• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV - DOCRPIJM a05a6df6df BAB IVBab 4 LAPORAN AKHIR RPIJM KLU ok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV - DOCRPIJM a05a6df6df BAB IVBab 4 LAPORAN AKHIR RPIJM KLU ok"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR

KABUPATEN LOMBOK UTARA

4.1 RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN KABUPATEN LOMBOK

UTARA

4.1.1 Petunjuk Umum Pengembangan Permukiman

Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup banyak, yang ditandai dengan

kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan untuk menyampaikan

aspirasi. Pada gilirannya, kondisi tersebut mengakibatkan antara lain:

1) Tingginya beban sosial ekonomi masyarakat

2) Rendahnya kualitas dan produktivitas sumber daya manusia

3) Rendahnya partisipasi aktif masyarakat

4) Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat

5) Kemungkinan pada merosotnya mutu generasi yang akan datang.

Penduduk perdesaan/perkotaan menghadapi masalah kemiskinan karena

ketertinggalan desanya akan pelayanan infrastruktur untuk pertumbuhan ekonomi lokal

yang disebabkan karena sangat terbatasnya dana pembangunan. Penduduk dan sebagian

terbesar desa-desa tertinggal (73%) harus menempuh 6-10 km dari desanya ke pusat

pemasaran (terutama pusat kecamatan) bahkan banyak juga yang harus nenempuh jarak

lebin dar 10 km dengan kondisi jalan yang memprihatinkan yang masih berupa jalan tanah

(di sekitar 67% desa tertinggal). Penduduk yang terlayani air minum perpipaan baru

mencapai 9% selebihnya masih mangambil langsung dari sumber yang tidak terlindungi.

Petani dari sekitar 88% desa tertinggal memiliki luas lahan taninya kurang dari 0,5 ha

(lahan marjinal), sehingga dibutuhkan prasarana irigasi desa yang mendukung terjamin

berkelanjutan produksi guna mencukupi kebutuhannya.

(2)

mempunyai akses, kontrol dan prioritas yang berbeda dalam pemenuhan hak-hak ekonomi,

sosial dan politik.

Untuk memperbaiki kondisi di atas, pemerintah mencanangkan revitalisasi

Prasarana dan Sarana Dasar permukiman perdesaan ataupun perkotaan, yang merupakan

salah satu pilar pembangunan nasional harus didukung dengan pemenuhan kebutuhan serta

peningkatan perekonomian lokal.

Dalam mendukung pilar pembangunan, diperlukan kebijakan yang lebih matang,

antara lain melalui penguatan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi-Bahan bakar

Minyak (PKPS-BBM IP) yang dilaksanakan pada tahun 2005. Sebagai kelanjutan program,

pada tahun 2006 dilaksanakan Program Pembangunan infrastruktur Perdesaan/Rural

Infrastructure Support Project (RISP) yang sumber pendanaannya berasal dan Asian

Development bank (ADB). Program tersebut pada pelaksanaannya mengikuti

kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam PKPS BBM IP tahun 2005.

Jumlah desa tertinggal pada saat ini telah mengalami peningkatan dibandingkan

tahun 2005 yaitu mencapai lebih dari 32.000 desa. Sementara, penanganan infrastruktur

yang telah dilaksanakan baru berjumlah 12.800 melalui PKPS BBMIP dan 1.840 melalui

PPIP 2006 serta 2000 desa melalui PPIP 2007. Pola penanganan desa-desa tersebut

menitikberatkan pada pemberdayaan dan keberpihakan masyarakat miskin. Penanganan

desa-desa tertinggal yang belum mendapatkan bantuan dana infrastruktur akan terus

dilanjutkan sampai pada tahun 2009 untuk mencapai target RPJM Nasional tersebut. Untuk

itu, pada tahun 2008, program pembangunan infrastruktur perdesaan dilaksanakan di 2000

desa dengan pola dan mekanisme yang sama.

Program pengembangan permukiman dilaksanakan dengan maksud meningkatkan

kesejahteraan masyarakat perdesaan/perkotaan melalui peningkatan/perbaikan akses

masyarakat miskin terhadap pelayanan infrastruktur dasar.

Tujuanprogram pengembangan permukiman yaitu :

1). Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap infrastruktur dasar di wilayah

perdesaan;

2). Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyediaan infrastruktur

(3)

Sedangkan Sasaran Pengembangan Permukiman adalah:

1. Tersedianya infrastruktur perdesaan/perkotaan yang sesuai dengan kebutuhan

dan kemampuan masyarakat, berkualitas, berkelanjutan serta berwawasan

lingkungan;

2. Meningkatnya kemampuan masyarakat perdesaan/perkotaan dalam

penyelenggaraan infrastruktur;

3. Menigkatnya jumlah penanganan desa tertinggal, permukiman kumuh perkotaan

serta permukiman kumuh pada kawasan permukiman nelayan, dan sebagainya,

sejalan dengan RPJMN 2004-2009;

4. Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah sebagai fasilitator

pembangunan di perdesaan;

5. Terlaksananya penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perdesaan/perkotaan

yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.

4.1.2 Kondisi Umum Pengembangan Permukiman Kabupaten Lombok Utara

Kondisi Umum Pengembangan Permukiman Kabupaten Lombok Utara terlebih

dahulu diuraikan gengan diterbitkannya Undang Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Kabupaten Lombok Utara, dilanjutkan dengan peresmian dan pelantikan

Penjabat Bupati Lombok Utara pada tanggal 30 Desember 2008, menjadikan Kabupaten

Lombok Utara sebagai Daerah Otonomi baru di Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Kabupaten Lombok Utara sebagai Kabupaten yang Baru (Pemekaran) didalam

penetapan Rencana Strategis/Prioritas Pembangunan tidak terlepas dari RPJMD tahun

2006–2009 untuk melaksanakan Visi dan Misi Pembangunan telah dituangkan

permasalahan pembangunan yang perlu di atasi dan menjadi prioritas pembangunan

Kabupaten Lombok Barat. Sesuai dengan ketersediaan sumber daya yang terbatas dan

kondisi umum yang dihadapi, termasuk adanya masalah darurat yang perlu segera di atasi,

maka tidak semua prioritas tersebut menjadi prioritas tahunan dalam penuangannya ke

dalam prioritas pembangunan.

Penanganan prioritas pembangunan tentunya tidak terlepas dari Kondisi Umum

Pengembangan Permukiman pada wlayah Kabupaten Lombok Tengah, mengingat dengan

(4)

1) Kecamatan Pemenang 2) Kecamatan Tanjung 3) Kecamatan Gangga 4) Kecamatan Kayangan 5) Kecamatan Bayan

Tabel 4.1. Jumlah Desa dan Dusun di Kabupaten Lombok Utara Dirinci menurut Kecamatan, 2011

Kecamatan Desa Dusun BPDesa

Tanjung 7 68 7

Pemenang 4 38 4

Gangga 5 61 5

Kayangan 8 95 8

Bayan 9 114 9

Total 33 376 33

Kondisi Umum Pengembangan Permukiman Kabupaten Lombok Utara diuraikan

(5)

Gambar 4.1. Peta Batas Wilayah Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Utara

Kabupaten Lombok Utara

Kota Mataram

Kabupaten Lombok Barat

Kec. Tanjung Kec.

Pemenang

Kec. Gangga

Kec. Kayangan

(6)
(7)

Secara umum kondisi prasarana dasar permukiman dan perumahan baik dari segi

kuantitas maupun kualitas memang perlu ditingkatkan. Peningkatan kualitas dimaksud

dalam jangka pendek seyogyanya diarahkan untuk mengoptimalkan fungsinya dalam

memenuhi ataupun melayani masyarakat terutama yang berkaitan langsung dengan

aktifitas ekonomi masyarakat seperti fasilitas air bersih, saluran drainase, jalan lingkungan,

jalan setapak, penataan permukiman kota dan desa.

Sementara itu untuk mewujudkan Pengembangan Permukiman Kabupaten Lombok

Utara yang indah dan rapi maka dipandang perlu untuk pandangan jauh kedepan sehingga

dapat memprediksi dan memproyeksi kemana suatu organisasi harus diarahkan oleh karena

itu perlu dilakukan perencanaan, penataan dan perancangan Kabupaten Lombok Utara.

