• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kehilangan gigi memerlukan gigi tiruan untuk mengembalikan estetik dan fungsi menjadi salah satu yang paling penting bagi pasien untuk datang ke dokter gigi. Gigi tiruan cekat sebagian adalah gigi tiruan yang melekat secara permanen pada gigi tersisa dengan kehilangan satu atau lebih gigi (Shillingburg dkk., 2012). Restorasi untuk menggantikan kehilangan gigi anterior menjadi perhatian dalam kedokteran gigi (Pahlevan, 2006). Peningkatan permintaan pasien dan klinisi untuk menghasilkan estetik yang lebih baik dengan bahan gigi tiruan cekat yang biokompatibel dan kekhawatiran terjadinya efek samping alergi yang ditimbulkan dari penggunaan dengan bahan logam membuat perkembangan teknologi dan penelitian bahan gigi menghasilkan berbagai macam bahan restorasi keramik. Gigi tiruan cekat dengan bahan keramik kekuatan tinggi dapat menggantikan gigi tiruan cekat logam-keramik. Syarat bahan keramik gigi dalam pembuatan gigi tiruan cekat harus memiliki kekuatan fleksural lebih dari 300 MPa dan ketahanan fraktur 3 MPa/m1/2 dengan minimal dimensi konektor 4-5 mm okluso-gingival dan 3-4 buko-lingual (Laksono, 2007). Kekuatan pelekatan minimum yang dapat diterima dalam prosedur sementasi bahan keramik sekitar 10-13 MPa (Heikkienen dkk., 2010).

Bahan keramik dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan mikrostrukturnya, yaitu (1) Predominan keramik glass, (2) partikel kristalin dengan glass, (3) keramik polikristalin (Kelly dan Benetti, 2011). Berdasarkan

(2)

berbahan dasar glass (silika) dan non-glass (kristalin). Bahan keramik berbahan dasar glass memiliki silika sebagai komponen utamanya dan memiliki matriks kaca. Bahan keramik glass terdiri dari feldsphatic porcelain, leucite-reinforced

ceramic dan lithium disilicate glass ceramic. Keramik berbahan dasar non-glass

terdiri dari oksida sederhana dan kompleks tanpa adanya matriks kaca. Bahan keramik non-glass terdiri dari alumina dan zirconia (Hatrick dan Eakle, 2016).

Lithium disilicate glass-ceramic memiliki kekuatan fleksural sekitar 360-400 MPa

(Mobilio dkk., 2015) yang telah memenuhi persyaratan pembuatan gigi tiruan cekat sehingga dapat dibuat mahkota jaket anterior dan posterior, dan gigi tiruan cekat dari anterior hingga premolar (Anusavice dkk., 2013; Hatrick dan Eakle, 2016). Lithium disilicate glass-ceramic memilki komposisi kimiawi yang terdiri dari 70% kristal Li2Si2O5 dan lithium orthophosphate (Li3PO4) yang dikelilingi oleh matrix glass. Proses kristalisasi lithium disilicate dapat dibuat dengan dua proses berbeda, yaitu menggunakan mesin blok dengan teknik CAD/CAM (IPS e.max CAD) dan dengan proses pressable dengan teknik hot lost wax casting (IPS e.max Press) (Shen dan Kosmac, 2014).

Keberhasilan klinis pada restorasi bahan keramik dipengaruhi oleh retensi mekanik dari preparasi, retensi dari permukaan internal bahan keramik dan resistensi dari teknik aplikasi serta jenis semen yang digunakan (Kiyan dkk., 2007). Pelekatan bahan keramik dengan semen resin dibutuhkan ikatan mekanik dan kimiawi. Ikatan mekanik pada bahan keramik dapat diperoleh melalui surface

(3)

secara mekanik. Ikatan kimiawi antara keramik dan semen resin dapat diperoleh dengan penggunaan bahan silane coupling agent (Colares dkk., 2013).

Surface treatment menggunakan hydrofluoric acid paling efektif untuk meningkatkan kekuatan pelekatan antara keramik dengan semen resin (Yen dkk., 1993). Restorasi berbahan keramik yang mengandung silika seperti porselen

feldsphatic umumnya menggunakan hydrofluoric acid (Anusavice dkk., 2013).

Lithium disilicate ceramic glass yang memiliki komposisi dasar silika dapat dilakukan surface treatment hydrofluoric acid 4% - 9,5% untuk menghasilkan kekasaran permukaan (Chen dan Suh, 2012). Sandblasting pada keramik berbahan dasar silika dapat menghilangkan undercut pada permukaan keramik yang diabrasi (Nagai dan Kawamoto, 2004). Sandblasting pada keramik berbahan dasar silika merupakan pengganti hydrofluoric acid karena sifatnya yang toksik, tetapi kekuatan pelekatan antara keramik dengan semen resin masih lebih tinggi dengan menggunakan hydrofluoric acid (Vallitu, 2013).

Hydrogen flouride (HF) umumnya tidak berwarna, merupakan gas reaktif

yang mudah menguap di udara, mudah larut pada etanol dan air. Apabila cairan ini bercampur dengan air dinamakan hydrofluoric acid (HF) yang merupakan asam lemah (Blodgett dkk., 2011). Hydrofluoric acid dapat membuka kristal lithium

disilicate pada permukaan keramik dengan menghilangkan lithium

orthophosphate dan matriks kaca disekitarnya untuk menghasilkan mikroporus

pada permukaan keramik (Santos dan Santos, 2009) dan menghasilkan daerah mikroretensi untuk penetrasi semen resin (Kiyan dkk., 2007 dan Klosa, 2009).

(4)

Penelitian yang dilakukan penggunaan restorasi keramik lithium disilicate

memiliki keberhasilan klinis 97,5% selama 5,6 tahun (Gehrt, 2012). Restorasi

lithium disilicate selama 8 tahun menunjukkan keberhasilan klinis 93% dan salah

satu kegagalan restorasi terjadinya debonded (Wolfart dkk., 2009). Penelitian Silva dkk. (2011) menunjukkan bahwa restorasi keramik lithium disilicate telah dilakukan surface treatment dengan hydrofluoric acid 5 % selama 20 hingga 30 detik terjadi debonded.

Pelekatan utama antara keramik dengan semen resin dipengaruhi etsa asam (Santos dan Santos, 2009). Etsa asam pada keramik merupakan proses dinamik dan dampaknya tergantung pada konstitusi substrat, topografi permukaan, konsentrasi asam dan lama etsa (Addison dkk., 2007). Konsentrasi hydrofluoric acid 5%, 10% akan menghasilkan permukaan mikroskopis keramik yang berbeda, konsentrasi dapat mempengaruhi kekasaran permukaan untuk pelekatan mikromekanik semen resin (Stawarczyk, 2014). Konsentrasi hydrofluoric acid 10 % mampu untuk menghilangkan fase matriks kaca lebih banyak dan membuka kristal lithium orthophosphate yang akan menghasilkan permukaan tidak beraturan yang penting untuk pelekatan semen resin yang baik (Vidotti dkk., 2013).

Lama aplikasi hydrofluoric acid akan berpengaruh terhadap bahan keramik yang digunakan (Swift & Boushell, 2013) sehingga dibutuhkan lama aplikasi yang adekuat untuk memberikan pelekatan yang paling optimal pada keramik tanpa terjadinya overetching yang akan melemahkan keramik. Etsa keramik yang dapat menghasilkan kekasaran permukaan dengan periode waktu paling pendek

(5)

adalah 20 detik sesuai dengan instruksi manufaktur, namun studi saat ini menyatakan bahwa lama etsa yang lebih dari 60 detik memberikan retensi permukaan yang lebih adekuat bagi pelekatan resin (Zhogeib dkk., 2011).

Penelitian Vidotti dkk. (2013) menggunakan etsa hydrofluoric acid 10% dengan lama etsa selama 20 detik menghasilkan pelekatan yang efektif antara semen resin dengan keramik lithium disilicate. Zhogeib dkk. (2011) melaporkan bahwa terdapat hubungan positif antara lama aplikasi etsa dan tingkat kekasaran permukaan dengan melakukan penelitian etsa hydrofluoric acid 4,9% dengan lama aplikasi 0, 20, 60, 90 dan 180 detik, lama aplikasi 90 dan 180 yang lebih memberikan hasil kekasaran permukaan. Addison dkk. (2006) juga melakukan penelitian pada lama aplikasi hydroflouric acid 45 detik menjadi 90 detik terjadi peningkatan kekasaran permukaan keramik feldspathic, sedangkan pada aplikasi 180 detik kekasaran permukaan keramik feldspathic semakin berkurang. Peningkatan lama aplikasi etsa berbeda (45 detik, 90 detik dan 180 detik) tidak secara signifikan menunjukkan perbedaan kekuatan fleksural biaksial, baik pada etsa hydrofluoric acid 5 % dan 10 %. Peningkatan konsentrasi dan lama aplikasi etsa akan mempengaruhi kekasaran permukaan keramik. Peningkatan lama aplikasi hydrofluoric acid lebih menghilangkan oxide, anorganik, dan debris organik yang akan menghasilkan permukaan yang lebih mudah basah untuk aplikasi silane coupling agent (Ramakrishnaiah dkk., 2016).

Silane merupakan bahan kimiawi, molekul bifungsi yang bereaksi dengan partikel inorganik dari keramik melalui radikal inorganik (grup OH) dan kopolimerisasi dengan semen resin melalui radikal organofungsional (grup

(6)

metakrilat) (Santos dan Santos, 2009). Hydrofluoric acid diikuti aplikasi silane

coupling agent memberikan pelekatan yang lebih retentif pada permukaan internal

keramik, umumnya perlakuan ini yang sering digunakan dalam secara klinis karena aplikasi yang mudah (Yoo dkk., 2015).

Kekuatan geser merupakan tegangan maksimum pada bahan yang dapat bertahan sebelum terjadi kegagalan pada saat diberikan gaya geser. Penelitian kekuatan pelekatan antara dua bahan berbeda dengan tes kekuatan geser merupakan tes evaluasi yang paling dapat diterima untuk mengetahui kekuatan

adhesive antara permukaan dua bahan. Hal ini didukung oleh pernyataan Ozyoney

(2013) bahwa shear stress merupakan faktor utama stress yang terjadi akibat kegagalan pelekatan suatu bahan restorasi.

Permintaan estetik dalam bidang kedokteran gigi membuat perkembangan berbagai jenis bahan keramik (Anusavice dkk., 2013). Debonding yang terjadi pada restorasi keramik akibat kegagalan pelekatan antara bahan keramik dengan semen resin, sehingga dibutuhkan pelekatan yang optimal untuk jangka waktu yang panjang (Colares dkk., 2013). Kekuatan pelekatan dapat ditingkatkan dengan penambahan ikatan mekanik maupun ikatan kimiawi. Penggunaan hydrofluoric acid merupakan salah satu surface treatment yang mampu memberikan pelekatan mekanik untuk semen resin, sehingga konsentrasi dan lama aplikasi yang optimal masih menjadi suatu permasalahan untuk keberhasilan restorasi keramik. Uji kekuatan geser dengan konsentrasi dan lama aplikasi hydroflouric acid berbeda diperlukan untuk mengetahui pelekatan yang paling baik.

(7)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diajukan perumusan masalah : 1. Apakah terdapat perbedaan kekuatan geser lithium disilicate glass ceramic

untuk gigi tiruan cekat dengan semen resin self adhesive pada konsentrasi

hydrofluoric acid yang berbeda ?

2. Apakah terdapat perbedaan kekuatan geser lithium disilicate glass ceramic

untuk gigi tiruan cekat dengan semen resin self adhesive pada lama aplikasi

hydrofluoric acid yang berbeda ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mengkaji konsentrasi dan lama aplikasi hydrofluoric acid yang menghasilkan nilai kekuatan geser tertinggi pada lithium disilicate glass ceramic.

D. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai informasi ilmiah untuk mengetahui kekuatan geser tertinggi pada gigi tiruan cekat lithium disilicate glass ceramic dengan semen resin

self-adhesive berdasarkan konsentrasi dan lama aplikasi hydrofluoric acid

berbeda yang berguna dalam bidang kedokteran gigi khususnya ilmu prostodonsia dan dunia ilmu pengetahuan pada umumnya.

2. Memberi rekomendasi pemilihan konsentrasi dan lama aplikasi hydrofluoric

acid untuk gigi tiruan cekat lithium disilicate glass ceramic dengan semen

resin self-adhesive sehingga mendapatkan hasil sementasi yang baik, dapat bertahan lama dan dapat dijadikan pertimbangan bagi dokter gigi dalam aplikasi klinis

(8)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Zhogeib dkk. (2011) dengan judul efek durasi etsa hydrofluoric acid pada kekasaran dan kekuatan fleksural biaksial pada lithium disilicate berbahan dasar keramik glass. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan lama aplikasi hydrofluoric acid 4,9% menambah kekasaran permukaan pada lithium disilicate berbahan dasar keramik glass.

Nagayassu dkk. (2006) melakukan penelitian yang berjudul efek surface

treatment pada pelekatan kekuatan geser antara semen berbahan dasar resin

dengan keramik alumina. Penelitian ini menunjukkan hasil surface treatment

dengan menggunakan hydrofluoric acid 10% selama 2 menit memberikan retensi mikromekanis yang paling tinggi. Perbedaan penelitian ini dengan peneliti yang terdahulu adalah penulis ingin meneliti konsentrasi 5% dan 10%, dan lama aplikasi hydrofluoric acid 20 detik, 60 detik dan 90 detik yang memiliki kekuatan geser lithium disilicate glass ceramic tertinggi dengan semen resin self-adhesive.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh dari teori perkembangan remaja di atas adalah untuk merencanakan dan membangun suatu bangunan yang diperuntukan bagi para remaja kita harus terlebih

Dari 2 indikator kinerja yang mendukung sasaran strategis ini, keduanya mencapai target dan secara umum rata-rata pencapaian sasaran Tersedianya Data dan

1 2/2008 “Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Aksi diselenggarakan kelompok afi nitas akan menjadi tujuan akhirnya, namun tindakan kolektif infoshop hanya salah satu dari berbagai tugas yang dibutuhkan untuk mempertahankan

Hasil analisis kontribusi sumber- sumber PAD terhadap total PAD cukup menjelaskan bahwa yang paling besar perannya dalam menyumbang PAD sejak tahun anggaran 2009-2013

Jadi keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman atau keberagaman dari mahluk hidup yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan – perbedaan sifat, diantaranya

Produksi biji jarak pagar tidak dipengaruhi oleh irigasi mulai tahun II sehingga tanaman jarak pagar tidak memerlukan tambahan pengairan selama musim kemarau dan dapat