• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Selvia Mamahit 2. Kata Kunci : Peranan, BPD, Fungsi Pengawasan, ADD.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : Selvia Mamahit 2. Kata Kunci : Peranan, BPD, Fungsi Pengawasan, ADD."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

DALAM PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN PADA PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA

(Studi Di Desa Lobu Dua Kecamatan Touluaan Kabupaten Minahasa Tenggara)1

Oleh : Selvia Mamahit2 ABSTRAK

Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan dukungan dana oleh pemerintah pusat dan daerah pada pemerintah desa dalam upaya peningkatan pelayanan dasar kepada masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat desa. Pada kenyataannya pengelolaan Alokasi Dana Desa masih sangat sering bermasalah. Seperti yang terjadi di Desa Lobu Dua, kecamatan Touluaan, Kabupaten Minahasa Tenggara. Permasalahan yang sering terjadi salah satunya adalah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan baik dari sisi perencanaan hingga pelaksanaan program yang ditetapkan. Permasalahan lain adalah fungsi pengawasan yang dijalankan BPD terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADDes). Seperti yang diatur dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa dimana dikatakan bahwa BPD berfungsi mengawasi pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa yang diharapkan dapat berperan maksimal dalam mengimplementasikan fungsi pengawasan yang dimilikkinya terlihat belum berjalan seperti yang diharapkan. Padahal dalam pengalokasian dana desa tersebut diperlukan fungsi BPD sebagai pengawas agar dana tersebut tersalurkan untuk kepentingan pembangunan di desa. Pengawasan yang oleh BPD yang dimaksud adalah pemakaian anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dengan realisasi pelaksanaannya. Selain itu kesesuaian antara rencana program dengan realisasi program dan pelaksanaannya serta besarnya dana yang digunakan dalam pembiayaannya adalah ukuran yang dijadikan patokan BPD dalam melakukan pengawasan.

Kata Kunci : Peranan, BPD, Fungsi Pengawasan, ADD.

PENDAHULUAN

Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan yang menganut

1 Merupakan skripsi penulis 2

(2)

asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pasal 18 Undang-undang dasar 1945 antara lain menyatakan bahwa pembangunan daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

Implementasi otonomi bagi desa akan menjadi kekuatan bagi pemerintah desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, sekaligus bertambah pula beban tanggung jawab dan kewajiban desa, namun demikian penyelenggaraan pemerintahan tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan. Sistem pengelolaan dana desa yang dikelola oleh pemerintah desa termasuk didalamnya mekanisme penghimpunan dan pertanggungjawaban merujuk pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Di dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa pendanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah termasuk

didalamnya pemerintah desa menganut prinsip money follows function yang

berarti bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Dengan kondisi tersebut maka transfer dana menjadi penting untuk menjaga/menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum. Konsekuensi dari pernyataan tersebut adalah desentralisasi kewenangan harus disertai dengan desentralisasi fiskal. Realisasi pelaksanaan desentralisasi fiskal di daerah mengakibatkan adanya dana perimbangan keuangan antara kabupaten dan desa yang lebih dikenal sebutan Alokasi Dana Desa (ADD).

Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan Pennusyawaratan Desa (BPD), yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan dukungan dana oleh pemerintah pusat dan daerah pada pemerintah desa dalam upaya peningkatan pelayanan dasar kepada masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Desa Lobu Dua, kecamatan Touluaan, Kabupaten Minahasa Tenggara dari hasil pengamatan awal yang dilakukan penulis memiliki permasalahan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa. Salah satunya adalah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan baik dari sisi perencanaan hingga pelaksanaan program yang ditetapkan. Permasalahan lain adalah fungsi pengawasan yang dijalankan BPD terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADDes). Seperti yang diatur dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa dimana dikatakan bahwa BPD berfungsi mengawasi pemerintahan desa.

(3)

Selain itu Badan Permusyawaratan Desa yang diharapkan dapat berperan maksimal dalam mengimplementasikan fungsi pengawasan yang dimilikkinya terlihat belum berjalan seperti yang diharapkan. Padahal dalam pengalokasian dana desa tersebut diperlukan fungsi BPD sebagai pengawas agar dana tersebut tersalurkan untuk kepentingan pembangunan di desa. Pengawasan yang oleh BPD yang dimaksud adalah pemakaian anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dengan realisasi pelaksanaannya. Selain itu kesesuaian antara rencana program dengan realisasi program dan pelaksanaannya serta besarnya dana yang digunakan dalam pembiayaannya adalah ukuran yang dijadikan patokan BPD dalam melakukan pengawasan.

