• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Anak Usia Prasekolah - HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA, PENDIDIKAN DAN STATUS PEKERJAAN TERHADAP KEMANDIRIAN PHBS PADA ANAK PRASEKOLAH DI TK DEWI MASYITOH 01 DESA BANYUMUDAL KECAMATAN MOGA KABUPATEN PEMALANG TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Anak Usia Prasekolah - HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA, PENDIDIKAN DAN STATUS PEKERJAAN TERHADAP KEMANDIRIAN PHBS PADA ANAK PRASEKOLAH DI TK DEWI MASYITOH 01 DESA BANYUMUDAL KECAMATAN MOGA KABUPATEN PEMALANG TAHUN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Anak Usia Prasekolah

a. Pengertian Anak Usia Prasekolah

Menurut Biechler dan Snowman dalam Patmonodewo (2003) menjelaskan bahwa anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak ( 3 bulan – 5 tahun ) dan kelompok bermain (usia 3 tahun) sedangkan 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-Kanak.Wong (2000) menambahkan bahwa anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun .

Yusuf (2009) menjelaskan bahwa masa usia prasekolah diperinci menjadi dua masa, yaitu:

1) Masa vital

(2)

tidaklah karena mulut merupakan sumber kenikmatan utama, tetapi karena waktu itu mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi (penelitian) dan belajar. Pada tahun kedua anak telah belajar berjalan dengan mulai berjalan anak akan mulai menguasai ruang, mula-mulai ruang tempatnya saja, kemudian ruang dekat dan selanjutnya ruang yang jauh. Pada tahun kedua ini umumnya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan (kesehatan). Melalui latihan kebersihan ini, anak belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya (misalnya buang air kecil dan air besar).

2) Masa estetik

Pada masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Kata estetik disini dalam arti bahwa pada masa ini, perkembangan anak yang terutama adalah fungsi pancainderanya. Kegiatan eksploitas dan belajar anak juga terutama menggunakan pancainderanya. Pada masa ini, indera masih peka, karena itu mentessori menciptakan bermacam-macam alat permainan untuk melatih pancainderanya.

2. Ciri-ciri anak usia Prasekolah

Ciri-ciri anak usia prasekolah meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak (Patmonodewo, 2003) :

(3)

Penampilan maupun gerak-gerik usia prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Ciri-ciri fisik anak usia prasekolah dikemukakan sebagai berikut : anak prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki penguasaan (control) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Berikan kesempatan kepada anak untuk lari, memanjat dan melompat. Usahakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sebanyak mungkin sesuai dengan kebutuhan anak dan selalu di bawah pengawasan guru.

a) Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup. Seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup

b) Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit misalnya mengikat tali sepatu.

c) Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna.

(4)

e) Walaupun anak lelaki lebih besar dan anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki apabila ia tidak terampil. Jauhkanlah dari sikap membandingkan lelaki dan perempuan.

2) Ciri sosial anak usia prasekolah

Anak usia prasekolah biasanya mudah bersosialisasi dengan orang disekitarnya. Ciri-ciri sosial anak prasekolah (Dewi, 2005) : a) Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua

sahabat, tetapi sahabat ini biasanya cepat berganti. Mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya tetapi kemudian berkembang sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang berbeda.

b) Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu berorganisasi secara baik oleh karena itu kelompok tersebut cepat berganti-ganti.

(5)

(1) Tingkah laku “unoccupied” : Anak tidak bermain dengan sesungguhnya. Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang temannya tanpa melakukan kegiatan apapun. (2) Bermain soliter. Anak bermain sendiri dengan

menggunakan alat permainan, berbeda dari apa yang dimainkan oleh teman yang ada didekatnya. Mereka tidak berusaha untuk saling bicara.

(3) Tingkah laku „onlooker”. Anak menghasilkan waktu dengan mengamati. Kadang memberi komentar tentang apa yang dimainkan anak yang lain tetapi tidak berusaha untuk tidak main bersama.

(4) Bermain pararel. Anak-anak bermain dengan saling berdekatan, tetapi tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak lain. Mereka menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi dengan cara yang tidak saling bergantung.

(5) Bermain asosiatif. Anak bermain dengan anak lain tetapi tanpa organisasi. Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan caranya sendiri-sendiri.

