• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCITRAAN PADA STROKE. YUYUN YUENIWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENCITRAAN PADA STROKE. YUYUN YUENIWATI"

Copied!
245
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENCITRAAN PADA STROKE Yuyun Yueniwati

Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan dan barang hasil

pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). PENCITRAAN PADA STROKE

Yuyun Yueniwati UB

Press 2016

PENCITRAAN PADA STROKE © 2016 UB Press Cetakan Pertama, Februari 2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Right Reserved Penulis : Dr. dr. Yuyun Yueniwati P.W., M.Kes. Sp.Rad. Editor : Ruri Erlangga Perancang Sampul : Jerry Katon Penata Letak : Jerry Katon Pracetak dan Produksi : Tim UB Press Penerbit:

UB Press

Universitas Brawijaya Press (UB Press) Penerbit Elektronik Pertama dan Terbesar di Indonesia Anggota IKAPI Jl. Veteran 10-11, Malang 65114 Indonesia Gedung INBIS Lt. 3 Telp :

+62341-554357 Fax : 554357 (call) e-Mail : [email protected]; [email protected] ISBN: 978-602-203-923-5 xxviii + 360 hlm, 15,5 cm x 23,5 cm

Dilarang keras memfoto kopi atau memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini tanpa seizin tertulis dari penerbit

Kata Pengantar Ahli P

uji syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku yang berjudul “Pencitraan pada Stroke” ini. Sebuah buku yang diharapkan berguna bagi kita semua. Dari tahun ke tahun angka kematian akibat stroke semakin meningkat dan cenderung terjadi pada usia lebih muda. Sekitar 2 dari 10 orang yang mengalami stroke akut akan meninggal dalam satu bulan pertama dan 3 dari 10 orang meninggal dalam satu tahun. Penulisan buku ini memang sangat tepat untuk ikut serta menurunkan angka kematian akibat stroke. Dalam buku ini dibahas berbagai

(3)

pencitraan yang menggunakan CT scan sebagai deteksi stroke awal kemudian berkembang menggunakan teknik MRI yang dapat mendeteksi terjadinya stroke lebih cepat. Seiring dengan kemajuan teknologi maka berkembang pula teknik pencitraan vaskular mulai dari CTA, MRA, DSA, sampai dengan TCD. Semua teknik pencitraan ini sangat penting diketahui oleh praktisi kesehatan terkait dalam menangani penderita stroke. Dengan teknik dan metode pencitraan yang benar, seorang praktisi dapat menentukan jenis stroke yang diderita pasien. Hal ini sangat penting

dipahami karena penanganan penderita stroke hemoragik berbeda dengan stroke iskemia. Semoga semua apa yang dituliskan di buku ini dapat dipahami dengan baik dan dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua, tidak hanya oleh praktisi kesehatan, tapi juga oleh para

mahasiswa, para peneliti, dan masyarakat umum yang peduli terhadap penanggulangan penyakit stroke.

Malang, Maret 2015

Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes.

Dekan Fakutas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang v

vi

Kata Pengantar Ahli S

ebuah ilmu memang harus diamal kan dan dibagi sehing ga manfaatnya dapat dirasakan oleh kalangan terkait khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Saya sangat mengapresiasi atas penulisan buku yang berjudul “Pencitraan pada Stroke” ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada penulis atas kontribusinya dalam memberikan panduan, khususnya kepada tenaga kesehatan terkait sehingga dapat melakukan prosedur pencitraan yang tepat dan benar terkait penyakit stroke. Kita semua tahu bahwa sebagian penyakit stroke bersifat fatal dan yang lain menyebabkan cacat tetap atau sementara. Peran radiolog dalam melakukan pencitraan sangat penting untuk menentukan jenis stroke. Sampai saat ini, telah ditemukan berbagai macam teknik pencitraan otak mulai dari CT scan, MRI, dan pencitraan vaskular yang meliputi CTA, MRA, dan DSA. Selain itu, juga ditemukan terobosan baru di bidang ultrasonografi yaitu TCD. Semua alat mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui semua hal terkait alat-alat tersebut sehubungan dengan pendeteksian penyakit stroke. Dengan demikian, diharapkan dapat menemukan jenis stroke yang diderita kemudian menentukan jenis terapi yang tepat. Dan pada akhirnya, dapat mengurangi risiko terjadinya stroke. Semoga buku ini dapat memberikan jawaban terkait permasalahan stroke di Indonesia. Saya berharap buku ini sangat berguna bagi banyak kalangan, mulai dari praktisi kesehatan terkait, para peneliti, para mahasiswa, dan pengampu kebijakan berkaitan dengan penatalaksanaan stroke. Semoga penulis terus dapat berkarya untuk menularkan ilmunya kepada kita semua.

(4)

Dr. dr. Aziza Ghanie Icksan, Sp.Rad.(K)

Ketua Kolegium Radiologi Indonesia vii

viii

Kata Pengantar Penulis S

iapa yang tidak tahu penyakit stroke. Penyakit ini mengancam semua kalangan usia dan menjadi penyebab kematian terbanyak nomor tiga di dunia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli medis internasional, mereka menyebutkan bahwa peluang sembuh total yang dapat

diperoleh para penderita stroke hanya sebesar 15% dan 65% penderita stroke berujung dengan kematian. Sementara itu, sisanya 20% menjalani sisa hidupnya dengan kelumpuhan. Permasalahan inilah yang menjadi latar belakang mengapa saya menulis buku ini. Bahaya stroke yang mengancam kita tidak akan terjadi jika terdapat penangan awal yang cepat, tepat, dan benar. Berbagai macam teknik pencitraan diciptakan untuk mendeteksi terjadinya stroke, mulai dari teknologi yang standar sampai teknologi yang super canggih. Buku ini mengulas berbagai macam modalitas pencitraan yang berperan untuk mendeteksi terjadinya stroke lebih awal. Mulai dari penggunaan CT scan dan MRI yang sudah tersedia di bagian gawat darurat dan sudah merupakan prasyarat untuk perawatan pasien stroke akut sampai penggunaan teknologi pencitraan vaskular. Pada saat ini, pencitraan vaskular yang sudah berkembang antara lain digital subtraction angiography (DSA), computed tomography angiography (CTA), magnetic resonance angiography (MRA), dan transcranial color doppler (TCD). Setiap modalitas mempunyai kelebihan dan keterbatasan tertentu. Seorang radiolog berperan besar dalam manajemen pasien dengan stroke sehingga pengetahuan tentang anatomi dasar vaskular otak, manifestasi klinis, berbagai macam modalitas, dan gambaran radiologisnya sangat penting. Buku yang berjudul "Pencitraan pada Stroke" ini merupakan jenis buku ajar yang sangat membantu untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan kepada para kalangan kesehatan yaitu kedokteran, baik untuk peserta didik maupun praktisi di bidang radiologi, khususnya bidang pencitraan terkait penyakit stroke. Puji syukur alhamdulillah atas peran serta banyak pihak sehingga pada akhirnya buku ajar ini dapat selesai ditulis. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada ayah anak-anakku, suamiku tercinta atas sharing dan dukungannya sehingga buku ini dapat hadir di tengah-tengah kita. Saya juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan

Kemahasiswaan, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat pada Program Hibah Penulisan Buku Ajar Perguruan Tinggi Tahun 2015 yang telah memberikan kepercayaan kepada saya. Kepada Ibu ix

dr. Isnani A. Suryono, M.S. dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai pendamping yang telah memberikan masukan sehingga buku ini tampil lebih baik, saya ucapkan banyak terima kasih. Terima kasih juga kepada editor dan semua pihak yang terkait dalam penyelesaian buku ini. Kepada UB Press terima kasih banyak atas diberikannya kesempatan kepada saya untuk

menerbitkan buku ini. Semoga semua ilmu yang kami sampaikan dalam buku ini dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Tiada gading yang tak retak, masukan dan saran apapun demi kebaikan buku ini di kemudian hari sangat saya harapkan. Semoga kita dapat melakukan hal terbaik untuk berusaha bersama dalam mengatasi stroke.

(5)

Malang, Maret 2015 Penulis

x

Daftar Isi Kata Pengantar Ahli Dr.dr. Sri Andarini, M.Kes. Dekan Fakutas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang ... v Kata Pengantar Ahli Dr.dr. Aziza Ghanie Icksan, Sp.Rad.(K) Ketua

Kolegium Radiologi Indonesia . ... vii Kata Pengantar Penulis .. . . . . . . ... ix Daftar Isi . . . . . . . ... xi Daftar Tabel . . . . ... xv Daftar Gambar . . . . ... xvii Daftar Arti Singkatan/Istilah . . . .

... xxviii Bab 1

Peran Penting Modalitas Radiologi terhadap Stroke ... 1 Rangkuman .. . . ... 3 Bab 2 5

Mengenal Lebih Jauh tentang Stroke ...

2.1 Apakah Stroke Itu? . . . ... 5 2.2 Bagaimana Epidemiologi Stroke Terjadi? . ... 7 2.3 Bagaimana Stroke Diklasifikasikan? . ... 8 2.4 Mengetahui Faktor Risiko Stroke . ... 9 2.5 Perbaikan Stroke . . . ... 9 2.6 Bagaimana Diagnosis Stroke Dapat Ditegakkan? . ... 10 Rangkuman .. . . . . . ... 11

Bab 3 Memahami Stroke Iskemia ... 13 3.1 Definisi Stroke Iskemia . . . . . . ... 3.2 Patofisiologi Stroke Iskemia . . . . .

... 3.3 Patogenesis Subtipe Stroke Iskemia . ... 3.4 Diagnosis Stroke Iskemia . . . ... 3.5 Watershed Infark . . . . . . . ... 3.6 Transient Ischemic Attack . . . .

... Rangkuman .. . . . ...

(6)

Bab 4 Memahami Stroke Hemoragik ... 23 4.1 4.2 4.3

Apakah Stroke Hemoragik Itu? ... 24 Bagaimana Stroke Hemoragik Diklasifikasikan? . ... 24 Epidemiologi Stroke Hemoragik . ... 26 xi 4.4 Etiologi Stroke Hemoragik .. . . ... 4.5 Patofisiologi Stroke Hemoragik . . . ... 4.6 Manifestasi Klinis . . . . ... 4.7 Manifestasi Klinis ICH . . . ... 4.8 Manifestasi Klinis SAH . . . ... 4.9 Letak Perdarahan Stroke Hemoragik . ... 4.10 Stroke Hemoragik pada Pediatrik . . ... Rangkuman .. . . ...

Bab 5

Anatomi Otak .. ... 45

5.1 Embriologi Otak . . . ... 5.2 Anatomi Otak Secara Keseluruhan . ... 5.3 Cairan Serebrospinal dan Subarachnoid Space ... 5.4 Anatomi Vaskular Otak . . . ... Rangkuman .. . . . . ...

Bab 6

45 50 56 59 76

Memahami Computed Tomography Scan ... 77

6.1 Apakah CT Scan itu? . . . ... 6.2 Komponen Dasar CT Scan . . . ... 6.3 Bagaimana Prinsip Kerja CT Scan? .

... 6.4 Parameter CT Scan .. . . ... 6.5 Prosedur Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala ... 6.6 Koefisien Atenuasi . . . . . . . ... 6.7 “Windowing” .. . . .

... 6.8 Anatomi dan Ukuran Normal CT Scan Kepala . ... Rangkuman .. . . ...

Bab 7

26 32 33 35 36 39 40 41 77 78 81 83 84 85 86 87 93

Mengenal SPECT dan PET .. ... 97

7.1 Mengenal SPECT .. . . ... 97 7.2 Mengenal PET .. . . ... 101 Rangkuman .. . . . . . . ... 106

Bab 8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 8.6 8.7 xii

Mengenal Magnetic Resonance Imaging ... 109 Apakah MRI Itu? . . . . . . . ... Peranan MRI pada Stroke . . . .

(7)

... Inilah Komponen MRI .. . . ... Ada Berapa Macam Tipe MRI? . . . ... Bagaimana Cara Kerja MRI? . . . . ... Parameter Dasar dan Gambaran Pencitraan MRI . ... Kelebihan dan Kekurangan MRI .. ...

109 110 111 113 114 115 117

8.8 Pemeriksaan MRI Kepala .. . . ... 8.9 Interpretasi MRI Kepala . . . . . . . ... 8.10 Artefak pada MRI dan Upaya Mengatasinya . ... 8.11 Tindakan yang Perlu Dilakukan Bila Terjadi Kecelakaan ... Rangkuman .. . . . . . . ...

Bab 9

119 123 124 125 126

Mengenal Digital Subtraction Angiography ... 129

9.1 Definisi Digital Subtraction Angiography (DSA) ... 9.2 Indikasi dan Kontraindikasi DSA . ... 9.3 Evaluasi Preprosedur Pemeriksaan DSA . ... 9.4 Persiapan sebelum dilaksanakan angiogram ... 9.5 Peralatan untuk Pemeriksaan DSA . ... 9.6 Bahan Kontras . . . ... 9.7 Sedasi/Analgesik . . . ... 9.8 Navigasi Kateter . . . . . . . ... 9.9 Flushing Ganda . . . . ... 9.10 Hand Injection . . . .

... 9.11 Pencitraan Angiografi dan Standar Proyeksi Foto . ... 9.12 Laju Frame Digital Subtraction Angiography . ... 9.13 Prosedur Pemeriksaan DSA .. . . . ... 9.14 Komplikasi Pemeriksaan DSA . . ... 9.15 Gambar Hasil DSA . . . ... Rangkuman .. . . . . . . ...

130 131 132 133 135 139 139 140 140 140 141 144 144 152 153 155

Bab 10 Mengenal Computed Tomographic Angiography ... 159 10.1 Apakah CTA itu? .. . . . . . . ... 10.2 Inilah Komponen CTA . . . .

... 10.3 Apakah Kegunaan CTA? .. . . ... 10.4 Prinsip Kerja Mesin CTA . . . ... 10.5 Persiapan Sebelum Pemeriksaan CTA ... 10.6 Prosedur Pemeriksaan CTA . . . .

... 10.7 Indikasi dan Kontraindikasi Pemeriksaan CTA ... 10.8 Apakah Keuntungan dan Risiko Penggunaan CTA? . ... Rangkuman .. . . . . . . ...

159 160 161 162 164 165 166 167 169

Bab 11 Mengenal Magnetic Resonance Angiography ... 171 11.1 11.2 11.3 11.4 11.5 Apakah MRA itu? . . . ... Inilah Komponen Mesin MRA . ... Apakah Kegunaan MRA? . . . ... Apakah Keunggulan dan Risiko Penggunaan MRA? . ... Apa Sajakah Keterbatasan MRA? .

(8)

172 172 174 174 176 xiii

11.6 Persiapan Sebelum Pemeriksaan .. ... 11.7 Prosedur Pemeriksaan MRA .. . . . ... 11.8 Kontraindikasi Pemeriksaan MRA . ... 11.9 Unenhanced MRA (teknik MRA tanpa kontras) . ... 11.10 Contrast-Enhanced MRA . . . . . . . ... Rangkuman .. . . . . . . ...

177 179 182 182 187 191

Bab 12 Mengenal Transcranial Color Doppler .. ... 193 12.1 Definisi Transcranial Color Doppler . ... 12.2 Aplikasi Klinis TCD . . . .

... 12.3 Prinsip Dasar TCD . . . .

... 12.4 Alat dan Metode pada TCD .. . . ... 12.5 Akurasi TCD dan Faktor Fisiologis dalam Pemeriksaan TCD . . . . . . . ... 12.6 Keterbatasan TCD . . . .

... Rangkuman .. . . . ...

195 195 196 198 211 214 215

Bab 13 Pencitraan pada Stroke Iskemia ... 217 13.1 Gambaran CT Scan pada Stroke Iskemia ... 13.2 Gambaran MRI pada Stroke Iskemia .

... 13.3 Gambaran Patologis DSA pada Stroke Iskemia . ... 13.4

Gambaran Computed Tomography Angiography pada Stroke Iskemia .. . . . . . . ... 13.5 Gambaran MRA pada Stroke Iskemia . ... 13.6 Gambaran TCD pada Stroke Iskemia . ... 13.7 Gambaran Stroke Iskemia

Berdasarkan Waktu . ... Rangkuman .. . . . . ...

217 220 226 229 230 232 236 253

Bab 14 Pencitraan pada Stroke Hemoragik ... 255 14.1 Gambaran Radiologis ICH .. . . ... 14.2 Gambaran Radiologis SAH .. . . .

... 14.3 Gambaran Radiologis Etiologi Tertentu . ... 14.4 Gambaran Radiologis pada Transformasi Hemoragik . ... 14.5 Gambaran Stroke Hemoragik pada Pediatrik . ... Rangkuman .. . . . ... 257 272 283 292 304 313 Daftar Pustaka . . . ... Glosarium ... . . ... Indeks . . ... . . . ... Riwayat Penulis .. . . ... 317 347 353 359 xiv

(9)

Skor ABCD untuk memprediksi risiko terjadinya stroke . 20 Tabel 4.1

Daftar tumor yang cenderung mengalami perdarahan ... 29 Tabel 4.2

Daftar kontelasi klinis stroke dan skor ROSIER Tabel 4.3

Sistem skoring Allen . . . ... Tabel 4.4 Tabel 4.5

Sistem skoring Siriraj .. . . ... Berbagai skala klinis untuk menilai tingkat keparahan SAH . . . ... 38 Tabel 5.1

Skema pembagian otak . . . ... 54 Tabel 5.2

Komposisi rongga sisterna . ... 59 Tabel 5.3

Jalur dan cabang-cabang yang berasal dari ICA ... 63 Tabel 5.4

Sistem vertebro-basilar dan percabangannya ... 67 Tabel 6.1

Nilai rata-rata HU pada beberapa zat .. ... 86 Tabel 7.1

Perbandingan antara SPECT, PET, dan fMRI . ... 101 Tabel 8.1 Tabel 9.1

116 . ...

Interpretasi dasar pada MRI . ... Posisi angiografi untuk target struktur anatomi secara umum . . . ... Tabel 9.2

(10)

Tingkat kemungkinan komplikasi dalam neuroangiografi . . . . ... Tabel 11.1 Perbandingan antara pemeriksaan MRA (non-enhanced MRA & enhanced MRA), CTA, dan DSA . ... Tabel 12.1 Depths dan mean velocity arteri

intrakranial yang dievaluasi melalui beberapa pendekatan TCD . ... Tabel 12.2 Kriteria

identifikasi pembuluh darah. ... Tabel 12.3 Ringkasan kriteria identifikasi pembuluh darah . ... Tabel 12.4 Pola khas untuk identifikasi arteri serebral . ...

33 34 35

143 153 175 200 209 210 211 211

Tabel 12.5 Akurasi TCD ultrasonografi dengan indikasi ... Tabel 13.1 Transcranial Doppler ultrasonography pada pasien dengan tight right middle stenosis serebral arteri . ... 233 Tabel 13.2 Gambaran MRI pada stroke iskemia . ... 236 Tabel 14.1 Sistem skoring SICH . . . . . . ... 260 Tabel 14.2 Nilai duga skoring SICH .. . .

... 261 Tabel 14.3 Kriteria yang lebih kaku untuk spot sign. Kemudian dapat dihitung skor spot sign yang akan dipakai untuk menentukan risiko ekspansi hematoma .

... 264 xv

Tabel 14.4 Lima fase perubahan pada stroke hemoragik ... 269 Tabel 14.5 Skala grading Fisher .. . . ... 275 Tabel 14.6 Sistem grading Spetzler Martin . ... 285 Tabel 14.7 Kriteria Boston yang umum digunakan untuk menegakkan diagnosis CA . . . ... 287 Tabel 14.8 Sistem grading TH pada CT scan dan MRI ... 293

xvi

Daftar Gambar Gambar 1.1 Gambar 2.1

Gambar 2.2 Gambar 2.3

Gambar Gambar Gambar Gambar 3.1 3.2 3.3 4.1

Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3

Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7 Gambar 5.8 Gambar 5.9 Gambar 5.10

Penanganan yang cepat dan tepat terhadap pasien stroke dapat menyelamatkannya dari kecacatan bahkan kematian .. . . ... Seseorang yang terkena stroke maka jarigan otaknya akan mati karena terjadi pengurangan aliran darah dan oksigen ke otak .

... Sebagian besar penderita stroke akan mengalami kecacatan . . . . . . . ... Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan modalitas radiologi seperti ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui jenis stroke yang diderita pasien .. . . . . . . ... Otak yang terkena stoke iskemia . ...

(11)

... Pecahnya pembuluh darah di otak pada stroke hemoragik .. . . .

... Terjadinya intracerebral hemorrhage dan subarachnoid hemorrhage . ... Tempat predileksi aneurisma . ... Warna xantochromia dibandingkan dengan warna bening air . ... Hasil CT scan kepala tanpa kontras . ... Perkembangan embriologi otak mulai hari ke-16 sampai 20 . . . . ... Perkembangan embriologi otak yang menunjukkan terbentuknya prosensefalon, mesensefalon, dan rhombensefalon .. . . ... Perkembangan embriologi otak yang menunjukkan terbentuknya telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan mielensefalon ... Skema embriologi otak di akhir perkembangan ... SCALP dan lapisannya . ... Struktur tulang tengkorak dilihat dari sisi: (a) lateral, (b) frontal, dan (c) inferior ... Lapisan meningen otak ... Otak dilihat dari irisan: (a) lateral dan (b) sagital ... Sistem ventrikel dilihat dari dari sisi (a) lateral dan (b) kranial . . . ... Struktur sisterna subarachnoid ...

2 6 7

11 14 15 19 24 25 30 37 37 47 48 49 50 51 52 54 55 57 58 xvii Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar

5.11 5.12 5.13 5.14 5.15 5.16

Gambar 5.17 Gambar 5.18 Gambar 5.19 Gambar 5.20 Gambar 5.21 Gambar 5.22

Gambar Gambar Gambar Gambar 5.23 5.24 5.25 5.26

Gambar 5.27 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 5.28 5.29 5.30 5.31 5.32

Gambar 5.33 Gambar 6.1 Gambar 6.2 Gambar 6.3 Gambar 6.4 Gambar 6.5 xviii

Sirkulasi karotis .. . . ... Sirkulasi anterior . . . .

... Sirkulasi vertebro-basilar . ... Arteriogram sirkulasi posterior . ... Sirkulus Wilisi . . . ... Gambaran normal ICA, ACA, dan MCA: (a) anterior view dan (b) lateral view ... Ophtalmic artery dan post communicating artery dan anterior choroidal artery ... Arteri trigeminal yang persisten ... a-d Sirkulasi anterior . . . ... MCA dan PCA normal dan duplikasi middle cerebral artery kiri . . . ... Vertebral artery kiri dengan opasifikasi BA, cerebellar arteries, dan PCA dan sirkulasi posterior dan inferior

cerebellar artery kiri normal yang berasal dari VA kiri . . . ... Sirkulasi posterior, anterior inferior cerebellar artery dan superior cerebellar artery normal dan penestrasi

(12)

segmen proksimal arteri basilar . ... Sirkulus Wilisi normal .. . . . ... Skema sirkulus Wilisi . . . . ... Skema arteri carotis interna . ... Variasi normal sirkulus Wilisi. Agenesis anterior communicating artery dan posterior communicating artery . . . ... Variasi normal sirkulus Wilisi: (a) agenesis segmen A1 kanan ACA dan (b) segmen P1 kiri PCA . ... Sistem drainase vena serebri .

... Angiografi serebri . . . ... Angiografi serebri . . . . . . . ... Sistem vena profunda . . . ... Angiografi serebri (a) Venous phase dan sistem vena serebri superfisial dan profunda . ... Sinus venosus serebral pandangan superior . ... Pesawat CT beserta pasien yang sudah siap diperiksa . . . . ... Scan unit yang terdapat di dalam ruang

pemeriksaan dan operator konsul di ruang terpisah pada sistem CT scan .. . . .

... Bagian-bagian mesin CT scan ... Sistem CT scan secara lengkap ... Contoh window pada CT scan: (a) brain window dan (b) bone window .. . . . . ...

60 60 61 61 62 63 64 64 65 66

66 67 68 68 69 70 70 71 72 72 73 73 75 78 79 80 82 86 Gambar 6.6

Gambar 6.7

Gambar 6.8 Gambar 6.9 Gambar 6.10 Gambar 6.11 Gambar 6.12 Gambar 6.13 Gambar 6.14

Gambar 7.1 Gambar 7.2

Gambar 7.3 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 7.4 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5

Gambar 8.6 Gambar 8.7 Gambar 8.8 Gambar 8.9 Gambar 8.10

Gambaran CT kepala normal: daerah fossa posterior dan gambaran CT kepala normal daerah serebellum . . . ... Gambaran CT kepala normal daerah korona radiata dan gambaran CT kepala normal daerah sentrum semiovale . . . .

... Gambaran anatomi CT kepala secara keseluruhan . Cara mengukur indeks cella media . ... Ukuran CT kepala. Ukuran ventrikel lateral dan ukuran ventrikel III . . . . ... Ukuran normal lebar vena optalmika . ... (a) Ketebalan nervus optikus normal pada segmen retrobular dan (b) ketebalan nervus optikus terpendek (normal) pada pertengahan orbita . ... Posisi normal bola mata dibandingkan arkus interzigomatikus . . . . . . . ... Potongan koronal: (1a) tinggi kelenjar hipofisis, (1b) lebar kelenjar hipofisis, (2a) lebar chiasma optikus, (2b) tinggi chiasma optikus, dan (3) tangkai hipofisis ..

... Kamera gamma yang memancarkan sinar gamma pada mesin SPECT .. . . ... Mesin SPECT dengan sepasang kamera gamma berputar mengelilingi pasien yang ditempatkan di atas meja untuk mengambil gambar pada organ dalam dan struktur lainnya yang disorot oleh tracer radioaktif dalam tubuh pasien ... Ruang komputer terletak pada ruang berbeda yang memproses informasi pencitraan . ... Skema mesin PET dengan detektor gammanya . .... Mesin MRI yang siap digunakan . ... Komponen MRI .

(13)

. . . ... Sistem MRI . . . ... MRI terbuka dan MRI tertutup ... Atom hidrogen yang semula acak, akan mensejajarkan diri setelah pemberian medan magnet luar .. . . .

... Fungsi saling melengkapi antara CT scan dan MRI . . . . . . . ... Penggunaan head coil untuk pemeriksaan kepala.. Scout potongan aksial standar untuk otak ... Scout potongan koronal standar untuk otak dan scout potongan sagital untuk otak . ... Irisan aksial T1WI, T2WI, dan scoutnya . ... 89 89 90 91 91 92 92 92

93 98

99 103 104 110 112 113 113 115 118 120 121 121 122 xix Gambar Gambar Gambar Gambar

8.11 8.12 8.13 8.14 Gambar 8.15 Gambar 8.16 Gambar 8.17

Gambar 9.1 Gambar 9.2 Gambar 9.3 Gambar 9.4 Gambar Gambar Gambar Gambar 9.5 9.6 9.7 9.8

Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 9.9 9.10 9.11 9.12 9.13 9.14 9.15 10.1

Gambar Gambar Gambar Gambar 10.2 10.3 10.4 10.5

xx

Irisan sagital T1WI, T2WI, dan scoutnya . ... Irisan koronal T2WI dan scoutnya ... Irisan aksial proton densitiy dan scoutnya. ... Pada kasus kecurigaan infark akut A:

(T2-weighted image irisan aksial) tampak area hiperintens pada sentrum semiovale kiri. B: (diffusion weighted image irisan aksial) tampak hiperintens . ... Arah kiri ke kanan adalah fase encoding yang telah dipilih untuk sebuah penelitian pada kepala bagian aksial sehingga artefak gerakan orbital tidak melampaui batas ke otak. ... Sebuah artefak sinyal tinggi di ruang Csf karena efek para magnetik akibat menghirup oksigen, "Pseudo SAH" .. . . .

... Emergency run down unit sederhana. Anda harus membuka kotak plastik dan melepaskan penutup tombol untuk memulai. Pemadaman magnet akan terjadi dalam waktu 2 menit ... Pesawat DSA yang mempunyai struktur lengan berbentuk huruf C (a) atau U (b) ... Citra mask dan citra live (citra kontras) pada pencitraan DSA . . . . . . . . ... Skema protokol penggunaan bahan kontras untuk radiologi intervensi . . . ... Jarum akses yang umum digunakan untuk angiografi . . . .

(14)

. . . ... Kawat pemandu (guidewire) ... Dilator pembuluh darah .. ... Kateter diagnostik yang direkomendasikan . ... Typical hemostatic sheath. Ukuran French dari sheaths menunjukkan diameter dalamnya . ... Pedang pendek Romawi . ... Cara memegang alat suntik .

... Proyeksi PA standar dan lateral ... Teknik Seldinger . . . . . . ... Teknik untuk melokalisasi denyut arteri femoralis. .. Kateter angiogram yang diperoleh secara digital . ... Gambaran normal otak angiogram DSA ... Pesawat CT scan yang digunakan untuk pemeriksaan CTA . . . ...

Bagian-bagian mesin CT scan ... Gambaran normal arteri otak dengan CTA . ... Bagan prinsip kerja CT scanner . ... Collimator dan detektor . .

... 122 122 122

123 124 125

126 130 131 134 135 136 137 138 138 140 141 142 145 147 154 155 160 161 161 162 163 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar

Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar

Gambar

Gambar Gambar

Gambar Gambar Gambar

Proses pembentukan citra. ... 163 CTA 3D volume-rendered .

... 167 MRI yang digunakan untuk pemeriksaan MRA . ... 172 Komponen MRI yang digunakan sebagai alat pemeriksaan MRA . . . ... 173 11.3 Komputer berperan untuk menghasilkan gambar dari serangkaian proses pencitraan . ... 180 11.4 Diagram skematik yang menggambarkan prinsip utama CE‑MRA . . . .

... 181 11.5 Hasil TOF-MRA 3D menunjukkan aneurisme setebal 6 mm yang muncul dari ujung arteri basillaris (proyeksi anterior) . ... 184 11.6 Hasil TOF-MRA 3D sirkulus Willisi ... 185 11.7 Hasil pencitraan CETOF-MRA: arteriogram karotis interna, proyeksi lateral, fase arteri . ... 188 11.8 Arteriogram karotis interna: proyeksi AP, fase arteri .. . . ... 189 12.1 Probe ultrasound: (a) panah hitam Transcranial Doppler, panah putih yaitu Transcranial colorcoded sonography. (b) (Ophthalmic), (c) (suboksipital), (d) (temporal) yang menggambarkan berbagai transcranial akustik window dan arah pemeriksaan selama TCD . ... 194 12.2 Pemeriksaan TCD pada kepala dan hasil pencitraannya . . . ... 196 12.3

Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan TCD . . . .