Untuk itu identifikasi berbagai problem terkait pengeloalaan ADD sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk mencari solusi sekaligus pencegahan agar hal itu tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan mengetahui peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengawasan penggunaan Alokasi Dana Desa di desa Lobu Dua, kecamatan Touluaan, Kabupaten Minahasa Tenggara. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Peranan

Peranan menurut Poerwadarminta adalah “tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa”. peranan merupakan perangkat tingkah laku yang diharapkan, dimiliki oleh orang atau seseorang yang berkedudukan dimasyarakat (poerwadarminta, 1995:751). Kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan pengetahuan, keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Menurut pendapat Soejono Soekanto peranan dapat mencakup 3 hal, yaitu:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti merupakan rangkaian-rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting

bagi struktur sosial masyarakat (soekanto, 2004:224).

Sejalan dengan pendapat diatas, Gross Mason dan Mc E Eachern mendefinisikan peranan sebagai “perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial tertentu” (dalan berry, 1995:100)

Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai proses, suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi serta merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang

(4)

membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

Bernardin dan Russel (1993 : 379) mengartikan kinerja sebagai the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period. Dalam definisi ini, aspek yang ditekankan adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian kinerja hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.

Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang` sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai "penampilan", "unjuk kerja", atau "prestasi" (Keban, 2004 : 191). Menurut Sedarmayanti (2010: 260), kinerja

didefinisikan sebagai catatan mengenai out came yang dihasilkan dari suatu

aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu pula.

Prawirosentono (1999 : 2) mendefinisikan kinerja sebagai performance, yaitu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Berdasarkan pengertian di atas maka untuk mengukur kinerja organisasi terdiri dari produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Produktivitas dari suatu organisasi dapat dilihat dari rasio input dan output, kualitas layanan dapat dilihat dari sumber daya manusia dan kepuasan masyarakat, responsivitas dapat dilihat dari prosedur dan keinginan masyarakat, responsibilitas dapat dilihat dari tanggung jawab dan administrasi pelayanan sedangkan akuntabilitas dapat

dilihat dari ukuran target yang dicapai. Menurut Kumorotomo dalam

Dwiyanto (2008), menggunakan beberapa kriteria dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain adalah berikut ini:

1. Efisiensi.

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. 2. Efektivitas.

Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitannya organisasi rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan. Salah satu faktor yang berkaitan dengan keberhasilan suatu organisasi adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa baik semua komponen organisasi bekerja dan menggunakan informasi, guna memastikan bahwa pelaksanaannya memenuhi standar sekarang dan meningkat sepanjang waktu. Pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan

(5)

efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya.

3. Keadilan.

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik.

4. Daya Tanggap.

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat

dipertanggungjawabkan secara` transparan demi memenuhi kriteriadaya

tanggap ini (dalam Dwiyanto, 2008: 52-53).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas bahwa kinerja organisasi sebenarnya dapat dilihat melalui berbagai dimensi seperti dimensi dari mulai produktifitas, kualitas layanan, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, responsivitas, responsibilitas, keadilan, daya tangkap, masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat bahkan dampak dari suatu kebijakan atau program tersebut, setiap dimensi saling berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Produktifitas, tidak hanya mengukur efisiensi seperti menyangkut tentang keberhasilan organisasi pelayanan public mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis tetapi juga efektifitas di dalam suatu organisasi apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai ataukah belum sehingga dapat mengukur kemampuan suatu organisasi atau instansi untuk seberapa baik semua komponen organisasi bekerja dan menggunakan informasi, guna memastikan bahwa pelaksanaannya memenuhi standar sekarang dan meningkat sepanjang waktu. Apabila efektivitas sudah tercapai sesuai harapan didapat suatu rasio antara. input dan output dari suatu kegiatan atau program disuatu organisasi atau instansi, sehingga dihasilkan suatu kualitas layanan yang baik yang diharapkan sesuai tujuan yang telah ditetapkan dan dapat meningkatkan kinerja disuatu organisasi sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan yang maksimal.

Adanya kualitas layanan yang baik maka kinerja organisasi akan sangat respon terhadap kebutuhan masyarakat. Responsivitas sangat diperlukan karena merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, dan mengembangan program-program pelayanan publik. Adanya responsivitas ini maka keadilan dalam suatu organisasi dapat dirasakan. Responsivitas dapat berpengaruh ke dalam responsibilitas karena responsibilitas dapat menggambarkan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit, sehingga akuntabilitas di dalam suatu organisasi akan lebih pro rakyat dan kebijakankebijakan yang dihasilkan di dalam program-program kerja suatu organisasi dapat mensejahterakan rakyatnya agar manfaat dari kebijakan tersebut akan terasa oleh semua pihak, baik masyarakat ataupun instansi atau organisasi yang mengelola

(6)

kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut akan bermanfaat dan tidak percuma dengan adanya kebijakan yang telah dibuat agar dampak yang dihasilkan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan akan lebih mementingkan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat akan patuh dan tunduk terhadap kebijakan yang telah dibuat.

Dimensi-dimensi didalam mengukur indikator kinerja organisasi pada dasarnya memiliki kesamaan substansial yakni untuk melihat seberapa jauh tingkat pencapaian hasil yang telah dilakukan oleh birokrasi pelayanan atau instansi tersebut apakah sesuai atau tidak dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kinerja organisasi merupakan suatu konsep yang disusun dari berbagai indikator yang sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penggunaannya untuk mencapai tujuan yang telah atau ingin dicapai oleh suatu organisasi atau instansi.