(6)

3) Ciri emosi anak usia prasekolah

a) Anak usia prasekolah biasanya mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut.

b) Iri hati pada anak usia prasekolah sering terjadi. Mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.

4) Ciri kognitif anak usia prasekolah

a) Anak prasekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa, sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya. Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.

b) Kompetisi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig serta Shite dan Wittig (Patmonodewo, 2003) menjelaskan cara mengembangkan anak agar dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut :

(1) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak

(2) Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak

(3) Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan

(7)

(4) Berikan kesempatan dan dorongan untuk melakukan kegiatan secara mandiri

(5) Doronglah agar anak mau mencoba mendapatkan keterampilan dalam berbagai tingkah laku

(6) Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya.

(7) Kagumilah apa yang dilakukan anak

(8) Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah

1. Pengertian pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak)sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel. Pertumbuhan pada masa anak-anak mengalami perbedaan yang bervariasi sesuai dengan bertambahnya usia anak. Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki. Perkembangan merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan manusia (Nursalam, 2005).

(8)

berlainan dalam suatu organ tubuh. Percepatan dan perlambatan tersebut merupakan suatu kejadian yang berbeda dalam setiap organ tubuh akan tetapi masih saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Peristiwa pertumbuhan pada anak dapat terjadi perubahan tentang besarnya jumlah, ukuran didalam tingkat sel, organ maupun individu, sedangkan perkembangan pada anak bisa terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi pematangan mulai dari aspek sosial, emosional dan intelektual.

Mansur (2012) menyatakan bahwa masa prasekolah merupakan fase perkembangan individu pada usia 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya. Hidayat (2005) menambahkan bahwa pada pertumbuhan masa prasekolah pada anak pertumbuhan fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus akan tetapi aktivitas motoriknya tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai kematangan seperti berjalan, melompat dan lain-lain. Pada pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan anak akan bertambah rata-rata 6,75-7,5 cm setiap tahunnya.

2. Tahap Tumbuh Kembang

(9)

1. Masa pranatal (konsepsi lahir), terbagi atas

1) Masa embrio (mudigah): masa konsepsi – 8 minggu 2) masa janin (fetus):9 minggu-kelahiran

2. Masa pasnatal, terbagi atas 1) Masa neonatal usia 0-28 hari

a) Neonatal dini (perinatal): 0-7 hari b) Neonatal lanjut: 8-28 hari

2) Masa bayi

a) Masa bayi dini 1-12 bulan b) Masa bayi akhir 1-2 tahun

3. Masa prasekolah (usia 2-6 tahun), terbagi ata: 1) Prasekolah awal (masa balita): mulai 2-3 tahun 2) Prasekolah akhir: mulai 4-6 tahun

4. Masa sekolah atau masa prabupertas, terbagi atas: 1) Wanita: 6-10 tahun

2) Laki-laki 8-12 tahun

5. Masa adolesensi atau masa remaja, terbagi atas: 1) Wanita: 10-18 tahun

2) Laki-laki: 12-20 tahun

C. Kemandirian

1. Pengertian

(10)

belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan, sehingga individu mampu berfikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembang yang lebih mantap (Mu’tadin, 2002).

Kemandirian adalah suatu sikap individuyang diperoleh secara kumulatif selamaperkembangan, dimana individu akan terus belajaruntuk bersikap mandiri dalam menghadapiberbagai situasi lingkungan, sehingga individupada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindaksendiri dengan kemandiriannya (Tjandraningtyas,2004 dalam Suseno dan Irdawati, 2012).

Lie, Anita & Prasati (2004) menambahkan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara bertahap selama perkembangan, dimana anak akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapai berbagai situasi dilingkungan, sehingga anak mampu berfikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seorang anak dapat berkembang dengan baik

(11)

Mengacu pada definisi tersebut, ada delapan unsur yang menyertai makna kemandirian bagi seorang anak, yaitu antara lain: 1) Kemampuan untuk menentukan pilihan;

2) Berani memutuskan atas pilihannya sendiri;

3) Bertanggungjawab menerima konsekwensi yang menyertai pilihannya;

4) Percaya diri; 5) Mengarahkan diri; 6) Mengembangkan diri;

7) Menyesuaikan diri dengan lingkungannya; 8) Berani mengambil resiko atas pilihannya.

