maka dapat meningkatkan monitoring yang lebih efektif juga meningkatkan
kinerja keuangan.
Latar belakang pendidikan merupakan faktor penting dalam praktek
pengungkapan (Farook, 2011; Haniffa dan Cooke, 2002). Direktur dengan
pendidikan yang lebih baik diharapkan akan lebih mampu menerima tindakan
baru dan memecahkan ketidakpastian (Hambrick dan Mason, 1984).
Bray, Howard dan Golan (1995) dalam Djoko (2010), menyatakan
bahwa latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh komisaris utama
berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki. Komisaris utama yang
memiliki latar belakang pendidikan bisnis akan lebih baik dalam mengelola
bisnis dan mengambil keputusan.
Endraswati (2017) dalam penelitiannya “Gender Diversity in Board of
Director’s and Firm Performance: Study in Indonesia Sharia Banks”
mengungkapkan bahwa latar belakang pendidikan perempuan sebagai direksi
berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan syariah.
Dalam penelitiannya yang berjudul ”Struktur Islamic Corporate
Governance dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank
Syariah di Indonesia”, Endraswati (2017) mengungkapkan bahwa jumlah
Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh positif signifikan terhadap
18
Pengawas Syariah dan jumlah meeting Dewan Pengawas Syariah berpengaruh
positif signifikan terhadap kualitas pengungkapan laporan perusahaan.
19
3 Shariah Supervision,
20
Sayekti Good corporate
21
Segala aktivitas seorang muslim harus didasarkan pada syariah
Islam tidak terkecuali kegiatan ekonomi. Bagi masyarakat muslim, bank
yang merupakan komponen vital dari kegiatan ekonomi yang harus
berlandaskan pada syariah Islam, yang sering disebut sebagai bank syariah
atau bank Islam. Syariah Islam memiliki tujuan yang sering disebut
sebagai maqashid syariah.
Maqashid syariah merupakan kata majemuk yang tergabung dari
kata maqashid dan syariah. Secara bahasa maqasshid merupakan bentuk
jamak (plural) dari kata maqashad yang berarti tujuan. Adapun pengertian
syariah adalah semua yang telah ditetapkan dan dijelaskan oleh Allah
kepada hambanya baik yang berkaitan dengan maslahah, akidah, dan
22
Maqashid As-Syariah berarti maksud dan tujuan disyariatkannya
hukum Islam. Menurut Istilah Maqashid Syariah identik dengan istilah
filsafat hukum Islam. Menurut Wahbah al Zuhaili, Maqasid Al Syariah
berarti nilai-nilai dan sasaran syara’ yang tersirat dalam segenap atau
bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran-sasaran ini
dipandang sebagai tujuan dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh al-Syari’ dalam setiap ketentuan hukum. Adapun yang menjadi bahasan
utama maqashid as-syariah adalah hikmat dan illat ditetapkannya suatu
hukum. Menurut para ulama yaitu al-Juwaini seseorang tidak dapat
dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam sebelum memahami
benar tujuan Allah menetapkan perintah-perintah dan
larangan-larangan-Nya. Menurut Al-Ghazali mashlahat adalah memelihara maksud al-Syari’
(pembuat hukum). Sehingga dapat disimpukan bahwa maqashid
as-syariah adalah maksud atau tujuan disyariatkan hukum Islam. Menurut
pendapat ulama secara umum bahwa tujuan tersebut adalah maslahah bagi
umat manusia dalam dua dimensi yaitu al-wujud dan al-adam (Nursidin,
2012 dalam Annisa 2015).
Secara terminologi, maqashid syariah adalah hukum atau
undang-undang yang ditentukan Allah SWT untuk hamba-Nya, yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam bentuk
sunnahnya (Ismail, 2014). Menurut Zahrah (2011) dalam Anton dan
Amirus (2015) tujuan syariah (maqashid syariah) adalah segala sesuatu
23
kemaslahatan manusia secara keseluruhan, yaitu untuk menjaga eksistensi,
mengembangkan baik kualitas maupun kuantitas, baik material maupun
spiritualnya.
Abu Zahrah (2011) dalam Anton dan Amirus (2015) membagi
maqashid syariah menjadi tiga bagian yaitu:
1. Penyucian jiwa, agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan
bukan sumber keburukan bagi masyarakat lingkungannya. Hal ini
ditempuh dari berbagai ragam ibadah yang disyari’atkan, yang
kesemuanya dimaksudkan untuk membersihkan jiwa serta
memperkokoh kesetiawanan sosial.