B. Konsep Desa

Menurut Kamus besar bahasa Indonesia Desa adalah kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejulah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan.

Pengertian desa menurut UU no. 22 tahun 1999, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten.

Pengertian desa menurut UU no. 5 tahun 1979, Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Unang Sunardjo dalam Sadu Wasistiono, M. Irwan Tahir

(2007:8) Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat yang menetap dalam suatu wilayah tertentu batas-batasnya, memiliki ikatan lahir batin yang sangat kuat, baik karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan, memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama, memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.

Menurut Bintarto dalam Sadu Wasistiono, M. Irwan Tahir (2007:8) yang memandang Desa dari segi geografi, mendefinisikan Desa sebagai: suatau hasil dari perwujudan antara kegiatan sekelompok manusia dengan

(7)

lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu ujud atau penampakan dimuka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisigrafi, social ekonomis, politis dan cultural yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.

Namun demikian pengertian desa dapat juga dilihat dari pergaulan hidup, seperti yang dikemukakan oleh Bouman dalam Sadu Wasistiono, M. Irwan Tahir (2007 : 8) yang mendefenisikan desa sebagai salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal, kebanyakan yang termasuk didalamnya hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya, usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial.

Desa memiliki pemerintahan sendiri Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

1. Kepala Desa

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan.Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

2. Perangkat Desa

Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa Lainnya.Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. perangkat desa juga mempunyai tugas untuk mengayomi kepentingan masyarakatnya.

3. Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah.Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

(8)

C. Konsep Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di desa. Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga masyarakat lainnya.

Badan Permusyawaratan Desa merupakan perubahan nama dari Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini. Perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi "musyawarah untuk mufakat". Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang basil. Hasil yang diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangangoncangan yang merugikan masyarakat luas.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004 pasal 209). Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari masyarakat.

Sehubungan dengan fungsinya menetapkan peraturan desa maka BPD bersama-sama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan desa sesuai dengan aspirasi yang datang dari masyarakat, namun tidak semua aspirasi dari masyarakat dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi harus melalui berbagai proses sebagai berikut :

1. Artikulasi adalah penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh BPD.

2. Agresi adalah proses megumpulkan, mengkaji dan membuat prioritas

aspirasi yang akan dirumuskan menjadi Peraturan Desa.

3. Formulasi adalah proses perumusan Rancangan Peraturan Desa yang

dilakukan oleh BPD dan/atau oleh Pemerintah Desa.

4. Konsultasi adalah proses dialog bersama antara Pemerintah Desa dan BPD dengan masyarakat.

D. Konsep Fungsi Pengawasan 1. Pengertian Pengawasan

Pengawasan menurut Oteng Sutisna (1983) adalah sebagai suatu proses fungsi administrasi untuk melihat apa yang terjadi sesuai dengan apa yang semestinya terjadi. Dengan kata lain pengawasan adalah fungsi administratif untuk memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya.

Menurut Nawawi (2000 : 115) pengawasan atau control diartikan sebagai proses mengukur (measurement) dan menilai (evaluation) tingkat efektivitas dan tingkat efisiensi penggunaan sarana kerja dalam memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.

(9)

Jadi, pengawasan merupakan suatu proses pemeriksaan berdasarkan gejala-gejala yang terjadi yakni dilakukan dengan meneliti, mengukur atau menilai sejauh mana sumber daya yang ada berjalan secara efektif dan efisien baik kinerja SDM maupun penggunaan non SDM agar dapat dikendalikan sesuai dengan rancangan program atau perencanaan yang telah ditetapkan.

Pengawasan yang dilakukan dapat memberikan umpan balik, artinya apabila yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana atau terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan perbaikan atau diadakan penyesuaian kembali.

2. Tujuan Pengawasan

a. Untuk mengetahui apakah sesuatu kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang digariskan.

b. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan dengan

instruksi serta asas-asas yang telah ditentukan.

c. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam

bekerja.

d. Untuk mengetahui apakah kegiatan berjalan efisien.

e. Untuk mencari jalan keluar, bila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan dan kegagalan ke arah perbaikan.

3. Tipe / Macam-Macam Pengawasan

Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi (2000, hal. 589). Fungsi pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe, atas dasar fokus aktivitas pengawasan, antara lain: a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control).

b. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control) c. Pengawasan Feed Back (feed back control)

Penjelasan:

a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control)

Prosedur-prosedur pengawasan pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan.

Dipandang dari sudut prespektif demikian, maka kebijaksanaan-kebijaksanaan merupakan pedoman-pedoman untuk tindakan masa mendatang. Tetapi, walaupun demikian penting untuk membedakan

tindakan menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan

mengimplementasikannya.

Merumuskan kebijakan-kebijakan termasuk dalam fungsi

perencanaan sedangkan tindakan mengimplementasi kebijaksanaan merupakan bagian dari fungsi pengawasan.

Pengawasan pendahuluan meliputi:

1. Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia.

2. Pengawasan pendahuluan bahan-bahan.

3. Pengawasan pendahuluan modal

(10)

b. Pengawasan Pada Waktu Kerja Berlangsung (concurrent control)

Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para pengawas yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka.

Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk:

1. Mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan

metode-metode serta prosedur-prsedur yang tepat.

2. Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan

sebagaimana mestinya.

3. Proses memberikan pengarahan bukan saja meliputi cara dengan apa

petunjuk-petunjuk dikomunikasikan tetapi ia meliputi juga sikap orang-orang yang memberikan penyerahan.

c. Pengawasan Feed Back (feed back control)

Sifat khas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.

Adapun sejumlah metode pengawasan feed back yang banyak dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:

1. Analysis Laporan Keuangan (Financial Statement Analysis)

2. Analisis Biaya Standar (Standard Cost Analysis).

3. Pengawasan Kualitas (Quality Control)

4. Evaluasi Hasil Pekerjaan Pekerja (Employee Performance Evaluation)

4. Prinsip-Prinsip Dalam Pengawasan

Prinsip-prinsip pengawasan yang perlu diperhatikan, terdiri dari tertuju kepada strategis sebagai kunci sasaran yang menentukan keberhasilan,

a. pengawasan harus menjadi umpan balik sebagai bahan revisi dalam mencapai tujuan,

b. harus fleksibel dan responsif terhadap perubahan-perubahan kondisi

lingkungan,

c. merupakan control diri sendiri,

d. bersifat langsung yaitu pelaksanaan kontrol di tempat kerja,

Pengawasan adalah usaha sistematis menetapkan standar prestasi dengan perencanaan sasarannya guna mendesain sistem informasi umpan balik. Membandingkan prestasi kerja dengan standar yang telah ditetapkan lebih dahulu adalah, untuk menentukan apakah ada penyimpangan dan mencatat besar kecilnya penyimpangan, kemudian mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan, bahwa semua sumber dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

5. Syarat-Syarat Dan Sifat Pengawasan

Syarat-syarat Pengawasan umum dapat dipergunakan sebagai berikut:

a. Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan.

b. Menghindarkan adanya tekanan, paksaan, yang menyebabkan

(11)

c. Melakukan koreksi rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan per-baikan serta penyempurnaan rencana yang akan datang.

Sesuai dengan keterangan tersebut di atas, maka beberapa cara yang baik dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang diawasi agar

memberikan keterangan-keterangan yang jelas dan ikut serta memecahkan hal-hal yang mempengaruhinya.

b. Pengakuan atas hasil/nilai manusia yang telah dilakukannya (hasil karya manusia); artinya penghargaan atas hasil pekerjaannya.

c. Melakukan suatu kerja sama agar diperoleh saling pengertian, saling

percaya mempercayai, yang bersifat memberikan pendidikan. 6. Teknik Dan Metode Pengawasan

Secara umum ada 2 macam metode dan teknik pengawasan yaitu : 1. Metode konvensional ( Baku /Teoritis )

2. Metode Partisipatif

a. Metode Konvensional

- Pelaksanaannya berdasarkan teori / Petunjuk pihak – pihak

pembuat kebijakan ( Pemerintah / Lembaga fungsional yang menguasai teori pengawasan )

- Dilakukan oleh lembaga – lembaga fungsional

- Pelaksanaannya terjadwal ( Pertengahan / akhir )

- Indikator Pengawasan berdasarkan Term Of Reference yang dibuat

perencana / pengambil kebijakan. b. Metode Partisipatif

- Pelaksanaannya berdasarkan kriteria hasil rumusan bersama.

- Dilakukan oleh seluruh yang terlibat didalam organisasi sesuai

kesepakatan

- Bersifat dinamis tidak baku dilaksanakan sesuai kontek dan kondisi yang

ada

- Kegiatannya mulai dari proses perencanaan sampai saat pelaksanaan dan

akhir

- Indikator pengawasannya berdasarkan pengalaman dan dilaksanakan

secara sistematis, terdokumentasi dan berkelanjutan 7. Fungsi Pengawasan

Fungsi pokok dari suatu pengawasan adalah untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau kesalahan-kesalahan , memperbaiki adanya berbagai macam penyimpangan atau kesalahan yang terjadi ,mendinamisir pelaksanaan serta segenap kegiatan manajemen lainnya, dan mempertebal rasa tanggung jawab.

E. Konsep Alokasi Dana Desa

Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Desa untuk mendanai kebutuhan Desa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan dan

(12)

pelaksanaan pembangunan serta pelayanan masyarakat. Alokasi Dana Desa diperoleh dari dana perimbangan APBN yang diterima oleh Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10%. Rumus yang digunakan dalam Alokasi Dana Desa adalah:

1. Asas Merata, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa yang sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM);

2. Asas Adil, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa berdasarkan Nilai

Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu (misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dll), selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proposional (ADDP). Besarnya prosentase perbandingan antara asas merata dan adil adalah besarnya ADDM adalah 60% (enampuluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empatpuluh persen) dari jumlah ADD.

Pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonomi Desa agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan

keanekaragaman, partisipatif, otonomi asli, demokratisasi dan

pemberdayaan mayarakat. Untuk memaksimalkan pengelolaan ADD yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada Desa, maka ADD memiliki tujuan antara lain (Hanif Nurcholis, 2011; 89):

1. Menaggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;

2. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di

tingkat Desa dan pemberdayaan masyarakat;

3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur Desa;

4. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam

rangka mewujudkan peningkatan sosial;

5. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;

6. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat Desa dalam rangka

pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;

7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong-royong

masyarakat;

8. Meningkatkan pendapatan Desa dan masyarakat Desa melalui Badan

Usaha Milik Desa (BUMDesa).

Pengelolaan Alokasi Dana Desa harus memenuhi beberapa prinsip pengelolaan seperti berikut :

- Setiap kegiatan yang pendanaannya diambil dari ADD haurs melalui

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara terbuka dengan prinsip : dari, oleh dan untk masyarakat.

- Seluruh kegiatan dan penggunaannya harus dapat

dipertanggungjawabkan secara administrasi, teknis dan hukum.

- ADD harus digunakan dengan prinsip hemat, terarah dan terkendali

- Jenis kegiatan yang akan didanai melalui ADD diharapkan mampu

untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat, berupa pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan desa dan

(13)

kegiatan lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa dengan pengambilan keputusan melalui jalan musyawarah.

- ADD harus dicatat didalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa

melalui proses penganggaran yang sesuai dengan mekanisme yang

berlaku.

(http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-alokasi-dana-desa-add/) METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif,. dan yang menjadi focus ialah peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam menjalankan fungsi pengawasan khususnya terhadap penggunaan Alokasi Dana Desa Di desa Lobu Dua, kecamatan Touluaan, Kabupaten Minahasa Tenggara, dengan rincian yaitu peran BPD dalam Proses Implementasi Kebijakan ADD yang meliputi : penyusunan rencana kegiatan, pengawasan penyelesaian kegiatan ADD, mengawasi kesesuaian program dengan kebijakan yang telah ditetapkan, mengawasi ketepatan sasaran sesuai dengan kebijakan yang ditentukan dan Pengawasan Pertanggungjawaban Kegiatan ADD. Dan yang dijadikan informan adalah dari unsur Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Tokoh Masyarakat, serta beberapa anggota masyarakat. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, serta studi dokumentasi.

PEMBAHASAN

A. Peran BPD dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa

Dalam rangka pembangunan di desa maka pemerintah mengeluarkan perturan Pemerintah No.72 tahun 2005 tentang perencanaan pembangunan desa. Pembangunan desa merupakan bagian penting dari sebuah pembangunan nasional dimana desa merupakan muara dari setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat daerah dan desa itu sendiri. Oleh sebab itu setiap pembangunan yang akan dilaksanakan di Desa akan menyentuh setiap lapisan masyarakat dan memungkinkan terjadinya pemerataan dan memberi dampak terhadap pembangunan nasional. Oleh sebab itu sekarang pemerintah menaruh perhatian khusus dalam pelaksanaan pembangunan didesa, maksudnya agar memberikan hasilnyata dalam pembangunan, maka dari itu diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat secara ekonomi maupun disisi lain dapat mendorong masyarakat itu sendiri untuk berpatisipasi dalam pembangunan.

Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua, komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Pembangunan nasional diselenggarakan berdasarkan Demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional. Pada hakikatnya pembangunan merupakan upaya yang dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) guna terjadinya perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Sementara itu, yang menjadi sasaran utama dari proses pembangunan tidak lain adalah manusia itu

(14)

sendiri, yakni untuk memberdayakan masyarakat. Sehingga apabila manusia mampu mengoptimalkan potensinya, maka akan bisa maksimal pula kontribusinya untuk kesejahteraan bersama. Dengan demikian, kemakmuran sebuah bangsa dicapai berbasiskan kekuatan rakyat yang berdaya dan menghidupinya. Namun demikian, kita tidak bisa menutup mata bahwa proses pembangunan bangsa kita yang tengah dijalani dirasa masih belum optimal. Hal itu tercermin dari tingkat kualitas sumber daya manusia (masyarakat) bangsa kita yang sampai saat ini masih berada dalam kategori rendah. Apalagi jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia tingkat kualitas sumber daya manusia Bangsa kita mungkin tertinggal jauh. Tingginya angka kemiskinan dan penganguran di Indonesia saat ini merupakan salah satu variabel yang menunjukkan masih rendahnya tingkat kualitas masyarakat.

