• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung unsur keindahan yang dapat menimbulkan perasaan senang, nikmat, terharu, menarik perhatian, dan menyegarkan penikmatnya. Sastra dan kebudayaan memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, manusia sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural. Sastra dapat dipandang sebagai cermin kehidupan, sebagai tanggapan terhadap kehidupan, sekaligus sebagai evaluasi terhadap kehidupan itu. Melalui karya sastra dapat dibayangkan tingkat kemajuan kebudayaan, gambaran tradisi yang sedang berlaku, tingkat kehidupan yang sudah dicapai oleh masyarakat pada suatu masa serta usaha pemecahannya sesuai dengan cita-cita mereka.

Karya sastra ada yang telah berbentuk tulisan dan masih banyak juga karya sastra yang masih berbentuk tuturan atau lisan yang tersebar d berbagai suku bangsa di Indonesia. Sastra lisan pada hakikatnya adalah tradisi lisan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu. Keberadaannya diakui, bahkan sangat dekat dengan kelompok masyarakat yang memilikinya. Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut, banyak sastra lisan yang memudar karena tidak dapat dipertahankan. Selain keterbatasan memori manusia dalam mengingat,

(2)

perkembangan teknologi yang semakin canggih di era globalisasi dewasa ini ikut menggeser sastra lisan yang pernah ada.

Sebagai produk budaya masyarakat, hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki sastra lisan, baik genre prosa maupun puisi. Namun, dewasa ini keberadaan sastra lisan mulai menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan, yaitu ketidakpedulian masyarakat terhadap sastra lisan. Sastra lisan hanya dipandang sebagai kisah-kisah yang tidak masuk akal dan berada di luar jangkauan akal sehat. Hal itu tentu saja menjadi ancaman terhadap eksistensi sastra lisan dalam kehidupan masyarakat. Sastra lisan tersebut dikhawatirkan akan hilang termakan oleh zaman jika tidak adanya kepedulian terhadap sastra-sastra lisan yang tersebar di setiap daerah di Indonesia ini. Hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan penelitian terhadap sastra lisan sebagai sebuah produk budaya.

Sastra lisan yang sering digolongkan ke dalam folklor lisan lazimnya dibagi ke dalam enam kelompok, yaitu (1) bahasa rakyat, seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan title kebangsawanan; (2) ungkapan tradisional, seperti pepatah dan peribahasa; (3) pertanyaan tradisional atau teka-teki; (5) cerita prosa rakyat yang terdiri atas mite, legenda dan dongeng; dan (6) nyanyian rakyat.

Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat.

(3)

Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa. Isi ceritanya seringkali mengungkapkan keadaan sosial budaya masyarakat yang melahirkannya, misalnya, berisi gambaran latar sosial, budaya, serta sistem kepercayaan masyarakat. Selain itu, didalamnya juga berisi gambaran kaum bangsawan (masyarakat yang berpangkat), miskin dan kaya, masyarakat profesi, serta masalah sosial kemasyarakatan yang lain.

Cerita rakyat pada dasarnya boleh dituturkan oleh siapa saja. Bisa ibu bercerita kepada anaknya, nenek bercerita kepada cucunya, pengasuh bercerita kepada anak asuhannya atau guru bercerita kepada muridnya. Tema cerita lisan dalam setiap masyarakat sangat bervariatif, seperti dongeng makhluk supranatural, legenda, atau cerita binatang. Cerita rakyat diwariskan dari generasi ke generasi karena berfungsi sebagai sejarah suatu kelompok. Selain itu juga berfungsi sebagai sarana

pendidikan1 James Danandjaya sering mengatakan bahwa dongeng, mite, legenda,

memiliki fungsi penting dalam kehidupan bahkan Ia menekankan bahwa folklor atau tradisi lisan merupakan bahan yang sangat penting untuk penelitian yang bersifat antropologis. Melalui kajian folklor di daerah tertentu dapat ditemukan satu gambaran

dari komunitas yang diteliti.2 Seperti cerita rakyat yang terdapat di Desa Lunggaian,

Kecamatan Lubuk Batang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (selanjutnya disingkat Kab. OKU saja), Sumatera Selatan Indonesia.

1

Adriyetti Amir, Sastra Lisan Indonesia, (Yogyakarta: ANDI, 2013), h. 65.

2Mukhlis PaEni, Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa, Sastra, dan Aksara, (Jakarta:

(4)

Salah satu cerita rakyat lahir dan berkembang di dalam masyarakat Desa Lunggaian adalah cerita rakyat tentang Hasan dan Husen. Berdasarkan asumsi Darmawati (52 tahun) bercerita sering disebut dengan beriwayat, cerita rakyat Hasan dan Husen merupakan cerita yang mengandung pesan-pesan moral dari penutur cerita kepada pendengarnya. Biasanya cerita ini disampaikan orang tua kepada anak-anaknya. Hampir seluruh orangtua mengetahui cerita Hasan dan Husen ini. Namun, sekarang cerita ini sudah jarang disampaikan dan orang yang mengetahui cerita ini pun mungkin sudah tidak banyak lagi. Padahal cerita ini mempunyai makna yang mampu memberikan pesan moral serta nasehat terhadap anak-anak maupun orang yang sudah dewasa atau orang yang mendengarkannya.