2. Keadilan, dalam masyarakat Islam adil baik urusan sesama kaum
muslim maupun dalam berhubungan dengan pihak lain (non muslim).
Tujuan ditegakkannya keadilan dalam Islam amatlah luhur. Keadilan
menyangkut berbagai aspek kehidupan. Dalam hal ini, Islam
memandang bahwa setiap orang mempunyai hak-hak yang sama,
karena Islam mengacu kepada keadilan sosial itu tadi. Dalam usaha
mewujudkan keadilan sosial, Islam sangat menjungjung tinggi hak-hak
manusia.
3. Kemaslahatan, merupakan ini merupakan tujuan puncak yang hendak
dicapai, yang harus terdapat dalam hukum Islam. Tidak sekali-kali
suatu perkara disyari’atkan oleh Islam melalui Al-Qur’an dan as
24
hakiki ini menyangkut semua kepentingan umum, bukan kepentingan
pihak tertentu (khusus).
Untuk dapat mencapai maqashid syariah ada 5 elemen yang harus
dipenuhi oleh bank syariah, yaitu al-aql (pikiran), addien (agama), nafs
(jiwa), nasl (keturunan) dan maal (harta) (Capra, 2001). Sesuai
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah juga dijelaskan
bahwa kegiatan perbankan syariah harus mengandung nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan. Dari kelima elemen tersebut
lalu dituangkan dalam suatu tabel kriteria kinerja perusahaan dalam
perspektif maqashid syariah yang disertai indikator yang diformulasi oleh
Mohammed, Razak, Omar dan Taib (2008) dalam bentuk indeks maqashid
syariah.
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya dijelaskan, maqashid
syariah menurut Muhammad Abu Zahrah terbagi menjadi tiga kategori
tahdzib al-fard (pendidikan bagi individu), iqamah al-adl (menegakkan
keadilan), dan maslahah (kemaslahatan/kesejahteraan). Konsep inilah
yang ditransformasikan menjadi sebuah pengukuran untuk mengevaluasi
kinerja perbankan syariah. Hal tersebut dikarenakan bahwa sistem
perbankan syariah sangat berbeda dengan perbankan konvensional.
Perbedaan yang paling asasi adalah terkait dengan rujukan nilai (Islamic
Worldview) bagi masing-masing institusi keuangan tersebut.
Menurut Mohammed, Razak dan Taib (2008), tujuan Bank Syariah
25
dikarenakan tujuan dari bank Islam tidak hanya memaksimalkan laba,
namun juga memiliki peran di bidang sosial. Oleh karena tujuannya tidak
hanya memaksimalkan laba, maka pengukuran kinerja dari bank syariah
menjadi lebih kompleks. Pengukuran kinerja bank syariah berbasis
maqashid syariah merupakan proses untuk menentukan apakah bank
syariah dapat mencapai tujuan bank syariah yang diturunkan dari
maqashid syariah. Pengukuran kinerja mempunyai hubungan langsung
dengan dengan tujuannya, sehingga indikator-indikator pencapaian
kinerjanya akan diturunkan dari tujuan-tujuan tersebut. Mohammed, Razak
dan Taib (2008) menggunakan klasifikasi maqashid syariah yang merujuk
pada konsep maqashid syariah Abu Zaharah (1997) yaitu:
1. Tahdhib al-Fard (mendidik individu)
2. Iqamah Al-adl (menegakkan keadilan), dan
3. Jaib al-Maslahah (meningkatkan kesejahteraan).
Pengembangan pengukuran kinerja yang dilakukan Mohammed,
Razak dan Taib (2008) menggunakan metode dari Uma Sekaran (2000).
Metode tersebut dibangun dengan mengidentifikasi dimensi-dimensi dari
setiap tujuan syariah, yang selanjutnya dari dimensi-dimensi tersebut
ditentukan elemen-elemen yang menunjukkan ketercapaian dari dimensi
tersebut. Model pengukuran kinerja perbankan syariah yang sesuai dengan
tujuan dan karakteristik perbankan syariah dikenal dengan model
Maqashid syariah index. MSI dikembangkan dengan tiga faktor utama
26
Dimana ketiga faktor tersebut bersifat universal. Ketiga ukuran kinerja
berdasarkan maqashid syariah, yaitu pendidikan, keadilan dan
kesejahteraan mensyaratkan perbankan nasional untuk mampu merancang
program pendidikan dan pelatihan dengan nilai-nilai moral sehingga
mereka akan mampu meningkatkan kemampuan dan keahlian para
karyawan. Keadilan berarti bank syariah harus memastikan kejujuran dan
keadilan dalam semua transasksi dan kegiatan usaha yang tercakup dalam
produk, seluruh aktivitas free interest. Terakhir perbankan syariah harus
mengembangkan proyek-proyek investasi dan pelayanan sosial untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Teori Keagenan (Agency Teory)
Dalam Muamar (2015), Agency teory pertama kali dikembangkan
oleh Jensen, M. C. dan W. H. Meckling pada tahun 1976. Teori agensi
menjelaskan hubungan antra prinsipal dan agen. Prinsipal adalah pihak
yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama
prinsipal, sementara agen merupakan pihak yang diberikan mandat untuk
bertindak atas nama prinsipal. Hal tersebut akan mensyaratkan agen untuk
bertanggung jawab atas setiap tindakannya kepada prinsipal. Teori agensi
menghendaki adanya pemisahan antara prinsipal dan agen, hal tersebut
memicu adanya asymetric information di mana agen memiliki informasi
yang lebih baik mengenai organisasi dari pada prinsipal. Adanya asymetric
information dapat memicu masalah agensi baik itu berupa moral hazard
27
kemungkinan munculnya masalah agensi, menurut Jensen dan Meckling
(1976) akan menimbulkan biaya keagenan untuk menekan masalah agensi
tersebut yang terdiri dari (1) biaya monitoring, (2) bonding expediture, dan
(3) residual loss.
Definisi teori keagenan menurut Rebecca (2012) dalam Annisa
(2015) yaitu hubungan yang timbul dari adanya kontrak yang ditetapkan
antara dua pihak, yaitu pihak pemilik modal (principal) sebagai pihak
yang mendelegasikan pekerjaan, dan agen (agent) adalah sebagai pihak
yang menerima pendelegasian pekerjaan, yang berarti terjadi antara
kepemilikan dan kontrol perusahaan. Implikasi teori keagenan terhadap
penelitian ini dipertimbangkan dapat menjelaskan bahwa manajemen
sebagai agen tidak terlepas atas setiap tidakannya kepada principal. Bank
syariah lebih mengetahui informasi-informasi tentang pengelolaan dana
dari pada nasabah. Hal ini lah yang sering disebut sebagai asymetric
information. Dengan adanya asymetric information memungkinkan akan
timbul masalah agensi.
Menurut Arifin (2005) teori agensi mendasarkan hubungan kontrak
antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen
merupakan pelaku utama. Prinsipal adalah pihak yang memberikan mandat
kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sementara agen
merupakan pihak yang diberikan mandat untuk bertindak atas nama
principal. Hal tersebut akan mensyaratkan agen untuk bertanggung jawab
28
adanya pemisahan antara prinsipal dan agen, hal tersebut memicu adanya
asymetric information dimana agen memiliki informasi yang lebih baik
mengenai organisasi dari pada prinsipal. Adanya asymetric information
dapat memicu adanya masalah agensi baik itu berupa moral hazard
dan/atau adverese selection. Moral hazard merupakan permasalahan yang
timbul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama
dalam kontrak kerja, atau menyeleweng dari kesepakan yang telah
ditetapkan. Sedangkan adverse selection merupakan suatu tindakan
dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu kepentingan yang
diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah
diperolehnya atau terjadi sebagai sebuah kesalahan tugas.
Eisenhardt (1989) dalam Endraswati (2017) berpendapat bahwa
konflik kepentingan atau agency problem muncul ketika timbul konflik
antara harapan atau tujuan pemilik/pemegang saham dengan para direksi
(top management), dan ketika para pemilik mengalami kesulitan untuk
memverifikasi apa yang sesungguhnya yang sedang dikerjakan
manajemen. Teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi yaitu: (1) asumsi
tentang sifat manusia (human assumption), (2) asumsi tentang
keorganisasian (organizational assumption), dan (3) asumsi tentang
informasi (information assumption). Asumsi tentang sifat manusia
maksudnya adalah manusia memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri,
memiliki keterbatasan rasionalitas, dan tidak menyukai risiko. Asumsi
29
kriteria produktivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan
agen. Asumsi tentang informasi adalah informasi sebagai barang komoditi
yang dapat diperjual belikan.
Permasalahan keagenan dapat diatasi dengan melaksanakan
Corporate Governance. Corporate Governance dilaksanakan melalui
struktur dan mekanisme.
3. Corporate Governance
Menurut The Organization for Economic Corporation and
Development (OECD) Bank Dunia, good corporate governance adalah
aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku
pemilik perusahaan, direktur, dan manajer serta perincian dan penjabaran
tugas dan wewenang serta pertanggung jawabannya kepada investor
(pemegang saham dan kreditur). Tujuannya untuk menciptakan sistem
pengendaliaan dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah
kemungkinan penyalahgunaan sumber daya perusahaan dan tetap
mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.
Syakhroza dalam penelitian Faozan (2013) mendefinisikan good
corporate governance sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi
secara baik dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara
efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip
keterbukaan, akuntabilitas, pertanggung jawaban, independen, dan adil
dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tata kelola organisasi yang baik
30
eksternal organisasi. Mekanisme internal lebih fokus kepada bagaimana
pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan
prinsip-prinsip diatas. Sedangkan, mekanisme eksternal lebih menekankan
kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan
secara harmoni tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.
Seiring dengan perkembangan industri perbankan syariah yang
antara lain ditandai dengan semakin beragamnya produk perbankan
syariah dan bertambahnya jaringan pelayanannya, maka penerapan GCG
pada industri perbankan syariah menjadi semakin penting. Pelaksanaannya
pada industri perbankan syariah harus berlandaskan pada lima prinsip
dasar: transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional,dan
kewajaran.
Bank syariah harus memastikan bahwa prinsip-prinsip GCG
tersebut telah diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di seluruh
jajarannya. Penerapan prinsip-prinsip GCG tersebut diperlukan untuk
mencapai kesinambungan usaha (sustainability) bank syariah dengan tetap
memperhatikan kepentingan para pemegang saham, nasabah serta
pemangku kepentingan lainnya. Di bawah ini akan dipaparkan mengenai
implementasi kelima prinsip dasar GCG tersebut pada bank syariah
menurut penjelasan atas PBI No. 11/33/PBI/2009:
a. Transparansi, adalah keterbukaan dalam mengemukakan informasi
yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan
31
b. Akuntabilitas, adalah kejelasan fungsi dan pelaksanaan
pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan
secara efektif.
c. Pertanggungjawaban, adalah kesesuaian pengelolaan bank dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
pengelolaan bank yang sehat.
d. Professional, yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif
dan bebas dari pengaruh atau tekanan dari pihak manapun
(independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk
mengembangkan bank syariah.
e. Kewajaran, yakni keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak
stakeholders berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Dewan Pengawas Syariah
Undang-Undang No. 21/2008 Tentang Perbankan Syariah pasal 1
No 15 menjelaskan bahwa Bank Syariah harus menjalankan fungsinya
dengan baik sesuai dengan ketentuan perbankan yang berlaku dan juga
sesuai dengan prinsip syariah. Untuk menjamin terlaksananya prinsip
syariah, dalam aktifitas perbankan syariah terdapat salah satu pihak
terafiliasi yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang memberikan
jasanya kepada bank syariah. Dewan inilah sebagai pihak yang
bertanggungjawab atas informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan
32
Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 pasal 1 menyatakan
bahwa Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar
sesuai dengan Prinsip Syariah.
Menurut Muhammad dalam penelitian Faozan (2013) Dewan
Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang melakukan pengawasan
terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank syariah yang dalam
menjalakan fungsinya bertindak secara independen. DPS terdiri dari
orang-oang yang memiliki kemampuan, baik di bidang hukum muamalah,
hukum ekonomi dan perbankan, serta kemampuan lain yang relevan
dengan tugas kesehariannya. Anggota DPS juga harus memiliki integritas,
kompetensi dan reputasi keuangan.
Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menerangkan bahwa Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada di
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang bertugas mengawasi pelaksanaan
keputusan DSN di Lembaga Keuangan Syariah. Anggota DPS diusulkan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan penempatannya di
bank syariah harus mendapatkan persetujuan DSN. Fungsi utamanya
adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit
usaha syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang
terkait dengan aspek syariah.
Peranan Dewan Pengawas Syariah sangat strategis dalam
33
(Surat Keputusan) DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI
No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI memberikan tugas
kepada Dewan Pengawas Syariah untuk:
a. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan
syariah.
b. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah
kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN
c. Melaporkan pertimbangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali
dalam satu tahun anggaran.
d. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan
DSN.
Sebagai pengawas syariah, fungsi DPS sangat strategis dan mulia,
karena menyangkut kepentingan seluruh pengguna lembaga tersebut.
Umat Islam akan selalu berpedoman pada keberadaan DPS karena dari
sinilah kepercayaan pada bank syariah tersebut ditumbuhkan. Keberadaan
DPS di bank syariah sangat penting sebagai pihak yang berperan di dalam
mengawasi operasionalnya agar benar-benar berjalan di atas rel syariah.
DPS diharapkan dapat menjamin dan memastikan bahwa suatu bank
syariah dalam semua kegiatannya telah menerapkan prinsip syariah.
Dalam Peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 pasal 47,
34
kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip
Syariah. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS meliputi:
a. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman
operasional dan produk yang dikeluarkan Bank.
b. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar sesuai
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia.
c. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya.
d. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah
terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa Bank.
e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan
kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan Laporan Hasil
Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara semesteran kepada Bank
Indonesia paling lambat dua bulan setelah periode semester dimaksud
berakhir.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 pasal 26 (1)
menyatakan bahwa jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah paling
kurang 2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
PBI No 11/33/PBI/2009 mengatur bahwa anggota DPS hanya
boleh merangkap jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada
35
anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan sebagai
konsultan di seluruh BUS dan/atau UUS. Satu anggota DPS diperbolehkan
merangkap jabatan sebagai anggota DSN.
Peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 mengatur rapat
Dewan Pengawas Syariah. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Rapat Dewan Pengawas Syariah wajib diselenggarakan paling kurang
1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
b. Pengambilan keputusan Dewan Pengawas Syariah dilakukan
berdasarkan musyawarah mufakat.
c. Seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah yang dituangkan dalam
risalah rapat merupakan keputusan bersama seluruh anggota Dewan
Pengawas Syariah.
d. Hasil rapat Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 (satu) wajib dituangkan dalam risalah rapat dan
didokumentasikan dengan baik.
Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 pasal 28 ayat 2 dan 3
menyatakan bahwa anggota Dewan Pengawas Syariah yang memiliki
kompetensi adalah yang memiliki pengetahuan dan pengalaman pada
syariah muamalah dan perbankan atau keuangan secara umum.
C. Hipotesis
1. Pengaruh Ukuran DPS terhadap Kinerja Maqashid Syariah
Seluruh kegiatan bank syariah dalam pengawasan DPS (Dewan
36
yang berlaku dan telah disepakati sehingga bank syariah dapat beroperasi
sebagaimana mestinya.
Menurut Kholid dan Bachtiar (2015) dalam Annisa (2015)
menyatakan bahwa adanya pengawasan yang baik diharapkan menurunkan
masalah agensi yang dilakukan oleh manajemen bank syariah, sehingga
dengan berkurangnya masalah agensi diharapkan kinerja maqashid syariah
bank syariah menjadi lebih baik.
Dewan Pengawas Syariah bertugas untuk memonitoring kepatuhan
bank syariah terhadap aturan syariah Islam, maka dari itu diharapkan bank
syariah dapat menekan masalah agensi yang pada akhirnya menjadikan
kinerja bank syariah menjadi lebih baik.
Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 pasal 1 menyatakan
bahwa Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar
sesuai dengan Prinsip Syariah. Menurut Peraturan Bank Indonesia No.
6/24/PBI/2004 pasal 26 (1) menyatakan bahwa jumlah anggota Dewan
Pengawas Syariah paling kurang 2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 5
(lima) orang. Maka dari itu, pengawasan yang dilakukan oleh Dewan
Pengawas Syariah tidak memerlukan banyak anggota Dewan Pengawas
Syariah.
Muamar dan Arief (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Good
corporate governance dan kinerja maqashid syariah bank syariah di
37
berpengaruh terhadap kinerja maqashid syariah di Bank Syariah
Indonesia.
Menurut Annisa (2015) menyatakan bahwa Dewan Pengawas
Syariah tidak berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah bank
syariah di Indonesia dan berpengaruh negatif signifikan di Malaysia.