Dalam pembangunan dewasa ini sangatlah tepat jika pembangunan lebih berorentasi pada pembangunan pedesaan (pembangunan berbasis pedesaan) yang mempertimbangkan aspek emansipatoris. Sebuah model pembangunan pedesaan yang membuka peluang pembebasan masyarakat pedesaan dari faktor yang menghambatnya. Melalui model pembangunan seperti itu, masyarakat pedesaan dapat mengembangkan kemampuan atas dasar kekuatan sendiri (self reliance), sehingga dengan sendirinya aspek kemanusiaan masyarakat pedesaan akan terfasilitasi dan sanggup mengungkapkan diri ( humanitas expleta et eloquens ).

Konsepsi pembangunan berbasis pedesaan merupakan konsep pembangunan yang mampu merangsang masyarakat Desa, sehingga gerak majunya menjadi otonom, berakar dari dinamika sendiri dan dapat bergerak atas dasar potensi dan kekuatan yang dimilikinya. Selain itu, suatu pembangunan tidak akan berhasil dan bertahan, jika pembangunan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang dianut masyarakat. Dengan demikian, Pembangunan berbasis pedesaan harus di perkuat dengan nilai-nilai dasar yang dianut oleh masyarakat pedesaan tersebut.

Strategi pelaksanaan partispasi dicapai dengan cara melibatkan masyarakat dalam sharing informasi, merumuskan tujuan, men-setting kebijakan, mengalokasikan sumber-sumber pendanaan, mengoperasikan program, serta mendistribusikan manfaat yang diperoleh, dengan kata lain, melibatkan masyarakat sejak tahap perencanaan hingga implementasi dan pemerataan hasil-hasilnya.

Pembangunan infrastruktur di pedesaan saat ini sangatlah jauh dari apa yang diharapkan untuk bisa menaikkan taraf hidup masyarakat desa dan menggenjot perekonomian di pedesaan. Satu contoh kecil yang tidak bisa terbantahkan adalah masalah jalan. Jalan merupakan sebuah instrument yang sangat vital dalam pembangunan baik di perkotaan maupun di pedesaan, maka dari itu perlu dan penting infrastruktur di Desa di bangun untuk memejukan pembangunan dan perekonomian di Desa.

Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar dalam serangkaian kegiatan untuk mencapai suatu perubahan dari keadaan yang buruk menuju ke-keadaan yang lebih baik yang dilakukan oleh masyarakat tertentu di suatu Negara. Dalam pembangunan, peran serta seluruh lapisan

(15)

masyarakat selaku pelaku pembangunan dan pemerintah selaku pengayom, pembina dan pengarah sangat diperlukan antara masyarakat dan pemerintah harus berjalan seiring, saling mengisi, melengkapi dalam satu kesatuan gerak pembangunan guna mencapai tujuan yang diharapkan. Pembangunan desa itu harus meliputi berbagai aspek kehidupan dan penghidupan artinya harus melibatkan semua komponen yaitu dari pihak masyarakat dan pemerintah, dan harus langsung secara terus menerus demi tercapainya kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang.

Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan kewenangan yg lebih luas kepada masyarakat untuk secara bersama sama memecahkan berbagai persoalan. Mekkelsen dalam Soetomo (2006:72) mengatakan bahwa pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan, dalam salah satu bentuk perubahan yang diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan suatu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut.

Peran masyarakat merupakan bagian penting, keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan diharapkan dapat memberikan efek yg lebih signifikan dalam pelaksanaan (implementasi) karena masyarakat itu sendiri lebih mengenal dan memahami apa yang benar–benar ia butuhkan,program atau proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah akan benar- benar menjadi suatu hasil tepat guna bagi masyarakat itu sendiri .

Pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat penerima program pembangunan (partisipasi pembangunan). Karena hanya dengan partisipasi masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya kesesuaian ini maka hasil pembangunan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah adanya partisipasi masyarakat penerima program.

Mubyarto dalam Ndraha (1990:102) mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Partisipasi masyarakat merupakan aspek yang penting dalam pembangunan masyarakat. Partisipasi merupakan salah satu dari tiga unsur pembangunan berorientasi pada masyarakat selain unsur keadilan dan pemberdayaan . Ada beberapa aspek yang dapat dilihat bahwa partisipasi masyarakat sangat penting: 1)partisipasi merupakan hak yang harus diperhatikan dan dihormati, 2)partisipasi merupakan suatu aksi kelompok, 3)partisipasi merupakan suatu aspek penting dari administrasi pembangunan desa, 4)partisipasi merupakan suatu indikator pembangunan masyarakat.

