• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik dengan tegangan tinggi sampai ke konsumen, Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah :

1) Pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan) 2) Merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi.

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik dimulai dari tegangan 11 KV sampai 24 KV dinaikan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan (step up) menjadi 70 kV ,154KV, 220KV atau 500KV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I2.R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya juga akan kecil pula.

Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 KV dengan transformator penurun tegangan (Step down) pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan.

               

(2)

Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step up. Nilai tegangan yang sangat tinggi ini menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya, selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan menggunakan trafo-trafo step down. Akibatnya, bila ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.

Gambar 2.1 Konfigurasi Sistem Tenaga Listrik

Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan pembagian serta pembatasan-pembatasan seperti pada Gambar diatas:

               

(3)

Daerah 1 : Bagian pembangkitan (Generation)

Daerah 2 : Bagian penyaluran (Transmission) , bertegangan tinggi

Daerah 3 : Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6 atau 20KV). Daerah 4 : Di dalam bangunan pada beban/konsumen, Instalasi, bertegangan rendah.

Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka diketahui bahwa porsi materi Sistem Distribusi adalah Daerah 3 dan 4, yang pada dasarnya dapat dikelasifikasikan menurut beberapa cara, bergantung dari segi apa klasifikasi itu dibuat. Dengan demikian ruang lingkup Jaringan Distribusi adalah:

a. SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor dan peralatan perlengkapannya, serta peralatan pengaman dan pemutus.

b. SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination dan lain-lain.

c. Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang, rangka tempat trafo, panel tegangan rendah, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-kabel, transformer band, peralatan grounding,dan lain-lain.

d. SUTR dan SKTR, terdiri dari: sama dengan perlengkapan/material pada SUTM dan SKTM. Yang membedakan hanya dimensinya.

Pelanggan Sambungan Rumah

Saklar TR

Jaringan Tegangan rendah (JTR) Sekering TR

Trafo Distribusi Sekering TM Gardu Induk

Jaringan Tegangan Menengah (JTM)

Gambar 2.2 Sistem Jaringan Distribusi

               

(4)

2.2 Gangguan pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik 2.2.1 Jenis Gangguan

Jenis gangguan utama dalam saluran distribusi tenaga listrik adalah gangguan hubung singkat. Gangguan hubung singkat ini terjadi sebagai akibat dari tembusnya bahan isolasi, kesalahan teknis, dan pengaruh alam di sekitar saluran distribusi tenaga listrik, sehingga ada arus yang mengalir dari fasa ke tanah atau antar fasa. Jaringan distribusi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik ke pelanggan. Untuk keandalan pelayanan penyaluran tenaga listrik ke pelanggan maka jaringan distribusi perlu dilengkapi dengan alat pengaman.

Bila ditinjau dari segi lamanya waktu gangguan, maka gangguan pada saluran distribusi tenaga listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Gangguan sementara ( gangguan temporer ) b. Gangguan permanen ( gangguan stasioner )

Untuk gangguan sementara (gangguan temporer) ditandai dengan normalnya kerja sistem setelah pengaman dimasukan (menutup) kembali. Sedangkan gangguan permanen (gangguan stasioner) ditandai dengan jatuhnya pengaman setelah dimasukan kembali, dan biasanya dilakukan sampai tiga kali. Pada gangguan permanen pengaman bisa bekerja normal kembali setelah gangguan tersebut dapat diatasi. Pada gangguan temporer, penyebab gangguan akan hilang dengan sendirinya setelah pengaman berfungsi (trip). Gangguan yang bersifat permanen bisa disebabkan karena adanya kerusakan pada peralatan sistem tenaga listrik, sehingga gangguan ini baru bisa diatasi setelah kerusakan pada peralatan tersebut telah diperbaiki. Gangguan temporer yag terjadi berulang – ulang dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan sistem tenaga listrik dan hal ini dapat pula menimbulkan gangguan yang bersifat permanen sebagai akibat adanya kerusakan pada peralatan tersebut.

Gangguan hubung singkat akan menimbulkan arus lebih pada fasa yang terganggu, dimana arus tersebut memiliki nilai yang jauh lebih besar dari rating arus maksimum yang diijinkan pada peralatan. Arus hubung singkat ini dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem tenaga listrik jika pengaman tidak segera                

(5)

bekerja. Gangguan – gangguan yang lain jika terjadi terus secara berulang bisa mengakibatkan terjadinya kerusakan isolasi maupun peralatan pada sistem jaringan distribusi atau transmisi tenaga listrik dan hal ini yang akhirnya dapat menimbulkan terjadinya gangguan hubung singkat.

Ditinjau dari macam gangguannya, maka gangguan hubung singkat dapat dibedakan menjadi :

a. Gangguan hubung singkat tiga fasa b. Gangguan hubung singkat dua fasa

c. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah.

Dari tiga jenis gangguan tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok gangguan, yaitu :

a. Gangguan hubung singkat simetris. b. Gangguan hubung singkat tidak simetris.

Yang termasuk dalam gangguan hubung singkat simetris adalah gangguan hubung singkat tiga fasa, sedangkan gangguan yang lainnya termasuk gangguan hubung singkat tidak simetris.

2.2.2 Faktor – Faktor Penyebab Gangguan

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik antara lain :

a. Surja Petir

Mengingat saluran transmisi dan distribusi tersebar luas dan panjang membentang serta beroperasi pada kondisi tempat yang cuacanya berbeda-beda, maka kemungkinan terjadinya gangguan yang disebabkan oleh petir besar sekali, terutama pada musim hujan. Gangguan yang disebabkan oleh petir ini sangat berbahaya karena dapat merusak isolasi peralatan.

b. Surja Hubung

Yang dimaksud dengan surja hubung adalah kenaikan tegangan pada saat dilangsungkan pemutusan arus oleh PMT. Kenaikan tegangan yang disebabkan oleh adanya gangguan surja hubung ini dapat merusak isolasi peralatan.

               

(6)

c. Polusi Debu

Debu-debu yang menempel pada isolator, bila udara lembab maka debu tersebut merupakan konduktor yang dapat menyebabkan terjadinya loncatan bunga api yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan hubung singkat fasa ke tanah.

d. Adanya pohon-pohon yang tidak terawat

Pohon-pohon yang dekat dengan saluran transmisi dan distribusi bila tidak terawat dan rantingnya masuk ke daerah bebas saluran transmisi dan distribusi, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan hubung singkat fasa ke tanah.

2.2.3 Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa

Gangguan hubung singkat 3 fasa bisa saja terjadi akibat jatuhnya ketiga kawat penghantar pada jaringan ke tanah sehingga ketiga kawat fasa terhubung secara langsung oleh tanah, Kemungkinan terjadinya memang sangat kecil, tetapi dalam analisanya tetap harus diperhitungkan. Kemungkinan lain adalah akibat pohon yang cukup tinggi berayun sewaktu tertiup angin kencang, kemudian menyentuh ketiga kawat fasa distribusi seperti yang ditunjukkan Gambar 2.3

Gambar 2.3 Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa a b c Ia Zf Ib Ic Zf Zf                

(7)

a b c Ia Ib Ic Zf

Berdasarkan gambar di atas, gangguan hubung singkat 3 fasa adalah gangguan hubung singkat yang berupa hubungan pendek antara ketiga fasanya. Didapat persamaan sebagai berikut :

) ( 1 3 Ampere Z E I a f   ... (2.1) Dimana: Ea= ( ) 3 Volt VLL ... (2.2) Arus gangguan hubung singkat 3 fasa bila dibandingkan dengan gangguan hubung singkat yang lain, mempunyai arus gangguan yang paling besar.

2.2.4 Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa

Kemungkinan terjadinya gangguan 2 fasa, bisa disebabkan oleh putusnya kawat fasa tengah pada distribusi, dengan konfigurasi tersusun vertikal seperti yang ditunjukkan Gambar 2.4.

Kemungkinan lain adalah dari sebab rusaknya isolator distribusi sekaligus 2 fasa. Gangguan seperti ini biasanya mengakibatkan gangguan 2 fasa ke tanah. Atau bisa juga diakibatkan back flashover antara tiang dan dua kawat fasa sekaligus, sewaktu tiang transmisi atau distribusi yang mempunyai tahanan kaki tiang yang tinggi tersambar petir, dan lain-lain.

Gambar 2.4 Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa

               

(8)

Berdasarkan gambar di atas, gangguan hubung singkat 2 fasa adalah gangguan hubung singkat yang berupa hubungan pendek antara satu fasa dengan fasa yang lain. Apabila hubung singkat terjadi pada fasa a dan b akan didapat persamaan dibawah : ) ( 2 1 2 Ampere Z Z E If bc    ... (2.3)

Oleh karena Z1 = Z2 dan

1 3 3 Z E If   bc ...(2.4) Maka: 3 2 3 2     f f I I ...(2.5)

2.2.5 Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah

Terjadinya gangguan 1 fasa ke tanah disebabkan oleh jatuhnya salah satu penghantar kabel udara ke tanah, ini biasanya diakibatkan oleh rusaknya penyangga kabel pada tiang hingga kabel jatuh ke tanah karena tidak mampu menahan berat penghantar itu sendiri, ranting atau bagian pohon yang menyentuh salah satu fasa penghantar, atau terjadi back flashover antara tiang ke salah satu kawat fasa distribusi seperti yang ditunjukan oleh gambar 2.5.

Gambar 2.5 Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah

a b c Ia Ib Ic Zf                

(9)

Hampir setiap macam gangguan hubung singkat (tiga-fasa, dua-fasa atau satu-fasa ke tanah), melalui suatu nilai tahanan gangguan yang terbentuk oleh arcing (RARC). Tetapi dalam analisa hubung singkat, perhitungan arus gangguan hubung singkat selalu menganggap tahanan gangguan = 0 (nol) untuk memudahkan perhitungan, karena kesulitan untuk menentukan besarnya RARC yang tepat.

Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah adalah gangguan hubung singkat yang berupa hubungan pendek antara satu fasa dengan tanah. Apabila hubung singkat terjadi pada fasa a akan didapat persamaan dibawah :

eq Z eq Z eq Z Vph IHS 0 2 1 3 1      ... ... (2.6) Dimana : I HS 1Ф = arus hubung singkat 1 fasa ke tanah (Ampere)

V ph = tegangan fasa netral sistem 20 kV (Volt) Z1 eq = impedansi ekivalen urutan positif (Ohm) Z2 eq = impedansi ekivalen urutan negatif (Ohm) Z0 eq = impedansi ekivalen urutan nol (Ohm)

Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah hampir selalu lebih kecil daripada arus gangguan hubung singkat tiga fasa, bahkan mungkin lebih kecil dari arus beban nominalnya, sebab gangguan tanah hampir selalu melalui tahanan gangguan, misalnya beberapa Ohm, yaitu tahanan pembumian kaki tiang, dalam hal flashover dengan tiang atau kawat tanah. Di samping itu untuk sistem dengan pembumian melalui tahanan, tahanan pembumian netral sistem itu juga akan membatasi arus gangguan satu fasa ke tanah.

2.3 Sistem Proteksi

Keandalan dan kemampuan suatu sistem tenaga listrik dalam melayani konsumen sangat tergantung pada sistem proteksi yang digunakan. Oleh sebab itu dalam perencangan suatu sistem tenaga listrik, perlu dipertimbangkan kondisi-kondisi gangguan yang mungkin terjadi pada sistem, melalui analisa gangguan.                

(10)

Dari hasil analisa gangguan, dapat ditentukan sistem proteksi yang akan digunakan, seperti spesifikasi switchgear, rating circuit breaker (CB) serta penetapan besaran-besaran yang menentukan bekerjanya suatu relai (setting relay) untuk keperluan proteksi.

2.3.1 Pengertian Sistem Proteksi Tenaga Listrik

Sistem Proteksi tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dipasang pada peralatan-peralatan listrik suatu sistem tenaga listrik, misalnya generator, transformator, jaringan distribusi dan lain-lain, terhadap kondisi abnormal operasi sistem itu sendiri.

Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain-lain Dengan kata lain sistem proteksi itu bermanfaat untuk:

1. menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan-peralatan akibat gangguan (kondisi abnormal operasi sistem). Semakin cepat reaksi perangkat proteksi yang digunakan maka akan semakin sedikit pengaruh gangguan kepada kemungkinan kerusakan alat.

2. cepat melokalisir luas daerah yang mengalami gangguan, menjadi sekecil mungkin.

3. dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumen dan juga mutu listrik yang baik.

4. mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh listrik.

Pengetahuan mengenai arus-arus yang timbul dari berbagai tipe gangguan pada suatu lokasi merupakan hal yang sangat esensial bagi pengoperasian sistem proteksi secara efektif. Jika terjadi gangguan pada sistem, para operator yang merasakan adanya gangguan tersebut diharapkan segera dapat mengoperasikan semua Circuit Breaker (CB) yang tepat untuk mengeluarkan sistem yang terganggu atau memisahkan penyulang dari jaringan yang terganggu. Sangat sulit bagi seorang operator untuk mengawasi gangguan-gangguan yang mungkin terjadi dan menentukan CB mana yang dioperasikan untuk mengisolir gangguan tersebut secara manual.

               

(11)

Mengingat arus gangguan yang cukup besar, maka perlu secepat mungkin dilakukan proteksi. Hal ini perlu suatu peralatan yang digunakan untuk mendeteksi keadaan-keadaan yang tidak normal tersebut dan selanjutnya menginstruksikan CB yang tepat untuk bekerja memutuskan rangkaian atau sistem yang terganggu. Dan peralatan tersebut kita kenal dengan relai.

Ringkasnya proteksi dan tripping otomatis rangkaian-rangkaian yang berhubungan, mempunyai dua fungsi pokok:

1. Mengisolir peralatan yang terganggu, agar bagian-bagian yang lainnya tetap beroperasi seperti biasa.

2. Membatasi kerusakan peralatan akibat panas lebih (over heating), pengaruh gaya-gaya mekanik, dll.

Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam mempertahankan arus kerja maksimum yang aman. Jika arus kerja bertambah melampaui batas aman yang ditentukan dan tidak ada proteksi atau jika proteksi tidak memadai atau tidak efektif, maka keadaan tidak normal dan akan mengakibatkan kerusakan isolasi. Pertambahan arus yang berkelebihan menyebabkan rugi-rugi daya pada konduktor akan berkelebihan pula, sedangkan pengaruh pemanasan adalah sebanding dengan kuadrat dari arus:

H = I2.R.t (Joule)...(2.7)

Dimana :

H = panas yang dihasilkan (Joule) I = arus listrik (ampere)

R = tahanan konduktor (ohm)

t = waktu atau lamanya arus yang mengalir (detik)

Proteksi harus sanggup menghentikan arus gangguan sebelum arus tersebut naik mencapai harga yang berbahaya. Proteksi dapat dilakukan dengan Sekering atau Circuit Breaker dengan mediasi relai proteksi.

               

(12)

Proteksi juga harus sanggup menghilangkan gangguan tanpa merusak peralatan proteksi itu sendiri. Untuk ini pemilihan peralatan proteksi harus sesuai dengan kapasitas arus hubung singkat (breaking capacity) atau Repturing Capacity.

Proteksi sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dipasang pada peralatan-peralatan listrik suatu sistem tenaga listrik, misalnya generator, transformator, jaringan dan lain-lain, terhadap kondisi abnormal operasi sistem itu sendiri.Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain-lain.

2.3.2 Pengertian Relai Proteksi

Relai proteksi atau relai pengaman adalah susunan peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi atau merasakan adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidaknormalan pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik.

Relai proteksi dapat mendeteksi atau merasakan adanya gangguan pada peralatan yang diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaran-besaran yang diterimanya, misalnya arus, tegangan, daya, frekuensi, impedansi dan sebagainya dengan besaran yang telah ditentukan.

Relai secara otomatis membuka Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) untuk memisahkan peralatan atau bagian dari sistem yang terganggu dan memberi isyarat berupa lampu atau alarm (bel) yang menandakan sistem telah terjadi gangguan.

2.3.3 Fungsi Relai Proteksi

Dari uraian di atas maka relai proteksi pada sistem tenaga listrik berfungsi untuk :

a. Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta memisahkan secepatnya sehingga sistem lainnya tidak terganggu dan dapat beroperasi secara normal.

               

(13)

b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem yang terganggu.

c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem lain yang tidak terganggu di dalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya gangguan. d. Memperkecil bahaya bagi manusia.

2.3.4 Syarat-syarat Relai Proteksi

Relai proteksi dirancang untuk dapat merasakan atau mengukur adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidak normalan pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik. Maka dari itu relai proteksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Dapat diandalkan (Realiable)

Dalam keadaan normal ( tidak ada gangguan ) relai tidak boleh bekerja. Tetapi bila suatu saat terjadi gangguan yang mengharuskan relai bekerja, maka relai tidak boleh gagal bekerja untuk mengatasi gangguan tersebut. Disamping itu relai tidak boleh salah bekerja, sehingga menimbulkan pemadaman yang tidak seharusnya ataupun menyulitkan analisa gangguan yang terjadi. Relai pengaman diharapkan mempunyai jangka waktu pemakaian yang lama.

b. Selektif (Selective)

Relai bertugas mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam daerah pengamanannya. Dengan kata lain pengamanan dinyatakan selektif bila relai dan PMT yang bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja.

c. Waktu kerja relai cepat ( Responsive )

Relai pengaman harus dapat bekerja dengan cepat segera setelah merasakan adanya gangguan pada sistem guna mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem yang terganggu.

d. Peka (Sensitive )

Relai harus dapat bekerja dengan kepekaan yang tinggi, artinya harus cukup sensiitif terhadap gangguan didaerahnya meskipun gangguan tersebut minimum.                

(14)

e. Ekonomis dan sederhana (Cheap and Simple)

Penggunaan relai pengaman harus dipertimbangkan sisi ekonomisnya tanpa mempengaruhi fungsi relai tersebut.

2.4 Relai Arus Lebih / Over Current Relay (OCR) 2.4.1 Definisi Relai Arus Lebih

Relai arus lebih adalah suatu relai yang bekerjanya berdasarkan kenaikan arus yang melebihi suatu nilai pengamanan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, sehingga relai ini dapat dipakai sebagai pola pengaman arus lebih. Relai ini pada dasarnya mengamankan adanya arus lebih yang disebabkan oleh gangguan hubung singkat atau beban lebih. Relai arus lebih akan bekerja bila besarnya arus input melebihi suatu harga tertentu ( arus kerja ) yang dapat diatur dan dinyatakan menurut kumparan sekunder dari trafo arus (CT). Relai arus lebih akan memberi isyarat kepada PMT bila terjadi gangguan hubung singkat untuk membuka rangkaian sehingga kerusakan alat akibat gangguan dapat dihindari.

Gambar 2.6 Rangkaian Pengawatan Relai Arus Lebih

2.4.2 Fungsi Relai Arus Lebih

Pemakaian relai arus lebih pada sistem tenaga listrik dapat difungsikan sebagai berikut :                

(15)

1. Pengaman utama.

Relai pengaman sebagai pengaman utama adalah relai yang pertama kali merespon dan bertindak jika terjadi gangguan pada sistem.

2. Pengaman cadangan

Sedangkan sebagai pengaman cadangan, relai pengaman cadangan baru akan merespon dan bekerja jika relai pengaman utama gagal bekerja.

2.4.3 Jenis Relai Arus Lebih

2.4.3.1 Relai Arus Lebih Waktu Seketika (Moment-Instantaneous)

Relai ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada saat terjadi gangguan bila arus gangguan besarnya melampaui penyetelannya, dan jangka waktu kerja relai mulai pick-up sampai kerja relai sangat singkat tanpa penundaan waktu (± 20 – 60 ms).