Berdasar kondisi tersebut pemerintah daerah menetapkan sasaran meningkatnya

Prasarana Dasar Permukiman Perkotaaan dan Perdesaan serta Kawasan Strategis yang

meliputi pelayanan air bersih, drainase perkotaan di kota kabupaten dan kota kecamatan

serta penanganan kampung kumuh yang didukung dengan kebijakan perbaikan perumahan

dan permukiman kota, pembangunan/rehab dan pemeliharaan prasarana air bersih dan

peningkatan prasarana lingkungan permukiman dan sanitasi perkotaan dan program

penataan lingkungan perumahan pemukiman, pembangunan sarana dan prasarana air

bersih. Untuk meningkatkan kegiatan Pengembangan Permukiman telah diupayakan

program-prgoram sebagai berikut yaitu perencanaan Pengembangan Permukiman dan

pengendalian tata ruang dan tata bangunan, pemanfaatan dan evaluasi tata ruang kota.

Secara umum agar pelaksanaan kegiatan Pengembangan Permukiman pada tahun

mendatang dapat lebih baik lagi, maka perlu adanya strategi dan pemecahan masalah yang

akan dilaksanakan pada tahun mendatang pada masing-masing wilayah Kecamatan.

4.2 RENCANA INVESTASI PENATAAN BANGUNAN LINGKUNGAN

4.2.1 Petunjuk Umum Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan

Kondisi Umum Penataan Bangunan Lingkungan pada wilayah perkotaan di

Kabupaten Lombok Utara diuraikan berdasarkan rencana penetapan wilayah/kawasan

pusat pemerintahan sebagaimana yang telah disepakati bersama sehingga dapat diketahui

(8)

Gambar 4.3. Peta Penetapan arah pengembangan wilayah Permukiman di Kabupaten Lombok Utara Penetapan Wilayah/Kawasan Pusat

(9)

Adapun permasalahan-permasalahan yang ada di wilayah permukiman di

Kabupaten Lombok Utara dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Permasalahan Pengembangan Wilayah (Kabupaten) Baru sehingga belum

memiliki RTRW Kabupaten Lombok Utara.

b. Dibutuhkannya RTBL bagi kawasan-kawasan yang memberikan potensi

terhadap rencana pengembangan permukiman khususnya pada wilayah Ibu

Kota Kabupaten dan Ibu Kota Kecamatan.

c. Permasalahan Air Bersih

Kebutuhan akan air bersih yang sebagian besar dari air PDAM masih

belum mencukupi;

Alternative yang ada untuk mendapatkan air bersih seperti pengadaan

sumur galian masih belum bisa terlaksana sepenuhnya karena kurangnya

dana;

d. Permasalahan Persampahan

Kurangnya kesadaran masyarakat tentang kebersihan, dimana sampah

masih dibuang di sembarang tempat;

Belum tersedianya sarana persampahan seperti bak sampah komunal,

gerobak sampah dan Tempat Pembuangan Sementara (TPS);

Sistem Persampahan yang masih belum berjalan sepenuhnya

e. Permasalahan Drainase

Sistem drainase masih belum optimal, diperlukan pelebaran karena

prasarana drainase yang ada sekarang ini tidak bisa lagi menampung

debit air terutam pada musim hujan.

f. Permasalahan Sarana Sanitasi/MCK

MCK komunal (jamak) yang tersedia sekarang ini belum mencukupi

sebagaimana kebutuhan fasilitas yang seharusnya tersedia pada Kota

kabupaten.

MCK yang tersedia sebagian sudah tidak layak digunakan.

g. Permasalahan Jalan

Banyak jalan setapak dan jalan lingkungan yang rusak sehingga

(10)

h. Permasalahan Kelistrikan

Minimnya prasarana penerangan lingkungan (penerangan jalan);

Penerangan jalan yang tersedia lebih banyak menggunakan Balon,

sedangkan warga mengharapkan penggunaan lampu Neon supaya

penerangan pada malam hari lebih terang.

Dari permasalahan-permasalahan di atas, adapun pemecahan yang dapat

dilakukan adalah:

a. Dibutuhkan RTRW Kabupaten Lombok Utara

b. Dibutuhkannya RTBL kawasan-kawasan yang memberikan potensi

terhadap rencana pengembangan permukiman khususnya pada wilayah Ibu

Kota Kabupaten dan Ibu Kota Kecamatan.

c. Optimalisasi pengunaan air PDAM serta pengadaan sumur galian di

titik-titik lokasi yang mengalami kekurangan air bersih.

d. Pengadaan dan persebaran sarana persampahan pada masing-masing dusun

terutama terkonsentrasi pada kawasan yang penduduknya padat.

Metode pengelolaan sampah yang dapat dlakukan sebagai berikut:

Sampah pertama-tama di kumpulkan pada bak komunal yang akan

disediakan di masing-masing kelompok permukiman; pada bak komunal

ini nanti sampah organic dan anorganik akan dipisahkan;

Sampah yang terkumpul pada bak komunal akan di pidahkan dengan

grobak sampah menuju TPS;

Dari TPS, sampah akan diangkut ke pembuangan akhir dengan

menggunakan truk sampah.

c. Penambahan saluran drainase pada kawasan-kawasan limpasan air dan yang

memiliki debit air yang besar disertai pelebaran saluran drainase yang ada.

d. Penambahan prasarana MCK komunal (bersama) pada masing-masing

dusun, dengan pertimbangan titik lokasi MCK harus dekat dengan sumber

air.

e. Perbaikan prasarana lingkungan dan jalan poros desa (jalan setapak), yakni

alternatif perkerasan berupa; paving blok dan rabat untuk jalan setapak

dengan lebar rata-rata 1,5-2 meter dan alternatif perkerasan berupa aspal

(11)

f. Pengadaan lampu penerangan jalan (lingkungan) pada masing-masing

dusun, terutama di sudut-sudut jalan dan kawasan yang membutuhkan

penerangan.

4.2.2 Penataan “Revitalisasi”Lingkungan Permukiman Tradisional

1) Pengertian Penataan “Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional

Revitalisasi kawasan adalah upaya untuk memaksimalkan kembali potensi

sumber daya kawasan baik itu potensi sumberdaya manusia, alam, ekonomi,

budaya, sosial dan lain-lain, yang pada masa silam pernah berkembang pesat,

atau mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali

potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki sebuah kota sehingga diharapkan

dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota dan peningkatan

ekonomi lokal kawasan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari

para penghuninya.

Tiap kota memiliki kawasan yang bernilai historis sebagai salah satu cikal bakal

dari pusat kegiatan masyarakat. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan gencarnya

pembangunan dan pengembangan wilayah perkotaan, kawasan ini justru sering terabaikan

dan kehilangan identitasnya.

Program penataan dan revitalisasi kawasan ditujukan untuk meningkatkan vitalitas

kawasan lama melalui intervensi yang mampu menciptakan pertumbuhan dan stabilitas

ekonomi lokal, terintegrasi dengan sistem kawasan, layak huhuni, berkeadilan sosial,

berwawasan budaya dan lingkungan.

Oleh sebab itu penataan dan revitalisasi kawasan dilakukan melalui pengembangan

kawasan-kawasn tertentu yang layak untuk direvitalisasi baik dari segi setting kawasan

(bangunan dan ruang kawasan), kualitas lingkungan, sarana, prasarana danutilitas kawasan,

sosio kultural, sosio ekonomi dan sosio politik.

Jadi maksud kegiatan penataan dan revitalisasi kawasan adalah agar kawasan lebih

terintegrasi dalam satu kesatuan yang utuh dengan sistem kawasan, terberdayakan

pertumbuhan ruang ekonominya sehingga dapat meningkatkan aktifitas dan kenyamanan

(12)

Wilayah pembangunan dapat tercapai apabila tiap wilayah memiliki satuan wilayah

pengembangan dimana wilayah pusat diharapkan dapat menjalankan pembangunan yang

adaterhadap wilayah sekitarnya. Bila proses ini dapat berlangsung dengan baik maka

masalah perkembangan ekonomi wilayah dan pemeratan pembangunan akan lebih mudah

dicapai, baik secara konseptual maupun secara nyata.

Untuk mencapai hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan struktur tata ruang

wilayah yang ideal. Dengan menerapkan sistem perwilayahan pengembangan dan sistem

perkotaan diharapkan mampu mendorong perkembangan wilayah sekitarnya. Kota-kota

kunci inilah yang nantinya akan menjadi penentu perkembangan wilayah, tanpa harus

mengorbankan wilayah lainnya yang memiliki potensi untuk berkembang.

Guna mencapai hal tersebut maka pengembangan struktur tata ruang wilayah

ditetapkan menurut model regionalisasi atau pembentukan dalam Sub Satuan Wilayah

Pengembangan (SSWP), dimana setiap SSWP memiliki wilayah pendukung dan wilayah

tersebut harus memiliki kelengkapan beberapa fasilitas sosial ekonomi dalam skala

pelayanan sub-regional. Wilayah pusat ini juga harus memiliki aksesibilitas yang tinggi

pada wilayah sekitarnya dan akses ke kota Tanjung sebagai pusat pelayanan secara

regional. Berdasarkan kondisi perkembangan wilayah Kabupaten Lombok Utara, maka

rencana sistem perwilayahan dikembangkan berdasarkan skenario pengembangan jangka

panjang dengan asumsi, bahwa setiap wilayah mempunyai peluang yang sama untuk

berkembang, sehingga pada tahap tertentu masing-masing wilayah dianggap mampu untuk

mandiri dan melayani diri mereka sendiri, sehingga tujuan akhir berupa Kemandirian

wilayah dapat tercapai.

Revitalisasi pada prinsipnya tidak sekedar menyangkut masalah konservasi

bangunan dan ruang kawasan bersejarah saja, tetapi lebih kepada upaya untuk

mengembalikan atau menghidupkan kembali kawasn dalam konteks kota yang tidak

berfungsi atau menurun fungsinya agar berfungsi kembali, atau menata dan

mengembangkan lebih lanjut kawasan yang berkembang sangat pesat namun kondisinya

cenderung tidak terkendali. Dengan kata lain revitalisasi merupakan upaya untuk

mencegah hilangnya aset-aset kawasan yang menandai rangkaian riwayat panjang

perjalanan suatu kawasan beserta masyarakat yang ada di dalamnya pada wilayah

(13)

2) Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi

Kurangnya apresiasi pemerintah dan masyarakat akan pentingnya

mempertahankan bangunan dan ruang kawasan yang memiliki nilai Heritage,

sebagai upaya mencegah hilangnya aset-aset kawasan yang menandai

rangkaian riwayat panjang perjalanan suatu kawasan beserta masyarakat yang

ada di dalamnya.

Degradasi lingkungan di sebagian wilayah perkotaan Kabupaten Lombok

Utara dan sekitarnya semakin parah. Hal ini ditandai oleh makin

meningkatnya nilai budaya baru yang terus bergerak menggeser

nilai-nilai budaya masa silam.

Masalah klasik, dianggap akibat keterbatasan dana dan SDM profesional,

akan pentingnya mempertahankan bangunan dan ruang kawasan yang

memiliki nilai Heritage, sebagai upaya mencegah hilangnya aset-aset

kawasan yang menandai rangkaian riwayat panjang perjalanan suatu kawasan

beserta masyarakat yang ada di dalamnyadi Kabupaten Lombok Utara.

Tidak terdapatnya bentuk kelembagaan yang sesuai dan efektif untuk

pengelolaan, penyelenggaraan dan pengembangan (dari tingkat perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, pengendalian) revitalisasi bangunan dan ruang

kawasan yang memiliki nilai Heritage, sesuai dengan paradigma tata

pemerintahan yang baik (good governance).

3) Usulan Penataan“Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional

UsulanPenataan “Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisionalmeliputi :

1. Studi Identifikasi“Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional

2. Detail Desain“Revitalisasi” Lingkungan Permukiman Tradisional

3. Pelaksanaan Fisik“Revitalisasi” Lingkungan PermukimanTradisional

(14)

Gambar 4.4. Peta Revitalisasi Kawasan Tradisional di Kabupaten Lombok Utara Kawasan permukiman

(15)

4.2.3 Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

1) Pengertian

a. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Ruang terbuka adalah

ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk

area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam

penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang adalah bagian dari ruang

terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna

mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

b. RTH adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada

berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman

tinggi berkayu);

c. RTH adalah sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai

ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun,

yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial

woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan

tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah

lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga

sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan.

Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang

terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah

perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun

introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural

yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.

Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang

diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan

sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan khusus sebagai area

(16)

2) Tujuan, Fungsi dan Manfaat RTH

Tujuanpembentukan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah:

a. Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;

b. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di

perkotaan; dan

c. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan

nyaman.

FungsiRuang Terbuka Hijau Kota antara lain:

a. Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;

b. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;

c. Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;

d. Pengendali tata air; dan

e. Sarana estetika kota.

Manfaatyang dapat diperoleh dari Ruang Terbuka Hijau Kota antara lain: a. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah;

b. Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;

c. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial;

d. Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;

e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;

f. Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;

g. Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;

h. Memperbaiki iklim mikro; dan

i. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

3) Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi

Degradasi lingkungan di sebagian wilayah perkotaan Kabupaten Lombok

Utara semakin parah. Hal ini ditandai oleh makin meningkatnya suhu udara di

atas kawasan perkotaan, penurunan muka air tanah, pencemaran air tanah,

udara, dan suara (bising), amblasan permukaan tanah, intrusi air laut, abrasi

pantai, suasana gersang, monoton, membosankan dan terjadinya tekanan

(17)

Kurangnya apresiasi akan pentingnya RTH, inkonsistensi kebijakan dan

strategi Tata Ruang Kota Kabupaten Lombok Utara yang sudah ditetapkan

dalam Rencana Induk Kota, serta lemahnya fungsi pengawasan (kontrol)

dalam pelaksanaan pembangunan kota menyebabkan kuantitas dan kualitas

RTH semakin berkurang. Nilai ekonomi vs nilai ekologis, keterbatasan luas

lahan akibat benturan kepentingan dalam fenomena pembangunan perkotaan,

lebih ditekankan pada pentingnya pembangunan sektor perindustrian dan

perdagangan yang dianggap mampu menyerap banyak tenaga kerja (atau

demi kepentingan ekonomi jangka pendek).

Masalah klasik pengelolaan RTH, dianggap akibat keterbatasan dana dan

SDM profesional, pemeliharaan RTH yang tidak konsisten, dan pemilihan

jenis tanaman tak sesuai persyaratan ekologis bagi masing-masing lokasi,

termasuk langkanya lahan pembibitan tanaman penghijauan. Keterbatasan

dana pembangunan dan pengelolaan RTH memerlukan terobosan

pengembangan pola kemitraan hijau di Kabupaten Lombok Utara.

RTH sering dianggap sebagai lahan tidak berguna, tempat sampah, atau

sumber dan atau sarang vektor berbagai penyakit. Pemahaman serta

kesadaran masyarakat akan arti dan fungsi hakiki RTH, umumnya masih

sangat kurang. Minimnya fasilitas RTH khususnya bagi kelompok usia

tertentu, seperti lapangan olahraga, taman bermain anak, maupun taman

lansia, apalagi taman khusus bagi penyandang cacat. Penyediaan lahan untuk

pemakaman umum belum sesuai dengan harapan masyarakat umum. Dalam

penataan lansekap kota, etika, dan estetika, khusus penempatan iklan/papan

reklame belum ditata menurut kaidah penataan ruang luar yang lebih sesuai.

Bentuk kelembagaan yang sesuai dan efektif untuk pengelolaan,

penyelenggaraan dan pengembangan (dari tingkat perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, pengendalian) RTH masih sangat kurang, karena terbagi ke

sekitar paling tidak sembilan sektor yang bekerja tumpang tindih dan kurang

terkoordinasi. Hal ini disebabkan karena tugas pokok dan fungsi yang hampir

sama, seperti Dinas Pertamanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan; Dinas

(18)

Kebersihan. Rencana penggabungan berbagai dinas terkait menjadi Dinas

Tata Hijau atau Dinas Lansekap Kota, atau nama lain dalam satu atap agar

mampu meningkatkan pelayanan pembangunan dan pengelolaan RTH,

mungkin tetap perlu dikaji ulang. Perlu ada semacam Pedoman Pembangunan

dan Pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan yang transparan dan akuntabel,

sesuai dengan paradigma tata pemerintahan yang baik (good governance).

Dukungan Rencana arahan zonasi ruang terbuka/ruang Bebas sekitar

Kawasan BIL (Bandara Internasional Lombok) sebagai pendukung penataan

lansekap kota, etika, dan estetika, khusus penempatan iklan/papan reklame

belum ditata menurut kaidah penataan ruang luar serta pengendalian

ketinggian bangunan di sekitar bandar udara dengan mengacu pada :

(1). Persyaratan keamanan penerbangan, dihitung dari titik nol(zero point)

landas pacu maka ketentuannya adalah pada jarak lebih dari 4.000 m,

ketinggian bangunan maksimal adalah 46 m;

(2). Pengaruh terhadap RADAR. Dihitung dari titik radar yang ada (500 m

disebelah utara landasan pacu), maka sampai dengan jarak 1.300 m

dari radar, atau 800 m dari landas pacu ketinggian bangunan maksimal

10 m dari jarak 800 m dari landas pacu, ketinggian bangunan dihitung

berdasarkan kemiringan 1dari titik radar.

4) Usulan Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Meninjau dari permasalahan akan penataan ruang terbuka hijau di Kabupaten

Lombok Utara maka diusulkan beberapa program Penataan Ruang Terbuka

Hijau (RTH) di Kabupaten Lombok Utara yang meliputi :

1. Studi dan Master Plan Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada Wilayah

Pengembangan wilayah Pusat Pemerintahan.

2. Detail Desain Ruang Terbuka Hijau (RTH), melalui skala prioritas Tahun

Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3

3. Pelaksanaan Fisik Ruang Terbuka Hijau (RTH) melalui skala prioritas Tahun

Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3

4. Supervisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) melalui skala prioritas Tahun

(19)

5. Pemantauan O&P secara berkala

4.3 RENCANA INVESTASI SUB-BIDANG AIR LIMBAH 4.3.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah

Sesuai dengan semangat otonomi daerah maka visi Direktorat Jenderal Cipta Karya

adalah terwujudnya kemandirian daerah utk menyiapkan dan menangani prasarana dan

sarana ke Ciptakaryaan. Berdasarkan visi tersebut maka salah satu misi Ditjen. Cipta Karya

yaitu meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan

prasarana dan sarana tersebut. Sehingga, untuk mencapai maksud tersebut maka

merupakan kewajiban pemerintah pusat melaksanakan pembinaan kepada pemerintah

daerah agar terselenggaranya pembangunan drainase, persampahan dan air limbah

permukiman untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan perlindungan

lingkungan.

Kondisi prasarana dan sarana (PS) sanitasi di Indonesia saat ini masih sangat

terbatas, dan akses masyarakat terhadap PS sanitasi dapat dilihat pada diagram yang

disajikan sebagai berikut.

Gambar 4.5 Diagram kondisi akses masyarakat pada sanitasi

Maka langkah awal dalam pembinaan adalah mendorong daerah dapat usaha

Akses ke P&S 100%

Tak terditeksi 25,98%

Perkotaan 37,53%

Perdesaan 36,50%

Tanpa diolah 8,16%

On-site 28,10%

Off-site 1,36%

Tanpa diolah 14,54%

On-site 21,96%

(20)

Adapun cakupan Kriteria ini meliputi antara lain:

Prinsip dasar penanganan air limbah artinya untuk apa air limbah tersebut

ditangani

Azas yang digunakan dalam penaganan air limbah

Landasan operasional yang digunakan untuk pelaksanaan sistem air limbah

Penerapan faktor lingkungan sosial dan ekonomi untuk penanganan air limbah

Konsep pemilihan teknologi yang digunakan untuk Penanganan limbah

Kriteria Teknis dari masing-masing teknologi pilih

Konsepsi dasar dalam penanganan air limbah adalah bahwa penanganan air limbah

harus memenuhi prinsip-prinsip kesehatan (hygenic) dan kelestarian lingkungan (environmental conservation)

Artinya dari segipublic healthmencegah penularan penyakit lewat air dan dari sisi

lingkungan membantu upaya konservasi SDA dengan mengurangi pencemaran limbah

domestik terhadap badan air. Air limbah merupakan urusan individual yang harus dikelola

sektor publik karena penanganan yang tidak layak akan menyebabkan konflik kepentingan

publik.

Azas Penanganan air limbah meliputi;

Azas pemerataan: bahwa Sanitasi adalah kebutuhan dasar untuk kesehatan

maka hak setiap orang untuk memperoleh akses pada sanitasi yang layakAzas

kesehatan: mencegah kontaminasi langsung dan tidak langsung air limbah tehadap manusia dan kegiatannya.Azas kelestarian lingkungan: bahwa kualitas lingkungan harus dipertahankan terhadap penurunan akibat pencemaran oleh air

limbah.Azas pencemar membayar(polluter pays principal): kewajiban retibusi air limbah.Azas Internalisasi externalitas: faktor-faktor dampak lingkungan dimasukkan dalam biaya.

Landasan Oprasional sistem penanganan air limbah adalah :MaksimumNet

Benefit-Cost dan the Most Cost Effectiveness, artinya;Memilih sistem penanganan air

limbah memberikan manfaat yg besar terhadap lingkungan dengan biaya yang

(21)

Mencari alternatif penanganan utk mencapai goal yg tepat dengan biaya yg

paling rendah, yaitu melalui pemilihan sistem dalam pengelolaan air limbah

domestik/permukiman yang terbagi atas:

a. Sanitasi sistim on-site atau dikenal dengan sistem sanitasi setempat yaitu fasilitas sanitasi individual seperti septik tank atau cubluk.

b. Sanitasi sistem off-site atau dikenal dengan istilah sistem terpusat atau sistem sewerage, yaitu sistem yang menggunakan perpipaan untuk

mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian

dialirkan ke IPAL.

Persyaratan untuk pemilihan sistem seperti dijelaskan di bawah ini :

1. Sistemon sitediterapkan pada:

 Kepadatan < 100 org/ha

 Kepadatan > 100 org/ha sarana on site dilengkapi pengolahan tambahan

seperti kontak media dengan atau tanpa aerasi

 Jarak sumur dengan bidang resapan atau cubluk > 10 m

 Instalasi pengolahan lumpur tinja minimal untuk melayani penduduk urban >

50.000 jiwa atau bergabung dengan kawasan urban lainnya

2. Sistemoff sitediterapkan pada kawasan

 Kepadatan > 100 org/ha

 Bagi kawasan berpenghasilan rendah dapat menggunakan sistem septik tank

komunal (descentralised water treatment) dan pengaliran dengan konsep

perpipaan shallow sewer. Dapat juga melalui sistem kota/modular bila ada

subsidi tarif.

 Bagi kawasan terbatas untuk pelayanan 500–1000 sambungan rumah

disarankan menggunakan basis modul. Sistem ini hanya menggunakan 2 atau

3 unit pengolahan limbah yg paralel.

4.3.2 Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Lombok Utara

Saat ini di kabupaten Lombok Utara sistem sarana dan prasarana pengelolaan air

(22)

potensi lahan yang masih sangat luas, baik di perkotaan ataupun dikawasan-kawasan pusat

perekonomian. Hingga saat ini Kabupaten Lombok Utara belum memiliki Study dan Master Plan mengenai Rencana Pengelolaan Air Limbah, sehingga penaganan secara teknis yang tepat guna dan tepat sasaran belum dapat dilakukan. Kondisi saluran

pembuangan air limbah masih menggunakan sistem saluran terbuka dan fungsinya saling

tumpang tindih dimana sebagai saluran drainase air hujan, jaringan irigasi dan untuk

pembuangan air limbah rumah tangga.

Tingkat derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Lombok Utara masih jauh dari

standar yang ditetapkan oleh departemen kesehatan hal ini terjadi akibat kondisi sanitasi

yang tidak baik atau penyakit yang ditularkan melalui air (water borne diseases). Di

karenakan kondisi kualitas sumber air, baik air permukaan maupun air tanah yang kurang

bagus dan kemungkinan ini terjadi juga akibat pencemaran oleh air limbah rumah

tangga/permukiman.

Mengacu pada kondisi tersebut diatas, maka sangatlah diperlukan perhatian sejak

dini terhadap Rencana Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Lombok Utara sebelum

permasalahan terhadap kebutuhan semakin meningkat dan semakin sukar dalam

penanganannya yang akhirnya akan berdampak negative baik terhadap kondisi kesehatan

masyarakat ataupun terhadap besarnya pembiayaan.

4.3.3 Permasalahan yang dihadapi terhadap Penanganan Air Limbah

1. Sebagai Kabupaten yang baru, Kabupaten Lombok Utara belum memiliki sistem

pengelolaan air limbah.