Sejarah Islam mencatat Hasan (625 M - 672 M) dan Husain (626 M – 680 M) merupakan tokoh yang sangat berjasa dalam menegakkan ajaran Islam. Kedua tokoh yang cemerlang ini adalah dua bersaudara putra Ali bin Abu Thalib dan Fhatimah

Az-Zahra.3 Rosulullah Saw. sangat mencintai mereka dan menyebut mereka

anak-anaknya. Semasa hidupnya Hasan dan Husain telah memberikan kontribusi yang sangat penting dalam penyebaran Islam. Mereka mengikuti jejak kakeknya Rosulullah Saw dan ayahnya Ali bin Abu Thalib, menjadi Imam bagi umat Islam pada masa itu walaupun akhirnya Hasan dan Husain harus mati syahid, terbunuh karena menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh Mu’awiyah dan Yazid bin Mu’awiyah dari Bani Umayyah dalam memperebutkan kekuasaan. Hasan meninggal

3‘Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’I, Inilah Islam, terj., Ahsin Muhammad,

(5)

dunia karena diracuni oleh istrinya sendiri yakni Ju’dah atas suruhan Mu’awiyah, sedangkan Husain terbunuh ketika menghadapi tentara militer Yazid bin Mu’awiyah dalam perang Karbala di Karbala, Iraq pada 10 Muharam 61 H atau 680 M.

Tokoh Hasan dan Husain ini begitu populer di kalangan umat Islam. Meninggalnya Husain dalam Pertempuran di Karbala kemudian diperingati setiap tahunnya selama 10 hari yang dilakukan pada bulan Muharram oleh Syi'ah seperti halnya segolongan Sunni, dimana puncaknya pada hari kesepuluh, Hari Asyura. Hal ini membuktikan bahwa tokoh ini begitu di kenang dan dicintai oleh umat Islam.

Namun, kisah mengenai Hasan dan Husain dalam Islam berbeda dengan cerita lisan Hasan dan Husen yang lahir dan berkembang di Desa Lunggaan. Kisah Hasan dan Husain dalam Islam merupakan catatan sejarah Islam yang tak terlupakan oleh Umat Muslim karena peristiwa yang dialami kedua bersaudara tersebut, sedangkan cerita lisan Hasan dan Husen yang ada di Desa Lunggaian adalah sebuah mitos yang mengisahkan dua bersaudara, disebut mitos karena cerita ini tidak benar-benar terjadi. Cerita lisan ini merupakan produk budaya masyarakat yang dibuat sebagai alat pendidikan dan untuk menyampaikan pesan moral. Di dalam cerita rakyat Hasan dan Husen dikisahkan bahwa mereka adalah dua bersaudara yang pergi merantau bersama-sama, namun sang kakak si Hasan mencelakai adiknya Husen sampai akhirnya Husen ditinggalkan sendirian di dalam gua. Akan tetapi, Husen ini memiliki nasib beruntung dibandingkan dengan kakaknya Hasan, yang pada akhirnya Husen bertemu dengan jodohnya dan ia pun diangkat menjadi seorang raja sedangkan

(6)

Hasan harus mati bunuh diri dengan menggunakan senapan di rumah adiknya Husen. Cerita lisan Hasan dan Husen memiliki pesan moral. Dengan demikian, penulis bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh mengenai makna dan pesan moral yang terkandung dalam cerita rakyat Hasan dan Husen dalam kaitannya dengan kehidupan Islami di Desa Lunggaian yang merupakan sastra tutur yang ada pada masyarakat Desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang, Kab.OKU, Sumatera Selatan Indonesia.

Alasan peneliti untuk mengkaji cerita rakyat Hasan dan Husen ini dapat dijelaskan dengan beberapa alasan sebagai berikut. Pertama, cerita ini memiliki makna dan pesan moral, karena tidak semua individu atau masyarakat Desa

Lunggaian mengenal cerita lisan tersebut. Untuk itu, peneliti ingin

memperkenalkannya agar cerita tersebut tidak punah terutama kepada generasi muda. Kedua, secara kultral cerita rakyat Hasan dan Husen ini merupakan hasil kebudayaan yang seiring dengan perkembangan zaman, cerita ini sudah mulai memudar ; dan dari sinilah peneliti berusaha untuk mendokumentasikannya. Ketiga, secara historis cerita rakyat Hasan dan Husen telah ada dan berkembang sejak tahun 1937 M, cerita ini sering disampaikan oleh para orangtua terhadap anaknya atau oleh nenek terhadap cucunya sambil duduk-duduk santai atau sambil memijat. Penutur cerita pun biasanya langsung memberikan nasehat terhadap anaknya tersebut.

Secara bahasa juga, cerita rakyat Hasan dan Husen ini memiliki keunikan tersendiri. Dalam penyampaiannya menggunakan bahasa Ogan dan intonasi nada tertentu dalam kalimat yang disampaikan, sehingga tampak kekhasan dan kekayaan

(7)

bahasa yang dimiliki oleh Suku Ogan tersebut. Alasan-alasan di atas juga membuat penulis semakin tertarik untuk melakukan penelitian ini, guna mempertahankan sekaligus memperkenalkan kekayaan bahasa yang ada pada Suku Ogan masyarakat Desa Lunggaian.

Dari uraian tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian guna memenuhi tugas akhir dalam pendidikan menuju jenjang Strata I atau Sarjana Humaniora mengenai sastra lisan cerita rakyat Hasan dan Husen yang ada di Desa

Lunggaian, guna menunjang peningkatan apresiasi sastra lisan dan

mendokumentasikan hasil kebudayaan daerah yang ada seperti cerita rakyat Hasan dan Husen sebagai tradisi lisan. Berdasarkan beberapa latar belakang di atas, maka peneliti berusaha menganalisis lebih lanjut dengan judul penelitian: Cerita Rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten

Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Indonesia: Sebuah Tinjauan Sastra Tutur.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Batasan masalah merupakan batasan yang akan diteliti, untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian secara sistematis. Pembatasan yang dimaksud

agar peneliti tidak terjerumus ke dalam banyaknya data yang ingin diteliti.4 Pada

penelitian ini peneliti membatasi pada daerah penutur cerita seperti yang telah

4Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarta: Ombak, 2011), h.

(8)

tercantum pada judul penelitian yaitu Desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang Kab. OKU Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Lokasi diambil karena cerita rakyat Hasan dan Husen lahir dan berkembang di desa ini.

Adapun yang menjadi batasan dalam objek penelitiannya adalah sastra lisan atau tradisi lisan. Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut, banyak sastra lisan yang memudar karena tidak dapat dipertahankan. Pada penelitian ini peneliti membatasi objek penelitian pada sastra lisan yang berupa cerita rakyat yaitu Hasan dan Husen di Desa Lunggaian.

Dari paparan mengenai latar belakang dan batasan masalah tersebut, dalam penelitian ini yang menjadi pokok rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana fungsi pelaku dan pola cerita dalam cerita rakyat Hasan dan

Husen di Desa Lunggaian?

2. Bagaimana nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat Hasan dan

Husen dan hubungannya dengan kehidupan Islam di Desa Lunggaian?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui fungsi pelaku dan pola cerita cerita dalam cerita rakyat

(9)

2. Untuk mengetahui nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat Hasan dan Husen dan hubungannya dengan kehidupan Islam di Desa Lunggaian.

b. Kegunaan Penelitian

Ada dua kegunaan yang diperoleh melalui penelitian ini, yaitu: secara teoritis dan secara praktis.

1. Secara teoritis kegunaan penelitian ini untuk menambah wawasan keilmuan

yang berkenaan dengan sastra lisan di Desa Lunggaian yaitu cerita rakyat Hasan dan Husen. Dalam pembahasan penelitian ini mengenai lokasi dan kebudayaan di Desa Lunggaian, kemudian bagaimana struktur cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian, dan selanjutnya untuk mengetahui makna yang terkandung dalam cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang Kab. OKU, Sumatera Selatan Indonesia. Hasil penelitian diharapkan agar dapat menambah salah satu aspek kajian kebudayaan khususnya di bidang sastra.

2. Secara praktis penelitian ini adalah upaya pendokumentasian untuk karya

sastra lisan terhadap cerita rakyat Hasan dan Husin di Desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang Kab. OKU, Sumatera Selatan Indonesia guna memperoleh deskripsi cerita Hasan dan Husen secara lengkap bagi masyarakat pendukung cerita rakyat Hasan dan Husin maupun masyarakat luas termasuk peneliti selanjutnya. Penelitian ini dapat berguna sebagai tambahan referensi atau bahan bacaan dan acuan bagi yang ingin meneliti lebih lanjut.

(10)

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan unsur penting dari proposal penelitian, karena berfungsi untuk menjelaskan posisi masalah yang akan diteliti diantara penelitian yang pernah dilakukan peneliti lain dengan maksud untuk menghindari tidak terjadi duplikasi

(plagiasi) penelitian.5 Beberapa penelitian yang berobjek sastra lisan atau tradisi lisan

sudah banyak dilakukan oleh beberapa kalangan seperti penulis buku, skripsi, para sejarahwan dan budayawan, diantaranya adalah:

Kajian sastra lisan atau tradisi lisan yang telah ditulis oleh Kurniati Mahasiswa Program Sarjana Strata I Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, yang berjudul “Tradisi Pisaan Pra Pemberian Adok pada Suku Komering” Desa Tanjung Kemala Kecamatan Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Penelitian tersebut membahas tentang prosesi pemberian gelar dan makna bagi kehidupan masyarakat Tanjung Kemala. Penulis menggunakan teori Srtukturalisme Budaya dan teori semiotika, dijelaskan dalam penelitian tersebut bahwa “Gelar” bagi masyarakat Tanjung Kemala mempunyai makna sebagai pelestarian karakter atau sifat yang positif dari suatu kelompok keturunan dan “Gelar” menunjukan bahwa orang tersebut sudah menikah, yang berarti mempunyai tanggung jawab besar terhadap keluarga yang akan dibinanya.

Skripsi yang juga ditulis oleh Idham Saiful Latif, Universitas Negeri Semarang dalam skripsinya mengkaji mengenai “cerita rakyat Santri Gudhig di

5Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora (Palembang:

(11)

Kabupaten Purbalingga”, (2009). Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat Santri Gudhig. Penelitian ini menggunakan metode analisis naratif yang didasarkan pada teori strukturalisme naratif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural untuk mengetahui jalinan peristiwa dan hubungan sebab akibat yang ada di dalamnya

sehingga struktur cerita dan nilai–nilai dapat diketahui.6

Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 13, No. 1 juga telah ditulis oleh Agatha Trisari Swastikanthi (2013), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Pakuan, Bogor dalam penelitiannya yang berjudul “ Morfologi Cerita Rakyat “Malim Tembesu” Sebuah Telaah Berdasarkan Teori Struktur Naratif Vladimir Propp”, yang merupakan sebuah penerapan teori struktur naratif Vladimir Propp menggunakan teori struktur. Dengan bertujuan untuk mengungkapkan fungsi pelaku dalam cerita. Objek material utama penelitian ini adalah tiga cerita rakyat “Malin Tembesu”. Dalam penelitian ini, dapat dikemukakan mengenai jumlah fungsi pelaku, distribusi fungsi di kalangan pelaku, dan skema. Adapun Hasil penelitian menunjukkan struktur cerita rakyat “Malin Tembesu” sebagai berikut: terdapat 9 fungsi pelaku, terdapat enam lingkungan tindakan yaitu lingkungan tindakan penjahat, lingkungan tindakan donor (pemberi), lingkungan tindakan penolong, lingkungan tindakan putri dan ayahnya, lingkungan tindakan perantara (utusan), dan lingkungan tindakan pahlawan.

6Idham Saiful Latif, “Cerita Rakyat Santri Gudhig di Kabupaten Purbalingga,” Skripsi,

(12)

Terdapat 7 pergerakan pelaku, yaitu penjahat, pemberi, penolong, putri dan ayahnya, perantara, pahlawan, dan pahlawan palsu.

Dari beberapa uraian di atas yang dijelaskan bahwa penelitian mengenai sastra tutur memiliki sedikit persamaan dalam penelitian mengenai “Tradisi Pisaan Pra-pemberian Adok” yang dilakukan pada saat adat pernikahan yakni merupakan salah satu kajian sastra tutur. Memiliki kesamaan juga pada penelitian “Cerita Rayat Santri Gudig” di Kabupaten Purbalingga yang menjelaskan nilai-nilai dalam cerita rakyat Santri Gudig. Sedangkan persamaan pada penelitian mengenai “Tinjauan Struktur Cerita Rakyat Malin Tembesu” yakni sama-sama mengkaji unsur struktural yaitu fungsi pelaku berdasarkan teori struktur naratif Vladimir Propp. Namun dalam penelitian cerita rakyat Malin Tembesu belum diungkapkan mengenai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti mengenai cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian, sebuah tinjauan sastra tutur guna mengetahui unsur-unsur struktur cerita dan nilai budaya yang terkandung dalam cerita tersebut dalam kaitannya dengan kehidupan Islami di Desa Lunggaian, Kecamatan Lubuk Batang Kab. OKU, Sumatera Selatan Indonesia.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori didefinisikan sebagai seperangkat pernyataan tentang hakekat cara memandang, cara merumuskan, dan cara menjawab suatu persoalan dengan menggunakan cara dan tata-urut tertentu, yang akan dapat menghasilkan pernyataan

(13)

tertentu persoalan tersebut.7 Untuk membantu memecahkan persoalan dalam penelitian ini diperlukam suatu teori karena teori ini mempunyai peranan amat penting bagi berhasilnya suatu penelitian.

