• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP

GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA

(DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

DIADJENG FAMELIA SOERJADI NIM: 11160480000044

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

i

PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP

GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA

(DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

DIADJENG FAMELIA SOERJADI NIM: 11160480000044

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

ii

PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP

GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA

(DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

DIADJENG FAMELIA SOERJADI NIM: 11160480000044

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdullah Sulaiman,S.H.,M.H. Diana Mutia Habibaty, S.E.Sy.,M.H.

NIP. 19591231 198609 1 003 NUP. 99201113165

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(4)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP GIG WORKER DI EVENT ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 November 2020 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

(5)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Diadjeng Famelia Soerjadi NIM : 1160480000044

Program Studi : Ilmu Hukum No. Kontak : 085770342816

Email : Diadjengfamelias@gmail.com

Alamat : Jl. Sadar No. 9 RT 003 RW 001, Kelurahan Paninggilan Selatan, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang.

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatatullah Jakarta.

Jakarta, 25 November 2020

(6)

v

ABSTRAK

Diadjeng Famelia Soerjadi, NIM 11160480000044, “PERLINDUNGAN

HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP GIG WORKER DI EVENT

ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA SELATAN

PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0”. Konsentrasi Hukum Bisnis, Program

Studi Ilmu Huku, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H / 2020 H.

Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah mengenai Undang-Undang Ketenagakerjaan beserta turunannya belum mampu memberikan perlindungan pada Pekerja Harian Lepas atau freelance dalam menghadapi era pekerjaan secara

digital. Perusahaan-perusahaan Event Organizer seringkali mengabaikan hak dan

kewajiban dari para pekerja, dikarenakan para pihak tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis. Namun, menerapkan asas percaya satu sama lain dalam membuat perjanjian secara lisan. Penelitian ini bertujuan agar setiap orang yang hendak bekerja waktu tertentu dengan Event Organizer, mampu memahami pentingnya suatu perjanjian secara tertulis.

Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian normatif dengan tipe penelitian adalah library research (studi kepustakaan) dengan metode penelitian yuridis normatif. Untuk referensi utama yang digunakan dalam studi adalah Perundang-Undangan dan wawancara para Pekerja Harian Lepas.

Hasil dari penelitian ini dalam pelaksanaannya perjanjian kerja baik secara lisan maupun tertulis, perusahaan Event Organizer kerap kali menyimpangi ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan turunannya. Dikarenakan dalam isi perjanjian tertulis belum menjamin para pekerja untuk mendapatkan perlindungan serta jaminan sosial.

Kata Kunci : Perjanjian, Event Organizer, Perlindungan Hukum, Pekerja Harian Lepas.

Pembimbing Skripsi : 1. Prof. Dr. Abdullah, S.H., M.H. 2. Diana Mutia Habibaty, S.E.Sy.,M.H. Daftar Pustaka : Tahun 1994 sampai Tahun 2020

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum.wr.wb

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat dan karunia yang tidak terhinggga. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi Wassallam, beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau sampai akhir zaman nanti. Dengan mengucap Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir pada perkuliahan dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan terhadap Gig Worker di Event Organizer Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Selatan pada Era Revolusi Industri 4.0” Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas para pihak yang telah memberikan peranan secara langsung maupun tidak langsung atas pencapaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. dan Ibu Diana Mutia Habibaty, S.E.Sy.,M.H. Pembimbing Skripsi. Serta Dra. Ipah Farihah M.H. Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, menyediakan waktu, memberikan bimbingan dan kesabaran dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi.

4. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas dan mengizinkan peneliti untuk mencari dan meminjam

(8)

vii

buku-buku referensi dan sumber-sumber data lainnya yang diperlukan.

5. Ayahku tersayang terima kasih untuk kerja kerasnya selama ini, kepercayaan, dan dukungan yang telah diberikan kepada peneliti selama masa pendidikan. Untuk Ibuku tercinta terima kasih untuk segala doa yang senantiasa Ibu panjatkan untuk peneliti, kemudahan yang peneliti rasakan sampai detik ini semua pasti karena Ayah dan Ibu.

6. Pihak-pihak lainnya yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam penyelesaian skripsi ini

Demikian ucapan terima kasih ini, semoga Allah memberikan balasan yang setara kepada para pihak yang telah berbaik hati terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 November 2020

(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. .i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……….….ii

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI……….iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iiii

ABSTRAK. ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 8

E. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II SEJARAH HUKUM PENGATURAN PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG WORKER) DI INDONESIA ... 14

A. KERANGKA KONSEPTUAL ... 14

1. Pengaturan tentang Perjanjian Kerja ... 14

2. Sejarah Perkembangan Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) di Indonesia... 24

3. Dampak Pekerja Harian Lepas pada Gig Economy ... 28

B. KERANGKA TEORI ... 29

1. Teori Perlindungan Hukum ... 29

(10)

ix

3. Teori Dasar (Ground Theory) ... 33

4. Ketentuan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan di Indonesia .. 33

C. TINJAUAN (REVIEW) STUDI TERDAHULU ... 37

BAB III PELAKSANAAN HUKUM PENGATURAN PERJANJIAN KERJA TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG WORKER) PADA SEKTOR EVENT ORGANIZER DI JAKARTA SELATAN... 41

A. Gig Worker pada Event Organizer ... 41

1. Profil Perusahaan Event Organizer di Jakarta Selatan ... 41

B. Lembaga Pengawasan Tenaga Kerja... 45

1. Profil Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jakarta 45 2. Visi dan Misi Dinas Ketenagakeraan dan Transmigrasi Provinsi Jakarta ... 45

3. Fungsi Dinas Ketenagakeraan dan Transmigrasi Provinsi Jakarta 45 C. Pelaksanaan Pengaturan yang Berlaku di Indonesia Mengenai Pekerja Harian Lepas Pada Event Organizer ... 46

D. Peran Pemerintah terhadap Pengaturan Pekerja Harian Lepas ... 50

BAB IV PENYELESAIAN HUKUM MENGENAI MASALAH PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG WORKER) KHUSUS EVENT ORGANIZER DI JAKARTA SELATAN ... 52

A. Perjanjian Kerja Pada Pekerja Harian Lepas Event Organizer ... 52

1. Perjanjian Lisan ... 53

2. Perjanjian Tertulis ... 58

B. Peran Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) dalam Event Organizer .. 62

C. Analisa Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pekerja Harian Lepas Berdasarkan Peraturan Peundang-Undangan beserta turunannya ... 63

(11)

x

D. Mekanisme Perizinan dan Perselisihan Hubungan Industrial di Event

Organizer ... 66 BAB V PENUTUP ... 70 A. Kesimpulan... 70 B. Rekomendasi ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN - LAMPIRAN ... 79

PEDOMAN WAWANCARA FREELANCER ... 80

HASIL WAWANCARA ... 81

HASIL WAWANCARA ... 85

SURAT PERNYATAAN ANNISA KURNIA ... 87

HASIL WAWANCARA ... 88 HASIL WAWANCARA ... 90 HASIL WAWANCARA ... 93 HASIL WAWANCARA ... 95 HASIL WAWANCARA ... 98 KONTRAK KERJA ... 100 KONTRAK KERJA ... 107

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pekerjaan merupakan suatu kebutuhan yang harus dimiliki oleh seseorang. Berkaitan dengan gambaran tentang hukum ketenagakerjaan di Indonesia yang belum mampu mengakomodir pergerakan indrustrial yang berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kondisi para pekerja yang kehilangan hak-haknya dalam pekerjaan. Mengingat bahwasanya Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dijadikan tiang bagi pekerja belum ada langkah pasti dari Pemerintah untuk direkonsepsi.

