• Tidak ada hasil yang ditemukan

'i'. '. ;: *-.**'i.',;;*^"*t*1'-- \

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "'i'. '. ;: *-.**'i.',;;*^"*t*1'-- \"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

l.i rl rj

il i

t -U'ndgng r ciptaan di '.'

bidang ilmu pengrite$ri'fiii peni dan sastra (tid4}..+elrndqngl'halr,,lseffi$$4 dengan ini menerangka+:b4hwa hat-hal ter.sebut di Uawa4,li fe}ah tesata** Cir:ta,an:

,-""t*t'q-

-dengan ini menerangkaia:bafpwa hat-hal terse$ut di bawa$;ini,Ieleh-tefc*rtht dalaq Daftar Umum

L

Nomor dan tangs4t pErutot onai

"

r

goozo,rooo+*j".,i*lFi"",**"itioio;

'r

:

II. Pendipta ": ' ' " 'iF u:l

'i'. '.

;:

*-.**'i.',;;*^"*t*1'--

\

'

.,,rr,,':

,

:.

-' i

,,,:'*.," ,""' '

.

g-z. [aqF,qYzHru

xa,rrlls

FrNr, MI.SU

:

-

g..llffDtrG} PIURSTAIw.I

MPSL

] -o14- -...

Kewarganegaraan,,.,,n'...ot1{3*h,,:,.'.,,l:.,..

i' i't ." L."l ,- t i : L. i i. ..1 i-t -:_/ i

'

'r

"

,

.

2.

QUnWZHTT-icsruxllgNr,

MPsl) ..-;' ,"1-. l\11i:;:)t )r\l

v.

auau

ciptaan

, I ,

sfnlttm,cgplwO

semAS^lRKAN '615\i '\1-.r1' i',:. .r :l;\ "i\t'Llll)iir.ir.."i1i,,.-.'n'l],''\ :)t..,l r<,r"1, .. r,,r."rr, ,,. .1tt'."a..-"',r,;,:'n ,:1, .,r;..'.,. ltr"l'. r,,.,,,i,. |t,tu.,-;':rr,,'..-{,1,n;::*(FtnrF:;i$'.'-;8*:,ry.rror.rNlsrrtr

:;;;i'l;i;i

j;*,'.filg-Iggg;ffi

.,$',}1xil.tffi4i:,,i:;;ffi

ltr

el:$ffi

*l;

l:i :',

.,'

.ri

i | ' , \. /' :.1 .. :,', ." ;.)' I I ;1 ) .,.:: ,

vII.

Janeka waktu nerlilrauna"n

,

'.

fltrhlil

;iffii##$J,iti*

'.' ", ' ;' t i., ,,t' ', ty ' ' ;.''

,,':'..',;';pr7,rya11fi

,,gygfr"*,,*,;n#g.[,ry;#$i[i*Wi:S{SUffi

ffirffiXt

,r I ii

i

,*., yqSg .tlrchtet. Mertqq{;i ltr$-arc.qg,*&ttg$u;+H'l4$I._41P,]*3f,"+Sn i;'*rhd*eu*!

i

i

i'.,'

|

i #ifil.hl6l}.ar Meribel,ii fiffiat,-tiiirtal;ld'ino,iiit,,ia\deb^etH3''isi-,,,'SLti:'{"fradreud;latiiu,:b6rituk

i,!

':eipta

e{rt*; nut#i

r{ir!*

cip{aaq bukaq r.Hdari ,Ciptaan at4u produk Hak TerkAit ,

attl;'md<eud, 4[au. b$ntuk

daf

Giptaan rjelasap gasa| 7p Undang-undang Nomgr

,

. t,

l

i,,,

,,

,-

,,

,

,'".,r',,-"t",

'.

'

'

,'.'i!tttiii,

..,,;sfo-h;;,ni;T.ilG.fiakt,pt;,1,:....Ll,

(2)

STRATEGI COPING

BERDASARKAN

PENDEKATAN

SOSIAL EKONOMI

PENCIPTA:

KOMSI KORANTI

QUROYZHIN KARTIKA RINI

WIDIO PURWANI

UNIVERSITAS GUNADARMA

JANUARI 2016

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Ta’ala, atas karunia-Nya buku sederhana ini dapat terselesaikan. Buku ini dibuat untuk memperluas cakrawala dalam

memahami mengenai bahasan strategi coping

berdasarkan pendekatan sosial ekonomi.

Buku ini merupakan bagian dari hasil penelitian Hibah Bersaing Dikti tahun 2014 serta berbagai sumber lain yang dianggap relevan. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulisan buku ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada para penulis lainnya yang karyanya telah kami jadikan sebagai referensi. Kami mohon maaf jika sekiranya dalam penulisan buku ini ada sumber kutipan yang terlewatkan.

Jakarta,

30 Januari 2016

(4)

iii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL v

BAB I SEJARAH SINGKAT STRES DAN

STRESSOR 1

1.1Sejarah Singkat Stres 2

1.2Penyebab Stress 5

BAB II STRESS 9

2.1 Pengertian Stress 10

2.2 Karakteristik Peristiwa Stress 14

2.3 Reaksi Psikologis Terhadap Stress 15

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Stress 16

BAB II COPING 20

3.1 Pengertian coping 21

3.2 Jenis-jenis Coping 23

(5)

iv

4.1 Problem Focused coping 26

4.2 Emotion Focused coping 27

BAB V PENDEKATAN SOSIAL EKONOMI

DALAM COPING STRESS 33

(6)

(7)
(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

(9)

2

1

PENDAHULUAN

1.1Sejarah Singkat Stres

Kata stress telah lama digunakan baik secara sistematis maupun ilmiah. Pada awal abad ke-14 kata stress diartikan sebagai kesulitan atau kepedihan. Diakhir abad ke-17 stres digunakan dalam konteks ilmu fisika meskipun belum sistematis sampai awal abad ke-19. Konsep stress mulai digunakan dengan hal-hal yang berhubungan dengan pengobatan. Pada Awal abad ke-20, Walter Cannon seorang fisiolog dari Harvard pertama kali menjelasakan reaksi tubuh kepada stress. Ia

mengidentifikasikan reaksi stress dengan “fight or

flight response. Tubuh kita akan menyiapkan diri

apabila dihadapkan pada suatu ancaman, apakah akan tetap berada di tempat dan melawan (fight) atau akan melarikan diri (flight).

Pada tahun 1936 Hans Selye menggunakan istilah stress sebagai pertahanan tubuh yang melindungi dari stimulus yang berbahaya (termasuk

(10)

3

ancaman psikologis), yang kemudian dikenal sebagai General Adaptation Syndrome (GAS). Dalam teori General Adaptation Syndrome (GAS) ini Hans Selye mengungkapkan bahwa stressor adalah faktor yang mengganggu keseimbangan tubuh (equilibrium).

Penelitian-penelitian Hans Selye pertama kali dipublikasikan tahun 1956 pada bukunya yang berjudul The Stress of Life. Selye meringkas tiga proses tahapan aktivitas stress yang berulang disebut sebagai the general adaptation syndrome:

Tahap 1: Alarm reaction. Tubuh memperlihatkan perubahan-perubahan karakteristik dari paparan pertama suatu stressor. Pada saat yang bersamaan, penolakan akan berkurang dan jika stressor cukup kuat (seperti kebakaran yang parah, temperatur yang ekstrim) dapat menyebabkan kematian.

Tahap 2: stage of resistance. Penolakan tersebut terjadi jika paparan berlanjut terhadap stressor dan sesuai dengan proses adaptasi. Karakteristik dari sinyal dalam tubuh yang merupakan alarm reaction telah menghilang secara virtual dan penolakan akan muncul ke permukaan di atas normal.

(11)

4

Tahap 3: stage of exhaustion. Mengikuti pemaparan yang panjang dan berlanjut terhadap

stressor yang sama hingga sampai pada tahap tubuh

menyesuaikan diri, upaya adaptasi

suatu ketika akan kelelahan. Sinyal terhadap

alarm reaction akan muncul kembali namun tidak

akan dapat dikembalikan seperti semula, dan individu tersebut mati

Penelitian yang dilakukan oleh Selye sangat menarik perhatian dan memiliki peran penting dalam perkembangan stress. Kemudiaan, Hinkle (1977) menyampaikan peran penting konsep stress dalam pengobatan oleh Harold. G.Wolff yang menulis mengenai life stress and disease. Ia mengatakan bahwa stress adalah suatu reaksi dari organisme dari interaksinya dalam menghadapi

stimulus atau keadaaan yang berbahaya.

Selanjutnya, pada perang dunia ke-2 konsep stress digunakan dalam teori dan penelitian untuk melihat fungsi dari stress pada saat pertempuran.

Semenjak tahun 1960 stres sudah diakui secara luas sebagai aspek yang ada pada kondisi tubuh manusia, adalah coping yang membuat keluaran

(12)

5

adaptasinya menjadi berbeda. Belakangan konsep stress mulai dihubungkan dengan coping, dan mulai banyak yang membahas mengenai coping.

1.2Penyebab Stress

Setelah membicarakan sedikit mengenai sejarah dari konsep stress, diketahui bahwa terdapat hal-hal yang menjadi penyebab stress. Greenberg (2002) mengatakan penyebab stress menjadi 2 yaitu

stressor dan stress reactivity. 1. Stressor

Stressor adalah stimulus yang memiliki

potensi untuk memicu fight or flight response. Stressor dimana tubuh kita terlatih untuk menghadapinya juga merupakan suatu ancaman bagi keselamatan diri. Fight or flight response sangat diperlukan oleh tubuh, hal ini dikarenakan kecepatannya yang sangat vital untuk bertahan (survival). Pria dan wanita modern juga

ditemukan nyaman dan aman ketika

menggunakan fight or flight response. Salah satu contoh adalah ketika kita ingin menyebrang jalan dan tidak menyadari ada mobil yang lewat

(13)

6

kemudian ketika mendengar klakson mobil tersebut, secepatnya kita melompat ke pinggir jalan. Detak jantung yang cepat, nafas yang berubah dan berkeringat. Hal ini adalah manisfestasi terhadap stressor, ancaman ketika akan tertabrak oleh mobil. Tubuh kita sudah mempersiapkan untuk mengaktifkan sesuatu dan melakukannya secara cepat (melompat ke pinggir jalan).

Stressor tidak hanya terjadi dalam bentuk

ancaman fisik yang dapat membuat kita mampu

untuk mengambil tindakan cepat seperti

melompat ke pinggir jalan agar tidak tertabrak mobil. Terdapat stressor lain yang membuat kita dapat melakukan fight or flight response, meskipun tidak dapat mengambil tindakan cepat karena tidak memungkinkan untuk melakukan beberapa tindakan. Stressor jenis ini disebut dengan stressor simbolik contohnya seperti kehilangan status, ancaman terhadap harga diri, beban kerja yang berlebih atau terlalu ramai. Sebagai contoh, apabila atasan memberikan

(14)

7

disfungsional bila kita melawan atasan dan tampak bodoh bila kita lari atau tidak

mengerjakan pekerjaannya. Apabila kita

berhadapan dengan stressor yang seperti ini maka kita lebih melakukan penyesuaian.

Kita menemui berbagai macam stressor, beberapa berkaitan dengan lingkungan (racun, panas, dingin), beberapa berkaitan dengan

psikologis (ancaman terhadap harga diri,

depresi), lainnya sosiologis (kematian orang yang dicintai, pengangguran) dan filosofis (tujuan hidup, penggunaan waktu). Dalam kasus apapun, seperti yang telah ditemukan oleh Selye, apapun jenis stressornya, reaksi yang terjadi pada tubuh akan menjadi sama.

2. Stress reactivity

‘Fight or flight response disebut sebagai

stress reactivity. Secara garis besar reaksi ini

mencakup peningkatan ketegangan otot,

peningkatan detak jantung, pernafasan dan tekanan darah. Peningkatan rangsangan syaraf, pengurangan air liur di mulut, peningkatan penyimpanan sodium, peningkatan produksi

(15)

8

keringat, perubahan rasio pernafasan,

peningkatan serum glukosa, peningkatan

pelepasan asam hidrolik dalam perut,

peningkatan gelombang otak dan meningkatnya urinase. Reaksi ini mempersiapkan kita untuk segera bertindak saat respon ini dapat dilakukan. Ketika kita banyak membangun produk-produk stress ini dan tidak digunakan, maka reaksi stress ini menjadi tidak sehat. Semakin lama (durasi) fisiologi kita bervariasi dari ukuran dasar dan semakin besar (tingkat) varian dari ukuran dasar

tersebut maka semakin cenderung kita

mengalami efek rasa sakit yang ditimbulkan dari

(16)

9

BAB II

STRESS dan

faktor-

faktor yang

berpengaruh

2

(17)

10

2

STRESS DAN FAKTOR-

FAKTOR YANG

BERPENGARUH

2.1 Pengertian Stress

Para psikolog mengartikan stress dalam berbagai

bentuk, bisa secara baik atau buruk. Hal ini tergantung dari bagaimana Individu memandang stress itu sendiri. Apakah memandang sebagai tekanan, desakan atau respon emosional dari peristiwa yang dihadapi. Secara terminologi stres merupakan reaksi yang dirasakan seseorang ketika mendapatkan tekanan dari luar. Stres merupakan suatu kekuatan atau tekanan fisik yang ditimpakan pada suatu obyek dan mempunyai konsekuensi yang tidak terhindarkan. Atau dengan pengertian lain stres merupakan interaksi antara kemampuan seeorang dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan situasi yang menekan (Noe dan Smith, 1994).

(18)

11

Menurut Baum dkk (dalam Sarafino, 1990) stress dapat diartikan sebagai stimulus, respon maupun proses. Stres dapat diartikan sebagai stimulus apabila suatu kondisi atau kejadian tertentu dapat menimbulkan stress, yang kemudian dikenal sebagai stressor. Selain itu stress juga dapat dilihat sebagai respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi yang menekan atau tidak mengenakkan. Respon atau reaksi tersebut dapat berupa komponen fisiologis maupun psikologis. Respon fisiologis misalnya jantung berdebar-debar, gemetar, pusing, sakit perut dan sebagainya. Sementara respon psikologis misalnya mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi, cemas, takut dan sebagainya. Stress dapat pula dilihat sebagai suatu proses, dimana individu secara aktif dapat memengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi. Dalam hal inilah stress tidak hanya dilihat sebagai stimulus dan respon saja melainkan ada proses yang saling memengaruhi antara manusia dan lingkungannya (dalam hal ini lingkungan yang dapat menimbulkan stress).

(19)

12

Pengertian stress yang lain dikemukakan oleh tokoh-tokoh berikut ini:

1. Menurut Hans Selye

Stres merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan yang dihadapi. Ini berarti hal-hal yang baik (seperti

promosi kerja) yang menyebabkan kita

beradaptasi (disebut sebagai eustress) dan hal-hal yang buruk (seperti kematian orang yang kita cintai) yang menyebabkan kita harus bisa beradaptasi (disebut sebagai distress). Keduanya secara fisiologis mengalami hal yang sama.

2. Menurut J.P Chaplin

Stres sebagai keadaan tertekan, baik secara fisik maupun secara psikologis.

3. Menurut Aktinson

Stres terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai ancaman kesehatan fisik maupun psikologisnya.

(20)

13

4. Menurut Lazarus

Stres adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika individu menginterprestasikan atau menilai suatu situasi sebagai melampaui

kemampuan psikologinya agar bisa

mengatasinya secara memadai.

Stres juga dapat dibedakan menjadi 2 jenis seperti yang dikemukakan oleh Bernard (dalam Atwater, 1983).

1. Eustres

Biasa dikenal dengan sebagai stress yang baik dikarenakan stress ini dapat menghasilkan efek positif pada penderitanya. Selye (dalam Atwater, 1983) menjelasakan mengenai eustress ini sebagai pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan hati. Kondisi atau peristiwa yang

termasuk ke dalam eustress ini adalah

berpartisipasi dalam suatu pesta penikahan, mempersiapkan diri untuk pertandingan olahraga atau mempersiapkan diri untuk pertunjukkan teater di sekolah. Eustres ini memiliki sifat yang

(21)

14

kewaspadaan, meningkatkan kesiapan mental dan menuntun seseorang agar berfikir dengan cara yang lebih baik.

2. Distres

Biasa dikenal dengan stress yang buruk. Jika orang mengeluhkan dirinya stress, biasanya orang mengeluhkan stress tipe ini. Stress ini biasanya menimbulkan akibat yang buruk pada penderitanya seperti pengurasan energi secara berlebihan bahkan menimbulkan penyakit atau gangguan psikosomatis.

2.2 Karakteristik Peristiwa Stress

Stres merupakan realitas kehidupan manusia

setiap harinya dan manusia tidak bisa

menghindarinya sebagai bagian dari pengalaman hidup. Dalam peristiwa stres ada keadaan yang menjadi sumber stress ada ang mengalami stres dan ada hubungan antara orang yang mengalami stres dengan hal yang menjadi penyebab stres.

(22)

15

Adapun beberapa peristiwa yang dapat menjadi sumber stres adalah:

1. Peristiwa Traumatik

Maksud dari peristiwa traumatrik adalah situasi bahaya yang ekstrem di luar rentang pengalaman manusia pada umumnya.

2. Peristiwa yang tidak dapat dikendalikan

Maksud dari peristiwa yang tidak dapat dikendalikan adalah situasi di mana seseorang mengalami peristiwa besar yang sangat berat dan mengakibatkan orang tersebut tidak dapat mengendalikannya.

2.3 Reaksi Psikologis Terhadap Stres

Stres dapat menimbulkan reaksi psikologis seperti berikut:

1. Kecemasan

Respon yang paling umum bagi yang mengalami stres adalah kecemasan, yaitu emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan rasa seperti khawatir, prihatin, tegang, dan takut,

(23)

16

yang mana semua itu akan dialami oleh manusia dengan tingkatan yang berbeda-beda. Individu

yang mengalami peristiwa diluar rentang

penderitaan manusia normal akan mengalami suatu kumpulan gejala yang berat yang berkaitan dengan kecemasan disebut gangguan stres pascatraumatik yang gejalanya adalah mati rasa, mimpi berulang-ulang, gangguan tidur, sulit berkonsentrasi dan kesiagaan yang berlebihan.

2. Kemarahan dan Agresi

Reaksi ini akan timbul jika usaha seseorang

untuk mencapai tujuan terhalang lalu

menimbulkan dorongan agresi dan selanjutnya termotivasi untuk melakukan indakan agresif.

3. Apati dan Depresi

Reaksi seseorang dalam menghadapi stres yaitu dengan menarik diri dari lingkungan. Hal ini akan menyababkan depresi apabila berlangsung lama karena orang tersebut tidak berhasil mengatasi masalahnya.

(24)

17

4. Gangguan Kognitif

Reaksi dari gangguan kognitif ini antara lain seseorang sulit untuk berkonsentrasi dan sulit mengorganisir pikiran secara logis yang akibatnya kemampuannya untuk melakukan pekerjaan yang kompleks menjadi tidak baik.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres

Atkinson (1983) mengemukakan beberapa faktor yang menentukan berat tidaknya peristiwa yang penuh stres yang dialami seseorang, antara lain:

1. Predictability

Kemampuan yang dapat memprediksikan timbulnya kejadian stres – walaupun yang bersangkutan tidak dapat mengontrolnya – biasanya mengurangi stress yang lebih parah. Penelitian menunjukkan bahwa orang lebih suka pada kejadian yang tidak menyenangkan tapi dapat diperkirakan daripada yang tidak dapat diperkirakan.

(25)

18

2. Kontrol atas jangka waktu

Kemampuan mengendalikan jangka waktu kejadian yang penuh stres juga mengurangi kerasnya stres. Kepercayaan bahwa kita dapat mengendalikan jangka waktu suatu kejadian yang

tidak menyenangkan tampaknya dapat

mengurangi perasaan cemas, sekalipun jika kendali itu tidak pernah dilaksanakan atau kepercayaan itu salah.

3. Evaluasi kognitif

Kejadian penuh stres yang sama mungkin dihayati secara berbeda oleh dua orang, tergantung pada situasi apa yang berarti kepada seseorang atas fakta-fakta itu. Penghayatan seseorang atas kejadian yang penuh stres juga melibatkan penilaian tingkat ancaman. Situasi yang ditanggapi sebagai ancaman terhadap kelangsungan hidup atau terhadap harga diri seseorang menimbulkan stres yang tinggi.

4. Feeling of Competency

Kepercayaan seseorang atas kemampuannya menganggulangi situasi penuh stres merupakan

(26)

19

faktor utama dalam menentukan kerasnya stres. Jika seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika menghadapi situasi penuh stres, maka seseorang dapat kehilangan semangat.

5. Social Support

Dukungan emosional dan adanya perhatian

orang lain dapat membuat orang tahan

menghadapi stres. Perceraian, kematian orang yang dicintai, penyakit yang parah biasanya akan lebih sulit apabila dihadapi sendiri.

Faktor-faktor di atas, menentukan bagaimana intensitas kecemasan dan tingkat stres yang timbul dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi. Setiap orang mengalami stres dalam kapasitas dan cara yang berbeda. Dalam lingkup sekolah, siswa-siswi sekolah, walaupun menghadapi situasi yang sama, tapi tidak semuanya mengalami stres akademis.

(27)

BAB III

(28)

21

3

COPING

3.1 Pengertian Coping

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) coping merupakan aspek yang penting bagi proses emosional dan kehidupan emosional manusia. Coping diartikan sebagai kemampuan mengatasi

masalah, berasal dari kata “coping” yang secara

harfiah berarti menanggulangi. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang atau individu pasti akan mengalami permasalahan yang akan mengganggu keseimbangan pikiran atau kognitif dan afektifnya. Kondisi tersebut akan menyebabkan sakit atau stres. Seseorang yang mengalami stress atau ketegangan psikologi dalam menghadapi masalah kehidupannya memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungannya agar dapat mengurangi stres. Ada beberapa definisi coping menurut pakar-pakar psikologi antara lain:

(29)

22

Coping adalah suatuproses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan yang berasal dari individu tersebut maupun dari lingkungan dengan sumber-sumber

kekuatan yang mereka gunakan dalam

menghadapi stres.

2. Menurut Zilipowski

Coping adalah semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh orang yang sakit untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak, dan membatasi adanya kerusakan yang tidak bisa dipulihkan.

3. Menurut Keliat

Coping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, dan respon terhadap situasi yang mengancam.

4. Menurut Lazarus

Coping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal yang

(30)

23

melelahkan dan melebihi energi seorang

individu.

3.2 Jenis-Jenis Coping

Coping Stres dapat dibagi menjadi 2 macam:

1. Defensive Coping

Defensive Coping adalah salah satu cara seseorang dalam menghadapi stress, yaitu dengan lari dari masalah yang menimbulkan stres tersebut, baik secara fisik maupun psikologis. Menurut Freud, seluruh tipe

defensive coping merupakan penyesuaian diri

pada realitas yang tidak sehat. Kebanyakan pola defensive coping yang meliputi mental atau fisik merupakan pelarian dari situasi yang traumatis.

2. Direct Coping

Direct Coping adalah salah satu cara

seseorang dalam menghadapi stress, yaitu

dengan menghadapi permasalahan dan

mengatasinya. Direct coping meliputi

pengidentifikasian stres yang masuk (yang dihadapi), kemudian mengadakan perhitungan

(31)

24

cara untuk mengatasinya. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara selangkah demi selangkah.

(32)

25

BAB Iv

Bentuk-Bentuk

(33)

26

4

Bentuk-Bentuk Coping

Menurut Lazarus dan Folkman (1984), Bentuk-bentuk coping dapat dibedakan menjadi dua bagian besar berdasarkan tujuan atau intensi individu, yaitu:

4.1 Problem Focused Coping.

Coping yang memfokuskan pada masalah ini melibatkan usaha yang dilakukan untuk merubah beberapa hal yang menyebabkan stres (stressor). Tujuannya adalah untuk mengurangi tuntutan dari situasi dan meningkatkan usaha individu dalam menghadapi situasi tersebut. Cara ini lebih sesuai apabila digunakan dalam menghadapi masalah atau situasi yang dianggap dapat dikontrol atau dikuasai oleh individu. Menurut Carver, Scheiver dan Weintraub (1989) Dalam

penelitiannya telah menyebutkan beberapa

strategi coping yang bisa dikelompokan kedalam kelompok problem focused coping, yaitu

(34)

27

a. Active coping

Merupakan proses mengambil langkah aktif untuk mencoba menghilangkan stressor atau untuk meringankan dampaknya.

b. Planning

Planning yaitu memikirkan bagaimana

cara untuk mengatasi stressor. Termasuk didalamnya adalah memikirkan suatu strategi untuk bertindak, langkah-langkah apa yang harus diambil dan bagaimana cara paling baik untuk mengatasi masalah.

c. Restraint coping

Restraint coping adalah strategi yang

dilakukan dengan cara menunggu sampai

adanya kesempatan yang tepat untuk

bertindak sebelum waktunya. Coping ini dapat dilihat sebagai strategi yang aktif.

Dimaksudkan bahwa tingkah lakunya

dilakukan untuk mengatasi stressor, namun juga dapat dilihat secara pasif karena dalam

(35)

28

strategi ini individu tidak melakukan

tindakan apapun.

d. Seeking social support for instrumental reasons and emotional,

Starategi ini dilakukan dengan cara mencari nasihat, bantuan atau informasi kepada keluarga atau orang lain yang mengalami kejadian yang serupa.

e. Suppressing of competing activites.

Salah satu bentuk coping yang di fokuskan pada masalah adalah individu berusaha membatasi ruang gerak/aktifitas dirinya yang tidak berhubungan dengan masalah. Dalam hal ini individu mengurangi keterlibatannya dalam kegiatan lain yang juga

membutuhkan perhatian untuk dapat

berkonsentrasi penuh pada tantangan

manapun ancaman yang dialaminya. Yang juga termasuk dalam jenis coping ini adalah perilaku mengabaikan masalah lain untuk menghadapi sumber stres.

(36)

29

4.2 Emotion Focused Coping

Coping ini merupakan bentuk coping yang lebih memfokuskan pada masalah emosi. Bentuk coping ini lebih melibatkan pikiran dan tindakan yang ditunjukan untuk mengatasi perasaan yang menekan akibat dari situasi stres. Emotion focused coping, terdiri dari usaha yang diambil untuk mengatur dan mengurangi emosi stres

penggunaan mekanisme yang dapat

menghindarkan dirinya dari berhadapan dengan stressor.

Lazarus, Folkman, dan rekannya (dalam

Sarafino, 1998) telah menyebutkan beberapa strategi coping yang bisa dikelompokkan kedalam kelompok emotion focused coping, yaitu:

a. Distancing.

Individu mencoba membuat suatu pola pemikiran (berpikir) yang lebih positif terhadap masalah yang dihadapinya. Individu bisa mencoba bertingkah laku seakan-akan

(37)

30

mencoba untuk tidak terlalu terpengaruh dengan cara tidak terlalu memikirkan masalahnya. Carver, Scheier dan Weintraub (dalam Sarafino, 1998) menyebut bicara coping sebagai suatu usaha individu untuk

menyangkal (denial) bahwa dirinya

dihadapkan pada suatu masalah.

b. Escape- avoidance.

Individu menghindari untuk menghadapi masalah yang dihadapinya. Contohnya, individu berkhayal bahwa akan ada suatu keajaiban yang bisa membuat masalahnya

selesai. Biasanya individu mengambil

tindakan pengalihan perhatian yang negatif (menghindar) terhadap masalahnya dengan tidur terus menerus, keluar rumah, lebih sering menonton televisi, merokok atau minum-minuman beralkohol.

c. Self-control.

Individu mencoba untuk mengatur

(38)

31

lain dan mengatur tindakannya dalam menghadapi masalahnya.

d. Accepting responsibility.

Individu menyadari perannya sebagai salah satu penyebab dari masalah yang

dihadapinya dan mencoba mengambil

tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Individu merasa bertanggung jawab atas munculnya masalah tersebut.

e. Positive reapprasial.

Individu berusaha mengambil sisi positif dari permasalahan yang dihadapinya yang dapat membantu pertumbuhan pribadinya. Menurut Carver, Scheire dan Weintraub (dalam Sarafino, 1998) terkadang hal ini disertai dengan meningkatnya kesadaran sisi religius individu (turnind to religion). Lebih jelasnya, Carver, Scheire dan Weintraub (dalam Sarafino, 1998) menyebut cara coping ini penting bagi beberapa individu, karena agama (keyakinan terhadap tuhan) dapat

(39)

32

dijadikan sebagai dukungan sosial pribadi, individu terkadang menganggap hal ini sebagai sebuah alat untuk dapat mencapai pertumbuhan pribadi yang positif dan strategi coping yang aktif.

f. Seeking for social support (for emotional reason).

Jenis coping ini lebih mengarah kepada dukungan moral yang diperoleh individu, simpati ataupun pengertian dari orang lain terhadap masalah yang sedang dihadapinya.

(40)

33

BAB v

PENDEKATAN

SOSIAL

EKONOMI

DALAM

COPING

STRESS

(41)

34

5

PENDEKATAN SOSIAL

EKONOMI DALAM

COPING STRESS

Dalam keluarga akan dilihat sumber daya yang dimiliki untuk kemudian dihubungkan dengan status sosialnya. Biasanya ancaman yang terjadi pada pemasukan suatu keluarga adalah perceraian, pensiun dan ketidakmampuan dalam memberikan pemasukan yang nantinya akan menimbulkan stress. Terdapat stress yang berhubungan dengan ekonomi keluarga yang diartikan sebagai kesulitan, tekanan dan ketegangan sebagai hasil dari perubahan yang terjadi dalam permasalahan ekonomi keluarga (McKenry dan Price, 2000).

Beberapa hal yang dapat menyebabkan stress dalam permasalahan ekonomi keluarga adalah sebagai berikut: ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban dalam

keuangan, ketidakpastian sumber pemasukan,

ketidakstabilan dalam pekerjaan dan ketidakmampuan pemasukan yang dimiliki dalam memenuhi kebutuhan

(42)

35

dan keinginan keluarga. Namun hal lain yang dapat membuat stress antara lain ketidakpastian ekonomi secara general, regional atau lokal(seperti PHK, pengangguran dan tingkat kemiskinan).

Selanjutnya pada penelitian Koranti dan Purwani (2014) di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, menemukan keterkaitan antara permasalahan ekonomi keluarga dengan stress. Stress tersebut terkait dengan timbulnya tindak kriminalitas pada individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kejahatan relatif tinggi (16,72%) dilakukan oleh buruh/karyawan laki-laki dengan indikator ekonomi yang rendah, antara lain diukur dari rata-rata upah, Gini ratio, maupun rata-rata lama sekolah.

Penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi (seperti pengangguran, penghasilan yang rendah) memiliki efek yang negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan individu. Studi juga mengatakan terdapat keterkaitan antara tekanan ekonomi dan distress dengan meningkatnya tingkat kemarahan, kecemasan, depresi dan kesehatan yang menurun. Begitu juga perubahan yang terjadi dengan hubungan sosial baik itu dengan

(43)

36

keluarga (pasangan, orangtua-anak, sahabat), maupun aktivitas sosial lainnya.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mengurangi stress yang diakibatkan oleh kesulitan ekonomi.

Bagaimana individu mendefinisikan situasi,

memanfaatkan sumber daya dan dukungan yang dimiliki juga sangat penting. Faktor lainnya adalah individu (seperti pendidikan), psikologid (seperti kemampuan

coping), social (seperti dukungan sosial), hubungan

(seperti hubungan pernikahan), dan sumber daya materi (penghasilan). Secara singkat terdapat beberapa strategi coping yang dapat dilakukan oleh individu dan keluarga yaitu dukungan sosial, menata kembali pemikirannya, dan melakukan self-help strategies.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa stress yang berkaitan dengan ekonomi memiliki dampak yang negatif terhadap hubungan antar keluarga dan keberfungsian keluarga itu sendiri. Penelitian juga menyebutkan bahwa stress yang berkaitan dengan masalah ekonomi dapat menurunkan kohesi dan kepuasan keluarga. Namun bagaimana keluarga tersebut dapat melakukan dengan baik tergantung bagaimana

(44)

37

mereka mendefinisikan situasi ekonomi yang dihadapi, apabila mereka memandang bahwa kesulitannya besar untuk dihadapi oleh anggota keluarga maka dapat memperburuk hubungan yang ada. Sebagai contoh orang tua yang mengalami kesulitan ekonomi akan merasa kualitas mengasuh anak yang tidak maksimal, dengan mengurangi dukungan afeksi kepada anak, tidak

konsisten yang meningkat dan ketidakdisiplinan

terhadap anak (membiarkan anak berbuat semaunya). Penelitian McKenry dan Price (2000). juga menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami kesulitan ekonomi akan menjadi anak yang memiliki tingkat depresi tinggi, lebih impulsive, memiliki perilaku antisosial dan menurunnya harga diri. Sedangkan ayah yang memandang mengalami tekanan ekonomi yang tinggi akan lebih meningkatkan depresi dan agresi anak, begitu juga ibu akan lebih membuat anak depresi dan merasakan kesepian.

Di Era Globalisasi masalah kriminal semakin mengkhawatirkan. Tindak kriminal merupakan salah satu faktor penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, yaitu keselamatan dan keamanan. Penelitian yang

(45)

38

dilakukan di Depok (Koranti dan Purwani, 2014),

diperoleh fakta bahwa faktor internal dan eksternal berpengaruh secara signifikan terhadap tindak kriminal baik secara parsial maupun secara simultan.

Tindak kriminal yang berupa kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena sosial yang sangat memprihatinkan. Coping merupakan salah satu usaha untuk mengatasi stres. Penelitian (Koranti dkk, 2015) dilakukan untuk mengetahui strategi dalam menghadapi masalah oleh perempuan yang mengalami KDRT, dengan pendekatan aspek sosial ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1).Penggunaan strategi menghadapi masalah dengan Problem focused coping

dari subjek penelitian cenderung tinggi (63%). Individu

merasa mampu menghadapi dan mengatasi situasi, maka akan cenderung menggunakan Problem-focused coping.

(2).Penggunaan strategi dengan Emotion focused coping dari subjek penelitian cenderung rendah. Strategi ini cenderung dipilih karena individu merasa tidak mampu

mengatasi masalah. Problem focused coping banyak

digunakan oleh subjek dengan tingkat pendidikan yang relatif baik, yaitu SLTA ke atas (68.0%). Dengan tingkat

(46)

39

kompleksitas berpikir yang lebih tinggi, akan membuat proses penilaian terhadap masalah menjadi lebih realistis dan mampu memecahkan masalah. Strategi ini juga banyak digunakan oleh responden dengan golongan ekonomi menengah keatas (71%). Dalam merencanakan suatu pemecahan masalah serta melaksanakan rencana tersebut, diperlukan ketenangan dan kejernihan dalam berpikir. Hal tersebut tidak mungkin terjadi jika seseorang dalam kondisi tertekan.

(47)

40

DAFTAR PUSTAKA

Aldwin, Carolyn, M. 2007. Stress, coping and

development: An integrative perspective. The

Guilford Press. New York.

Atkinson, R. L., R. C. Atkinson., E. R. Hilgard. 1983.

Introduction to psychology (8th edition). Harcourt

Brace Jovanovich. San Diego.

Atwater, E. 1983. Psychology of adjusment: Personal

growth in changing world (2nd edition). Prentice

Hall. New Jersey.

Carver, C.S., Weintraub, J.K, and Scheider, M.F. 1989.

“Assessing Coping Strategi: A Theoritically Based

Approach”. Journal of Personality and Social

Psychology, 2, 267-283.

Dewe, Philip. J. 2010. Coping with work stress: A

review and critique. John Wiley and Sons, Ltd.

USA.

Ghate, Deborah and Hazel, N. 2002. Parenting in poor

environment: Stress, support and coping. London:

Jessica Kingsley Publisher.

Greenberg, Jerrold, S. 2002. Comprehensive stress

management, eight edition. New York:

(48)

41

Jannise, Michael. P. 1988. Individual difference, stress

and health psychology. New York:

Springer-Verlag Inc

Koranti, K. dan Purwani. 2014. “Perkembangan Kriminalitas Di Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya Berdasarkan Aspek Ekonomi-Demografi”. UG Jurnal Vol. 8 No 5.

Koranti, K., Purwani. and Kartika Q.R., 2014. Analysis Strategy Problem - Focused Coping And Emotion - Focused Coping In Women Victims Of Domestic Violence in Jakarta : The Social Economic Aspects Approach, International Seminar, Society

Empowerment Through Multidimensional

Approach: An Integrated View to International Development, 26-27 november 2015, UBM, Yogyakarta.

Koranti, K dan Purwani . 2014. Kajian Sosisal Ekonomi dalam menganalisis faktor penyebab

tindak kriminal terhadap wanita di Era

Globalisasi,Prooceeding seminar nasional (3rd

economics &business research festival) 13 November 2014. FEB, UKSW, Salatiga.

Lazarus, Richard S. and Folkman S. 1984. Stress,

appraisal and coping. Pearson publishing company, Inc. New York.

Lazarus, R. S.1999. Stress and Emotion. Springer Publishing Company, Inc. New York.

(49)

42

McKenry, P. C. and Price, S. J. 2000. Families &

Change Coping With Stressful Events and Transitions, 2nd ed. Sage Publications, Inc.

California.

Noe, S.T dan Smith, J.P. 1994. Bagaimana

mengendalikan stress. Grafitti. Jakarta.

Sarafino, E. 1990. Health Psychology: Biopsychososial

Interaction. Wiley Inc. Canada.

Sarafino, E.P. 1998. Health Psychology:

Biopsychosocial Interactions. Third Edition. Wiley

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana yang telah dikatakan bahwa fiqh Syafi’i adalah fiqh yang lahir karena kondisi masyarakatnya sehingga dengan adanya dua kota yang merupakan tempat yang

harapan sekolah sebagai lembaga pendidikan unggul yang dikelola

Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Aras Perkotaan (city wide) RTRWK Pencapaian target RTRW, terkonservasi nya KS Sosial- Budaya RDTR RTBL P3KP • Pengembangan

b) Adapun nilai SKM di triwulan IV tahun 2020 adalah 87,78. Nilai ini berasal dari hasil survei kepuasan masyarakat yang sudah di publish atau diinformasikan

Berdasarkan teori, dijelaskan bahwa Responsiveness merupakan bagian dari kualitas pelayanan. Di mana Responsiveness merupakan keinginan karyawan untuk membantu para

Algoritma Blowfish memiliki keunikan dalam hal proses dekripsi, yaitu proses dekripsi dilakukan dengan urutan yang sama persis dengan proses enkripsi, hanya saja

memberikan penilaian setuju, sedangkan penilaian rata-rata responden paling terendah yakni 1.6% responden memberikan penilaian tidak setuju. Indikator tanggung jawab,

Untuk penentuan pemegang rekening yang berhak untuk memperoleh dividen, saham bonus atau hak-hak lain sehubungan dengan pemilikan saham Perseroan dalam Penitipan