• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1.1 Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Belajar merupakan kata kerja yang tentu saja memiliki pengertian yang beragam. Pengertian hasil belajar menurut Purwanto yang dikutip Ridwan (2008:2) prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport. Sedangkan menurut Muhibin yang dikutip Abu Muhamad (2008:30) dijelaskan bahwa hasil belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Dengan demikian pengertian hasil belajar dapat diberikan batasan bahwa hasil belajar adalah hasil kerja belajar seseorang yang diperoleh atau dicapai dengan kemampuan yang optimal dalam tes sebagaimana yang dinyatakan dalam skor pada raport. Hasil belajar dapat dinyatakan dalam proporsi sebagai berikut: pertama, hasil belajar murid merupakan ukuran keberhasilan guru dengan anggapan bahwa fungsi penting guru dalam mengajar adalah untuk meningkatkan hasil belajar murid, kedua, hasil belajar murid mengukur apa yang telah dicapai murid, ketiga, hasil belajar (achivement) itu sendiri diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah.

Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

(2)

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar: a. Keterampilan dan kebiasaan

b. Pengetahuan dan pengertian c. Sikap dan cita-cita

Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai

(3)

hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 102), "Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki oleh seseorang"

MenurutAhmad Tafsir (2008: 34-35), hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing); 2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen (being).

2.1.1.2 Faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Menurut Merson U. Sungalang (dalam Tulus Tu’u, 2004:78) faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah kecerdasan, bakat, minat dan perhatian, motif, cara belajar, sekolah, lingkungan keluarga. Menurut Tulus Tu’u (2004:83) Selain itu masih terdapat faktor penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar diri siswa. Faktor dari dalam yaitu kesehatan, kecerdasan, perhatian, minat dan bakat. Sedangkan faktor dari luar diri siswa yaitu keluarga, sekolah, disiplin yang diterapkan di sekolah, masyarakat, lingkungan tetangga, dan aktivitas organisasi.

Menurut Slameto (2003:54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor dari dalam diri siswa yang meliputi intelegensi dan bakat, kesehatan, minat dan motivasi, dan faktor dari luar diri siswa yang meliputi keluarga, sekolah, metode, masyarakat dan lingkungan alam.

Siswa yang intelegensinya baik umumnya mudah belajar dengan hasil baik. Sebaliknya siswa yang intelegensinya rendah cenderung mengalami kesulitan dalam belajar sehingga prestasinya rendah. Bakat juga besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan siswa. Jika dalam kegiatan belajar bahan pelajaranyang diperoleh sesuai dengan bakat yang dimiliki, maka hasilnya akan lebih baik. Kesehatan yang tidak maksimal juga akan mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Minat dan motivasi belajar sangat berpengaruh terhadap sikap siswa dalam belajar. Siswa yang berminat terhadap pelajaran tertentu akan

(4)

termotivasi memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Sehingga hasil pelajaran akan lebih baik.

Keluarga mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Perhatian terhadap belajar siswa mulai dari memperhatikan hasil kerja, membantu kesulitan, menyediakan fasilitas di rumah serta memberi kasih sayang. Kondisi sosial di rumah turut andil dalam membentuk karakter siswa.

Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain: faktor dalam diri siswa(faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa(faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model belajar yang menempatkan siswa pada kelompok-kelompok yang berkategori. Dalam pembelajaran kelompok setiap anggota akan bekerja sama dalam memahami suatu bahan pelajaran dan belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompoknya belum menguasai bahan pelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1995 dalam Rahayu, 1999).

Pada dasarnya pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya empat tujuan pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial disamping juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif juga memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Melalui pembelajaran kelompok, siswa diberi tugas agar bisa menampakkan keragaman anggota kelompoknya baik kemampuan akademik, jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Sehingga dengan keragaman tersebut diharapkan terjadi saling tolong-menolong di antara siswa dalam memecahkan suatu permasalahan. Sebagai contoh, seorang siswa yang

(5)

memiliki kemampuan akademik di bawah rata-rata akan terbantu dengan penjelasan anggota kelompok atau siswa lain yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata.

Melalui belajar kelompok, secara khusus siswa berperan sebagai sumber belajar antara satu dengan yang lain, berbagai dan mengumpulkan informasi serta saling membantu untuk mencapai keberhasilan bersama. Sebab ada kecenderungan bahwa siswa lebih mudah menerima dan memahami informasi dari teman sebayanya daripada penjelasan dari guru. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2000:6) adalah sebagai berikut:

d. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. e. Kelompok dibentuk dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

f. Apabila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, agama, etnis, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.

g. Pembelajaran lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2002:30) menyebutkan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.