2. Belum adanya Study dan Master Plan Sistem Pengelolaan Air Limbah.

3. Kurangnya Sumber Dana APBD II.

4. Kebiasaan dan Kesadaran Masyarakat yang masih rendah.

4.3.4 Usulan dan Prioritas Pengelolaan Air Limbah

Usulan beberapa program Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Lombok Utara

yang meliputi :

1. Studi dan Master Plan Penataan Pengelolaan Air Limbah pada Wilayah

Pengembangan wilayah Pusat Pemerintahan.

2. Detail Desain Pengelolaan Air Limbah, melalui skala prioritas Tahun Pertama,

(23)

3. Pelaksanaan Fisik Pengelolaan Air Limbah melalui skala prioritas Tahun Pertama,

Tahun ke 2 dan Tahun ke 3

4. Supervisi Pengelolaan Air Limbah melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun

ke 2 dan Tahun ke 3.

5. Pemantauan O&P secara berkala Pengelolaan Air Limbah

4.4 RENCANA INVESTASI SUB-BIDANG PERSAMPAHAN 4.4.1 Petunjuk Umum Sistem Pengelolaan Persampahan

Pengelolaan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani sampah yang dihasilkan

penduduknya, yang secara tidak langsung turut memelihara kesehatan masyarakat serta

menciptakan suatu lingkungan yang bersih, baik dan sehat.

Pada awalnya, pemukiman seperti pedesaan memiliki kepadatan penduduk yang

masih sangat rendah. Secara alami tanah / alam masih dapat mengatasi pembuangan

sampah yang dilakukan secara sederhana (gali urug). Makin padat penduduk suatu

pemukiman atau kota dengan segala aktivitasnya, sampah tidak dapat lagi diselesaikan di

tempat; sampah harus dibawa keluar dari lingkungan hunian atau lingkungan lainnya.

Permasalahan sampah semakin perlu untuk dikelola secara profesional.

Saat ini pengelolaan persampahan menghadapi banyak tekanan terutama akibat

semakin besarnya timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat baik produsen maupun

konsumen. Hal ini menjadi semakin berat dengan masih dimilikinya paradigma lama

pengelolaan yang mengandalkan kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan;

yang kesemuanya membutuhkan anggaran yang semakin besar dari waktu ke waktu; yang

bila tidak tersedia akan menimbulkan banyak masalah operasional seperti sampah yang

tidak terangkut, fasilitas yang tidak memenuhi syarat, cara pengoperasian fasilitas yang

tidak mengikuti ketentuan teknis.

Pada akhirnya berbagai masalah tersebut akan bermuara pada rendahnya kuantitas

dan kualitas pelayanan dan tidak diindahkannya perlindungan lingkungan dalam

pengelolaan; yang bila tidak segera dilakukan perbaikan akan berdampak buruk terhadap

kepercayaan dan kerjasama masyarakat yang sangat diperlukan untuk menunjang

pelayanan publik yang mensejahterakan masyarakat.

(24)

pendanaan, peralatan penunjang yang semuanya menjadikan suatu system, disamping

kesadaran masyarakat yang cukup tinggi.

a) Pendekatan Sistem Pengelolaan Persampahan

Beberapa Prinsip dan Pertimbangan

 Paradigma lama penanganan sampah secara konvensional yang bertumpu

pada proses pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir perlu

diubah dengan mengedepankan proses pengurangan dan pemanfaatan

sampah.

 Pengurangan dan pemanfaatan sampah secara signifikan dapat mengurangi

kebutuhan pengelolaan sehingga sebaiknya dilakukan di semua tahap yang

memungkinkan baik sejak di sumber, TPS, Instalasi Pengolahan, dan TPA.

 Pengurangan dan pemanfaatan sampah sejak sumber akan memberikan

dampak positif paling menguntungkan yang berarti peran serta masyarakat

perlu dijadikan target utama

 Sampah B3 rumah tangga perlu mendapat perhatian dalam penanganannya agar tidak mengganggu lingkungan maupun kualitas sampah dalam

pengolahan di hilirnya.

 Karakteristik sampah dengan kandungan organik tinggi (70-80 %) merupakan potensi sumber bahan baku kompos sebagai soil conditioner dan

energi (gas metan) melalui proses dekomposisi secara anaerob

 Daur ulang oleh sektor informal sejauh memungkinkan diupayakan menjadi

bagian dari sistem pengelolaan sampah perkotaan

 Insinerator sebaiknya hanya dilakukan untuk kota-kota yang memiliki

tingkat kesulitan tinggi dalam penyediaan lokasi TPA dan memiliki

karakteristik sampah yang sesuai, serta menerapkan teknologi yang ramah

lingkungan

 Tempat Pembuangan Akhir merupakan alternatif terakhir penanganan

sampah mengingat potensi dampak negatif yang tinggi. Pemanfaatan secara

berulang sebaiknya diupayakan dengan memperhatikan kualitas produk

(25)

Pada dasarnya pengelolaan sampah ada 2 macam, yaitu pengelolaan/penanganan

sampah setempat (individu) dan pengelolaan sampah terpusat untuk suatu

lingkungan pemukiman atau kota.

a. Penanganan Setempat

Penanganan setempat dimaksudkan penanganan yang dilaksanakan sendiri oleh

penghasil sampah dengan menanam dalam galian tanah pekarangannya atau

dengan cara lain yang masih dapat dibenarkan.

Hal ini dimungkinkan bila daya dukung lingkungan masih cukup tinggi misalnya

tersedianya lahan, kepadatan penduduk yang rendah, dll.

b. Pengelolaan Terpusat

Pengelolaan persampahan secara terpusat adalah suatu proses atau kegiatan

penanganan sampah yang terkoordinir untuk melayani suatu wilayah / kota.

Pengelolaan sampah secara terpusat mempunyai kompleksitas yang besar karena

cakupan berbagai aspek yang terkait. Aspek – aspek tersebut dikelompokkan

dalam 5 aspek utama, yakni aspek institusi, hukum, teknis operasional,

pembiayaan dan retribusi serta aspek peran serta masyarakat.

b) Aspek Pengelolaan Sampah b).1 Aspek Teknis Operasional

1) Komposisi Sampah

Komposisi fisik sampah mencakup prosentase dari komponen pembentuk

sampah yang secara fisik dapat dibedakan antara sampah organik, kertas,

plastik, logam dan lain-lain. Komposisi sampah ini dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan kelayakan

pengolahan sampah khususnya daur ulang dan pembuatan kompos serta

kemungkinan penggunaan gas landfill sebagai energi alternatif.

Sebagai gambaran pada umumnya negara-negara berkembang memiliki

komposisi organik yang lebih tinggi dari negara dengan tingkat ekonomi

yang lebih tinggi. Komosisi sampah di Indonesia rata-rata mengandung

(26)

Tabel 4.2. Timbulan & komposisi sampah berbagai negara

1 Thailand 0.65 46 20 21

2 Vietnam 0.7 55

3 Malaysia 0.76 48 30 9.8

4 Indonesia 0.6 60 2 2

5 Asia (rata2) 0.42 75 2 1

6 Eropa (rata2) 0.72 25.4 28.7 4.6

7 Japan 1.12 11.7 38.5 11.9

8 USA 1.97 12 43 5

Sumber : B.G. Yeoh, Municipal Solid Waste Generation and Composition, Asean Committee On Science & Technology, Sub Committee On Non Conventional Energy Research, 2006

2) Karakteristik Sampah

Data mengenai karakteristik kimia sampah dapat dilakukan dengan cara

analisa di laboratorium. Data ini erat kaitannya dengan komposisi fisiknya,

apabila komposisi organiknya tinggi, maka biasanya kandungan airnya

tinggi, nilai kalornya rendah, kadar abunya rendah, berat jenisnya tinggi.

Karakteristik sampah di Indonesia rata-rata memiliki kadar air 60 %, nilai

kalor 1000 – 1300 k.cal/kg, kadar abu 10 – 11 % dan berat jenis 250

kg/m3

Data ini penting dalam menentukan pertimbangan dalam memilih

alternatif pengolahan sampah dengan cara pembakaran (insinerator).

Sebagai contoh sampah yang memiliki kadar air tinggi (> 55 %), nilai

kalor rendah (< 1300 kcal / kg), berat jenis tinggi (> 200 kg / m3) tidak

layak untuk dibakar dengan insinerator.

