• Tidak ada hasil yang ditemukan

^K=pó~êáÑ=eáÇ~ó~íìääçÜ=

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "^K=pó~êáÑ=eáÇ~ó~íìääçÜ="

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

© 2015 | Online Thesis | ISSN 1978-4554

=

hlkpbm=^hei^h=mbkafafhW==

^å~äáëáë=~í~ë=âáí~Ä=q~Çòâáê~Ü==^äJp^ãáÛ==

ï~=^äJjìí~â~ääáã=cf=^Ç~Ä=^äJÚ^äáã=ï~=^äJjìí~Û~ääáã==

â~êó~=fÄåì=g~ã~Û~Ü=~äJháå~åá=

^K=pó~êáÑ=eáÇ~ó~íìääçÜ=

Abstrak. Sikap seorang guru berdampak abadi terhadap muridnya. Guru adalah figur sentral dalam pendidikan. Pendidik dan peserta didik adalah elemen pendidikan yang selalu berdampingan laksana dua sisi koin yang tak terpisahkan. Artikel ini ditulis untuk menganalisis ayat-ayat akhlak personal pendidik menurut Ibnu Jama’ah al-Kinani. Aspek-aspek yang dikaji meliputi konsep akhlak dan pembagiannya, konsep pendidik, memelihara akhlak, serta ayat-ayat akhlak personal pendidik lainnya.

Abstract. The attitude of a teacher will impact on his student. Teacher is the central figure in education. Educators and learners are educational elements are always side by side like two sides of a coin are inseparable. This article was written to analyze passages personal moral educator according to Ibn Jama'ah al-Kinani. This research includes the study of moral concepts, all kinds of morals, the concept of educator, moral educator, the relationship between teachers and students, the teacher's role in education and others.

ﺺﺨﻠﻣ

ﻥﺃ .

ﻒﻗﻮﻣ

ﻢﻠﻌﻤﻟﺍ

ﺮﺛﺆﺗ

ﻰﻠﻋ

ﻩﺬﻴﻤﻠﺗ

.

ﻢﻠﻌﻤﻟﺍ

ﻮﻫ

ﺔﻴﺼﺨﺷ

ﺔﻳﺭﻮﺤﻣ

ﻲﻓ

ﻝﺎﺠﻣ

ﻢﻴﻠﻌﺘﻟﺍ

.

ﻠﻌﻤﻟﺍ

ﻦﻴﻤ

ﻦﻴﻤﻠﻌﺘﻤﻟﺍﻭ

ﻢﻫ

ﺮﺻﺎﻨﻋ

ﺔﻴﻠﻤﻌﻟﺍ

ﺔﻴﻤﻴﻠﻌﺘﻟﺍ

ﻲﻫ

ﺎﻤﺋﺍﺩ

ﺎﺒﻨﺟ

ﻰﻟﺇ

ﺐﻨﺟ

ﻞﺜﻣ

ﻥﺎﻬﺟ

ﺔﻠﻤﻌﻟ

ﺓﺪﺣﺍﻭ

ﺮﻴﻏ

ﺔﻠﺑﺎﻗ

ﺔﺋﺰﺠﺘﻠﻟ

.

ﺐﺘﻛ

ﺍﺬﻫ

ﻝﺎﻘﻤﻟﺍ

ﻞﻴﻠﺤﺘﻟ

ﻊﻃﺎﻘﻤﻟﺍ

ﻲﺑﺮﻤﻟﺍ

ﻲﻗﻼﺧﻷﺍ

ﻲﺼﺨﺸﻟﺍ

ﺎﻘﻓﻭ

ﻦﺑﻻ

ﺔﻋﺎﻤﺠﻟﺍ

ﻲﻧﺎﻨﻜﻟﺍ

.

ﻦﻤﻀﺘﻳ

ﺍﺬﻫ

ﺚﺤﺒﻟﺍ

ﺔﺳﺍﺭﺩ

ﻢﻴﻫﺎﻔﻤﻟﺍ

،ﺔﻴﻗﻼﺧﻷﺍ

ﻊﻴﻤﺟﻭ

ﻉﺍﻮﻧﺃ

،ﻕﻼﺧﻷﺍ

ﻡﻮﻬﻔﻣ

ﻤﻟﺍ

ﻲﺑﺮ

ﻢﻠﻌﻤﻟﺍﻭ

،ﻲﻗﻼﺧﻷﺍ

ﺔﻗﻼﻌﻟﺍﻭ

ﻦﻴﺑ

ﻦﻴﻤﻠﻌﻤﻟﺍ

،ﺏﻼﻄﻟﺍﻭ

ﺭﻭﺩﻭ

ﻢﻠﻌﻤﻟﺍ

ﻲﻓ

ﻢﻴﻠﻌﺘﻟﺍ

ﺎﻫﺮﻴﻏﻭ

Key words: Akhlak, character, teacher personality.

Pendahuluan

Pendidikan bertujuan mencapai kualitas manusia paripurna yang memiliki kesadaran intelektual (knowledge), kemampuan keterampilan (skill), serta memiliki kesadaran berakhlak mulia (attitude). Akhlak merupakan inti dan cermin dari tingginya kualitas iman, ilmu dan amal. Hal itu sejalan dengan isi UUD 1945 tentang pendidikan yang dituangkan dalam undang-undang No. 20 tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.1

1

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Perundang-undangan RI tentang Sisdiknas, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), h. 12.

(2)

Berdasarkan undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional di atas, dapat diketahui betapa pentingnya akhlak bagi para penddik untuk membentuk mentalitas dan kepribadian peserta didiknya, agar menjadi generasi bangsa yang cerdas, bertakwa, berkepribadian, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, mandiri serta memiliki tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan, sehingga membentuk kultur budaya Islami yang nyata dalam kehidupan sosial.

Hamka Abdul Aziz, membagi tujuan pendidikan berdasarkan pada tujuan Pendidikan Nasional di atas kedalam dua sasaran (1) sasaran pendidikan hati, yang meliputi; Iman, takwa, akhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, dan tanggung jawab, akan melahirkan manusia baik; (2) sasaran pendidikan otak, meliputi: berilmu, cakap/terampil, dan kreatif, akan melahirkan manusia pintar.2

Bukhari Muslim meriwayatkan bahwa Abu Dzar berkata kepada saudaranya ketika mendengar misi kenabian Muhammad Saw., “Naiklah ke lembah ini dan dengarkanlah apa yang dia katakan.” Kemudian saudaranya itu kembali dan berkata, “Aku melihatnya menyuruh untuk berbudi pekerti luhur.”3

Dalam hadist yang diriwayatkan Jabir Ra, Rasulullah Saw bersabda :

ﱠﻥِﺇ

ْﻦِﻣ

ْﻢُﻜﱢﺒَﺣَﺃ

ﱠﻲَﻟِﺇ

ْﻢُﻜِﺑَﺮْﻗَﺃَﻭ

ﻲﱢﻨِﻣ

ﺎًﺴِﻠْﺠَﻣ

َﻡْﻮَﻳ

ِﺔَﻣﺎَﻴِﻘﻟﺍ

ْﻢُﻜَﻨِﺳﺎَﺣَﺃ

،ﺎًﻗَﻼْﺧَﺃ

ﱠﻥِﺇَﻭ

ْﻢُﻜَﻀَﻐْﺑَﺃ

ﱠﻲَﻟِﺇ

ْﻢُﻛَﺪَﻌْﺑَﺃَﻭ

ﻲﱢﻨِﻣ

ﺎًﺴِﻠْﺠَﻣ

َﻡْﻮَﻳ

ِﺔَﻣﺎَﻴِﻘﻟﺍ

َﻥﻭُﺭﺎَﺛْﺮﱠﺜﻟﺍ

َﻥﻮُﻗﱢﺪَﺸَﺘُﻤﻟﺍَﻭ

،َﻥﻮُﻘِﻬْﻴَﻔَﺘُﻤﻟﺍَﻭ

ﺍﻮُﻟﺎَﻗ

:

ﺎَﻳ

َﻝﻮُﺳَﺭ

،ِﷲﺍ

ْﺪَﻗ

ﺎَﻨْﻤِﻠَﻋ

َﻥﻭُﺭﺎَﺛْﺮﱠﺜﻟﺍ

َﻥﻮُﻗﱢﺪَﺸَﺘُﻤﻟﺍَﻭ

ﺎَﻤَﻓ

؟َﻥﻮُﻘِﻬْﻴَﻔَﺘُﻤْﻟﺍ

َﻝﺎَﻗ

:

َﻥﻭُﺮﱢﺒَﻜَﺘُﻤْﻟﺍ

.

(ﻱﺬﻴﻣﺮﺘﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ)

٤

Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling luhur budi pekertinya. Sedangkan yang paling tidak aku sukai dan paling jauh tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara, lebar mulutnya dan sombong. “mereka berkata, :wahai Rasulullah, kami mengerti orang yang banyak bicara (ats-tsartsarun) dan bermulut besar (al-Mutasyaddiqun). Namun apa arti mutafahayiqun? Beliau menjawab, “orang-orang sombong”. (HR. Tirmidzi).

Disebutkan pula dalam hadits shahih yang diterima Abu Hurairah, dan diriwayatkan oleh al-Bukhari, Hakim, Abu Daud dan Baihaqi, beliau bersabda:

ِﺇّﻧ

َﻤَﺎ

ُﺑِﻌ

ْﺜ

ُﺖ

ِﻟُﺄ

َﺗﱢﻤ

َﻢ

َﺻ

ِﻟﺎ

َﺢ

َﻷﺍ

ْﺧ

َﻼ

ِﻕ

٥

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak baik. Dalam riwayat lain disebutkan:

ِﺇﱠﻧ

َﻤﺎ

ُﺑِﻌ

ْﺜ

ُﺖ

ِﻟُﺄ

َﺗﱢﻤ

َﻢ

َﻡِﺭﺎَﻜَﻣ

َﻷﺍ

ْﺧ

َﻼ

ِﻕ

٦

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti. (HR. Ahmad dan Bukhari).

Dua hadist tersebut menjelaskan, bahwa ajakan dan seruan Rasul pada masa awal dakwahnya adalah tauhid yang diiringi dengan akhlak karimah. Akhlak karimah memiliki pengaruh besar yang sangat positif dalam pendidikan Islam dan objek dalam pendidikan. Apabila pendidik memiliki

2

Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Burpusat Pada Hati, ( Jakarta: Al Mawardi, 2012), h. 170.