Ada lima unsur yang harus dipenuhi agar kerja kelompok dapat dapat dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif (positive interdependence).

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggota kelompoknya. Setiap siswa mendapatkan nilai sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari sumbangan setiap anggota.

b. Akuntabilitas individual (individual accountability)

Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Tugas disusun sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

c. Interaksi tatap muka (face-to-face promotive interaction)

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan membentuk kerjasama yang menguntungkan semua anggota. Inti dari kerja sama adalah menghargai perbedaan memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

(6)

Jadi, para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

d. Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi (interpersonal and small group skill) Sebelum menugaskan siswa dalam bentuk kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Padahal keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengemukakan pendapat mereka.

Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini merupakan proses yang panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu singkat. Namun proses ini sangat bermanfaat untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan mental dan emosional para siswa.

e. Evaluasi proses kelompok (group processing)

Keberhasilan belajar dari kelompok sangat menentukan tercapainya tujuan belajar. Evaluasi kelompok merupakan cara kelompok dalam mencapai keefektifan kerja sama dan kelompok-kelompok siswa memantau secara reguler apa yang mereka selesaikan dan bagaimana anggota kelompok serta individu dapat berfungsi lebih efektif (saling memantau kemajuan individu dan kelompok).

Dalam pembelajaran kooperatif ada enam langkah atau tahapan yang pelaksanaannya bervariasi tergantung pada pendekatan atau model yang digunakan. Enam langkah tersebut dapat dilihat dalam Tabel berikut.

(7)

Tabel 1

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tindakan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar

Fase 2

Menyampaikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok-kelompok belajar dan membantu kelompok melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya

Fase 6

Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

(Ibrahim, 2000:10)

Suprayekti (2006:88) menjelaskan berdasarkan karakteristik pembelajaran kooperatif tersebut dapat memberikan dampak positif kepada siswa antara lain :

a. Membangun sikap belajar kelompok /bersosialisasi. b. Membangun kemampuan bekerjasama.

c. Melatih kecakapan berkomunikasi. d. Melatih keterlibatan emosi siswa.

e. Mengembangkan rasa percaya diri dalam belajar.

f. Meningkatkan prestasi akademiknya secara individu dan kelompok. g. Meningkatkan motivasi belajar.

h. Memperoleh kepuasan belajar.

Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Johnson & Johnson, Copper (dalam Rahayu, 1999:53) bahwa keuntungan pembelajaran kooperatif adalah: 1) siswa bertanggung jawab atas proses belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki

(8)

usaha yang lebih besar untuk berprestasi, 2) siswa mengembangkan keterampilan berfikir tinggi dan berfikir kritis, 3) hubungan yang lebih positif antar siswa dan kesehatan psikologis yang lebih besar. Kelemahan pembelajaran ini menurut Suarjan (2000:70 dalam Firnanduz, 2004: 15) adalah: 1) bagi guru, guru akan kesulitan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan heterogen dari segi prestasi akademis dan banyak menghabiskan waktu untuk diskusi, 2) bagi siswa, siswa dengan kemampuan yang tinggi masih banyak yang belum terbiasa untuk menyampaikan atau memberi penjelasan kepada siswa lain sehingga sulit untuk dipahami. Dalam hal ini, guru menekankan pentingnya menjawab dan mengajukan pertanyaan kepada siswa lain dalam satu kelompok guna menghidupkan suasana pembelajaran kooperatif.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) 2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

Model pembelajaran kooperatif TAI (Team Assisted Individualization) merupakan pembelajaran yang mengkombinasikan antara belajar kooperatif dengan belajar individual. TAI (Team Assisted Individualization) menghendaki siswa mengerjakan unit-unit program biologi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Slavin (1995:98) menyatakan bahwa: “TAI was created to take advantage considerable of socialization potencial of cooperative learning. Previous studies of group-paced cooperative learning methods have consistently found positive effect of this method of such out-come as relation and attitudes toward main streamed academically handicapped student. ”

Kutipan di atas mengandung makna bahwa TAI juga melihat siswa untuk bersosialisasi dengan baik, ditemukan adanya pengaruh positif hubungan dan sikap terhadap siswa yang terlambat akademis. Menurut Slavin (1995:102) dalam Anwar (2003:21) pembelajaran kooperatif model TAI terdiri dari 8 komponen, yaitu placement test; teams; student creative, team study; team score and team recognition, teaching group; fact test, whole class unit. 2.1.3.2 Tahapan Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

Delapan komponen pembelajaran kooperatif model TAI adalah sebagai berikut: a. Placement test

(9)

Untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan sebagai dasar pertimbangan pengelompokan, maka siswa dalam tahap ini diberi tes yang berupa pretes atau bisa berupa hasil tes sebelumnya.

b. Team

Siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang yang heterogen. Fungsi kelompok adalah memastikan semua anggota kelompok ikut dan memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tiap kelompok mempunyai atau mengembangkan kemampuan masing-masing untuk berpikir tentang objek yang dipermasalahkan sehingga ada interaksi kelompok yang diperoleh dari seluruh sumbangan anggota kelompok.

c. Teaching group

Guru menjelaskan materi pokok secara klasikal pada siswa yaitu dengan memperkenalkan konsep-konsep utama pada siswa sebelum mereka mengerjakan tugas secara individu.

d. Student creative

Sebelum siswa bekerja dalam kelompoknya, terlebih dahulu masing-masing siswa berusaha membaca, memahami materi pelajaran serta mencoba mengerjakan tugas secara individu.

e. Team study

Para siswa diberikan suatu unit perangkat pembelajaran matematika secara individu, unit tersebut berisikan materi kemudian para siswa mengerjakan dan membahas unit-unit tersebut dalam kelompok masing-masing. Jika ada siswa yang mendapat kesulitan disarankan untuk meminta bantuan dalam kelompok sebelum meminta bantuan kepada guru. f. Whole class unit

Pada tahap ini dilakukan diskusi kelas, setiap anggota kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Ketika ada kelompok yang mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, maka tugas kelompok lain adalah menanggapi jawaban dari hasil kerja kelompok yang dipresentasikan. Setelah diskusi selesai guru melakukan evaluasi terhadap jalannya diskusi serta membenahi atau menyempurnakan jawaban siswa. Di akhir diskusi guru meminta siswa untuk membuat kesimpulan.

(10)

Guru memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberikan materi. Pada penelitian ini tes diberikan setelah akhir tiap siklus.

h. Team scores and team recognition

Diakhir tiap pembelajaran guru menghitung skor kelompok. Skor ini didasarkan pada jumlah rata-rata dari nilai anggota kelompok dan dari tes. Kriteria yang dianut untuk menentukan kriteria kelompok adalah kriteria tinggi dibuat untuk kelompok super, kriteria menengah untuk kelompok hebat, dan kriteria minimum untuk kelompok baik. Skor perkembangan individu berguna untuk memotivasi siwa agar bekerja keras untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes pada akhir siklus. Skor dasar diambil dari skor tes yang dilakukan oleh guru sebelum melaksanakan pembelajaran kooperatif model TAI. Sedangkan pemberian tes akhir siklus dilakukan setelah pembelajaran kooperatif model TAI. Kriteria pemberian skor peningkatan individual dapat dilihat pada Tabel

Tabel 2

Kriteria Pemberian Skor Peningkatan individual

Skor Siswa Skor Perkembangan

Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 10 sampai dengan 1 poin di bawah skor dasar

10 poin diatas skor dasar

Lebih dari 10 poin di atas skor dasar Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor dasar)

(Adopsi dari Anwar, 2003:54)

5 10 20 30 30

Pemberian penghargaan diberikan setiap akhir pembelajaran berdasarkan skor peningkatan yang diperoleh setiap anggota kelompok. Pemberian penghargaan dilakukan dengan cara diumumkan nama-nama kelompok dengan skor kelompok tertinggi dan skor perkembangan tertinggi, dan penghargaan dapat berupa apapun asalkan siswa dapat tertarik dan termotivasi serta meningkatkan prestasi kelompoknya.

Menurut Slavin (1995) dalam Anwar (2003:54) penghargaan kelompok berdasarkan skor kelompok terdapat tiga tingkatan penghargaan yang dapat dilihat pada Tabel.

(11)

Tabel 3

Tingkat Penghargaan Kelompok

Poin Kelompok Tingkat Penghargaan Kelompok

5 < PPK < 15 15<PPK<23 23<PPK<30 Baik Hebat Super

Adapun tahap-tahap dalam model pembelajaran TAI adalah sebagai berikut.

a. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa. b. Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar

guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen Placement Test).

c. Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group). d. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai

ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. (Mengadopsi komponen Teams). e. Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri

sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukannya. (Mengadopsi komponen Team Study).

f. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. (Mengadopsi komponen Student Creative).

g. Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Mengadopsi komponen Fact Test).

h. Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Team Score and Team Recognition). i. Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.

