PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP
KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI
SISWA KELAS V SD
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Poppy Septiana Pembayun NIM : 151134105
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini Peneliti persembahkan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberi berkat, kemudahan, dan kekuatan.
2. Kedua orangtuaku, Edhi Sudarsono dan Kus Sulastri yang selalu mendoakan, memberi semangat dan memberikan yang terbaik hingga saat ini.
3. Adikku Damar Christian Edhi Nugroho yang menjadi penyemangatku untuk segera menyelesaikan pendidikan.
4. Sahabat-sahabatku yang selalu memberi semangat, penghiburan, dan pengingat dalam segala hal.
v
MOTTO
“Diberkatilah engkau pada waktu masuk dan diberkatilah engkau pada waktu keluar.” (Ulangan 28:6)
“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” (Amsal 3:5)
“Tidak ada impian yang terlalu besar jika dibarengi dengan usaha yang sama besarnya.” (Fiersa Besari)
“Di era serba cepat, ada sesuatu yang lebih berharga daripada kecepatan, yaitu proses.” (Pandji Pragiwaksono)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 17 Januari 2019 Peneliti
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Poppy Septiana Pembayun
Nomor Mahasiswa : 151134105
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE MAKE A MATCH TERHADAP KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI
DAN MEREGULASI DIRI SISWA KELAS V SD” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 17 Januari 2019 Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI
DAN MEREGULASI DIRI SISWA KELAS V SD
Poppy Septiana Pembayun Universitas Sanata Dharma
2019
Latar belakang penelitian ini adalah adanya tuntutan abad 21 tentang kemampuan berpikir kritis, kreatif, inovatif, mampu memecahkan masalah, dan beradaptasi dengan lingkungan yang perlu dimiliki siswa. Selain itu, keprihatinan terhadap rendahnya kemampuan pada mata pelajaran IPA siswa Indonesia yang ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan PISA pada tahun 2009, 2012, dan 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa kelas V SD.
Jenis penelitian ini adalah quasi-experimental tipe pretest – posttest non equivalent group design. Populasi yang digunakan adalah seluruh siswa kelas V di salah satu SD swasta di Yogyakarta sebanyak 73 siswa. Sampel penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu kelas VA sebanyak 24 siswa sebagai kelas kontrol dan kelas VB sebanyak 24 siswa sebagai kelas eksperimen. Treatment yang diberikan kepada kelompok eksperimen adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dengan langkah pembelajaran: 1) menyiapkan kartu, 2) pembagian kartu, 3) memikirkan soal dan jawaban, 4) mencari pasangan, 5) pemberian nilai, 6) pengulangan permainan, dan 7) pemberian penghargaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berpengaruh terhadap kemampuan mengeksplanasi. Selisih skor
pretest – posttest I pada kelompok eksperimen (M = 0,861, SE = 0,1230) lebih tinggi daripada selisih skor pretest – posttest I pada kelompok kontrol (M = 0,222 , SE = 0,192). Perbedaan tersebut signifikan dengan t (39,129) = - 2,801 ; p = 0,008
(p < 0,05). Besar pengaruh r = 0,41 atau setara 16,81% termasuk dalam efek menengah, 2) model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match tidak berpengaruh terhadap kemampuan meregulasi diri. Selisih skor pretest – posttest I pada kelompok eksperimen (M = 0,820, SE = 0,228) lebih tinggi daripada selisih skor
pretest – posttest I pada kelompok kontrol (M = 0,389, SE = 0,199). Perbedaan tersebut tidak dengan t (46) = - 1,426 ; p = 0,161 (p > 0,05). Besar pengaruh r = 0,21 atau setara 4,41% termasuk dalam efek kecil.
ix ABSTRACT
THE EFFECT OF IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING MAKE A MATCH TYPE ON THE STUDENT’S ABILITY TO EXPLAIN AND
SELF-REGULATE OF FIFTH GRADERS ELEMENTARY SCHOOL
Poppy Septiana Pembayun Sanata Dharma University
2019
The background of this research was because of many ability requirements that should be had by students in this 21st century. The abilities are such as critical thinking, being creative, being innovative, able to give problem solving, and adapting to the environment. Besides, concerning about the low ability of Indonesian students on Science as indicated by research conducted by PISA in 2009, 2012, and 2015. This research aimed to know the effect of the implementation
of cooperative learning model type ‘Make a Match’ to students’ ability in the
explanation and self-regulation of V graders of elementary school.
This research was quasi-experimental type pretest – posttest non equivalent group design.
The population used was all of the V graders in a private school in Yogyakarta. There were 73 students. The sample of this research were two groups which were 24 student VA class as the control class, and 24 students were in VB class as the experimental class. The treatment given to the experimental class was
cooperative learning model type ‘Make a Match’ with the learning steps as follow:
1) preparing the card, 2) dividing the cards, 3) thinking for the question and answer, 4) looking for pair, 5) giving score, 6) repeating the game, and 7) giving reward.
The result of this research showed that: 1) cooperative learning type ‘Make
a Match’ affects the ability of explanation. The deviation score of pretest-posttest I
on the experimental class (M = 0,861, SE = 0,1230) was higher than deviation score of pretest-posttest I on the control class (M = 0,222 , SE = 0,192). The difference was significant with t (39,129) = - 2,801 ; p = 0,008 (p < 0,05). The effect of r = 0,41 or 16,81% and included into middle effect category, 2) the
cooperative learning model type ‘Make a Match’ did not affect the ability of
self-regulation. The deviation score of pretest-posttest I on the experimental class (M = 0,820, SE = 0,228) was higher than the deviation score of pretest-posttest I on the control class (M = 0,389, SE = 0,199). The difference was not with t (46) = - 1,426
; p = 0,161 (p > 0,05). The effect of
r = 0,21 or 4,41% and included into small effect category.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan kasih-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tepat waktu.
Skripsi yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI SISWA
KELAS V SD”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 4. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Dosen
Pembimbing I yang telah membimbing, mendukung dan memberi motivasi dengan bijaksana.
5. Agnes Herlina Dwi H., S.Si., M.T., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing, mendukung dan memberi semangat dengan baik. 6. Drs. Puji Purnomo, M.Si selaku Dosen Penguji III yang telah memberi
masukan pada penelitian ini.
7. Tarcicius Tri Indartanta, S.Sos selaku Kepala Sekolah di SD yang menjadi tempat penelitian.
8. Putri El Pareka, S.Pd selaku guru mitra yang telah membantu pelaksanaan penelitian.
xi 10.Siswa kelas VA dan VB tahun pelajaran 2018/2019 di SD tempat
penelitian yang telah bersedia terlibat dalam penelitian dengan antusias. 11.Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah
membantu proses penelitian perizinan penelitian skripsi.
12.Kedua orangtuaku, Edhi Sudarsono dan Kus Sulastri yang selalu mendoakan, memberi semangat dan memberikan yang terbaik hingga saat ini.
13.Adikku Damar Christian Edhi Nugroho yang menjadi penyemangatku untuk segera menyelesaikan pendidikan.
14.Sahabatku, Dena Krismareta dan Florentina Febriyani yang memberi semangat dan menjadi pendengar yang baik selama kuliah.
15.Teman-teman kelas VII C angkatan 2015 yang telah menemani berproses untuk sama-sama memperjuangkan gelar Sarjana Pendidikan.
16.Teman-teman penelitian kolaboratif payung Clara, Herlin, Halimah, Anggun, Niken, Lintang, Agnes, Rani, Melsa, Eriene, dan Felis yang telah memberi semangat.
17.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini dan tidak dapat disebutkan satu per satu.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena adanya keterbatasan kemampuan peneliti. Maka peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak.
Peneliti
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBINGError! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB IPENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.5 Definisi Operasional ... 9
BAB IILANDASAN TEORI ... 10
2.1 Kajian Pustaka ... 10
2.1.1 Teori yang Mendukung... 10
2.2 Penelitian yang Relevan ... 28
2.2.1 Penelitian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ... 28
2.2.2 Penelitian Berpikir Kritis ... 29
2.2.3 Literature Map ... 31
2.3 Kerangka Berpikir ... 32
xiii
BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 34
3.1 Jenis Penelitian ... 34
3.2 Setting Penelitian ... 35
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35
3.2.2 Waktu penelitian ... 36
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37
3.3.1 Populasi ... 37
3.3.2 Sampel ... 37
3.4 Variabel Penelitian ... 37
3.4.1 Variabel Independen ... 38
3.4.2 Variabel Dependen ... 38
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.6 Instrumen Penelitian ... 40
3.7 Teknik Pengujian Instumen ... 41
3.7.1 Uji Validitas ... 42
3.7.2 Uji Reliabilitas ... 45
3.8 Teknik Analisis Data ... 45
3.8.1 Uji Pengaruh Perlakuan ... 46
3.8.2 Analisis Lebih Lanjut ... 52
3.9 Ancaman Terhadap Validitas Internal Penelitian ... 57
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64
4.1 Hasil Penelitian ... 64
4.1.1 Implementasi Penelitian... 64
4.1.2 Deskripsi Sebaran Data... 76
4.1.3 Uji Hipotesis Penelitian I ... 80
4.1.4 Hasil Uji Hipotesis II ... 94
4.2 Pembahasan ... 108
4.2.1 Analisis Terhadap Ancaman Validitas Internal ... 108
4.2.2 Pembahasan Terhadap Hipotesis ... 112
4.2.3 Analisis Hasil Penelitian Terhadap Teori ... 120
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 124
5.1 Kesimpulan ... 124
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 125
5.3 Saran ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 126
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Facione ... 23
Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data ... 36
Tabel 3.2 Pemetaan Instrumen Penelitian ... 40
Tabel 3.3 Matriks Pengembangan Instrumen... 41
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 44
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 44
Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 45
Tabel 3.7 Kriteria Uji Pengaruh Perlakuan ... 50
Tabel 3.8 Kriteria Uji Pengaruh Perlakuan ... 51
Tabel 4.1 Frekuensi Sebaran Data Kelompok Kontrol Kemampuan Mengeksplanasi ... 76
Tabel 4.2 Frekuensi Sebaran Data Kelompok Eksperimen Kemampuan Mengeksplanasi ... 77
Tabel 4.3 Frekuensi Sebaran Data Kelompok Kontrol Kemampuan Meregulasi diri ... 78
Tabel 4.4 Frekuensi Sebaran Data Kelompok Eksperimen Kemampuan Meregulasi diri ... 79
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Rerata Skor Pretest ... 81
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Varian Skor Rerata Pretest Kemampuan Mengeksplanasi ... 82
Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal pada Kemampuan Mengeksplanasi ... 82
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Skor Selisih Pretest–Posttest I 83 Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Varian Skor Selisih Pretest–Posttest I Kemampuan Mengeksplanasi ... 84
Tabel 4.10 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengeksplanasi ... 84
Tabel 4.11 Hasil Uji Besar Pengaruh Perlakuan pada Kemampuan Mengeksplanasi ... 86
Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Rerata Skor Pretest dan Posttest I ... 87
Tabel 4.13 Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I pada Kemampuan Mengeksplanasi ... 87
Tabel 4.14 Hasil Uji Besar Efek Peningkatan Skor Pretest ke Posttest I Kemampuan Mengeksplanasi ... 90
Tabel 4.15 Hasil Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I Kemampuan Mengeksplanasi ... 91
xvi Tabel 4.17 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Posttest I ke Posttest II pada Kemampuan Mengeksplanasi ... 92 Tabel 4.18 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Pretest ke Posttest II pada Kemampuan Mengeksplanasi ... 93 Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Rerata Skor Pretest ... 95 Tabel 4.20 Hasil Uji Homogenitas Varian Skor Rerata Pretest Kemampuan
Meregulasi diri ... 96 Tabel 4.21 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal pada Kemampuan Meregulasi diri ... 96 Tabel 4.22 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Skor Selisih Pretest – Posttest I
... 97 Tabel 4.23 Hasil Uji Homogenitas Varian Skor Selisih Pretest – Posttest I
Kemampuan Meregulasi diri ... 98 Tabel 4.24 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Meregulasi diri ... 99 Tabel 4.25 Hasil Uji Besar Pengaruh Perlakuan pada Kemampuan Meregulasi diri ... 100 Tabel 4.26 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Rerata Skor Pretest dan Posttest I
... 101 Tabel 4.27 Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I pada Kemampuan Meregulasi diri ... 101 Tabel 4.28 Hasil Uji Besar Efek Peningkatan Skor Pretest ke Posttest I
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses pembentukan skema, akomodasi, dan asimilasi ... 12
Gambar 2.2 Zone of Proximal Development ... 15
Gambar 2.3 Denah kelas model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match ... 22
Gambar 2.4 Literature Map ... 31
Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 35
Gambar 3.2 Desain Perhitungan Perlakuan ... 35
Gambar 3.3 Desain Variabel Penelitian ... 38
Gambar 3.4 Rumus Besar Pengaruh Perlakuan ... 51
Gambar 3.5 Rumus Korelasi Pearson Data Tidak Normal ... 51
Gambar 3.6 Rumus Persentase Pengaruh... 52
Gambar 3.7 Rumus Besar Presentase Pretest ke Posttest I ... 53
Gambar 3.8 Rumus Gain Score ... 53
Gambar 3.9 Rumus Besar Efek Peningkatan untuk Data Normal ... 53
Gambar 3.10 Rumus Besar Efek Peningkatan untuk Data Tidak Normal ... 54
Gambar 3.11 Rumus Persentase Peningkatan ... 54
Gambar 3.12 Rumus Persentase Uji Retensi ... 56
Gambar 3.13 Desain Ancaman Validitas Internal Sejarah... 59
Gambar 4.1 Peningkatan Rerata Skor Pretest–Posttest 1 pada Kemampuan Mengeksplanasi ... 85
Gambar 4.2 Rerata Selisih Skor Pretest–Posttest I pada Kemampuan Mengeksplanasi ... 86
Gambar 4.3 Peningkatan Skor Rerata Pretest–Posttest I ... 88
Gambar 4.4 Gain Score Kemampuan Mengeksplanasi ... 89
Gambar 4.5 Perbandingan Skor Pretest, Posttest 1, Posttest 2 pada Kemampuan Mengeksplanasi ... 93
Gambar 4.6 Peningkatan Rerata Skor Pretest–Posttest 1 pada Kemampuan Meregulasi diri ... 99
Gambar 4.7 Rerata Selisih Skor Pretest–Posttest I pada Kemampuan Meregulasi diri ... 100
Gambar 4.8 Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I pada Kemampuan Meregulasi diri ... 102
Gambar 4.9 Gain Score Kemampuan Meregulasi diri ... 103
Gambar 4.10 Perbandingan skor Pretest, Posttest 1, dan Posttest 2 ... 107
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian... 132
Lampiran 1.2 Surat Keterangan Validasi Soal ... 133
Lampiran 2.1 Silabus Kelompok Kontrol ... 134
Lampiran 2.2 Silabus Kelompok Eksperimen ... 138
Lampiran 2.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol... 142
Lampiran 2.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 146
Lampiran 3.1 Soal Uraian ... 159
Lampiran 3.2 Kunci Jawaban Soal Uraian ... 166
Lampiran 3.3 Rubrik Penilaian ... 171
Lampiran 3.4 Hasil Rekap Nilai Expert Judgement... 176
Lampiran 3.5 Tabulasi Data Validasi Instrumen ... 187
Lampiran 3.6 Hasil Analisis SPSS Uji Validitas ... 188
Lampiran 3.7 Hasil Analisis SPSS Uji Reliabilitas ... 190
Lampiran 4.1 Tabulasi Nilai Kemampuan Mengeksplanasi ... 191
Lampiran 4.2 Tabulasi Nilai Kemampuan Meregulasi Diri ... 192
Lampiran 4.3 Hasil SPSS Uji Normalitas Distribusi Data ... 193
Lampiran 4.4 Hasil SPSS Uji Homogenitas Varian... 194
Lampiran 4.5 Hasil SPSS Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 195
Lampiran 4.6 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 197
Lampiran 4.7 Perhitungan Manual Besar Pengaruh Perlakuan ... 199
Lampiran 4.8 Hasil SPSS Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I... 200
Lampiran 4.9 Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I 202 Lampiran 4.10 Hasil Manual Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 203
Lampiran 4.11 Perhitungan Persentase Gain Score ... 205
Lampiran 4.12 Hasil SPSS Uji Korelasi Antara Rerata Pretest ke Posttest I ... 207
Lampiran 4.13 Hasil Uji Retensi Perlakuan ... 209
Lampiran 4.14 Sampel Hasil Jawaban Siswa ... 217
Lampiran 5.1 Foto-foto Kegiatan Pembelajaran ... 227
1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.
1.1Latar Belakang Masalah
Abad 21 ditandai dengan adanya perkembangan informasi, komputasi, otomasi, dan komunikasi yang merambah segala aspek kehidupan manusia. Hal tersebut berdampak pada pendidikan yang diterapkan, termasuk model pembelajaran yang dapat memenuhi segala tuntutan abad 21. Terkait hal tersebut, maka model pembelajaran di abad 21 juga perlu menyesuaikan diri. Kemdikbud (dalam Widihastuti, 2012: 79) menjelaskan bahwa model pembelajaran abad 21 adalah 1) pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong peserta didik agar mampu mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu, 2) pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong peserta didik agar mampu merumuskan masalah (menanya), 3) pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong peserta didik agar mampu berpikir analitis (mengambil keputusan) bukan berpikir mekanis (rutin), 4) pembelajaran yang menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.
2 kemampuan berpikir kritis penting untuk dimiliki oleh anak untuk dapat merumuskan pendapat mereka dengan cara menganalisis masalah dengan baik.
Menurut Facione (1990: 6) kemampuan berpikir kritis dibagi menjadi enam sub kemampuan yaitu kemampuan menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, menarik kesimpulan, mengeksplanasi, dan meregulasi diri. Siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir kritis tersebut untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis, dan untuk berpendapat dengan cara yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri.
Kemampuan mengekspalanasi adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan hasil penalaran dengan pertimbangan-pertimbangan konseptual, metodologis, dan kontekstual dalam sebuah argumen yang kuat (Facione, 1990: 10). Kemampuan berpikir kritis pada sub kemampuan mengekspalanasi dapat digali melalui soal-soal dengan kata tanya “Mengapa?” untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memaparkan argumen-argumen akan suatu hal. Selain itu, soal dengan kata tanya “Bagaimana?” juga dapat digunakan untuk mambantu siswa mengembangkan kemampuan menjelaskan hasil penalarannya akan suatu hal.
Kemampuan meregulasi diri adalah kemampuan seseorang untuk memonitor aktivitas kognitifnya sendiri. Unsur-unsur yang digunakan dalam aktivitas tersebut, hasil-hasilnya dengan menganalisis dan mengevaluasi proses kognitif yang terjadi sehingga dapat mempertanyakan, menegaskan, atau mengoreksi cara berpikirnya sendiri (Facione, 1990: 11). Kemampuan berpikir kritis pada sub kemampuan regulasi diri dapat digali melalui soal dengan kalimat tanya “Apakah tindakan yang kamu lakukan tersebut sudah benar?” untuk mengajak siswa melakukan refleksi/ koreksi diri terhadap suatu tindakan yang dilakukannya terhadap suatu hal. Kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diripenting untuk dimiliki oleh siswa sekolah dasar sebagai hasil pembelajaran di abad 21 yaitu kemampuan berpikir kritis.
3 Suseno, 2017: 194). Suatu pengetahuan diperoleh dari adanya proses belajar. Proses belajar merupakan aktivitas di mana otak menginterpretasikan pengalaman yang baru didapatkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan format yang baru (Trianto, 2009: 16). Dalam hal ini, pengetahuan baru yang dimiliki siswa dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada di sekitarnya. Siswa SD berusia 7-11 tahun. Menurut Piaget, siswa SD berada ada tahap operasional konkret. Pada tahap ini siswa belajar melalui pengalaman-pengalaman konkret yang disusun sebagai pengetahuan baru, oleh sebab itu kegiatan pembelajaran yang diberikan hendaknya kegiatan belajar yang memberikan pengalaman yang konkret yang erat dengan kehidupan sehari-hari.
Selain belajar melalui pengalaman konkret, siswa SD juga tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosialnya. Orang lain juga berperan dalam perkembangan kognitif anak (Vygotsky, dalam Santrock, 2009). Artinya dalam perkembangan kognitif pada siswa juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dengan orang-orang di sekelilingnya yaitu guru, teman sebaya, dan orang tua. Vygotsky menyatakan bahwa terdapat dua tingkat perkembangan yaitu zona perkembangan aktual dan zona perkembangan potensial. Zona perkembangan aktual merupakan tingkat ketercapaian yang dapat dilakukan oleh anak secara mandiri, sedangkan zona perkembangan potensial merupakan tingkat ketercapaian yang dapat diperoleh anak dengan bantuan orang yang lebih dewasa atau dengan kolaborasi bersama teman sebayanya yang lebih mampu (Huda, 2014: 40). Dalam hal ini, ada sebuah jarak di antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial disebut Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development atau ZPD). Pembelajaran yang diberikan di sekolah hendaknya disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa khususnya pada pembelajaran IPA yang erat kaitannya dengan lingkungan sekitar siswa.
4 Kemampuan-kemampuan yang akan dikembangkan dengan menyesuaikan tingkat perkembangan kognitif siswa SD.
Di Indonesia kualitas pendidikan masih tergolong rendah. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil penelitian oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2009, 2012, dan 2015. Pada tahun 2009 Indonesia menduduki peringkat 57 dari 65 negara di dunia pada mata pelajaran IPA (OECD, 2009: 1). Pada tahun 2012, Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara di dunia dengan skor 382 pada mata pelajaran IPA (OECD, 2013: 232). Di tahun 2015, masih pada mata pelajaran IPA Indonesia menduduki peringkat 62 dari 70 negara dengan hasil skor 403 (OECD, 2016: 8). Dengan demikian, prestasi siswa mengalami penurunan dari tahun 2009 ke 2012 di mana posisi Indonesia turun sebanyak 7 tingkat sehingga menduduki posisi 2 terbawah. Pada tahun 2015 Indonesia mampu menaikkan posisi 2 tingkat ke atas. Meskipun demikian posisi tersebut masih berada di peringkat sepuluh terbawah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA menunjukkan bahwa kemampuan siswa khususnya pada mata pelajaran IPA masih rendah.
5 Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Berdasarkan sebuah penelitian (Slavin, dalam Rusman, 2017: 297), manfaat belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu 1) dapat meningkatkan pretasi belajar siswa sekaligus meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain, 2) dapat memenuhi kebutuhan siswa akan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman. Maka dari itu, solusi yang ditawarkan adalah dengan melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis yaitu pada kemampuan mengeksplanasidan meregulasi diri.
Salah satu cara meningkatkan kemampuan pada pelajaran IPA yaitu dengan meningkatkan kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri dengan melaksanakan model pembelajaran kooperatif di kelas. Terdapat berbagai tipe dalam pembelajaran kooperatif, yaitu Make a Match, Jigsaw, Student Team Achievement Division (STAD), Think Pair Share, Group Investigation, Team Game Tournament (TGT) dan sebagainya (Rusman, 2014: 213). Pada penelitian ini, peneliti hanya fokus pada model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan model pembelajaran yang menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dalam proses pembelajaran, kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis, munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa dan melatih ketelitian, ketepatan dan kecepatan. Selain itu, pelaksanaan harus didukung dengan keaktifan siswa untuk mencari pasangan dengan kartu jawaban yang sesuai dengan kartu pertanyaan (Shoimin, 2014: 98). Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
juga mengharuskan siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan (Lie, 2010: 55).
6 jawaban, 4) mencari pasangan, 5) pemberian nilai, 6) pengulangan permainan, dan 7) pemberian penghargaan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dalam mata pelajaran IPA.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match diduga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada sub kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri karena pada model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match,
siswa diberi kesempatan untuk memikirkan soal dan jawaban dari masing-masing kartu yang dibawa oleh siswa. Di dalam kartu juga dapat dibuat pertanyaan yang melatih siswa untuk memiliki kemampuan berpikir kritis yang mengacu pada sub kemampuan mengeksplanasi dengan menggunakan kata tanya “Mengapa?” dan “Bagaimana?” serta sub kemampuan meregulasi diri dengan kalimat tanya “Apakah tindakan yang kamu lakukan sudah benar?” dengan cara menyenangkan dan melibatkan seluruh siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Berbagai jurnal diterbitkan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Penelitian yang dilakukan oleh Artawa dan Suwarta (2013) menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berpengaruh terhadap prestasi belajar Matematika. Penelitian yang dilakukan oleh Anggarawati, dkk (2014) menunjukkan bahwa model pembelajaran Make a Match berbantuan media kartu gambar berpengaruh terhadap hasil belajar IPS. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Gull & Shehzad (2015) menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran kooperatif dapat memiliki efek positif dalam prestasi belajar siswa yang terdaftar dalam mata pelajaran. Dari penelitian-penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat ditegaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match memiliki dampak positif bagi siswa. Hal ini menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
7 kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar Matematika. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Azizmalayeri, dkk (2012) menunjukkan bahwa metode inkuiri terbimbing memiliki dampak lebih tinggi pada kemampuan berpikir kritis siswa. Hal tersebut juga menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan berpikir kritis.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ternyata belum banyak yang melakukan penelitian tentang pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap kemampuan berpikir kritis terutama pada sub kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri. Unsur yang membedakan penelitian yang terdahulu dengan penelitian ini adalah 1) subjek penelitian adalah siswa kelas V SD, 2) kemampuan berpikir kritis yang diteliti mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Facione yaitu pada sub kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri.
Penelitian ini dibatasi hanya pada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa kelas V SD pada mata pelajaran IPA. Materi pembelajaran yang diambil dari Tema 2 yaitu sistem pernapasan pada hewan. Fokus penelitian mata pelajaran IPA dibatasi pada Kompetensi Inti 3. Memahami pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar dengan cara mengamati, menanya, dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain; dengan Kompetensi Dasar 3.2. Menjelaskan organ pernapasan dan fungsinya pada hewan dan manusia, serta cara memelihara kesehatan organ pernapasan manusia. Penelitian ini ini menggunakan metode penelitian quasi experimental dengan tipe pretest – posttest non-equivalent group design dengan teknik pengambilan sampel menggunakan desain non-probability sampling tipe convenience sampling.
1.2Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
8 1.2.2 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
berpengaruh terhadap kemampuan meregulasi diri siswa kelas V SD?
1.3Tujuan Masalah
1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap kemampuan mengeksplanasi siswa kelas V SD.
1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berpengaruh terhadap kemampuan meregulasi diri siswa kelas V SD.
1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Siswa
- Mendapatkan pengalaman belajar yang baru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match sehingga dapat meningkatkan kemampuan mengeksplanasi dan kemampuan meregulasi diri.
- Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. 1.4.2 Bagi Guru
Mendapatkan pengetahuan baru tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match pada mata pelajaran IPA materi pernapasan hewan untuk meningkatkan kemampuan mengeksplanasi dan kemampuan meregulasi diri.
1.4.3 Bagi Sekolah
Mendapatkan referensi dan wawasan baru mengenai penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match pada mata pelajaran IPA materi pernapasan hewan.
1.4.4 Bagi Peneliti
9 1.5Definisi Operasional
1.5.1 Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang membentuk siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima orang siswa untuk bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan belajar.
1.5.2 Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah model pembelajaran yang mengajak siswa untuk mencari pasangan sambil belajar dengan suasana belajar yang menyenangkan dengan langkah-langkah: 1) menyiapkan kartu, 2) pembagian kartu, 3) memikirkan soal dan jawaban, 4) mencari pasangan, 5) pemberian nilai, 6) pengulangan permainan, dan 7) pemberian penghargaan.
1.5.3 Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan membuat penilaian dengan tujuan menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasilnya yang terdiri dari 6 kemampuan yaitu kemampuan menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, menarik kesimpulan, mengeksplanasi, dan meregulasi diri.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II ini berisi tentang kajian teori, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Kajian teori membahas teori-teori yang mendukung dan beberapa kajian penelitian yang relevan. Kerangka berpikir berisikan kerangka pemikiran dan hipotesis berisi dugaan sementara tentang jawaban suatu rumusan masalah penelitian.
2.1Kajian Pustaka
2.1.1 Teori yang Mendukung
Untuk sebuah penelitian yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis siswa SD pada mata pelajaran IPA, teori yang digunakan untuk mendukung penelitian adalah teori perkembangan anak menurut Jean Piaget (1896 -1980) dan Lev Semyonovich Vygotsky (1896-1934), pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, berpikir kritis, kemampuan mengeksplanasi, kemampuan meregulasi diri, ilmu pengetahuan alam (IPA), dan materi mengenai pernapasan hewan.
2.1.1.1Perkembangan Anak
Perkembangan adalah proses yang berkaitan dengan perubahan kualitatif yang menyangkut kematangan fungsi organ dan psikologis manusia yang tidak dapat diukur dengan alat ukur (Sunarto, 2008: 35). Perkembangan yang dialami oleh manusia berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda.
11 digunakan untuk mendukung model pembelajaran kooperatif. Kedua tokoh tersebut, merupakan tokoh dari teori konstruktivisme. Dalam model pembelajaran kooperatif, anak memerlukan kemampuan berinteraksi dengan guru dan temannya. Oleh sebab itu, kedua teori ini sesuai dengan variabel penelitian.
1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Jean Piaget (1896-1980) merupakan tokoh psikologi lahir di Neuchatel, Swiss. Sejak kecil Piaget tertarik pada alam dan gemar mengamati burung, ikan, serta hewan lainnya (Crain, 2007: 167 & Slavin, 2008: 42). Ketika ia berusia 10 tahun, Piaget sudah menerbitkan sebuah artikel tentang burung albino dalam sebuah majalah ilmu pengetahuan alam. Kemudian pada tahun 1916, Piaget berhasil menyelesaikan pendidikannya dalam bidang biologi di Universitas Neuchatel. Selang dua tahun, ia menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar doktor filsafat. Setelah memperoleh gelar doktornya, Piaget menjadi lebih tertarik dengan dunia psikologi.
Pada tahun 1920, Piaget bekerja di Laboratorium Binet di Paris. Saat itu, ia bertugas dalam mengembangkan tes penalaran pada anak-anak (Crain, 2007: 168). Sejak saat itu pula, Piaget mulai melakukan pengamatan terhadap ketiga anaknya. Dalam pengamatannya, ia menerapkan prinsip dan metode biologi pada studi perkembangan manusia yang dilakukannya (Slavin, 2008: 42). Berdasarkan hasil pengamatannya, Piaget berpendapat bahwa pemikiran anak yang lebih dewasa berbeda secara kualitatif dengan anak yang lebih muda atau dengan kata lain cara berpikir anak berbeda dengan cara berpikir orang dewasa (Suparno, 2001: 11-19). Ada beberapa anak yang mengalami perkembangan yang relatif cepat dan beberapa anak mengalami perkembangan yang relatif lebih lambat dari anak-anak se usianya. Piaget juga menyatakan ada dua poin teori perkembangan kognitif pada anak, yaitu : 1) tidak ada seorang anak yang dapat melewati satu tahap perkembangan kognitif walaupun anak-anak tersebut melewatinya dengan kecepatan yang berbeda-beda. 2) adanya perubahan kemampuan dalam setiap perkembangan kognitif anak (Suprijono, 2009: 58).
12 biologis yang dimiliki. Kecenderungan-kecenderungan yang dimaksud yaitu asimilasi dan akomodasi (Crain, 2007: 172).
Dalam perkembangan kognitif anak, mereka akan terus menerus mengembangkan skema yang dimiliki. Semakin dewasa maka skema yang dimiliki oleh anak semakin lengkap. Skema adalah struktur mental yang dimiliki seseorang di mana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannnya berdasarkan pengalaman yang dimiliki (Suparno, 2001: 21). Pada proses pembentukan skema, anak akan mengalami proses asimilasi dan akomodasi. Berikut adalah bagan proses pembentukan skema, akomodasi dan asimilasi.
(Sumber : https://www.simplypsychology.org/piaget.html) Gambar 2.1 Proses pembentukan skema, akomodasi, dan asimilasi
13 Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam empat tahap yaitu tahap sensorimotor, pra-operasional, operasional konkret, dan operasi formal (Crain, 2007: 173).
a. Tahap Sensorimotor (Usia 0-2 tahun)
Tahap sensorimotor adalah tahap awal perkembangan kognitif anak. Pada tahap sensorimotor, anak akan mengeksplorasi dunianya melalui panca indera yaitu dengan melihat, meraba, membau, mendengar dan mengecap sesuatu (Suparno, 2001: 27). Selain dengan panca inderanya, anak mengenali lingkungan dengan gerakan motorik yang dimiliki (Tung, 2015: 25). Anak usia 0-2 tahun belum dapat berbicara dengan bahasa karena belum memiliki bahasa simbol untuk mengungkapkan benda yang tidak ada disekitarnya.
b. Tahap Pra-operasional (Usia 2 – 7 tahun)
Tahap pra-operasional adalah tahapan perkembangan kognitif yang ditandai dengan adanya fungsi semiotik yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu objek yang saat itu tidak bersamanya (Suparno, 2001: 49). Pada tahap ini usia 2-4 tahun, yang menonjol adalah pemikiran simbolik yang dapat dilihat pada anak yang sedang bermain boneka. Anak akan menganggap bahwa boneka tersebut adalah adik atau anaknya. Sedangkan pada usia 4-7 tahun, perkembangan kognitif yang identik yaitu pemikiran intiuitif yaitu penggunaan tanda terhadap sesuatu yang terjadi. Seperti ketika anak mengatakan bahwa air di dalam gelas A lebih banyak daripada air di dalam gelas B padahal volume airnya sama hanya ukuran gelas A dan B berbeda.
c. Tahap Operasional Konkret (Usia 7 – 11 tahun)
14 yang logis yang dimiliki anak masih terbatas karena pemikiran logisnya masih berdasar pada benda-benda konkret yang dilihatnya atau benda-benda yang nyata (Suparno, 2001: 86).
d. Tahap Operasional Formal (Usia 11 – dewasa)
Tahap operasional formal merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif (Suparno, 2001: 88). Dalam tahap ini, seseorang sudah dapat berpikir dengan cara abstrak. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat dan tidak hanya terikat pada hal yang telah dialami serta diamati tetapi sudah dapat berpikir mengenai sesuatu yang akan datang karena mampu berpikir secara hipotetis (sebab-akibat). Pikiran yang dimiliki oleh remaja sama dengan pikiran orang dewasa secara kualitas, namun berbeda secara kuantitas karena dipengaruhi oleh pengalaman dan skema yang ada (Suparno, 2001: 100).
Berdasarkan teori perkembangan kognitif menurut Piaget, teori tersebut didasarkan pada kecenderungan-kecenderungan biologis yang dilakukan oleh anak secara individu. Kecenderungan tersebut terjadi dalam proses asimilasi dan akomodasi pada skema anak. Skema yang dimiliki anak akan terus menerus dikembangkan dalam perkembangan kognitif yang anak-anak alami. Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam empat tahap yaitu: a) tahap sensorimotor b) tahap pra-operasional c) tahap operasional konkret d) tahap operasional formal.
Dari empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget, siswa kelas V SD yang umumnya berusia 10-11 tahun masuk dalam tahap operasional konkret. Pada tahap tersebut, siswa mampu berpikir logis untuk memecahkan masalah berdasarkan apa yang dilihat atau nyata ada di sekitar mereka.
2. Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky
15 perkembangan atau garis ilmiah yang muncul dari dalam diri manusia dan garis sosial historis yang memengaruhi manusia sejak kecil tanpa bisa dihindari. Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan pengetahuan pada anak dibangun dan dikonstruksi secara mutual (Crain, 2007: 334).