Unsur-unsur atau indikator kemandirian tersebut di atas, tentu pada anak usia dini berbeda dengan makna kemandirian bagi orang dewasa. Bagi anak usia dini kemandirian sifatnya masih dalam taraf yang sangat sederhana, sesuai dengan tingkat perkembangannya. Selain itu, indikator tersebut bagi anak-anak usia dini pada negara-negara berkembang tentu masih sangat berat, apalagi anak-anak di pedesaan atau perkampungan terpencil, jauh dari perkotaan sulit menerapkan unsur-unsur tersebut sesuai dengan indikator kemandirian anak.

2.Ciri-ciri Kemandirian Anak

(12)

1) Kepercayaan pada diri sendiri. Rasa percaya diri sengaja ditempatkan sebagai ciri pertama dari sifat kemandirian anak, karena memang rasa percaya diri ini memegang peran penting bagi seseorang, termasuk anak usia dini, dalam bersikap dan bertingkah laku atau dalam beraktivitas sehari-hari. Anak yang memiliki kepercayaan diri lebih berani untuk melakukan sesuatu, menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya sendiri dan bertanggung jawab terhadap konsekwensi yang ditimbulkan karena pilihannya. Kepercayaan diri sangat terkait dengan kemandirian anak. Seorang anak yang memiliki percaya diri yang tinggi dapat menutupi kekurangan dan kebodohan yang melekat pada dirinya. Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan, sikap percaya diri perlu ditanamkan dan dipupuk sejak awal pada anak usia dini ini.

(13)

seseorang untuk melakukan sesuatu yang memungkinkan ia memperoleh apa yang dicita-citakannya. Dengan keinginan dan tekad yang kuat, orang biasanya menjadi lupa waktu, keadaan, dan bahkan lupa diri sendiri.

3) Mampu dan berani menentukan pilihan sendiri. Anak mandiri memiliki kemampuan dan keberanian dalam menentukan pilihan sendiri. Misalnya dalam memilih alat bermain atau alat belajar yang akan digunakannya.

4) Kreatif dan inovatif. Kreatif dan inovatif pada anak usia dini

merupakan ciri anak yang memiliki kemandirian, seperti dalam melakukan sesuatu atas kehendak sendiri tanpa disuruh oleh orang lain, tidak ketergantungan kepada orang lain dalam melakukan sesuatu, meyukai pada hal-hal baru yang semula dia belum tahu, dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru.

(14)

6) Menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lingkungan sekolah (Taman Kkanak) merupakan lingkungan baru bagi anak-anak. Sering dijumpai anak menangis ketika pertama masuk sekolah karena mereka merasa asing dengan lingkungan di Taman Kanak-kanak bahkan tidak sedikit yang ingin ditunggui oleh orang tuanya ketika anak sedang belajar. Namun, bagi anak yang memiliki kemandirian, dia akan cepat menyesuaiakan diri degan lingkungan yang baru.

7) Tidak ketergantungan kepada orang lain. Anak mandiri selalu

ingin mencoba sendiri-sendiri dalam melakukan sesuatu tidak bergantung pada orang lain dan anak tahu kapan waktunya meminta bantuan orang lain, setelah anak berusaha melakukannya sendiri tetapi tidak mampu untuk mendapatkannya, baru anak meminta bantuan orang lain. Seperti mengambil alat mainan yang berada di tempat yang tidak terjangkau oleh anak.

3. Upaya Mengembangkan Kemandirian Anak

(15)

1) Anak-anak didorong agar mau melakukan sendiri kegiatan sehari-hari yang ia jalani seperti mandi sendiri, gosok gigi, makan sendiri, bersisir, berpakaian, dan lain sebagainya segera setelah mereka mampu melakukan sendiri.

2) Anak diberi kesempatan sesekali mengambil keputusan sendiri, misalnya memilih baju yang akan dipakai.

3) Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri tanpa ditemani sehingga terlatih untuk mengembangkan ide dan berpikir untuk dirinya. Agar tidak terjadi kecelakaan maka atur ruangan tempat bermain anak sehingga tidak ada barang yang membahayakan. 4) Biarkan anak mengerjakan segala sesuatu sendiri walaupun sering

membuat kesalahan.

5) Ketika bermain bersama bermainlah sesuai keinginan anak, jika anak tergantung pada kita maka beri dorongan untuk berinisiatif dan dukung keputusannya.

6) Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya

7) Latihlah anak untuk mensosialisasi diri, sehingga anak belajar menghadapi problem sosial yang lebih kompleks. Jika anak ragu-ragu atau takut cobalah menemaninya terlebih dahulu, sehingga anak tidak terpaksa.

(16)

9) Ketika anak mulai memahami konsep waktu dorong mereka untuk mengatur jadwal pribadinya, misalnya kapan akan belajar, bermain dan sebagainya. Orang tua bisa mendampingi dengan menanyakan alasan-alasan pengaturan waktunya.

10) Anak-anak juga perlu diberi tanggung jawab dan konsekwensinya bila tidak memenuhi tanggung jawabnya. Hal ini akan membantu anak mengembangkan rasa keberartian sekaligus disiplin.

11) Kesehatan dan kekuatan biasanya berkaitan juga dengan kemandirian, sehingga perlu memberikan menu yang sehat pada anak dan ajak anak untuk berolah raga atau melakukan aktivitas fisik.

4. Faktor yang Mendorong Tumbuhnya Kemandirian Anak

Kemandirian sangat dipengaruhi oleh kepercayaan diri. Dalam riset terbaru mengenai perkembangan kepercayaan diri dan kepercayaan antara anak dengan orang tua ditemukan bahwa jika anak merasa aman, maka anak akan lebih mau melakukan penjelajahan sendiri, lebih mampu mengelola stress, mempelajari ketrampilan baru, dan berhubungan dengan orang lain serta memiliki kepercayaan lebih bahwa mereka cukup kompeten untuk menghadapi lingkungan yang baru.

(17)

dengan HELP (Hold your self back, Encourage exploration, Limit, and Praise), menjelaskan lebih lanjut bahwa dengan menahan diri kita

akan mengumpulkan banyak informasi dengan memperhatikan, mendengarkan, dan menyerap seluruh gambar untuk menentukan apa dan siapa anak kita, sehingga kita dapat mengantisipasi kebutuhan dan memahami bagaimana respon anak tersebut pada lingkungan sekitar. Menahan diri juga dapat mengirimkan sinyal bahwa ia kompeten dan kita mempercayainya anak melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya.

Mendorong penjelajahan akan menunjukkan pada anak bahwa kita percaya pada kemampuannya untuk mengalami apa yang ditawarkan oleh kehidupan yang ia alami, dan kita ingin agar anak kita bereksperimen dengan benda-benda, orang, dan pada akhirnya ide-ide yang baru. Hal tersebut akan membuatanak lebih terdorong untuk melakukan semua tindakan tanpa merasa takut dihantui oleh kita sebagai orang tuanya.

Kegiatan membatasi (limit), orang tua mengemukakan dengan benar peran kita sebagai orang dewasa, menjaga anak dalam batas aman, membantunya membuat pilihan yang tepat, dan melindungi anak tersebut dari situasi berbahaya baik secara fisik maupun secara emosional.

(18)

anak ketika ia memasuki dunia dan berinteraksi dengan anak-anak dan orang dewasa lainnya. Hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak yang diberikan pujian dengan benar, ia semakin terdorong untuk belajar lebih, dan dapat menikmati kerjasama yang terjalin antara dirinya dengan orang tuanya. Anak yang biasa diberikan pujian dengan benar menjadi lebih dapat lebih menerima masukan dari orang tuanya, dan bukan suatu hal yang kebetulan seandainya orang tua menjadi lebih perhatian dan penyayang.Pujian hanya diberikan jika anak telah melakukan perkerjaan dengan baik.Tujuan pujian bukanlah untuk membuat anak senang, melainkan untuk menekankan bahwa pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik, untuk memuji sikap yang baik, dan mengakui ketrampilan sosial yang dimiliki anak, termasuk segi keramahan dan kerjasama.Pujian yang kita berikan pada anak akan membuat anak tahu ia telah melakukan sesuatu dengan benar dan baik.

(19)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia prasekolah Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian anak prasekolah menurut Soejtiningsih (2005) terbagi menjadi dua faktor, yaitu:

1) Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual

a) Faktor emosi yang ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi anak.

b) Faktor intelektual yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk

mengatasi masalah yang dihadapi anak.

2) Faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri yang meliputi lingkungan, karakteristik sosial, stimulasi, pola asuh yang dipengaruhi oleh komunikasi yang dibangun dalam keluarga, kualitas informasi anak dan orang tua yang dipengaruhi pendidikan orangtua dan status pekerjaan

a) Lingkungan merupakan faktor yang menentukan tercapai atau tidaknya kemandirian anak usia prasekolah. Pada usia ini anak membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana kemari dan mempelajari lingkungan.

(20)

c) Stimulus. Anak yang mendapat stimulus yang terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat stimulasi.

d) Pola asuh, anak dapat mandiri dengan diberi kesempatan,

dukungan dan peran orangtua sebagai pengasuh.

e) Cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena jika diberikan berlebihan, anak menjadi kurang mandiri. Hal ini dapat diatasi bila interaksi dua arah antara orangtua dan anak berjalan lancar dan baik.

f) Pendidikan ibu. Kualitas informasi anak dan orangtua yang dipengaruhi pendidikan orangtua, dengan pendidikan yang baik, informasi dapat diberikan pada anak karena orangtua dapat menerima informasi dari luar terutama cara meningkatkan kemandirian anak.

g) Status pekerjaan ibu, apabila ibu bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah maka ibu tidak bisa memantau kemandirian anak sesuai perkembangan usianya.

(21)

memiliki anak yang didorong untuk ke sekolah dengan dikawal. Di Kanada seorang anak yang memiliki kemandirian adalah yang memiliki orang tua yang bekerja.

Menurut Donlau et. all (2011) dalam penelitianya dilaporkan bahwa kemandirian seorang anak dalam kegiatan toilet ada sebanyak 74 % yang dipengaruhi oleh jenis kelamin.

D. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

1. Pengertian

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku guna membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan PUBS melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Sosial Suport) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Terdapat 5 tatanan PHBS yaitu PHBS Rumah Tangga, PHBSSekolah, PHBS Tempat Kerja, PHBS Sarana Kesehatan, PHBS Tempat-tempat Umum (DepKes, 2009).

(22)

antara lain makanan dan olah raga. Untuk memperoleh tubuh yang sehat, tidak harus dengan pola hidup yang serba mahal.

Indikator PHBS di sekolah meliputi : mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun, mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, olahraga yang teratur dan terukur, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, membuang sampah pada tempatnya (DepKes, 2009).

2.Indikator PHBS untuk anak usia dini

Delapan indikator PHBS sekolah, yang dapat diterapkan pada anak usia diniadalah : mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun, mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, olahraga yang teratur dan terukur, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, membuang sampah pada tempatnya (DepKes, 2009).

3.Lima Pesan Dasar Cara hidup Sehat

Pesan kesehatan yang disampaikan terutama menyangkut pola hidup bersih dan sehat (PHBS), khususnya yang bisa diterapkan oleh anak usia dini sesuai tingkat perkembangannya. Secara singkat ada 5 (lima) pesan mendasar yang perlu diupayakan dalam pembinaan hidup sehat bagi anak usia dini (DepKes, 2009):

1) Mencuci Tangan dan Menggosok Gigi dengan Bersih

(23)

2) Mengkonsumsi Makanan yang Bergizi

Menganjurkan agar berhati-hati mengkonsumsi jajanan, makanan/minuman. Menghimbau anak untuk mengkomsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna.

3) Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekolah

Membuang sampah pada tempat sampah yang tersedia. Dan mengadakan upaya kebersihan di ruangan kelas dan sekitar halaman sekolah.

4) Melakukan Olahraga Secara Teratur

Melalui pembinaan oleh guru, para anak melaksanakan senam kesegaran jasmani (SKJ)

5) Mengatur Waktu Istirahat dengan Baik

Membiasakan diri untuk istirahat dan tidur malam secara teratur. 4. Penerapan PHBS di Sekolah

1) Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada anak sesuai dengan kurikulum yang berlaku (kurikuler)

2) Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa yang dilakukan diluar jam pelajaran biasa (ekstra kurikuler)

a) Kerja bakti dan lomba kebersihan kelas

b) Aktivitas kader kesehatan sekolah /dokter kecil. c) Pemeriksaan kualitas air secara sederhana d) Pemeliharaan jamban sekolah

(24)

f) Demo/gerakan cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar g) Pembudayaan olahraga yang teratur dan terukur

h) Pemeriksaan rutin kebersihan : kuku, rambut, telinga, gigi dan sebagainya(DepKes, 2009).

5. Sasaran pembinaan PHBS di sekolah

Sasaran pembinaan PHBS di sekolah meliputi siswa, warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa), dan masyarakat lingkungan sekolah (penjaga kantin, satpam,dll) (DepKes, 2009).

E. Pola Asuh Orangtua

1.Pengertian Pola Asuh

Pola asuh adalah model dan cara pemberian perlakuan seseorang kepada orang lain dalam suatu lingkungan sosial, atau dengan kata lain pola asuh adalah model dan cara dari orang tua memperlakukan anak dalam suatu lingkungan keluarga sehari-hari baik perlakuan berupa fisik maupun psikis (Gunarsa, 2008).

Menurut Djamarah (2004) menjelaskan bahwa pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Sejak kecil anak sudah mendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga.

(25)

harus memberikan kesempatan, dukungan dan dorongan. Oleh karena itu peran orang tua dan pola pengasuhan yang baik akan menjadikan anak yang mandiri.

2. Jenis – jenis pola asuh orang tua menurut Hurlok (2006) & Gunarsa (2008) yaitu:

1) Pola asuh Permisif

Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permisif memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orang tua cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orangtua, tidak adanya hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik, tidak adanya hukuman meski anak melanggar peraturan.

Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh permisif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak. Pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya. 2) Pola asuh Otoriter

(26)

peraturan yang ketat, tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat, anak harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh orang tua, berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal), dan orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.

Menurut Gunarsa (2008), pola asuh otoriter yaitu pola asuh dimana orangtua menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum. Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan aktivitasnya menjadi kurang, sehingga anak menjadi tidak percaya diri pada kemampuannya.

3) Pola asuh Demokratis

Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk berpendapat mengapa anak melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar.

(27)

kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orangtua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Pola asuh ini, anak tumbuh rasa tanggung jawab, mampu bertindak sesuai dengan norma yang ada.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irdawati (2011) tentang “Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kemandirian Anak Usia Prasekolah di TK Aisyiyah Mendungan Sukoharjo” diperoleh hasil bahwa

sebanyak 70% orang tua menerapkan pola asuh demokratis dan terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua dengan kemandirian anak usia pra sekolah di TK Aisyiyah Mendungan Sukoharjo.

(28)

F. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik matang pada individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya. Mencapai nilai-nilai hidup merupakan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih tahu dan sebagainya) dalam mencapai tujuan tersebut seseorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar (Notoatmodjo, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan seseorang dibedakan menjadi dua yaitu faktor intern dan ekstern.

a. Faktor intern : Mencakup kecerdasan persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.

b. Faktor ekstern : Meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik, seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Semakin sempurna atau semakin baik, faktor intern dan ekstern yang mempunyai perilaku seseorang mengenai suatu hal semakin baik tingkat pengetahuan orang tersebut. (Notoatmodjo, 2003).

(29)

jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk SD/MI/ sederajat dan SMP/MTs/Sederajat. Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar berbentuk SMA/MA/SMK/MAK/Sederajat. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (Depdiknas, 2003).

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Pengetahuan berhubungan erat dengan tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut. Namun peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut (Notoatmodjo, 2003).

(30)

Tingkat Kemandirian Anak Tunagrahita di SLB “Prof. Dr. Sri Soedewi Maschun Sofwan, SH Jambi tahun 2009” diperoleh hasil bahwa ibu yang

memiliki anak kurang mandiri mencapai 60,5%. Ibu yang memiliki pendidikan rendah 39,5% dan mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 50% serta sebanyak 55% mempunyai pola asuh tidak baik. Hasil uji bevariate diperoleh bahwa pengetahuan, tingkat pendidikan dan pola asuh berhubungan dengan tingkat kemandirian anak tunagrahita.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nuraini (2006) mengatakan latar belakang pendidikan orang tua mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Orangtua yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi akan lebih memperhatikan segala perubahan dan setiap perkembangan yang terjadi pada anaknya. Orangtua yang berpendidikan tinggi umumnya mengetahui bagaimana tingkat perkembangan anak dan bagaimana pengasuhan orang tua terhadap anak sesuai dengan perkembangan anak.

G.Status pekerjaan

Seorang wanita yang bekerja dan berumah tangga pada dasarnya tetap menjalankan suatu peran yang tradisional, yaitu sebagai istri dan ibu bagi anak- anaknya, hanya saja waktu untuk mengurus rumah tangga bagi ibu yang bekerja tidak sebanyak waktu yang diberikan oleh wanita yang tidak bekerja (Gunarsa, 2008).

(31)

perkembangan anak karena 85% karakter anak dibentuk pada masa prasekolah yaitu usia kurang dari 6 tahun. Sehingga diharapkan ibu dapat sepenuhnya mengasuh anaknya dengan optimal dengan tidak sering meninggalkannya karena kesibukan pekerjaan ataupun yang lainnya.

Tugas ibu adalah mempersiapkan anak agar anak mampu bersaing dan mandiri untuk masa depan sehingga bagi ibu bekerja dalam mengasuh anak yang dibutuhkan bukan kuantitas tetapi kualitas dalam pengasuhan anak, Bagi anak usia pra sekolah ada anak yang mudah ditinggal begitu saja, tapi tak sedikit yang merengek bahkan menangis histeris kala orang tua lepas dari pandangan matanya. Karakteristik anak tersebut mudah ditemui pada anak yang terlalu dilindungi atau overproteclive karena dorongan rasa sayang yang berlebih dari orang tua (Apisah, 2008).

(32)

Apisah (2008) menambahkan bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki anak dengan tingkat kemandirian tidak mandiri (42,3%), mandiri sebagian (23,1%) dan mandiri penuh (34,6%). Sedangkan ibu bekerja memiliki anak dengan tingkat kemandirian tingkat kemandirian tidak mandiri (10,9%), mandiri sebagian (21,9%) dan mandiri penuh (67,2%). Hasil uji statistik dengan chi-square tentang hubunganh.antara status pekerjaan ibu dan tingkat kemandirian anak usia prasekolah .

Malau (2012) penelitianya tentang faktor eksternal yang mempengaruhi kemandirian anak kelas 1 SDN 1 Pondok Cina Kota Depok diperoleh hasil bahwa anak yang mempunyai orang tua tidak bekerja mempunyai peluang 0,782 kali untuk memiliki tingkat kemandirian yang baik dibanding anak dengan orang tua yang bekerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hernawati, Hastuti dan Dewanggi (2012) menunjukkan hasil bahwa kemandirian anak berhubungan signifikan dengan umur anak dan pendapatan keluarga.

(33)

H.KERANGKA TEORI

Gambar 1. Kerangka teori

Sumber : Soetjiningsih (2005) ; Kemendiknas (2012) dan Depkes (2009)

(34)

J. Hipotesis

Gambar

Gambar 1. Kerangka teori

Referensi

Dokumen terkait

Persiapan simulasi server DHCP dalam contoh ini adalah dengan menggunakan 5 buah workstation, 1 switch, dan 1 server sehingga terlihat seperti gambar 14 di bawah ini.. Gambar

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sistem Hardcopy Record

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir dengan judul

critical theory in contemporary world politics but new social movements that explicitly connect capitalism with US imperial power remind us of the remaining relevance of Marxism

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa, yang menajdi masalah dalam skripsi ini adalah hubungan pengelolaan kelas dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi kepribadian konselor yang lebih diharapkan oleh siswa. Kecenderungan ini mungkin karena kepribadian merupakan hal

– Single scenario for optimizing model Single scenario for optimizing model – What-if game for suboptimizing models What-if game for suboptimizing models. – Change only single

The writer be certain opinion that the use of cartoon and picture book story in teaching vocabulary for fifth grade elementary school is very influential, its give