3

Syaikh Musthafa al-Adawy, Fiqih Ahklak,trj, (Jakarta: Qisthi, 2009), h. 4.

4

Imam Abi Zakariya Yahya bin Syaraf ad-Din an-Nawawi ad-Damasyqi, Riyadh as-Shalihin, (Beirut: Daar ats-Tsaqafah, 1991), h. 133.

5

Jalaluddin Abdul Rahman Bin Abi Bakr al-Suyuti, Al-Jami Al-Shagir fii Ahadist al-basyir al-Nadzir, (Cairo: Daarul Fikri, tt), h. 103.

6

(3)

modal akhlak karimah maka didikannya akan lebih bermanfaat dan lebih mudah diterima oleh peserta didik. Namun sebaliknya jika seseorang pendidik tidak memiliki modal akhlak karimah, maka mendidik akan dirasa sulit dan berat dalam mengaplikasikan tugas sebagai pendidik.

Menurut M. Nurdin, pendidikan sama dengan peradilan, yakni tidak dapat dipegang sembarang orang, pendidikan dan peradilan harus dipegang orang yang punya keahlian dan kecakapan.7

Masih menurutnya, pendidikan bersifat irreversible (tidak dapat didaur ulang). Artinya, bila dalam proses pendidikan itu terjadi salah asuh, maka selamanya akan terjadi salah asuh.8

Dalam konteks pendidikan, akhlak adalah barometer keberhasilan suatu lembaga yang tentunya membawa nama baik buruk pendidiknya. Dari itulah Hasan al-Bashari, seorang ulama besar di kalangan tabi’in, mengatakan bahwa, “seseorang disebut tidak berilmu jika tidak berakhlak.”, hal itu seperti dikutip oleh Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqalani sebagai berikut:

ُﻪَﻟ ﻰَﻔْﻟُﺯ َﻻ ُﻪَﻟ َﻉَﺭَﻭ َﻻ ْﻦَﻣَﻭ ُﻪَﻟ َﻦْﻳِﺩ َﻻ ُﻪَﻟ َﺮَﺒَﺻ َﻻ ْﻦَﻣَﻭ ُﻪَﻟ َﻢْﻠِﻋ َﻻ ُﻪَﻟ َﺏَﺩَﺃ َﻻ ْﻦَﻣ

٩

Orang yang tidak berakhlak adalah orang tidak berilmu, orang yang tidak punya kesabaran adalah orang yang tidak beragama, dan orang yang tidak punya sifat wara’ (keapikan/kehati-hatian) adalah orang yang tidak mempunyai kedekatan dengan Allah.

Tentunya pengutamaan akhlak atau aspek batiniyah sebagai tujuan pendidikan ini tidak bermaksud mengesampingkan aspek aqliyah (intelektual) juga aspek jasmaniyah atau lahiriyah, karena pendidikan harus senantiasa singkron dan berkesinambungan serta adanya korelasi antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik atau pendidikan senantiasa mengacu pada perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan akhlak.

Kitab Adab al-Mu’allimin karya Ibnu Sahnun (202-205 H/813-869 M), Ar-Risalah al-Mufas-Shalah li Ahwal al-Muta’allimin, karya al-Qabisi (324-402 H/936-1012 M), Ihya Ulum ad-Din dan Ayyuhal Walad, karya Imam al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M), “Tadzkirah Sāmi’ wa Al-Mutakallim Fī Adab Al-Ālim wa Al-Muta’allim”, karya Ibnu Jama’ah (639-733 H/1242-1333 M). Merupakan sederatan kitab akhlak karya para ulama yang konsisten dalam menjaga akhlak dari segala penyakitnya.

Dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia, konsep akhlak Ibnu Jama’ah belum sepopuler al-Ghazali dengan Ihya Ulum ad-Din-nya, az-Zarnuzi dengan Ta’lim al-Muta’allim-nya, atau Hasyim Asy’ari dengan Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim-nya, baik pada dunia pendidikan formal atau Pesantren. Kendatipun demikian kajian tentang content kitab dan ekspolarasi atas kitab yang diselesaikan Ibnu Jama’ah pada 14 Dzul-Hijjah 672 H/1273 M masih terus dilakukan para sarjana pendidikan guna menambah khazanah keilmuan, sehingga membuahkan hasil dan manfaat bagi semua pihak terutama para pendidik.

Kajian Teoretik

Ayat-ayat Akhlak Pendidik dalam pembahasan ini akan dicoba dengan menganalisis arti ayat, akhlak dan pendidik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ayat diartikan sebagai tanda atau alamat; beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bagian pasal dalam undang-undang.10

akhlak diartikan sebagai budi pekerti, watak dan tabiat.11

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-Khuluq jamaknya “akhlaq”, yang berarti karakter (as-sajiyyah), tabi’at (ath-thab’u), tingkah laku, watak, moral etika atau budi pekerti. Akhlak lebih luas cakupannya dibanding moral atau etika karena akhlak meliputi lahiriyah dan batiniyah, serta adanya hubungan khusus antara makhluq (yang dicipta) dan Khaliq(sang Pencipta). Adapun etika diartikan sebagai ilmu atau sikap lahiriyah. Akhlak bersifat praktis, dan etika bersifat teoritis.

7

M. Nurdin, Pendidikan yang Menyebalkan, (Jogjakarta: Arruz Media, 2005), h. 78.

8

Ibid, h. 77.

9

Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqalani, Nashaihul Ubad, ( Semarang: Karya Thoha Puta, tt), h. 11.

10

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, KBBI (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 106.

11

(4)

Dalam Kamus Istilah Agama Islam [Kiayi], Akhlak; diartikan sebagai perilaku atau tabi’at manusia yang terjadi sehari-hari, baik yang terpuji maupun yang tercela.12

Dalam Mu’jam al-Wasith akhlak diartikan sebagai:

ﻢﻠﻋ

ﻪﻋﻮﺿﻮﻣ

ﻡﺎﻜﺣﺃ

ﺔﻴﻤﻴﻗ

ﻖﻠﻌﺘﺗ

ﻝﺎﻤﻋﻷﺎﺑ

ﻲﺘﻟﺍ

ﻒﺻﻮﺗ

ﻦﺴﺤﻟﺎﺑ

ﻭﺃ

ﺢﺒﻘﻟﺍ

١٣

Ilmu yang berkenaan dengan nilai hukum perbuatan seseorang baik atau buruk.

Dalam al-Qur`an, kata khuluq mempunyai dua pengertian; perangai atau budi pekerti dan adat kebiasaan atau agama. Seperti disebut dalam Q.S. Asy-Syu’ara, ayat 137 dan Q.S. al-Qalam, ayat 4.

ْﻥِﺇ

ﺍَﺬَﻫ

ﺎﱠﻟِﺇ

ُﻖُﻠُﺧ

َﻦﻴِﻟﱠﻭَﺄْﻟﺍ

:ﺀﺍﺮﻌﺸﻟﺍ)

١٣٧

(

(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu. (Q.S. As-Syu’ara: 137)

Khuluq al- Awwalīn artinya (adat kebiasan orang-orang terdahulu),14

yakni agama para leluhur bangsa arab sebelum turunnya agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw.

َﻚﱠﻧِﺇَﻭ

ﻰﻠَﻌَﻟ

ٍﻖُﻠُﺧ

ٍﻢﻴِﻈَﻋ

:ﻢﻠﻘﻟﺍ)

٤(

Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur. (Q.S. Al-Qalam:4)

Khuluqun ‘azhīm (akhlak yang agung), yakni Rasulullah Saw benar-benar berada dalam agama yang mulia dan terhormat dalam pandangan Allah Ta’ala. Menurut yang lain, benar-benar berada dalam anugerah yang besar, yaitu akhlak mulia. Berkat akhlak mulia yaitu sifat malu, dermawan, berani, terbuka, lembut dan sebagainya Allah Ta’ala memuliakannya.15

Imam Al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M), mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

ﻖﻠﺨﻟﺍ

ﺓﺭﺎﺒﻋ

ﻦﻋ

ﺔﺌﻴﻫ

ﻰﻓ

ﺲﻔﻨﻟﺍ

ﺍﺭ

ﺔﺨﺳ

ﺎﻬﻨﻋ

ﺭﺪﺼﺗ

ﻝﺎﻌﻓﻻﺍ

ﺔﻟﻮﻬﺴﺑ

ﺮﺴﻳﻭ

ﻦﻣ

ﺮﻴﻏ

ﺔﺟﺎﺣ

ﻰﻟﺇ

ﺮﻜﻓ

ﺔّﻳﻭﺭﻭ

ﻼﻘﻋ

ﻦﻣﺎﻋﺮ

ﺮﻴﻏ

ﺔﺟﺎﺣ

ﻰﻟﺇ

ﺮﻜﻓ

ﺔﻳﻭﺭﻭ

١٦

Akhlak adalah kondisi mental yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang, yang darinya timbul perbuatan-perbuatan (prilaku) dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Ibnu Miskawih (320-421 H/932-1030 M). mengartikan akhlak dengan The state of the soul which causes it to perform its action without thought and deliberation... Atau dalam kitab tahdzib yang berbunyi:

ﻝﺎﺣ

ﺲﻔﻨﻠﻟ

ﺔﻴﻋﺍﺩ

ﺎﻬﻟ

ﻰﻟﺍ

ﻟﺎﻌﻓﺃ

ﺎﻬ

ﻦﻣ

ﺮﻴﻏ

ﺮﻜﻓ

ﻻﻭ

ﺔﻳﻭﺭ

١٧

Suatu kondisi jiwa yang menyebabkan ia bertindak tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam.

Dari definisi al-Ghazali dan Ibnu Miskawih tersebut, diketahui bahwa akhlak mencakup dua syarat. Pertama, suatu perbuatan konsisten yang dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan yang tumbuh dengan sendirinya dilaksanakan

12

Abu Muhammad FH dan Zainuri Siroj, Kamus Istilah Agama Islam [Kiayi], (Jakarta: Pt. Albama, tt), h. 13.

13

Ibrahim Musthafa, dkk, Al-Mu’jam al-Wasith. (Turkey: Al-Maktabah al-Islamiyah, 2006), h. 252.

14

Muhammad Ali as-Shabuni, at-Tafsir al-Wadih al-Muyassar, (Beirut: Al-ufuq, 2003), h.921.

15

Abi Fida Ismail bin Katsir Quraisy ad-Damasqi, Tafsir Qur`an ‘Adzim, (Beirut: Syirkah Abna Syarif al-Anshari, 2002), h.363.

16

Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Juz III, (Beirut : Dar Ihya al-Kutub al-Ilmiyah, tt.), hlm. 58.

17

(5)

dengan mudah tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya intervensi, paksaan, bujukan, atau pengaruh-pengaruh sosial.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa akhlak adalah suatu sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat ikhlas dan permohonan bimbingan kepada Allah untuk dapat berbuat berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits sehingga timbul perbuatan-perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan otomatis tanpa memerlukan pemikiran dan bimbingan terlebih dahulu. Dari sebab itulah berakhlak mulia dalam Islam dapat menghantarkan pada tujuan mulia, yaitu; untuk mendapatkan ridha Allah, membentuk kepribadian muslim, dan untuk mewujudkan perbuatan mulia dan terhidarnya perbuatan tercela.18

Hasan al-Bashari, seorang ulama besar dikalangan tabi’in, mengatakan bahwa, “seorang manusia disebut tidak berilmu jika tidak berakhlak.”, hal itu seperti dikutip oleh Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqalani sebagai berikut:

ﻪﻟ ﻰﻔﻟﺯ ﻻ ﻪﻟ ﻉﺭﻭ ﻻ ﻦﻣﻭ ﻪﻟ ﻦﻳﺩ ﻻ ﻪﻟ ﺮﺒﺻ ﻻ ﻦﻣﻭ ﻪﻟ ﻢﻠﻋ ﻻ ﻪﻟ ﺏﺩﺃ ﻻ ﻦﻣ

١٩

Orang yang tidak berakhlak adalah orang tidak berilmu, orang yang tidak punya kesabaran adalah orang yang tidak beragama, dan orang yang tidak punya sifat wara’ (keapikan/kehati-hatian) adalah orang yang tidak mempunyai kedekatan dengan Allah.

Pengutamaan akhlak atau aspek batiniyah sebagai tujuan pendidikan ini tidak bermaksud mengesampingkan aspek aqliyah (intelektual) juga aspek jasmaniyah atau lahiriyah, karena pendidikan harus senantiasa berkesinambungan dan adanya keseimbangan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik atau pendidikan senantiasa mengacu pada perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan akhlak sehingga menghasilkan produk insan kamil yang diridhai.

Secara etimologis, istilah pendidik dalam konteks pendidikan Islam disebut dengan murabbi, mu’allim, dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata mu’allim isim fail dari ‘allama, yu’allimu, sedangkan kata muaddib berasal dari addaba, yuaddibu. Selain ketiga sebutan tersebut ada pula yang memberi gelar al-Ustadz, al-Syaikh,20 dan al-Mudarris.21

Dari ketiga istilah tersebut, dapat disimpulkan bahwa semua penamaan itu adalah tugas guru. Guru dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sangsakerta dengan arti orang yang digugu dan ditiru perkataan dan perbuatannya. Jika guru dengan kapasitas murabbi berarti mempunyai peranan dan fungsi membuat pertumbuhan, perkembangan, serta menyuburkan intelektual dan jiwa peserta didik. Guru dengan kapasitas mu’allim berarti menggambarkan sosok seorang yang mempunyai kompetensi profesional keilmuan yang sangat luas, sehingga layak menjadi seorang yang membuat orang lain atau muridnya berilmu. Guru berkapasitas sebagai mu`addib mempunyai tugas menjadikan anak didiknya menjadi insan yang berakhlak mulia.22

Sedangkan mudarris asal kata dari darasa-yudarrisu-tadrisan, isim failnya al-mudarris. Darasa yang berarti meninggalkan bekas, dan menghapus.23

Guru sebagai mudarris berarti guru yang mampu meninggalkan bekas berupa perubahan sikap, keilmuan dan prilaku. Harapannya adalah guru yang menguasai bidang studi, metodologi pembelajaran, dan wawasan pendidikan dapat terpenuhi.24

Ahmad Tasir, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik, dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta),

18

A. Zainuddin, dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2 Muamalah dan Akhlak, (Bandung: pustaka Setia, 1999), h. 77.

19

Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqalani, Nashaihul Ubad, ( Semarang: Karya Thoha Puta, tt), h. 11.

20

Tim-LPP-SDM, Ensiklopedi Pendidikan Islam, (Depok: Bina Muda Cipta Kreasi, 2010), h. 77

21

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), h. 397.

22

Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan al-Qur’an Tentang Pendidikan, (Jakarta, Amzah, 2013), h. 63.

23

Ahmad Warson Munawwir, op. cit., h. 397.

24

(6)

maupun psikomotorik (karsa).25

Masih menurut Ahmad Tafsir, pendidik ialah semua yang mempengaruhi perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam dan kebudayaan.26

Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis merupakan penelitian kepustakaan (library research), berupa studi dokumen atau teks,27

yang bertujuan untuk mengeksplorasi atau mengungkap ayat-ayat akhlak personal pendidik Ibnu Jama’ah serta kemungkinan penerapannya dalam konteks pendidikan Islam kontemporer, dengan menggunakan analisis kualitatif,28

berupa teori-teori, konsep-konsep, pernyataan-pernyataan beberapa ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas, dimana penyajiannya bersifat deskriftif dengan menggunakan metode berpikir induktif.29

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi sumber data primer, dan sumber data sekunder.30

Adapun sumber-sumber data primer ialah kitab “Tadzkirah Sāmi’ wa Al-Mutakallim Fī Adab Al-Ālim wa Al-Muta’allim”, sedangkan data sekunder yaitu sumber data yang berasal dari buku-buku atau karya tulis yang ditulis selain tokoh yang ada dalam buku ini dan masih ada relevansi dengan masalah yang diteliti, seperti; (1) Fikih Akhlak (2) Adab Mufrad. (3) Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam. (4) Usus Tarbiyah al-Islamiyah Fi as Sunah an Nabawiyah. (5) Ushul Tarbiyah Islamiyah. (6) Kitab Adab. (7) Ihya Ulum ad Diin. (8) Mauidzah al Mu`minin, (9) Riyadh as-Shalihin, dan data lainnya yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan artikel-artikel.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Badruddin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’adillah bin Jama’ah bin Ali bin Hazim bin Shakhr bin Al-Kinani al-Hamawi as-Syafi’i.31

Lahir di Hamwa, Mesir, pada tanggal 04 Rabi’ul Akhir 639 H/1241 M malam Sabtu, dan wafat pada pertengahan malam akhir hari Senin tanggal 21 Jumadil Ula 733 H/1333 M. dan dimakamkan di Qirafah, Mesir.32

Usianya 94 tahun, satu bulan, beberapa hari.

Pada masa kanak-kanak , pendidikannya didapat dari ayahnya sendiri yaitu Burhanuddin bin Jama’ah (596-675 H), seorang ulama besar ahli fiqih dan sufi serta hakim.33

Selain berguru kepada ayahnya, Ibnu Jama’ah juga berguru kepada sejumlah ulama besar. Ketika usia remaja saat tinggal di Hamah Ibnu Jama’ah berguru kepada Syarafuddin Abdul Aziz al-Anshari (w. 662 H), Ridha bin Burhan (w.664 H), Ketika di Mesir belajar kepada Rasyid ‘Athar (w. 662 H), Taaj bin al-Asqalani (w. 665 H), dan ketika di Damaskus belajar kepada At-Taqi bin Abi Yusr (w. 672 H), dan sejumlah Syuyukh lainnya. Adapun guru yang paling berpengaruh dalam keilmuannya hingga menjadi seorang hakim ialah Taqyuddin bin Razin (w. 780), dan pada bidang ilmu nahwu banyak didapat dari Imam bin Malik (w. 672).34

25

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 74

26

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: Rosda, 2012), h. 170.

27

Jenis penelitian kualitatif ada delapan, yakni etnografi, studi kasus, studi dokumen atau teks, observasi, wawancara terpusat, fenomenologi, groubded theory, dan studi sejarah. V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: PustakaBaruPress, 2014), h. 23.

28

Penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptifberupa ucapan atau tulisan dan prilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif akan menghasilkan uraian dalam bentuk tulisan, dan tulisan. ibid, h. 7.

29

Ibid, h. 13.

30

Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: Lkis Pelangi Akhsara Yogyakarta, 2008), h. 98.

31

Ibnu Jama’ah, Tadzkirah al Sami wa Mutakallim fi Adab Alim wa Muta’allim, (Beirut: Darul Basyair al-Islamiyah, 2008), h. 11

32

Abdul Kafi As-Subaki, Thabaqat as-Syafi’iyyah al-Kubra, Juz IX, (Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, tt), h. 140.

33

Ibnu Jama’ah, op. cit., h. 11

34

(7)

Berkat didikan dan pengembaraan dalam menuntut ilmu tersebut, Ibnu Jama’ah kemudian menjadi seorang ahli hukum, pakar pendidikan, juru da’wah, penyair, ahli tafsir, ahli hadits, dan profesi lainnya. Akan tetapi beliau lebih dikenal sebagai orang yang ahli hukum, yakni sebagai hakim dangan jabatan qadhi qudhat (hakim agung) dan gelar Syaikh al-Islam. Banyak orang belajar kepada Ibnu Jama’ah, bahkan di antara muridnya menjadi pakar ilmu. seperti putranya Izzuddin (767 H), as-Shalah as-Shafadi (763 H), Syamsu ad-Dzahabi (748 H), Taj as-Subki (771), dan lain-lainnya.

Dilihat dari masa hidupnya Ibnu Jama’ah hidup pada masa disintegrasi yaitu pada masa Dinasti Ayyubiyah di bawah pimpinan Shalahuddin al-Ayyubi yang menggantikan Dinasti Fathimiyah pada tahun 1174 M. Pada masa Ibnu Jama’ah, kondisi struktur sosial keagamaan sedang memasuki masa-masa penurunan. Baghdad sebagai simbol peradaban Islam sudah hancur yang kemudian berakibat pada pelarangan terhadap kajian-kajian filsafat dan kalam, bahkan terhadap ilmu non-agama. Pelarangan ini didukung oleh sebagian ulama dan mendapat pengakuan dari penguasa yang nota bene berpemahaman syi’ah. Walau demikian Ibnu Jama’ah dibesarkan dalam tradisi sunni yang kontra dengan rasionalis serta kurang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan non-agama. Perubahan Dinasti Fathimiyah ke Dinasti Ayyubiyah membawa angin segar bagi pertumbuhan dan perkembangan paham sunni, terutama dalam bidang fiqih Syafi'iyah.35

Pada masa Ibnu Jama’ah, telah berdiri berbagai lembaga pendidikan yang kemudian menghantarkannya menjadi pakar pendidikan pada masanya. Di antara lembaga pendidikan itu ialah: (1) Kuttab, yaitu lembaga pendidikan dasar yang digunakan untuk memberikan kemampuan membaca dan menulis. (2) Pendidikan Istana, yaitu lembaga pendidikan yang dikhususkan untuk anak-anak pejabat dan keluarga istana. (3) Toko Kitab, yang fungsinya sebagai tempat untuk menjual kitab serta tempat berdiskusi antara para pelajar. (4) Majelis Ulama, yaitu tempat yang sengaja disediakan oleh para Ulama untuk mendidik para siswa. (5) Rumah Sakit, selain dikembangkan untuk kepentingan medis, juga untuk mendidik tenaga-tenaga yang akan bertugas sebagai perawat. (6) Perpustakaan, selain berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan buku-buku, juga dipakai untuk diskusi dan penelitian, perpustakaan yang cukup besar adalah Daar Al-Hikmah. (7) Masjid, selain tempat untuk beribadah, juga digunakan untuk kegiatan pandidikan dan sosial. Selain itu juga berkembang madrasah-madrasah, madrasah yang pertama kali didirikan adalah Madrasah Nidzam Al-Muluk didirikan oleh Wazir Nidzamiyyah pada tahun 1064 M.36

Sebagai intelektual muslim, Ibnu Jama’ah banyak menghasilkan karya-karya tulis dalam berbagai bidang di antaranya: masalah Pendidikan, “Tadzkirah al-Sami wa al-Mutakallim fii Adab al-Alim wa Al-Muta’allim”, Astronomi, “Usthurullah”, Ulumul Hadits, “al-Munhilul Rawi Fii Ilmuil Hadist an-Nabawi”, Ulum at-Tafsir, ”Al-Fawaid al-Laihah min Surah al-Fatihah”, dan kitab “At-Tibyan Limuhimmat al-Qur’an”, Ilmu fiqih, “Al-Masalik Fii Ilmil Manasik”, dan Ushul Fiqih “An-Najmu al-Lami’ Fii Syarhi Jam’i al-Jawami”.

Selain kitab-kitab di atas masih banyak kitab-kitab yang beliau tulis, di antaranya adalah: Idlah ad-Dalil fi Qath’I Hujaj ahl-Ta’wil, at-Tibyan li Mubhimat Al-Qur’an, Tajnid al-Ajnad wa Jihat al-Jihad, Tahrirul Ahkam Fii Tadbiri Jaisyil Islam, At-Tanzih fii Ibthali hujaji at-Tasybih, Tanqihul Munadzarah Fii Tashilil Mukhabarah, Ghurar at-Tibyan Fi Tafsir al-Qur`an, dan lain-lain.37

Karir Ibnu Jama’ah dalam dunia pendidikan, dibuktikan dengan banyaknya mengajar pada beberapa madrasah di Damaskus, seperti Qaimriyah, ‘Adiliyah Kubra, Syamiyah al-Barraniyah dan madrasah lainnya. Ketika di Mesir Ibnu Jama’ah mengajar di as-Shalihiyah, an-Nashiriyah, al-Kamiliyah, Universitas al-Hakim, Universitas Ibn Thulun, dan sebagainya.38

35

Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri kajian Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 112.

36

Jihan Abdullah, Etika Pendidik dalam Konsep Pemikiran Ibnu Jama’ah, (Jurnal Paedagogia Vol. 2 Nomor 1 Tahun 2013), h. 90.

37

Ali bin Muhammad Al-Imraan, Tafsir Khazin. (Beirut: Daar al-Kutub al-Alamiyah, 1995), h.168.

38

(8)

Kitab Tadzkirat al Sâmi' wa al-Mutakallim fî Adab al-‘A

lim wa al-Muta’allim, selesai

disusun Ibnu Jama'ah pada tanggal 14 Dzu al-Hijjah tahun 672H/1273 M. latar belakang penulisan kitab ini didasari oleh sebuah pandangan bahwa perlu adanya literatur yang membahas tentang (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan, baik akhlak yang berkaitan dengan mengajar ('ālim), pelajar (muta’allim), penggunaan literatur/buku (mushabatu al-kutub), maupun tempat tinggal (sakan), sehingga ilmu menjadi mudah didapat. Selain itu tampaknya didorong oleh kondisi sosial akhlak masyarakat, pada khususnya kaum terpelajar (peserta didik) dengan menurunnya semangat (hamasah) mencari ilmu disebabkan lemahnya akhlak sehingga perasaan malu meliputi diri dan berakhir dengan enggannya datang ke majelis ilmu, didapatkan pula peserta didik yang menuntut ilmu namun adab terhadap ilmu dan akhlaknya tidak mencerminkan sebagai penuntut ilmu, begitu pula ia melihat guru (pendidik) yang tidak mencerminkan akhlak sebagai orang yang berkeperibadian pendidik.

Dalam kitab ini terdapat pasal-pasal akhlak yang terdiri dari ayat-ayat menarik berkenaan dengan akhlak dan pendidikan, termasuk di dalamnya cara-cara belajar, interaksi pendidik-peserta didik, peserta didik-pendidik, dan aturan atau kode etik penuntut ilmu dalam kehidupan berasrama di sekolah atau pesantren. Secara keseluruhan, kitab Tadzkirah Sāmi’ wa Al-Mutakallim Fī Adab Al-Ālim wa Al-Muta’allim tersusun dari lima bab, yaitu; Pertama: Tentang keutamaan ilmu, pemilik ilmu, dan orang-orang yang berilmu beserta cara menghormatinya. Kedua : Tentang akhlak personal pendidik, interkasi dengan peserta didik, profesi dan almamaternya. Ketiga: Tentang akhlak personal peserta didik, interaksi terhadap pendidik dan temannya serta terhadap materi pelajarannya. Keempat: Tentang etika terhadap materi pelajaran dan literatur lainnya. Kelima : Tentang akhlak berasrama.

Dalam pandangan Ibnu Jama’ah, akhlak merupakan faktor inti dalam pendidikan. Pendidik sebagai sentral dan figur harus benar-benar berakhlak karimah relevan dengan akal, syariat, dan pendapat para ulama. Kewajiban berakhlak karimah bagi pendidik lebih didasari atas dasar pengetahuan lebih mengetahui tentang ilmu, akhlak, dan pendidiklah yang dikatakan sebagai pewaris Nabi. Ibnu Jama’ah mengatakan:

ﻞﻘﻌﻟﺍ ﺪﻬﺷ ﻱﺬﻟﺍ ﺏﺩﻷﺍ ﻦﺴﺣ : ﻪﺑﺎﺴﺘﻛﺍﻭ ﻪﻠﻴﺼﺤﺗ ﻲﻓ ﺐﺋﺪﻳﻭ ﻪﺑﺎﺒﺷ ﺥﺮﺷ ﺐﻴﺒﻠﻟﺍ ﻪﺑ ﺭﺩﺎﺒﻳ ﺎﻣ ﻢﻫﺃ ﻦﻣ ﻥﺈﻓ

ﻉﺮﺸﻟﺍﻭ

….

.

ﺔﻳﺭﺫ ﻪﺑ ﺍﻮﻠﺣ ﻦﻳﺬﻟﺍ : ﻢﻠﻌﻟﺍ ﻞﻫﺃ :ﺔﻠﻴﻤﺠﻟﺍ ﺔﺒﺗﺮﻤﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﺓﺯﺎﻴﺤﺑ ﻢﻫﻻﻭﺃﻭ ﺔﻠﺼﺨﻟﺍ ﻩﺬﻬﺑ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﻖﺣﺃ ﻥﺇﻭ

ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻕﻼﺧﺃ ﻡﺭﺎﻜﻤﺑ ﻢﻬﻤﻠﻌﻟ ,ﺀﺎﻴﺒﻧﻷﺍ ﺔﺛﺍﺭﻭ ﻰﻟﺇ ﻖﺒﺴﻟﺍ ﺕﺎﺒﺼﻗ ﻪﺑ ﺍﻭﺯﺮﺣﺃﻭ ﺀﺎﻨﺴﻟﺍﻭ ﺪﺠﻤﻟﺍ

.ﻪﺑﺍﺩﺁﻭ

٣٩

Perkara paling penting yang harus terlintas dalam benak orang berakal pada masa mudanya, demi meraih ilmu dan cita-citanya adalah akhlak yang telah dinyatakan benar oleh akal dan syari’at. Dan manusia yang paling pantas menyandang sifat mulia dan kedudukan ini ialah ahlu ilmu (pendidik). yaitu orang-orang yang mendapat pujian dan kedudukan tinggi serta melekat dalam dirinya pundi-pundi warisan para Nabi, mereka pulalah yang banyak mengetahui tentang akhlak Nabi Muhammad saw, dan adab-ababnya.

Akhlak dalam proses pendidikan melibatkan adanya interaksi edukatif yang kontinu antara pendidik dan peserta didik demi terwujudnya manusia paripurna (insan kamil) yang diridhai Allah. Ulama (pendidik) menurut Ibnu Jama’ah sebagai mikrokosmos manusia yang secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khair al-bariyah), jika tertanam dalam jiwanya sifat takut kepada Allah (Khasyyah). Ibnu Jama’ah mengatakan:

39

(9)

ﷲﺍ ﻥﻮﺸﺨﻳ ﻦﻳﺬﻟﺍ ﻥﺃﻭ ,ﷲﺍ ﻥﻮﺸﺨﻳ ﻦﻳﺬﻟﺍ ﻢﻫ ﺀﺎﻤﻠﻌﻟﺍ ﻥﺃ

ﺔﻳﺮﺒﻟﺍ ﺮﻴﺧ ﻢﻫ ﺀﺎﻤﻠﻌﻟﺍ ﻥﺃ ﺞﺘﻨﻴﻓ ﺔﻳﺮﺒﻟﺍ ﺮﻴﺧ ﻢﻫ ﻰﻟﺎﻌﺗ

٤٠

Sesungguhnya pendidik ialah orang yang paling takut kepada Allah, dan orang yang takut kepada Allah Ta’ala adalah sebaik-baik makhluk, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang menjadi pendidik adalah orang terbaik.

.ﺎﻬﻨﻋ ﺭﺮﻀﻟﺍ ﻲﻔﻧﻭ ﺎﻬﻴﻟﺇ ﻥﺎﺴﺣﻻﺎﺑ (ﻥﻮﺻﻮﻳﻭ ﻡﺮﺤﻳ ﺎﻣﻭ ﻞﺤﻳ ﺎﻣ) ﻥﻮﻨﻴﺒﻳ ﻦﻳﺬﻟﺍ ﻢﻫ ﺀﺎﻤﻠﻌﻟﺍ ﻥﺃﻭ

٤١

Sesungguhnya pendidik ialah orang yang mampu menjelaskan halal haram dan menjaga peserta didiknya dengan cara yang baik serta mencegah dari perbuatan yang dapat membahayakan peserta didik dari terjerumusnya kepada perbuatan tercela.

Dengan demikian kapasitas dan kompetensi yang wajib dimiliki para pendidik sebagai orang yang paling takwa dan takut kepada Allah Swt, ialah; luas ilmu pengetahuannya, ada kemampuan untuk membimbing, mengarahkan, dan berakhlak karimah.

ﻯﻭﺭ

ﻱﻮﻐﺒﻟﺍ

ﺩﺎﻨﺳﺈﺑ

ﻲﺒﻠﻌﺜﻟﺍ

ﻦﻋ

ﺮﺑﺎﺟ

ﻦﺑ

ﺪﺒﻋ

ﷲﺍ

ﻥﺃ

ﻲﺒﻨﻟﺍ

ﻰّﻠﺻ

ﷲﺍ

ﻪﻴﻠﻋ

ﻢّﻠﺳﻭ

ﻼﺗ

ﻩﺬﻫ

ﺔﻳﻵﺍ

.

َﻚْﻠِﺗَﻭ

ُﻝﺎﺜْﻣَﺄْﻟﺍ

ﺎﻬُﺑِﺮْﻀَﻧ

ِﺱﺎﱠﻨﻠِﻟ

ﺎﻣَﻭ

ﺎﻬُﻠِﻘْﻌَﻳ

ﺎﱠﻟِﺇ

َﻥﻮُﻤِﻟﺎﻌْﻟﺍ

ﻝﺎﻗ

:

»

ﻢﻟﺎﻌﻟﺍ

ﻦﻣ

ﻞﻘﻋ

ﻦﻋ

ﷲﺍ

ﻞﻤﻌﻓ

ﻪﺘﻋﺎﻄﺑ

ﺐﻨﺘﺟﺍﻭ

ﻪﻄﺨﺳ

«

٤٢

Menurut al-Bhagawi dengan sanad dari ats-Tsa’labi, dari Jabir bin Abdillah, sesungguhnya Nabi Muhammad Saw ketika membaca ayat (dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang berilmu) Rasul Saw, bersabda: orang berilmu ialah yang berfikir tentang Allah lalu berbuat dengan menjalankan ketaatan pada-Nya dan menjauhi murka-Nya.

Pendidik adalah manusia paling tepat untuk melakukan perubahan perilaku, akhlak dan mindset terhadap peserta didik, baik secara gradul atau radikal melalui proses pendidikan. Pendidik bukan hanya diamanahi oleh orang tua wali murid, dan undang-undang, tetapi ditugaskan Allah swt untuk melakukan sejuta kerja nyata demi terwujudnya perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Di tangan pendidiklah harapan perubahan itu bisa terwujud. Jika pendidik berakhlak dan menciptakan perubahan perilaku, karakter atau akhlak (change of behavior) maka akan menghasilkan peserta didik yang berakhlak.

Seorang sejarawan terkemuka, Henry Adam mengatakan: A teacher effect enternity he can never tell where his influence stops. (Seorang guru itu berdampak abadi, ia tidak pernah tahu dimana pengaruhnya itu berhenti).43

Karena itulah sebuah padepokan silat melekat pada nama besar pendekarnya. Kemasyhuran suatu Pondok Pesantren terletak pada nama besar kiayinya. Dan gengsi sebuah perguruan tinggi terletak pada guru besarnya. Dan favoritnya sebuah sekolah terletak pada kualitas pendidiknya.

Ibnu Jama’ah membagi akhlak ke dalam dua bagian, yaitu: akhlak tercela (radi`ah) dan akhlak terpuji (radhiyyah/mardhiyyah).

ﺔﻴﺿﺮﻤﻟﺍ ﻕﻼﺧﻷﺎﺑ ﺮﻤﻌﻳﻭ ﺔﻳﺩﺮﻟﺍ ﻕﻼﺧﻷﺍ ﻦﻣ ﻩﺮﻫﺎﻇﻭ ﻪﻨﻃﺎﺑ ﺮﻬﻄﻳ ﻥﺃ

٤٤

Hendaknya membersihkan hatinya dari akhlak tercela dan menghiasi dengan akhlak terpuji.

Adapun yang termasuk ke dalam kriteria akhlak tercela ialah: menipu, dengki, dzalim, marah bukan karena Allah, curang, sombong, riya, ujub, ingin dipuji, kikir, angkuh, jahat, rakus, berbesar hati, congkak, berlomba-lomba dalam kemewahan dunia dan membangga-banggakannya, bermudahanah, mengkamuflase, gila hormat, buta dari kejelekan dan kesalahan sendiri, sibuk membuka aib orang lain, fanatik buta, menggunjing, adu domba, berdusta, berbohong, kotor 40 Ibid, h. 18. 41 ibid, h. 19. 42

Ibrahim al-Baghawi, Tafsir Khazin Juz 5, (Beirut: Daar Kutub al-Alamiyah), h. 51

43

Ibid, h. 29.

44

(10)

dalam ucapan, meremehkan martabat orang lain, dan penyakit yang paling banyak menjangkit pada diri seseorang adalah dengki, ujub, riya, dan meremehkan orang lain.

Setelah menjabarkan kriteria akhlak tercela, Ibnu Jama’ah kemudian memberikan solusi berupa obat penawar untuk kesembuhan dari terjangkitnya penyakit akhlak radi`ah sebagaimana tersebut di bawah ini:

1) Penawar obat penyakit hasud, ialah senantiasa berpikir bahwa dengan berhasad berarti dia telah memperotes Allah atas segala hikmah dari pemberian nikmat yang diberikan kepada orang lain. Efek samping dari penyakit itu adalah merasuknya kebimbangan (kesedihan), melelahkan hati dan mengotorinya.

2) Obat penyakit ujub, ialah mengingat bahwa ilmu, pemahaman, daya tangkap dan intelektual, kefasihan dan lainnya merupakan bagian dari nikmat Allah yang dianugrahkan kepada adalah amanah Allah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Sesungguhnya dzat yang memberi anugrah tersebut Maha Kuasa untuk melenyapkan dalam sekejap mata sebagaimana Allah mencabut ilmunya Bal’am45

hanya dalam sekejap mata.

3) Obat riya, adalah dengan berfikir sesungguhnya semua makhluk di dunia tidak ada yang mampu memberinya kebahagiaan sebelum Allah menetapkan kebahagiaan itu, dan tidak ada yang mencelakakan jika Allah tidak mentakdirkan celaka. Dan tidaklah ada manfaat dan madharatnya bagi orang yang perbuatannya selalu ingin dilihat orang lain.

4) Obat penyakit menghinakan dan merendahkan orang lain, adalah dengan memikirkan, bahwa bisa saja orang yang dihina atau diremehkan itu lebih baik dalam pandangan manusia atau dalam pandangan Allah.

Adapun yang termasuk akhlak terpuji (mardhiyyah) ialah selalu bertaubat, ikhlas, yakin, taqwa, shabar, ridha, qana’ah, zuhud, tawakal, tafwid (pasrah), bersih hati, berbaik sangka, merasa cukup, akhlak baik, melihat kebaikan orang lain dan melupakan kebaikan sendiri, syukur nikmat, kasih sayang terhadap makhluk, malu kepada Allah dan manusia.

Ibnu Jama’ah membagi akhlak pendidik ke dalam tiga pasal; Akhlak personal pendidik, akhlak pendidik terhadap almamater dan profesinya, dan akhlak interaksi pendidik terhadap peserta didik. Dalam makalah ini hanya akhlak personal pendidik yang dikaji.

Seorang pendidik hendaklah memiliki akhlak mulia yang dapat membentuk keperibadian dan menunjukan karakter, kafasitas dan kapabilitas kompetensi dan profesionalitas sebagai seorang pendidik. berikut ini 12 ayat akhlak personal pendidik Ibnu Jama’ah:

Pertama, Muraqabatullah. Seorang pendidik harus senantiasa memiliki kedekatan dengan Allah baik ketika sendirian atau dalam komunitas orang banyak, kapan dan dimanapun, dalam bentuk ucapan atau perbuatan. Muraqabatullah yang benar akan menghasilkan ilmu yang bermanfaat berupa ketaatan pada Allah dalam segala ucapan dan perbuatan, mampu memelihara amanah ilmu pengetahuan, dan mempertajam intelektual. Ibnu Jama’ah berkata:

ﻦﻴﻣﺃ ﻪﻧﺈﻓ ﻪﻟﺎﻌﻓﺃﻭ ﻪﻟﺍﻮﻗﺃﻭ ،ﻪﺗﺎﻨﻜﺳﻭ ﻪﺗﺎﻛﺮﺣ ﻊﻴﻤﺟ ﻲﻓ ﻪﻓﻮﺧ ﻰﻠﻋ ﺔﻈﻓﺎﺤﻤﻟﺍﻭ ﺔﻴﻧﻼﻌﻟﺍﻭ ّﺮﺴﻟﺍ ﻲﻓ ﻰﻟﺎﻌﺗ ﷲﺍ ﺔﺒﻗﺍﺮﻣ ﻡﺍﻭﺩ

ﻰﻠﻋ

.ﻢﻬﻔﻟﺍﻭ ﺱﺍﻮﺤﻟﺍ ﻦﻣ ﺢﻨﻣ ﺎﻣﻭ ،ﻡﻮﻠﻌﻟﺍ ﻦﻣ ﻉﺩﻭﺃﺎﻣ

٤٦

Selalu memiliki muraqabatullah (dekat) dengan Allah ketika sendiri atau dalam komunitas orang banyak. Menjaga khauf (takut) selalu diawasi dalam setiap tingkah lakunya, perkataan dan perbuatannya, karena sesungguhnya pendidik diberi amanah untuk mengemban ilmu pengetahuan dan dianugrahi kepadanya panca indera dan pemahaman.

45

Seorang laki-laki bani Israil yang mempunyai banyak kelebihan pada keilmuan dan mustajabnya do’a yang ia panjatkan, dia pula yang banyak di catat ahli tafsir sebagai orang yang dimaksud dalam firrman Allah: “ dan bacakanlah

kepada mereka berita orang yang telah kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), kemudian di melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia tergoda dengan syaitan” (Al-A’raf : 175). Lihat tafsir Ibnu Katsir.

Juz II, h. 244.

46

(11)

Kedua, Memuliakan dan menjaga otentitas ilmu. Pendidik senantiasa menjunjung tinggi kemuliaan ilmu pengetahuan. Ibnu Jama’ah berkata:

ﺼﻳ ﻥﺃ

.ﻑﺮﺸﻟﺍﻭ ﺓﺰﻌﻟﺍ ﻦﻣ ﻰﻟﺎﻌﺗ ﷲﺍ ﻪﻠﻌﺟ ﺎﻤﺑ ﻪﻟ ﻡﻮﻘﻳﻭ ،ﻒﻠﺴﻟﺍ ﺀﺎﻤﻠﻋ ﻪﻧﺎﺻ ﺎﻤﻛ ﻢﻠﻌﻟﺍ ﻥﻮ

٤٧

Senantiasa menjaga kemuliaan ilmu pengetahuan sebagaimana ulama salaf memuliakannya, dan menjaganya sebagaimana Allah telah meninggikan dan memuliakannya.

Ketiga, Memiliki sifat zuhud, Pendidik harus memiliki sifat zuhud48

dengan senantiasa meminimalisir kekayaan berlebihan dan diperbolehkan memiliki harta sekedar untuk mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan pokok keluarganya. Ibnu Jama’ah berkata:

ﻞﻠﻘﺘﻟﺍﻭ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ﻲﻓ ﺪﻫﺰﻟﺎﺑ ﻖﻠﺨﺘﻳ ﻥﺃ

ﻪﺟﻮﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻚﻟﺬﻟ ﻪﻴﻟﺇ ﺝﺎﺘﺤﻳ ﺎﻣ ﻥﺈﻓ ﻪﻟﺎﻴﻌﺑ ﻭﺃ ﻪﺴﻔﻨﺑ ﺮﻀﻳ ﻻ ﻱﺬﻟﺍ ﻥﺎﻜﻣﻹﺍ ﺭﺪﻘﺑ ﺎﻬﻨﻣ

.ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ﻦﻣ ﺪﻌﻳ ﺲﻴﻟ ﺔﻋﺎﻨﻘﻟﺍ ﻦﻣ ﻝﺪﺘﻌﻤﻟﺍ

.٤٩

Pendidik harus memiliki sifat zuhud (menghindari kemewahan duniawi), meminimalisir kemewahan hidup dengan cukup mengambil sekedarnya yang menjadi kebutuhan diri dan keluarganya. Dengan demikian ia senantisa seimbang dalam menyikapi kebutuhan dunianya.

Keempat, Mengetahui tujuan penggunaan ilmu, Pendidik hendaknya tidak menjadikan ilmu sebagai alat untuk mencapai kemuliaan, kekayaan, pangkat dan jabatan, popularitas (shuhrah), atau persaingan dengan orang lain. Ibnu Jama’ah berkata:

ﻭﺃ ﺔﻣﺪﺧ ﻭﺃ ,ﺓﺮﻬﺷ ﻭﺃ ،ﺔﻌﻤﺳ ﻭﺃ ,ﻝﺎﻣ ﻭﺃ ,ﻩﺎﺟ ﻦﻣ ﻪﻳﻮﻴﻧﺪﻟﺍ ﺽﺍﺮﻏﻷﺍ ﻰﻟﺇ ﻪﺑ ﻞﺻﻮﺘﻳ ﺎﻤﻠﺳ ﻪﻠﻌﺟ ﻢﻋ ﻪﻤﻠﻋ ﻩﺰﻨﻳ ﻥﺃ

.ﻪﻨﻳﺮﻗ ﻰﻠﻋ ﻡﺪﻘﺗ

٥٠

Pendidik hendaknya tidak menjadikan ilmunya sebagai sarana untuk meraih tujuan-tujuan duniawi, berupa pangkat dan kedudukan tinggi, harta kekayaan, pujian, popularitas, pelayanan lebih dan persaingan dari kawan-kawannya.

Kelima, memiliki sifat muru’ah,51

Pendidik senantiasa menjauhi perbuatan-perbuatan rendah (tidak baik) menurut tabiat, kebiasaan, syara’ atau norma sosial yang dapat merendahkan harkat derajat pendidik. Ibnu Jama’ah berkata:

،ﺎﻋﺮﺷﻭ ﺓﺩﺎﻋ ﺎﻬﻫﻭﺮﻜﻣ ﻦﻋﻭ ،ﺎﻌﺒﻃ ﺎﻬﻠﻳﺫﺭﻭ ﺐﺳﺎﻜﻤﻟﺍ ﺊﻴﻧﺩ ﻦﻋ ﻩﺰﻨﻳ ﻥﺃ

٥٢

Hendaknya seorang pendidik menjauhkan dirinya dari pekerjaan yang rendah dan hina secara thabi’at, dan menghindari perbuatan yang dibenci secara hukum kebiasaan dan syari’at,

Keenam, Menjaga syi’ar Agama Islam, Pendidik hendaklah menegakkan syi’ar (tanda-tanda kebesaran) Islam, dan memelihara hukum-hukumnya, seperti shalat berjama’ah di mesjid, mengucapkan salam, merealisasikan amar ma’ruf nahyi munkar, sabar, menghidupkan sunah dan memerangi bid’ah, aktif terlibat dalam kegiatan keagamaan dan sosial untuk kemaslahatan umat Islam. Ibnu Jama’ah berkata:

ﻡﻼﺴﻟﺍ ﺀﺎﺸﻓﺇﻭ ،ﺕﺎﻋﺎﻤﺠﻟﺍ ﺪﺟﺎﺴﻣ ﻲﻓ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﺔﻣﺎﻗﺈﻛ ،ﻡﺎﻜﺣﻷﺍ ﺮﻫﺍﻮﻇﻭ ﻡﻼﺳﻹﺍ ﺮﺋﺎﻌﺸﺑ ﻡﺎﻴﻘﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻆﻓﺎﺤﻳ ﻥﺃ

ﺪﻨﻋ ﻖﺤﻟﺎﺑ ﺎﻋﺩﺎﺻ ،ﻚﻟﺫ ﺐﺒﺴﺑ ﻯﺫﻷﺍ ﻰﻠﻋ ﺮﺒﺼﻟﺍﻭ ,ﺮﻜﻨﻤﻟﺍ ﻦﻋ ﻲﻬﻨﻟﺍﻭ ﻑﻭﺮﻌﻤﻟﺎﺑ ﺮﻣﻷﺍﻭ ،ﻡﺍﻮﻌﻟﺍﻭ ﺹﺍﻮﺨﻠﻟ

47

Ibnu Jama’ah, loc. cit.

48

Zuhud-asketisme. Zuhud berasal dari bahasa arab zahada artinya raghaba ‘anhu wataraka (benci dan meninggalkan sesuatu). Zuhud secara istilah adalah menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, op. cit., h. 296.

49

Ibid, h. 50.

50

Ibnu Jama’ah, loc, cit.

51

Muru’ah ialah menjaga nama baik dengan perlakuan yang mengarah kepada perbuatan yang terpuji dan menjauhi sikap yang tercela. Abu Muhammad FA dan Zainuddin Siraj, op, cit., h. 208.

52

(12)

.ﻢﺋﻻ ﺔﻣﻮﻟ ﻪﻴﻓ ﻑﺎﺨﻳ ﻻ ﷲ ﻪﺴﻔﻧ ﻻﺫﺎﺑ ،ﻦﻴﻃﻼﺴﻟﺍ

ﻬﻇﺈﺑ ﻡﺎﻴﻘﻟﺍ ﻚﻟﺬﻛﻭ

ﺭﻮﻣﺃ ﻲﻓ ﷲ ﻡﺎﻴﻘﻟﺍﻭ ﻉﺪﺒﻟﺍ ﻝﺎﻤﺧﺇﻭ ﻦﻨﺴﻟﺍ ﺭﺎ

.ﻉﻮﺒﻄﻤﻟﺍ ﻚﻠﺴﻤﻟﺍﻭ ﻉﻭﺮﺸﻤﻟﺍ ﻖﻳﺮﻄﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻦﻴﻤﻠﺴﻤﻟﺍ ﺢﻟﺎﺼﻣ ﻪﻴﻓ ﺎﻣﻭ ﻦﻳﺪﻟﺍ

٥٣

Pendidik hendaknya menjaga nilai syiar-syiar Islam dan menampakkan hukum-hukumnya, seperti shalat berjama’ah di mesjid-mesjid, menyebarkan salam kepada orang khawash (berilmu) dan awam, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, bersabar terhadap cobaan, menyampaikan kebenaran dihadapan penguasa, mengorbankan dirinya untuk Allah, tidak takut terhadap celaan dari orang yang mencelanya. mengamalkan sunah, meredam bid’ah54, dan mengerahkan segala kemampuannya untuk melakukan yang terbaik.

Ketujuh, Memelihara amalan sunah, Pendidik hendaklah senantiasa memelihara amalan sunah, baik perkataan atau perbuatan, seperti rutinitas tilawah Qur`an, berdoa’, berdzikir, shalat, puasa, bershalawat kepada nabi Muhammad Saw., memiliki wirid dari al-Qur`an yang dibaca setiap hari atau setiap malam selasa dan Jum’at. Senantiasa membaca, memikirkan dan mentadabburi makna setiap ayat yang dibaca, dan berusaha tidak melupakan ayat yang sudah dihafal, dengan membaca dan mengulangnya secara rutin. Ibnu Jama’ah berkata:

ﻚﻟﺬﻛﻭ ،ﻥﺎﺴﻠﻟﺍﻭ ﺐﻠﻘﻟﺎﺑ ﻰﻟﺎﻌﺗ ﷲﺍ ﺮﻛﺫﻭ ،ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﺓﻭﻼﺗ ﻡﺯﻼﻴﻓ ،ﺔﻴﻠﻌﻔﻟﺍﻭ ﺔﻴﻟﻮﻘﻟﺍ ﺔﻴﻋﺮﺸﻟﺍ ﺕﺎﺑﻭﺪﻨﻤﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻆﻓﺎﺤﻳ ﻥﺃ

،ﻡﺍﺮﺤﻟﺍ ﺖﻴﺒﻟﺍ ﺞﺣﻭ ﻡﻮﺼﻟﺍﻭ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﻦﻣ ﺕﺍﺩﺎﺒﻌﻟﺍ ﻞﻓﺍﻮﻧ ﻦﻣﻭ ،ﺭﺎﻬﻨﻟﺍﻭ ﻞﻴﻠﻟﺍ ﺀﺎﻧﺁ ﻲﻓ ،ﺭﺎﻛﺫﻷﺍﻭ ﺕﺍﻮﻋﺪﻟﺍ ﻦﻣ ﺩﺭﻭ ﺎﻣ

ﻣ ﻥﺈﻓ ،ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺓﻼﺼﻟﺍﻭ

ﺮﻛﺫﻭ ﻪﻤﺳﺍ ﻉﺎﻤﺳ ﺪﻨﻋ ﺏﺩﻷﺍﻭ ،ﺐﺟﺍﻭ ﻪﻤﻴﻈﻌﺗﻭ ﻪﻟﻼﺟﺇﻭ ﻪﺘﺒﺤ

.ﺔﻨﺳﻭ ﺏﻮﻠﻄﻣ ﻪﺘﻨﺳ

،ﻩﺩﻭﺪﺣ ﺪﻨﻋ ﻑﻮﻗﻮﻟﺍﻭ ،ﻩﺪﻴﻋﻭﻭ ﻩﺪﻋﻭﻭ ﻪﻫﺍﻮﻧﻭ ﻩﺮﻣﺍﻭﺃﻭ ,ﻪﻴﻧﺎﻌﻣ ﻲﻓ ﺮﻜﻔﺘﻳ ﻥﺃ ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﻼﺗ ﺍﺫﺇ ﻲﻐﺒﻨﻳﻭ

.ﻪﻈﻔﺣ ﺪﻌﺑ ﻪﻧﺎﻴﺴﻧ ﻦﻣ ﺭﺬﺤﻴﻟﺍﻭ

٥٥

Selalu menjaga amalan-amalan sunah yang diperintahkan syari’at baik perkataan atau perbuatan. Baik selalu membaca al-Qur`an, berdzikir pada malam dan siang hari dengan hati dan lisannya sesuai panduan dzkir dan do’a-doa. Dan di antara ibadah-ibadah sunah ialah shalat, shaum, ibadah haji ke tanah haram, bershalawat ke atas nabi Muhammad Saw. Menghormati dan mengagungkannya adalah wajib, dan menjaga akhlak terhadapnya seperti membalas shalawat saat disebut namanya adalah dianjurkan.

Kedelapan, Berakhlak mulia dalam berinteraksi sosial, Pendidik senantiasa berakhlak terpuji saat bergaul dengan masyarakat, berwajah ceria, rajin bertegur sapa dan mengucapkan salam, mampu manahan amarah, membantu yang tertimpa musibah, suka memberi, berterima kasih, menciptakan suasana tenang dan tentram, senang membantu, tidak menggantungkan hidup pada orang lain, lemah lembut terhadap faqir miskin, meredam ketidak harmonisan di masyarakat dengan perbaikan dan lemah lembut, dan senantiasa membantu dan berbuat baik terhadap peserta didik. Ibnu Jama’ah berkata:

ﻦﻋ ﻯﺫﻷﺍ ﻒﻛﻭ ،ﻂﻴﻐﻟﺍ ﻢﻈﻛﻭ ،ﻡﺎﻌﻄﻟﺍ ﻡﺎﻌﻃﺇﻭ ،ﻡﻼﺴﻟﺍ ﺀﺎﺸﻓﺇﻭ ،ﻪﺟﻮﻟﺍ ﺔﻗﻼﻃ ﻦﻣ ،ﻕﻼﺧﻷﺍ ﻡﺭﺎﻜﻤﺑ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺔﻠﻣﺎﻌﻣ

،ﺔﺣﺍﺮﻟﺍ ﺩﺎﺠﻳﺇﻭ ،ﻞﻀﻔﺘﻟﺍ ﺮﻜﺷﻭ ،ﻑﺎﺼﻨﺘﺳﻻﺍ ﻙﺮﺗﻭ ﻑﺎﺼﻧﻻﺍﻭ ،ﺭﺎﺜﺌﺘﺳﻹﺍ ﻙﺮﺗﻭ ﺭﺎﺜﻳﻹﻭ ،ﻢﻬﻨﻣ ﻪﻟﺎﻤﺘﺣﺍﻭ ،ﺱﺎﻨﻟﺍ

ﺑ ﻒﻄﻠﺘﻟﺍﻭ ،ﺕﺎﻋﺎﻔﺸﻟﺍ ﻲﻓ ﻩﺎﺠﻟﺍ ﻝﺬﺑﻭ ،ﺕﺎﺟﺎﺤﻟﺍ ﺀﺎﻀﻗ ﻲﻓ ﻲﻌﺴﻟﺍﻭ

ﻖﻓﺮﻟﺍﻭ ،ﺀﺎﺑﺮﻗﻷﺍﻭ ﻥﺍﺮﻴﺠﻟﺍ ﻰﻟﺇ ﺐﺒﺤﺘﻟﺍﻭ ،ﺀﺍﺮﻘﻔﻟﺎ

.ﻢﻫﺮﺑﻭ ﻢﻬﺗﺎﻧﺎﻋﺇﻭ ﺔﺒﻠﻄﻟﺎﺑ

٥٦

53 Ibid, h. 52. 54

Bid’ah ialah sesuatu yang diada-adakan yang belum ada contoh sebelumnya dan tidak ada dalam ajarn Islam yang dibawa Rasululla Saw. Baik dalam aqidah dan syari’at yang aturannya jelas dalam al-Qur’an dan hadist. Abu Muhammad FA dan Zainuddin Siraj, op, cit., h. 40.

55

Ibid, h. 53.

56

(13)

Berakhlak terpuji saat bergaul dengan masyarakat seperti wajah berseri-seri, menebarkan salam dan bertegur sapa, memberi makanan, menahan marah, menahan diri dari mengganggu orang lain, membantu yang ditimpa musibah, mengedepankan kepentingan orang lain dan tidak ingin dipentingkan, tidak ingin menang sendiri, berlaku adil dan tidak menuntut keadilan, mensyukuri anugrah yang diberikan padanya, bisa mencairkan suasana dan memberikan kenyamanan, berusaha memenuhi kebutuhan tanpa bergantung kepada orang lain, berusaha menolong dengan nama baiknya, lemah lembut terhadap faqir miskin, menyayangi tetangga dan kerabat keluarga, menolong, ramah dan berbuat baik terhadap peserta didiknya.

Keembilan, Membersihkan diri dari akhlak buruk dan menumbuhkan akhlak baik. Ibnu Jama’ah berkata:

..ﺔﻴﺿﺮﻟﺍ ﻕﻼﺧﻷﺎﺑ ﻩﺮﻤﻌﻳﻭ ﺔﻳﺩﺮﻟﺍ ﻕﻼﺧﻷﺍ ﻦﻣ ﻩﺮﻫﺎﻇﻭ ﻪﻨﻃﺎﺑ ﺮﻬﻄﻳ ﻥﺃ

٥٧

Pendidik hendaklah membersihkan diri dan jiwanya dari akhlak tercela, dan menentramkannya dengan akhlak terpuji dan diridhai.

Kesepuluh, Selalu meningkatan kualitas dan kuantitas keilmuan, Pendidik harus memiliki kemauan keras untuk meningkatkan kualitas keilmuan, konsentrasi dalam menambah pengetahuan dan keterampilan, ulet dan konsisten. Senantiasa berusaha untuk mengintegrasikan kegiatan ilmiah dan ibadah, tidak mengerjakan aktifitas di luar kegiatan ilmiah, serta serius dan progresif dalam kegiatan peningkatan ilmiah. Ibnu Jama’ah mengatakan:

ﻝﺎﻐﺘﺷﻻﺍﻭ ﺓﺩﺎﺒﻌﻟﺍ ﻦﻣ ،ﺩﺍﺭﻭﻷﺍ ﻒﺋﺎﻇﻭ ﻰﻠﻋ ﺔﺒﻇﻮﻤﻟﺍﻭ ،ﺩﺎﻬﺘﺟﻻﺍﻭ ﺪﺠﻟﺍ ﺔﻣﺯﻼﻤﺑ ،ﺩﺎﻳﺩﺯﻻﺍ ﻰﻠﻋ ﺹﺮﺤﻟﺍ ﻡﺍﻭﺩ

.ﺎﺜﺤﺑﻭ ،ﺎﻔﻴﻨﺼﺗﻭ ،ﺎﻈﻔﺣﻭ ،ﺎﻘﻴﻠﻌﺗﻭ ،ﺍﺮﻜﻓﻭ ،ﺔﻌﻟﺎﻄﻣﻭ ،ﺀﺍﺮﻗﺇﻭ ﺓﺀﺍﺮﻗ ﻝﺎﻐﺷﻻﺍﻭ

٥٨

Pendidik senantiasa memiliki kesungguhan dalam meningkatkan kualitas keilmuan dengan ulet dan konsisten, bersungguh-sungguh dan senantiasa mengintegrasikan kegiatan keilmuan dengan ibadah seperti: dzikir, menyibukkan diri dengan membaca, mengajar, menganalisa, berfikir, memberi catatan dan menyuntingnya, menghafal, mengarang dan menyusun buku, menginterpretasi suatu masalah atau mengadakan penelitian studi kasus.