3). Sumber Sampah

Ada beberapa kategori sumber sampah yang dapat digunakan sebagai

acuan, yaitu:

(27)

Sumber sampah yang berasal dari daerah komersial

Sumber sampah yang berasal dari fasilitas umum

Sumber sampah yang berasal dari fasilitas sosial

Klasifikasi kategori sumber sampah tersebut pada dasarnya juga dapat

menggambarkan klasifikasi tingkat perekonomian yang dapat digunakan

untuk menilai tingkat kemampuan masyarakat dalam membayar retribusi

sampah dan menentukan pola subsidi silang.

Daerah Perumahan (rumah tangga)

Sumber sampah didaerah perumahan dibagi atas :

Perumahan masyarakat berpenghasilan tinggi (High income)

Perumahan masyarakat berpenghasilan menengah (Middle income)

Perumahan masyarakat berpenghasilan rendah / daerah kumuh (Low

income / slum area)

Daerah komersial.

Daerah komersial umumnya didominasi oleh kawasan perniagaan, hiburan

dan lain-lain. Yang termasuk kategori komersial adalah pasar pertokoan

hotel restauran bioskop salon kecantikan industri dan lain-lain.

Fasilitas umum

Fasilitas umum merupakan sarana / prasarana perkotaan yang

dipergunakan untuk kepentingan umum. Yang termasuk dalam kategori

fasilitas umum ini adalah perkantoran, sekolah, rumah sakit, apotik,

gedung olah raga, museum, taman, jalan, saluran / sungai dan lain-lain.

Fasilitas sosial

Fasilitas sosial merupakan sarana prasarana perkotaan yang digunakan

untuk kepentingan sosial atau bersifat sosial. Fasilitas sosial ini meliputi

panti-panti sosial (rumah jompo, panti asuhan) dan tempat-tempat ibadah

(mesjid, gereja pura, dan lain-lain)

Sumber lain

Dari klasifikasi sumber-sumber sampah tersebut, dapat dikembangkan lagi

jenis sumber-sumber sampah yang lain sesuai dengan kondisi kotanya atau

(28)

instalasi pengolahan air limbah (sludge), dengan catatan bahwa sampah

atau limbah tersebut adalah bersifat padat dan bukan kategori sampah B3.

4). Pola Operasional

Pola operasional penanganan sampah dari sumber sampai TPA dilakukan

melalui beberapa tahap, yaitu pengumpulan, pemindahan, pengolahan,

pengangkutan dan pembuangan akhir.

Diagram Operasional Penanganan Sampah

Pewadahan

Wadah sampah individual (disumber) disediakan oleh setiap penghasil

sampah sendiri sedangkan wadah komunal dan pejalan kaki disediakan

oleh pengelola dan atau swasta. spesifikasi wadah sedemikian rupa

sehingga memudahkan operasionalnya, tidak permanen dan higienis.

Akan lebih baik apabila ada pemisahan wadah untuk sampah basah

dan sampah kering

Pengosongan sampah dari wadah individual dilakukan paling lama 2

hari sekali sedangkan untuk wadah komunal harus dilakukan setiap

hari

Sumber Sampah

Pengumpulan

Pengolahan Pemindahan

Pengangkutan

Pembuangan Akhir

(29)

Pengumpulan

Pengumpulan sampah dari sumber dapat dilakukan secara langsung

dengan alat angkut (untuk sumber sampah besar atau daerah yang

memiliki kemiringan lahan cukup tinggi) atau tidak langsung dengan

menggunakan gerobak (untuk daerah teratur) dan secara komunal oleh

mayarakat sendiri (untuk daerah tidak teratur)

Penyapuan jalan diperlukan pada daerah pusat kota seperti ruas jalan

protokol, pusat perdagangan, taman kota dan lain-lain

Pemindahan

Pemindahan sampah dari alat pengumpul (gerobak) ke alat angkut

(truk) dilakukan di trasnfer depo atau container untuk meningkatkan

efisiensi pengangkutan

Lokasi pemindahan haru dekat dengan daerah pelayanan atau radius

500 m

Pemindahan skala kota ke stasiun transfer diperlukan bila jarak ke

lokasi TPA lebih besar dari 25 km

Pengangkutan

Pengangkutan secara langsung dari setiap sumber harus dibatasi pada

daerah pelayanan yang tidak memungkinkan cara operasi lainnya atau

pada daerah pelayanan tertentu berdasarkan pertimbangan keamanan

maupun estetika dengan memperhitungkan besarnya biaya operasi

yang harus dibayar oleh pengguna jasa

Penetapan rute pengangkutan sampah harus didasarkan pada hasil

surveytime motion studyuntuk mendapatkan jalur yang paling efisien.

Jenis truk yang digunakan minimal dump truck yang memiliki

kemampuan membongkar muatan secara hidrolis, efisien dan cepat

Penggunaan arm roll truck dan compactor truck harus

(30)

Pengolahan

Pengolahan sampah dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah

yang harus dibuang ke TPA serta meningkatkan efisiensi

penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan

Teknologi pengolahan sampah dapat dilakukan melalui pembuatan

kompos, pembakaran sampah secara aman (bebas COx, SOx, NOx dan

dioxin), pemanfaatan gas metan dan daur ulang sampah. Khusus

pemanfaatana gas metan TPA (landfill gas), dapat masuk dalam CDM

(clean developmant mechanism) karena secara significan dapat

mengurangi emisi gas rumah kaca yang berpengaruh pada iklim global.

Skala pengolahan sampah mulai dari individual, komunal (kawasan),

skala kota dan skala regional.

Penerapan teknologi pengolahan harus memperhatikan aspek

lingkungan, dana, SDM dan kemudahan operasional

Pembuangan akhir

Pemilihan lokasi TPA harus mengacu pada SNI 03-3241-1994 tentang

Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA. Agar keberadaan TPA tidak

mencemari lingkungan, maka jarak TPA ke badan air penerima >

100m, ke perumahan terdekat > 500 m, ke airport 1500 m (untuk

pesawat propeler) dan 3000 m (untuk pesawat jet). Selain itu muka air

tanah harus > 4 m, jenis tanah lempung dengan nilai K < 10-6cm/det.

Metode pembuangan akhir minimal harus dilakukan dengan

controlled landfill (untuk kota sedang dan kecil) dan sanitary landfill

(untuk kota besar dan metropolitan) dengan “sistem sel”

Prasarana dasar minimal yang harus disediakan adalah jalan masuk,

drainase keliling dan pagar pengaman (dapat berfungsi sebagai buffer

zone)

Fasilitas perlindungan lingkungan yang harus disediakan meliputi

lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul lindi, pengolahan lindi

dan ventilasi gas / flaring atau landfill gas extraction untuk mngurangi

(31)

Fasilitas operasional yang harus disediakan berupa alat berat

(buldozer, excavator, loader dan atau landfill compactor) dan stok

tanah penutup

Penutupan tanah harus dilakukan secara harian atau minimal secara

berkala dengan ketebalan 20 - 30 cm

Penyemprotan insektisida harus dilakukan apabila penutupan sampah

tidak dapat dilakukan secara harian

Penutupan tanah akhir harus dilakukan sesuai dengan peruntukan

lahan bekas TPA

Kegiatan pemantauan lingkungan harus tetap dilakukan meskipun

TPA telah ditutup terutama untuk gas dan efluen leachate, karena

proses dekomposisi sampah menjadi gas dan leahate masih terus

terjadi sampai 25 tahun setelah penutupan TPA

Manajemen pengelolaan TPA perlu dikendalikan secara cermat dan

membutuhkan tenaga terdidik yang memadai

Lahan bekas TPA direkomendasikan untuk digunakan sebagai lahan

terbuka hijau.

b).2 Aspek Institusi

Penyelenggara pembangunan prasarana dan sarana persampahan dapat

dilakukan secara sendiri atau terpadu oleh Pemerintah Daerah,

BUMN/BUMD, Swasta dan masyarakat

Bentuk institusi dan struktur organisasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, secara umum bentuk institusi yang ada adalah perusahaan daerah

kebersihan (PDK), dinas kebersihan (DK), dinas kebersihan dan

pertamanan (DKP), seksi kebersihan dan lain-lain. Struktur organisasi

sebaiknya mencerminkan kegiatan utama penangan sampah dari sumber

sampei TPA termasuk memiliki bagian perencaan, retribusi, penyuluhan

dan lain-lain.

Instansi pengelola persampahan sebaiknya memiliki pola kerja sama

(32)

retribusi) dan kerja sama antar kota untuk pola penangangan sampah

secara regional dan kerja sama dengan masyarakat atau perguruan tinggi.