... 198 12.4 Prinsip kerja transducer pada TCD adalah dengan memberikan suatu gelombang bunyi ke tubuh manusia dengan menggunakan media transmiter. .. 198 12.5 Posisi transduser yang dipakai untuk window TCD. (A) Transtemporal, (B) transorbital, (C) suboccipital, dan (D) submandibular ... 199 12.6 Skema sirkulus Willisi yang tervisualisasi

(15)

pada window transtemporal . ... 201 12.7 Sirkulus Willisi pada window

transtemporal. Arteri serebri media (MCA); arteri serebri anterior (ACA), dan arteri serebri posterior (PCA) . ... 202 12.8 Tampilan sirkulus Willisi dari window transtemporal dengan power Doppler . ... 202 12.9 Sinyal Doppler dari a. serebri media (MCA) dengan mean

velocity 56 cm/sec ... 203 12.10 Diagram arteri serebri anterior (A), arteri karotis interna terminal (B), dan arteri serebri posterior (C). .. 203

10.6 10.7 11.1 11.2 xxi

Gambar 12.11 Gelombang low-resistance PMD flow normal pada vaskular sirkulasi posterior

... Gambar 12.12 (Kiri) Arteri ophthalmica dan (kanan) carotid siphon .. . . . . . . ... Gambar 12.13 Kompresi arteri karotis kommunis. ... Gambar 13.1 Infark pada wilayah arteri ACA, arteri serebri media (MCA) dan arteri serebri posterior . ... Gambar 13.2 Stroke akut (6 jam evolusi) pada wanita 46 tahun dengan hemiplegia kiri . . . ... Gambar 13.3 Nilai diffusion weighted imaging pada perdarahan akut . . . ... Gambar 13.4 Perdarahan infark akut pada CT vs MRI . ... Gambar 13.5 Infark iskemia dari kortikal dan subkortikal sebelah kanan (hari ke-3). Pada serangkaian pencitraan T2WI (a) dan FLAIR (b) . ... Gambar 13.6 Iskemia akut pada genu korpus kallosum kanan (24 jam setelah serangan iskemia) . ... Gambar 13.7 Iskemia akut di cabang terminal dari arteri serebri kiri tengah saat 12 jam setelah onset . ... Gambar 13.8 Skala grading Qureshi . . . ... Gambar 13.9 Gambaran DSA pada kasus stroke iskemia ... Gambar 13.10 Gambaran Stroke akut pada wanita 43 tahun yang telah kehilangan kesadaran .

... Gambar 13.11 Pemeriksaan CT angiografi ... Gambar 13.12 Trombosis arteri serebral tengah kanan pada TOF MRA . . . .

... Gambar 13.13 MRI dengan sekuens time of flight (MRA) . ... Gambar 13.14 Concordant lesion pada MRA . ... Gambar 13.15 Gelombang velocity yang tergambar dari TCD pada pasien dengan stenosis arteri serebri media yang berat . . . . . . . ... Gambar 13.16 Tingkat aliran TBI (0–5) . . .

... Gambar 13.17 Angiografi pada pasien yang sama (contoh kasus di atas) menunjukkan filling defek/stenosis pada arteri serebri media kanan . ... Gambar 13.18 Oklusi akut intrakranial .. ... Gambar 13.19 Deteksi M-mode TCD terhadap rekanalisasi komplit dari MCA stem . . . ... Gambar 13.20 Stenosis MCA: velocity meningkat dengan “musical murmur” yang mengindikasikan stenosis berat, pada depth 45 mm pada MCA kiri . ... Gambar 13.21 CT infark hiperakut-subakut ... Gambar 13.22 Gambaran yang menunjukkan hilangnya normal cortical ribbon . . . ... xxii

205 208 209 218 219 222 222 224 225 226 227 228 229 230 231 231 231 232 233 234 234 235 236 237 238

Gambar 13.23 Tampak gambaran insula kanan yang menghilang (insula ribbon sign) . . ... Gambar 13.24 Akut infark pada basal ganglia . ... Gambar 13.25 Penggunaan irisan tipis ... Gambar 13.26 Computed

tomography angiography (CTA) dalam mendeteksi infark hiperakut. ... Gambar 13.27 Infark hiperakut yang menunjukkan penggunaan computed tomography (CT) lebih baik daripada FLAIR . . . ... Gambar 13.28 Multimodal computed tomography (CT) dalam penilaian infark akut .. ... Gambar 13.29 Insufisiensi vaskular pada MRI . ... Gambar 13.30 Infark emboli hiperakut: CT pada 3

(16)

jam, MRI pada 3 jam 30 menit .. . . ... Gambar 13.31 Infark hiperakut. Gambaran Computed tomography (CT) lebih baik daripada FLAIR ... Gambar 13.32 Difusion-weighted imaging (DWI) infark akut yang negatif . . . .

... Gambar 13.33 Infark akut luas korteks subcortex lobus frontotemporo-parietooccipital . ... Gambar 13.34 Infark akut luas di lobus

frontotemporoparietooccipital kanan suspek emboli MCA kanan . ... Gambar 13.35 Infark

lakunar akut di hemisfere serebellum kiri pada MRI T1WI, T2WI dan FLAIR . ... Gambar 13.36 Infark akut (24 jam) pada MRI . ... Gambar 13.37 Infark akut pada white matter . ... Gambar 13.38 Infark akut dengan transformasi hemoragik . ... Gambar 13.39 Akhir infark subakut infark pada CT dan MRI . ... Gambar 13.40 Infark subakut di beberapa bagian . ... Gambar 13.41 Infark kronis pada CT scan dan MRI . ... Gambar 13.42 Infark kronis di lobus frontotemporal kanan, nukleus kaudatus kanan, korona radiata kanan. Senile brain atrophy . ... Gambar 13.43 Infark kronis dengan

degenerasi wallerian . ... Gambar 14.1 Fungsi saling melengkapi antara CT scan dan MRI . . . . . . . . ... Gambar 14.2 CT scan kepala tanpa kontras serial menunjukkan ICH pada thalamus kanan pada fase akut dengan atenuasi 65 HU (A), 8 hari kemudian (B) dengan atenuasi 45 HU, 13 hari kemudian (C), dan 5 bulan kemudian (D) . .

... Gambar 14.3 CT scan kepala tanpa kontras menunjukkan ICH akut pada pasien tanpa riwayat koagulopati . ... Gambar 14.4 CT scan kepala tanpa kontras .

...

239 239 240 240 241 242 243 244 245 245 246 247 247 248 249 249 250 251 252 252 252 256 257 258 258 xxiii

Gambar 14.5 Gambar 14.6 Gambar 14.7

Gambar 14.8 Gambar 14.9 Gambar 14.10 Gambar 14.11 Gambar 14.12 Gambar 14.13 Gambar 14.14 Gambar 14.15 Gambar 14.16 Gambar 14.17 Gambar 14.18 Gambar 14.19 Gambar 14.20

Gambar 14.21

Gambar 14.22 Gambar 14.23 Gambar 14.24 Gambar 14.25 Gambar 14.26 Gambar 14.27 Gambar 14.28 xxiv

CT scan dengan kontras . ... ICH pada thalamus disertai ekstensi IVH . ... Area khas untuk ICH yang disebabkan oleh hipertensi: thalamus (A), batang otak (B), dan nukleus lentiformis (C) . . . ... CT scan kepala tanpa kontras dari

seorang wanita berumur 59 tahun .. . . ... CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pria berumur 27 tahun .. . . ... CT scan kepala tanpa kontras dr seorang wanita berumur 59 tahun .. . . ... CTA dari seorang pasien dengan ICH . ... CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pria berusia 85 tahun .. . . . ... CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pria berumur 44 tahun .. . . ... CT scan kepala tanpa kontras dari seorang wanita berumur 98 tahun .. . . ... CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pasien pria berumur 16 tahun . . . ... Pencitraan PET dari seorang pasien dengan ICH . .. 18F-fluorodeoxyglucose PET dari seorang pasien dengan ICH .. . . . ... Perbandingan ICH akut pada MRI sekuens T1 (A), T2 (B), dan Gradient Recalled Echo (GRE ) (C) . ... Pencitraan menyajikan ICH dengan IVE dan DSA yang menunjukkan MMD bilateral . ... Pencitraan menunjukkan PIVH dan DSA pada MMD bilateral dengan circulation affection posterior . . . ... Pencitraan ICH

(17)

dan DSA yang menunjukkan MMD sisi kiri unilateral yang berasosiasi dengan aneurisme MCA proksimal kanan ... TCD pada AVM (arteriovenous malformation) . ... Gambaran CT scan tanpa kontras pada SAH . ... SAH mengisi sisterna basalis, sisterna perimesensephalic, dan fissura sylvii . ... Angiografi konvensional menunjukkan aneurisma pada AcomA (A) dan ujung distal PCA (B) . ... Pasien dengan edema serebri difus menunjukkan pseudo-SAH pada sisterna basalis . ... Perdarahan subarachnoid yang mengisi sisterna suprasellar (A) dan fissura sylvii (B) . ... Hasil SPECT dari seorang pasien dengan SAH ...

259 260 260 262 262 263 263 265 265 266 267 268 268 270 270 271 271 272 273 273 275 276 276 277

Gambar 14.29 PET dari seorang pasien dengan perburukan neurologis . . . .

... Gambar 14.30 Gambaran SAH pada CT, dan MRI berbagai sekuens: T1, T2, GRE, dan FLAIR . ... Gambar 14.31 Gambaran SAH pada CT (A) dan MRI berbagai sekuens: T1 (B), T2 (B), FLAIR (D), dan GRE (E) . .. Gambar 14.32 Seorang wanita berumur 56 tahun dengan SAH . ... Gambar 14.33 Gambaran TCD SAH pada seorang pria 66 tahun yang menjalani embolisasi koil . ... Gambar 14.34 Kavernoma multipel . . ... Gambar 14.35 Gambaran MRI sekuen GRE dari pasien dengan kavernoma multipel ..

... Gambar 14.36 Scan kepala tanpa kontras dari seorang pasien wanita berusia 59 tahun. ... Gambar 14.37 Potongan aksial MRI sekuens T2.

... Gambar 14.38 CT scan kepala tanpa kontras pada seorang pasien pria berusia 42 tahun ... Gambar 14.39 CT scan kepala tanpa kepala kontras . ... Gambar 14.40 Potongan koronal CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pasien wanita berusia 21 tahun . ... Gambar 14.41 Hasil CT scan kepala tanpa pemberian kontras dan paska pemberian kontras . ... Gambar 14.42 Contoh khas SAH perimesensephalik non-aneurisma pada pencitraan CT scan tanpa kontras (A). Angiografi membuktikan ketiadaan aneurisma (B) . ... Gambar 14.43 Stroke hemoragik pada pasien hamil/nifas . ... Gambar 14.44 TH terdeteksi menggunaan MRI sekuens GRE (mata panah hitam) dan DWI sebagai lesi hipointens dikelilingi oleh area hiperintens (mata panah putih). Hal ini tidak tampak di CT scan ... Gambar 14.45 Gambaran TH pada MRI. ... Gambar 14.46 CT scan dari seorang pasien pria berumur 75 tahun yang menderita stroke emboli sesuai teritori MCA kanan . . . . ... Gambar 14.47 CT scan dengan kontras dari seorang pasien 24 jam setelah serangan stroke iskemia teritori MCA kanan. Tampak ekstravasasi kontras, membuktikan kerusakan BBB .. ... Gambar 14.48 TH pada pasien yang menerima trombolitik. TH terjadi pada hari kedua paska onset stroke emboli pada teritori MCA kanan

... Gambar 14.49 CT kepala tanpa kontras . ... Gambar 14.50 Kesepuluh segmen MCA yang dilibatkan dalam ASPECTS . . . .

