perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ESTIMASI MATRIKS ASAL TUJUAN PERJALANAN
DENGAN BATASAN TARIKAN PERGERAKAN
MENGGUNAKAN
METODE KALIBRASI NEWTON-RAPHSON
(STUDI KASUS KOTA SURAKARTA)
Origin-Destination Matrix Estimation with Trip Attraction Constraint using Newton-Raphson Calibration Method
(A Case Study of Surakarta City)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh :
A L F I A N I Y O G A T U R I D A I S N A I N I
N I M I 0 1 0 8 0 5 2
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ESTIMASI MATRIKS ASAL TUJUAN PERJALANAN
DENGAN BATASAN TARIKAN PERGERAKAN
MENGGUNAKAN
METODE KALIBRASI NEWTON-RAPHSON
(STUDI KASUS KOTA SURAKARTA)
Origin-Destination Matrix Estimation with Trip Attraction Constraint using Newton-Raphson Calibration Method
(A Case Study of Surakarta City)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh :
A L F I A N I Y O G A T U R I D A I S N A I N I
N I M I 0 1 0 8 0 5 2
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
ESTIMASI MATRIKS ASAL TUJUAN PERJALANAN
DENGAN BATASAN TARIKAN PERGERAKAN
MENGGUNAKAN
METODE KALIBRASI NEWTON-RAPHSON
(STUDI KASUS KOTA SURAKARTA)
Origin-Destination Matrix Estimation with Trip Attraction Constraint using Newton-Raphson Calibration Method
(A Case Study of Surakarta City)
Disusun Oleh :
A L F I A N I Y O G A T U R I D A I S N A I N I
N I M I 0 1 0 8 0 5 2
Telah Disetujui dan Diujikan di Hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing I
Dr. Eng. Ir. Syafi’i , MT N I P . 19670602 199702 1 001
Dosen Pembimbing II
Setiono, S.T., M.Sc. N I P . 19720224 199702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
LEMBAR PENGESAHAN
ESTIMASI MATRIKS ASAL TUJUAN PERJALANAN
DENGAN BATASAN TARIKAN PERGERAKAN
MENGGUNAKAN
METODE KALIBRASI NEWTON-RAPHSON
(STUDI KASUS KOTA SURAKARTA)
Origin-Destination Matrix Estimation with Trip Attraction Constraint using Newton-Raphson Calibration Method
(A Case Study of Surakarta City)
S K R I P S I Disusun Oleh :
A L F I A N I Y O G A T U R I D A I S N A I N I
N I M I 0 1 0 8 0 5 2
Dipertahankan di depan Tim Penguji Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.
Pada hari : Jumat
Tanggal : 8 Februari 2013 Tim Penguji :
1. DR. Eng. Ir. Syafi’i, M.T. --- NIP. 19670602 199702 1 001 2. Setiono, S.T., M.Sc. --- NIP. 19720224 199702 1 001 3. S. J. Legowo, S.T., M.T. --- NIP. 19670413 199702 1 001 4. Amirotul M. H. M., S.T., M.Sc. --- NIP. 19700504 199512 2 001 Mengesahkan, Ketua Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik UNS
Ir. BAMBANG SANTOSA, MT NIP. 19590823 198601 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iv
Motto
Insyaallah bisa. (Penulis)Get a grip on your self. (Ginus Pandhu Setyawan)
Dengan hasrat, keberanian tekad, dan kesadaran diri yang kuat kita bisa mengambil langkah selanjutnya di dunia.
(Elle Woods - Legally Blonde)
Persembahan
Berjuta syukur atas segala kemudahan yang telah Allah SWT berikan.Serta suri tauladanku Nabi Muhammad SAW. Karya kecil ini saya persembahkan untuk mereka yang tidak kenal lelah menyemangati saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini walaupun banyak cobaan yang menyertainya. Ibu dan Bapak. Mas Alim. Mas Ginus. Pak Syafi’i dan Pak Setiono terima kasih atas kemurahan hati Anda. Teman-teman Sipil 2008 yang banyak membantu saya: rizqy, ari, dinia, darto, alm. Awal, christmas, egga, arif, tomi, julian, rara, okyta, yunita, ajeng, yoyo, mitha, lala, shinta, alhadiid, adi, wahyu, ghufron, taib, anang, dan yang tidak bisa saya sebut satu per satu. Seluruh civitas akademika Teknik Sipil UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
A B S T R A K
Alfiani Yogaturida Isnaini, 2013, Estimasi Matriks Asal Tujuan Perjalanan dengan Batasan Tarikan Pergerakan Menggunakan Metode Kalibrasi Newton-Raphson (Studi Kasus Kota Surakarta). Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
MAT merepresentasikan jumlah pergerakan dari zona asal ke zona tujuan, sehingga MAT memegang peranan penting dalam berbagai kajian perencanaan transportasi dan manajemen transportasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi MAT tahun 2012 sehingga dapat diketahui pergerakan antar zonanya. Penelitian ini juga bertujuan untuk mencari besarnya koefisien β dan nilai R2 sebagai uji validitas antara arus lalu lintas di lapangan dan arus lalu lintas hasil pemodelan.
Daerah kajian dalam penelitian ini adalah Kota Surakarta. Data hasil survei lapangan di ruas-ruas jalan arteri dan kolektor beserta prior matrik diestimasi menggunakan EMME/3. Selanjutnya MAT ini digunakan untuk kalibrasi fungsi hambatan β menggunakan Metode Kalibrasi Newton-Raphson. Koefisien β inilah selanjutnya yang digunakan sebagai koefisien dalam analisis Model Gravity dengan batasan tarikan pergerakan (ACGR) untuk menghasilkan MAT hasil pemodelan. Kemudian MAT tersebut dibebankan ke jaringan jalan dengan EMME/3 untuk menghasilkan arus lalu lintas hasil pemodelan. Arus ini kemudian diuji validitasnya menggunakan koefisien determinasi.
Total pergerakan yang didapat dari estimasi Model Gravity dan EMME/3 adalah sama, yaitu 32773,68 smp/jam. Sedangkan dari hasil pemrograman dengan bantuan Lazarus menggunakan Metode Kalibrasi Newton-Raphson, didapat koefisien β = -0,15127. Dan nilai R2 yang didapatkan adalah 0,8683.
Kata kunci : MAT, Model Gravity, Koefisien β, Metode Kalibrasi Newton-Raphson, EMME/3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
A B S T R A C T
Alfiani Yogaturida Isnaini, 2013, Origin-Destination Matrix Estimation with Trip Attraction Constraint using Newton-Raphson Calibration Method (A Case Study of Surakarta City). Thesis. Civil Engineering Department Faculty of Engineering, Sebelas Maret University Surakarta.
OD-Matrix represents the amount of trip from origin to destination zone, so that OD-Matrix is important for transportation research.Theaim of this research is to estimate OD-Matrix of 2012, so that inter-zone of trip can be known. The other points of this research is to look for coefficient of β, and coefficient of determination (R2) among traffic flow of modeling and those of real observation. Surakarta City is the location of this research. Data of traffic count in artery and collector road and prior matrix be estimated use EMME/3. Then, it’s used to calibrate deterred function β by Newton-Raphson Calibrating Method. This β used to get OD-Matrix of model by Gravity Model with trip attraction constrain (ACGR). Then, this OD-Matrix assigned in traffic flow by EMME/3. This traffic flow of modeling validated use determined coefficient.
The result of research by EMME/3 show the amount of trip is 32773,68 pcu/hr as much as Gravity Model result. Then, from Lazarus programming aplication the coefficient of β is -0,15127. Validation tested coefficient of determination (R2) is 0,8683.
Keywords: O-D Matrix, Gravity Model, Coefficient of β, Newton-Raphson Calibrating Model, EMME/3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ESTIMASI MATRIKS ASAL TUJUAN PERJALANAN DENGAN BATASAN TARIKAN PERGERAKAN MENGGUNAKAN METODE KALIBRASI NEWTON-RAPHSON (STUDI KASUS KOTA SURAKARTA). Ucapan salam, penulis haturkan pada junjungan dan panutan, Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi suri teladan bagi semua umat Islam di dunia ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh guna meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
3. Dr. Eng. Ir. Syafi’i, M.T., selaku Dosen Pembimbing I Skripsi. Terima kasih atas semua waktu, bimbingan, motivasi, dan bantuan, serta kepercayaan bapak untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Setiono, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II Skripsi. Terima kasih atas semua waktu, bimbingan, motivasi serta bantuannya selama pembuatan skripsi ini sampai selesai.
5. Dosen Pembimbing Akademis Ir. A. Mediyanto, MT.
6. Semua Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Teman-teman angkatan 2008 Teknik Sipil UNS. 8. Seluruh civitas akademika Teknik Sipil UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Akhirnya, pengantar ini juga menjadi semacam ingatan bagi penulis selama menempuh tahap pembelajaran di Universitas Sebelas Maret Surakarta sehingga skripsi ini harus disusun sebagai syarat mendapatkan gelar kesarjanaan. Penulis mengharapkan nantinya penelitian ini tetap berlanjut dan dapat disempurnakan oleh penulis lainnya. Dalam kehidupan proses belajar tidak akan pernah terhenti. Terima kasih.
Surakarta, Februari 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PERSETUJUAN ... iiHALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Batasan Masalah ... 3 1.4 Tujuan Penelitian ... 3 1.5 Manfaat Penelitian ... 4 1.5.1 Manfaat Teoritis ... 4 1.5.2 Manfaat Praktis ... 4
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka ... 5
2.2 Dasar Teori ... 6
2.2.1 Pemodelan ... 6
2.2.2 Konsep Perencanaan Transportasi ... 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user x 2.2.4 Daerah Kajian ... 10 2.2.5 Sistem Zona ... 10 2.2.6 Jaringan Transportasi ... 11 2.2.7 Fungsi Jalan ... 12
2.2.8 Satuan Mobil Penumpang ... 12
2.2.9 Kapasitas ... 13
2.2.10 Kecepatan ... 18
2.2.11 Hubungan Kurva Kecepatan-Arus dan Biaya-Arus ... 23
2.2.12 EMME/3 ... 25
2.2.13 Konsep Model Gravity sebagai Model Sebaran Pergerakan ... 27
2.2.14 Model Gravity dengan Batasan Tarikan (ACGR) ... 29
2.2.15 Metode Kalibrasi Newton-Raphson ... 30
2.2.16 Matrix Estimation by Maximum Entropy (ME2) ... 31
2.2.17 Pembebanan User Equilibrium ... 32
2.2.18 Indikator Uji Statistik ... 33
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 38
3.2.1 Data Primer ... 38
3.2.2 Data Sekunder ... 39
3.3 Metode Pengambilan Data ... 39
3.3.1 Desain Alat Survei ... 39
3.3.2 Desain Sampel ... 39
3.3.3 Desain Formulir ... 40
3.3.4 Surveyor ... 40
3.4 Metode Analisis Data ... 40
3.4.1 Pengolahan Data Basis Jaringan Jalan ... 40
3.4.2 Matriks Hasil Estimasi oleh EMME/3 ... 41
3.4.3 Kalibrasi Parameter Betha (β) ... 41
3.4.4 Estimasi Matriks Asal Tujuan Hasil Pemodelan ... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3.4.6 Uji Validitas ... 43
3.5 Diagram Alir Metode Penelitian ... 44
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum ... 45
4.2 Pengolahan dan Penyajian Data ... 45
4.2.1 Pengumpulan Data ... 45
4.2.2 Pembagian Zona ... 46
4.2.3 Satuan Mobil Penumpang ... 49
4.2.4 Kapasitas ... 50
4.2.5 Waktu Tempuh ... 51
4.3 Analisis dengan Program EMME/3 ... 52
4.3.1 Basis Data Jaringan Jalan ... 52
4.3.2 Data Volume Lalu lintas Hasil Survey (Traffic Count) ... 54
4.3.3 Data Matrik Awal (prior matrix) ... 56
4.3.4 Matrik baru hasil EMME/3 ... 63
4.4 Kalibrasi Parameter β ... 70
4.5 Estimasi MAT Hasil Pemodelan ... 70
4.6 Pembebanan Matriks ke Jaringan Jalan ... 78
4.7 Uji Validitas ... 80
4.8 Pembahasan ... 81
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 87
5.2 Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Emp untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi ... 13
Tabel 2.2 Emp untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah ... 13
Tabel 2.3 Kapasitas Dasar (Co) ... 14
Tabel 2.4 Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FCw) ... 15
Tabel 2.5 Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Pemisahan Arah (FCsp) .... 15
Tabel 2.6 Faktor Penyesuai Kapasitas Pengaruh Hambatan Samping (FCsf) ... 16
Tabel 2.7 Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan Samping (FCsf) dan Jarak Kereb-Penghalang ... 17
Tabel 2.8 Penentuan Kelas Hambatan Samping ... 18
Tabel 2.9 Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Ukuran Kota (FCcs) ... 18
Tabel 2.10 Kecepatan Arus Bebas Dasar (Fvo) ... 19
Tabel 2.11 Penyesuai Kecepatan Arus Bebas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) ... 20
Tabel 2.12 Faktor Penyesuai (FFVsf) untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu pada Kecepatan Arus Bebas dengan Bahu ... 21
Tabel 2.13 Faktor Penyesuai (FFVsf) untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Jarak Kerb Penghalang dengan Kerb ... 21
Tabel 2.14 Faktor Penyesuai untuk Pengaruh Ukuran Kota pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan ... 22
Tabel 3.1 Lokasi Survei Arus Lalu Lintas (Traffic Count) ... 38
Tabel 4.1 Tabel Data Hasil Survey (Traffic Count) Tahun 2012 ... 46
Tabel 4.2 Pembagian Zona Internal ... 47
Tabel 4.3 Pembagian Zona Eksternal ... 48
Tabel 4.4 Perhitungan Jumlah Kendaraan per Satu Jam ... 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Tabel 4.6 Format Masukan Basis Data Jaringan Jalan ... 53
Tabel 4.7 Koordinat Kota Surakarta ... 53
Tabel 4.8 Data Arus Lalu Lintas (Traffic Count) Tahun 2012 ... 55
Tabel 4.9 Prior Matrix Tahun 2009 dalam Satuan smp/jam ... 57
Tabel 4.10 Matriks Asal Tujuan Tahun 2012 dari EMME/3 ... 64
Tabel 4.11 Matriks Asal Tujuan Tahun 2012 Hasil Pemodelan ... 72
Tabel 4.12 Perbandingan Arus Traffic Count dengan Arus Hasil Pembebanan ... 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Empat Tahap Pemodelan Transportasi ... 8
Gambar 2.2 Hubungan Tipikal Kecepatan-Arus dan Biaya-Arus ... 23
Gambar 2.3 Prosedur Perhitungan Program EMME/3 ... 27
Gambar 3.1 Peta Administratif Kota Surakarta ... 35
Gambar 3.2 Peta Pembagian Zona Kota Surakarta ... 36
Gambar 3.3 Peta Jaringan Jalan Kota Surakarta dan Lokasi Survei ... 37
Gambar 3.4 Bagan Alir Prosedur Kalibrasi Newton-Raphson ... 42
Gambar 3.5 Bagan Alir Metode Penelitian ... 44
Gambar 4.1 Network Editor ... 54
Gambar 4.2 Editor toolbar ... 54
Gambar 4.3 Nilai β Hasil Iterasi Program ... 70
Gambar 4.4 Grafik Uji Validitas Volume Lalu Lintas ... 80
Gambar 4.5 Desire Line Pergerakan Tahun 2012 Hasil Estimasi ... 82
Gambar 4.6 Grafik Pergerakan Antar Zona Internal ... 83
Gambar 4.7 Grafik Pergerakan Antar Zona Ekaternal ... 85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Data Hasil Survei Lampiran B : Konversi Arus
Lampiran C : Perhitungan Kapasitas
Lampiran D : Perhitungan Waktu tempuh
Lampiran E : Basis Data
Lampiran F : Koordinat Lampiran G : Form Survei
Lampiran H : Listing Estimasi EMME/3
Lampiran I : Listing Pemrograman Kalibrasi dengan Lazarus Lampiran J : Listing Pembebanan EMME/3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang semakin maju menuntut manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin lama semakin kompleks. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia melakukan pergerakan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jumlah pergerakan ini sebanding dengan kebutuhan manusia, jika semakin banyak kebutuhannya maka pergerakan yang dilakukan semakin besar. Dengan adanya pergerakan yang semakin besar dan tidak diimbangi dengan prasarana yang memadai maka akan timbul permasalahan-permasalahan transportasi seperti kemacetan, tundaan, polusi, dan berbagai masalah keselamatan. Berbagai permasalahan ini dapat teratasi jika ada perencanaan transportasi yang baik. Artinya manajemen pengaturan lalu lintas yang baik akan mengurangi permasalahan transportasi yang ada.
Dalam perencanaan transportas, model perencanaan yang sering digunakan adalah model perencanaan empat tahap. Salah satu tahap dalam model tersebut adalah distribusi pergerakan (trip distribution) yang direpresentasikan dalam matriks asal tujuan (MAT) atau desire line / garis keinginan. MAT merepresentasikan jumlah pergerakan dari zona asal ke zona tujuan, sehingga MAT memegang peranan penting dalam berbagai kajian perencanaan transportasi dan manajemen transportasi.
Jika Suatu MAT dibebankan ke suatu jaringan jalan, maka akan menghasilkan arus lalu lintas pada ruas jalan yang ditinjau. Dalam konteks perencanaan transportasi, estimasi arus lalu lintas pada tahun rencana sangat penting dalam menentukan kebijakan strategi penanganan jaringan jalan.
Metode konvensional untuk mendapatkan MAT adalah dengan cara wawancara di jalan (road side interview) dan wawancara di rumah (home interview). Namun,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
metode ini memiliki kelemahan karena mengganggu arus lalu lintas dan memerlukan biaya tinggi. Oleh karena itu pendekatan dengan metode konvensional ini jarang digunakan. Dan dekade ini banyak peneliti yang telah mengembangkan metode estimasi MAT dari data lalu lintas / traffic count.
Dalam konteks perencanaan transportasi estimasi MAT dari data lalu lintas hanya dapat digunakan pada tahun dasar (base year). Untuk mengestimasi MAT pada tahun rencana model yang sering digunakan adalah Model Gravity.
Model Gravity yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan batasan tarikan pergerakan (ACGR). Penelitian ini juga menggunakan Metode Kalibrasi Newton-Raphson yaitu metode yang digunakan untuk mengkalibrasi parameter β (dengan menggunakan fungsi hambatan pangkat), untuk selanjutnya digunakan dalam perhitungan MAT hasil estimasi. Kalibrasi ini dilakukan dengan proses pengulangan sampai nilai parameter mencapai batas konvergensinya menggunakan bantuan aplikasi software Lazarus.
Proses mengestimasian matriks baru dari prior matrix dan traffic count serta proses pembebanan MAT ke dalam sistem jaringan transportasi menggunakan aplikasi software EMME/3 (Equilibre Multimodal, Multimodal Equilibrium). Hasil pembebanan matriks ini kemudian diuji validitasnya dengan cara membandingkan arus lalu lintas hasil pemodelan dengan arus lalu lintas di lapangan (traffic count).
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Berapa nilai koefisien β sebagai parameter fungsi hambatan yang dikalibrasikan dengan Metode Kalibrasi Newton-Raphson?
b. Berapa besar estimasi MAT dari data lalu lintas yang dianalisis menggunakan Model Gravity dengan batasan tarikan pergerakan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
1.3
Batasan Masalah
Untuk membatasi permasalahan agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas, maka perlu adanya pembatasan sebagai berikut:
a. Wilayah kajiannya adalah Kota Surakarta dengan jaringan transportasi yang ada pada saat penelitian (hanya ruas arteri dan kolektor) ditambah dengan beberapa ruas jalan dari zona eksternal yang dianggap mempengaruhi arus masuk ke dalam kota dan keluar dari dalam kota.
b. Pembagian zona didasarkan atas batas-batas administratif berupa kelurahan. c. Pedoman analisis perhitungan basis data menggunakan MKJI (1997).
d. Data matriks awal (prior matrix) yang digunakan adalah hasil perhitungan skripsi Rahman, P. A., (2009).
e. Model sebaran pergerakan yang digunakan adalah Model Gravity dengan batasan tarikan (ACGR).
f. Kalibrasi koefisien β ( dalam fungsi hambatan pangkat) menggunakan Metode Kalibrasi Newton-Raphson dengan bantuan aplikasi software Lazarus.
g. Estimasi MAT baru dan analisis pembebanan dengan Metode User Equilibrium menggunakan aplikasi software EMME/3.
h. Dampak perubahan tata guna lahan terhadap jumlah pergerakan diabaikan.
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui nilai parameter β sebagai fungsi hambatan yang dikalibrasikan dengan Metode Kalibrasi Newton-Raphson.
b. Mengetahui besarnya estimasi MAT dari data lalu lintas yang dianalisis menggunakan Model Gravity dengan batasan tarikan pergerakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman di bidang perencanaan dan pemodelan transportasi terutama yang berkaitan dengan Trip Distribution dan
Trip Assignment.
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perbaikan dan perencanaan jaringan transportasi Kota Solo pada waktu yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 5
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Syafi’i, dkk, (2009) menyatakan bahwa dalam konteks perencanaan transportasi, salah satu hal yang paling sangat penting yang harus diketahui adalah potensi kebutuhan perjalanan dari satu zona (daerah) asal ke zona tujuan yang merupakan pencerminan distribusi perjalanan dari zona asal ke zona tujuan. Kebutuhan perjalanan ini pada umunya direpresentasikan dengan Matriks Asal-Tujuan (MAT) perjalanan atau Origin-Destination (OD) Matrix.
Sedangkan menurut Miro (2002), distribusi perjalanan merupakan jumlah perjalanan yang bermula dari suatu zona asal menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya, jumlah perjalanan yang datang mengumpul di suatu zona tujuan yang berasal dari sejumlah zona asal. Distribusi perjalanan ini sangat membantu kita untuk melihat dengan mudah apa yang disebut dengan pola perjalanan antar zona. Oleh karena itu, untuk melihat pola perjalanan antar zona yang berupa arus pergerakan dalam area studi selama periode waktu tertentu digunakan sebuah alat berupa matriks berdimensi dua yang disebut dengan Matriks Pergerakan atau Matriks Asal Tujuan (MAT).
Selain dari dua sumber di atas penelitian ini juga mengacu pada penelitian terdahulu yang membahas tentang estimasi MAT. Diantaranya adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Widyastuti (2007) yang bertujuan untuk mengetahui besarnya estimasi MAT Kota Surakarta dan mencari besarnya koefisien β dengan menggunakan Metode Estimasi Entropi Maksimum. Hasil yang didapat dari perhitungan dengan bantuan program SATURN adalah: total jumlah pergerakan Kota Surakarta adalah 31690,6 smp/jam dengan nilai β = -0,00121, dan tingkat validitas (R2) yang didapatkan adalah sebesar 0,8816.
Kemudian Nugroho (2007) juga meneliti tentang estimasi MAT dengan menggunakan data lalu lintas yang ada dan menghitung besarnya koefisien β
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil. Hasil perhitungan yang didapat adalah: jumlah total pergerakan Kota Surakarta adalah sebesar 29834,8 smp/jam dengan nilai β -0,00125, sedangkan tingkat validitasnya (R2
) sebesar 0,8828. Pada penelitian ini data yang diambil untuk pemodelan distribusi pergerakan adalah data arus lalu lintas dan matriks hasil penelitian terdahulu. Sedangkan model yang digunakan untuk mengestimasi MAT pergerakan adalah Model Gravity karena sangat sederhana dalam proses pengerjaannya, sehingga mudah dimengerti dan digunakan.
Penelitian ini menggunakan Model Gravity dengan batasan tarikan pergerakan (ACGR) dalam menghitung MAT hasil estimasinya. Dalam membuat matriks baru serta pembebanannya menggunakan aplikasi software EMME/3. Metode pembebanan yang digunakan untuk membebankan hasil arus lalu lintas ke jaringan jalan menggunakan metode pembebanan User Equilibrium. Kemudian mengenai fungsi hambatan yang digunakan adalah fungsi hambatan pangkat, yang di dalamnya harus diketahui parameter β. Dalam mencari nilai β maka dilakukan kalibrasi menggunakan Metode Kalibrasi Newton-Raphson dengan aplikasi
software Lazarus. Menurut Subakti (2006), metode Kalibrasi Newton-Raphson dipilih karena memiliki akurasi hasil yang baik, laju konvergensinya relatif cepat, dan mudah dalam memrogramkannya.
2.2
Dasar Teori
2.2.1 Pemodelan
Nugroho (2007) menuliskan bahwa pemodelan merupakan suatu kumpulan aktivitas pembuatan model. Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Dengan kata lain model adalah suatu penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks dan dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Ada beberapa jenis model yang lazim digunakan dalam suatu pemodelan. Model dapat dikategorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok pengkajian atau derajad keabstrakannya. Kategori model secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
a. Model Ikonik
Model ikonik adalah perwakilan fisik dari beberapa hal baik dalam bentuk ideal maupun dalam skala berbeda. Model ikonik mempunyai karakteristik yang sama dengan hal yang diwakili, terutama amat sesuai untuk menerangkan kejadian pada waktu yang spesifik. Contoh dari model ini adalah foto, peta, prototip mesin, dan sebagainya.
b. Model Analog (Model Dragmatik)
Model ini dapat mewakili situasi dinamik. Model analog banyak berkesesuaian dengan penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat dan kelas-kelas yang berbeda. Contoh dari model ini adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik, dan diagram alir.
c. Model Simbolik (Model Matematik)
Ilmu sistem memusatkan perhatian kepada model simbolik sebagai perwakilan dari realitas yang sedang dikaji. Model ini dapat berupa angka, simbol, dan rumus. Model matematis dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu model statik dan model dinamik. Model statik adalah model yang dapat memberikan informasi tentang peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu. Model dinamik mampu menelusuri peubah-peubah model dan mampu memberikan keakuratan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata. Dari beberapa model yang ada, model matematis merupakan model yang sering digunakan dalam pemodelan transportasi karena dinilai paling efektif dan paling murah biayanya karena hanya menggunakan persamaan matematis atau fungsi matematis sebagai media dalam usaha mencerminkan realita. Model matematis juga dapat menggambarkan hubungan dari faktor-faktor penentu yang ditinjau secara kuantitatif, sehingga pengaruh perubahannya dapat diperhitungkan secara kuantitatif pula terhadap hal yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2.2.2 Konsep Perencanaan Transportasi
Tamin (2000) menuliskan bahwa terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi. Yang paling sering digunakan saat ini adalah Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap.
Gambar 2.1 Empat Tahap Pemodelan Transportasi a. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan (Trip Generation)
Bangkitan dan tarikan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas.
b. Distribusi Pergerakan (Trip Distribution)
Distribusi pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan sebaran yang meninggalkan suatu zona atau yang menuju suatu zona. Distribusi pergerakan dapat direpresentasikan dalam bentuk Matriks Asal-Tujuan MAT (Origin-Destination Matrix/O-D Matrix) atau garis keinginan (Desire Line). c. Pemilihan Moda (Modal Choice/Modal Split)
Jika interaksi terjadi antara dua tata guna lahan disuatu wilayah, maka akan diputuskan bagaimana interaksi tersebut harus dilakukan. Dalam kasus ini, keputusan harus ditentukan dalam hal pemilihan moda. Tujuan dari model
Bangkitan dan Tarikan Pergerakan (Trip Generation)
Distribusi Pergerakan (Trip Distribution)
Pemilihan Moda (Modal Choice/Modal Split)
Pemilihan Rute (Trip Assignment)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
pemilihan moda ini adalah untuk mengetahui proporsi pengalokasian perjalanan ke berbagai moda transportasi.
d. Pembebanan Lalu Lintas/Pemilihan Rute (Trip Assignment)
Seperti halnya dalam pemilihan moda transportasi, pemilihan rute juga tergantung pada beberapa alternatif seperti jarak terpendek, tercepat, dan termurah. Diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup untuk menentukan rute yang terbaik.
2.2.3 Matriks Asal Tujuan (MAT)
Menurut Tamin (2000), MAT adalah matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antar lokasi (zona) didalam daerah tertentu. Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan. Dalam hal ini, notasi Tid menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, penumpang,
dan barang) yang bergerak dari zona asal ike zona tujuan d selama selang waktu tertentu.
Jumlah zona dan nilai setiap sel matriks adalah dua unsur penting dalam MAT karena jumlah zona menunjukkan banyaknya sel MAT yang harus didapatkan dan berisi informasi yang sangat dibutuhkan untuk perencanaan transportasi. Setiap sel membutuhkan informasi jarak, waktu, biaya, atau kombinasi ketiga informasi tersebut yang digunakan sebagai ukuran aksesibilitas (kemudahan). Pola pergerakan dapat dihasilkan jika suatu MAT dibebankan ke suatu sistem jaringan transportasi dengan berbagai metode tertentu. Dengan mempelajari pola pergerakan yang terjadi, maka kita dapat menghasilkan solusi dari permasalahan yang timbul dari pergerakan ini. MAT dapat memberikan indikasi rinci mengenai kebutuhan akan pergerakan sehingga MAT memegang peran yang sangat penting dalam berbagai kajian perencanaan dan manajemen transportasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2.2.4 Daerah Kajian
Tamin (2000) menuliskan bahwa daerah kajian adalah suatu daerah geografis yang di dalamnya terletak semua zona asal dan zona tujuan yang diperhitungkan dalam model kebutuhan akan transportasi. Kriteria terpenting daerah kajian adalah daerah itu berisikan zona internal dan ruas jalan yang secara nyata dipengaruhi oleh pergerakan lalu lintas. Daerah kajian untuk suatu kajian transportasi dibatasi oleh batas daerah kajian di sekelilingnya, semua informasi transportasi yang bergerak didalamnya harus diketahui.
Cara membedakan daerah kajian dengan daerah atau wilayah lain di luar daerah kajian antara lain:
a. Mempertimbangkan sasaran pelaksanaan kajian, permasalahan transportasi yang akan dimodelkan, dan tipe pergerakan yang akan dikaji.
b. Mendefinisikan daerah kajian sedemikian rupa sehingga mayoritas pergerakan mempunyai zona asal dan zona tujuan untuk kajian yang bersifat strategis. c. Daerah kajian sebaiknya sedikit lebih luas daripada daerah yang akan diamati
sehingga kemungkinan adanya perubahan zona tujuan atau pemilihan rute yang lain dapat diamati.
Wilayah diluar daerah kajian sering dibagi menjadi beberapa zona eksternal yang digunakan untuk mencerminkan kondisi yang lain. Daerah kajian sendiri dibagi menjadi beberapa zona internal yang jumlahnya sangat tergantung dari tingkat ketepatan yang diinginkan.
2.2.5 Sistem Zona
Menurut Tamin (2000), sistem zona adalah suatu sitem tata guna lahan dimana satu satuan tata guna lahan diperoleh dengan membagi wilayah kajian menjadi bagian yang lebih kecil (zona) yang dianggap mempunyai keseragaman tata guna lahan atau berada di suatu daerah administrasi tertentu seperti kelurahan, kecamatan atau wilayah. Setiap zona akan diwakili oleh satu pusat zona. Pusat zona dianggap sebagai tempat atau lokasi awal pergerakan lalu lintas dari zona tersebut dan akhir pergerakan lalu lintas yang menuju zona tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Beberapa kriteria utama yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan sistem zona didalam suatu daerah kajian disarankan oleh IHT dan DTp (1987):
a. Ukuran zona sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga galat pengelompokan yang timbul akibat asumsi pemusatan seluruh aktifitas pada suatu pusat zona menjadi tidak terlalu besar.
b. Batas zona sebaiknya harus sesuai dengan batas sensus, batas administrasi daerah, batas alami, atau batas zona yang digunakan oleh kajian terdahulu yang sudah dipandang sebagai kriteria utama.
c. Ukuran zona harus disesuaikan dengan kepadatan jaringan yang akan dimodelkan, biasanya ukuran zona semakin membesar jika semakin jauh dari pusat kota.
d. Ukuran zona harus lebih besar dari yang seharusnya untuk memungkinkan arus lalu lintas dibebankan ke atas jaringan jalan dengan kecepatan yang disyaratkan.
e. Batas zona harus dibuat sedemikian rupa sehingga sesuai dengan jenis pola pengembangan untuk setiap zona. Tipe tata guna lahan setiap zona sebaiknya homogen untuk menghindari tingginya pergerakan intrazonal dan untuk mengurangi tingkat kerumitan model.
f. Batas zona harus sesuai dengan batas daerah yang digunakan dalam pengumpulan data.
g. Ukuran zona ditentukan pula oleh tingkat kemacetan, ukuran zona pada daerah macet sebaiknya lebih kecil dibandingkan dengan daerah tidak macet.
2.2.6 Jaringan Transportasi
Menurut Adisasmita (2011), jaringan transportasi terdiri dari jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Jaringan prasarana transportasi terdiri dari simpul-simpul transportasi dan ruang lalu lintas transportasi. Keterpaduan jaringan prasarana dan moda-moda transportasi dimaksudkan untuk mendukung penyelenggaraan transportasi antarmoda/multimoda dalam penyediaan pelayanan angkutan yang berkesinambungan. Simpul transportasi merupakan media alih muat yang mempunyai peran sangat penting dalam mewujudkan keterpaduan dan kesinambungan pelayanan angkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Sedangkan menurut Tamin (2000), sistem jaringan transportasi dicerminkan dalam bentuk ruas dan simpul, yang semuanya dihubungkan ke pusat zona. Sistem jaringan transportasi juga dapat ditetapkan sebagai urutan ruas jalan dan simpul. Ruas jalan bisa berupa potongan jalan raya atau kereta api, sedangkan simpul bisa berupa persimpangan, stasiun, dll. Kunci utama dalam merencanakan sistem jaringan adalah penentuan klasifikasi fungsi jalan yang akan dianalisis.
2.2.7 Fungsi Jalan
Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya, serta lingkungan. Menurut UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ada beberapa definisi jalan:
a. Jalan Arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
b. Jalan Kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan Lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
2.2.8 Satuan Mobil Penumpang
MKJI (1997) mendefinisikan satuan mobil penumpang (smp) adalah satuan untuk arus lalu lintas dimana berbagai tipe kendaraan diubah menjadi arus kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp). Ekivalen mobil penumpang (emp) adalah faktor yang menunjukkan pengaruh berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus lalu lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan yang mirip, emp = 1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Pembagian tipe kendaraan bermotor berdasarkan MKJI (1997):
a. Motor Cycle (MC), terdiri dari kendaraan bermotor yang berroda 2 atau 3. b. Light Vehicle (LV), yaitu kendaraan bermotor yang mempunyai 2 as, dan
beroda 4 dengan jarak as 2-3 meter. Yang termasuk diantaranya adalah mobil penumpang, oplet, mikrobus, pick-up, dan truk kecil.
c. Heavy Vehicle (HV), yaitu kendaraan bermotor yang mempunyai lebih dari 4 roda, termasuk diantaranya bus, truk 2 as, truk 3 as, dan truk kombinasi. Nilai emp untuk jalan perkotaan ditunjukkan pada Tabel2.1 dan Tabel2.2. Tabel 2.1 Emp untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
Tipe Jalan Tak Terbagi
Arus Lalu Lintas Total Dua Arah (kend/jam) Emp HV MC Lebar Lajur Lalu Lintas Cw (m) ≤ 6 ≥ 6
Dua lajur tak tebagi 0 1,3 0,5 0,4
(2/2 UD) ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak terbagi 0 1,3 0,4 (4/2 UD) ≥ 3700 1,2 0,25
Sumber: MKJI (1997)
Tabel 2.2 Emp untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah Tipe Jalan: Arus Lalu Lintas
per Lajur (kend/jam)
Emp Jalan Satu Arah dan
HV MC Jalan Terbagi
Dua lajur satu arah (2/1) 0 1,3 0,4
dan
Empat lajur terbagi (4/2D) 1050 1,2 0,25 Tiga lajur satu arah (3/1) 1 1,3 0,4
dan
Enam lajur terbagi (6/2D) 1100 1,2 0,25
Sumber: MKJI (1997)
2.2.9 Kapasitas
Menurut Dirjen Bina Marga, kapasitas adalah volume maksimum kendaraan per jam yang melalui suatu potongan lajur jalan (untuk jalan multi lajur) atau suatu potongan jalan (untuk jalan dua lajur) pada kondisi jalan dan arus lalu lintas ideal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan adalah lebar jalur atau lajur, ada tidaknya pemisah/median jalan, hambatan samping, bahu/kereb jalan, gradien jalan, di daerah perkotaan atau luar kota, ukuran kota, dan lain-lain. Besarnya kapasitas suatu ruas jalan dapat dihitung dengan persamaan 2.1 berikut:
C = Co×FCw×FCsp×FCsf×FCcs (2.1)
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar untuk kondisi tertentu (ideal) (smp/jam) FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota
a. Kapasitas Dasar (Co)
Kapasitas dasar adalah kapasitas segmen jalan untuk kondisi tertentu sesuai kondisi geometrik, pola arus lalu lintas, dan faktor lingkungan. Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kasus dasar (ideal) tertentu, maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi sama dengan kapasitas dasar (Co). Nilai Co terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kapasitas Dasar (Co)
Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp/jam) Catatan Empat lajur terbagi atau
jalan satu arah 1650 Per lajur Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah
Sumber: MKJI (1997)
b. Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FCw)
Faktor penyesuai kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas jalan perkotaan adalah faktor penyesuai untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas seperti pada Tabel 2.4 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Tabel 2.4 Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FCw) Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif
(WC) (m) FCw
Empat lajur terbagi atau jalan satu arah
Per lajur 3,00 0,92 3,25 0,96 3,50 1,00 3,75 1,04 4,00 1,08
Empat lajur tak terbagi Per lajur 3,00 0,91 3,25 0,95 3,50 1,00 3,75 1,05 4,00 1,09
Dua lajur tak terbagi
Total dua arah
5 0,56 6 0,87 7 1,00 8 1,14 9 1,25 10 1,29 11 1,34 Sumber: MKJI (1997)
c. Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Pemisahan Arah (FCsp)
Faktor penyesuai kapasitas untuk pemisahan arah lalu lintas adalah faktor penyesuai kapasitas dasar akibat pemisahan arah lalu lintas (hanya pada jalan dua arah tak terbagi). Faktor yang tertera dalam Tabel 2.5 ini mempunyai nilai paling tinggi pada persentase pemisahan arah 50%-50% yaitu bilamana arus pada kedua arah adalah sama pada periode waktu yang dianalisis (umumnya satu jam).
Tabel 2.5 Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Pemisahan Arah (FCsp) Pemisahan Arah SP 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 %-% FCsp Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 Empat lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94 Sumber: MKJI (1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
d. Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan Samping (FCsf)
Faktor penyesuai kapasitas untuk hambatan samping adalah faktor penyesuai kapasitas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi lebar bahu. Hambatan samping ini dipengaruhi oleh berbagai aktivitas di samping jalan yang berpengaruh terhadap arus lalu lintas. Nilai faktor ini terklasifikasi seperti pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.
Hambatan samping yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan:
Jumlah pejalan kaki berjalan atau menyebrang sisi jalan.
Jumlah kendaraan berhenti untuk parkir.
Jumlah kendaraan masuk-keluar ke/dari lahan samping jalan dan jalan sisi.
Jumlah kendaraan yang bergerak lambat yaitu arus total (kend/jam) dari sepeda, becak, delman, pedati, dan sebagainya.
Tabel 2.6 Faktor Penyesuai Kapasitas Pengaruh Hambatan Samping (FCsf)
Tipe Jalan
Kelas Hambatan
Samping
Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan
Lebar Bahu (FCsf) Lebar Bahu (m) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 4/2D VL 0,96 0,98 1,01 1,03 ML 0,94 0,97 1,00 1,02 M 0,92 0,95 0,98 1,00 H 0,88 0,92 0,95 0,98 VH 0,84 0,88 0,92 0,96 4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03 ML 0,94 0,97 1,00 1,02 M 0,92 0,95 0,98 1,00 H 0,87 0,91 0,94 0,98 VH 0,80 0,86 0,90 0,95 2/2 UD atau jalan satu arah VL 0,94 0,96 0,99 1,01 ML 0,92 0,94 0,97 1,00 M 0,89 0,92 0,95 0,98 H 0,82 0,86 0,90 0,95 VH 0,73 0,79 0,85 0,91 Sumber: MKJI (1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Tabel 2.7 Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan Samping (FCsf) dan Jarak Kereb-Penghalang
Tipe Jalan
Kelas Hambatan
Samping
Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan
Lebar Bahu (FCsf) Lebar Kereb-Penghalang (m) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 4/2D VL 0,95 0,97 0,99 1,03 ML 0,94 0,96 0,98 1,00 M 0,91 0,93 0,95 0,98 H 0,86 0,89 0,92 0,95 VH 0,81 0,85 0,88 0,92 4/2 UD VL 0,95 0,97 0,99 1,03 ML 0,93 0,95 0,97 1,00 M 0,90 0,92 0,95 0,97 H 0,84 0,87 0,90 0,93 VH 0,77 0,81 0,85 0,90 2/2 UD atau jalan satu arah VL 0,93 0,95 0,97 0,99 ML 0,90 0,92 0,95 0,97 M 0,86 0,88 0,91 0,94 H 0,78 0,81 0,84 0,88 VH 0,68 0,72 0,77 0,82 Sumber: MKJI (1997)
Untuk mengetahui tingkat hambatan samping pada kolom (2) Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 dengan melihat kolom (3) Tabel 2.8 di bawah ini. Tetapi apabila data terinci hambatan samping tersebut tersedia maka hambatan samping dapat ditentukan dengan prosedur berikut:
1. Memeriksa mengenai kondisi khusus dari kolom (4) Tabel 2.8 dan memilih salah satu yang yang paling tepat untuk keadaan segmen jalan yang dianalisa.
2. Mengamati foto pada gambar A-4:1-5 (MKJI 1997) yang menunjukkan kesan visual rata-rata yang khusus dari masing-masing kelas hambatan samping. Dan memilih salah satu yang paling sesuai dengan kondisi rata-rata sesungguhnya pada kondisi lokasi untuk periode yang diamati.
3. Memilih kelas hambatan samping berdasarkan pertimbangan dari gabungan langkah 1 dan 2 di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Tabel 2.8 Penentuan Kelas Hambatan Samping Frekuensi Berbobot Kejadian Kondisi Khusus Kelas Hambatan Samping Kode < 100 Pemukiman, hampir tidak ada
kegiatan Sangat Rendah VL 100-299 Pemukiman, beberapa angkutan
umum Rendah L
300-499 Daerah industri dengan toko-toko
di sisi jalan Sedang M 500-899 Daerah niaga dengan aktifitas di
sisi jalan yang tinggi Tinggi H > 900 Daerah niaga dengan aktifitas di
sisi jalan yang sangat tinggi Sangat Tinggi VH
Sumber: MKJI (1997)
e. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran Kota (FCcs)
Faktor penyesuai kapasitas untuk ukuran kota adalah faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat ukuran kota. Besarnya faktor ini dapat dilihat pada Tabel 2.9 di bawah ini.
Tabel 2.9 Faktor Penyesuai Kapasitas untuk Ukuran Kota (FCcs) Ukuran Kota
(Juta Penduduk) Faktor Penyesuai untuk Ukuran Kota (FCcs)
< 0,1 0,86 0,1-0,5 0,90 0,5-1,0 0,94 1,0-3,0 1,00 > 3,0 1,04 Sumber: MKJI (1997) 2.2.10 Kecepatan
Kecepatan tempuh adalah kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu lintas dihitung dari panjang ruas jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melewati segmen jalan. Sedangkan kecepatan pada arus bebas adalah kecepatan dari kendaraan yang tidak dipengaruhi oleh kendaraan lain (yaitu kecepatan dimana pengendara merasakan perjalanan yang nyaman dalam kondisi geometrik lingkungan dan pengaturan lalu lintas yang ada pada bagian segmen jalan dimana tidak ada kendaraan lain).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Kecepatan arus dapat ditentukan dari rumus 2.2 berikut:
FV = (Fvo + FVw) × FFVsf × FFVcs (2.2)
Dimana:
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesungguhnya (km/jam) Fvo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam), Tabel 2.10
FVw = Penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam), Tabel 2.11
FFVsf = Faktor penyesuai kondisi hambatan samping, Tabel 2.12 dan Tabel 2.13
FFVcs = Faktor penyesuai ukuran kota, Tabel 2.14
Tabel 2.10 Kecepatan Arus Bebas Dasar (Fvo) Tipe Jalan
Kecepatan Arus Bebas Dasar (Fvo) (km/jam) Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor (MC) Rata-rata Kendaraan Enam Lajur Terbagi (6/2 D)
61 52 48 57
Atau Tiga Lajur Satu Arah (3/1) Empat Lajur Terbagi (4/2 D)
57 50 47 55
Atau Dua Lajur Satu Arah (2/1) Empat Lajur Tak Terbagi
53 46 43 51
(4/2 UD)
Dua Lajur Tak Terbagi
44 40 40 42
(2/2 UD)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Tabel 2.11 Penyesuai Kecepatan Arus Bebas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw)
Tipe Jalan
Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc)
(m)
FVw
Empat Lajur Terbagi Atau Jalan Satu Arah
Per lajur 3,00 -4 3,25 -2 3,50 0 3,75 2 4,00 4
Empat Lajur Tak Terbagi Per lajur 3,00 -4 3,25 -2 3,50 0 3,75 2 4,00 4
Dua Lajur Tak Terbagi
Total Dua Arah
5 -9,5 6 -3 7 0 8 3 9 4 10 6 11 7 Sumber: MKJI (1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Tabel 2.12 Faktor Penyesuai (FFVsf) untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu pada Kecepatan Arus Bebas dengan Bahu
Tipe Jalan
Kelas Hambatan
Samping
Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan
Lebar Bahu (FFVsf) Lebar Bahu (m) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 4/2D VL 1,00 1,01 1,01 1,02 ML 0,97 0,98 0,99 1,00 M 0,93 0,95 0,97 0,99 H 0,87 0,90 0,93 0,96 VH 0,81 0,85 0,88 0,92 4/2 UD VL 1,01 1,01 1,01 1,00 ML 0,98 0,98 0,99 1,00 M 0,91 0,93 0,95 0,98 H 0,84 0,87 0,90 0,94 VH 0,77 0,81 0,85 0,90 2/2 UD atau jalan satu arah VL 0,98 0,99 0,99 1,00 ML 0,93 0,95 0,96 0,98 M 0,87 0,89 0,92 0,95 H 0,78 0,81 0,84 0,88 VH 0,68 0,77 0,77 0,82 Sumber: MKJI (1997)
Tabel 2.13 Faktor Penyesuai (FFVsf) untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Jarak Kerb Penghalang dengan Kerb
Tipe Jalan
Kelas Hambatan
Samping
Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan
Lebar Bahu (FFVsf) Jarak Kerb (m) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 4/2D VL 1,00 1,01 1,01 1,02 ML 0,97 0,98 0,99 1,00 M 0,93 0,95 0,97 0,99 H 0,87 0,90 0,93 0,96 VH 0,81 0,85 0,88 0,92 4/2 UD VL 1,01 1,01 1,01 1,00 ML 0,98 0,98 0,99 1,00 M 0,91 0,93 0,95 0,98 H 0,84 0,87 0,90 0,94 VH 0,77 0,81 0,85 0,90 2/2 UD atau jalan satu arah VL 0,98 0,99 0,99 1,00 ML 0,93 0,95 0,96 0,98 M 0,87 0,89 0,92 0,95 H 0,78 0,81 0,84 0,88 VH 0,68 0,77 0,77 0,82 Sumber: MKJI (1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FFVsf untuk jalan empat lajur yang diberikan pada
Tabel 2.12 atau Tabel 2.13 dan disesuaikan seperti rumus 2.3 di bawah ini: FFV6sf = 1-0,8 × (1- FFV4sf) (2.3)
Dimana:
FFV6sf = Faktor penyesuai kecepatan arus bebas untuk enam lajur (km/jam)
FFV4sf = Faktor penyesuai kecepatan arus bebas untuk empat lajur (km/jam)
Untuk penentuan kelas hambatan samping sama dengan Tabel 2.8 di atas. Sedangkan faktor penyesuai kecepatan untuk ukuran kota dapat dilihat pada Tabel 2.14 di bawah ini.
Tabel 2.14 Faktor Penyesuai untuk Pengaruh Ukuran Kota pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan
Ukuran Kota
(Juta Penduduk) Faktor Penyesuai untuk Ukuran Kota (FVcs)
< 0,1 0,90 0,1-0,5 0,93 0,5-1,0 0,95 1,0-3,0 1,00 > 3,0 1,03 Sumber: MKJI (1997)
Kecepatan kendaraan pada arus lalu lintas dapat dihitung dengan menggunakan rumus 2.4 berikut:
V = Vo × 0,5 (1+(1-(Q/C))0,5) (2.4) Dimana:
V = Kecepatan sesungguhnya pada saat ada arus lalu lintas Q Vo = Kecepatan arus bebas
C = Kapasitas
Jika arus pada ruas jalan tersebut telah mencapai kapasitas (Q/C = 1), maka rumus 2.4 menjadi seperti persamaan 2.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2.2.11 Hubungan Kurva Kecepatan-Arus dan Biaya-Arus
Dalam rekayasa lalu lintas dikenal hubungan yang sangat sering digunakan yaitu pengaruh arus pada kecepatan kendaraan yang bergerak pada ruas jalan tertentu. Hubungan kapasitas-arus sering digambarkan seperti pada Gambar 2.2. Jika arus lalu lintas meningkat, maka kecepatan cenderung menurun secara perlahan. Sedangkan jika arus mendekati kapasitas, maka penurunan kecepatan semakin besar (Widyastuti, 2007).
Gambar 2.2 Hubungan Tipikal Kecepatan-Arus dan Biaya-Arus Apabila kondisi tersebut dipaksakan untuk mendapatkan arus yang melebihi kapasitas, maka akan terjadi kondisi yang tidak stabil dengan kecepatan yang lebih rendah.
Untuk alasan praktis dalam teknik pembebanan rute jenis hubungan ini dilakukan dalam bentuk hubungan waktu tempuh per unit jarak dengan arus lalu lintas. Model pembebanan rute yang mempertimbangkan kemacetan memerlukan beberapa persamaan fungsi yang cocok untuk menghubungkan atribut suatu ruas seperti kapasitas dan kecepatan arus bebas serta arus lalu lintasnya dengan kecepatan atau biaya yang dihasilkan. Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk umum seperti persamaan 2.6 berikut:
Ca = Ca({V}) (2.6) Biaya pada suatu ruas jalan merupakan fungsi dari semua pergerakan V pada jaringan tersebut (bukan hanya biaya yang disebabkan oleh arus diruas jalan itu). Rumus umum ini cocok untuk daerah perkotaan yang memiliki interaksi yang erat antara arus lalu lintas di ruas jalan yang lain dengan tundaan, tetapi hal ini dapat
Vmaks K ec epa tan (k m /j am ) Arus V (kend/jam) Wa kt u Te m puh (m eni t/ k m ) Vmaks Arus V (kend/jam)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
disederhanakan jika mempertimbangkan ruas jalan yang panjang, dimana semua waktu perjalanan digunakan pada ruas jalan tersebut. Dalam hal ini persamaan yang digunakan harus terpisah, yang dapat ditulis sebagai persamaan 2.7 berikut:
Ca = Ca(Va) (2.7) Biaya pada ruas jalan tersebut hanya tergantung pada arus dan ciri ruas itu saja. Asumsi ini dapat menyederhanakan proses penaksiran, pengembangan fungsi serta penggunaan metode pembebanan yang sesuai.
Tamin (2000) mengutip Branston (1976) menulis beberapa kurva biaya-arus yang diusulkan oleh beberapa penulis sebagai berikut:
a. Smock (1962) mengemukakan rumus 2.8 berikut untuk kajian Deroit, yaitu: t = t0 exp
(
)
(2.8)
t adalah waktu tempuh per satuan jarak, t0 adalah waktu per satuan jarak pada
kondisi arus bebas, dan Qs adalah kapasitas ruas pada kondisi tunak. b. Overgaard (1976) menuliskan dalam bentuk lain, yaitu persamaan 2.9:
t = t0
( )
(2.9)
QP adalah kapasitas praktis dari ruas jalan, sedangkan α dan β adalah parameter
yang dikalibrasi.
c. Dinas Jalan Umum (1964) di Amerika Serikat menyarankan fungsi 2.10 yang sangat umum, yaitu:
t = t0[ ( ) ] (2.10)
d. IHCM (Indonesian Highway Capacity Manual) 1997, melakukan beberapa kajian mengenai hubungan antara kecepatan-arus pada beberapa ruas jalan antarkota di Indonesia (4 lajur dan 2 lajur). Hubungan matematis yang cukup baik telah dihasilkan oleh kajian ini seperti persamaan 2.11 dan 2.12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 25 V = FV × [ ( )( )]( ) (2.11)
*
( )( )+
( )(2.12) Dimana:
FV = Kecepatan arus bebas
D = Kepadatan (smp/km) (dihitung sebagai Q/V) Dj = Kepadatan pada kondisi macet total
Do = Kepadatan pada saat kapasitas jalan tercapai L, M = Konstanta
2.2.12 EMME/3
EMME (Equilibre Multimodal, Multimodal Equilibrium) merupakan software
yang professional dalam meramalkan sebuah arus perjalanan. EMME menawarkan perangkat alat perencanaan yang komplit dan komprehensif untuk kebutuhan suatu pemodelan. Selain itu, EMME khususnya di sini EMME/3 merupakan pengembangan dari program sebelumnya yaitu EMME/2 yang dibuat dan dikembangkan di INRO Consultant University de Montreal, Kanada dengan kemampuan yang sangat tinggi dengan jumlah node dan link yang dapat dikatakan tidak terbatas (mampu mencapai hamper 1 juta node).
Adapun keunggulan lainnya adalah formula yang dapat dibuat sendiri sesuai keadaan dan kebutuhan (INRO Concultant Inc., 1998). Misalnya hitungan kapasitas dan waktu tempuh yang disesuaikan dengan MKJI 1997 (Munawar, 2005). Output dari software ini dapat berupa grafis, numerik, dan SIG.
Para perencana transportasi menggunakan EMME untuk memodelkan sistem transportasi perkotaan, metropolitan, dan regional. Selain itu EMME juga digunakan untuk mengevaluasi kebijakan transportasi yang mempunyai efek ke semua sistem transportasi yang ada. EMME berbeda dengan program yang lainnya, karena EMME memberikan kemudahan dan kebebasan secara khusus bagi pengguna dalam melakukan pendekatan model untuk menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
yang telah ditetapkan atau membuat metode baru untuk memanggil kebutuhan setempat. EMME sendiri dikembangkan untuk mengemudikan sistem transportasi yang kompleks, dan melaporkan kepada perencana berbagai macam tantangan yang harus dihadapi terkait teknologi, sosial, dan ekonomi.
Pada manual EMME help dijelaskan bahwa EMME/3 mempunyai beberapa komponen utama yaitu EMME GUI yang baru, the network editor, the network calculator, worksheet, dan mesin pemetaan, yang kegunaan terbarunya untuk menggabungkan (integration) GIS dengan komponen lainnya. Untuk mengakses informasi pada EMME help secara online dapat dicari pada help menu.
EMME user’s guide menyediakan struktur teks dasar. The EMME reference manual menyediakan dokumen secara detail untuk kemampuan pemetaan EMME dan GUI-tools untuk merinci visualisasi dan analisisnya. The EMME prompt (Prompt Console) menyediakan gambaran ringkas secara luas dari operasi garis perintah, termasuk merinci model kebutuhan, pembebanan, jaringan, dan kalkulator matriks. Sedangkan alat pemodelan transportasi lain mencakup The
EMME macro language untuk melakukan otomatisasi.
Prosedur perhitungan program EMME/3 dalam membuat matriks baru dari estimasi matriks dan arus lalu lintas hasil proses pembebanan ke jaringan jalan, secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Gambar 2.3 Prosedur Perhitungan Program EMME/3 2.2.13 Konsep Model Gravity sebagai Model Sebaran Pergerakan
Tamin (2000) menyatakan bahwa model Gravity berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu, atau biaya. Model Gravity untuk keperluan transportasi menyatakan bahwa pergerakan antar zona asal i dan zona tujuan d
berbanding lurus dengan Oi dan Dd dan berbanding terbalik kuadratis terhadap jarak antara kedua zona tersebut. Dalam bentuk matematis model gravity dapat dinyatakan sebagai persamaan 2.13.
T = Oi . Dd . f(Cid) (2.13)
Persamaan 2.13 dapat digunakan dengan batasan 2.14 berikut:
∑ dan ∑ (2.14)
Data MAT Awal (Prior Matrix) Penyusunan MAT (Prompt Console) Estimasi Matriks (Prompt Console) MAT Baru (ME2) Assignment (Prompt Console) User Equilibrium Penyusunan Jaringan (Network Editor) Basis Data Jaringan Jalan
Data Lalu Lintas (Traffic Count)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Sehingga pengembangan persamaan 2.13 dengan menggunakan batasan persamaan 2.14 adalah sebagai persamaan 2.15 berikut:
T = Oi . Dd . Ai . Bd . f(Cid) (2.15)
T = Jumlah pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d
Ai, Bd = Faktor penyeimbang untuk setiap zona asal i dan tujuan j Oi = Total pergerakan dari zona asal i
Dd = Total pergerakan ke zona tujuan d
f(Cid) = Fungsi umum biaya perjalanan (fungsi hambatan).
Fungsi hambatan transportasi biasanya diasumsikan sebagai rute terpendek, tercepat, atau termurah dari zona asal ke zona tujuan. Fungsi hambatan adalah fungsi yang digunakan sebagai ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i (zona asal) dan zona d (zona tujuan).
Mengutip dari Hyman (1969), Tamin (2000) menjelaskan 3 jenis fungsi hambatan yang dapat dipergunakan dalam Model Gravity, yaitu:
Fungsi pangkat : f(Cid) = C (2.16)
Fungsi eksponensial : f(Cid) = (2.17)
Fungsi Tanner : f(Cid) = C . (2.18)
Hal yang perlu mendapat perhatian adalah hambatan transportasi intrazona. Perkiraan yang salah menyebabkan perkiraan pergerakan intrazona yang sangat kasar, yang selanjutnya mempengaruhi perhitungan. Secara praktis, harus terdapat banyak asumsi untuk bisa mendapatkan jawaban yang benar. Hal yang paling mungkin adalah dengan menghitung pergerakan intrazona secara terpisah dan kemudian menghilangkan pergerakan tersebut dari pemodelan utama.
Di samping mengkalibrasi parameter model kebutuhan akan transportasi, seringkali diperlukan juga informasi sebaran pergerakan yang didasarkan pada panjang (atau biaya) perjalanan, yang biasa dikenal dengan sebaran panjang pergerakan. Dengan semakin meningkatnya jarak atau biaya, jumlah perjalanan akan menurun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Persamaan 2.15 dipenuhi jika digunakan konstanta Ai dan Bd (disebut sebagai konstanta penyeimbang) pada persamaan 2.19 yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan tarikan.
Ai =
∑ ( )
Bd = ∑ ( ) (2.19)
Untuk mendapatkan kedua nilai tersebut perlu dilakukan proses iterasi sampai masing-masing nilai Ai dan Bd menghasilkan nilai tertentu (konvergen).
2.2.14 Model Gravity dengan Batasan Tarikan (ACGR)
Dalam model ini, total pergerakan secara global harus sama dan juga tarikan pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama. Untuk batasan tarikan, model yang digunakan persis sama dengan persamaan 2.15, tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu seperti persamaan 2.20 berikut:
Ai = 1 untuk seluruh i; Bd =
∑ ( ) (2.20)
Pada model ACGR, konstanta Bd dihitung sesuai dengan persamaan 2.19 untuk setiap zona tujuan d. Konstanta ini memberikan batasan bahwa total kolom dari matriks harus sama dengan total kolom dari matriks hasil tahap bangkitan pergerakan. Dengan kata lain, total pergerakan hasil pemodelan yang menuju suatu zona harus sama dengan total pergerakan hasil bangkitan pergerakan ke zona tersebut.
Model ACGR tepat digunakan untuk memodelkan pergerakan berbasis rumah, baik untuk tujuan bekerja ataupun pendidikan karena berdasarkan pada peubah yang mudah dihitung (misalnya populasi). Artinya model ACGR lebih mudah dispesifikasikan dan dikalibrasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
2.2.15 Metode Kalibrasi Newton-Raphson
Menurut Tamin (2000), kalibrasi adalah proses menaksir nilai parameter suatu model dengan berbagai teknik yang sudah ada: analisis numerik, aljabar linear, optimasi, dan lain-lain. Setelah dikalibrasi, diharapkan suatu model dapat menghasilkan keluaran yang sama dengan data lapangan (realita).
Sedangkan Metode Kalibrasi Newton-Raphson adalah metode pengkalibrasian atau pengulangan yang dilakukan dengan proses mengulang nilai parameter sampai nilai tersebut mencapai batas konvergensinya. Metode ini didasarkan pada pendekatan nilai f(x) dengan menggunakan deret Taylor.
Nilai f(x) didekati dengan menggunakan garis singgung f(x) pada nilai x. Titik potong garis singgung ini dengan sumbu x digunakan sebagai pendekatan selanjutnya. Secara ringkas, metode tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Misalnya diketahui persamaan 2.21, fungsi f merupakan fungsi dari satu peubah bebas β:
f(β) = 0 (2.21)
Jika β0 adalah nilai untuk pendekat solusi (β0 + h), maka menjadi persamaan 2.22.
f(β0 + h) = 0 (2.22)
Pendekatan deret Taylor sampai tingkat pertama untuk persamaan simultan ini menghasilkan persamaan 2.23.
f(β0 + h) = f(β0) +
· h (2.23)
Dengan memasukkan persamaan 2.22 ke persamaan 2.23 akan didapat persamaan 2.24 berikut:
f(β0) +