Dalam hasil penelitian di temukan bahwa terjadi sebuah pergeseran paradigma atau nilai-nilai dimasyarakat mengenai partisipasi. dalam pelaksanaan pembangunan di Desa Lobu Dua Kecamatan Touluaan Kabupaten Minahasa Tenggara pembangunan yang ada di desa tergolong

(16)

lambat dikarenakan masyarakat Desa Lobu Dua Kecamatan Touluaan Kabupaten Minahasa Tenggara, kurang berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan. Kurangnya partisipasi yang diberikan oleh masyarakat terhadap jalannya pembangunan fisik apabila program yang dijalankan oleh pememerintah tidak mendapatkan upah. Dilihat bahwa apabila dalam program pemerintah desa tersebut seperti pembuatan tempat sampah, pos kamling dan sebagainya tidak mendaptkan upah untuk pekerja maka tingkat partisipasi masyarakat akan terasa sangat kurang, tetapi apabila program pemerintah desa yang mendapat suplai dana dari ADD, PNPM Mandiri dan program pemerintah lainnya masyarakat antusias dalam pelaksanaan, hal ini disebabkan karna pelaksanaan program tersebut memiliki anggaran dalam pelaksanaannya. Hal ini yang membuat lambatnya pembangunan di Desa Lobu Dua Kecamatan Touluaan Kabupaten Minahasa Tenggara.

Partisipasi masyarakat dalam proses pemerintahan yang ada di Desa sudah sejak lama di idam-idamkan, karna apabila peran masyarakat dalam pembangunaan naik maka hal itu akan mendorong, tingkat keberhasilan program pemerintah. Oleh karna itu perlu dimana masyarakat tidak hanya dijadikan sebagai objek kebijakan tapi juga subjek agar supaya masyarakat berperan serta dalam pencapaiyan pemerintahan yang baik.

B. Implementasi Fungsi Pengawasan BPD di Desa Lobu Dua Kecamatan Touluaan Kabupaten Minahasa Tenggara

Dari hasil penelitian didapati bahwa Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pengawasan Alokasi Dana Desa (ADD) Di desa Lobu Dua, kecamatan Touluaan, Kabupaten Minahasa Tenggara belum maksimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa BPD tidak terlibat langsung dalam penyusunan rencana kegiatan dari Alokasi Dana Desa (ADD), akan tetapi BPD hanya bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap berlangsungnya penyusunan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dari dana alokasi desa yang ada. Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengawasan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) belum maksimal padahal factor pengawasan sangat berpengaruh terutama dalam penyusunan skala prioritas dalam penetapan rencana kegiatan dan mempertimbangkan potensi desa, kebutuhan masyarakat, sehingga hasil pelaksanaan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dapat dirasakan secara optimal bagi seluruh lapisan masyarakat desa dimana dapat diterima semua pihak, semua proses perencanaan dan pemeliharaannya.

Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perencanaan serta pengelolaan dan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD), yaitu membantu dalam memasyarakatkan tujuan, prinsip dan kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) kepada masyarakat, memberikan pengawasan langsung maupun tidak langsung terhadap perencanaan dan pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD), memberikan saran-saran terhadap perencanaan dan pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD), memastikan adanya keterpaduan dan mencegah terjadinya tumpang tindih kegiatan pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan membangun kerja sama yang sinergis dengan Kepala Desa, dalam rangka

(17)

menyukseskan keberhasilan Alokasi Dan Desa (ADD) belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dengan demikian harapan dari pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) yang terintegrasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) belum dapat tercapai diantaranya terwujudnya kelembagaan di desa yang mandiri yang didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dalam penyelenggaraan tugas pemerintah dalam pembangunan, tersedianya sarana dan prasarana utama sebagai pendukung kemajuan dan perkembangan desa, terselenggaranya pembangunan didesa serta terjadinya proses pembelajaran dalam masyarakat terkait pengelolaan dan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD).

Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa BPD melakukan pengawasan pada setiap tahapan dalam penyusunan rencana kegiatan dari Alokasi Dana Desa (ADD). Tahapan penyusunan rencana kegiatan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan tahapan yang sangat penting dimana jika perencanaan yang dibuat tidak sesuai dengan peruntukan maka secara otomatis hasil dari perencanaan tersebut tidak dapat dilaksanakan, disinilah peran dari BPD untuk mengawasi tahapan dalam penyusunan rencana kegiatan dari Alokasi Dana Desa (ADD) agar program dan kegiatan yang dihasilkan sesuai dengan peruntukan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan program dan kegiatan tersebut benarbenar aspirasi dari masyarakat serta merupakan program dan kegiatan yang menjadi prioritas untuk segera dilaksanakan.

Salah seorang informan berpendapat bahwa terwujudnya pelaksanaan peran dan fungsi BPD secara maksimal di desa khususnya pada pengawasan pada setiap tahapan dalam penyusunan rencana kegiatan dari Alokasi Dana Desa (ADD) dikarenakan adanya kerjasama yang baik antara Kepala Desa beserta aparatur desa yang kooperatif dan menjadikan BPD sebagai mitra kerja yang solid sehingga mampu mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik serta menghasilkan produk-produk berupa aturan desa ataupun produk-produk perencanaan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Hasil penelitian selanjutnya didapati bahwa BPD melaksanakan pengawasan penyelesaian kegiatan dari Alokasi Dana Desa (ADD). Menurut informan BPD melakukan pengawasan kegiatan dengan cara mengumpulkan informasi tentang perkembangan atau pelaksanaan sebuah kegiatan. Pengawasan biasanya dilakukan secara berkala selama proses berlangsungnya kegiatan terkait. Di dalam pelaksanaan pengawasan inilah BPD dapat melihat apakah kegiatan yang sedang dilaksanakan tersebut merupakan kegiatan yang ada dalam perencanaan, selanjutnya BPD melihat bagaimana mekanisme pelaksanaan kegiatan tersebut apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Dalam pelaksanaan kegiatan yang menyangkut fisik (proyek) ataupun pengadaan barang dan jasa, BPD melihat apakah ada kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan melalui spesifikasi yang sudah ditetapkan. Jika didapati pelaksanaan tidak sesuai maka BPD melakukan tindakan menghentikan sementara pelaksanaan kegiatan dan mengadakan pertemuan antara perangkat desa, pelasana kegiatan dan BPD untuk melihat kembali bagaimana mekanisme pekasanaan

(18)

pekerjaan, jika memang terdapat perubahan mekanisme pelaksanaan pekerjaan harus dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis, namun apabila ada unsur kesenagajaan maka BPD akan memerintahkan untuk pelaksana kegiatan segera menyesuaikan kegiatan tersebut dengan apa yang sudah ditetapkan dalam perencanaan awal.

PENUTUP A. Kesimpulan

 Terjadi sebuah pergeseran paradigma ditengah masyarakat di Desa

Lobu Dua Kecamatan Touluaan Kabupaten Minahasa Tenggara mengenai partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan. Kurangnya partisipasi yang diberikan oleh masyarakat terhadap jalannya pembangunan fisik apabila program yang dijalankan oleh pemerintah tidak mendapatkan upah.

 Implementasi fungsi pengawasan yang dijalankan oleh BPD Desa Lobu

pada setiap tahapan dalam pengelolaan dana desa bervariasi ada yang maksimal namun ada yang kurang karena tidak dilibatkan. Misalnya saja dalam tahap perencanaan.

B. Saran

 Pengawasan BPD dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa harus

lebih teliti dan dapat berperan langsung dalam penyusunan rencana kegiatan, karena Fungsi BPD adalah untuk mengawasi setiap kegiatan yang ada di desa dan juga harus melibatkan Masyarakat dalam mengawasi jalannya kegiatan yang ada, karena BPD tidak selamanya berada di lokasi dan melakukan pengawasan langsung

 Terwujudnya pelaksanaan peran dan fungsi BPD secara maksimal

di desa khususnya pada pengawasan kegiatan dari Alokasi Dana Desa (ADD) harus bekerjasama antara Kepala Desa beserta aparatur desa yang kooperatif dan menjadikan BPD sebagai mitra kerja yang solid sehingga mampu mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik

DAFTAR PUSTAKA

Bush, T. dan M. Coleman, 2006. Leadership and Strategic Management in

Education, (Yogyakarta: Ircisod, 2006)

Dwiyanto, A., 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan

Publik,. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mahsun, M., 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik,. Penerbit BPFE,

Yogyakarta.

Moleong, Lexy, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Muhadjir, N., 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Rave Sarasin. Yogyakarta.

(19)

Nordiawan, D., 2007. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat : Jakarta.

Sedarmayanti, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi

Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. PT Refka

Aditama. Bandung.

Subarsono, 2005. Analisa Kebyakan Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian, Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Ganesha. Bandung.

Tarwiyah, T., 2005. Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah. Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

..., 2005. Manajemen Publik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia : Jakarta.

Sumber Lainnya :

Undang-undang Nomor 33 Tahim 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Referensi

Dokumen terkait

HarapanlEkspektasi Pelanggan terhadap Kualitas Pelayanan Dalam konteks kualitas produk barang dan jasa dan kepuasan pelanggan, telah dicapai konsensus bahwa harapan pelanggan

Hubungan belitan yang disusun sedemikian rupa sehingga salah satu ujung dari setiap belitan transformator fase tiga, atau salah satu ujung setiap belitan

Jika benda tersebut dicelupkan ke dalam air yang massa jenisnya 1 gram/cm 3 , maka volume benda yang akan berada di atas permukaan air adalah ….. Bila kita menjatuhkan

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan mengisyaratkan bahwa setiap sekolah pada semua satuan, jenis dan jenjang

Faktor kedua latar belakang pendidikan akan berpengaruh terhadap terbentuknya persepsi atau pemahaman nazhir, karena nazhir yang berpendidikan akan memiliki sikap

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang uji coba modul teknik pembubutan berbasis pendekatan saintifik pada mata pelajaran teknologi mekanik untuk

Adapun langkah yang diambil dalam penyiapan dan pengolahan data adalah memasukkan data waktu proses yang dibutuhkan untuk membuat semua meubel dari data

Sedangkan responden yang mempunyai sikap kurang baik dalam pemilihan alat kontrasepsi IUD memperoleh konseling KB yang efektif se- banyak 21 orang (37,5%) dan memperoleh