Pada akhir abad ke-18 tepatnya tahun 1784 ditemukannya alat tenun pertama. Sebelumnya, produksi suatu barang menggunakan tenaga manusia dan hewan, namun adanya kenaikan produksi sehingga digantikan dengan teknologi mesin yakni tenaga air dan uap. Akibatnya, banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya.1 Awal tahun 2018 hingga sekarang, dapat dikatakan dunia telah memasuki zaman serba digital. Teknologi yang dapat digerakkan secara otomatis dengan teknologi yang dijalankan secara cepat merupakan ciri khas dari Revolusi Industri keempat ini..2 Hal ini dapat ditandai dengan kemampuan sensor yang terdapat pada pintu, dan juga jaringan Internet. 3

Hak-hak perburuhan (tenaga kerja, pekerja baik yang tetap maupun sementara-temporer) dalam era globalisasi internasional di Indonesia termasuk semua hak-hak asasi menusia, seperti hak asasi individu, hak berpolitik, ekonomi, sosial dan budaya harus dilaksanakan secara bersamaan. Dimana

1 Beni Agus Setiono, Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia Dalam Menghadapi

Revolusi Industri 4.0, Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 9, Nomer 2, Maret

2019, h. 2.

2 Beni Agus Setiono, Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia Dalam Menghadapi

Revolusi Industri 4.0, … , h. 2.

3 Reno Alamsyah, Analisis Dampak Industri 4.0 Terhadap Sistem Pengawasan

Ketenaganukliran Di Indonesia, jurnal, Jurnal Forum Nuklir (JFN), volume 12, Nomor 2, 2018, h.

(13)

konstitusi di negara modern telah memberikan kebebasan kepada buruh berupa perlindungan dari intern perusahaan yaitu;4 pertama, kebebasan dalam

pembuatan kontrak atau perjanjian kerja. Kedua, kebebasan berpendapat.

Ketiga, kebebasan berserikat atau mengeluarkan isi hati atau perpendapat. Keempat, kebebasan pribadi pekerja dalam bentuk pengawasan. Kelima,

pengusaha memberikan kebebasan mengenai rahasia pribadi. Keenam, hak pekerja mengenai kesehatan pekerja dari dokter. Hak pekerja/buruh dari luar perusahaan yaitu; 5 pertama, perlindungan negara kepada hak-hak perburuhan.

Kedua, kebebasan bagi warga negara untuk memilih jenis pekerjaan. Ketiga,

kesempatan yang sama terhadap setiap ada promosi setiap pelamar kerja atau calon pekerja. Keempat, kewenangan pengusaha untuk menindak buruh yang melakukan tindakan penipuan atau kesalahan berat.

Menilik sejarah bahwa bangsa Indonesia telah memberikan suatu gambaran mengenai kondisi kerja dari keadaan seorang masyarakat yang mengikatkan diri dengan orang lain. Artinya sampai saat ini pola hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi kerja dilakukan untuk kelangsungan hidup bagi setiap pekerja.6 Gambaran tersebut rupanya sampai saat ini belum mampu

memenuhi kebutuhan dan melindungi pekerja dikarenakan inkonsistensi peran Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan hukum.

Contoh penerapannya terlihat pada Undang-Undang hukum Ketenagakerjaan yang mendapatkan dampak secara langsung dari perkembangan industri.7 Penggunaan teknologi terkini berbasis internet, akan berpotensi mempermudah pemberi kerja dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawannya.

4 Abdullah Sulaiman, Standar Buruh: di Perdagangan Bebas, (Jakarta: YPPSDM, 2007), h. 1.

5 Abdullah Sulaiman, Kesejahteraan Buruh, (Jakarta: YPPSDM, 2008), h. 5.

6 Ashabul Kahfi, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja”, Jurisprudentie, Volume 3, Nomor 2, Desember 2016, h. 2.

7 “The Impacts of the Fourth Industrial Revolution on Jobs and the Future of the Third Sector”, Northern Ireland Council for Voluntary Action (NICVA)

https://www.nicva.org/sites/default/files/d7content/attachments-articles/the_impact_of_the_4th_industrial_revolution_on_jobs_and_the_sector.pdf, (diakses pada

(14)

McKinsey Global Institute menyatakan 52,6 (Lima Puluh Dua koma Enam) juta lapangan pekerjaan di Indonesia baik dari berbagai sektor akan terancam tergantikan oleh teknologi otomatisasi. Bahkan, sekitar 800 juta pekerja di seluruh dunia terancam kehilangan pekerjaan pada 2030. World Economic Forum (WEF) pada tahun 2018 merilis suatu laporan bertajuk Future of Jobs Report 2018, yang mengungkapkan beberapa bidang pekerjaan takkan lagi dibutuhkan dan akan digantikan dengan profesi baru pada 2022.8

Hal tersebut ditandai dengan lahirnya Gig Economy. Gig Economy merupakan suatu wadah dari adanya media yang berbasis internet untuk menjalankan suatu perangkat software, dengan didorong oleh teknologi digital. Subjek pelaksana Gig Economy disebut dengan Gig Worker atau diartikan sebagai pekerja lepas. Pada waktu itu masyarakat mengenalnya dengan sebutan

freelance. Freelancer (seorang pekerja lepas) akan bekerja secara swadaya

yang nantinya jasa mereka dapat digunakan oleh beberapa pihak sesuai dengan kualifikasi kemampuan yang dimiliki. Sehingga mereka tidak akan terikat dalam satu pekerjaan melainkan akan bekerja di perusahaan yang berbeda dan waktu yang relatif tidak menentu. Dengan adanya kebebasan seperti ini maka freelancer dapat bekerja secara fleksibel dibandingkan mengikuti aturan jam kerja dari perusahaan.9

Menggunakan bentuk pola upaya dalam hukum yang diwujudkan dalam

kontektual atau peraturan Perundang-undangan standar perlindungan hukum

ketenagakerjaan/perburuhan di Indonesia. Meski ruang-lingkup perilaku

pribadi dan hukum perburuhan mempunyai ikatan erat dengan personengbied

(pribadi), namun perannya telah dibatasi oleh kaidah hukum perburuhan, yang

8 Wisnu Cipto, Wujud Perlindungan Hukum Tenaga Kerja di Era Revolusi Industri 4.0,

https://merahputih.com/post/read/wujud-perlindungan-hukum-tenaga-kerja-di-era-revolusi-industri-4-0, (diakses pada tanggal 5 Januari 2020).

9 Alex de Ruyter, Martyn Brown dan John Burgess, “Gig Work and The Fourth Industrial Revolution: Conceptual and Regulatory Challenges” , Journal of International Affairs 72, Nomor 1, 2019, h. 38-40.