2.1.3.3 Kekurangan dan kelebihan Model pembelajaran kooperatif TAI

Model pembelajaran kooperatif TAI memiliki kekurangan dan kelebihan.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif TAI, Slavin (1995:101) menyatakan bahwa belajar kooperatif model TAI mempunyai kelebihan sebagai berikut: a. Guru terlibat minimal dalam pengaturan dan pengecekan rutin

b. Guru akan menggunakan waktunya paling sedikit dalam mengajar kelompok kecil Pelaksanaan program sederhana

(12)

c. Para siswa dapat mengecek pekerjaan satu sama lain Mengurangi perilaku yang mengganggu Mengurangi konflik antar pribadi Program ini sangat membantu siswa yang lemah

d. Meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa e. Meningkatkan hasil belajar

Selain memiliki kelebihan model pembelajaran kooperatif TAI juga memiliki kekurangan. Disebutkan oleh Derc (1991) dalam Anwar (2003:37) bahwa:

a. Dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan perangkat pembelajaran, dan

b. Jumlah siswa yang besar dalam kelas, maka guru akan mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan kepada siswanya.

2.1.4 Pembelajaran Matematika di SD

2.1.4.1 Hakekat Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

Belajar matematikan merupakan tentang konsep-konsep dan struktur abstrak yang terdapat dalam matematika serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. Belajar matematika harus melalui proses yang bertahan dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih kompleks. Setiap konsep matematika dapat dipahami dengan baik jika pertama-tama disajikan dalam bentuk konkrit. Russeffendi (1992) mengungkapkan bahwa alat peraga adalah alat untuk menerangkan/ mewujudkan konsep matematika sehingga materi pelajaran yang disajikan mudah dipahami oleh siswa.

Salah satu dari Standar Kompetensi Lulusan SD pada mata pelajaran matematika yaitu, memahami konsep bilangan pecahan, perbandingan dalam pemecahan masalah, serta penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari Depdiknas 2006. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pemahaman guru tentang hakekat pembelajaran matematika di SD dapat merancang pelaksanaan proses pembelajaran dengan baik yang sesuai dengan perkembangan kognitif siswa, penggunaan media, metode dan pendekatan yang sesuai pula. Sehingga guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif serta terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang efektif.

(13)

2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006 SD. Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut, (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika juga memuat tujuan khusus matematika SD yaitu: (1) menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2) menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

2.1.4.3 Ruang Lingkup Materi Matematika Sekolah Dasar

Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geomteri, (3) pengolahan data Depdiknas, 2006. Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan petbandingan kuantitas suaru obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.

(14)

2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Astuti Waluyati (2009) dalam Penelitiannya: “Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas VII di SMPN 4 Gamping Sleman Yogyakarta. (Astuti Waluyati, 2009)”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelasVII SMPN 4 Gamping Sleman Yogyakarta yang berjumlah 228 orang. Sedangkan sampelnya ditentukan dengan teknik pengundian kelas, sehingga diperoleh kelas VII-D sebanyak 36 siswa sebagai kelompok eksperimen dan kelasVII-E sebanyak 38 siswa sebagai kelompok kontrol. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara rerata skor prestasi kedua kelompok pembelajaran, dan rata-rata hasil belajar siswa dengan metode pembelajaran kooperatif tipe TAI (66,30) lebih unggul dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar menggunakan metode pembelajaran konvensional.

Cita Retno Wulandari (2006) dalam skripsinya yang berjudul: “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Tipe TAI (Teams Assisted Individualization) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa Pokok Bahasan Aritmetika Sosial (Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Manyaran Tahun Pelajaran 2005/2006)”.

Sugandi (2002) dalam tesisnya yang berjudul: “Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada Siswa Kelas 1 SMU Negeri 9 Bandung”.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada teknik pengumpulan data, metode penelitian dan tujuan penelitian yang dilakukan, serta tempat penelitian.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagaimana tergambar dalam bagan gambar berikut.

(15)

Gambar 1

Bagan Kerangka berpikir 2.4 Hipotesis Tindakan

Dengan memperhatikan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, kaitannya dengan permasalahan yang ada maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah penerapan model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe TAI dapat meningkatkan hasil belajar matematika standar kompetensi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan pada siswa kelas IV SDN Sembung 01 semester 2 tahun pelajaran 2011/2012.

Kondisi Awal

GURU :

Belum menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe

TAI SISWA : Hasil belajar Matematika rendah Siklus I : menggunakan model pembelajaran cooperative

learning tipe TAI Tindakan GURU : menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe TAI Hasil belajar Matematika meningkat Kondisi Akhir Siklus II : menggunakan model pembelajaran cooperative

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan pembelajaran ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar siswa meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keberhasilan pembelajaran pada aspek kognitif

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

Minat mempunyai peran yang sangat diperlukan dalam mendukung keberhasilan belajar seorang siswa. Dalam penelitian ini guru jadi objek penting karena perannya yang

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses

Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses

Fungsi modul Modul memiliki fungsi sebagai berikut Laila, 2019: 1 Membangkitkan motivasi belajar siswa 2 Mewujudkan belajar yang lebih berkonsentrasi 3 peningkatan kreativitas guru