• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan - Tri Astuti BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan - Tri Astuti BAB II"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini digunakan bagi penulis untuk memberikan referensi atau acuan, untuk membedakan antara penelitian yang dulu dengan yang akan ditulis agar tidak disangka plagiat. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Desi Ardianingsih (2009) berjudul Eufemisme dalam Rubrik Seksologi dan Ginekologi Majalah Wanita. Penelitian yang berupa Skripsi karya mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto ini menyimpulkan bahwa:

1. Bentuk satuan gramatik eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita bulan Juni – September tahun 2008 berupa kata dan frasa.

2. Nilai rasa yang digantikan oleh eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita bulan Juni-September tahun 2008 adalah nilai rasa tidak baik yang mencakup konotasi tidak pantas dan konotasi kasar.

3. Pemakaian eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita bulan Juni-September tahun 2008 bertujuan menggantikan bentuk gramatik (kata ataufrasa) yang mengandung konotasi tidak baik. Hal ini untuk menjaga dan memelihara keharmonisan hubungan dengan pemirsanya.

(2)

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang sekarang yaitu pada masalah penelitian dan sumber data penelitian. Masalah pada penelitian sebelumnya yaitu bentuk eufemisme, konotasi yang digantikan dengan eufemisme dan macam referen eufemisme. Sedangkan pada penelitian sekarang masalah penelitian yang digunakan hanya bentuk eufemisme dan konotasi yang digantikan dengan eufemisme. Sumber data pada penelitian sebelumnya yaitu rubrik seksologi dan ginekologi, sedangkan pada penelitian sekarang sumber data yang digunakan yaitu rubrik problematika. Persamaan penelitian sekarang dan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama mendeskripsikan eufemisme.

B. Pengertian Semantik

Kata semantik adalah istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, atau dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana (Chaer, 2002: 2-6). Menurut Verhaar ( dalam Pateda 2001:7), semantik berarti teori makna atau teori arti. Selain untuk memahami makna atau arti dari unsur sebuah bahasa, kajian semantik juga menganalisis tentang sebuah maksud dan sebuah tindak ujar.

C. Makna

1. Pengertian Makna

(3)

Tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua unsur, yaitu unsur yang „mengartikan‟ yang wujudnya berupa runtunan bunyi, dan unsur yang „diartikan‟ yang

wujudnya berupa pengertian atau konsep. Misalnya tanda linguistik berupa (ditampilkan dalam bentuk ortografis) <meja> terdiri dari komponen mengartikan, yakni berupa runtunan fonem /m/, /e/, /j/, dan /a/, dan komponen diartikan berupa konsep atau makna „sejenis perabot kantor atau rumah tangga‟. Menurut Djajasudarma makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna adalah makna atau maksud suatu kata.

2. Aspek Makna

a. Sense (Pengertian)

(4)

b. Feeling (Perasaan)

Aspek perasaan berhubungan dengan sikap pembaca terhadap situasi pembicaraan. Di dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhubungan dengan perasaan (misal, sedih, panas, dingin, gembira, jengkel, gatal). Untuk menyatakan situasi yang berhubungan dengan aspek makna perasaan tersebut, digunakan kata-kata yang sesuai dengan situasinya. Misalnya, pada situasi sedih tidak akan muncul ekspresi gembira, “Turut berduka cita” dan “Ikut bersedih.” Hal itu disebabkan ekspresi tersebut hanya muncul dan cocok pada situasi kemalangan atau kesedihan, misal, bila ada yang meninggal dunia. Kata-kata tersebut memiliki makna yang sesuai dengan perasaan. Kata-kata yang sesuai dengan makna perasaan ini muncul dari pengalaman. Misalnya, dia mengatakan “Penipu kau!”, merupakan ekspresi yang berhubungan dengan pengalaman tentang orang yang disebut “Kau.” Dia merasa pantas menyebut orang yang disebut “Kau” sebagai penipu karena tindakannya yang

tidak baik.

c. Tone ( Nada )

(5)

kata-kata yang akan digunakan. Aspek nada ini berhubungan pula dengan aspek perasaan. Bila penutur jengkel maka sikap dia akan berlainan dengan sikap ketika perasaannya bergembira, bila jengkel, dia akan memilih aspek nada meninggi, bila memerlukan sesuatu, dia akan beriba-iba dengan nada merata atau merendah. Bandingkanlah aspek makna nada berikut:

(1) Kereta api dari Yogya sudah datang. (2) Kereta api dari jogya sudah datang? (3) Pergi !

d. Intension (Tujuan)

Aspek tujuan ini adalah “his aim, conscious or unconscious, the effect he is endeavouring to promote” (tujuan atau maksud, baik disadari maupun tidak, akibat usaha dari peningkatan). Apa yang dia ungkapkan di dalam aspek tujuan memiliki tujuan tertentu, misal, dengan mengatakan “Penipu kau!” tujuannya supaya kawan bicara mengubah kelakuan (tindakan) yang tidak diinginkan tersebut. Aspek ini berarti berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai melalui pernyataan atau ungkapan kita. Aspek makna tujuan ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang bersifat deklaratif, persuasif, imperatif, naratif, politis, dan paedagogis (pendidikan). Keenam sifat pernyataan tersebut dapat melibatkan fungsi bahasa di dalam komunikasi.

D. Eufemisme

1. Pengertian Eufemisme

(6)

(Dale, 1971 dalam Tarigan, 1985). Lebih lanjut menurut beliau bahwa eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dianggap merugikan, dirasakan kasar, atau yang tidak menyenangkan (Tarigan, 1985: 143). Menurut Keraf (2006:132) menyatakan bahwa eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menginggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat dikatakan bahwa eufemisme merupakan suatu usaha dalam pemakaian bahasa untuk menggantikan kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi. Kata-kata yang dianggap kasar diganti dengan kata-kata yang lebih halus. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan eufemisme. Ungkapan pelembut ini ada pada semua bahasa yang digunakan untuk menjaga perasaan orang lain. Di dalam situasi dan keadaan tertentu kita memerlukan timbang rasa.

E. Bentuk Eufemisme

(7)

1. Kata

Kata ialah satuan bebas yang paling kecil. Atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata (Ramlan, 2009: 33). Menurut Chaer (1994: 162) kata satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua spasi, dan mempunyai satu arti. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan yang paling kecil yang memiliki satu pengertian. Perhatikan contoh kata-kata berikut: mobil, rumah, sepeda,ambil, dingin, dan kuliah. Keenam kata yang kita ambil itu kita akui sebagai kata karena setiap kata mempunyai makna. Berbeda dengan kata adepes, libma, ninggis, dan haklab. Kata tersebut merupakan bukan termasuk kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna. Dalam penelitian ini peneliti mengamati bentuk eufemisme yang berupa kata secara spesifik yaitu:

a. Kata Dasar

Menurut Tarigan (2009: 20) kata dasar adalah satuan terkecil yang menjadi asal atau permulaan suatu kata kompleks. Kata dasar adalah kata yang belum mendapat penambahanbaik awalan maupun akhiran http://id. answers. yahoo. com/question/index?qid= 20080409040004 AA1 hONF. Dari pendapat di atas dapat

(8)

b. Kata Bentukan

1) Kata Berimbuhan

Kata berimbuhan adalah kata yang mengalami pengimbuhan atau afiksasi http://mersiku.jw.lt/materi/bahasa_indonesia_7. Imbuhan atau afiks adalah morfem terikat yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata. Hasil pengimbuhannya menghasilkan kata berimbuhan atau kata turunan. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami pengimbuhan atau afiksasi. Contoh eufemisme yang berbentuk kata berimbuhan misalnya dimakamkan yang menggantikan dikuburkan.

