• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI

PROVINSI JAWA TIMUR:

PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL

SUKMA DINI MIRADANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Perencanaan Pembangunan Agroindustri Provinsi Jawa Timur: Pendekatan Sektoral dan Regional adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

Sukma Dini Miradani NIM: H152070131

(3)

ABSTRACT

East Java is a potential province which has a high economic growth. Unfortunately, the regional disparity exists among kabupaten/kota. The objectives of this research are to identify the condition of regional disparity in East Java, to determine which agroindustry that can be the key sectors in East Java, to determine potential location and draw it into the map, then to determine the development strategy. The analysis is uses Williamson and Theil index, input output model, location quotient and shift share analysis. The result shows that East Java has a high regional disparity level. The regions which cause the disparity are Kota Surabaya, Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo, Kota Malang, Kabupaten Gresik, Kota Probolinggo, and Kota Mojokerto. Trade, Hotel and Restaurant Sector becomes the cause of the disparity, but Agriculture sector does not. The agroindustrial key sectors, which can improve the economy condition, are (1) butchery, (2) fish processing, and (3) rice.

The potential locations of agroindustrial key sectors are not exactly the same as the location which produces input. Kabupaten which produces input sell their fresh product to the Kabupaten/Kota which has developed industrial sector. Those make the Kabupaten which produce input cannot get the value added of their product.

Based on the result of this research, the undeveloped region has agriculture potential which can be improved. Therefore, the government needs to develop this potential to rise its economic growth by introducing the agroindustry. The government needs to provide an open access of resource, information, technology, and capital. The development of human resource needs to be improved as well, especially in education and health sector.

(4)

RINGKASAN

SUKMA DINI MIRADANI. Analisis Perencanaan Pembangunan Agroindustri Provinsi Jawa Timur: Pendekatan Sektoral dan Regional. Dibimbing oleh SETIA HADI, dan D.S. PRIYARSONO.

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain perkembangan PDRB yang selalu meningkat setiap tahun, PDRB Jawa Timur juga merupakan tertinggi kedua di Indonesia setelah Provinsi DKI Jakarta. Namun di balik tingginya pertumbuhan ekonomi, pada kenyataannya ketimpangan pembangunan wilayah yang terjadi di Jawa Timur masih sangat tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan perbedaan tingkat pendapatan per kapita, Indeks Pembangunan Manusia, serta tingkat kemiskinan masing-masing kabuaten/kota. Daerah perkotaan serta kabupaten yang berlokasi di sekitar kota Surabaya pada umumnya memiliki pendapatan per kapita dan Indeks Pembangunan Manusia yang lebih tinggi serta tingkat kemisikinan yang lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten yang terletak di bagian selatan Jawa Timur dan daerah Tapal Kuda. Bahkan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) telah menetapkan delapan kabupaten di Jawa Timur sebagai daerah tertinggal, yaitu Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Pamekasan, Sampang, Madiun, Trenggalek, dan Pacitan. Dengan demikian, Jawa Timur merupakan Provinsi dengan jumlah daerah tertinggal terbanyak di Pulau Jawa.

Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki potensi besar di sektor pertanian. Meskipun secara agregat pertumbuhan Provinsi Jawa Timur didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, namun sebagian besar perekonomian kabupaten/kota masih ditopang oleh sektor pertanian, bahkan sebagian besar penduduk Jawa Timur bekerja di sektor tersebut. Selain itu, perkembangan sektor pertanian Jawa Timur kian terlihat hasilnya, di mana sebagian besar komoditi pangan strategis mengalami surplus produksi. Oleh karena itu pemerintah provinsi menetapkan visi jangka panjang tahun 2005-2025, yaitu Jawa Timur sebagai "Pusat Agribisnis Terkemuka, Berdaya Saing Global, dan Berkelanjutan". Adapun misi pertamanya adalah “Agroindustri Berbasis Inovasi Teknologi”.

Mengingat akan selalu adanya keterbatasan dalam pelakasanaan proses pembangunan, maka Hirschman dalam Todaro (1989), menyatakan bahwa pada negara berkembang pembangunan ekonomi tidak dilakukan secara serentak. Pemerintah perlu menetapkan prioritas dalam pembangunan melalui pemilihan sektor unggulan, di mana sektor unggulan ini akan memberi implikasi ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) terhadap sektor-sektor lainnya. Sedangkan menurut Miyarto et al (1993), prioritas hendaknya diberikan kepada sektor-sektor yang mempunyai daya penyebaran dan derajat kepekaan yang tinggi. Pembangunan pada sektor-sektor tersebut akan memberikan efek multiplier yang relatif besar bagi pertumbuhan ekonomi.

Di samping itu, World Bank Development Report (2009) menyebutkan bahwa potensi ekonomi di tingkat kabupaten/kota akan jauh lebih spesifik dibandingkan potensi ekonomi di tingkat provinsi maupun negara. Hal ini

(5)

memiliki arti bahwa setiap kabupaten/kota bisa memiliki spesifikasi potensi yang lebih beragam. Oleh karena itu, dalam menetapkan prioritas pembangunan bukan saja diperlukan pemilihan sektor unggulan, namun juga diperlukan pemilihan lokasi yang potensial bagi pengembangan sektor unggulan tersebut dengan tetap memperhatikan agar ketimpangan wilayah berada dalam batas yang masih dapat ditoleransi.

Sebagai motor penggerak pembangunan pertanian di Jawa Timur, sektor agroindustri diharapkan dapat menjalankan peran penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pertumbuhan ekonomi maupun keberlangsungan pembangunan wilayah. Kajian keterkaitan sektoral wilayah antar kota dan kabupaten ini diharapkan dapat memicu pembangunan agroindustri di provinsi Jawa Timur serta meminimalisir kesenjangan antar wilayah. Dengan mempertimbangkan hal di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui kondisi ketimpangan pembangunan wilayah di Jawa Timur; (2) Mengetahui sektor agroindustri yang dapat menjadi unggulan di Jawa Timur; (3) Mengetahui wilayah kabupaten/kota yang potensial untuk menjadi lokasi pengembangan sektor agroindustri unggulan; (4) Membangun peta spasial dari penyebaran sektor agroindustri unggulan Jawa Timur; (5) Menyusun strategi kebijakan pemerintah untuk mengembangkan perekonomian Jawa Timur khususnya pada sektor agroindustri, dalam upaya mengurangi ketimpangan wilayah

Analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat ketimpangan wilayah Jawa Timur serta penyebabnya adalah analisis Indeks Williamson dan Indeks Theil. Analisis yang digunakan untuk menentukan sektor unggulan adalah analisis Input Output updating Tahun 2008. Sedangkan analisis untuk menentukan wilayah yang potensial untuk pengembangan sektor unggulan adalah Location Quotient (LQ), dan Shift Share Analysis (SSA).

Hasil analisis indeks Williamson menginformasikan bahwa tingkat ketimpangan di Jawa Timur sangatlah tinggi, yaitu sebesar 3,06 di tahun 2006 dan 3,13 di tahun 2007, terlebih apabila dibandingkan dengan indeks Williamson Indonesia sebesar 0,836 dan indeks Williamson untuk Kawasan Barat Indonesia sebesar 0,6625 di tahun 2006. Dari hasil indeks Theil diketahui bahwa ketimpangan yang terjadi 64,09% disebabkan oleh ketimpangan antar kabupaten/kota. Wilayah yang menjadi pemicu ketimpangan yang terjadi di Jawa Timur adalah Kota Surabaya, kota Kediri, kabupaten Sidoarjo, Kota Malang, Kabupaten Gresik, kota Probolinggo, dan Kota Mojokerto. Sedangkan sektor yang menjadi pemicu ketimpangan paling besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangan sektor yang tidak memicu terjadinya ketimpangan adalah sektor pertanian. Selain delapan daerah yang telah ditetapkan sebagai kabupaten tertinggal oleh Kementerian PDT, daerah-daerah yang berada di bagian selatan Jawa Timur, Tapal Kuda, dan Pulau Madura merupakan daerah dengan IPM rendah dan tingkat kemiskinan yang tinggi.

Dari hasil analisis keterkaitan dan angka pengganda Tabel Input Output updating Tahun 2008, didapatkan tiga sektor agroindustri unggulan, yaitu (1) Sektor Pemotongan Hewan; (2) Pengolahan dan Pengawetan Ikan dan Biota; (3) Beras. Selanjutnya, dari hasil analisis LQ dan SSA diketahui bahwa wilayah yang menjadi sentra industri pemotongan hewan adalah Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo. Pengolahan dan Pengawetan Ikan dan Biota ada di Banyuwangi, Lamongan, dan Tuban. Adapun sektor industri beras tersebar di bagian tengah

(6)

wilayah Jawa Timur dengan pusatnya di bagian utara, yaitu Ngawi, Bondowoso, Lamongan, dan Gresik.

Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa kegiatan agrobisnis yang merupakan rangkaian kegiatan pertanian dari on farm hingga off farm, belum berjalan secara optimal. Upaya kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya adalah untuk peningkatan produktivitas on farm hingga kemudian diperjualbelikan dalam pasar. Pada akhirnya, kegiatan off farm yang berupa peningkatan nilai tambah pertanian dengan melakukan pengolahan hasil pertanian hingga dihasilkan produk baru (kegiatan agroindustri), banyak dilakukan oleh daerah lain yang memiliki basis industri pengolahan yang lebih baik, seperti Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa daerah tertinggal maupun daerah yang belum berkembang memiliki potensi dasar pertanian yang bisa dikembangkan, di mana potensi satu daerah berbeda dengan daerah yang lain. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan fokus perhatian terhadap hal ini dan memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan potensi tersebut agar daerah tertinggal dan belum berkembang dapat mempercepat pertumbuhan ekonominya.

Namun demikian, keberhasilan konsep pembangunan di suatu daerah belum tentu dapat berhasil diterapkan di daerah yang lain. Banyak hal yang harus dibangun untuk melengkapi suatu konsep yang bagus, di antaranya adalah kemudahan akses yang didapatkan oleh masyarakat, baik itu akses terhadap sumberdaya, informasi, teknologi, dan modal. Selain itu juga dukungan pemerintah terhadap pembangunan sumberdaya manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Serta dukungan berupa kebijakan yang memihak kepada masyarakat agrobisnis/agroindustri dan dorongan birokrasi kelembagaan pemerintah maupun swasta.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak bagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(8)

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI

PROVINSI JAWA TIMUR:

PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL

SUKMA DINI MIRADANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(9)
(10)

Judul Tesis : Analisis Perencanaan Pembangunan Agroindustri Provinsi Jawa Timur: Pendekatan Sektoral dan Regional

Nama : Sukma Dini Miradani

NRP : H 152070131

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Setia Hadi, M.S. Dr. Ir. D.S. Priyarsono, M.S.

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis la han yang dialihfungsikan m enjadi pertam bangan batukapur dikedua desa sebagia n besar m erupakan lahan sem ak belukar, tetapi perubahan laha n pertanian m

Potensi Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai penghasil gambir utama akan selalu terbuka karena beberapa aspek dalam usaha tanaman gambir cukup mendukung, antara lain : 1 kebutuhan

Titik impas ( break event point - BEP ) adalah suatu titik dimana jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya, dengan kata lain laba sama dengan nol, margin of Safety adalah

Secara umum, baik berdasarkan hasil dari angket maupun wawancara yang dilakukan, minat mahasiswa terhadap bidang otomotif mempengaruhi ketertarikan mahasiswa konsentrasi

• Heuristik tidak menjamin selalu dapat memecahkan masalah, tetapi seringkali memecahkan masalah dengan cukup baik untuk kebanyakan masalah, dan seringkali pula lebih cepat

Berawal pada hari Minggu tanggal 31 Agustus 2014 sekira pukul 01.30 wib di Desa Suka Maju Kecamatan Pasaribu Tobing Kabupaten Tapanuli Tengah, SARBIN SIHOTANG Als BIN (diajukan

Biasanya atribut merupakan teks string yang bernilai tunggal, bilangan atau daftar suatu nilai ( enumerated values ). Tetapi, pada suatu saat juga perlu menetapkan

Jenis burung lain yang juga banyak digemari adalah Murai Batu (Copsychus malabaricus), dengan jumlah pembelian oleh pedagang sebanyak 346 ekor atau I I .08%,