Kesebelas, Terbuka dalam menerima ilmu, sain, teknologi dan perkembangan informasi pendidikan. Tidak seharusnya pendidik menutup diri atau menolak ilmu dan informasi terkini, sekalipun hal tersebut datang dari orang yang lebih rendah usianya, jabatannya, atau keturunannya. Seorang pendidik harus senantiasa selalu menganggap ilmu sebagai barang berharga, sehingga tugas pendidik dalam aspek sebagai pembelajar selalu terjaga. Ibnu Jama’ah berkata:

،ﺖﻧﺎﻛ ﺚﻴﺣ ﺓﺪﺋﺎﻔﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺎﺼﻳﺮﺣ ﻥﻮﻜﻳ ﻞﺑ ،ﺎﻨﺳ ﻭﺃ ﺎﺒﺴﻧ ﻭﺃ ﺎﺒﺼﻨﻣ ﻪﻧﻭﺩ ﻮﻫ ﻦﻤﻣ ﻪﻤﻠﻌﻳﻻ ﺎﻣ ﺪﻴﻔﺘﺴﻳ ﻥﺃ ﻒﺸﻜﻨﻳ ﻻ ﻥﺃ

.ﺎﻫﺪﺟﻭ ﺚﻴﺣ ﺎﻬﻄﻘﺘﻠﻳ ﻦﻣﺆﻤﻟﺍ ﺔﻟﺎﺿ ﺔﻤﻜﺤﻟﺍﻭ

ﻢﻠﻌﺘﻟﺍ ﻙﺮﺗ ﺍﺫﺈﻓ ،ﻢﻠﻌﺗ ﺎﻣ ﺎﻤﻟﺎﻋ ﻞﺟﺮﻟﺍ ﻝﺍﺰﻳ ﻻ :ﺮﻴﺒﺟ ﻦﺑ ﺪﻴﻌﺳ ﻝﺎﻗ

.ﻥﻮﻜﻳ ﺎﻣ ﻞﻬﺟﺃ ﻮﻬﻓ ﻩﺪﻨﻋ ﺎﻤﺑ ﻰﻔﺘﻛﺍﻭ ﻰﻨﻐﺘﺳﺍ ﺪﻗ ﻪﻧﺃ ﻦﻇﻭ

٥٩

Pendidik tidak boleh merasa segan dalam menerima informasi tentang ilmu yang belum diketahuinya sekalipun didapat dari orang yang lebih rendah kedudukannya, keturunannya atau umurnya. Bahkan hendaklah pendidik terus giat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan mengambil faidah darinya setiap saat. Ilmu merupakan barang berharga yang hilang maka hendaklah ia mengambilnya saat mendapatkannya. Said bin Jubair berkata, “seseorang dianggap sebagai orang yang berilmu selama ia masih belajar. Jika ia meninggalkan belajar atau menyangka dirinya tidak butuh belajar dan merasa cukup dengan ilmu yang ada pada dirinya maka sesungguhnya dia adalah orang yang paling bodoh.”

57 Ibid, h. 54-57. 58 Ibid, h. 57. 59 Ibid, h. 59.

(14)

Kedua Belas, Menulis buku, karya ilmiah dan jurnal yang bermanfaat, Pendidik seharusnya menyibukkan diri dengan banyak menulis karya ilmiah sesuai materi yang diampu atau pada bidang lainnya disamping menyampaikannya dengan lisan. Ibnu Jama’ah berkata:

ﻖﺋﺎﻗﺩﻭ ﻥﻮﻨﻔﻟﺍ ﻖﺋﺎﻘﺣ ﻰﻠﻋ ﻊﻠﻄﻳ ﻪﻧﺈﻓ ،ﺔﻴﻠﻫﻷﺍ ﻝﺎﻤﻛﻭ ،ﺔﻠﻴﻀﻔﻟﺍ ﻡﺎﻤﺗ ﻊﻣ ﻦﻜﻟ ،ﻒﻴﻟﺄﺘﻟﺍﻭ ﻊﻤﺠﻟﺍﻭ ﻒﻴﻨﺼﺘﻟﺎﺑ ﻝﺎﻐﺘﺷﻻﺍ

.ﺔﻌﺟﺍﺮﻤﻟﺍﻭ ﺐﻴﻘﻨﺘﻟﺍﻭ ،ﺔﻌﻟﺎﻄﻤﻟﺍﻭ ﺶﻴﺘﻔﺘﻟﺍ ﺓﺮﺜﻛ ﻰﻟﺇ ﺝﺎﻴﺣﻼﻟ ،ﻡﻮﻠﻌﻟﺍ

٦٠

Pendidik hendaknya menyibukkan diri dan memanfaatkan waktu dengan menulis karya ilmiah yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan sesuai profesi dan kompetensinya. Karena dengan menulis dapat memperkuat hafalan, mencerdaskan IQ, mengasah bakat, mempertajam pemahaman. Dan tidak terburu-buru mempublikasikan ilmu sebelum dikoreksikan dan diteliti staff ahli.

Kesimpulan

Dari pembahasan makalah di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Akhlak menurut Ibnu Jama’ah terbagi dua bagian, yaitu; radi’ah (tercela), dan radhiyyah/mardhiyyah (terpuji). Akhlak pendidik dalam proses pendidikan sangat berpengaruh terhadap produk atau out put yaitu peserta didik.

2. Ayat-ayat akhlak personal pendidik menurut Ibnu Jama’ah terdapat dua belas ayat, yaitu; muraqabatullah, zuhud, qana’ah, muru’ah, menjaga syi’ar Islam, memelihara amalan wajib dan sunah, berakhlak mulia dalam berinteraksi sosial, selalu membersihkan diri dari akhlak tercela, pembelajar, terbuka, berkarya tulis, dan selalu meningkatkan kualitas keilmuan. Seluruh sifat tersebut merupakan asas sifat yang harus terinternalisasi dalam jiwa pendidik.

3. Pendidik menurut Ibnu Jama’ah sebagai mikrokosmos manusia yang secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khair al-bariyah), tertanam dalam jiwanya sifat takut kepada Allah (Khasyyah), mendidik dan membina peserta didik dari halal dan haram serta menjaganya dari perbuatan akhlak tercela.

DAFTAR PUSTAKA

Abi Bakr Suyuti, Jalaluddin Abdul Rahman. (tt). Al-Jami Al-Shagir fii Ahadist basyir al-Nadzir. Daarul Fikri.

Al-Kinani, Ibnu Jama’ah. (2012). Tadzkirah Sami wa Mutakallim Fii Adab Alim wa al-Muta’allim. Beirut: dar-albahsaer.

Abdul Aziz, Hamka. (2012). Pendidikan Karakter Burpusat Pada Hati. Jakarta: Al- Mawardi. Abdul Aziz, Hamka. (2012). Karakter Guru Profesional. Jakarta: Al- Mawardi.

Alfiah, dkk. (2010). Hadis Tarbawi.Pekan Baru: Zanafa.

Al-Ghazali, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad. (tt). Ihya’ Ulumuddin, Juz III. Semarang: Syirkan Nur Asia.

Al-Qasimi al-Damasqi, Muhammad Jamaludin. (2005). Mauidzah al-Mu’min Min Ihya Ulumiddin, Juz II. Jakarta: Dar kutub al-Islamiyah.

Alwasilah, A.Chaedar. (2008). Pokoknya BHMN Ayat-Ayat Pendidikan Tinggi. Bandung: UPI Press.

Al-Adawy, Syaikh Musthafa, Fiqih Ahklak,trj, (2009), Jakarta: Qisthi.

Ibrahim Al-Bagdadi, Alauddin Ali bin Muhammad. (1995). Tafsir Khazin. Beirut: Daar al-Kutub al-Alamiyah.

Ibnu Kasir, Abi al-Fida Ismail. (2002). Tafsir al-Qur’an al-Adzim. Beirut: Maktabah al-Ashriyah.

60

(15)

Jumantoro. Toto, dan Munir Amin, Samsul. (2012). Kamus Ilmu Taswuf. Kementrian Agama RI. Amzah.

LPP-SDM, Tim. (2010). Ensiklopedi Pendidikan Islam. Depok: Bina Muda Cipta Kreasi. Musthafa, Ibrahim. et.al. (1960). Al-Mu’jam al-Wasith. Turkey: Al-Maktabah al-Islamiyah. Miskawih. (1934). Tahdzib Akhlak wa Tathwir al- ‘Araq. Cairo, al-Mathba’ah al- Misryah.

M. Yusuf, Kadar. (2013). Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan al-Qur’an Tentang Pendidikan. Jakarta: Amzah.

Musfah, Jejen. (2007). Indeks Al-Qur’an-Praktis. Jakarta Selatan: Hikmah Populer.

Munawwir, Ahmad Warson. (1997). Kamus Al Munawwir. Yogyakarta: Pustaka Progressif. Pendidikan Nasional, Departemen. (2013). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Siraj, Zainuri, dan FH Abu Muhammad. (tt). Kamus Istilah Agama Islam [Kiai]. Pt. Albama. Tafsir, Ahmad. (2013). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. ---. (2012). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Rosda.Nuansa

---. (1992). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zaenuddin, A. dan Jamhari, Muhammad. (1999). Al-Islam 2 (Muamalah dan Akhlak). Bandung: pustaka Setia.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

UD Citra Fajar Utama adalah industri kayu olahan dengan produk flooring Perusahaan tidak memiliki dokumen Pengakuan sebagai Pedagang Kayu Antar Pulau

Penelitian ini dilakukan untuk. Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang.. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sebagai populasi karena

PROGRAM NASIONAL PERUMUSAN STANDAR - PNPS, UU 20/2014, psl 10, ayat 3 Kebijakan nasional SPK Perlindungan konsumen Kebutuhan pasar Perkembangan Standar Internasional

Belum menjadi konsep yang mantap karena masih banyak individu dalam suatu kebudayaan yang memiliki kepribadian menyimpang dari kepribadian umum yang ditentukan.. berdasarkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara tidak langsung citra perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan.. Berdasarkan hasil analisis,

bea, retribusi, dan pungutan lain yang sah serta biaya asuransi (apabila diperlukan) yang harus dibayar oleh penyedia untuk pelaksanaan pengadaan

2 Kenaikan Golongan bagi karyawan PTPN III dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan ketentuan oleh perusahaan.. 3 Pemberian Penghargaan bagi karyawan PTPN III

Panduan Rancang Kota Waduk Melati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, merupakan panduan yang bertujuan untuk menciptakan kawasan pembangunan terpadu (superblok) yang