Dalam penelitiannya yang berjudul ”Struktur Islamic Corporate
Governance dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank
Syariah di Indonesia”, Endraswati (2017) mengungkapkan bahwa jumlah
Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh positif signifikan terhadap
kualitas pengungkapan laporan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Ukuran DPS berpengaruh negatif terhadap kinerja maqashid
syariah
2. Pengaruh Rangkap Jabatan Anggota DPS terhadap Kinerja Maqashid Syariah
Dewan Pengawas Syariah merupakan bagian dari good corporate
governance yang memiliki fungsi dalam suatu organisasi bank syariah
yang secara internal merupakan badan yang mengawasi kepatuhan syariah
dan secara eksternal dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan
masyarakat (Murwaningsari, 2009).
PBI No 11/33/PBI/2009 mengatur bahwa anggota DPS hanya
boleh merangkap jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada
38
anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan sebagai
konsultan di seluruh BUS dan/atau UUS. Satu anggota DPS diperbolehkan
merangkap jabatan sebagai anggota DSN.
Menurut Usamah (2010) kualitas pengawasan terhadap
pelaksanaan prinsip syariah di bank syariah memerlukan adanya
pembatasan terhadap jumlah rangkap jabatan sebagai dewan pengawas
syariah, agar lembaga tersebut dapat bekerja lebih fokus, semakin sedikit
rangkap jabatan sebagai dewan pengawas syariah maka dapat bekerja lebih
fokus dan profesional. Rangkap jabatan yang tidak terlalu banyak
dipegang oleh dewan pengawas syariah diharapkan dapat meningkatkan
pengawasan yang lebih baik, sehingga kemungkinan-kemungkinan
masalah agensi dapat ditekan yang nantinya dapat meningkatkan kinerja
bank syariah itu sendiri. Annisa (2015) menyebutkan bahwa rangkap
jabatan Dewan Pengawas Syariah berpengaruh negatif terhadap kinerja
maqashid syariah di Bank Syariah Malaysia. Semakin banyak rangkap
jabatan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah maka kinerja
maqashid syariah mengalami penurunan. Berdasarkan uraian di atas dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Rangkap jabatan angggota DPS berpengaruh negatif terhadap
kinerja maqashid syariah
3. Pengaruh Jumlah Rapat DPS terhadap Kinerja Maqashid Syariah Penelitian Xie (2003) dalam Waryanto (2010) menemukan bahwa
39
akrual kelolaan perusahaan semakin kecil. Hal ini berarti bahwa semakin
sering Dewan Komisaris mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan
terhadap manajemen menjadi semakin efektif. Rapat Dewan Komisaris
juga media komunikasi antar anggota Dewan Komisaris dalam mengawasi
kinerja manajemen dalam tata kelola perusahaan yang nantinya akan
meningkatkan kinerja dan perkembangan perusahaan.
Penelitian yang dilakukan Haque, Islam dan Ahmed (2012)
menyatakan bahwa hasil jumlah rapat Komite Audit berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan, artinya semakin meningkatnya rapat Komite
Audit maka dapat meningkatkan monitoring yang lebih efektif juga
meningkatkan kinerja keuangan.
Dalam penelitiannya yang berjudul ”Struktur Islamic Corporate
Governance dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank
Syariah di Indonesia”, Endraswati (2017) mengungkapkan bahwa jumlah
meeting Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positif signifikan terhadap
kualitas pengungkapan laporan perusahaan.
Di dalam struktur organisasi Perbankan Syariah, Komite Audit
merupakan bagian dari Dewan Komisaris. Dewan Pengawas Syariah
dalam struktur bank syariah berada setingkat dengan Dewan Komisaris
sebagai pengawas direksi. Jika komisaris adalah sebagai pengawas kinerja
manajemen bank, maka Dewan Pengawas Syariah adalah pengawas
40
selalu sesuai dengan prinsip syariah yang difatwakan oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN).
Dengan logika yang sama bahwa fungsi dari Dewan Pengawas
Syariah dan Dewan Komisaris hampir sama dan merupakan pihak yang
bersifat independen, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa jumlah
rapat Dewan Pengawas Syariah akan meningkatkan kinerja maqashid
syariah. Seperti yang dijelaskan pada uraian di atas, melalui rapat anggota
Dewan Pengawas Syariah dapat sering berkomunikasi sehingga jika terjadi
permasalahan dalam tata kelola bank syariah akan segera terpecahkan
terutama dalam hal pengawasan kinerja maqashid syariah.