Gambar 2.7 Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Seketika

Keterangan Gambar 2.7:

CB : circuit breaker / PMT C : relai arus lebih CT : current transformer top : waktu operasi

               

(16)

TC : tripping coil Ip : arus setting relai

Pada gambar 2.7 (b) terlihat bahwa waktu kerja relai sangat cepat tanpa penundaan waktu. Relai jenis ini biasanya dikombinasikan dengan relai arus lebih dengan karakteristik waktu kerja terbalik atau dengan relai arus lebih dengan karakteristik waktu kerja tertentu.

2.4.3.2 Relai Arus Lebih Waktu Tertentu (Definite Time)

Relai ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada saat terjadi gangguan bila besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan jangka waktu kerja relai mulai pick-up sampai kerja relai waktunya ditunda dengan harga tertentu tidak dipengaruhi oleh besarnya arus gangguan.

Gambar 2.8 Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Tertentu

Keterangan Gambar 2.8 :

CB : circuit breaker / PMT top : waktu operasi

CT : current transformer Ip : arus setting (arus kerja)

TC : tripping coil T : relai waktu tunda

C : relai arus lebih A : relai bantu

               

(17)

S : relai sinyal

Pada gambar 2.8 (b) terlihat bahwa waktu kerja relai tidak tergantung dengan besarnya arus gangguan. Perbedaan relai ini dengan relai waktu kerja seketika adalah pada lamanya waktu kerja, dimana pada relai arus kerja seketika waktu kerjanya sangat cepat tanpa penundaan waktu sedangkan pada relai waktu kerja tertentu ada penundaan waktu. Namun pada kedua relai arus lebih di atas lamanya waktu kerja tidak tergantung pada besarnya arus gangguan.

2.4.3.3 Relai Arus Lebih Waktu Berbanding Terbalik ( Inverse )

Relai ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada saat terjadi gangguan bila besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan jangka waktu kerja relai mulai pick-up sampai kerja relai waktu tundanya berbanding terbalik dengan besarnya arus gangguan.

Gambar 2.9 Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Berbanding Terbalik

Keterangan Gambar 2.9:

C/T : Relai arus lebih dan relai waktu                

(18)

Relai arus lebih jenis ini lamanya waktu kerja tergantung pada besarnya arus gangguan. Pada gambar 2.9 ( b ) terlihat bahwa makin besar arus gangguan yang dirasakan oleh relai arus lebih dengan karakteristik waktu kerja terbalik maka waktu kerjanya makin cepat.

Terdapat 4 macam karakteristik Relai Inverse yaitu :

Standard Inverse

Yaitu karakteristik yang menunjukan perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang standar, ditulis dengan rumus :

Tp

Ip

I

t

gangguan

.

1

)

(

14

,

0

02 , 0

……….(2.8)

Gambar 2.10 Kurva karakteristik Standard Inverse                

(19)

Very Inverse

Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standard inverse, ditulis dengan rumus :

Tp

Ip

I

t

gangguan

.

1

)

(

5

,

13

………..(2.9)

Gambar 2.11 Kurva karakteristik Very Inverse

Extremely Inverse

Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standard dan very inverse, ditulis dengan rumus :

               

(20)

Tp

Ip

I

t

gangguan

.

1

)

(

80

2

………...(2.10)

Gambar 2.12 Kurva karakteristik ExtremelyInverse

Long Time Inverse

Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang lebih lambat/rendah diantara karakteristik yang lain, ditulis dengan rumus :

Tp

Ip

I

t

gangguan

.

1

)

(

120

1

……….(2.11)                

(21)

Gambar 2.13 Kurva karakteristik Long Time Inverse Ket :

t : waktu trip Ip : Arus setting time

Tp : TMS delay (I>)

2.4.4 Beberapa Parameter pada Relai Arus Lebih

1. I Pick Up / I set / I> (setting time delay) Ip = Arus kerja ( Arus Pick Up ).

Adalah arus minimum yang menyebabkan relai bekerja atau pick-up. 2. I reset ( Ir atau Id)

Id = Ir = arus kembali (arus drop-off/Id, arus reset/Ir)

Adalah arus maksimum yang menyebabkan rele kembali tidak bekerja. 3. IN = Arus minimum relai

               

(22)

In adalah besarnya kemampuan relai untuk dialiri arus secara terus menerus. 4. Igangguan (I Uji) = Arus gangguan

Igangguan adalah besarnya suatu harga penetapan arus kerja relai sesuai dengan yang diharapkan relai harus pick-up atau bekerja sesuai setting delay time (I>). 5. Im (I>>) = Arus moment/arus kerja sesaat

Im adalah besarnya suatu harga penetapan arus kerja relai sesuai yang diharapkan relai harus bekerja sesaat (instantaneous).

6. TMS (Tp) = Time multiple setting

TMS / Ko adalah besarnya kelipatan waktu tunda ( t set ), istilah ini hanya terdapat pada relai dengan karakteristik inverse time.

7. Starting

Adalah suatu tanda bahwa relai pick-up atau merasakan adanya suatu besaran arus yang sama dengan atau lebih besar dari I set.

8. Trip

Adalah suatu tanda bahwa relai bekerja dan telah memberi perintah pada tripping coil untuk bekerja melepas kontak PMT.

2.5 Setting Relai Arus Lebih

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan setting relai arus lebih adalah sebagai berikut :

1. Arus kerja minimum relai harus lebih besar dari arus beban maksimum dan lebih kecil dari arus gangguan hubung singkat terkecil, yaitu arus gangguan hubung singkat dua fasa di ujung seksi.

2. Penentuan setting dari seksi yang paling ujung dan secara bertahap dilakukan untuk seksi-seksi berikutnya ke arah sumber. Untuk menentukan setting waktu relai perlu diketahui beda waktu koordinasi minimum yang di perbolehkan sesuai dengan spesifikasi relai dan pemutus daya yang dipakai.

               

(23)

3. Pada saat melakukan setting waktu relai inverse, lakukanlah pada saat arus gangguan maksimum karena untuk arus yang lebih kecil waktu kerja relai akan lebih besar.

2.5.1 Setting Arus Untuk Waktu Tunda I> (Ip)

Ip =

………..(2.12)

Ip =

1,1 X I

Nominal (max)………(2.13)

Ip = Arus setting delay time (A)

INominal = Arus normal saat tidak terjadi gangguan hubung singkat (A)

KS = Faktor Keamanan (1,1 s/d 1,2)

Kd = Faktor arus kembali (waktu kerja definite = 0,8 s/d 0,9 waktu kerja Inverse = 1)

2.5.2 Setting TMS ( Tp )

IGangguan =

………....(2.14)

IGangguan =

………...(2.15)

Ks : Faktor keamanan dalam hal ini = 0,7 s/d 0,8

Tp =

(( ) ) ………...(2.16)

2.5.3 Setting Arus Untuk Instantaneous ( I>>)

………...(2.17)

Standar satuan pada persamaan yang digunakan untuk pengaturan setting relai di atas merujuk pada ketentuan standar fabrikasi relai Siemens 7SJ600.                

(24)

2.6 Relai Siemens 7SJ600

Gambar 2.14 Relai Arus Lebih Siemens Siprotec 7SJ600

Siemens siprotec 7SJ600 merupakan relai jenis numeric yang biasa digunakan pada sistem tenaga distribusi radial dan proteksi motor, alat ini juga dapat difungsikan sebagai backup pada penyulang, transformator.

Gambar 2.15 Modul Relai Arus Lebih Siemens Siprotec 7SJ600

Siemens 7SJ600 mampu bekerja sebagai OCR tipe waktu tertentu (definite) dan waktu terbalik (inverse) bersamaan dengan proteksi overload dan beban tidak seimbang sebagai sebuah kesatuan relai pengaman. Pada hal ini, komponen-               

(25)

komponen seperti motor,generator dan transformator dapat diamankan dari beban-beban asimetris. Arus pendek asimetris dimana arus dapat lebih kecil daripada arus beban atau gangguan antar fasa yang sangat dimungkinkan terdeteksi.

2.6.1 Spesifikasi Relai Arus Lebih Siemens 7SJ600

OCR Siemens 7SJ600 memiliki spesifikasi sebagai berikut : In = 1 A

f = 50 / 60 Hz Vr = 24 / 48 Vdc

Gambar 2.16 Konstruksi Relai Siemens Siprotec 7SJ600

               

(26)

Ket :

1. Indikator kesiapan alat (Hijau)

2. Indikator gangguan pada unit (Merah)

3. Display dua baris (LCD) dengan 8 karakter tiap barisnya 4. Lampu Indikator 1 – 4 *

5. Panel operasi **

* Keterangan lampu indikator 1. Gangguan L1

2. Gangguan L2 3. Gangguan L3 4. General Fault

** Keterangan Panel Operasi :

Tabel 2.1 Keterangan Panel Operasi Relai Siemens 7SJ600

Tombol Fungsi

Menaikan Huruf atau nilai pada peralatan

Menurunkan Huruf atau nilai pada peralatan

Tombol ‘yes’ : operator menyetujui item yang diberikan peralatan

Tombol ‘no’ : operator tidak menyetujui item dari peralatan Tombol ini berfungsi juga sebagai tombol RESET

Tombol Maju : Tampilan selanjutnya atau menu item yang ditampilkan

Tombol Mundur : Menu tampilan sebelumnya                

(27)

Tombol untuk ke tingkatan operasi selanjutnya

Tombol untuk ke tingkatan operasi sebelumnya

Tombol Konfirmasi

2.6.2 Setting Karakteristik Gangguan Fasa pada OCR Siemens 7SJ600

Rating arus overcurrent (OC) pick up tiap relai berbeda-beda, termasuk rating OC pick up antara OCR dan GFR pada relai Siemens 7SJ600 sendiri. Untuk mengatur jenis-jenis masukan variabel OCR operator harus menguasai dulu langkah-langkah input yang sudah tertera pada buku petunjuk alat. Untuk mengatur input, operator telah disediakan tombol-tombol pada panel operasi seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Dari tombol-tombol tersebut operator dapat memberikan input sesuai dengan yang diinginkan.

Sebelum memasukan input pada relai, operator harus memahami dulu ketentuan-ketentuan yang ada pada sistem proteksi seperti rumus atau landasan teori lainya, ini dilakukan supaya tidak terjadi kegagalan sistem pada saat alat beroperasi. Selanjutnya baru operator dapat menyesuaikan input dengan rating yang telah terpasang di alat.

Berikut ini rating yang ada pada relai untuk kategori proteksi antar fasa : 1. Definite time (xIN)

Tabel 2.2 Setting karakteristik Definite Time untuk Gangguan Antar Fasa

OC Pick up I> 0,1 – 25,00 A (hingga ∞) OC Pick up I>> 0,1 – 25,00 A (hingga ∞) OC Pick up I>>> 0,3 – 12,50 A (hingga ∞) Delay times (t) tiap OC pick up 0,00 – 60,00 s

               

(28)

2. Inverse time (xIN)

Tabel 2.3 Setting karakteristik Inverse Time untuk Gangguan Antar Fasa

OC Pick up I> 0,1 – 4,00 A

Time Multiple seting Tp 0,05 – 3,20 s OC Pick up I>> 0,1 – 25,0 A Delay times (t) tiap OC pick up 0,00 – 60,00 s

Selanjutnya adalah cara pengaturan input untuk gangguan fasa pada display relai Siemens 7SJ600 (standar IEC).

Tabel 2.4 Operasi Input Setting Karakteristik Gangguan Fasa pada Siemens 7SJ600

Permulaan pada blok rangkaian : Proteksi waktu arus lebih pada gangguan fasa

Nilai arus Instantaneous (I>>)

Waktu tunda trip pada Arus Instantaneous (I>>)

Nilai Pick up arus Inverse (I>)

Trip time delay untuk nilai arus Inverse(I>)                

(29)

Pengaturan karakteristik overcurrent (Ip) inverse time, diantaranya : - Standard Inverse

- Very inverse - Extremely inverse - Long time inverse (IEC 6255)

Time Multipier setting untuk inverse time arus lebih (Ip)

Nilai pick up untuk inverse time arus lebih (Ip)

2.7 Current Transformer (CT)

Untuk pemasangan alat-alat ukur dan alat-alat proteksi atau pengaman pada instalasi listrik jaringan tinggi, menengah, dan rendah diperlukanlah suatu transformator pengukuran. Current Transformer (CT) atau transformator arus digunakan untuk pengukuran arus yang besarnya ratusan ampere lebih yang mengalir pada jaringan tegangan tinggi. Jika arus hendak diukur mengalir pada tegangan rendah dan besarnya dibawah 5 ampere, maka pengukuran dapat dilakukan secara langsung sedangkan arus yang besar tadi harus dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan trafo arus sebutan trafo pengukuran arus yang besar.                

(30)

Gambar 2.17 Current Transformer (CT)

Disamping untuk pengukuran arus, trafo arus juga dibutuhkan untuk pengukuran daya dan energi, pengukuran jarak jauh dan relai proteksi. Kumparan primer trafo arus dihubungkan secara seri dengan jaringan atau peralatan yang akan diukur arusnya, sedangkan kumparan sekunder dihubungkan dengan peralatan ukur dan relai proteksi.

Trafo arus bekerja sebagai trafo yang terhubung singkat. Kawasan kerja trafo arus yang digunakan untuk pengukuran biasanya 0,05 sampai 1,2 kali arus yang akan diukur. Trafo arus untuk tujuan proteksi biasanya harus mampu bekerja lebih dari 10 kali arus pengenalnya.

CT dalam sistem tenaga listrik digunakan untuk keperluan pengukuran dan proteksi. Perbedaan mendasar pada kedua pemakaian diatas adalah pada kurva magnetisasinya.

Gambar 2.18 Kurva kejenuhan untuk pengukuran dan proteksi pada CT

               

(31)

Untuk pengukuran, memiliki kejenuhan sampai dengan 120 % arus rating tergantung dari kelasnya, hal ini untuk mengamankan alat ukur pada saat gangguan.

Untuk proteksi, memiliki kejenuhan cukup tinggi sampai beberapa kali arus rating.

2.7.1 Fungsi CT

a. Mentransformasikan dari arus yang besar ke arus yang kecil guna pengukuran atau proteksi.

b. Sebagai isolasi rangkaian sekunder dari sisi primernya.

c. Memungkinkan penggunaan standar arus pengenal untuk alat sisi sekundernya.

2.7.2 Prinsip Kerja CT

Gambar 2.19 Prinsip Kerja CT

I1.N1 = I2.N2 ………(2.18)

………..(2.19)

Dimana = ………...(2.20)

Sehingga, I1 > I2 sehingga N1 < N2………(2.21) N1 = jumlah lilitan Primer

N2 = jumlah lilitan Sekunder                

(32)

Prinsip kerjanya yaitu, jika pada kumparan primer mengalir arus I1, maka pada kumparan primer akan timbul gaya gerak magnet sebesar N1 I1. gaya gerak magnet ini memproduksi fluks pada inti. Fluks ini membangkitkan gaya gerak listrik pada kumparan sekunder. Jika kumparan sekunder tertutup, maka pada kumparan sekunder mengalir arus I2. arus ini menimbulkan gaya gerak magnet N2. I2 pada kumparan sekunder.

Perbedaan utama trafo arus dengan trafo daya adalah jumlah belitan primer sangat sedikit, tidak lebih dari 5 belitan. Arus primer tidak mempengaruhi beban yang terhubung pada kumparan sekundernya, karena arus primer ditentukan oleh arus pada jaringan yang diukur. semua beban pada kumparan sekunder dihubungkan serie. terminal sekunder trafo tidak boleh terbuka, oleh karena itu terminal kumparan sekunder harus dihubungkan dengan beban atau dihubung singkat jika bebannya belum dihubungkan.

2.7.3 Dua Kelompok Dasar CT

a. Trafo Arus Untuk Pengukuran

 Mempunyai ketelitian tinggi pada daerah kerja (daerah pengenalnya).

 Cepat jenuh.

b. Trafo Arus Untuk Proteksi

 Mempunyai daerah ketelitian yang luas.

 Tidak cepat jenuh.

2.7.4 Akurasi CT

1. Kesalahan rasio CT

Kesalahan besaran arus karena perbedaan rasio name plate dengan rasio sebenarnya dinyatakan dalam :

% Kesalahan = 100 ( Kn . Is – Ip ) / Ip………(2.22) Dimana : Kn = rating rasio transformer

Ip = arus primer aktual Is = arus sekunder aktual                

(33)

2. Kesalahan fasa

Akibat pergeseran fasa antara arus sisi primer dengan arus sisi sekunder :

 bernilai positif ( + ) jika Is mendahului Ip

 bernilai negatif ( - ) jika Is tertinggal dari Ip 3. Komposit error

Komposit error merupakan nilai rms dari kesalahan trafo dan ditunjukkan oleh persamaan berikut :

√ ∫ ………(2.23)

2.7.5 Kelas CT

Menyatakan prosentase kesalahan pengukuran CT pada rating atau pada rating akurasi limit.

a. Accuracy Limit Factor ( ALF )

Disebut juga faktor kejenuhan inti perbandingan dari I primer : I rated, nilai dimana akurasi CT masih bisa dicapai

Contoh :

CT (CT) 200 / 1 A dengan accuracy limit faktor (ALF) = 5 Maka batas akurasi < 5 x 200 A = 1000 A

b. Kelas untuk CT Pengukuran

Tabel 2.5 Kesalahan Rasio Dan Pergeseran Fasa CT Pengukuran

               

(34)

c. Kelas untuk CT Proteksi

Kelas. P Dinyatakan dalam bentuk seperti contoh berikut

15 VA ,10 P, 20

dimana :

15 VA = Rating beban CT sebesar 15 VA

10 P = Kelas proteksi, kesalahan 10 % pada rating batas akurasi

20 = accuracy limit faktor, batas akurasi CT sampai dengan 20 kali arus rating

Tabel 2.6 Kesalahan Rasio Dan Pergeseran Fasa CT Proteksi

               

Gambar

Gambar 2.1  Konfigurasi Sistem Tenaga Listrik
Gambar 2.2  Sistem Jaringan Distribusi         
Gambar 2.3  Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa abcIaZfIbIcZfZf        
Gambar 2.4 Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa           
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan pada penelitian ini, terbukti bahwa metode K-Nearest Neighbor dapat digunakan untuk mengkalsifikasi data penyakit

Misi hotel Grand Angkasa Internasional Medan antara lain yaitu:.. Menjadi hotel terbaik di

Resistor dengan nilai tahanan yang tepat sangat diperlukan dalam mengatur nilai tegangan yang tepat untuk bisa mengoperasikan suatu rangkaian dengan sempurna.. Dalam

Gambar 5.9 Hasil Running Program Diagram Interaksi Kolom Bulat Tinggi Menggunakan Perhitungan Distribusi Tegangan Kolom Beton dengan Stress Block Equivalent. Gambar 5.10

Kita harus meng- compile semua file Less menggunakan Less compiler untuk menghasilkan file CSS. • Alhamdulillah, Bootstrap telah menyediakan CSS, JS &amp;

Kegiatan on-farm (produksi) cenderung berada di daerah yang jauh dari pusat kegiatan pasar maupun dari pusat kegiatan pengolahan dan jasa penunjang lainnya. Akibatnya, petani

Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-sumber yang dimiliki, keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan, mengetahui pentingnya hygiene sanitasi dan kekompakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang keanekaragaman burung pada berbagai tipe habitat burung di kawasan Balohan Kecamatan Sukajaya Kota