...

278 280 280 281 282 284 284 286 287 288 289 289 290 291 292 293 294 294

295 295 296 298 xxv

Gambar 14.51 CT scan kepala tanpa kontras pada pasien wanita berusia 65 tahun .. . . . ... Gambar 14.52 CT scan kepala tanpa kontras pada pasien pria berumur 68 tahun .. . . ... Gambar 14.53 CT scan kepala tanpa kontras pada seorang pasien wanita berusia 79 tahun ... Gambar 14.54 Gambar yang menunjukkan

kegunaan CTP dalam menduga risiko terjadinya TH pada pasien dengan stroke iskemia . . . . . . . ... Gambar 14.55 Infark akut dengan transformasi hemoragik . ...

(18)

Gambar 14.56 Infark subakut dengan transformasi hemoragik . .... Gambar 14.57 Infark subakut pada korteks subkorteks lobus temporoparietal kanan dengan kecurigaan transformasi hemoragik .. . . . ... Gambar 14.58 Malignant infark subakut CT scan pada 40 jam setelah timbulnya gejala . ... Gambar 14.59 MRI infark subakut awal hingga kronis . ... Gambar 14.60 Pemeriksaan USG pada seorang anak dengan usia gestasi 25 minggu .. . . ... Gambar 14.61 MRI (baris atas dan tengah) dari seorang bayi dengan usia gestasi 38 minggu dan follow up setelah 3 bulan (baris bawah) . ... Gambar 14.62 MRI (baris atas dan tengah) dari neonatus cukup bulan dengan kesulitan minum dan apneu episodik dan follow up setelah 2 tahun . ... Gambar 12.63 MRI pada seorang bayi .. . ... Gambar 14.64 MRI dari seorang bayi berusia 7 bulan . ... Gambar 14.65 Seorang neonatus dengan usia gestasi 38 minggu. . . . ... Gambar 14.66 Pencitraan USG baseline pada neonatus dengan usia gestasi 38 minggu . . ... Gambar 14.67 CT scan tanpa kontras menunjukkan SDH pada seorang bayi dengan acquired prothrombin complex deficiency . . . ... Gambar 14.68 Seorang neonatus prematur lahir per abdominam. . . . ... Gambar 14.69 CT scan dari neonatus umur 1 hari post natal dengan kejang menunjukkan ICH periventrikular dan subkortikal pada lobus frontal, parietal, dan oksipital bilateral . . . ... Gambar 14.70 CT scan (A) dari neonatus umur 1 jam post natal dan (B) setelah 10 hari . ... Gambar 14.71 Hasil USG kepala pada neonatus . ...

xxvi

298 299 300 300 301 302 302 302 303 306 307 308 308 309 309 310 310 311 312 312 312

Daftar Arti Singkatan/Istilah

ACA : Anterior Cerebral Artery ACAS : The Asymptomatic Carotid Atherosclerosis Study AchA : Anterior Choroidal Artery ACoA : Anterior Communicating Artery ADC : Apparent Diffusion

Coefficients AHA : American Heart Association AICA : Anterior Inferior Cerebelli Artery ALARA : As Low as Reasonably Achievable APTT : Activated Partial Thromboplastin Time ASA : Anterior Spinal Artery ASPECTS : Alberta Stroke Program Early Computed Tomography Score AVM : Arterio Venosa Marformation CA : Cerebral Amyloidosis CBF : Cerebral Blood Flow CBV : Cerebral Blood Volume CEMRA : Contrast Enhanced Magnetic Resonance Angiography CMRO2 : Cerebral

Metabolism Rate for Oxygen CSF : Cerebro Spinal Fluid CT scan : Computed Tomography scan CTA : Computed Tomography Angiography DIC : Disseminated Intravascular Coagulation DSA : Digital Subtraction Angiography DWI : Diffusion-Weighted Imaging ECASS : European Cooperative Acute Stroke Study ECD : Extracranial Doppler EMCO : Extra Corporal Membrane Oxygenation EPAR : Endovascular Photoacoustic Recanalization FLAIR : Fluid Attenuated Inversion Recovery FOV : Field of View FV : Flow Velocity FORS : Functional Outcome Risk Stratification GCS : Glasgow Coma Scale GMH-IVH : Germinal Matrix Hemorrhage-IntraVentricular Hemorrhage HU : Houndsfield Unit ICA : Internal Carotid Artery ICH : Intracerebral Hemorrhage INR : International Normalized Ratio ISAT : International Subarachnoid Aneurysm Trial ISS : Inferior Sagittal Sinus ITP : Idopathic Trombocytopenic Purpura xxvii

MAP : Mean Arterial Pressure MCA : Middle Cerebral Artery MRA : Magnetic Resonance Angiography MRI : Magnetic Resonance Imaging NINDS : National Institute of Neurological

Disorders and Stroke OA : Ophtalmic Artery OEF : Oxygen Extraction Fraction PA : Postero Anterior PC : Phase Contrast PCA : Posterior Cerebral Artery PCoA : Posterior Communicating Artery PET :

(19)

Positron Emission Tomography PI : Pulsatility Index PICA : Posterior Inferior Cerebelli Artery PT : Protrombin Time PVHI : Peri-Ventricular Hemorrhagic Infarction PWI :

Perfussion-Weighted-Imaging SAH : Subarachnoid Hemorrhage SCA : Superior Cerebelli Artery SCD : Sickle Cell Disease SDH : Subdural Hemorrhage SPECT : Single Photon Emission Computed Tomography SPTA : Spasial Peak Temporal Average SSS : Superior Sagittal Sinus TCD : Transcranial Color Doppler TIK :

Tekanan Intrakranial TICA : Terminal-Internal Carotid TGC : Times Gain Compensation TH : Transformasi Hemoragik TIA : Transient Ischemic Attacks TICA : Terminal Interna Carotid Artery TOF : Time-of-Flight TS : Transverse Sinus USG : Ultrasonografi VA : Vertebral Artery VCD : Vascular Closure Devices WFNS : World Federation of Neurological Surgeon

xxviii

Bab 1 Peran Penting Modalitas Radiologi terhadap Stroke K

ejadian stroke menyebabkan berkurangnya atau terhentinya aliran darah yang mengakibatkan kematian sel-sel otak. Hal ini menjadikan serangan stroke sebagai keadaan darurat medis.

Seseorang yang diperkirakan mendapat serangan stroke sebaiknya segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan evaluasi dan penanganan secepatnya. Dengan demikian, kematian sel saraf otak yang lebih banyak dapat dihindari. Pada saat mendapatkan penanganan medis, awalnya dokter akan melakukan wawancara untuk mengetahui riwayat penyakit serta melakukan pemeriksaan fisik kepada pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pencitraan otak, dapat melalui CT scan, MRI, dan beberapa pencitraan vaskular untuk memastikan jenis stroke 1

yang diderita pasien. Pada saat ini, pencitraan vaskular yang sudah berkembang antara lain digital subtraction angiography (DSA), computed tomography angiography (CTA), magnetic resonance angiography (MRA), dan transcranial color doppler (TCD). Di sinilah peran modalitas radiologi dan seorang radiolog sangat diperlukan (Williandry, 2014).

Sumber: dokumentasi pribadi

Gambar 1.1 Penanganan yang cepat dan tepat terhadap pasien stroke dapat menyelamatkannya dari kecacatan bahkan kematian. Seorang radiolog berperan besar dalam manajemen pasien dengan stroke sehingga pengetahuan tentang anatomi dasar vaskular otak, manifestasi klinis, dan gambaran radiologisnya sangat penting. CT scan non kontras sudah tersedia di bagian gawat darurat dan sudah merupakan prasyarat untuk perawatan pasien stroke akut di era terapi trombolitik. Computed tomography (CT) scan adalah suatu pemeriksaan pencitraan canggih menggunakan sinar-X yang dapat mengevaluasi kondisi otak. CT scan dapat dilakukan dengan cepat serta peka dalam menilai adanya perdarahan otak sehingga dokter dapat segera membedakan jenis stroke yang dialami pasien. Namun, pada banyak kasus stroke iskemia awal (beberapa jam setelah serangan), CT scan tidak menunjukkan adanya kelainan (Williandry, 2014). Magnetic resonance imaging (MRI)

merupakan suatu pemeriksaan pencitraan canggih yang menggunakan gelombang elektromagnetik untuk mengevaluasi otak. Dengan perkembangan teknologi, teknik pemeriksaan MRI semakin maju. Adanya teknik yang canggih pada MRI ini mampu mendeteksi kondisi iskemia di otak kurang dari 6 jam setelah terjadinya serangan stroke. Sementara itu, kelainan ini baru bisa terlihat 24 jam

2

(20)

setelah serangan jika menggunakan teknik MRI konvensional maupun CT scan (Williandry, 2014). Pada keadaan tertentu, misalnya dicurigai terdapatnya kelainan pembuluh darah seperti aneurisma atau AVM maka dapat dilakukan pencitraan menggunakan DSA (digital subtraction angiography). Tujuan penggunaan DSA pada kasus dengan kecurigaan kelainan pembuluh darah yaitu untuk memberikan informasi tambahan secara lebih detail terhadap adanya gangguan pembuluh darah tersebut sebelum dilakukan operasi atau dekompresi. Jika terdapat aneurisma atau AVM maka tindakan DSA akan dilanjutkan dengan embolisasi. CTA dan MRA merupakan alat pencitraan tiga dimensi yang dibuat dari irisan-irisan tipis, menghasilkan data volumetrik yang dapat dinilai dari berbagai perspektif, baik secara grafis dan kuantitatif. Bila teknologi ini dapat dikombinasikan dengan tanpa menggunakan injeksi arterial, maka CTA dan MRA dapat digolongkan ke dalam teknik pencitraan yang non invasif. Kemajuan teknologi ultrasonografi terbaru saat ini telah memberikan kemudahan bagi kita untuk mengevaluasi sistem arterial intrakranial dengan menggunakan transcranial color doppler (TCD), sebagai deteksi kondisi patologis vaskular pada pasien berisiko. Semua pemeriksaan pencitraan yang telah disebutkan di atas berperan penting dalam menangani pasien stroke karena adanya perbedaan dalam jenis terapi untuk jenis stroke yang berbeda. Dengan adanya pemeriksaan penunjang mulai dari CT sampai TCD diharapkan dapat meminimalisasi risiko kecacatan dan kematian yang ditimbulkan oleh stroke.

Rangkuman 1. Kejadian stroke menyebabkan berkurangnya atau terhentinya aliran darah yang mengakibatkan kematian sel-sel otak. Hal ini menjadikan serangan stroke sebagai keadaan darurat medis. 2. Setelah pasien stroke mendapatkan penananganan medis awal, dokter akan melakukan pencitraan otak, dapat melalui CT scan, MRI, dan beberapa pencitraan vaskular untuk memastikan jenis stroke yang diderita pasien. 3. Pada saat ini, pencitraan vaskular yang sudah berkembang antara lain digital subtraction angiography (DSA), computed tomography angiography (CTA), magnetic resonance angio graphy (MRA), dan transcranial color doppler (TCD).

Bab 1 – Peran Penting Modalitas Radiologi terhadap Stroke 3

4

Pencitraan pada Stroke

Bab 2 Mengenal Lebih Jauh tentang Stroke M

endengar namanya, tidak salah jika orang langsung membayang kannya sebagai sebuah penyakit yang menimbulkan kecacatan, bahkan kematian. Saat ini, penyakit ini merupakan penyebab kematian dan kecacatan nomor 1 di Indonesia. Itulah stroke. Kecacatan fisik yang dideritanya menyebabkan ia tidak mampu mandiri dan dapat menjadi beban keluarganya. Apakah stroke itu sebenarnya?

2.1 Apakah Stroke Itu? Menurut World Health Organization (WHO) stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak 5

dengan tanda dan gejala klinik, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (Victor, M. dan Ropper, A.H., 2001). Chandra B. pada tahun 1996 menjelaskan bahwa stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan karena gangguan peredaran darah otak yang disertai dengan

(21)

timbulnya gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu, baik yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) (Noerjanto M., 2002). Stroke termasuk penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.

Bekuan darah menyumbat arteri serebral sehingga menyebabkan stroke Bekuan darah memutuskan aliran darah Arteri karotis yang tidak normal

Arteri karotis normal Sumber: Mayo Clinic, 2015

Gambar 2.1 Seseorang yang terkena stroke maka jarigan otaknya akan mati karena terjadi pengurangan aliran darah dan oksigen ke otak. Istilah stroke memang banyak digunakan, namun bukan merupakan istilah yang tepat untuk definisi awal dari defisit neurologis secara tibatiba. Secara klinis, kondisi ini sering disebut cerebrovascular accident. Stroke atau cerebrovascular accident adalah gangguan pasokan darah otak yang dapat terjadi karena beberapa kondisi patologis termasuk aterosklerosis, trombosis, emboli, hipoperfusi, vaskulitis dan stasis vena yang dapat mempengaruhi pembuluh otak dan menyebabkan stroke (Turanjanin et. al., 2012).

6

Pencitraan pada Stroke

2.2 Bagaimana Epidemiologi Stroke Terjadi? Stroke memiliki tingkat mortalitas yang tinggi sebagai penyakit terbanyak ketiga yang menyebabkan kematian di dunia (Price S.A., 2005; Robbins, 2007; Ralph L., et al., 2006). Persentase orang yang meninggal akibat kejadian stroke pertama kali adalah 18% hingga 37% dan 62% untuk kejadian stroke berulang (Siswanto Y., 2010). Data International Classification of Disease yang diambil dari National Vital Statistics Reports Amerika Serikat untuk tahun 2011 menunjukkan rata-rata kematian akibat stroke adalah 41,4% dari 100.000 penderita (Hoyert D.L., Xu J., 2012). Selain itu, kejadian stroke memiliki tingkat morbiditas yang tinggi dalam menyebabkan kecacatan. Menurut World Health Organization (WHO) terdapat 15 juta orang

menderita stroke setiap tahun. Sekitar 5 juta dari mereka meninggal dan 5 juta orang lainnya akan menderita cacat permanen. Secara keseluruhan, insiden stroke per 1.000 orang yang berusia di atas 55 tahun berkisar antara 4,2–6,5. Terdapat perbedaan prevalensi stroke di beberapa negara di dunia dan hal itu mencerminkan pengaruh faktor genetik dan lingkungan (Liebeskind, 2014).

Sumber: dokumentasi pribadi

Gambar 2.2 Sebagian besar penderita stroke akan mengalami kecacatan. Stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker dan juga di berbagai negara di dunia. Setiap tahunnya, 700.000 orang akan mengalami stroke baru atau berulang. Diperkirakan 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan

serangan ulang (Hacke dkk, 2003; William, 2000). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia dan merupakan Bab 2 – Mengenal Lebih Jauh tentang Stroke

7

pembunuh nomor 1 di RS pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat peningkatan yang dramatis kejadian stroke di Indonesia dalam

(22)

dasawarsa terakhir. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke per tahun (Depkes RI, 2012). Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 dari 1000 populasi. Angka prevalensi ini

meningkat dengan meningkatnya usia. Data nasional Indonesia menunjukkan bahwa stroke

merupakan penyebab kematian tertinggi, yaitu 15,4% (Stroke Association, 2013). Didapatkan sekitar 750.000 insiden stroke per tahun di Indonesia dan 200.000 di antaranya merupakan stroke berulang (Price S.A., Wilson L.M., 2005). Data statistik dari Stroke Association di Eropa, menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya stroke berulang adalah 3,1% dalam 30 hari, 11,1% dalam satu tahun, 26,4% dalam lima tahun, dan 39,2% dalam waktu 10 tahun (Stroke Association, 2013). Dalam penelitian lain disebutkan bahwa 40% kejadian stroke akan berulang dalam rentang waktu 10 tahun (Hardie K., 2004). Penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh Universitas Indonesia didapatkan bahwa 19,9% kejadian stroke merupakan kejadian stroke berulang (Soertidewi L., Misbach J., 2007). Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional dengan 20% penderita yang masih bertahan hidup membutuhkan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15–30% menjadi cacat permanen. Stroke juga merupakan kejadian yang dapat merubah kehidupan, bukan hanya mengenai seseorang yang dapat menjadi cacat, tetapi juga kepada seluruh anggota keluarga dan pengasuh yang lain (Goldstein dkk., 2006).

2.3 Bagaimana Stroke Diklasifikasikan? Para ahli mengklasifikasikan stroke menjadi beberapa macam. Pengklasifikasian tersebut ada yang berdasarkan gambaran klinis, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu karena setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda, walaupun

patogenesisnya serupa (Victor M. Dan Ropper A.H., 2001). Klasifikasi modifikasi Marshall untuk stroke adalah sebagai berikut. ~~ Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1. Stroke Iskemia a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosit serebri c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarakhnoid ~~ Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu: 8

Pencitraan pada Stroke

1. Transient Ischemic Attack (TIA) 2. Stroke-in-evolution 3. Completed stroke ~~ Berdasarkan sistem pembuluh darah: 1. Sistem karotis 2. Sistem vertebro-basiler

2.4 Mengetahui Faktor Risiko Stroke Faktor risiko stroke adalah faktor yang memperbesar kemungkinan seseorang untuk menderita stroke. Ada 2 kelompok utama faktor risiko stroke. Kelompok pertama ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang termasuk kelompok ini adalah usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga, dan serangan Transient Ischemic Attack atau stroke

sebelumnya. Kelompok yang kedua merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi. Faktor risiko utama yang termasuk kelompok kedua adalah hipertensi, diabetes

mellitus, merokok, hiperlipidemia, dan intoksikasi alkohol (Bounameaux, et al., 1999). Adanya faktor risiko stroke ini membuktikan bahwa stroke adalah suatu penyakit yang dapat diramalkan

sebelumnya dan bukan merupakan suatu hal yang terjadi begitu saja sehingga istilah cerebrovascular accident telah ditinggalkan. Penelitian epidemiologis membuktikan bahwa pengendalian faktor risiko dapat menurunkan risiko seseorang untuk menderita stroke (Hankey, 2002).

2.5 Perbaikan Stroke Data statistik menunjukkan bahwa begitu banyaknya masyarakat menderita karena stroke, akibat kecacatan yang ditimbulkannya dan pengaruhnya terhadap berbagai aspek kehidupan. Masih banyak yang tidak diketahui tentang bagaimana kompensasi otak terhadap kerusakan yang disebabkan oleh stroke. Pada beberapa sel otak kerusakan dapat bersifat

(23)

Secara umum, perbaikan stroke dapat digambarkan seperti penjelasan berikut ini (Duncan P.W., 1998 dan Brandstater M.E. 1996). 1. Sebesar 10% penderita stroke mengalami pemulihan hampir sempurna. 2. Sebesar 25% pulih dengan kelemahan minimum. 3. Sebesar 40% mengalami

pemulihan sedang sampai berat dan membutuhkan perawatan khusus. 4. Sebesar 10%

membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi di rumah atau fasilitas perawatan jangka panjang lainnya. 5. Sebesar 15% langsung meninggal setelah serangan stroke. Bab 2 – Mengenal Lebih Jauh tentang Stroke

9

Terdapat dua tipe perbaikan stroke yang mempengaruhi perilaku aktifitas kehidupan sehari-hari yaitu tingkat defisit neurologis dan tingkat fungsional. Perbaikan neurologis merujuk adanya peningkatan hubungan spesifik antara stroke dengan defisit neurologis seperti defisit motorik, sensorik, visual, atau bahasa. Perbaikan fungsional merujuk adanya peningkatan pada aktifitas perawatan diri sendiri dan mobilitas yang dapat terjadi sebagai konsekuensi dari perbaikan neurologis. Perbaikan paling sering melibatkan beberapa kombinasi dari peningkatan neurologis dan fungsional. Pengelolaan stroke dibagi dalam 3 tahap yaitu: (1) akut, (2) rehabilitasi aktif, (3) adaptasi terhadap lingkungan/sosialisasi (Ryerson S.D., 1995). Pada fase akut, pasien stroke

menjalani pena nganan medikamentosa yang intensif, pengendalian tekanan darah, gula darah, dan rehabilitasi pasif. Setelah fase akut terlewati, baru pasien ditangani rehabilitasi aktif, di samping itu juga beradaptasi dengan lingkungannya. Adanya pengurangan defisit neurologis pada pasien stroke terjadi karena hal berikut ini: (1) hilangnya edema serebri, (2) perbaikan sel saraf yang rusak, (3) adanya kolateral, dan (4) “retraining” (plastisitas otak). Secara umum, impairment yang disebabkan oleh stroke adalah hemiplagi atau hemiparesis yaitu sebesar 73%-88% pada stroke akut (Kauhanen M.L., 1999). Perbaikan fungsi motorik pada pasien stroke berhubungan dengan beratnya defisit motorik saat serangan stroke akut. Pasien dengan defisit motorik ringan akan lebih banyak kemungkinan untuk mengalami perbaikan dibandingkan dengan defisit motorik yang berat

(Chemerinski E., et al., 2001 dan Kotilla M., et al., 1998). Pengaruh umur dan jenis kelamin terhadap perbaikan fungsi neurologis masih belum ada kesamaan pendapat dari beberapa peneliti

(Chemerinski E., et al., 2001; Denis M., et al., 2000; Lai S.M., et al., 2002). Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa perbaikan status fungsional tampak nyata pada 3 bulan pertama dan mencapai tingkat maksimal dalam 6 bulan post stroke. Duncan, P.W. (1993) dalam penelitiannya melaporkan bahwa perbaikan fungsi motorik dan defisit neurologis terjadi paling cepat dalam 30 hari pertama setelah stroke iskemia dan menetap setelah 3-6 bulan, meskipun selanjutnya perbaikan masih mungkin terjadi (Duncan, P.W., 1998). Sementara itu, peneliti lain mendapatkan 50% pasien mengalami perbaikan fungsional paling cepat dalam 2 minggu pertama (Stroke, 2001).