Dalam PBI No 11/33/PBI/2009 dijelaskan Rapat DPS wajib
diselenggarakan paling kurang satu kali dalam satu bulan. Pengambilan
keputusan rapat DPS dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Jumlah rapat DPS berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid
syariah
4. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan DPS terhadap Kinerja Maqashid Syariah
Latar belakang pendidikan merupakan faktor penting dalam
praktek pengungkapan (Farook, 2011; Haniffa dan Cooke, 2002). Direktur
dengan pendidikan yang lebih baik diharapkan akan lebih mampu
menerima tindakan baru dan memecahkan ketidakpastian (Hambrick dan
41
penting yang dapat mempengaruhi nilai-nilai dan praktikum akuntansi
(Gray, 1988). Selanjutnya, pendidikan dapat digunakan sebagai
satu-satunya ukuran untuk menentukan tingkat profesional (Grace, Irlandia, &
Dunstan, 1995).
Bray, Howard dan Golan (1995) dalam Djoko (2010), menyatakan
bahwa latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh komisaris utama
berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki. Komisaris utama yang
memiliki latar belakang pendidikan bisnis akan lebih baik dalam
mengelola bisnis dan mengambil keputusan.
Endraswati (2017) dalam penelitiannya “Gender Diversity in Board
of Director’s and Firm Performance: Study in Indonesia Sharia Banks”
mengungkapkan bahwa latar belakang pendidikan perempuan sebagai
direksi berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan syariah.
Dalam penelitiannya yang berjudul ”Struktur Islamic Corporate
Governance dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank
Syariah di Indonesia”, Endraswati (2017) mengungkapkan bahwa latar
belakang pendidikan Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positif
signifikan terhadap kualitas pengungkapan laporan perusahaan.
Penelitian sebelumnya menunjukkan latar belakang pendidikan
Dewan Direksi, direktur dan Dewan Komisaris memiliki peningkatan yang
sesuai dalam tingkat pengungkapan dan pengelolaan bisnis serta
pengambilan keputusan. Dengan logika yang sama, kinerja maqashid
42
Dewan Pengawas Syariah. Mengingat menjadi seorang anggota Dewan
Pengawas Syariah diperlukan syarat-syarat khusus sebagaimana yang telah
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 pasal 28 ayat 2
dan 3 bahwa anggota Dewan Pengawas Syariah yang memiliki kompetensi
adalah yang memiliki pengetahuan dan pengalaman pada syariah
muamalah dan perbankan atau keuangan secara umum.Berdasarkan uraian
di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4 :Latar belakang pendidikan DPS berpengaruh positif terhadap kinerja
maqashid syariah
5. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran menunjukkan antara pengaruh variabel
independen dengan variabel dependen. Dalam penelitian ini memiliki satu
variabel dependen yaitu kinerja maqashid syariah. Dan empat variabel
independen yaitu: ukuran DPS (X1), rangkap jabatan DPS (X2), jumlah rapat
DPS (X3) dan Latar belakang pendidikan DPS (X4).
Berdasarkan telaah pustaka dan perumusan hipotesis di atas, maka
kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini dapat digambarkan sebagai
43
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Rangkap jabatan
anggota DPS (X2) Ukuran DPS (X1)
Kinerja maqashid syariah
Jumlah Rapat DPS (X3)
Latar Belakang Pendidikan DPS (X4)
-
_
-+
44 BAB III
METODE PENELITIAN
D. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan data time
series. Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan mengumpulkan
data-data berupa angka (Martono, 2011). Sedangkan time series adalah data yang
diperoleh dan dikumpulkan dari waktu ke waktu (Supranto, 2000).
E. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan
keuangan dan laporan Good Corporate Governance Bank Umum Syariah di
Indonesia tahun 2011- 2016. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia
pada suatu instansi. Sumber data untuk melakukan penelitian ini diperoleh
dari website masing-masing bank umum syariah di Indonesia, serta
www.bi.go.id sebagai bahan pendukung penelitian. Di dalam website masing-masing bank syariah tersebut terdapat annual report dan laporan Good
Corporate Governance yang dapat diunduh oleh penulis.
F. Metode Pengambilan Data
Pengambilann data menggunakan metode dokumentasi, dimana
metode ini menggunakan data dari dokumen-dokumen yang sudah ada yaitu
laporan keuangan tahunan dan laporan GCG Bank Umum Syariah Indonesia
periode 2011-2016. Data dalam penelitian diambil dari website