(15)

mencangkup; Buruh (pekerja) dan Serikat Buruh (pekerja), Majikan (penguasa)

dan Organisasi Penguasa, juga Negara/Penguasa (Pemerintah).10

Dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003, Freelancer atau Pekerja Harian Lepas dikategorikan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan dibuat suatu perjanjian tertulis (kontrak kerja) yakni terdapat dalam Pasal 57 ayat (1). Namun, perusahaan Event Organizer yang memperkerjakan Pekerja Harian Lepas tidak membuat suatu Perjanjian Kerja/ kontrak kerja tertulis sehingga hak dan kewajiban para pihak menjadi kabur dikarenakan tidak ada norma yang dipatuhi pemberi kerja. Seringkali pekerja lepas menghadapi kondisi kerja yang buruk seperti upah telat dibayarkan maupun kurang, kemudian bekerja tanpa adanya batas waktu, selain itu tidak mendapatkan perlindungan serta jaminan sosial. Memang mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu telah diatur lebih lanjut dalam Kepmenakertrans No.100 Tahun 2004. Tetapi kedua peraturan tersebut hanya menegaskan untuk masa kerja dari pekerja lepas adalah kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.

Melihat banyaknya pekerja lepas yang tetap memilih bekerja tanpa adanya payung hukum, karena sebagai freelancer memiliki keunggulan dalam kebebasan bekerja namun menyimpan resiko yang lebih besar. Seperti

freelancer bisa lepas dari ikatan jam kerja sehingga jumlah jam kerjanya bisa

kurang atau lebih banyak dari pegawai kantoran. Perusahaan Event Organizer kerap kali menyimpangi ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai waktu kerja karena kegiatan kerja pra, pada saat, maupun pasca penyelenggaraaan suatu acara membutuhkan waktu kerja yang cukup

10Abdullah Sulaiman, Beberapa Titik-Taut Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan

/Perburuhan di Indonesia, Studium General: Pendalaman Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan

Kerjasama Kementerian Tenaga Kerja RI. Bersama Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (FSH UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Hukum FSH-UIN Jakarta-Ciputat, Sabtu 4 Juni 2016.

(16)

banyak namun perhitungan upah kerja tidak sesuai dengan aturan yang ada pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN1985 Tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas dalam pasal 7 “Pengupahan bagi pekerja harian lepas didasarkan atas upah harian yang besarnya tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum yang ditentukan oleh Pemerintah” namun penghitungan upah seringkali dilakukan oleh pihak perusahaan bukan atas kesepakatan pihak pekerja. Sehingga akan menguntungkan pengusaha dikarenakan tidak akan memberikan upah lembur dan fasilitas lainnya untuk para pekerja harian lepas.

Tanpa adanya perjanjian kerja akan menimbulkan fleksibilitas, dilihat dari perspektif pengusaha maupun pekerja lepas akan ada sisi positif dan negatif. Melihat aturan ketenagakerjaan ditegaskan adanya fleksibilitas harus dihindari dikarenakan ada kepastian hukum yang dapat mengadopsi perubahan ini.11 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100 Tahun 2004, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 sebagai instrumen hukum yang mengatur kedudukan Pekerja Harian Lepas mampu melindungi suatu perubahan keadaan dalam masyarakat seiring perubahan. Hal inilah yang membuat penulis menitikberatkan pada efektivitas dasar Hukum Ketenagakerjaan beserta turunannya dalam menyikapi kehadiran Gig Worker di dunia ketenagakerjaan Indonesia.12 Sehingga dapat melahirkan payung hukum untuk memberi perlindungan pada pekerja harian lepas atau freelance dalam menghadapi era pekerjaan secara digital. Karena itu penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP GIG WORKER DI EVENT

ORGANIZER DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA

SELATAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0”

11 Wisnu Cipto, Wujud Perlindungan Hukum Tenaga Kerja di Era Revolusi Industri 4.0, … , (diakses pada tanggal 5 Januari 2020).

12 Joshua Healy, Daniel Nicholson, dan Andreas Pekarek, Should we take the gig economy

seriously?, Labour & Industry: a journal of the social and economic relations of work, 31 October

(17)

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Pemaparan diatas tersebut ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi yang terkait dengan judul yang diteliti, antara lain:

a. Ruang lingkup seorang Gig Worker yang hadir dikarenakan adanya Gig

Economy.

b. Hak-hak yang diberikan oleh perusahaan kepada seorang Gig Worker yang belum bisa terpenuhi.

c. Pengaturan kontrak kerja bagi seorang Gig Worker.

d. Perlindungan hukum terhadap Gig Worker yang belum diatur secara eksplisit di Undang-Undang Ketenagakerjaan.

e. Hambatan yang hadir seiring berjalannya perlindungan hukum (aturan) bagi Gig Worker.

f. Pengaturan Gig Worker dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. g. Perkembangan hukum pengaturan perjanjian Pekerja Harian Lepas

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pemaparan permasalahan sebelumnya, maka peneliti memfokuskan masalah penelitian dengan memberi batasan untuk memperkecil ruang lingkup bahasan, yakni sebagai berikut:

a. Implementasi hukum yang mengatur pekerja lepas atau Gig Worker dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/ 2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. b. Perkembangan hukum pengaturan perjanjian Pekerja Harian Lepas c. Peran pemerintah dalam menyikapi dampak dari Revolusi Industri 4.0

pada Gig Worker.

3. Perumusan Masalah

Masalah utama pada hal ini adalah Undang-Undang Ketenagakerjaan beserta turunannya belum mampu memberikan

(18)

perlindungan pada Pekerja Harian Lepas atau freelance dalam menghadapi era pekerjaan secara digital dikarenakan dengan adanya perkembangan zaman sehingga perihal dinamika ruang lingkup pekerjaan dapat berubah juga. Hal ini ditimbulkan dengan adanya fleksibilitas seorang pekerja dalam bekerja yang tidak boleh terlaksana dikarenakan harus adanya suatu kepastian hukum. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 beserta turunannya belum mampu mengakomodir para Gig Worker yang nantinya akan merugikan pekerja lain yang berdampak pada kehidupannya dikarenakan akan terkena PHK.

Dalam penelitian skripsi ini terdapat 3 (tiga) pertanyaan penelitian yang hendak dijawab oleh peneliti mengenai bentuk perlindungan hukum dalam mengakomodir pekerja lepas. Dan berdasarkan pembatasan masalah tersebut peneliti mempertegas dalam bentuk pertanyaan yakni sebagai berikut:

a. Bagaimana perkembangan hukum pengaturan perjanjian Gig Worker (Pekerja Harian Lepas) di Jakarta?

b. Bagaimana pelaksanaan hukum terhadap perjanjian kerja Gig Worker (Pekerja Harian Lepas) di Event Organizer Jakarta?

c. Bagaimana penyelesaian hukum mengenai Gig Worker (Pekerja Harian Lepas) khusus Event Organizer di Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Peneliti telah memaparkan mengenai latar belakang dan rumusan masalah sehingga tujuan dari adanya penelitian ini untuk:

a. Mengetahui perkembangan hukum dari Perjanjian Waktu Tertentu bagi

Gig Worker (Pekerja Harian Lepas).

b. Mengetahui peraturan dalam pelaksanaan perlindungan hukum ( hak dan kewajiban) Gig Worker (Pekerja Harian Lepas) dalam menghadapi era

(19)

c. Memahami mekanisme penyelesaian hukum mengenai Gig Worker (Pekerja Harian Lepas) pada Event Organizer.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis:

1) Dapat menginformasikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada khususnya para Pekerja Harian Lepas terkait adanya Gig

Economy kepada pembaca.

2) Menerapkan/merekontruksi teori yang dipejalari.

3) Memperoleh suatu manfaat dalam bidang hukum secara khususnya mempelajari hukum ketenagakerjaan yang ada.

b. Manfaat Praktis:

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi wawasan baru untuk para Pekerja Harian Lepas atau Gig Worker dalam membuat suatu perjanjian dengan pengusaha agar mendapatkan perlindungan hukum dari segi ketenagakerjaan. Dan untuk Pemerintah diharapkan hasil penelitian ini sebagai wadah aspirasi bagi pemerintah dan dewan legislatif demi terbentuknya perlindungan hukum yang berkeadilan bagi Pekerja Harian Lepas atau Gig Worker.

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian normatif dengan tipe penelitian adalah library research (studi kepustakaan) dengan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.13 Berdasarkan sifat dari jenis penelitian yang dipilih, Penulis melakukan studi kepustakaan dalam memperoleh data. Yang dimaksud dengan studi kepustakaan adalah metode pengumpulan bahan-bahan pustaka sebagai sumber utama dalam sebuah penulisan. Jenis referensi utama yang digunakan dalam studi adalah

13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

(20)

Perundang-Undangan dan wawancara para Pekerja Harian Lepas di lima

Event Organizer Jakarta Selatan. Oleh karena itu, data yang diambil secara

keseluruhan merupakan data primer, yakni data yang bersifat publik.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang peneliti gunakan dalam skripsi ini dalam penelitian ini adalah metode pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi.14 Pendekatan Perundang-Undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari kesesuaian Undang-Undang yang satu dengan Undang-Undang yang lainnya.

3. Sumber data

a. Bahan Hukum Primer

Sumber data primer merupakan data yang bersifat autoritatif atau memiliki otoritas. Sumber data primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau hasil riset yang dikumpulkan selama penelitian (wawancara). Dalam penelitian ini, sumber data primer yang digunakan terdiri dari:

1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas.

4) Penelitian lapangan dengan melakukan wawancara kepada para Pekerja Harian Lepas di Event Organizer

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang bersumber dari semua publikasi tentang hukum seperti buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal

14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h. 136.

(21)

hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Sehingga sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara serta buku-buku yang berkaitan dengan ketenagakerjaan lebih spesifiknya membahas pekerja lepas, skripsi, jurnal, dan jurnal web yang dapat mendukung materi penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Data tersier dapat juga disebut sebagai sumber nonhukum. Sumber data tersier digunakan sebagai penunjang dari penelitian karena peneliti menimbang butuhnya meneliti cabang ilmu lain demi perkembangan penelitian ini untuk menjelaskan informasi lebih lanjut mengenai sumber data di atas.15 Dapat dikatakan bahan data tersier sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Sumber data tersier yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), koran, dan sumber-sumber informasi lain yang dapat mendukung penelitian ini.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah studi kepustakaan dan wawancara. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari data-data yang diperlukan sebagai referensi dalam penelitian ini melalui berbagai literatur, antara lain buku, jurnal, artikel, skripsi, tesis, disertasi, peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan di berbagai perpustakaan umum dan universitas. Sedangkan Studi lapangan yang dilakukan oleh penulis adalah dengan wawancara penelitian. Wawancara diartikan sebagai percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan 9 (sembilan) Pekerja Harian lepas di lima Event Organizer di Jakarta Selatan.

(22)

5. Teknik Pengolahan Data

Penelitian hukum normatif lebih menitikberatkan pada kegiatan studi pustaka (library research),16 aturan perundang-undangan, dan artikel dimaksud peneliti uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penelitian lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.

6. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dan telah dikumpulkan, selanjutnya diolah dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu metode analisis yang bersifat mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk uraian kalimat yang logis, lalu diberi penafsiran dan kesimpulan oleh peneliti. Tujuan dari penggunaan metode ini ialah untuk menjelaskan secara lebih rinci mengenai isu hukum yang diteliti. Metode analisis ini juga lebih menekankan pada kualitas isi penelitian yang ditelaah secara mendalam dan menyeluruh.

7. Teknik Penarikan Kesimpulan

Dalam melakukan pengolahan data untuk menarik kesimpulan, Penulis menggunakan metode hermeneutic (penafsiran) karena sangat berhubungan erat dengan penelitian hukum normatif.17 Adapun interprestasi yang digunakan adalah interpretasi fungsional yang mencoba untuk memahami maksud sebenarnya dari suatu peraturan dengan menggunakan berbagai sumber lain yang dianggap bisa memberikan kejelasan.18 Selanjutnya interpretasi komparatif atau perbandingan merupakan metode penafsiran yang dilakukan dengan jalan memperbandingkan antara beberapa aturan hukum untuk mencari kejelasan mengenai makna dari suatu ketentuan peraturan hukum.19 Dari penafsiran tersebut kemudian Penulis 16 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2010). h. 89.

17 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab - Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1993), h. 13.

18 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2006), h. 95. 19 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab - Bab Tentang Penemuan Hukum, … , h. 17-18.

(23)

merangkainya menjadi suatu penjelasan dan disusun secara sistematis untuk kemudian dibuat suatu kesimpulan.

Dalam penarikan kesimpulan Philipus menyatakan terdapat 2 (dua) penalaran sehingga dalam penelitian ini lebih tertuju pada penalaran hukum deduktif yakni dari umum ke bersifat khusus.20

E. Sistematika Pembahasan

Skripsi ini dengan mengacu pada buku Pedoman Penelitian Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Hidayatullah Jakarta Tahun 2017, yang terbagi dalam 5 (lima) bab. Pada setiap bab terdiri dari sub bab yang digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan inti dari permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta inti permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan, yang berisi Latar Belakang, Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Rancangan Sistematika Pembahasan.

BAB II SEJARAH HUKUM PENGATURAN PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG WORKER) DI INDONESIA

Bab ini menyajikan kajian pustaka yang didahului dengan kerangka teori yakni teori perlindungan hukum, perjanjian kerja, asas, teori yang relevan pada kontrak kerja Pekerja Harian Lepas, dan juga ketentuan perundang-undangan Ketenagakerjaan. Kemudian dari segi kerangka konseptual yang berisi tentang pengaturan perjanjian kerja, sejarah perkembangan Pekerja Harian Lepas di Indonesia, dampak pekerja lepas pada Gig Economy. Dan pada bab ini juga membahas tinjauan (review) kajian terdahulu yang relevan dengan

(24)

mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dari studi yang peneliti akan lakukan.

BAB III PELAKSANAAN HUKUM PENGATURAN PERJANJIAN KERJA TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG

WORKER) PADA SEKTOR EVENT ORGANIZER DI

JAKARTA SELATAN

Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum perusahan Event

Organizer di Jakarta Selatan, gambaran umum Dinas Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Jakarta, analisis pengaturan yang berlaku dalam Pekerja Harian Lepas Menurut UU Ketenagakerjaan beserta turunannya di Event Organizer serta peran pemerintah terhadap peraturan Pekerja Harian Lepas.

BAB IV PENYELESAIAN HUKUM MENGENAI MASALAH

PEKERJA HARIAN LEPAS (GIG WORKER) KHUSUS

EVENT ORGANIZER DI JAKARTA SELATAN

Pada Bab menjelaskan mengenai Perjanjian kerja secara tertulis dan lisan berdasarkan hasil wawancara, peran Pekerja Harian Lepas di

Event Organizer, analisa pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu pada Pekerja Harian Lepas, kemudian mekanisme perizinan dan Perselisihan Hubungan Industrial pada Event Organizer.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian di skripsi yang berisi kesimpulan dan saran untuk Pemerintah.

(25)

14

BAB II

SEJARAH HUKUM PENGATURAN PEKERJA HARIAN LEPAS

(GIG WORKER) DI INDONESIA

A. KERANGKA KONSEPTUAL

1. Pengaturan tentang Perjanjian Kerja

Abdullah Sulaiman menguraikan bahwa landasan berpijak hukum perburuhan yang utama setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pernyataan sosial politik negara mengenai pekerjaan buruh untuk menjamin lapangan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi buruh secara selaras, diatur dalam Pasal 27 ayat (2).1 Maknanya adalah negara menjamin pekerjaan setiap warga negara, dan “negara” wajib memenuhi kebutuhan ekonomi buruh berupa upah kerja yang layak sedangkan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 mengandung makna sebagai berikut.2

Pertama, adalah setiap warga negara berhak untuk mendapatkan

pekerjaan dan negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap warga negara, dan pelaksana kenegaraan adalah pemerintah. Sesuai dengan mekanisme yang baku, penyempurnaan konstitusi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama dengan Pemerintah membuat undang-undang. Selanjutnya pelaksanaan suatu peraturan perundang-undangan berada ditangan Presiden bersama pembantunya, yang dalam hal ini termasuk Menteri Tenaga Kerja.

Kedua, pekerja/tenaga kerja/buruh berhak memperoleh penghasilan/upah/gaji penghidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Oleh sebab itu pemerintah berkewajiban untuk memberikan penghidupan yang layak kepada rakyatnya. Dasar pelengkapnya ialah Pasal II Aturan Peralihan. Sepanjang belum ada peraturan perundangan-undangan perburuhan, khususnya yang mengatur

1Abdullah Sulaiman, Politik Hukum Buruh RI, (Jakarta: YPPSDM Jkt, 2010), h. 27. 2 Abdullah Sulaiman, Politik Hukum Buruh RI, … , h. 27.

(26)

masalah pengupahan, maka yang dipergunakan adalah Burgerlijk Wetboek (BW), atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mulai Pasal 1601-1603 sudah diberlakukan terhdap buruh Eropa (1879) karena mengandung unsur hubungan kerja yang modern, walaupun kepada majikan masih sering disebut meester yang memiliki kekuasaan dan kedudukan tinggi.Buku III, Titel 7 A KUH Perdata yang dibuat di Nederland (1927) diberlakukan di Indonesia khususnya bagi golongan Eropa, menganut asas perlindungan bagi buruh yang masih didasarkan pada sendi liberal, yang tentunya belum dapat memuaskan buruh di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya masalah buruh yang dipekerjakan oleh majikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang memberlakukan pekerjaan secara paksa, perbudakan, pekerjaan rodi, dan pekerjaan dengan sanksi

punale.3

Prinsip perjanjian kerja terkandung dalam KUH Perdata, bahwa pengupahan diawali dengan suatu perjanjian dan kemudian disepakati, tidak ada imbalan-upah bila tidak bekerja (no work no pay) diberikan kepada buruh, dan pemberian penghasilan buruh terhadap diberi kuasa. Tidak ada upah yang harus dibayar selama buruh tidak bekerja atau melakukan pekerjaan yang diperjanjikan (Pasal 1602 b). Buruh masih berhak mendapatkan penghasilan, meski tidak melakukan pekerjaan disebabkan buruh sakit atau kecelakaan, dan lamanya buruh berhalangan berpengaruh pada besarnya upah (Pasal 1602-c sub 6). Hak buruh lain adalah upah ditentukan berdasarkan lamanya waktu yang tersedia bagu buruh melakukan pekerjaan. Tetapi merupakan kesalahan atau kelalaian pengusaha apabila tidak menyediakan pekerjaan terhadap buruhnya sebagaimana telah disepekati sebelumnya (Pasal 1602 d).

a. Pengertian Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja menurut Sudikno Mertokusumo berasal dari kata overeenkomst yang diterjemahkan sebagai perjanjian, sehingga

(27)

beliau tidak menggunakan istilah toesteming. Kata toesteming dapat diartikan persetujuan, persesuaian kehendak, atau kata sepakat. Sehingga perjanjian diartikan bahwa suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Sedangkan menurut Syahmin AK dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.4

Kemudian menurut Ahmadi Miru mengartikan suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.5 Pada pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) telah dinyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.6 Dalam ketentuan tersebut seseorang mengikatkan diri terhadap orang lain, sehingga adanya perjanjian maka menimbulkan suatu kewajiban atau prestasi dari satu pihak dengan pihak lainnya tersebut.

Abdul Kadir Muhammad menyatakan kelemahan-kelemahan yang terdapat Pasal 1313 KUH Perdata sehingga harus adanya suatu perubahan, yakni sebagai berikut :

1) Kata “mengikatkan diri” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja dan tidak untuk kedua belah pihak. Seharusnya dirumuskan dengan menggunakan kata “saling mengikatkan diri”. sehingga ada

consensus antara pihak-pihak.

2) Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa consensus. Pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melanggar hukum

(oonrechtmatige daad). Sehingga kata “perbuatan” terlalu luas

4 Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 140.

5 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), h. 1.

6 Ahmadi Miru & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456

(28)

maka harus adanya pembatasan definisi yakni bisa menggunakan kata “persetujuan”.

3) Pendapat ketiga ini sama dengan yang dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman yakni makna pengertian perjanjian terlalu luas karena mencakup perjanjian yang bersifat personal, hal ini terlihat pada janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki adalah yang bersifat kebendaan (materiil). 7

4) Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. 8

Subekti mengartikan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau keduanya saling berjanji untuk melakukan sesuatu.9 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.10

Sebenarnya suatu perjanjian atau kontrak kerja lahir adanya interaksi sosial yang dibuat karena suatu perbedaan kepentingan diantara dua pihak yang berusaha untuk disatukan dengan cara negosiasi dalam mencapai sebuah kepentingan bersama. Sehingga adanya pengaturan pada kontrak, untuk menjamin kepentingan hak dan kewajiban para pihak agar adil dan saling menguntungkan. Dalam perjanjian kerja memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Agar memiliki kekuatan hukum yang sama antara pekerja dengan pemberi kerja

7 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2001) h. 65.

8 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 225.

9 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2014), h. 1.

10 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ihktisar Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta, Balai Pustaka, 2005), h. 458.

(29)

b. Unsur-Unsur Perjanjian Kerja 1) Pekerjaan (work)

Pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja adalah unsur pada sebuah perjanjian kerja. Dikarenakan adanya suatu kesepakatan kerja pada kedua belah pihak, maka pekerja terikat kewajiban untuk melakukan pekerjaan. Pasal 1603 KUH Perdata mengaturnya sebagai berikut:

“Buruh wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut kemampuannya dengan sebaikbaiknya. Jika sifat dan luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak dirumuskan dalam perjanjian atau reglemen, maka hal itu ditentukan oleh kebiasaan.”

Pada Pasal 1603 ayat a KUH Perdata menyatakan bahwa :

“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya.”

Pasal tersebut menyatakan bahwa pekerjaan harus dilakukan sendiri oleh pekerja, dan hanya seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Dikarenakan sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan atau keahliannya, maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum. 2) Perintah (command)

Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kerja atau majikan kepada pekerja karena adanya unsur perintah yang di perjanjikan. Unsur perintah dapat dimaknai luas, misalnya berupa target kerja, instruksi, dan lain-lain. Sehingga seringkali disalah artikan pada hubungan kerja dengan hubungan lainnya, misalnya hubungan pengacara dengan klien. Hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja karena pengacara tidak tunduk pada perintah klien. Kewajiban pekerja untuk tunduk pada perintah perusahaan/ majikan ini telah diatur dalam KUH Perdata Pasal 1603

(30)

ayat b:

“Buruh wajib menaati aturan-aturan pelaksana pekerjaan dan aturan-aturan yang dimaksudkan untuk perbaikan tata tertib perusahaan majikan yang diberikan oleh atau atas nama majikan dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian atau reglemen, atau jika ini tidak ada, dalam batas-batas kebiasaan.”

3) Upah (Pay)

Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seseorang bekerja pada pemberi kerja adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Definisi upah berdasarkan Pasal 1 angka 30 dalam UU Ketenagakerjaan adalah:

“Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja /buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”

Sejalan dengan aturan tersebut ada beberapa kebijakan yang telah dilakukan pemerintah dalam menetapkan upah untuk pekerja yakni Upah Minimum Provinsi (UMP), struktur dan skala pengupahan, dan lain sebagainya.

c. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja

Pembuatan Perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian kerja yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang juga tertuang dalam Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu :

1) Kesepakatan kedua belah pihak, yakni antara para pihak telah diatur pada Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang didefinisikan sebagai persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih

(31)

dengan pihak lainnya. Dengan adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri, maka semua pihak menyetujui atau sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan ataupun penipuan.11

2) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, yakni pada Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata yaitu kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum yakni kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikatkan diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Menurut Pasal 1330 KUH Perdata yang dimaksud tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu: 1) Orang-orang yang belum dewasa; 2) Mereka yang dibawah pengampunan; 3) Perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan tertentu. 3) Pekerjaan yang di janjikan, yakni ditandai dengan adanya prestasi

(pokok perjanjian) yang dijadikan objek perjanjian. Sehingga dikatakan bahwa objek perjanjian harus jelas, dan dapat ditentukan jenisnya.

4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keempat Syarat tersebut harus dipenuhi semuanya sehingga dapat dikatakan perjanjian tersebut sah. Syarat kesepakatan dan kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subjektif karena menyakut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan

11Salim. H.S. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta, Sinar Grafika, 2006), h.

(32)

peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian.

Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan, jika suatu perjanjian tidak terpenuhinya syarat objek maka perjanjian tersebut batal demi hukum artinya pejanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika yang tidak dipenuhi syarat subjektif, maka akibat hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dapat dikatakan para pihak - pihak yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut memiliki kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.12

d. Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja 1) Bentuk Perjanjian Kerja

Perjanjian menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian lisan dan perjanjian tertulis. Perjanjian lisan adalah perjanjian yang dibuat cukup melalui lisan para pihak atau dengan kesepakatan para pihak. Perjanjian ini dianggap sah karena Pasal 1320 KUH Perdata mengatur bahwa dengan adanya

consensus maka perjanjian sudah dianggap terjadi. Implementasinya banyak Event Organizer yang menerapkan perjanjian secara lisan, dikarenakan waktu kerja para Pekerja Harian Lepas (gig worker) yang relatif lebih singkat dan tidak memfasilitasi adanya kontrak kerja. Hal ini didukung riset dari sindikasi dan BPS di 3 (tiga) kota pada tahun 2019 yang menyatakan hampir 59% gig worker atau freelancer bekerja tanpa adanya penjanjian atau kontrak kerja yang jelas.13

Kedua, ialah perjanjian tertulis. Adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Perjanjian tertulis

12 Lalu Husni, Pengantar hukum ketenagakerjaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015) h. 66. 13 Ellena Ekarahendy. dkk, Mengubur Pundi di Tengah Pandemi: Kerentanan Pekerja

(33)

dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian dalam bentuk akta di bawah tangan dan perjanjian dalam bentuk akta autentik. Akta di bawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang berkepentingan. Sedangkan akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris.14

2) Jangka Waktu Perjanjian Kerja

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ditentukan ada 2 (dua) jenis perjanjian kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah suatu jenis perjanjian kerja yang umum dijumpai dalam suatu perusahaan, yang tidak memiliki jangka waktu berlakunya. Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) memiliki syarat kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak melakukan perbutan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan tidak bertentangan dengan norma. Perjanjian ini akan berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas pengusaha yang disebabkan oleh penjualan, pewarisan atau hibah.

Sedangkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja yang jangka berlakunya telah ditentukan atau disebut sebagai pekerja kontrak. Perjanjian waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. Bila jangka waktu sudah habis maka dengan sendirinya terjadi PHK dan para karyawan tidak berhak mendapat kompensasi PHK seperti uang

(34)

pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak dan uang pisah.

e. Berakhirnya Perjanjian Kerja 1) Pembayaran;

Pembayaran dalam Hukum Perjanjian tidak hanya terbatas pada pembayaran sejumlah uang, namun dapat juga setiap tindakan sebagai upaya pemenuhan prestasi. Sebagai contoh, penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu merupakan pemenuhan dari prestasi atau secara tegas disebut “pembayaran”.

2) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan (consignatie);

Hal ini diatur dalam Pasal 1404 KUH Perdata, bahwa penawaran pembayaran tunai dengan penitipan terjadi apabila dalam suatu perjanjian, kreditur tidak bersedia menerima prestasi yang dilakukan oleh debitur. Wanprestasi dari pihak kreditur disebut sebagai “mora kreditoris”.15

3) Pembaharuan utang (inovatie);

Pembaharuan utang atau novasi adalah dimana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan yang baru. Di dalam Pasal 1413 KUH Perdata, diatur dua jenis novasi, yakni novasi pasif dan novasi aktif. Novasi aktif adalah di saat posisi sebagai kreditur yang dinovasikan, sedangkan novasi pasif ialah menovasikan posisi debitur.

4) Perjumpaan utang (kompensasi);

Pasal 1425 KUH Perdata menjelaskan bahwa perjumpaan utang adalah kondisi apabila seseorang berutang, mempunyai juga utang kepada si berpiutang, sehingga kedua orang itu sama-sama memiliki hak untuk menagih piutang satu dengan yang lainnya.

15 Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2016), h. 129.

(35)

5) Percampuran utang;

Hal mengenai percampuran utang diatur Pasal 1436 KUH Perdata, bahwa yang dimaksudkan dengan percampuran utang adalah percampuran kedudukan dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian sehingga kedudukan sebagai kreditur menjadi satu dengan kedudukan sebagai debitur.16

6) Pembebasan utang;

Pembebasan utang adalah suatu perjanjian baru, dimana si berpiutang dengan sukarela membebaskan si berutang dari segala kewajibannya. Perikatan utang piutang itu telah hapus karena pembebasan, apabila pembebasan itu diterima baik oleh si berutang. Namun, sebagaimana diatu dalam Pasal 1439 KUH Perdata, bahwa pembebasan utang tidak dapat dipersangkakan, melainkan harus dibuktikan.

7) Tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang;

Yakni telah terjadi suatu keadaan memaksa (force majeur). Sebagaimana diatur dalam Pasal 1444 KUHPerdata, apabila terjadi keadaan seperti ini, maka hapuslah perikatannya.

8) Batal dan Pembatalan;

Dalam Pasal 1446 KUH Perdata dijelaskan bahwa perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang tidak cakap hukum, yaitu orang- orang yang belum dewasa atau yang ditaruh dibawah pengampuan maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dan bagi perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif maka dapat dibatalkan demi hukum.17

2. Sejarah Perkembangan Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) di

Indonesia

Dunia kerja mengalami transformasi pesat berkat perkembangan internet. Disadari atau tidak, peluang dunia kerja saat ini jauh lebih besar

16 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), h. 152. 17 Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, … , h. 147.

(36)

dari beberapa dekade silam.18 Dikarenakan sistem penerimaan kerja yang dilakukan secara offline oleh perusahaan, berdampak pada calon pekerja luar daerah sulit untuk menjangkau perusahaan yang dituju. Selain itu, perusahaan akan mengeluarkan banyak biaya pada proses penerimaan kerja yang memakan waktu lama. Dengan kemajuan teknologi yakni melalui internet. Pekerjaan-pekerjaan kontrak jangka pendek sangat mudah didapatkan, dikarenakan didukung oleh beberapa platform yang disediakan oleh freelancer dalam memberikan informasi lowongan pekerjaan.

Kenaikan jumlah minat pekerja dilihat dari data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) per bulan Mei 2019, jumlah angkatan kerja di Indonesia sebanyak 136,18 juta orang, yang terdiri dari jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 129,36 juta orang dan pengangguran sebanyak 6,82 juta orang. Dari 129,36 juta pekerja tersebut, freelance yang masuk dalam kategori pekerjaan informal mengambil porsi 4,55% atau berjumlah sekitar 5,89 juta orang.19

Melonjaknya pekerjaan-pekerjaan kontrak melalui dunia digital dalam jumlah yang besar ini dikenal dengan sebutan gig economy. Wilson menyatakan gig economy merupakan pekerjaan yang dicirikan dengan kontrak dalam jangka pendek atau yang sebelumnya lebih umum dikenal dengan freelance, dimana pekerja diupah berdasarkan jumlah pekerjaan yang dilakukan dalam dunia digital dan pendapatannya tidak bersifat tetap.20

Gig Economy masih sulit untuk didefinisikan, sulit untuk diukur dan sulit juga untuk diinterpretasikan. Terdapat beberapa sudut pandang yang mengartikan bahwa Gig Economy adalah bagian dari perubahan

18 Abdul Hadi, Mengenal ‘Gig Economy’: Dunia Kerja Baru yang Rentan Eksploitasi,

https://tirto.id/mengenal-gig-economy-dunia-kerja-baru-yang-rentan-eksploitasi-eqxU, (diakses pada tanggal 29 April 2020).

19 Badan Pusat Statistik, Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Mei 2019, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2019), h. 125.

20 Dian Fatmawati, M. Falikul Isbah, dan Amelinda Pandu Kusumaningtyas, Pekerja Muda

dan Ancaman Deskilling-Skill Trap di Sektor Transportasi Berbasis Daring, Jurnal Studi Pemuda

(37)

umum pekerjaan yang mana cenderung lebih tidak aman dan mengarah ke arah yang eksploitatif dikarenakan pekerjaannya dianggap tidak adanya batasan waktu. Namun di sisi lain, juga terdapat beberapa pandangan yang melihat Gig Economy sebagai salah satu bentuk kerja baru yang punya sifat lebih fleksibel dibanding jenis pekerjaan berdasarkan kontrak.21

Mundur sejenak pada Revolusi Industri Pertama dilihat dari penemuan mesin uap merupakan upaya peningkatan produktivitas yang terjadi pada abad ke-18. Misalnya di Inggris, saat itu perusahaan tenun menggunakan mesin uap untuk menghasilkan produk tekstil.22 Kemudian Ciri khas Revolusi Industri Kedua yakni ditemukannya tenaga listrik. Sebelumnya, proses produksi sudah tidak banyak menggunakan tenaga otot. Dikarenakan pabrik pada umumnya telah menggunakan tenaga mesin uap ataupun listrik. Namun kendala lain ditemukan dalam proses produksi, yakni sektor transportasi. Hingga akhirnya pada tahun 1913, Revolusi Industri Kedua dimulai dengan menciptakan lini produksi atau Assembly

Line yang menggunakan ban berjalan atau conveyor belt.23 Indonesia mendapatkan dampak positif atas perubahan ini. Mengutip dari situs web Tirto.id, Menperin Airlangga Hartarto menyatakan pada fase ekonomi ini beberapa industri di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signfikan, seperti sektor agro dan pertambangan. Sehingga revolusi yang kedua ini terkait dengan teknologi di lini produksi.24

Pada Revolusi Industri Ketiga yang digantikan adalah manusianya, yakni penemuan mesin yang bergerak secara otomatis dengan mengunakan

21 “To gig or not to gig? Stories from the Modern Economy Survey Report”, Chartered

Institute of Personnel and Development (CIPD), Maret 2017, https://www.cipd.co.uk/Images/to-gig-or-not-to-gig_2017-stories-from-the-modern-economy_tcm18-18955.pdf, (diakses pada tanggal 7 Januari 2020), h. 2.

22 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Industri 4.0 Menciptakan Efisiensi

Produksi dan Profesi Baru, https://kemenperin.go.id/artikel/19094/Industri-4.0-Ciptakan-Efisiensi-Produksi-dan-Profesi-Baru, (diakses pada tanggal 29 April 2020).

23 Listhari Baenanda, Sejarah dan Perkembangan Revolusi Industri,

https://binus.ac.id/knowledge/2019/05/sejarah-dan-perkembangan-revolusi-industri/, (diakses pada tanggal 29 April 2020).

24 Yantina Debora, Sejarah Revolusi Industri dari 1.0 hingga 4.0,

(38)

komputer dan bantuan robot. Proses Revolusi Industri ini, dikaji dari cara pandang sosiolog Inggris David Harvey sebagai proses pemampatan ruang dan waktu sehingga tidak ada jarak dan terkompresi. Sehingga jika dikaitkan antara Revolusi Industri Kedua dengan Revolusi Industri Ketiga yakni hadirnya mobil membuat waktu dan jarak makin dekat sehingga dapat menyatukan keduanya.25 Awal mula Revolusi Industri Kempat tahun 2011 pada acara Hannover Trade Fair di Jerman.26 Konsep dari adanya Revolusi Industri adalah efisiensi waktu, tenaga kerja, dan biaya.27 Menurut Kagermann, Wahlster dan Johannes, bahwa Revolusi Industri Keempat merupakan pemanfaatan dari kekuatan teknologi komunikasi dan suatu bentuk inovasi dalam pengembangan industri manufaktur. Maka konsep Revolusi Industri yakni dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk menggunakan layanan Internet of Things (IOT) atau media internet.28

Dampak terhadap pengembangan karir dari adanya Revolusi Industri Keempat salah satunya ialah timbulnya fenomena Gig Economy atau dikenal dengan Sharing Economy. Fenomena ini turut menciptakan Gig

Worker atau dapat juga dimaknai sebagai “pekerja lepas” atau Freelancer.

Munculnya Gig Worker merupakan salah satu dampak yang cukup signifikan karena menjadi terobosan baru dalam mengubah tatanan lama pasar tenaga kerja yang bersifat permanen dan kaku. Cakupan gig economy di Indonesia tidak terbatas pada pengemudi daring. Lebih dari itu, Gig

Economy juga mencakup ribuan pekerja lepas (freelancers) yang terdaftar

di situs pencari kerja seperti Freelancer.com, Upwork.com dan Sribulancer.com.

25 Donny Budi P, Sejarah Revolusi Industri 1.0 Hingga 4.0,

https://otomasi.sv.ugm.ac.id/2018/10/09/sejarah-revolusi-industri-1-0-hingga-4-0/, (diakses pada tanggal 29 April 2020).

26 Fikry Muhanna, Peran Internet di Era Revolusi Industri 4.0,

https://www.kompasiana.com/alzhein/5dedd7f2097f3679806087b2/peran-internet-di-era-revolusi-industri-4-0, (diakses pada tanggal 30 April 2020).

27 Astrid Savitri, Revolusi Industri 4.0: Mengubah Tantangan Menjadi Peluang di Era Disrupsi 4.0, (Yogjakarta: Penerbit Genesis, 2019), h. 92.

28 Shu Ing Tay, et al., “An Overview of Industry 4.0: Definition, Components, and

Government Initiatives” Journal of Adv Research in Dynamical & Control Systems 10, 14-Special Issue (2018), h. 1381.

(39)

3. Dampak Pekerja Harian Lepas pada Gig Economy

Situs lowongan pekerjaan mempermudah pencari kerja dalam melihat kualifikasi suatu bidang pekerjaan yang diminati dan sesuai dengan kemampuanya. Dikarenakan melalui situs tersebut, pekerja lepas Indonesia bersaing dengan profesional dari berbagai belahan dunia menawarkan jasa-jasa seperti penerjemah, penulisan kreatif, dan pembuatan film animasi. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari gig economy. Dari sisi pekerja, mereka diuntungkan dengan fleksibilitas dan kebebasan dalam mengatur jam serta beban pekerjaan. Besarnya pendapatan berbanding lurus dengan banyaknya pekerjaan yang diambil.

Hal tersebut dapat menguntungkan untuk sebuah perusahaan, dengan hadirnya gig economy menawarkan potensi penghematan biaya. Mulai dari biaya perekrutan sampai biaya pemberian tunjangan seperti pensiun dan bonus tahunan. Belakangan ini banyak perusahaan yang memandang bahwa dengan kehadiran teknologi, akan lebih efisien apabila menggunakan pekerja lepas yang tidak terikat kontrak kerja tertentu dan dapat dipanggil sesuai kebutuhan melalui platform-platform digital. Sehingga perusahaan diuntungkan dengan tidak memberikan perlindungan dan jaminan sosial kepada Pekerja Harian Lepas (Gig Worker).

Perubahan yang besar terjadi dengan adanya kemunculan Gig

Economy yang membantu perekonomian Negara. Hal ini terlihat dengan

adanya karakteristik utama dari Gig Economy, antara lain29: 1). Layanan penjualan dan pembelian melalui platform Online. Pekerjaan sering ditemukan melalui jaringan online, baik melalui kontak langsung ataupun iklan. 2). Penawaran untuk Layanan (Bidding for Services). Dalam hal ini, teknologi telah berperan besar dalam menghubungkan pemberi kerja dengan Gig Worker melalui platform online. Sebelum memulai pekerjaan, melalui platform online tersebut kedua pihak akan melakukan penawaran

29 Rozana Radu dan, Stephanie Borg Psaila, “‘Ubersation’ Demystified: Examining Legal

and Regulatory Responses Worldwide”, Paper preapred for presentation at 5th Conference of the Regulating for Decent Work Network at the International Labour Organization Office : 2.

(40)

dan menyetujui jadwal dan pembayaran pekerjaan tersebut. 3). Pekerja bersifat kontraktual atau sementara. Ketentuan kerja berdasarkan Portofolio (Portofolio Work Provision). 4) Dapat mengerjakan beberapa proyek pekerjaan sekaligus.

B. KERANGKA TEORI

1. Teori Perlindungan Hukum

Teori Perlindungan hukum menurut Soerjono Soekanto mengartikan perlindungan hukum sebagai bentuk tindakan dalam memenuhi hak dan kewajiban pada korban. Sedangkan Satjipto Raharjo yang mengutip pernyataan Salmod, perlindungan hukum berkaitan erat dengan adanya kepentingan para pihak sehingga perlu dibatasi.30

Bentuk Perlindungan tenaga kerja oleh Imam Soepomo, yang telah dilengkapi oleh Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum yakni Abdullah Sulaiman, menyatakan bentuk pola perlindungan perburuhan yang meliputi, antara lain:31 Pertama, perlindungan secara ekonomis yang

mengatur hubungan kerja serta perjanjian kerja (kontrak kerja) sebagai perlindungan syarat kerja; Kedua, Perlindungan Keselamatan Kerja yang mengutamakan keselamatan kerja kepada buruh dalam menghadapi keadaan bahaya yang ditimbulkan oleh alat kerja; Ketiga, Perlindungan Kesehatan Kerja, seringkali pemberi kerja lalai dan semena-mena dalam memberikan suatu pekerjaan (eksploitasi para pekerja); Keempat, Perlindungan Hubungan Kerja terhadap pekerjaan dijalankan oleh buruh untuk majikan dalam hubungan kerja dengan menerima upah; Kelima, Perlindungan Kepastian Hukum, yang berupa; perlindungan hukum yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya hukum sanksi pelanggaran perburuhan yang sifatnya memaksa, sekeras-kerasnya,

30 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53.

31Abdullah Sulaiman dan Andi Walli, Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan, Cetakan Kedua, (Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia-YPPSDM Jakarta, 2019), h. 91.

Gambar

Tabel 4.1 Narasumber memilih perjanjian lisan  2.  Perjanjian Tertulis
Tabel 4.2 Perjanjian Tertulis  PT Jaya Ritel Indonesia  b)  Perjanjian Kerja PT Kanahama Sejahtera Indonesia
Tabel 4.3 Perjanjian Tertulis  PT Kanahama Sejahtera Indonesia

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bobot basah dan bobot kering tajuk bibit pada sistem perbanyakan bibit kopi asal biji yang lebih baik diduga karena pengaruh dari pertumbuhan baik

Apa yang menjadi antara dasar faktor genetik dimasukkan menjadi faktor yang menyebabkan kanker prostat ini adalah menurut beberapa penelitian ya ng dibuat, resiko

Agar soal yang dikembangkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu:

yaitu jenis herbisida yang diaplikasikan pada lahan pertanian setelah tanaman budidaya tumbuh di lahan tersebut, dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh

STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 28AlKEP/BSN I 2 I 2OI5 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LING-KUNGAN

“Novice Speakers” shall have the same meaning as described in Article 4 of this Rule, subject to the provision of this Rule; “Novice Speaker Awards” means individual awards

Pekerja atau buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja, dibawah perintah pemberi kerja.4 Sedangkan menurut Undang–undang

Majene dalam menyelesaikan soal dalam pokok bahasan program linear berada pada kategori sedang, dengan kemampuan memahami masalah berada pada kategori tinggi yaitu