2.6 Bagaimana Diagnosis Stroke Dapat Ditegakkan? Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia tahun 1999 mengemukakan bahwa diagnosis stroke dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Bustan, M.N., 2000; Arif, dkk. 2000; Wibowo, S. 2001). 10

Pencitraan pada Stroke

2.6.1 Anamnesis Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri dan keluarga yang mengerti tentang penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat perjalanan penyakit, misalnya waktu kejadian, penyakit lain yang diderita, dan faktor-faktor risiko yang menyertai stroke.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan fisik umum (yaitu pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru, dan jantung), pemeriksaan

(24)

neurologis dan neurovaskular.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang Kemajuan teknologi kedok teran memberikan kemudahan untuk mem-b edak an antara stroke hemoragik dan stroke iskemia dengan ditemukannya mem-bermem-bagai modalitas radiologi, mulai dari computerized tomo graph scanning (CT Scan), cerebral angiografi, elektro ense-falografi (EEG), magnetic reson ance imaging (MRI), elektrokardiografi (EKG), peme riksaan labo r atorium dan lainnya.

Sumber: dokumentasi pribadi

Gambar 2.3 Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan modalitas radiologi seperti ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui jenis stroke yang diderita pasien.

Rangkuman 1. Menurut World Health Organization (WHO) stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Bab 2 – Mengenal Lebih Jauh tentang Stroke 11

2. Stroke memiliki tingkat mortalitas yang tinggi sebagai penyakit terbanyak ketiga yang

menyebabkan kematian di dunia. 3. Menurut World Health Organization (WHO) terdapat 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. Sekitar 5 juta dari mereka meninggal dan 5 juta orang lainnya akan menderita cacat permanen. 4. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke per tahun (Depkes RI, 2012). Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 dari 1000 populasi. 5. Stroke diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan

stadiumnya. 6. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, stroke dibeda kan menjadi stroke iskemia dan hemoragik. 7. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu, stroke dibedakan menjadi transient ischemic attack (TIA), stroke-in-evolution, dan completed stroke. 8. Berdasarkan sistem pembuluh darah, stroke dibedakan menjadi sistem karotis dan sistem vertebro-basiler. 9. Faktor risiko stroke dibedakan menjadi pertama, faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau

berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi, contohnya faktor usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga, dan serangan transient ischemic attack atau stroke sebelumnya. Faktor risiko kedua merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi, misalnya hipertensi, diabetes mellitus, merokok, hiperlipidemia, dan intoksikasi alkohol. 10. Secara umum, perbaikan stroke dapat digambarkan seperti berikut: - Sebesar 10% penderita stroke mengalami pemulihan hampir sempurna. - Sebesar 25% pulih dengan kelemahan minimum - Sebesar 40% mengalami pemulihan sedang sampai berat dan membutuhkan perawatan khusus. - Sebesar 10% membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi di rumah atau fasilitas perawatan jangka panjang lainnya. - Sebesar 15% langsung meninggal setelah serangan stroke. 11. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia tahun 1999 mengemukakan bahwa diagnosis stroke dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan peme riksaan penunjang.

12

Pencitraan pada Stroke

(25)

S

troke iskemia atau yang dikenal juga dengan stroke non-hemoragik merupakan jenis stroke yang paling banyak yang diderita orang. Oleh karena itu, kita sangat perlu untuk memahami apakah stroke iskemia itu dan berbagai hal terkait dengannya.

3.1 Definisi Stroke Iskemia Stroke iskemia yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebab kan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemia secara umum diakibatkan oleh aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar maupun yang kecil. Pada stroke iskemia, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang 13

menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil (ASA, 2011, Miscbach and Kalim, 2011). Embolus (gumpalan darah) pada arteri serebral menghalangi aliran darah menuju ke otak Lokasi jaringan otak yang mati Otak

Gumpalan darah terpisah dari tumpukan plak pada arteri karotis di leher Embolus menghalangi aliran darah

Arteri serebral dalam otak Jaringan otak mati

Arah aliran darah Sumber: Neuroscience, 2012

Gambar 3.1 Otak yang terkena stoke iskemia. Stroke iskemia akut memegang peranan sekitar 80% dari semua stroke dan merupakan penyebab penting morbiditas dan kematian di Amerika Serikat (Srinivasan et al., 2006). Beberapa faktor risiko yang sering menjadi penyebab stroke iskemia, baik pada usia muda maupun tua yaitu diabetes melitus, hipertensi, dan dislipidemia (Turanjanin

et al., 2012).

3.2 Patofisiologi Stroke Iskemia Metode neuroimaging selalu memainkan peranan penting pada diagnosis stroke, termasuk dalam mengeksklusi patologi otak atau dalam estimasi lesi yang dapat diakses melalui pembedahan (Kornienko dan Pronin, 2009).

14

Pencitraan pada Stroke

Sebuah pemahaman patofisiologi yang jelas tentang latar belakang pengurangan aliran darah otak merupakan poin penting dari setiap diagnosa iskemia pada otak. Konsekuensi iskemia fokal akut dan tingkat pengaruh yang merusak tergantung pada tingkat keparahan dan durasi penurunan aliran darah. Secara umum, hilangnya fungsi daerah otak yang rusak terjadi ketika aliran darah otak menurun ke level 15–20 ml/100 g/menit. Penurunan aliran darah ke level 70–80% dari tingkat normal (di bawah 50 ml/100 g per menit) akan disertai dengan reaksi sintesis penghambatan albumin. Tingkat ini dianggap sebagai tingkat kritis pertama iskemia otak. Selanjutnya, penurunan

(26)

aliran darah sampai 50% dari tingkat normal (sekitar 35 ml/100 g/menit) akan menyebabkan aktivasi glikolisis anaerob dan peningkatan konsentrasi laktat, asidosis laktat, dan edema sitotoksik.

Terjadinya iskemia otak progresif dan penurunan aliran darah lebih lanjut (20 ml/100 g/menit) disertai dengan penurunan sintesis ATP, pengembangan insufisiensi energi, destabilisasi membran sel, pelepasan pemancar acidergic amino, dan penurunan fungsi aktif transportasi kanal ion. Saat aliran darah menurun di bawah tingkat kritis 10 ml/100 g/menit mengarah ke sel depolarisasi membran, hal ini dianggap sebagai kriteria utama kerusakan sel yang ireversibel (Kornienko dan Pronin, 2009). Daerah perifer yang mengalami iskemia, tetapi masih hidup disebut daerah

penumbra. Daerah ini mempertahankan terjadinya metabolisme energi dan hanya memiliki

perubahan fungsional. Pengembangan lebih lanjut karena terjadinya iskemia menyebabkan habisnya cadangan perfusi lokal dan neuron menjadi sangat sensitif terhadap penurunan aliran darah lebih lanjut. Inti dapat mengalami perubahan struktural ireversibel karena hal ini. Penumbra dapat diselamatkan oleh restorasi aliran darah dan penggunaan agen pelindung saraf. Penumbra

merupakan target utama untuk diagnosis dini dengan penggunaan metode neuroradiologi modern dan pengobatan dini (Kornienko dan Pronin, 2009).

Jaringan yang mati

Sumber: Thurnher, M., 2008

Gambar 3.2 Jaringan otak yang mati dan daerah penumbra. Bab 3 – Memahami Stroke Iskemia 15

Pemeriksaan mikroskopis dapat mendeteksi perubahan saraf seperti pembengkakan mitokondria dan disorganisasi (neuron lebih sensitif terhadap iskemia daripada astrosit dan oligodendroglia) yang terlihat 20 menit setelah onset iskemia. Perubahan tersebut dapat menjadi satusatunya tanda iskemia selama 6 jam pertama. Waktu ekspresi maksimum edema otak yang merupakan sitotoksik edema yaitu berada di interval antara 24 hingga 48 jam. Hal ini menyebabkan gyri otak menebal dan sulitnya membedakan antara grey dan white matter. Durasi iskemia akut yaitu pada 2 hari pertama. Setelah itu, subakut fase infark dimulai. Periode ini berlangsung antara 7–10 hari (setelah onset stroke). Edema otak pada daerah iskemia maksimal muncul pada 3–5 hari setelah onset stroke. Pada tahap ini, edema vasogenik dan sitotoksik edema otak berlangsung (Kornienko dan Pronin, 2009). Fase kronis dapat terjadi sampai beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan. Pada periode ini, jaringan nekrotik rusak dan diserap kembali sehingga terjadi pembentukan encephalomalacia. Gyri yang keriput dan dilatasi pada bagian yang berdekatan dengan sistem ventrikel dapat ditemukan dalam kasus-kasus daerah infark relatif besar. Perubahan patologis yang disebutkan di atas muncul hampir pada semua jenis infark. Namun demikian, kondisi tertentu dari situs jaringan yang rusak bervariasi, tergantung pada lokasi, ukuran, dan penyebab iskemia tersebut (Kornienko dan Pronin, 2009).