SDM sebaiknya memiliki keahlian bidang persampahan baik melalui

pendidikan formal (ada staf yang memiliki latar belakang pendidikan

teknik lingkungan, ekonomi, ahli manajemen dll) dan training bidang

persampahan.

Kegiatan pengelolaan sampah yang tidak dapat dilaksanakan oleh

masyarakat, menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah

Kegiatan sosialisasi atau penyuluhan harus dilaksanakan secara terpadu

dan terus menerus dengan melibatkan instansi terkait, LSM dan perguruan

tinggi

b).3 Aspek Pembiayaan Sumber Pembiayaan

Pengelolaan persampahan dapat dibiayai dari swadaya masyarakat,

investasi swasta dan APBN / APBD

Tata cara pembiayaan mengikuti ketentuan yang berlaku

Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan pembangunan prasarana

dan sarana persampahan dalam bentuk dana maupun aset kepada

masyarakat

Pembiayaan penyediaan dan pemeliharaan pewadahan individual menjadi

tanggung jawab penghasil sampah

Tarif Retribusi

Biaya untuk penyediaan prasarana dan sarana pengumpulan serta

pengelolaannya yang dilakukan oleh masyarakat sendiri dikenakan pada

anggota masyarakat yang mendapat pelayanan dalam bentuk iuran

(besarnya ditentukan melalui musyawarah dan mufakat) dan

dikordinasikan dengan pihak instansi pengelola persampahan

Biaya untuk pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh Pemerintah

Daerah atau swasta untuk kepentingan masyarakat dibebankan kepada

masyarakat dalam bentuk retribusi kebersihan. Biaya pengelolaan tersebut

(33)

Penentuan tarif retribusi disusun berdasarkan asas keterjangkauan

/willingness to pay (secara umum kemampuan masyarakat membayar

retribusi adalah 1 -2 % dari income) dan subsidi silang dari masyarakat

berpenghasilan tinggi ke masyarakat berpenghasilan rendah dan dari sektor

komersial ke non komersial tanpa meninggalkan prinsip ekonomi / cost

recovery (minimal 80 %, 20 % merupakan subsidi Pemerintah kota/kab

untuk pembersihan fasilitas umum).

Mekanisme penarikan retribusi selain dilakukan langsung oleh instansi

pengelola juga dapat dilakukan melalui kerjasama dengan PLN, PDAM,

RT/RW dan lain-lain sesuai dengan kondisi daerah pelayanan.

b).4 Aspek Peraturan

Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan persampahan adalah UU No

7 / 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No 32/2004 tentang Otonomi

Daerah, UU No 33 / 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah, UU No 23/1997 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup, UU No

24 /1992 tentang Penataan Ruang, UU No 23/1992 tentang Kesehatan, UU

No 2/1992 Perumahan dan Permukiman

Peraturan Pemerintah (PP) yang berkaitan dengan masalah persampahan

adalah PP tentang Badan Layanan Umum, PP No 16 / 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum , PP No.27 tahun 1999

tentang Amdal, PP No. 18 jo 85/1999 tentang Limbah B3 dan PP 16/2005

tentang Pengembangan Sistem penyediaan Air Minum

Agenda 21 berkaitan dengan program optimaalisasi minimalisasi limbah

secara bertahap sampai tahun 2020, Kyoto Protocol tentang CDM (clean

development mechanism), MDGs tentang upaya pencapaian target

pengurangan jumlah orang miskin dan akses terhadap air minum dan

sanitasi (target 10 dan 11)

SNI yang berkaitan dengan pedoman persampahan adalah SNI

19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, SNI

(34)

1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah Permukiman, SNI

03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, SNI 19-3964-03-3241-1994

tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan

Komposisi Sampah.

Pengaturan penyelenggaraan pembangunan bidang persampahan dilakukan

melalui peraturan daerah (perda) yang pada umumnya terdiri dari perda

pembentukan institusi, ketentuan umum kebersihan dan retribusi. Selain

itu juga diperlukan perda yang mengatur mengenai peran serta swasta,

penanganan limbah B3 / rumah sakit dan lain-lain.

b).5 Aspek Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan Peran Serta Masyarakat

Peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana

persampahan diperlukan sejak dari perencanaan sampai dengan operasi

dan pemeliharaan

Peran serta masyarakat berkaitan dengan penyelenggaraan prasarana dan

sarana persampahan dapat berupa usulan, saran, pertimbangan, keberatan

serta bantuan lainnya atau pelaksanaan program 3R baik untuk skala

individual maupun skala kawasan.

Peningkatan peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui pendidikan

formal sejak dini, penyuluhan yang intenssif, terpadu dan terus menerus

serta diterapkannya sistem insentif dan disinsentif

Masyarakat bertanggung jawab atas penyediaan dan pemeliharaan fasilitas

pewadahan dan atau meyelenggarakan pengumpulan / pengolahan sampah

Kemitraan

Pemerintah memberikan peluang kepada pihak swasta untuk

menyelenggarakan pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana

persampahan serta dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif

Kemitraan dapat dilakukan terhadap sebagian atau seluruh kegiatan sistem

pembangunan persampahan, termasuk melakukan upaya pengendalian

(35)

Pola kemitraan dapat dilakukan melalui studi kelayakan dengan

memperhatikan keterjangkauan masyarakat, kemampuan Pemda, peluang

usaha dan keuntungan swasta.

Kemitraan dapat dilakukan dengan sistem BOO, BOT, kontrak

manajemen, kontrak konsesi dan lain-lain.

c) Dampak Pencemaran Akibat Sampah c).1 Potensi Dampak

Dalam kenyataannya banyak pengelola kebersihan menghadapi berbagai

masalah dan kendala sehingga mereka tidak dapat menyediakan pelayanan

yang baik sesuai dengan ketentuan teknis dan harapan masyarakat. Disana sini

sering terjadi pencemaran akibat pengelolaan yang kurang baik sehingga

menimbulkan berbagai masalah pencemaran selama pelaksanaan kegiatan

teknis penanganan persampahan yang meliputi: pewadahan, pengumpulan,

pemindahan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Berbagai

potensi yang menimbulkan berbagai dampak dapat meliputi :

a. Perkembangan vektor penyakit

Wadah sampah merupakan tempat yang sangat ideal bagi pertumbuhan

vektor penyakit terutama lalat dan tikus. Hal ini disebabkan dalam wadah

sampah tersedia sisa makanan dalam jumlah yang besar.

Tempat Penampungan Sementara / Container juga merupakan tempat

berkembangnya vektor tersebut karena alasan yang sama. Sudah barang

tentu akan menurunkan kualitas kesehatan lingkungan sekitarnya.

Vektor penyakit terutama lalat sangat potensial berkembangbiak di lokasi

TPA. Hal ini terutama disebabkan oleh frekwensi penutupan sampah yang

tidak dilakukan sesuai ketentuan sehingga siklus hidup lalat dari telur

menjadi larva telah berlangsung sebelum penutupan dilaksanakan.

Gangguan akibat lalat umumnya dapat ditemui sampai radius 1-2 km dari

(36)

b. Pencemaran Udara

Sampah yang menumpuk dan tidak segera terangkut merupakan sumber

bau tidak sedap yang memberikan efek buruk bagi daerah sensitif sekitarnya

seperti permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain. Pembakaran

sampah seringkali terjadi pada sumber dan lokasi pengumpulan terutama

bila terjadi penundaan proses pengangkutan sehingga menyebabkan

kapasitas tempat terlampaui. Asap yang timbul sangat potensial

menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitarnya.

Sarana pengangkutan yang tidak tertutup dengan baik juga sangat berpotensi

menimbulkan masalah bau di sepanjang jalur yang dilalui, terutama akibat

bercecerannya air lindi dari bak kendaraan.

Pada instalasi pengolahan terjadi berupa pelepasan zat pencemar ke udara

dari hasil pembuangan sampah yang tidak sempurna; diantaranya berupa :

partikulat, SO x, NO x, hidrokarbon, HCl, dioksin, dan lain-lain.

Proses dekomposisi sampah di TPA secara kontinu akan berlangsung dan

dalam hal ini akan dihasilkan berbagai gas seperti CO, CO2, CH4, H2S, dan

lain-lain yang secara langsung akan mengganggu komposisi gas alamiah di

udara, mendorong terjadinya pemanasan global, disamping efek yang

merugikan terhadap kesehatan manusia di sekitarnya.

Pembongkaran sampah dengan volume yang besar dalam lokasi pengolahan

berpotensi menimbulkan gangguan bau. Disamping itu juga sangat

mungkin terjadi pencemaran berupa asap bila sampah dibakar pada instalasi

yang tidak memenuhi syarat teknis.

Seperti halnya perkembangan populasi lalat, bau tak sedap di TPA juga

timbul akibat penutupan sampah yang tidak dilaksanakan dengan baik.

Asap juga seringkali timbul di TPA akibat terbakarnya tumpukan sampah

baik secara sengaja maupun tidak. Produksi gas metan yang cukup besar

dalam tumpukan sampah menyebabkan api sulit dipadamkan sehingga asap

yang dihasilkan akan sangat mengganggu daerah sekitarnya.

(37)

Prasarana dan sarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial

menghasilkan lindi terutama pada saat turun hujan. Aliran lindi ke saluran

atau tanah sekitarnya akan menyebabkan terjadinya pencemaran.

Instalasi pengolahan berskala besar menampung sampah dalam jumlah yang

cukup besar pula sehingga potensi lindi yang dihasilkan di instalasi juga

cukup potensial untuk menimbulkan pencemaran air dan tanah di

sekitarnya.

Lindi yang timbul di TPA sangat mungkin mencemari lingkungan

sekitarnya baik berupa rembesan dari dasar TPA yang mencemari air tanah

di bawahnya. Pada lahan yang terletak di kemiringan, kecepatan aliran air

tanah akan cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadi cemaran terhadap

sumur penduduk yang trerletak pada elevasi yang lebih rendah.

Pencemaran lindi juga dapat terjadi akibat efluen pengolahan yang belum

memenuhi syarat untuk dibuang ke badan air penerima. Karakteristik

pencemar lindi yang sangat besar akan sangat mempengaruhi kondisi badan

air penerima terutama air permukaan yang dengan mudah mengalami

kekurangan oksigen terlarut sehingga mematikan biota yang ada.

d. Pencemaran Tanah

Pembuangan sampah yang tidak dilakukan dengan baik misalnya di lahan

kosong atau TPA yang dioperasikan secara sembarangan akan

menyebabkan lahan setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya

sampah organik dan mungkin juga mengandung Bahan Buangan Berbahaya

(B3). Bila hal ini terjadi maka akan diperlukan waktu yang sangat lama

sampai sampah terdegradasi atau larut dari lokasi tersebut. Selama waktu itu

lahan setempat berpotensi menimbulkan pengaruh buruk terhadap manusia

dan lingkungan sekitarnya.

e. Gangguan Estetika

Lahan yang terisi sampah secara terbuka akan menimbulkan kesan

(38)

Proses pembongkaran dan pemuatan sampah di sekitar lokasi pengumpulan

sangat mungkin menimbulkan tumpahan sampah yang bila tidak segera

diatasi akan menyebabkan gangguan lingkungan. Demikian pula dengan

ceceran sampah dari kendaraan pengangkut sering terjadi bila kendaraan

tidak dilengkapi dengan penutup yang memadai.

Di TPA ceceran sampah terutama berasal dari kegiatan pembongkaran yang

tertiup angin atau ceceran dari kendaraan pengangkut. Pembongkaran

sampah di dalam area pengolahan maupun ceceran sampah dari truk

pengangkut akan mengurangi estetika lingkungan sekitarnya.

Sarana pengumpulan dan pengangkutan yang tidak terawat dengan baik

merupakan sumber pandangan yang tidak baik bagi daerah yang dilalui.

Lokasi TPA umumnya didominasi oleh ceceran sampah baik akibat

pengangkutan yang kurang baik, aktivitas pemulung maupun tiupan angin

pada lokasi yang sedang dioperasikan. Hal ini menimbulkan pandangan

yang tidak menyenangkan bagi masyarakat yang melintasi / tinggal

berdekatan dengan lokasi tersebut.

f. Kemacetan Lalu lintas

Lokasi penempatan sarana / prasarana pengumpulan sampah yang biasanya

berdekatan dengan sumber potensial seperti pasar, pertokoan, dan lain-lain

serta kegiatan bongkar muat sampah berpotensi menimbulkan gangguan

terhadap arus lalu lintas.

Arus lalu lintas angkutan sampah terutama pada lokasi tertentu seperti

transfer station atau TPA berpotensi menjadi gerakan kendaraan berat yang

dapat mengganggu lalu lintas lain; terutama bila tidak dilakukan

upaya-upaya khusus untuk mengantisipasinya.

Arus kendaraan pengangkut sampah masuk dan keluar dari lokasi

pengolahan akan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas di

sekitarnya terutama berupa kemacetan pada jam-jam kedatangan.

Pada TPA besar dengan frekwensi kedatangan truck yang tinggi sering

menimbulkan kemacetan pada jam puncak terutama bila TPA terletak

(39)

g. Gangguan Kebisingan

Kebisingan akibat lalu lintas kendaraan berat / truck timbul dari

mesin-mesin, bunyi rem, gerakan bongkar muat hidrolik, dan lain-lain yang dapat

mengganggu daerah-daerah sensitif di sekitarnya.

Di instalasi pengolahan kebisingan timbul akibat lalu lintas kendaraan truk

sampah disamping akibat bunyi mesin pengolahan (tertutama bila

digunakan mesin pencacah sampah atau shredder).

Kebisingan di sekitar lokasi TPA timbul akibat lalu lintas kendaraan

pengangkut sampah menuju dan meninggalkan TPA; disamping operasi alat

berat yang ada.

h. Dampak Sosial

Hampir tidak ada orang yang akan merasa senang dengan adanya

pembangunan tempat pembuangan sampah di dekat permukimannya.

Karenanya tidak jarang menimbulkan sikap menentang / oposisi dari

masyarakat dan munculnya keresahan. Sikap oposisi ini secara rasional akan

terus meningkat seiring dengan peningkatan pendidikan dan taraf hidup

mereka, sehingga sangat penting untuk mempertimbangkan dampak ini dan

mengambil langkah-langkah aktif untuk menghindarinya.

c).2 Resiko Lingkungan

Komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak akibat adanya

kegiatan pembangunan sistem penyediaan air bersih akan mencakup:

a. Geo-fisik-Kimia; yang meliputi: kuantitas dan kualitas air tanah/permukaan,

kualitas udara, kondisi tanah, dan kebisingan

b. Biologis: baik keanekaragaman maupun kondisi flora/fauna

c. Sosioekonomibudaya; yang meliputi: kependudukan, kesehatan masyarakat,

pola kehidupan masyarakat, mata pencaharian, estetika, kecemburuan

masyarakat, persepsi masyarakat terhadap proyek, nilai jual tanah, situs

sejarah, adat, dan lain-lain

Gambar

Tabel 4.1. Jumlah Desa dan Dusun di Kabupaten Lombok UtaraDirinci menurut Kecamatan, 2011
Gambar 4.1. Peta Batas Wilayah Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataramdan Kabupaten Lombok Utara
Gambar 4.2. Peta Pengembangan Permukiman Kabupaten Lombok Utara
Gambar 4.3. Peta Penetapan arah pengembangan wilayah Permukiman di Kabupaten Lombok Utara
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penyebabnya adalah virus hepatitis A, dan merupakan penyakit endemis di beberapa negara berkembang. Selain itu hepatitis A merupakan hepatits

Jenis penelitian ini adalah peneli- tian kuantitatif dengan survei penjelasan yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel pengetahuan dan sikap dengan

Terbatasnya data mengenai cekungan ini menyebabkan perkembangan eksplorasi di kawasan ini menjadi sangat terbelakang (frontier). Oleh karena itu, penelitian ini

Tujuan dari kegiatan pengabdian pada masyarakat dalam bentuk pelatihan penyusunan menu gizi sehat seimbang bagi pelatih kelompok cabang olah raga beladiri bagi

Variabel keterampilan sosial tidak memiliki pengaruh terhadap variabel komitmen organisasi pengurus organisasi UKK- KOPMA UIN Antasari Banjarmasin. Rumus dalam penentuan

Laporan Kerja Praktek | 11 kemungkinan bertempat di panjang gelombang yang lebih rendah dan kemungkinan adalah warna magenta spektral murni lebih dari sekedar

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi SRC maupun konjak terbaik yang bisa digunakan sebagai bahan tambahan pembuatan sosis ikan Tenggiri serta

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nurhalimah yaitu pada objek material yangpenulis gunakan adalah objek material dari kumpulan haiku yang bertemakan musim