Dalam teori Vygotsky, orang lain juga berperan dalam perkembangan kognitif anak (Vygotsky, dalam Santrock, 2009). Artinya dalam perkembangan kognitif pada anak juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dengan orang-orang di sekelilingnya. Ketika perkembangan kognitif dipengaruhi oleh lingkungan, bukan berarti anak pasif. Individu pembelajar tetap menentukan perkembangan kognitif mereka tetapi juga didukung oleh lingkungan sekitar mereka. Hal itulah yang mendasari teori Vygotsky sering disebut sebagai teori konstruktivisme (Suparno, 2012: 122). Dalam teori konstruktivisme, Vygotsky mengemukakan tiga zona yaitu
Zone of Actual Development, Zone of Proximal Development dan Zone of Potential Development (Huda, 2014: 39).
(Sumber: https://vygotskyetec512.weebly.com/zone-of-proximal-development.html)
Gambar 2.2 Zone of Proximal Development
16 Vygotsky meyakini bahwa pembelajaran terjadi ketika anak-anak berada pada Zona Perkembangan Proksimal mereka. Tugas-tugas dalam zona tersebut merupakan sesuatu yang masih belum dapat dikerjakan oleh anak secara mandiri tanpa bantuan orang dewasa atau teman yang lebih berkompeten. Oleh sebab itu, dalam ZPD terdapat sebuah pendukung yang disebut Scaffolding. Scaffolding
adalah bantuan yang diberikan oleh teman sebaya yang lebih berkompeten atau orang dewasa untuk membantu memecahkan masalah selama tahap awal perkembangan (Slavin, 2011: 59). Umumnya scaffolding memberikan banyak bantuan selama tahap awal pembelajaran kemudian mengurangi bantuan kemudian meminta anak untuk menyelesaikan tanggung jawabnya secara mandiri ketika dirasa sudah sanggup (Rosenshine & Meister, dalam Slavin, 2011: 59). Untuk mencapai Zone of Actual Development atau zona perkembangan aktual, proses kegiatan belajar perlu melibatkan siswa untuk saling membantu satu sama lain.
Dari penjelasan di atas, dapat ditegaskan bahwa teori perkembangan kognitif menurut Vygotsky didasarkan pada interaksi sosial dengan orang-orang di sekelilingnya yang ikut mempengaruhi perkembangan kognitif pada anak. Teori perkembangan kognitif Vygotsky sering disebut sebagai teori konstruktivisme. Dalam teori konstruktivisme dikembangkan menjadi tiga zona yaitu Zone of Actual Development, Zone of Proximal Development dan Zone of Potential Development. Agar anak dapat mencapai zona perkembangan aktual dari zona perkembangan potensial perlu adanya Scaffolding atau bantuan dari orang dewasa atau teman sebaya yang lebih berkompeten.
17 2.1.1.2Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa belajar dengan cara bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2017: 294). Pengertian pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam rangka memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru (Slavin, dalam Trianto, 2014: 108). Jadi, dapat ditegaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang membentuk siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima orang siswa untuk bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan belajar (Aqib, 2016: 15).
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok dapat dianggap sebagai pembelajaran kooperatif (Suprijono, 2009: 58). Agar mencapai hasil yang maksimal, terdapat lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan, yaitu:
1. Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat dua tanggung jawab yang dimiliki oleh kelompok. Pertama, tanggung jawab kepada kelompok. Kedua, bertugas menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan (Suprijono, 2009: 58).
2. Tanggung jawab perseorangan
18 temannya, dan melibatkan siswa dalam memeriksa hasil pekerjaan temannya.
3. Interaksi promotif
Interaksi promotif adalah di mana masing-masing anggota kelompok saling membantu anggota yang lain untuk menyelesaikan tugas (Huda, 2012). Interaksi promotif akan muncul dalam sebuah kelompok ketika setiap anggota kelompok membantu secara efektif dan efisien, saling memberikan timbal balik (feedback), saling memberikan pendapat, saling mendukung, saling percaya serta menjaga emosi saat melakukan interaksi. 4. Komunikasi antaranggota
Komunikasi antaranggota merupakan sebuah keterampilan sosial. Untuk dapat mengoordinasikan kegiatan siswa dalam mencapai tujuan, siswa harus saling percaya, mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak ambisius, saling menerima, saling mendukung, dan mampu menyelesaikan masalah secara konstruktif (Suprijono, 2009: 61).
5. Pemrosesan kelompok
Pemrosesan mengandung arti menilai. Ada dua macam pemrosesan yaitu pemrosesan kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan. Tujuan pemrosesan kelompok yaitu meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan bersama untuk mencapai tujuan bersama.
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakter pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Rusman, 2017: 298). 1. Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara tim. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama (Rusman, 2017: 299).
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif
19 digunakan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen sebagai pelaksanaan, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilakukan sesuai rencana, melalui langkah-langkah yang sudah ditentukan. Selain itu, berfungsi sebagai kontrol yang menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes (Rusman, 2017: 299).
3. Kemauan untuk Kerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif didasarkan pada keberhasilan kelompok oleh sebab itu pembelajaran kooperatif menekankan pada kerja sama dan kebersamaan.
4. Keterampilan Kerja sama
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk sanggup berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik pada suatu tugas dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya (Rusman, 2017: 300).
3. Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Penggunaan model pembelajaran kooperatif memiliki manfaat apabila digunakan dalam kegiatan belajar. Manfaat pembelajaran kooperatif yaitu dapat menciptakan sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa atau yang disebut dengan multi way traffic communication (Rusman, 2017: 295). Selain itu, berdasarkan sebuah penelitian (Slavin, dalam Rusman, 2017: 297), manfaat belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu 1) dapat meningkatkan pretasi belajar siswa sekaligus meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain, 2) dapat memenuhi kebutuhan siswa akan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman.
Terdapat berbagai tipe dalam pembelajaran kooperatif, yaitu Make a Match,
20 213). Pada penelitian ini, peneliti hanya fokus pada model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
Dari pendapat dua ahli tersebut dapat diketahui bahwa manfaat dari pembelajaran kooperatif bagi siswa yaitu: a) prestasi belajar meningkat, b) meningkatkan komunikasi dan hubungan sosial siswa-guru maupun siswa-siswa, c) memenuhi kebutuhan siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah.
2.1.1.3Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Karakteristik dari tipe Make a Match
adalah memiliki hubungan yang erat dengan karakter siswa yang gemar bermain. Pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan salah satu pendekatan konseptual yang mengajarkan siswa memahami konsep-konsep secara aktif, kreatif, interaktif, efektif dan menyenangkan bagi siswa sehingga konsep mudah dipahami dan bertahan lama dalam struktur kognitif siswa (Huda, 2012: 135). Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah model pembelajaran yang mengajak siswa untuk mencari pasangan sambil belajar dengan suasana belajar yang menyenangkan. Pelaksanaan harus didukung dengan keaktifan siswa untuk mencari pasangan dengan kartu jawaban yang sesuai dengan kartu pertanyaan (Shoimin, 2014: 98).
Keunggulan dari pembelajaran tipe ini yaitu 1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik kognitif maupun fisik, 2) menyenangkan karena ada unsur permainan, 3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, 4) efektif untuk melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi, 5) efektif melatih kedisiplinan siswa dalam menghargai waktu (Huda, 2013: 253). Selain itu, siswa dapat mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan. Tipe Make a Match dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia siswa (Lie, 2010: 55).
1. Manfaat Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
21 dalam proses pembelajaran, b) kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis, c) munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa, dan d) melatih ketelitian, ketepatan, dan kecepatan (Lie, 2010: 56).
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Tujuan pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match yaitu (Huda, 2013: 251): 1) pendalaman materi, 2) penggalian materi, 3) melakukan proses pembelajaran yang didesain dengan memadukan antar muatan materi dengan permainan (edutainment).
3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
yaitu (Sani, 2013: 196-197): 1. Menyiapkan kartu
Pada langkah ini guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep atau topik yang akan dipelajari bersama. Kartu yang dibuat terdiri dari kartu pertanyaan dan kartu jawaban dengan jumlah yang sama pada masing-masing kartu.
2. Pembagian kartu
Guru memberikan sebuah kartu kepada masing-masing siswa. Ada siswa yang memperoleh kartu pertanyaan dan ada yang mendapat kartu jawaban.
3. Memikirkan soal dan jawaban
Siswa yang memperoleh kartu pertanyaan memikirkan jawaban dari kartu yang dipegang, sedangkan yang memperoleh kartu jawaban memikirkan soal yang relevan.
4. Mencari pasangan
Siswa mencari siswa lain sebagai pasangan yang memiliki kartu yang cocok dengan kartu yang sedang dipegang.
5. Pemberian nilai
22 6. Pengulangan permainan
Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapatkan kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7. Pemberian penghargaan
Guru memberikan penghargaan pada kelompok yang memiliki nilai tertinggi dan membimbing siswa untuk membuat kesimpulan.
Berikut denah kelas model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
Gambar 2.3Denah kelas model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
2.1.1.4Berpikir Kritis
Berpikr kritis adalah membuat penilaian untuk tujuan tertentu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan atas dasar bukti, konsep, metode, kriteria, atau konteks tertentu yang digunakan untuk menilai (Facione, 1990: 4). Selain itu, berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi pemikiran untuk meningkatkan kualitas proses dan hasilnya. Berpikir kritis berfokus pada pemikiran refleksi, produksi, dan evaluasi fakta berdasarkan bukti yang ada (Tung, 2015: 224).
23 Tabel 2.1 Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Facione
No. Skill Sub-Skill
1. Interpretasi Membuat kategori
Memahami arti
Menjelaskan makna
2. Analisis Menguji gagasan-gagasan
Mengidentifikasi argumen-argumen
Menganalisis argumen-argumen
3. Evaluasi Menilai sah tidaknya klaim-klaim
Menilai sah tidaknya argumen-argumen
4. Kesimpulan Menguji bukti-bukti
Menerka alternatif-alternatif
Menarik kesimpulan
5. Eksplanasi Menjelaskan hasil penalaran
Membenarkan prosedur yang digunakan
Memaparkan argumen-argumen yang digunakan
6. Regulasi-diri Refleksi diri
Koreksi diri
2.1.1.5Kemampuan Mengeksplanasi
Kemampuan mengeksplanasi adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan hasil penalaran dengan pertimbangan-pertimbangan konseptual, metodologis, dan kontekstual dalam sebuah argumen yang kuat (Facione, 1990: 10). Sub kemampuan mengeksplanasi yaitu 1) menjelaskan hasil penalaran, 2) membenarkan prosedur yang digunakan, 3) memaparkan argumen-argumen yang digunakan (Facione, 1990: 10-11).
1. Kemampuan untuk menjelaskan hasil penalaran
Kemampuan ini berfungsi untuk menghasilkan pernyataan, deskripsi, atau representasi yang akurat dari hasil penalaran seseorang sehingga dapat menganalisis, mengevaluasi, menyimpulkan, atau memantau hasil penalaran (Facione, 1990: 10).
24 analisis dan penilaian terhadap suatu permasalahan, 5) merumuskan pernyataan atau deskripsi yang tepat dari hasil analisis, evaluasi, kesimpulan.
2. Membenarkan prosedur yang digunakan
Kemampuan ini berfungsi untuk menyajikan pertimbangan yang konseptual, metodologis, kontekstual yang digunakan dalam membentuk interpretasi, analisis, evaluasi, atau kesimpulan seseorang sehingga seseorang dapat mengingat, mengevaluasi, menggambarkan atau membenarkan proses pembentukan interpretasi, analisis, evaluasi, atau kesimpulan terhadap diri sendiri atau orang lain untuk mengatasi kekurangan yang dirasakan dalam cara yang umum dilakukan oleh seseorang pada proses tersebut (Facione, 1990: 10).
Contoh kegiatan yang termasuk dalam kemampuan membenarkan prosedur yang digunakan yaitu (Facione, 1990: 10) 1) menguraikan langkah-langkah yang teliti dalam menyelesaikan suatu permasalahan, 2) menjelaskan pilihan penggunaan alat ukur tertentu untuk analisis data, 3) menjelaskan standar yang digunakan untuk menilai sumber informasi, 4) menjelaskan konsep kunci yang berguna untuk penelitian lebih lanjut, 5) menunjukkan bahwa syarat-syarat metodologis tertentu sudah terpenuhi, 6) memaparkan strategi yang digunakan untuk mengambil keputusan secara rasional, 7) memaparkan grafik yang menunjukkan penggunaan bukti kuantitatif.
3. Memaparkan argumen-argumen yang digunakan
Kemampuan ini berfungsi memberikan alasan untuk menerima beberapa klaim dan untuk pemenuhan objek dari metode, konsep, bukti, kriteria, atau ketepatan konteks penilaian yang mencakup semua metode yang berhubungan dengan data (inferensial), analitis, atau evaluatif (Facione, 1990: 10).
25 2.1.1.6Kemampuan Meregulasi diri
Kemampuan meregulasi diri adalah kemampuan seseorang untuk memonitor aktivitas kognitifnya sendiri. Unsur-unsur yang digunakan dalam aktivitas tersebut, hasil-hasilnya dengan menganalisis dan mengevaluasi proses kognitif yang terjadi sehingga dapat mempertanyakan, menegaskan, atau mengoreksi cara berpikirnya sendiri. Sub kemampuan meregulasi diri yaitu (Facione, 1990: 11) 1) refleksi diri, 2) koreksi diri.
1. Refleksi Diri
Kemampuan refleksi diri memiliki fungsi yaitu (Facione, 1990: 11) 1) merefleksikan penalaran pribadi dan memverifikasi hasil yang dihasilkan untuk diaplikasikan secara benar dengan pelaksanaan yang melibatkan keterampilan kognitif, 2) membuat penilaian kognitif yang objektif dan bijaksana dari pendapat dan alasan seseorang, 3) menilai sejauh mana pemikiran seseorang yang dipengaruhi oleh kekurangan dalam pengetahuan, emosi, dan faktor lain yang menghambat objektivitas dan rasionalitas, 4) merefleksikan motivasi, nilai, sikap, dan kepentingan seseorang untuk menentukan pandangan bahwa seseorang telah berusaha bersikap untuk adil, teliti, dan objektif.
26 2. Koreksi Diri
Kemampuan koreksi diri berfungsi untuk memeriksa diri dalam mengungkapkan kesalahan atau kekurangan, merancang prosedur yang wajar untuk mengulangi atau memperbaiki jika terdapat kesalahan (Facione, 1990: 11).