3.3 Patogenesis Subtipe Stroke Iskemia Penyebab paling umum infark meliputi aterosklerosis arteri besar, kardioembolisme, dan lakunar (Zimmerman, 2010). Sumber emboli dapat berasal dari debris ateromatous, stenosis arteri, dan pembuntuan arteri atau emboli yang berasal dari jantung kiri (fibrilasi atrial) (Herring, 2007). Saat ini, ada beberapa klasifikasi stroke iskemia yang berbeda. Sebagai contoh, klasifikasi yang dikembangkan di Institut Riset Ilmiah Neurologi dari Russian Academy of Medical Science berikut ini (Kornienko dan Pronin, 2009). a. Stroke aterotrombotik Stroke jenis ini terjadi dalam beberapa tahap, dimulai dengan peningkatan bertahap dari manifestasi klinis selama beberapa jam atau hari. Sering kali dimulai saat tidur. Hal ini ditandai dengan adanya lesi aterosklerotik di arteri sisi stroke. TIA sering mendahului onset stroke. Ukuran stroke bervariasi dari kecil ke besar. Stroke aterotrombotik bersama dengan emboli arteri-arteri memegang peranan

(27)

sebesar 47% dari semua kasus stroke. b. Stroke karena emboli jantung Ditandai oleh kondisi awal yang akut, stroke ini menyerang pasien dalam keadaan terbangun. Tanda-tanda neurologis fokal paling terlihat pada awal munculnya penyakit. Lokasi yang paling sering yaitu area arteri karotis 16 Pencitraan pada Stroke

tengah dan biasanya mengenai kortikal-subkortikal dan berukuran sedang atau besar. Menurut data, ada komponen perdarahan khas untuk jenis stroke ini. Jenis stroke ini memegang peranan sebesar 22% dari semua kasus stroke yang ada. c. Stroke hemodinamik Bentuk stroke ini ditandai dengan onset akut. Daerah yang paling sering diserang yaitu bidang yang sesuai dengan suplai darah. Ukurannya dapat bervariasi dari besar sampai kecil. Sebuah komponen hemodinamik juga hadir dalam bentuk penurunan tekanan darah dan curah jantung secara tibatiba. Stroke hemodinamik terjadi kurang dari 15% dari semua kasus stroke. d. Infark lakunar Infark lakunar adalah lesi kecil yang disebabkan oleh oklusi arteri perforans (Zimmerman, 2010). Infark lakunar disebut juga "microstroke", dengan ukuran mulai dari 1-1,5 cm. Hipertensi arteri sering mendahului stroke. Lokasi yang paling sering diserang yaitu inti subkortikal, batang otak, basal ganglia, kapsul internal, korona radiata dan sekitar white matter dari centrum semiovale (Osborn, 2004; Kornienko dan Pronin, 2009; Zimmerman, 2010). Ada tanda-tanda neurologis fokal yang khas dan dalam beberapa kasus hanya satu gejala timbul dengan tidak adanya tanda-tanda otak secara umum. Terjadinya lakunar stroke sebesar 20% dari semua kasus stroke.

3.4 Diagnosis Stroke Iskemia Berdasarkan pemeriksaan CT dan MRI, biasanya stroke dibagi menjadi tiga tahap yaitu akut, subakut, dan kronis. Ada beberapa inkonsistensi di antaranya dan perubahan patologis dalam jaringan otak. Namun secara umum, perubahan yang didiagnosis dengan

penggunaan CT dan MRI mirip dengan perubahan makroskopik. Keduanya memiliki karakter yang sama dan perkembangan dalam proses terjadinya penyakit sesuai dengan tiga tahap utama yang disebutkan di atas (Kornienko dan Pronin, 2009). Berikut ini penjelasannya.

3.4.1 Superakut dan stroke akut CT memainkan peranan yang jauh lebih signifikan dalam diagnosa stroke daripada MRI karena mayoritas pasien stroke yang dirawat di unit perawatan intensif rumah sakit lebih mudah untuk melakukan CT scan daripada MRI. Meskipun pada pemeriksaan CT

mendeteksi perubahan iskemia akut, namun tugas utama pemeriksaan CT adalah untuk menghilangkan adanya perdarahan dan patologi otak lainnya (seperti tumor, malformasi dan perdarahan, yang semuanya dapat memiliki manifestasi klinis yang sama dengan stroke iskemia). Fase stroke akut memiliki batas waktu tertentu, maksimal 2 hari. Potensi CT dalam mendeteksi stroke akut tergantung Bab 3 – Memahami Stroke Iskemia

17

pada jumlah waktu yang berlalu sejak onset stroke. Selama jam pertama, pemeriksaan CT tanpa kontras akan menampilkan gambar otak normal lebih dari 50% kasus (Kornienko dan Pronin, 2009). Tanda-tanda patologis yang terlihat dalam 12 jam pertama setelah onset stroke yaitu meningkatnya intensitas sepanjang arteri yang terkena dampak (hiperdens lebih sering divisualisasikan di cabang-cabang arteri serebral tengah, atau MCA yang disebut gejala atau fenomena MCA), kaburnya batasbatas nukleus lentiformis, tidak adanya celah subarachnoid dan kaburnya batas-batas antara grey dan white matter. Hiperdens MCA merupakan tanda trombosis. Gejala ini diamati pada 25% kasus stroke iskemia hingga 50% pada pasien stroke di wilayah MCA. Dalam 24 jam pertama, proses demarkasi wilayah iskemia berlangsung. Daerah iskemia menjadi hipodens dibandingkan dengan jaringan di sekitarnya (Kornienko dan Pronin, 2009).

(28)

besar, CT mengidentifikasi wilayah yang mengalami penurunan densitas yang tidak hanya mengenai white matter tetapi juga grey matter pada daerah yang sesuai dengan wilayah arteri yang sesuai. Efek massa akan muncul pada 3 hari pertama dan secara bertahap mengalami regresi pada akhir tahap subakut (Kornienko dan Pronin, 2009). Dalam 15–20% kasus tanda-tanda perdarahan, hal itu dapat terlihat pada CT tanpa kontras selama fase subakut. Tanda-tanda tersebut divisualisasikan dalam bentuk peningkatan densitas lokal yang terletak di basal ganglia dan samping gyri. Dalam kebanyakan kasus, transformasi hemoragik dapat diamati pada 4–6 hari pertama. Mengingat fakta bahwa integritas struktural dari penghalang sawar darah otak rusak dalam proses perkembangan iskemia maka sangat mungkin untuk memvisualisasikan peningkatan kontras patologis sepanjang gyri otak. Peningkatan fokus kontras di daerah yang terkena dapat terlihat 3–4 hari setelah onset stroke dan menetap selama periode yang relatif lama hingga 8–10 minggu (Kornienko dan Pronin, 2009).

3.4.3 Fase kronik iskemia Stroke pada tahap kronis (lebih dari 3 bulan) divisualisasikan pada CT sebagai daerah dengan CSF densitas (encephalomalacia). Pada stroke tahap kronis dapat disertai dengan dilatasi kompensasi dari bagian ipsilateral dari sistem ventrikel. Hal ini mencerminkan penurunan volume jaringan otak. Perifokal daerah stroke yang mewakili daerah gliosis dapat memiliki karakteristik hipodens. Peningkatan kontras pada CT tidak lagi divisualisasikan karena proses reparasi penghalang darah otak selesai (Kornienko dan Pronin, 2009).

18

Pencitraan pada Stroke

3.5 Watershed Infark Watershed infark adalah lesi iskemia yang terjadi di lokasi dengan

karakteristik di persimpangan antara dua wilayah arteri utama (Johnson dan Kubal, 1999). Menurut literatur, lesi ini berperan sekitar 10% dari semua infark otak. Patofisiologinya belum sepenuhnya dapat dijelaskan, tetapi hipotesis sementara yang diterima menyatakan bahwa penurunan perfusi di daerah distal dari wilayah vaskular dapat menyebabkan rentan terhadap infark. Pada pencitraan yang paling sering terlihat yaitu infark perbatasan zona arteri lentikulostriata dan arteri serebri media (Mangla et al., 2011).

Zona perbatasan cortical antara ACA dan MCA Zona perbatasan internal antara LCA dan MCA

Zona perbatasan cortical antara MCA dan PCA Sumber: Smithuis, 2008 Gambar 3.3 Pencitraan yang menunjukkan watershed infark.

3.6 Transient Ischemic Attack Transient ischemic attack (TIA) adalah gangguan neurologis fungsional yang mendadak dan terbatas pada wilayah vaskular dan biasanya berlangsung kurang dari 15 menit dengan resolusi lengkap selama 24 jam. Diagnosis TIA sulit dilakukan dan sekitar 25% kasus diagnosis klinis TIA tidak benar. Hal ini dapat terjadi karena infark atau etiologi lain, misalnya perdarahan intrakranial, migrain, atau kejang. Meskipun TIA memiliki berbagai penyebab, tetapi pada umumnya disebabkan karena suplai darah sementara yang tidak memadai untuk suatu wilayah fokus otak. TIA bukan suatu gangguan yang jinak dan hampir sepertiga pasien akhirnya akan

memiliki infark serebral (sekitar 20% dalam waktu 1 bulan kejadian stroke berawal dari TIA). Meskipun terjadi resolusi gejala, namun demikian TIA memiliki gambaran difusi yang positif pada MRI. Pengukuran apparent diffusion coefficients (ADC) dari MR diffusion-weighted images (DWI) dapat menunjukkan difusi yang menurun ringan (< 25%). Sementara itu, di daerah tanpa gejala

Referensi

Dokumen terkait

Observasi dilakukan langsung di kebun binatang Gembira Loka Yogyakarta yang terdapat Merak Hijau sebagai salah satu koleksi burungnya, di kebun binatang penulis dapat

Dengan kondisi saat ini yang mana sekolah menerapkan GLS tanpa adanya asesmen sebagai upaya pengembangan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan rujukan untuk

Form keranjang belanja digunakan untuk menampilkan daftar pesanan yang dipesan oleh pelanggan saat itu juga, yang artinya bahwa data pesanan yang berada di dalam

Human Resources Department di Hotel Aziza Syariah Solo dipimpin oleh Human Resources Manager (HRM) yaitu Ibu Prapti Handayani yang bertanggung jawab secara langsung,

Format Permohonan pengajuan Tambahan Uang Persediaan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk mendapat persetujuan PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat

Judul Tesis : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SERTA PENGUJIAN SIFAT ANTIMIKROBA DARI EDIBLE FILM KITOSAN – TEPUNG BIJI AREN SEBAGAI KEMASAN FILLET IKAN SALMON... Jamaran

Pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk sejak tahun 2012 s.d Juli 2013, Komisaris PT Citra Margatama Surabaya tahun 2013, Direktur Utama PT

Diberikan pembelajaran, pelatihan, simulasi pertama dan simulasi kedua dengan catatan kode 1000 untuk bahan yang belum mengalami perubahan, kode 0100 untuk bahan yang karena