2) Kata Majemuk

(9)

3) Kata bentukan di luar proses morfologi (akronim)

Akronim adalah pemendekan dua kata atau lebih menjadi satu kata saja, dengan kata lain akronim merupakan kata. Maknanya merupakan kepanjangan kata tersebut (Pateda, 2001:150). Menurut Chaer (1994: 192) akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama, berupa pengekalan suku-suku kata dari gabungan leksem, atau bisa juga secara tidak beraturan. Contoh eufemisme yang berbentuk kata bentukan di luar proses morfologi (akronim) misalnya lapas yang menggantikan penjara.

2. Frasa

(10)

3. Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkontruksi predikati. Artinya, di dalam kontruksi itu ada komponen, berupa kata dan frase, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan (Chaer,1994: 231). Soeparno (1988: 82) mendeskripsikan bahwa klausa sebagai suatu satuan gramatikal yang berkonstruksi Subjek (S) –Predikat (P). Jadi dapat disimpulkan bahwa klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek dan predikat bisa juga disertai objek dan keterangan. Contoh eufemisme yang berbentuk klausa yaitu menafkahi keluarga menggantikan bentuk mencari uang untuk keluarga.

F. Konotasi

1. Pengertian Konotasi

Konotasi adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotasi sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju, tidak setuju, senang, tidak senang, dan sebagainnya pada pihak pendengar. Di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama (Keraf, 2006:29). Menurut Tarigan(1985: 59), menyatakan bahwa nilai rasa sama pengertiannya dengan konotasi. Konotasi atau nilai rasa adalah kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi, yang biasanya bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata.

2. Macam-macam Konotasi

(11)

adalah nilai rasa yang hanya menonjolkan diri bagi orang perseorangan. Konotasi kolektif adalah nilai rasa yang berlaku untuk para anggota suatu golongan atau masyarakat. Perlu diketahui benar-benar bahwa penelitian terhadap nilai rasa individual jauh lebih sulit daripada nilai rasa kolektif, sebab untuk mengetahui nilai rasa individual kita harus meneliti setiap individu baik lahir maupun batin, sejarah, perkembangannya, dan aspek-aspek lainnya. Selanjutnya konotasi kolektif atau nilai rasa kelompok ini secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu konotasi baik dan konotasi tidak baik.

a. Konotasi Baik

1) Konotasi Tinggi

Konotasi tinggi merupakan kata-kata sastra dan kata-kata klasik yang lebih indah dan anggun terdengar oleh telinga kita. Di samping itu, kata-kata asing juga pada umumnya menimbulkan anggapan rasa segan, terutama bila orang kurang atau sama sekali tidak memahami maknanya. Dengan kata lain, kata-kata asing yang demikian juga berkonotasi tinggi. Oleh karena itu, kata-kata tersebut mendapat konotasi atau nilai rasa tinggi atau konotasi baik. Contoh kata-kata yang mengandung nilai rasa tinggi yaitu aksi „gerakan‟, bandar „pelabuhan‟, bahtera „perahu, kapal‟ dan lain-lain.

2) Konotasi Ramah

(12)

menggunakan bahasa Indonesia yang terkesan kaku dan terlalu formal. Jadi, dapat disimpulkan kata-kata yang memiliki makna konotasi ramah biasanya terdapat dalam bahasa daerah. Berikut beberapa contoh kata-kata yang terasa mengandung konotasi ramah:Akur „cocok,sesuai‟, Berabe„susah‟, dan Cialat„angsur‟. Sehubungan dengan dua jenis konotasi baik di atas yaitu konotasi tinggi dan konotasi ramah, penulis menyimpulkan bahwa eufemisme bisa mengandung keduanya yaitu konotasi tinggi dan konotasi ramah.