Contoh kegiatan dalam kemampuan melakukan koreksi diri yaitu (Facione, 1990: 11) 1) berani mengoreksi kelemahan-kelemahan metodologi atau data-data yang digunakan, 2) merencanakan prosedur yang masuk akal untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan, dan 3) memastikan apakah koreksi-koreksi tersebut dapat mengubah posisi yang dipegang sebelumnya.
2.1.1.7Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan oleh manusia (Samatowa, 2011: 3). IPA adalah ilmu pengetahuan yang menelaah objeknya berupa alam dengan segala isinya yaitu manusia, tumbuhan dan hewan termasuk bumi (Daryanto, 2014: 160).
IPA pada hakikatnya meliputi IPA sebagai proses, produk, dan sikap. IPA sebagai proses merupakan tata cara pengembangan ilmu pengetahuan alam untuk menghasilkan sesuatu. IPA sebagai produk adalah produk atau hasil yang diperoleh dari hasil penelitian, sedangkan IPA sebagai sikap merupakan cara yang dapat dilakukan untuk menanamkan sikap ilmiah seperti tekun, terbuka, jujur, serta objektif (Sujana, 2015: 118-119).
Tujuan pembelajaran IPA telah mengalami pergeseran yang semula menekankan pada hasil belajar atau sebagai produk, kemudian lebih mengutamakan pada proses (keterampilan proses). Oleh sebab itu, pada pelaksanaan pembelajaran tidak hanya menekankan pada produk yang akan dihasilkan namun bagaimana proses pembelajaran IPA tersebut berlangsung (Sujana, 2015: 119).
27 kesempatan siswa untuk berpikir kritis, c) apabila diajarkan melalui kegiatan percobaan yang dilakukan oleh anak, maka mata pelajaran IPA bukan merupakan mata pelajaran hafalan, d) memiliki nilai pendidikan yang dapat membentuk kepribadian siswa (Samatowa, 2010: 4).
2.1.1.8Materi tentang Pernapasan Hewan
Untuk melangsungkan proses pernapasan, setiap makhluk hidup memiliki alat pernapasan khusus. Seperti pada manusia, hewan juga bernapas untuk mengambil oksigen dan membuang karbon dioksida (Kemdikbud, 2017: 4). Alat pernapasan pada makhluk hidup berbeda-beda disesuaikan dengan jenis dan habitatnya. Ada hewan yang bernapas dengan paru-paru, insang, trakea, ada pula yang bernapas dengan kulit (Priyono & Sayekti, 2010: 10).
Pada hewan cacing tanah (vermes) bernapas melalui permukaan kulit. Kulit cacing selalu basah dan berlendir untuk memudahkan penyerapan oksigen (Kemdikbud, 2017: 4). Pada hewan serangga bernapas menggunakan trakea. Jenis hewan yang bernapas menggunakan trakea adalah belalang, jangkrik, kupu-kupu, lebah, dan lalat (Priyono & Sayekti, 2010: 15). Hewan jenis ikan (pisces) bernapas menggunakan insang, namun tidak semua ikan bernapas menggunakan insang. Ada beberapa ikan yang bernapas menggunakan paru-paru contohnya ikan paus, lumba-lumba dan pesut (Priyono & Sayekti, 2010: 11).
28 2.2 Penelitian yang Relevan
2.2.1 Penelitian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Artawa dan Suwarta (2013) melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan post-test only control group design
dan sampel penelitian ini adalah siswa kelas V SD N 1 Muncan yang berjumlah 26 orang dan kelas V SD N 4 Muncan yang berjumlah 28 orang. Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data bahwa nilai thitung sebesar 8,47 dan ttab sebesar 2,00 maka thitung lebih besar dari ttab. Hasil penelitian menunjukkan prestasi belajar siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik dibandingkan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Jadi pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
Make a Match berpengaruh terhadap prestasi belajar Matematika.
Anggarawati, dkk (2014) melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Make a Match berbantuan media kartu gambar dengan siswa yang belajar secara konvensional pada mata pelajaran IPS. Jenis penelitian yang digunakan yaitu eksperimen semu dengan desain the non-equivalent control group design. Populasi penelitian berjumlah 62 siswa dengan teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampel jenuh dan sampel penelitian ini yaitu siswa kelas VI SD Negeri Dangin Puri. Dari hasil analisis data diperoleh hasil terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang belajar dengan model pembelajaran Make a Match berbantuan media kartu gambar dengan siswa yang belajar secara konvensional (thit = 3,20 > ttab = 2,00) dari rata-rata nilai gain skor ternormalisasi IPS yang belajar dengan model pembelajaran Make a Match bebrbantuan media kartu gambar dengan siswa yang belajar secara konvensional (0,49 > 0,33) sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Make a Match berbantuan media kartu gambar berpengaruh terhadap hasil belajar IPS.
29 pelajaran. Penelitian ini menggunakan penelitian Quasi Experimental Design
dengan pre dan post test. Sampel penelitian ini terdiri dari 63 siswa perempuan dari 12 sekolah negeri. Siswa dibagi ke dalam dua kelas yaitu kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw II, STAD, dan TGT dan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian mengatakan bahwa cooperative learning activities had a positive effect on academic achievement of students enrolled in the subject of Education (kegiatan pembelajaran kooperatif dapat memiliki efek positif dalam prestasi belajar siswa yang terdaftar dalam mata pelajaran).
2.2.2 Penelitian Berpikir Kritis
Anindyta dan Suwarjo (2014) melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis dan regulasi diri siswa yang diajar menggunakan problem based learning dengan pembelajaran ekspositori dan pengaruh penerapan problem based learning terhadap kemampuan berpikir kritis dan regulasi diri siswa. Populasi penelitian yaitu siswa kelas V SD Santo Vincentius Jakarta dengan metode penelitian Quasi Eksperimen menggunakan desain pretest – posttest control group design. Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis yang signifikan antara kelas yang menggunakan problem based learning dibanding dengan kelas menggunakan pembelajaran ekspositori dengan nilai sig. 0,040 dan perbedaan regulasi diri signifikan dengan nilai sig. 0,050 serta problem based learning berpengaruh positif dan signifikan dengan nilai sig. 0,021 terhadap keterampilan berpikir kritis dan regulasi diri siswa.
30 Azizmalayeri, dkk (2012) melakukan penelitian untuk megetahui pengaruh dari metode inkuiri terbimbing dan metode tradisional pada keterampilan berpikir kritis sisswa SMA. Teknik sampling yang digunakan yaitu teknik randomsampling
dengan multi-step dan cluster sampling. Desain penelitian yang digunakan adalah
pretest – posttest control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inkuiri terbimbing memiliki dampak lebih tinggi pada kemampuan berpikir kritis siswa.
31 2.2.3 Literature Map
Hasil penelitian sebelumnya dibuat bagan sebagai berikut.
Gambar 2.4 Literature Map Model pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match
Kemampuan Mengeksplanasi dan Meregulasi Diri
Artawa & Suwarta (2013)
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match – Prestasi
Belajar
Anindyta & Suwarjo (2014)
Problem based learning – Keterampilan Berpikir Kritis
& Meregulasi Diri
Anggarawati, dkk (2014)
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match – Hasil Belajar
Nasution (2017)
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share – Kemampuan Berpikir
Kritis
Gull & Shehzad (2015)
Cooperative Learning – Student Achievement
Azizmalayeri, dkk (2012)
Guided Inquiry Methods – Critical Thinking
Yang akan diteliti: