1
Silvi Tri Rohmaida1 Sumadi2
Titik Harsiati3
Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang email: rohmaidasilvitri@gmail.com
Abstract: This research purpose to describe employing diction and language style of business advertisements. This research use approachment of qualitative and compositioned with genre of research is text analysis. This result of research is show that there are seven of diction and seven of language style of business advertisements. The seven of diction is denotation, connotation, synonym, inderia, scientific, popular, and slang, while the seven of language style is aliterasi, asonansi, asindenton, polisindenton, pleonasme atau tautologi, erotesis, silepsis, personifacation, alusi, epitet, and sinekdoke.
Keyword: diction, language style, business advertisements
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan diksi dan gaya bahasa dalam iklan bisnis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis teks. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tujuh diksi dan sebelas gaya bahasa dalam iklan bisnis. Keempat diksi tersebut, yaitu denotasi, konotasi,
sinonim, indria, ilmiah, populer, dan slang, sedangkan ketujuh gaya bahasa tersebut, yaitu aliterasi, asonansi, asindenton, polisindenton, pleonasme atau tautologi, erotesis, silepsis, personifikasi, alusi, epitet, dan sinekdoke.
Kata Kunci: diksi, gaya bahasa, iklan bisnis
Pemilihan kata atau yang lebih dikenal dengan istilah diksi di dalam bidang komunikasi merupakan salah satu syarat pokok terbentuknya kelancaran komunikasi di dalam kehidupan bermasyarakat. Diksi dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan tertentu dengan cara mengelompokkan kata-kata sesuai dengan situasi yang terdapat dalam komunikasi di lingkungan masyarakat tersebut. Pemilihan kata yang tepat akan membentuk suatu nilai rasa bagi para pendengar sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh pembicara akan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat atau para pendengar.
Selain diksi, gaya bahasa juga menjadi faktor terbentuknya komunikasi yang baik. Hal tersebut terjadi karena gaya bahasa memungkinkan seseorang
1 Mahasiswa Program Studi S1 Bahasa dan Sastra Indonesia
2 Tenaga pendidik di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang 3 Tenaga pendidik di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang
dapat dinilai dari pribadi, watak, dan kemampuannya dalam mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula penilaian orang lain dan semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian yang diberikan oleh orang lain (Keraf, 2010:113).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui diksi dan gaya bahasa dari suatu iklan bisnis sehingga dapat memengaruhi masyarakat untuk mengkonsumsi atau membeli produk yang ditawarkan tersebut. Dalam hal ini, bahasa persuasif digunakan dalam pembuatan iklan bisnis agar dapat menarik perhatian masyarakat luas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kata-kata yang terkandung dalam iklan bisnis memiliki makna tersirat maupun tersurat dan pengolahan katanya tidak dilakukan secara sembarangan atau semena-mena.
Penelitian tentang diksi dan gaya bahasa pernah dilakukan sebelumnya yakni penelitian pertama dengan judul Gaya Bahasa Cerpen dalam Karya Siswa
Kelas XII SMA Brawijaya Smart School (BSS) Malang oleh Risdiawati (2014).
Berdasarkan hasil analisis penelitian tersebut diketahui bahwa cerpen karya siswa kelas XII SMA Brawijaya Smart School (BSS) Malang memiliki enam belas gaya bahasa retoris yakni aliterasi, asonansi, anastrof, asindenton, polisidenton, kiasmus, elipsis, eufemisme, litotes, prolepsis, erotesis, pleonasme, hiperbola, perifrasis, silepsis, dan paradoks. Selain itu, terdapat pula sepuluh jenis gaya bahasa kiasan, yaitu metafora, personifikasi, sinekdoke, sinisme, ironi, sarkasme, metonimia, simile, antonomasia, dan epitet.
Selanjutnya, penelitian kedua dengan judul Penggunaan Diksi dan Gaya
Bahasa dalam Yel-yel Suporter Sepakbola Persija Jakarta (The Jakmania) oleh
Kundhara (2013). Berdasarkan hasil analisis penelitian tersebut diketahui bahwa yel-yel suporter sepakbola Persija Jakarta (The Jakmania) lebih banyak menggunakan kata popular karena dapat dijangkau oleh semua kalangan dan gaya bahasa yang lebih dominan digunakan adalah gaya bahasa tidak resmi berdasarkan pilihan kata karena yel-yel merupakan alat untuk berinteraksi dengan orang atau komunitas dalam situasi yang informal.
Penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian tersebut. Letak perbedaannya adalah pada fokus penelitian. Penelitian sebelumnya difokuskan pada gaya bahasa berdasarkan gaya bahasa retoris dan kiasan pada cerpen karya siswa XII SMA Brawijaya Smart School (BSS) Malang dan yel-yel suporter sepakbola Persija Jakarta (The Jakmania), sedangkan penelitian ini difokuskan pada diksi dan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan langsung tidaknya makna pada iklan bisnis.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih karena data penelitian ini berupa kata-kata (bukan angka-angka). Selain itu, pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti sebagai instrumen pengumpul data dan menggunakan analisis induktif (Moedzakir, 2010:1). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analisis teks. Hal tersebut disebabkan penelitian ini difokuskan pada bahan tertulis atau teks, yakni iklan bisnis. Kemudian teks tersebut dideskripsikan sesuai dengan diksi dan gaya bahasa.
Data dalam penelitian ini adalah data verbal yang berupa diksi dan gaya bahasa pada iklan bisnis. Data yang terkumpul dalam penelitian ini sebanyak 97
data. Sumber data dalam penelitian ini berupa kata-kata dalam iklan bisnis yang terdapat di televisi yang mencakup iklan makanan, iklan minuman, iklan obat-obatan, iklan sabun, dan iklan produk kecantikan. Kriteria iklan bisnis yang dapat dijadikan sumber data ini yakni iklan bisnis tersebut berbahasa Indonesia.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk mempermudah proses analisis data ada dua, yaitu (1) peneliti sendiri, dan (2) tabel panduan analisis data. Pertama, peneliti sendiri. Peneliti menjadi instrumen utama dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan dalam penelitian ini peneliti terjun langsung sebagai alat pengumpul data. Kedua, tabel panduan analisis data. Tabel panduan analisis data berisi aspek yang dikaji dan indikator. Tabel ini berfungsi sebagai indikator penggunaan diksi dan gaya bahasa dalam iklan bisnis.
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi. Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu (1) melakukan pengamatan dan mengumpulkan iklan bisnis yang bersumber dari televisi, (2) mengelompokkan iklan bisnis ke dalam karakteristik makanan, minuman, obat-obatan, sabun, dan produk kecantikan, (3) memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam tabel pengumpul data, (4) memberikan pengodean data, dan (5) melakukan penyajian data berdasarkan teori-teori yang menjadi landasan penelitian ini.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadaptasi analisis data model alir Miles dan Huberman. Teknik analisis data model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013:337) terdiri atas tiga kegiatan yang terjadi secara bersamaan. Pertama, reduksi data. Kegiatan yang dilakukan pada tahap reduksi data meliputi identifikasi, klasifikasi, dan pengodean. Kedua, penyajian data dalam penelitian ini adalah penyajian data pilihan kata atau diksi, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang berupa kutipan langsung dan lampiran tabel analisis.
Ketiga, penarikan kesimpulan. Penarikan simpulan sementara dilakukan
berdasarkan keseluruhan hasil analisis data.
HASIL
Berdasarkan analisis data ditemukan penggunaan diksi dan gaya bahasa dalam iklan bisnis. Data penelitian ini disajikan sesuai dengan kategori masing-masing data, yaitu (1) diksi atau pilihan kata dalam iklan bisnis berdasarkan (a) ketepatan diksi, dan (b) kesesuaian diksi, serta (2) gaya bahasa dalam iklan bisnis berdasarkan (a) struktur kalimat, dan (b) langsung tidaknya makna.
Diksi Denotasi
Pemakaian denotasi terdapat pada iklan bisnis dengan tujuan untuk menyatakan kegunaan dari produk yang ditawarkan secara faktual. Pemakaian denotasi dalam iklan bisnis dibuktikan pada contoh data berikut ini.
(1) Panas enak, dingin enak. (DD/MI/11)
(2) Apapun makanannya, minumnya teh botoh sosro. (DD/MI/23)
Kata denotasi juga terdapat pada iklan (1), yakni pada kata panas dan dingin. Kedua kata tersebut merupakan kata denotasi yang dapat dipahami oleh masyarakat bahwa minuman tersebut dapat dikonsumsi dengan menggunakan air panas/hangat dan dingin sehingga iklan tersebut dapat menunjukkan
keunggulannya dilihat dari cara pembuatannya. Pada iklan (2) ditunjukkan pada kata apapun makanannya, minumnya. Kata tersebut dikatakan sebagai denotasi karena iklan tersebut menawarkan produknya untuk dikonsumsi oleh mereka setelah beraktivitas.
Diksi Konotasi
Pemakaian kata konotasi merupakan makna kata yang mengandung nilai-nilai emosional. Berikut contoh data kata konotasi dalam iklan bisnis.
(3) Nyaman di lambung gak bikin deg-degan. (DK/MI/19) (4) Rasa teh terbaik ada di pucuknya. (DK/MI/26)
Pemakaian kata konotasi terdapat pada iklan (3), yakni pada kata
deg-degan yang dihubungkan dengan kata lambung. Pada iklan (4), kata
konotasi terdapat pada pada kata ‘pucuk’. Kata tersebut merupakan kata konotasi karena makna yang dimaksud adalah daun teh yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan minuman Teh Pucuk Harum.
Diksi Bersinonim
Penggunaan kata bersinonim dalam iklan bisnis dilakukan untuk menarik minat konsumen melalui kata-kata yang berbeda dengan kata-kata yang sudah lazim digunakan oleh masyarakat. Penggunaan kata bersinonim dalam iklan bisnis dapat dilihat pada contoh data berikut.
(5) Manis alami bersih murni. (DS/MA/03)
Pada iklan (5) kata alami, bersih, dan murni memiliki pengertian yang sama dengan kata asli. Pada dasarnya ketiga kata tersebut dapat diganti dengan kata asli, tetapi untuk menarik perhatian konsumen, iklan tersebut menggunakan ketiga kata tersebut.
Diksi Indria
Penggunaan kata indria dalam iklan merupakan cara produsen untuk menyampaikan maksud dari produk yang ditawarkan kepada konsumen. Penggunaan kata indria dapat dilihat pada data berikut.
(6) Kehangatan di tengah perbedaan. (DI/MA/04) (7) Gede sih tapi rela bagi-bagi. (DI/MA/12)
Pada iklan (6) kata indria ditunjukkan pada kata kehangatan. Kata tersebut memiliki bentuk dasar hangat yang termasuk pada kata indria perasa. Pada iklan (7) memakai kata indria yang ditunjukkan pada kata gede. Gede merupakan bahasa santai yang memiliki persamaan dengan kata besar dan menggunakan salah satu pancaindera yakni indera penglihatan.
Diksi Ilmiah
Penggunaan kata ilmiah bertujuan untuk menyampaikan makna yang terkandung pada iklan bisnis dengan kata-kata pilihan yang ditujukan pada sekelompok orang dan terbatas untuk semua lapisan masyarakat. Pemakaian kata ilmiah pada iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(8) Multivitamin untuk bantu turunkan kolesterol. (DIL/OB/10) (9) Kurang minum menurunkan konsentrasi dan fokus. (DIL/MI/04)
Pada iklan (8) terdapat kata multivitamin dan kolesterol yang merupakan kata ilmiah karena kedua kata ini biasanya digunakan oleh para dokter dalam beraktivitas di bidang tersebut. Pada iklan (24) kata konsentrasi dan fokus merupakan kata ilmiah karena kata tersebut biasanya digunakan oleh para pelajar dalam berkomunikasi secara formal.
Diksi Populer
Penggunaan kata populer bertujuan untuk menyampaikan makna yang terdapat pada suatu iklan produk melalui kata-kata yang sudah lazim didengar dan digunakan oleh masyarakat. Pemakaian kata populer pada iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(10) Otot Siap, Hasil Mantap.(DP/OB/01) (11) Datang bulan? Iyaa yaa! (DP/OB/07)
Pada iklan (10) terdapat kata hasil yang merupakan kata populer karena kata tersebut digunakan untuk menunjukkan akhir dari sebuah proses atau tahapan dalam suatu aktvitas tertentu. Pada iklan (11) terdapat kata datang bulan yang merupakan salah satu kata populer. Kata tersebut merupakan kata populer karena masyarakat mengetahui makna datang bulan sebagai masa bulanan yang dialami oleh setiap wanita.
Diksi Slang
Penggunaan kata slang bertujuan untuk menyampaikan maksud secara santai dan tidak adanya kebakuan dalam berbahasa sehingga masyarakat dapat memahaminya secara langsung. Pemakaian kata slang pada iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(12) Gede sih tapi rela bagi-bagi. (DS/MA/12) (13) Dibedjoein aja. (DS/OB/02)
Pada iklan (12) terdapat kata gede sih yang merupakan kata slang. Kata slang merupakan kata-kata tidak baku yang dibentuk secara khas. Pada iklan (32) terdapat kata dibedjoein yang merupakan kata slang karena sering sekali digunakan oleh sebagian orang dalam situasi nonformal. Kata ini memiliki bentuk dasar bejo, hanya saja ditambah dengan penulisan huruf d dan e pada kata tersebut. Kata ini diterjemahkan dalam bahasa Jawa yang bermakna beruntung.
Gaya Bahasa Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Penjelasan mengenai gaya bahasa repetisi tersebut dapat dilihat pada data berikut.
(14) Plus langsingnya, plus kencangnya. (RE/OB/19)
(15) Ekstra bebas lemak, ekstra bebas bau amis. (RE/SA/11)
Pada iklan (14) terdapat pengulangan kata plus pada iklan produk tersebut yang memiliki makna ‘tambah’ atau ‘bertambah’. Pada iklan (15) terdapat pengulangan kata ekstra dan bebas pada iklan produk sabun tersebut. Kata ekstra memiliki makna ‘tambahan terhadap sesuatu’ dan kata bebas yang memiliki makna ‘terlepas dari sesuatu’.
Gaya Bahasa Aliterasi
Aliterasi merupakan gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi konsonan yang sama sehingga menarik untuk dibaca oleh konsumen. Penggunaan gaya bahasa aliterasi dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(15) Kehangatan di tengah perbedaan. (GRAL/MA/04) (16) Sendi sehat, bebasbergerak. (GRAL/OB/017)
Pada iklan (15) terdapat pengulangan bunyi konsonan, yaitu huruf n pada kata kehangatan, tengah, dan perbedaan. Pada iklan (40) terdapat pengulangan bunyi konsonan huruf s pada kata sendi, sehat dan bebas.
Gaya Bahasa Asonansi
Asonansi merupakan gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama sehingga menarik untuk dibaca oleh konsumen. Penggunaan gaya bahasa asonansi dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(16) Ahlinya biskuit bayi. (GRAS/MA/07)
(17) Dermatix yang kupercaya, pudarkan bekas luka. (GRAS/OB/05)
Pada iklan (16) terdapat pengulangan bunyi vokal i pada kata ahlinya, biskuit, dan bayi. Pada iklan (17) terdapat pengulangan bunyi vokal a pada setiap kata iklan tersebut, yakni Dermatix yang kupercaya, pudarkan bekas luka.
Gaya Bahasa Asindenton
Asindenton gaya bahasa yang berupa acuan dari beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Penggunaan gaya bahasa asindenton dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(18) Masa kecil penuh rasa. (GRASI/MA/10)
Pada iklan (18) dapat diberi kata sambung yang untuk menghubungkan kata penuh dan rasa. Namun, kalimat pada iklan tersebut tidak memperlihatkan adanya kata sambung yang. Hal tersebut dilakukan karena pembuat iklan meyakini bahwa masyarakat akan langsung memahami maksud yang terkandung dalam iklan tersebut.
Gaya Bahasa Polisindenton
Polisindenton merupakan gaya bahasa yang menghubungkan beberapa kata, frasa, atau klausa dengan kata-kata sambung. Penggunaan gaya bahasa polisindenton dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(19) Gede sih tapi rela bagi-bagi. (GRPOL/MA/12) (20) Atasi capek dan pegal. (GRPOL/OB/11)
Pada iklan (19) terdapat kata tapi yang merupakan kata sambung pertentangan antara kalimat gede sih dan rela bagi-bagi. Pada iklan (20) terdapat kata dan yang merupakan kata sambung penambahan terhadap suatu hal.
Gaya Bahasa Pleonasme
Pleonasme merupakan gaya bahasa yang menggunakan pemborosan kata dalam suatu gagasan tetapi masih mengandung makna yang sama. Penggunaan gaya bahasa pleonasme dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
Pada iklan (21) terdapat pemborosan kata yang ditunjukkan oleh kata
alami, bersih dan murni. Ketiga kata tersebut memiliki makna yang sama yaitu
asli dan tidak tercampur dengan unsur-unsur lain.
Gaya Bahasa Erotesis
Erotesis merupakan gaya bahasa yang berbentuk pernyataan retoris yang bertujuan untuk mempengaruhi, menekan, atau meyakinkan. Penggunaan gaya bahasa erotesis dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(22) Berapa lapis? Ratusan. (GRER/MA/15) (23) Datang bulan? Iyaa yaa! (GRER/OB/07)
Pada iklan (22) terdapat pertanyaan ‘berapa lapis?’ yang merupakan gaya bahasa erotesis. Pada iklan (23) terdapat pertanyaan ‘datang bulan?’ yang merupakan gaya bahasa erotesis.
Gaya Bahasa Silepsis
Silepsis merupakan gaya bahasa yang menggabungkan sebuah kata dengan kata lain dan menggunakan kata yang berlawanan tetapi memiliki hubungan dengan kalimat sebelumnya, hanya salah satu kata saja. Penggunaan gaya bahasa erotesis dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(24) Atasi capek dan pegal. (GRSIL/OB/11)
(25) Kurang minum menurunkan konsentrasi dan fokus. (GRSIL/MI/04)
Pada iklan (24) terdapat kalimat atasi capek dan pegal yang merupakan gaya bahasa silepsis. Pada iklan (25) terdapat terdapat kalimat menurunkan
konsentrasi dan fokus yang menunjukkan bahwa kurangnya aktivitas minum tidak
hanya akan menurunkan konsentrasi, tetapi juga menurunkan fokus seseorang terhadap sesuatu.
Gaya Bahasa Personifikasi
Personifikasi merupakan gaya bahasa yang menggambarkan benda mati seolah-olah dapat hidup atau mempunyai sifat kemanusiaan. Penggunaan gaya bahasa personifikasi dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(26) Alaminya memang berikan semua keceriaan. (GKPER/MI/24) (27) GIV baru harum memanjakanmu. (GKPER/SA/08)
Pada iklan (26) memiliki makna seolah-olah produk Teh Gelas Rasa Buah yang dapat menciptakan sebuah keceriaan seseorang. Pada iklan (27) memiliki makna seolah-olah sabun GIV dapat memanjakan seseorang.
Gaya Bahasa Alusi
Alusi merupakan gaya bahasa yang mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Penggunaan gaya bahasa alusi dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(28) Halalnya wardah, cantiknya setiap wanita. (GKALU/KE/12)
Pada iklan (28) mensugestikan kecantikan setiap wanita dengan produk Wardah yang ditawarkan agar menarik minat konsumen untuk mengkonsumsinya.
Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya kalimat halalnya Wardah, cantiknya
setiap wanita.
Gaya Bahasa Epitet
Epitet merupakan gaya bahasa yang menyatakan sifat atau ciri khusus dari seseorang. Penggunaan gaya bahasa epitet dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(29) Masa kecil penuh rasa. (GKEPI/MA/10)
Pada iklan (29) menggunakan kata kecil untuk menunjukkan makna bayi karena iklan tersebut ditujukan untuk para ibu yang sudah memiliki bayi. Kata lain yang dapat digunakan untuk menyebut makna bayi, yaitu buah hati.
Gaya Bahasa Sinekdoke
Sinekdoke merupakan gaya bahasa yang menggunakan nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya. Ada dua istilah dalam gaya bahasa ini, yakni
pars pro toto (menggunakan sebagian untuk seluruhnya) dan totum pro parte
(menggunakan keseluruhan untuk menunjukkan sebagian). Penggunaan gaya bahasa sinekdoke dalam iklan bisnis dapat dilihat pada data berikut.
(30) Teh sariwangi, pilihan Indonesia. (GKSIN/MI/27) (31) Kopinya orang Indonesia. (GKSIN/MI/28)
Pada iklan (30) menunjukkan bahwa produk Teh Sariwangi merupakan pilihan warga negara Indonesia. Pada iklan (65) menunjukkan bahwa produk Top Kopi merupakan minuman yang dikonsumsi oleh orang Indonesia.
PEMBAHASAN Diksi Denotasi
Pemakaian kata denotasi secara tepat akan memberikan peluang bagi pembuat iklan untuk menarik konsumen agar bersedia memberikan perhatian kepada iklan tersebut dengan cara mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Widyatama (2007:17) yang menyatakan bahwa pada prinsip keenam yaitu penyampaian pesan tersebut mengharapkan dampak tertentu. Sebuah pesan iklan dapat dikatakan efektif apabila pesan tersebut mampu menggambarkan apa yang dikehendaki oleh komunikator secara tepat dan apa yang dituangkan dalam pesan iklan tersebut mampu dipersepsi secara sama oleh khalayak sesuai yang dikehendaki oleh komunikator.
Diksi Konotasi
Penggunaan kata konotasi juga terdapat pada iklan bisnis. Adanya penggunaan kata konotasi pada iklan bisnis karena terdapat nilai emosional pada produk yang disajikan sehingga masyarakat tertarik untuk mengkonsumsinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Putrayasa (2014:10) bahwa makna konotasi dapat bersifat positif. Pemakaian kata konotasi pada iklan bisnis tentunya bersifat positif agar memberikan ketertarikan tersendiri bagi masyarakat saat membacanya.
Diksi Sinonim
Adanya penggunaan kata bersinonim pada iklan bisnis karena ketertarikan konsumen terhadap suatu produk yang ditawarkan dipengaruhi oleh variasi kata
yang terdapat pada sebuah iklan tertentu, yakni salah satunya adalah penggunaan kata yang berbeda dengan kata yang sudah lazim digunakan oleh masyarakat atau bisa disebut dengan kata yang bersinonim. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pujiyanto (2013:32) yang menyatakan bahwa dalam pengkonsumsian suatu produk dapat dipengaruhi oleh informasi produk yang dikomunikasikan, tampilan media periklanan yang menarik, dan model yang ada di media periklanan tersebut.
Diksi Indria
Adanya penggunaan kata indria pada iklan bisnis karena untuk menunjukkan kreativitasan suatu produk iklan agar pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat dapat dipahami secara tepat. Penggunaan kata indria dalam iklan bisnis merupakan cara produsen untuk menyampaikan maksud dari produk yang ditawarkan kepada konsumen melalui pancaindera yang dimiliki oleh manusia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Maloney (dalam Suhandang, 2010:66-67) bahwa terdapat empat sifat keuntungan yang bisa diraih dari suatu barang atau jasa, yakni rasional, indrawi (sensory), sosial, dan kepuasan diri.
Diksi Ilmiah
Adanya penggunaan kata ilmiah pada iklan bisnis karena untuk menyampaikan makna yang terkandung pada iklan bisnis dengan kata-kata pilihan yang ditujukan pada sekelompok orang dan terbatas untuk semua lapisan masyarakat. Berkaitan dengan kata ilmiah, Putrayasa (2014:15) berpendapat bahwa kata ilmiah digunakan oleh para ilmuwan atau kelompok profesi tertentu dan bersifat terbatas. Dengan adanya pemakaian kata ilmiah tersebut, pembuat iklan juga dapat meyakinkan konsumen bahwa produk yang ditawarkan sudah dikenal oleh masyarakat luas dalam bidang profesi apapun sehingga konsumen berminat untuk mengkonsumsinya.
Diksi Populer
Adanya penggunaan kata populer pada iklan bisnis karena untuk menyampaikan makna yang terdapat pada suatu iklan produk melalui kata-kata yang sudah lazim didengar dan digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi sehingga masyarakat dapat memahami iklan tersebut dan dapat mengkonsumsi produk yang ditawarkan tersebut. Berkaitan dengan pemakaian kata populer sesuai dengan pendapat Putrayasa (2014:15) bahwa kata-kata populer digunakan pada berbagai kesempatan dalam komunikasi sehari-hari di kalangan semua lapisan masyarakat.
Diksi Slang
Adanya penggunaan kata slang pada iklan bisnis karena untuk menyampaikan maksud secara santai dan tidak adanya kebakuan dalam berbahasa sehingga masyarakat dapat memahaminya secara langsung. Berkaitan dengan pemakaian kata slang sesuai dengan pendapat Keraf (2010:108) bahwa kata slang adalah kata nonstandar yang informal, yang disusun secara khas atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer atau kata-kata-kata-kata kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan.
Gaya Bahasa Repetisi
Tujuan dari gaya bahasa repetisi dalam iklan, yakni untuk meyakinkan khalayak bahwa produk yang ditawarkan memiliki keunggulan tersendiri daripada produk-produk lainnya, sehingga pembuat iklan mengulang kembali beberapa kata dalam satu kalimat pada iklan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Keraf (2010:127) yang menyatakan bahwa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Gaya Bahasa Aliterasi
Gaya bahasa aliterasi tidak hanya digunakan pada karya sastra saja, tetapi juga digunakan dalam proses pembuatan iklan bisnis. Adanya penggunaan gaya bahasa aliterasi tersebut bertujuan untuk memperindah kata per kata dalam iklan bisnis sehingga konsumen dapat tertarik untuk memiliki produk tersebut. Pendapat mengenai aliterasi diungkapkan oleh Keraf (2010:130) yang menyatakan bahwa aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Gaya Bahasa Asonansi
Adanya penggunaan gaya bahasa asonansi pada iklan tersebut karena untuk meyakinkan masyarakat bahwa setiap wanita memiliki hak untuk tampil cantik dan produk Wardah merupakan cara alternatif untuk para wanita yang ingin memiliki kecantikan yang utuh sehingga kepercayaan diri mereka akan muncul dengan sendirinya. Berkaitan dengan gaya bahasa asonansi, Keraf (2010:130) berpendapat bahwa asonansi merupakan gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama sehingga menarik untuk dibaca oleh konsumen.
Gaya Bahasa Asindenton
Adanya penggunaan gaya bahasa asindenton dalam iklan bisnis karena ingin dapat diartikan oleh masyarakat secara langsung sehingga masyarakat dapat langsung memahami pesan yang terkandung meskipun tanpa adanya penambahan kata sambung dalam produk yang ditawarkan tersebut. Berkaitan dengan gaya bahasa asindenton, Keraf (2010:131) berpendapat bahwa asindenton merupakan suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
Gaya Bahasa Polisindenton
Adanya gaya bahasa asindenton dalam iklan bisnis karena pembuat iklan tidak ingin memberikan pemahaman yang multitafsir dan membuat masyarakat merasa kebingungan untuk mengartikan maksud dari iklan. Berkaitan dengan gaya bahasa polisindenton, Keraf (2010:131) berpendapat bahwa polisindenton merupakan beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.
Gaya Bahasa Pleonasme
Adanya penggunaan gaya bahasa pleonasme dalam iklan bisnis karena pembuat iklan ingin membujuk masyarakat melalui penekanan pada kualitas dari produk yang ditawarkan tersebut sehingga masyarakat yakin dan berminat untuk
mengkonsumsi produk tersebut. Berkaitan dengan gaya bahasa pleonasme dan tautologi, Keraf (2010:133) berpendapat bahwa pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
Gaya Bahasa Erotesis
Adanya penggunaan gaya bahasa erotesis dalam iklan bisnis karena untuk meyakinkan masyarakat bahwa produk yang ditawarkan memiliki kelebihan dan berkualitas sehingga kenyamanan dan kepuasan masyarakat terjamin. Berkaitan dengan gaya bahasa erotesis, Keraf (2010:134) menyatakan bahwa erotesis semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.
Gaya Bahasa Silepsis
Adanya penggunaan gaya bahasa silepsis dalam iklan bisnis karena pembuat iklan ingin membujuk masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan sehingga melalui pesan yang terkandung dalam iklan tersebut masyarakat tergerak untuk mengikuti pesan iklan tersebut. Berkaitan dengan gaya bahasa silepsis, Keraf (2010:135) berpendapat bahwa silepsis adalah gaya yang menggunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama.
Gaya Bahasa Personifikasi
Adanya penggunaan gaya bahasa personifikasi dalam iklan bisnis karena pembuat iklan ingin membujuk masyarakat mengkonsumsi produk yang ditawarkan melaui kata-kata yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan sehingga mereka dapat mendalami pesan yang terkandung dari iklan produk tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, Keraf (2010:140) menyatakan bahwa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Gaya Bahasa Alusi
Adanya penggunaan gaya bahasa alusi dalam iklan bisnis karena pembuat iklan ingin meyakinkan masyarakat bahwa produk yang ditawarkan memiliki keunggulan tersendiri dan dapat memberikan manfaat bagi penggunanya. Berkaitan dengan hal tersebut, Keraf (2010:141) menyatakan bahwa alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa.
Gaya Bahasa Epitet
Adanya penggunaan gaya bahasa epitet dalam iklan bisnis karena pembuat iklan ingin menunjukkan makna yang terkandung dari sebuah produk dengan menggunakan retorika yang dapat menimbulkan daya tarik kepada masyarakat sehingga mereka tertarik untuk mengkonsumsinya. Berkaitan dengan hal tersebut, Keraf (2010:141) menyatakan bahwa epitet adalah semacam acuan yang
menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal yang berbentuk frasa deskriptif.
Gaya Bahasa Sinekdoke
Adanya penggunaan gaya bahasa sindekdoke dalam iklan bisnis karena ingin meyakinkan masyarakat bahwa produk yang ditawarkan merupakan produk yang sudah diakui oleh banyak orang. Padahal belum tentu semua orang mengetahui dan mengkonsumsi produk tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, Keraf (2010:142) menyatakan bahwa sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Penggunaan diksi dan gaya bahasa terdapat dalam iklan bisnis. Penggunaan diksi dalam iklan berdasarkan ketepatan pilihan kata yang ditemukan, yaitu pemakaian kata denotasi, pemakaian kata konotasi, pemakaian kata bersinonim, dan pemakaian kata indria. Kemudian, penggunaan diksi berdasarkan kesesuaian pilihan kata yang ditemukan, yaitu pemakaian kata ilmiah, pemakaian kata populer, dan pemakaian kata slang. Penggunaan diksi yang lebih dominan dalam iklan bisnis adalah pemakaian kata konotasi, indria, ilmiah, dan populer. Penggunaan gaya bahasa dalam iklan bisnis berdasarkan struktur kalimat yang ditemukan, yaitu gaya bahasa repetisi. Selanjutnya, gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna terbagi atas dua aspek, yakni gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Penggunaan gaya bahasa retoris dalam iklan bisnis yang ditemukan, yaitu aliterasi, asonansi, asindenton, polisindenton, pleonasme atau tautologi, erotesis, dan silepsis, serta penggunaan gaya bahasa kiasan dalam iklan bisnis yang ditemukan, yaitu personifikasi, alusi, epitet, dan sinekdoke. Penggunaan gaya bahasa yang dominan dalam iklan bisnis adalah gaya bahasa aliterasi, asonansi, personifikasi, dan sinekdoke.
Saran
Penelitian mengenai diksi dan gaya bahasa ini diharapkan mampu dijadikan sebagai acuan bagi pembuat iklan yang juga sekaligus sebagai komunikator untuk lebih kreatif dalam mengolah kata-kata dalam iklan bisnis berdasarkan diksi dan gaya bahasanya. Penelitian ini juga berguna bagi masyarakat konsumen yang merupakan target dari iklan bisnis untuk lebih objektif dalam memilih produk yang ditawarkan dan memahami makna yang terkandung dalam iklan bisnis dan bagi perancang bahan ajar diharapkan dapat memanfaatkan hasil temuan diksi dan gaya bahasa dalam iklan bisnis ini untuk digunakan pada kegiatan belajar di sebuah lembaga pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kundhara, Adiel. 2013. Penggunaan Diksi dan Gaya Bahasa dalam Yel-yel
Suporter Sepakbola Persija Jakarta (The Jakmania). Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Moedzakir, M. Djauzi. 2010. Desain dan Model Penelitian Kualitatif (Biografi,
Fenomenologi, Teori Grounded, Etnografi, dan Studi Kasus). Malang:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Pujiyanto. 2013. Dialektika Estetik Desain Periklanan. Malang: Surya Pena Gemilang.
Putrayasa, Ida Bagus. 2014. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika) Edisi
Revisi. Bandung: Refika Aditama.
Risdiawati, Dian. 2014. Gaya Bahasa dalam Cerpen Karya Siswa Kelas XII SMA
Brawijaya Smart School (BSS) Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhandang, Kustadi. 2010. Periklanan Manajemen, Kiat, dan Strategi. Bandung: Nuansa.
Widyatama, Rendra. 2007. Pengantar Periklanan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.