b. Konotasi Tidak Baik

1) Konotasi berbahaya

Konotasi berbahaya, yaitu salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat terutama yang bersifat magis. Pada saat tertentu, ada kata-kata yang pengucapannya harus dihindari karena dapat mendatangkan mara bahaya. Contoh kata yang mengandung konotasi berbahaya yaitu harimau. Konteks kalimat: ” pada saat Andri mencari kayu bakar di hutan tiba-tiba ada harimau yang

(13)

2) Konotasi tidak pantas

Konotasi tidak pantas, yaitu salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan erat dengan kelas sosial dalam masyarakat. Pemakaian atau pengucapan kata-kata yang mempunyai rasa tidak pantas dapat menyinggung perasaan lawan bicara atau objek pembicaraan. Hal tersebut dapat terjadi terutama jika pembicara mempunyai martabat lebih rendah daripada lawan bicara atau objek pembicaranya. Oleh karena itu, apabila seseorang sebelum mengucapkan sesuatu hendaknya dipikir terlebih dahulu, apakah kata tersebut pantas atau tidak untuk diucapkan, karena tidak semua kata memiliki nilai rasa yang pantas untuk diucapkan. Contoh kata yang mengandung konotasi tidak pantas yaitu beranak kata ini bisa diganti dengan konotasi yang lebih pantas „bersalin‟.

3) Konotasi tidak enak

(14)

4) Konotasi kasar

Konotasi kasar, yaitu salah satu jenis rasa kolektif yang sering digunakan oleh rakyat jelata. Biasanya kata-kata tersebut berasal dari suatu dialek dan akibat pengaruh dari budaya luar. Ungkapan-ungkapan tersebut sering diganti karena dianggap kurang sopan apabila digunakan dalam pembicaraan dengan orang yang disegani. Contohnya, kata kontol yang merupakan kata umum ( semua kalangan ) tidak cocok untuk digunakan. Terlebih jika objek pembicaraannya orang yang disegani, karena itu kata tersebut sering diganti dengan kemaluan lelaki, dan kata babe yang berasal dari dialek Betawi diganti dengan bapak.

5) Konotasi keras

(15)

c. Konotasi Netral atau Biasa

1) Konotasi bentukan sekolah

Dalam bahasa Inggris konotasi bentukan sekolah disebut conotation of learned form. Konotasi bentukan sekolah ini sebenarnya merupakan batas antara nilai rasa bentukan sekolah dengan nilai rasa biasa. Tetapi karena frekuensi yang luas maka nilai rasa biasa mempunyai suatu kesejajaran dengan nilai rasa bentukan sekolah. Misalnya dari kehidupan sehari-hari, kalau orang biasa mengatakan “saya datang tengah hari.”Maka orang terpelajar atau pelajar akan mengatakan “saya datang pukul

12.00 tepat siang.”

2) Konotasi kanak-kanak

Dalam bahasa Inggris konotasi kanak-kanak disebut infantile connotation. Konotasi kanak-kanak merupakan nilai rasa yang biasanya terdapat di dalam dunia kanak-kanak. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa orang tua pun juga sering pula memakai nilai rasa tersebut. Konotasi kanak-kanak ini merupakan nilai rasa yang biasanya digunakan anak-anak maupun orang tua untuk memanjakan diri sendiri. Oleh karena itu, baik anak-anak maupun orang tua sering sekali memakai nilai rasa tersebut. contoh: papa „bapa, ayah‟, mimi „minum‟, bobo „tidur‟, dan nyonyo „menyusu‟.

3) Konotasi hipokorostik

(16)

yang dipendekkan lalu diulang. Konotasi hipokorostik ini merupakan nilai rasa yang digunakan anak kecil yang baru belajar berbicara. Tidak mungkin seorang anak kecil yang baru belajar berbicara langsung lancar dalam berbicara. Oleh karena itu, anak kecil yang baru belajar berbicara sering menggunakan sebutan nama yang dipendekkan lalu diulang. Contoh : Lolo, Lili, Lala,Nana, Nono, Mimi, Tata, Titi, Dede, Toto, Didi, Aa, dan Uu.

4) Konotasi bentuk nonsense

Konotasi bentuk nonsense dalam bahasa Inggris disebut dengan connotation of nonsense-form. Konotasi bentuk nonsense ini merupakan nilai rasa yang sudah lazim dipakai oleh orang, tetapi nilai rasa ini tidak mengandung arti. Contohnya kata-kata tra-la-la, pam-pam-pam, na-nana-nana, dan tri-li-li. Tujuan penggunaan eufemisme adalah untuk menghindari bentuk larangan atau tabu. Oleh karena itu, dari ketiga macam konotasi kolektif yang harus dihindari yaitu konotasi yang tidak baik. Macam konotasi yang tidak baik yaitu konotasi berbahaya, konotasi tidak pantas, konotasi tidak enak, konotasi kasar dan konotasi keras. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konotasi yang bentuknya harus digantikan dengan bentuk eufemisme yaitu konotasi berbahaya, konotasi tidak pantas, konotasi tidak enak, konotasi kasar, dan konotasi keras.

(17)

positif atau negatif. Berdasarkan jenis-jenis konotasi yang diuraikan di atas peneliti menyimpulkan bahwa eufemisme mengandung konotasi positif yaitu nilai rasa yang mengenakan, menyenangkan, bahkan tidak membuat orang tersinggung. Sesuai dengan definisi eufemisme di atas konotasi positif tersebut meliputi nilai rasa sopan, nilai rasa halus, dan nilai rasa tinggi.

G. Rubrik “Poblematika”

1. Pengertian Rubrik

(18)

2. Pengertian Poblematika

Poblematika berasal dari akar kata bahasa Inggris “poblem”. Artinya,soal, masalah, atau teka-teki. Poblematika juga berarti ketidaktentuan. http://abraham4544.wordpress.com/umum/problematika-pendidikan-di-indonesia/. Alwi (dalam kamus besar bahasa Indonesia,2012: 896) problem adalah masalah atau persoalan, jadi problematika itu sendiri berarti permasalahan atau persoalan yang sedang terjadi. Dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan yang menimbulkan permasalahan. Dari kesimpulan mengenai rubrik dan poblematika maka dapat disimpulkan bahwa rubrik poblematika adalah rubrik yang berisikan informasi-informasi mengenai persoalan-persoalan yang terjadi yang ada di dalam majalah Kartini.

H. Majalah Kartini

1. Pengertian Majalah

(19)

2. Pengertian Kartini

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk simulator yang dikembangkan dapat menampilkan karakteristik motor induksi tiga fase sesuai dengan hasil simulasi SIMULINK, dan

In vocational schools, teachers need the autonomy to respond to the dynamics of the classroom, to teach using various strategies during the process of students’ learning and

Menurut saya, jika selalu menggunakan barang yang berbeda dapat menambah percaya diri dihadapan orang

Setelah dilakukan penelitian, diperoleh keluaran daya maksimum untuk laser CO 2 sealed-off pada arus listrik 10,75 mA dengan jumlah garis radiasi laser yang dihasilkan sebanyak

Tingkat kedisiplinan para siswa kelas VIII SMP Joanness Bosco Yogyakarta dalam mengikuti kegiatan akademik di sekolah dalam tiap aspek, adalah sebagai berikut: (1) Aspek

(1) Bagi Wajib Pajak yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus pembayaran Pajak Penghasilan Final yang terutang dalam rangka penilaian

Tujuan sekolah Adiwiyata secara umum bertujuan untuk mewujudkan masyarakat sekolah yang peduli dan berbudaya lingkupan dengan menciptakan kondisi yang lebih baik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Pengaruh harga produk jasa terhadap sikap konsumen, 2). Pengaruh variasi produk jasa terhadap sikap konsumen, 3). Pengaruh