Kebudayaan memiliki unsur-unsur universal yaitu (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup, (5) sistem mata pencarian, (6) sistem religi, dan (7) kesenian. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut memiliki unsur yang bermakna. Bahasa ditempatkan di urutan pertama karena manusia sebagai makhluk biologis harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam

kelompok sosial.8

Dalam kaitannya dengan kebudayaan, bahasa juga memiliki semua karakteristik kebudayaan karena bahasa juga milik anggota masyarakat; bahasa ditransmisikan secara sosial, bahasa tercermin dalam ide, tindakan, dan hasil karya manusia. Bahasa sebagai sarana manusia untuk berperan, bertindak, berinteraksi, berorientasi, dan bahasa juga dapat membahagiakan masyarakat lewat pesan yang

disampaikannya.9 Seperti halnya cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian

yang merupakan merupakan hasil karya manusia yang dapat membahagiakan masyarakat melalui pesan yang dimilikinya.

Hubungan bahasa dengan kebudayaan memang erat sekali. Mereka saling mempengaruhi, saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Yang paling mendasari

7Heddy Shry Ahimsa-Putra, “Paradigma, Episteminologi dan Metode Ilmu Sosial-Budaya:

Sebuah Pemetaan”, Makalah, disampaikan dalam pelatihan “Metodologi Penelitian”, diselenggarakan oleh CRCS-UGM, di Yogyakarta, 12 Februari-19 Maret 2007, h. 5.

8Robert Sibarani, Antropologi Linguistik, (Medan: Poda, 2004), h. 8. 9Ibid., h. 35.

(14)

hubungan mereka adalah bahasa harus dipelajari dalam konteks kebudayaan dan

kebudayaan dapat dipelajari melalui bahasa.10 Oleh karena itu dalam penelitian ini

akan digunakan teori bahasa yang melihat kebudayaan melalui bahasa dan mempelajari bahasa dalam konteks kebudayaan terhadap kaitannya dengan objek penelitian yaitu cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian.

Pada penelitian ini objek analisis adalah cerita rakyat yang tergolong dalam kategori karya sastra lisan. Dalam penelitin ini penulis menggunakan teori struktur naratif yang dikemukakan oleh Propp karena objek penelitian Propp adalah cerita rakyat, seratus dongeng Rusia, yang dilakukan tahun 1928, tetapi baru dibicarakan secara luas tahun 1958. Prop menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama. Artinya dalam sebuah cerita para pelaku dan

sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama.11

Secara tradisional struktur naratif sebuah drama, dongeng atau novel disebut

alur (plot).12 Menurut Propp, dalam struktur naratif yang penting bukanlah

tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh yang selanjutnya disebut sebagai fungsi. Unsur yang dianalisis adalah motif (elemen), unit terkecil yang membentuk tema. Berbeda dengan kaum formalis yang menganggap sjuzet sebagai plot, Propp memandang sebagai tema. Motif merupakan unsur terpenting sebab motiflah yang membentuk tema. Motif dibedakan menjadi tiga, yaitu: pelaku, perbuatan, dan penderita, yang

10Ibid., h. 49.

11Nyoman Khuta Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme

hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2015), h. 132.

12Rene Wellek Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

(15)

kemudian dikelompokkan menjadi dua, unsur yang tetap, yaitu perbuatan, dan unsur yang berubah yaitu pelaku dan penderita. Dalam hubungan ini yang penting adalah

unsur yang tetap, perbuatan, yaitu fungsi itu sendiri.13

Fungsi merupakan unsur yang stabil, tidak tergantung dari siapa yang melakukan, jadi, persona sebagai variable. Prop menyimpulkan bahwa jumlah fungsi yang terkandung dalam dongeng yang ditelitinya maksimal 31 fungsi, yang dikelompokkan ke dalam tujuh ruang tindakan atau peranan, yaitu: penjahat, donor,

penolong, putri dan ayahnya, orang yang menyuruh, pahlawan, dan pahlawan palsu.14

Tiga puluh satu fungsi yang dimaksudkan oleh Propp adalah seperti di bawah ini. Untuk mempermudah perbuatan skema, Propp memberikan tanda atau lambang khusus pada setiap fungsi (barangkali, kalau kita mengganti lambang itu sesuai dengan keinginan kita, tentu juga tidak ada salahnya). Adapun fungsi-fungsi dan

lambangnya sebagai berikut.15

13Nyoman Khuta Ratna, h. 133. 14Ibid.,

15Ummu Fatimah Ria Lestari, “Morfologi Cerita Rakyat Sobey Kororsri (Penerapan Teori

Naratologi Vladimir Propp),” Gramatika, Vol. II, No. 2 (Juni-Desember 2014), h. 95, jurnal diakses pada 3 Agustus 2015 dari http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/346/--ummufatuma-17260-1-2_morfol-a.pdf. No Fungsi Lambang 0 Situasi awal 1 Absentation ~ ketiadaan P 2 Interdiction = larangan Y 3 Violation = pelanggaran 5 4 Reconnaissance = pengintaian E

5 Delivery = penyampaian (informasi)

6 Fraud = penipuan (tipu daya) N

(16)

Menurut Selden, meskipun teori Propp didasarkan atas dongeng-dongeng Rusia, tetapi fungsi-fungsi tersebut dianggap hadir dalam jenis-jenis lain, seperti

komedi, mitos, epik, roman, dan cerita pada umumnya.16 Oleh karena itulah dalam

penelitian ini penulis menggunakan teori dari Vladimir Iakovlevich Propp karena

16Nyoman Khuta Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme

hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif, h. 133

8 Villainy = kejahatan

8a. Lack = kekurangan (kebutuhan)

A A 9 Mediation, the connective incident —

perantaraan, peristiwa pcnghubung ,

B

10 Beginning countracthn = penetralan (tindakan) dimulai C

11 Departure = keberangkatan (kepergian) T

12 The first Junction of the donor = fungsi pertama donor (pemberi)

D

13 The hero's reaction = rcaksi pahlawan E

14 Provition or receipt of a magical agent = penerimaan unsur magis (alat sakti)

F

15 Spacial translocation — perpindahan (tempat) G

16 Struggle = berjuang, bertarung H

17 Marking – penandaan J

18 Victory — kemenangan I

19 The initial misfortune or lack is liquidated = Kekurangan (kebutuhan) terpenuhi

K

20 Return = kepulangan (kembali) I

21 . Pursuit, chase = pengejaran, penyelidikan Pr

22 Rescue = penyelamatan Rs

23 Unrecognised arrival = datang tak terkenali O

24 Unfounded claims = tuntutan yang tak rnendasar L

25 The difficult task = tugas sulit (berat) M

26 Solution = penyelesaian (tugas) N

27 Recognition - (pahlawan) dikenali Q

28 Exposure = penyingkapan (tabir) Ex

29 Transfiguration = penjelmaan T

30 Punishment - hukuman (bagi penjahat) U

(17)

teori ini menggunakan objek yang sama dalam penelitian penulis yaitu tentang cerita rakyat yakni cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian.

Sistem nilai budaya berfungsi juga sebagai suatu pedoman hidup dalam segala tindakan yang akan dilakukan oleh manusia. Sistem-sistem tindakan yang lebih tinggi dari sistem-sistem lain diantaranya yaitu sistem norma, hukum, hukum adat, aturan

etika, aturan moral, aturan sopan santun, dan sebagainya.17

Menurut Kluckhon, mengenai teori nilai-nilai dalam budaya menjelaskan aspek-aspek nilai yang perlu diungkapkan yaitu (1) nilai yang berhubungan dengan sifat dasar manusia, yaitu tentang kejahatan dan kebaikan; (2) nilai yang berkaitan antara relasi manusia dengan alam; (3) nilai yang berhubungan dengan waktu hidup manusia, yaitu nilai masa lalu, kini, dan akan dating; (4)nilai yang berhubungan dengan aktivitas manusia; (5) nilai yang berhubungan dengan relasi

individu dengan kelompok.18

Dalam setiap penelitian di lapangan tidak semua nilai ditemukan, mungkin hanya sebagian atau bahkan menemukan keseluruhan nilai. Dalam kaitannya dengan nilai moral atau budi pekerti, peneliti budaya juga dapat membuat nilai moral atau

budi pekerti sebagai berikut:19 (1) budi pekerti yang berhubungan antara manusia

dengan Tuhan, (2) budi pekerti yang berhubungan antara manusia dengan manusia, (3) budi pekerti yang berhubungan antara manusia dengan alam semesta, (4) budi pekerti yang berhubungan antara manusia dengan makhluk lain, (5) budi pekerti yang berhubungan antara manusia dengan diri sendiri.

17Muhammad A. Syuropati, 7 Teori Sastra Kontemporer & !7 Tokohnya (Yogyakarta: IN

AzNa Books, 2011), h. 67.

18

Suwardi Endaswara, Metode Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), h. 83.

(18)

Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Istilah “bermoral” misalnya tokoh bermoral tinggi, berarti mempunyai pertimbangan baik dan buruk yang terjaga dengan penuh kesadaran. Namun, tidak jarang pengertian baik buruk itu sendiri dalam hal-hal tertentu bersifat relative. Pandangan seseorang tentang moral, nilai-nilai, dan kecenderungan-kecenderungan tertentu, biasanya dipengaruhi oleh pandangan hidup, way of life,

bangsanya.20

Sesuai dengan tema penelitian tentang sastra lisan cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian, maka penulis menggunakan teori Vlaidimir Propp yaitu struktur naratif dan teori Nilai Kluckhohn karena penulis memandang teori-teori ini yang tepat untuk membantu peneliti menganalisis data-data yang ada, karena yang akan dilakukan adalah mendeskripsikan struktur yang terdapat dalam cerita yang disampaikan melalui cerita rakyat Hasan dan Husen, dan mengungkapkan nilai moral yang terdapat dalam cerita tersebut.

Melalui kedua teori di atas dan tujuan penelitian, penulis membentuk bingkai-bingkai yang berhubungan untuk membangun dasar-dasar pemikiran dalam penelitian ini. Dasar-dasar pemikiran ini dinamakan kerangka berfikir. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggambarkan kerangka berfikir yang menjadi dasar penelitian ini. Berikut kerangka berfikir yang dimaksud.

20Burhan Nugiyantoro, Teori Pegkajian Fiksi( Yogyakarta: University Gadjah Mada Press,

(19)

Bagan 1. Diagram kerangka berfikir

Cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Indonesia

Cerita rakyat Hasan dan Husen yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia

Wawancara terhadap penutur cerita dan masyarakat setempat

Teori Nilai Kluckhohn (Endaswara, 2006) Teori Struktural Naratif Vladimir Propp

(Nyoman, 2015) Struktur cerita Hasan dan

Husen

Nilai Moral dalam cerita Hasan

dan Husen

Struktur Cerita Rakyat Hasan dan

Husen

Nilai Moral

Temuan berupa, struktur cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian, kemudian nilai moral yang terdapat dalam cerita rakyat Hasan

(20)

F. Metode Penelitian

1. Metode yang digunakan

Metode adalah cara, sedang penelitian adalah kegiatan mengumpulkan data. Jadi,

metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data.21

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan makna yang terdapat dalam cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian. Alasan penulis menggunakan metode ini karena sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah Kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Menurut Miles dan Huberman analisis data terkandung dalam tiga tahapan terakhir yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Penyederhanaan, reduksi bukan dalam pengertian mengurangi kualitas, sebaliknya bertujuan untuk meningkatkannya sehingga kompilasi data semula belum teratur dapat disusun kembali dalam bentuk yang baru, kemudian mengklasifikasikannya sesuia dengan hakikatnya sehingga masing-masing data dapat dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Penyajian data merupakan proses interpretasi, proses pemberian makna, baik secara emik maupun etik, baik terhadap unsur-unsur maupun totalitas. Sebagai

akhir proses analisis simpulan pada umumnya harus disertai dengan saran.22

21Heddy Shri Ahimsa-Putra “Paradigma, Episteminologi dan Metode Ilmu Sosial-Budaya:

Sebuah Pemetaan”, h. 22.

22Nyoman Kuthta Ratna, Metode Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada

(21)

2. Sumber Data

Data yang digunakan adalah data kualitatif. Sumber data yang digunakan terbagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang

diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau prilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang berkenaan dengan variabel yang diteliti yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat dan masyarakat desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang Kab. OKU, Sumatera Selatan Indonesia.

b. Sumber data sekunder adalah data yang melengkapi dari sumber data primer

seperti buku-buku, dokumen, serta arsip-arsip yang berkaitan dengan pembahasan.

3. Tekhnik Pengumpulan Data

Untuk mendapat informasi yang berkaitan dengan masalah yang ada di dalam penelitian ini. Dalam hal ini tekhnik pengumpulan data yang digunakan yaitu:

a. Observasi Partisipan

Penulis menggunakan observasi partisipan ini dengan cara ikut terlibat dalam kegiatan sehari-hari masyarakat Desa Lunggaian sebagai sumber data penelitian. karena penulis ingin mengamati secara langsung daerah yang menjadi objek penelitian dengan tujuan mencari informasi tentang sastra lisan

(22)

cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang Kab. OKU.

b. Wawancara

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai. Wawancara terbagi menjadi dua yaitu wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.23 Wawancara jenis pertama adalah dengan membuat beberapa pertanyaan yang mempunyai struktur tertentu. Hal ini dilakukan karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terpusat pada satu pokok persoalan tertentu. wawancara jenis kedua, adalah berupaya pertanyaan yang diajukan tidak terfokus pada satu pokok persoalan ke pokok persoalan lain. Wawancara dilakukan pada responden dan informan kapan saja, bisa pagi, siang, sore, dan malam.

c. Dokumentasi

merupakan proses pembuktian berdasarkan atas jenis sumber apapun, baik

berupa sumber tertulis, lisan, dan gambaran atau arkeologis24 yang berisi

informasi, serta pengumpulan rekaman yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, dan bagaimana keadaan penduduk desa tersebut. Dalam hal ini penulis menggunakan alat perekam handphone merk nokia. Dari hasil perekaman mengenai cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian ditemui adanya tiga (3) versi cerita yang berbeda-beda yaitu :

23

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 233.

(23)

1). Cerita versi pertama : Ibu Darmawati, Ibu Vera Nirwana, Bapak Alman, Bapak Maderan, Bapak Nopri Herdi, Ibu Rosda Lena, Bapak Kamren. 2). Cerita versi Kedua : Ibu Masdia, Ibu Lia Lestari,

3). Cerita versi ketiga : Bapak Joni Yonior

Dari ketiga versi cerita di atas memiliki perbedaan dan persamaan. Perbedaannya hanya terletak pada bagian tengah cerita sedangkan bagian awal cerita dan akhir cerita tidak memiliki perbedaan. Namun, dari ketiga versi cerita yang diperoleh tersebut dalam penelitian ini penulis menggunakan cerita versi yang pertama. Alasan peneliti menggunakan cerita versi yang pertama karena cerita tersebut bersumber dari para orangtua yang disampaikan secara turun-temurun, mereka mengetahui cerita ini dari sumber yang saling berkaitan. Selain itu versi yang pertama ini memiliki informan yang lebih banyak dari cerita versi yang kedua dan ketiga. Oleh karena itu guna mempermudah dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan cerita versi yang pertama.

4. Tekhnik Analisis Data

Tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekhnik analisis data kualitatif. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis morfologi yang dikemukakan oleh Vladimir Propp. Konsep dasar analisis morfologi (analisis struktur naratif) Vladimir Propp adalah fungsi dan peranan pelaku dalam cerita. Cara analisis dimulai dengan memeriksa kembali data-data dan memilah-milahnya berdasarkan jenis dan tipenya. Teknik analisis data disesuaikan dengan penerapan teori Fungsi

(24)

Vladimir Propp. Teknik tersebut antara lain (1) mengidentifikasi fungsi dalam sebuah dongeng, kemudian fungsi tersebut dimasukkan ke dalam tanda atau lambang khusus yang telah dibuat oleh Propp; (2 ) mendistribusikan fungsi-fungsi tersebut ke dalam lingkaran atau lingkungan tindakan (speres of action) tertentu.

Untuk menganalisis data-data tersebut, agar mempermudah dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan, penulis menggunakan pendekatan etnografi teks. Pendekatan etnografi teks merupakan pendekatan yang digunakan untuk memahami karakteristik kehidupan sosial budaya masyarakat berdasarkan teks, sebagaimana

terwujud dalam tuturan, perilaku maupun tulisan.25

Etnografi biasanya berisikan atau menceritakan suku bangsa atau masyarakat mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat tersebut. Dengan ini peneliti melakukan pendekatan ini secara holistik dan mendeskripsikannya secara mendalam untuk memahami karakteristik kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Lunggaian berdasarkan tuturan yang terwujud dalam cerita rakyat Hasan dan Husen di Desa Lunggaian.

(25)

G. Sistematika Pembahasan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu sebagai berikut: bab pertama, bagian pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua, berisi tentang deskripsi wilayah tempat penelitian yang meliputi: daerah Kabupaten OKU, sejarah Desa Lunggaian, kondisi geografis, dan kebudayaan masyarakat Desa Lunggaian Kec. Lubuk Batang Kab. OKU.

Bab ketiga, memuat struktur naratif cerita rakyat Hasan dan Husen di desa Lunggaian yang meliputi: Struktur cerita rakyat Hasan dan Husen di desa Lunggaian. Bab keempat ini membahas pokok permasalahan yakni, menganalisis nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat Hasan dan Husen. Jadi, kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat Hasan dan Husen dalam kaitannya dengan kehidupan Islami di Desa Lunggaian.

Bab kelima, sebagai penutup merupakan uraian dari keseluruhan bab tersebut, meliputi: kesimpulan dan saran-saran.

Referensi

Dokumen terkait

cara sebagai berikut: (1) Pemasangan spanduk yang telah dilakukan sebanyak kurang lebih 801 buah spanduk, dipasang di daerah rawan geng motor, sekolah-sekolah,

Gambar 12 Hasil Laporan Monitoring Untuk monitoring perkembangan bantuan dari data uji coba pada Gambar 11 kondisi. monitoring kebutuhan penyakit

Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah2. (bonus sampai

Struktur organisasi merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu perusahaan, baik perusahaan besar, menengah maupun perusahaan kecil, karena struktur organisasi

Dengan demikian, penelitian memandang perlu dilakukan penelitian terkait hal, tersebut utamanya menentukan harga produksi proses permesinan as sentral ini dengan kedua metode yang

"Marketing sales di kuartal pertama sebesar Rp 585 miliar, artinya hampir sama dibandingkan tahun lalu," kata Indaryanto, Direktur Keuangan PPRO, Rabu (19/4)..

3 Memberikan lebih dari satu jawaban yang benar, tetapi alasannya kurang tepat dalam penyampaian materi dan penugasan dalam presentasi. 2 Memberikan satu jawaban yang

 Memeriksa ulang semua pecahan animasi pada camera sheet, yang menunjukkan masalah atau kesalahan dengan personil yang sesuai dengan teliti.