• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1.

PENDAHULUAN

Bab ini akan diawali oleh latar belakang yang membahas secara sistematis mengenai masalah dan trend yang terjadi dalam telekomunikasi pedesaan. Latar belakang dan perumusan masalah kemudian akan dijadikan dasar dari penentuan tujuan penelitian. Bagian selanjutnya akan menguraikan mengenai batasan dan asumsi penelitian, kontribusi aplikasi dan keilmuan, penelitian-penelitian terdahulu yang mendekati tema penelitian ini serta sistematika penulisan.

1.1.

Latar Belakang Masalah

Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini sangat vital, terutama ketika trend perekonomian dunia berubah dari era industri ke era informasi, dari semula perekonomian yang berbasis sumberdaya menjadi perekonomian yang berbasis pengetahuan (Stiglitz, 2006). Saat ini mereka yang menguasai akses terhadap informasi adalah mereka yang dapat menguasai perekonomian (Yunus, 2007). Dalam banyak literatur, terbukti bahwa teknologi telekomunikasi berpengaruh pada kemajuan dan kesejahteraan suatu negara atau komunitas (Hardy P., 1980; Hudson, Heather E. & Parker, B., 1990; Bayes, 2001; Yunus, 2007). Sayangnya, tidak setiap orang dapat menikmati kemajuan teknologi telekomunikasi, mereka yang hidup di daerah pedesaan atau daerah terpencil seringkali tidak memiliki akses terhadap teknologi telekomunikasi. Hal ini mengakibatkan meruncingnya ketimpangan kehidupan pedesaan dan perkotaan, karena ketidaktersediaan akses pada informasi juga menyebabkan masyarakat terbelakang dalam hal kesehatan dan pendidikan. Maka tidak heran jika akses informasi bagi masyarakat pedesaan menjadi salah satu butir action yang dihasilkan World Summit on Information Society (WSIS) akhir tahun 2003, yang pada salah satu butir action-nya menyatakan rencana untuk menghubungkan desa dan menyediakan fasilitas telematika, termasuk telekomunikasi dan internet selambat-lambatnya tahun 2015 (Mastel, 2005).

(2)

Telepon pedesaan memiliki sebutan berbeda di beberapa negara. Di Amerika Serikat, telepon pedesaan dikenal dengan nama Rural Phone (Goldschmidt 1984, Hudson 1990, Venkatachalam 2002, Korsching 2001), sementara di Bangladesh dan Uganda, istilah telepon pedesaan dikenal dengan sebutan Village Phone (Bayes 2001, GFUSA 2005). Di Indonesia, sejak tahun 2003 pemerintah meluncurkan program USO (Universal Service Obligation) pedesaan atau KPU (Kewajiban Pelayanan Universal) Telekomunikasi. Melanjutkan program USO yang pernah dilaksanakan pada tahun 2003-2004, pemerintah kembali mencanangkan untuk melanjutkan pemasangan telepon di desa-desa di Indonesia dengan memperbaharui model yang akan diterapkan. Kali ini pemerintah mencanangkan untuk memasang 38.471 sambungan di 38.471 desa di Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan 2009 dengan rincian sebanyak 18.000 sambungan pada tahun 2007, 20.471 sambungan pada tahun 2008 dan 38 desa pada tahun 2009 (Depkominfo, 2007).

Pasar telepon pedesaan di Indonesia sendiri masih besar, tercatat sampai dengan tahun 2006, baru 17% populasi penduduk Indonesia (dari total sekitar 220 juta) yang menggunakan jasa telekomunikasi. Mayoritas wilayah yang belum menikmati layanan telekomunikasi terletak di pedesaan. Dari total 67.797 desa di Indonesia, baru 24.000 desa yang tersentuh jasa layanan telekomunikasi dan sisa pedesaan yang jumlahnya lebih dari 40.000 desa diprogramkan pemerintah untuk mendapatkan layanan jasa telekomunikasi sebelum 2015 (Donny, BU., Mudiarjo, R., 2006; Satria, E., 2004).

Besarnya potensi pasar telekomunikasi di pedesaan menarik banyak operator telekomunikasi untuk secara intensif menggarap pasar ini. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah operator telekomunikasi yang mengikuti lelang USO telepon pedesaan pada bulan November 2007 yang dilakukan Depkominfo yang diikuti sebanyak 24 perusahaan penyelenggara layanan telekomunikasi (Depkominfo, 2007).

(3)

Tabel 1.1 Rekapitulasi Target Pemasangan

Sambungan Telepon Pedesaan di Indonesia tahun 2007 & 2008

Blok Wilayah Provinsi Jml Desa USO Usulan Pemda 2007 2008 Cadangan NAD 5.264 217 700 4.564 406 SUMUT 3.561 1.539 405 3.156 235 BW 1 SUMBAR 1.695 362 402 1.293 233 JAMBI 838 31 400 438 232 RIAU 872 113 500 372 290 KEP. RIAU 90 9 90 - - BW 2 BANGKA BELITUNG 167 16 167 - - BENGKULU 1.015 604 400 615 232 SUMSEL 1.891 334 400 1.491 232 BW 3 LAMPUNG 805 252 400 405 232 KALBAR 1.026 340 600 426 348 BW 4 KALTENG 1.131 243 600 531 348 KALTIM 879 91 600 279 279 BW 5 KALSEL 1.33 268 627 703 427 SULUT 563 197 563 - - GORONTALO 196 109 196 - - BW 6 SULTENG 745 487 745 - - SULBAR 237 156 237 - - SULSEL 1.134 358 1.134 - - BW 7 SULTRA 1.053 534 1.053 - - PAPUA 2.247 745 2.247 - - BW 8 IRJABAR 768 28 768 - - MALUKU 720 418 720 - - BW 9 MALUKU UTARA 589 - 589 - - BALI 201 24 201 - - NTB 247 92 247 - - BW 10 NTT 2.091 268 2.091 - - BANTEN 666 151 167 499 95 JABAR 1.196 234 240 956 137 JATENG 2.921 416 240 2.681 137 DIY 30 - 30 - - BW 11 JATIM 2.303 116 241 2.062 137 GRAND TOTAL 38.471 8.752 18.000 20.471 4000 Sumber: Depkominfo 2007

(4)

Selain minat terhadap program USO telepon pedesaan, hal lain yang dapat menjadi indikator bahwa pasar pedesaan menarik para pelaku industri adalah meluasnya layanan telekomunikasi dari operator-operator telekomunikasi yang ada yang semula hanya melayani daerah perkotaan, saat ini telah merambah daerah-daerah pedesaan, mulai dari Telkom, Indosat, dan XL. Bahkan, PT. Sampoerna Telekomunikasi dengan merek dagang Ceria mengkhususkan pada layanan untuk masyarakat di pedesaan terlebih dahulu sebelum menggarap pasar perkotaan.

Tentu banyak hal harus dipertimbangkan agar layanan telepon pedesaan dapat dilakukan dengan berkelanjutan dan memberikan kepuasan serta membawa manfaat yang sebesar-besarnya pada masyarakat pedesaan. Salah satu masalah tidak berhasilnya program telepon pedesaan yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2003 adalah kesiapan perilaku masyarakat pedesaan untuk menerima dan memanfaatkan teknologi telekomunikasi (Depkominfo, 2007). Beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan telepon pedesaan Indonesia menitikberatkan pada model bisnis (Godong, 2006; Siswanto, 2006) yang mengacu pada model Village Phone yang sukses di Bangladesh dan Uganda (Grameen Foundation USA, 2005), sementara model lainnya lebih menitikberatkan pada teknologi dan kebijakan industri telekomunikasi nasional (Langi Armein Z.,R., 2005; Bandung, Yoanes., Langi Armein Z.,R.; Sumadi B., Supangkat, S P., Machbub, C., 2006; Nugroho A.,Simandjuntak H., Langi Armein Z.,R., Suhardi, Supangkat, S P., 2006). Sementara dalam sistem telekomunikasi, salah satu bagian penting adalah user atau pengguna telepon. Dalam konteks telepon di pedesaan, maka para pemakainya adalah masyarakat pedesaan yang memiliki perilaku yang berbeda dengan konsumen telepon di perkotaan. Venkatachalam dan McDowell (2002) menyatakan bahwa kebutuhan teknologi dan layanan telekomunikasi yang saat ini telah umum ditawarkan untuk masyarakat perkotaan tidak sama dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, mengetahui perilaku masyarakat pedesaan terhadap teknologi telekomunikasi menjadi tema penelitian yang menarik untuk diteliti.

(5)

Mengetahui bagaimana perilaku masyarakat di pedesaan terhadap teknologi telekomunikasi telepon akan membantu para pengambil kebijakan, baik itu pemerintah maupun para manajer perusahaan untuk dapat mengambil keputusan yang tepat tentang seperti apakah regulasi dan strategi pemasaran jasa telekomunikasi untuk masyarakat di pedesaan. Kotler (2000) menyatakan bahwa mempelajari konsumen akan memberikan petunjuk bagi pengembangan produk baru, keistimewaan produk, harga, saluran pemasaran, pesan iklan, dan bauran pemasaran lainnya. Namun tentu perilaku konsumen merupakan kotak hitam yang masih dipenuhi oleh banyak tanda tanya karena perilaku manusia akan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik itu faktor internal maupun eksternal. Sejak mulai populernya penelitian mengenai perilaku konsumen pada tahun 1960-an, banyak model yang telah diusulkan dan beberapa diadaptasi oleh para peneliti lainnya untuk dapat menjelaskan perilaku konsumen dibanyak jenis industri maupun perilaku sosial.

Para peneliti telah dan terus mencoba menyempurnakan model-model perilaku agar dapat menjelaskan perlaku manusia dalam berbagai bidang. Pada awal perkembangan teori perilaku, sikap dipercayai sebagai variabel yang paling berpengaruh terhadap niat dan perilaku seseorang. Kanuk dan Schiffman (2004) mengelompokkan tiga model perilaku yang berhubungan erat dengan sikap yaitu tricomponent attitude model, multiatribute attitude model, trying to consume model dan attitude towards the ad model. Masing-masing model berusaha untuk mengidentifikasi atribut yang paling tepat untuk memahami sikap dan perilaku. Salah satu teori yang dikelompokkan dalam multiattribute model adalah Theory Of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan Fishbein dan Ajzen (1980) sejak tahun 1971. Teori ini menampilkan integrasi dari komponen-komponen sikap yang dimaksudkan untuk dapat menjelaskan dan meramalkan perilaku dengan lebih baik. Dalam model TRA, dinyatakan bahwa selain dipengaruhi oleh sikap (attitude), niat seseorang juga dipengaruhi oleh kontrol sosial (subjective norm).

(6)

Model TRA mendapat banyak dukungan dan dibuktikan dalam banyak penelitian oleh para peneliti (Sheppard, Hartwick & Warshaw, 1988 dalam Gillholm, Erdeus & Garling, 1996). Banyak peneliti kemudian mencoba menyempurnakan model TRA baik itu dengan menambahkan variabel maupun dengan mengubah struktur internalnya (Bagozzi, 1992 dalam Gillholm, et.al., 1996 ).

Pada tahun 1991, Ajzen kemudian menambahkan variabel perceived behavioral control ke dalam model TRA untuk mengakomodir kepercayaan diri seseorang dalam berperilaku dengan keterbatasan yang dimilikinya. Model ini kemudian dikenal dengan model The Theory of Planned Behavior (TPB). Di dalam model ini, terdapat tiga hal yang akan mempengaruhi niat/ intensis konsumen yaitu (1) keyakinan tentang kemungkinan akibat dari suatu perilaku dan evaluasi dari akibat perilaku tersebut (behavioral beliefs), (2) keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk mencapai harapan tersebut (normative beliefs) dan (3) keyakinan tentang keberadaan faktor-faktor yang dapat mendukung atau menghambat terjadinya perilaku dan sebesar apa pengaruh faktor-faktor tersebut (control beliefs). Behavioral beliefs menghasilkan attitude towards the behavior (sikap positif atau negatif terhadap perilaku), normative beliefs menghasilkan subjective norms (norma subjektif) dan control beliefs menghasilkan perceived behavioral control (kontrol prilaku). Kombinasi sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku akan mempengaruhi behavioral intensi. Ketentuan umum dari teori ini adalah semakin positif sikap dan norma subjektif, dan semakin besar kontrol perilaku, maka akan semakin kuat juga intensi seseorang untuk berperilaku (Ajzen, 2006). Faktor utama dalam teori ini adalah intensi atau niat seseorang untuk melakukan sesuatu. Intensi diasumsikan mencakup faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku, faktor ini adalah indikator dari seberapa kuat seseorang akan berusaha untuk melakukan sesuatu. Namun perilaku juga tergantung pada aktor non motivasi seperti peluang dan sumber daya (uang, waktu dan keahlian) yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu.

(7)

Model TPB telah digunakan luas untuk menjelaskan perilaku kondumen, beberapa diantaranya adalah penelitian mengenai persepsi konsumen terhadap konsumsi daging sapi di Irlandia (McCarthy, M., de Boer, M., O’Reilly, S., Cotter, L. 2003), penelitian perilaku pencarian kerja dimasyarakat minoritas di Belanda (Van Hooft, Edwin A.J., Born, Marise Ph., Taris, Toon W. And Van Del Flier, H., 2004) dan penelitian mengenai perilaku pengusaha kecil di Chile dalam pemanfaatan e-commerce (Nasco, Suzanne A., Toledo, Elizabeth G., Mykytyn Jr., Peter P., 2007). Beberapa penelitian juga membandingkan atau menggabungkan model TPB ini dengan model lainnya seperti pada penelitian tentang pemanfaatan teknologi personal digital assistant oleh para pegawai dibidang kesehatan (Yi, Mun Y., Jackson, Joyce D., Park, Jae S., Probst, Janice C., 2006), perilaku kepuasan konsumen terhadap penggunaan jasa internet (Liao, et al, 2007) serta penggunaan internet untuk pembelian dan manajemen informasi (Celuch, Kevin., Goodwin, Stephen., Taylor, Steven A., 2007)

1.2.

Perumusan Masalah

Dalam model theory of reasoned action (Fishbein & Ajzen, 1980), dua variabel predictor dari intensi adalah attitude dan subjective norm, sementara dalam perkembangan teori selanjutnya, tahun 1991 Ajzen memasukan variabel lain ke dalam model, sebagai variabel predictor dari intensi, yaitu variabel perceived control (Ajzen 1991). Tidak hanya menjadi variabel predictor dari intensi, variabel perceived behavior control juga merupakan variabel yang langsung mempengaruhi perilaku, dan juga mampu memoderasi intensi seseorang terhadap perilaku. Dalam penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan perilaku pengusaha kecil menengah di Chile dalam mengadopsi teknologi e-commerce (Nasco, et.al, 2007), ditemukan bahwa attitude dan subjective norm terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi, namun konstruk perceived behavioral control tidak terbukti berpengaruh signifikan. Penelitian tersebut dilakukan pada 212 responden sampel yang merupakan manajer dan pemilik usaha kecil menengah di Chile. Adopsi teknologi e commerce oleh para pengusaha kecil menengah di

(8)

Chille dianalogikan memiliki gejala yang serupa dengan adopsi teknologi telekomunikasi oleh masyarakat pedesaan. Keduanya melibatkan perilaku masyarakat pada strata yang sama, dalam artian masyarakat pedesaan dibandingkan dengan masyarakat perkotaan dan UKM dengan industri besar. Sistem telekomunikasi bagi masyarakat pedesaan juga dapat dipandang sama barunya dengan sistem penjualan dengan sistem e-commerce untuk para pengusaha kecil menengah.

Penelitian Nasco et.al (2007) yang menyatakan perceived behavior control (PBC) tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada pembentukan intensi merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Tidak signifikannya pengaruh PBC terhadap intensi juga ditemukan dalam penelitian mengenai adopsi teknologi informasi para manajer usaha kecil menengah di Amerika Serikat (Riemenschneider, Cyntia K., Harisson David A., Mykytyn Jr., Peter P., 2003). Berangkat dari hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti perilaku masyarakat pedesaan terhadap teknologi telepon dengan menggunakan model TRA dengan memasukkan variabel PBC yang terdapat dalam TPB. Dalam penelitian yang menggunakan model TPB, Celuch, K., Goodwin, S., dan Taylor, A. (2007) menyarankan para peneliti lanjutan untuk meneliti kemungkinan variabel-variabel dalam TPB memiliki kemampuan untuk memoderasi hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan intensi. Dari telaah pustaka tersebut, dalam penelitian ini, peneliti menempatkan PBC sebagai variabel moderator yang akan mempengaruhi hubungan antara attitude dengan intensi dan hubungan antara subjective norm dengan intensi.

Mengetahui bagaimana perilaku masyarakat pedesaan terhadap layanan telepon akan menjadi pengetahuan penting yang dapat memberikan masukan pada para pengambil kebijakan dan penelitian lain mengenai telepon dipedesaan yang masih didominasi oleh penelitian mengenai perancangan model bisnis, teknologi dan regulasi industri layanan telekomunikasi di pedesaan. Dengan latar belakang perkembangan model TRA dan TPB serta manfaat yang didapatkan dari

(9)

penjelasan perilaku dan niat masyarakat pedesaan terhadap teknologi telekomunikasi, maka masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel-variabel apa saja yang dapat mempengaruhi attitude, subjective norm dan perceived behavioral control masyarakat pedesaan untuk memiliki dan menggunakan teknologi telekomunikasi telepon?

2. Bagaimana pengaruh variabel attitude, subjective norm dan perceived behavioral control masyarakat pedesaan terhadap intensi mereka untuk memiliki dan menggunakan teknologi telekomunikasi telepon?

1.3.

Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui variabel-variabel apa saja yang dapat mempengaruhi attitude, subjective norm dan perceived behavioral control masyarakat pedesaan untuk memiliki dan menggunakan teknologi telekomunikasi telepon

2. Mengetahui bagaimana pengaruh variabel attitude, subjective norm dan perceived behavioral control masyarakat pedesaan terhadap intensi mereka untuk memiliki dan menggunakan teknologi telekomunikasi telepon

1.4.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai niat masyarakat pedesaan pada teknologi telekomunikasi telepon dengan cara mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi niat mereka dan bagaimana pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap niat masyarakat pedesaan untuk memiliki dan menggunakan teknologi telekomunikasi telepon. Dengan mengetahui apa saja

(10)

menggunakna teknologi telekomunikasi telepon, maka peneliti dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan model TPB (Ajzen, 2006) selain kontribusi lain yang diberikan oleh banyak peneliti sebelumnya. Selain pada model TPB, hasil penelitin ini juga dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi model telepon pedesaan Indonesia (Siswanto, 2006.; Langi, 2006).

Tidak hanya kontribusi teoritis, penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat nyata bagi beberapa pihak mulai dari pemerintah dan industri telekomunikasi Indonesia. Pemerintah merencanakan membangun lebih dari 40.000 telepon pedesaan demi menyambungkan seluruh wilayah Indonesia dengan sarana telekomunikasi pada tahun 2015. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan layanan dengan pendekatan yang sesuai dengan karakter dan perilaku masyarakat pedesaan.

Salah satu faktor kunci keberhasilan bagi industri adalah ketika mereka mengetahui dengan tepat siapa dan bagaimana konsumennya (Lynch, 2000). Dan secara sederhana konsep pemasaran menyatakan bahwa suatu organisasi harus merumuskan kebutuhan dan keinginan konsumen agar dapar menguntungkan. Untuk para pelaku industri telekomunikasi Indonesia, menerapkan konsep pemasaran pada masyarakat pedesaan berarti perusahaan harus memahami perilaku konsumen pedesaan dan tetap dekat dengan mereka untuk menyajikan produk serta layanan yang akan mereka gunakan (Peter & Olson, 1996). Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana perilaku masyarakat pedesaan terhadap teknologi telekomunikasi telepon. Dengan demikian diharapkan para pelaku industri telekomunikasi dapat memperhatikan variabel tertentu yang dapat mendorong agar perilaku masyarakat menjadi lebih baik.

(11)

1.5.

Pembatasan Masalah

Penelitian yang akan dilakukan dibatasi oleh asumsi dan kondisi sebagai berikut: 1. Telepon pedesaan di sini tidak dibatasi oleh teknologi teleponnya, sehingga

dapat berbentuk analog, PSTN, GSM, CDMA atau after 3G.

2. Layanan telepon pedesaan yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup layanan telepon khusus pedesaan dan layanan yang diberikan oleh perusahaan telekomunikasi, yang juga melayani atau secara khusus membidik segmen masyarakat pedesaan.

3. Objek penelitian masyarakat pedesaan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di pedesaan tapi sudah memiliki akses terhadap teknologi telekomunikasi.

4. Masyarakat pedesaan dianggap sebagai segmen konsumen tertentu yang melekat didalamnya gaya hidup dan konsep individu masyarakat pedesaan. 5. Telepon dalam penelitian mencakup handset atau alat dan layanan operator

telepon

6. Sifat data yang digunakan diasumsikan sedemikian rupa memiliki distribusi normal

7. Penelitian ini membatasi penelitian hanya untuk mengetahui hubungan hubungan antara variabel bebas, variabel moderator dan variabel terikat

1.6.

State Of The Art

Berikut adalah beberapa penelitian yang berhubungan dengan telepon pedesaan dan atribut layanan telekomunikasi.

(12)

Tabel 1.2 State of The Art

Tahun Peneliti Judul Metoda

Penelitian Hasil Akhir

1980 Hardy, Andrew P.

The Role of The Telephone in

Economic Development

Confirmatory

Telepon berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Kontribusi ini terlihat dari dukungan telepon terhadap aktifitas ekonomi dan organisasi. 2000 Richardson, Don., Ramirez, R., Haq, M. Grameen Telecom’s Village Phone Programme In Rural Bangladesh: a Multi Media Case Study Study Kasus

Telepon pedesaan berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat pedesaan dan peningkatan peran perempuan dalam masyarakat pedesaan. Study ini juga menganalisis bentuk bisnis, pemilihan teknologi dan regulasi telekomunikasi di Bangladesh. 2001 Bayes, Abdul. Infrastructure and Rural Development: Insight from a Grameen Bank Village Phone Initiative in Bangladesh Survey dan FGD Layanan telekomunikasi di pedesaan menjadi faktor kuat yang mendukung pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan, Telepon Pedesaan mendorong privatisasi industri telekomunikasi dengan segmen masyarakat pedesaan, Village Phone mengubah peruntukan teknologi telekomunikasi menjadi pro masyarakat miskin.

2003 Riemenschnei der, Cynthia K., et.al Understanding IT Adoption Decisions is Small Business: Integrating Current Theories Explanatory, survey Menggabungkan Theory of Planned Behavior dengan Technology Acceptance Model. Penggabungan kedua model menghasilkan fit yang lebih baik, namun variabel perceived behavior control tidak terbukti signifikan dalam penelitian ini

(13)

Tahun Peneliti Judul Metoda

Penelitian Hasil Akhir

2005

Yi, Mun Y.,

et al. Understanding information technology acceptance by individual professionals: toward an integrative view Explanatory, Survey

Menggunakan Theory of Planned Behavior untuk mengetahui faktor-faktor yang menjelaskan perilaku penerimaan dan penggunaan Information Technology (Personal Digital Assistant) oleh para professional. 2005 Celuch, Kevin., et al. Understanding small scale industrial user internet purchase and information management intensis: A test of two aptitude models Explanatory, survey

Penambahkan faktor past behavior pada model Theory of Planned Behavior dapat lebih menjelaskan perilaku UKM dalam membeli dan menggunakan internet serta intensis-nya pada information management. 2006 Siswanto., Joko A Business Model of Village Phone for Entrepreneurshi p Development in Rural Areas of Indonesia Eksploratory, FGD

Modifikasi model Village Phone dari Grameen Bank dengan menggunakan teknologi R-NGN. Menghasilkan model bisnis telepon pedesaan yang mungkin dilakukan di Indonesia 2006 Langi, Armien. Franchising Operasi Telekomunikasi: Strategi Baru untuk USO Indonesia Eksploratory Penyelenggaraan telekomunikasi untuk masyarakat pedesaan menggunakan Low Predictable Network (LPN) dengan menggunakan konsep franchise untuk menjaga kualitas operasi dan layanan

(14)

Tahun Peneliti Judul Metoda

Penelitian Hasil Akhir

2007 Nasco, Suzanne A., et al Predicting electronic commerce adoption in Chilean SME,s Explanatory, survey

Menggunakan Theory of Planned Behavior untuk menjelaskan intensi pengusaha UKM di Chile dalam menggunakan e commerce. Ditemukan bahwa Subjective norm dan attitude berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi

sedangkan perceived behavior

control tidak. 2008 Mira Rochyadi Studi perilaku masyarakat pedesaan terhadap penggunaan teknologi telekomunikasi telepon Explanatory, survey

Menjelaskan intensi masyarakat pedesaan terhadap teknologi telekomunikasi telepon dengan menggunakan Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behavior.

1.7.

Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,dan sistematika pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini dilakukan dasa-dasar teori dan konsep-konsep yang digunakan sebagai dasar studi kasus. Teori yang akan dipaparkan dalam penelitian mencakup hal-hal tentang perilaku konsumen, Theory of Planned Behavior beserta elemen-elemennya serta metoda yang digunakan untuk mengolah data. Dalam bab ini juga akan dipaparkan penelitian-penelitian terkait yang telah pernah dilakukan.

(15)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang metodologi dan model yang digunakan dalam penelitian. Metodologi penelitian memaparkan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab ini akan diuraikan data-data yang diperlukan, proses pengolahan data dan data-data sekunder yang didapatkan dari berbagai literatur dan publikasi ilmiah

BAB V ANALISIS

Analisis dari pengolahan data pada bab sebelumnya akan dilakukan di bab V dengan menyertakan interpretasi dari hasil analisis. Mencakup analisis mengenai temuan-temuan yang didapatkan dalam penelitian.

BAB VI KESIMPULAN

Kesimpulan yang berhasil ditarik dari penelitian ini akan diuraikan dalam BAB VI. Kesimpulan yang diambil berdasarkan pada tujuan penelitian dan menjawab pertanyaan penelitian pada perumusan masalah.

Gambar

Tabel 1.1 Rekapitulasi Target Pemasangan
Tabel 1.2 State of The Art

Referensi

Dokumen terkait

Bertanggung jawab untuk melakukan produksi sesuai dengan penjadwalan yang telah dilakukan dan menjaga kelancaran proses produksi sehingga dapat memenuhi permintaan pasar..

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) eksaserbasi akut merupakan penyakit paru kronik yang ditandai dengan terbatasnya aliran udara di dalam saluran pernafasan

Dalam hal ini, penulis menganalisa dan mengolah data yang telah didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan kepustakaan terkait perancangan iklan

• Aerasi & agitasi merupakan hal yg penting dlm memproduksi sel-sel khamir dan bakteri. • u/ pertumbuhan secara aerobik, suplai oksigen merupakan faktor terpenting

Topik dalam skripsi ini sudah ditentukan, sehingga langkah selanjutnya ialah melakukan pengumpulan sumber. Penentuan sumber sejarah, pertama-tama yang perlu dipahami ialah

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang memuat identitas responden, riwayat penggunaan kontrasepsi, serta keluhan dan gejala

Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan