PERTUMBUHAN BIBIT KOPI (
Coffea
sp.)
PADA BERBAGAI
SISTEM PERBANYAKAN TANAMAN DAN KONSENTRASI
HYDRASIL
AMALIA ISNIANA
A24110092
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Bibit Kopi (Coffea sp.) pada Berbagai Sistem Perbanyakan Tanaman dan Konsentrasi Hydrasil adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Amalia Isniana
ABSTRAK
AMALIA ISNIANA. Pertumbuhan Bibit Kopi (Coffea sp.) pada Berbagai Sistem Perbanyakan Tanaman dan Konsentrasi Hydrasil. Dibimbing oleh ADE WACHJAR.
Pembibitan merupakan salah satu aspek budidaya tanaman yang dapat menghasilkan bahan tanam unggul. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pertumbuhan bibit kopi hasil perbanyakan asal biji (seedling) dan sambungan (grafting) antara kopi Robusta dan kopi Arabika pada stadium kepelan dan pengaruh Hydrasil dalam rangka menghasilkan bibit tanaman secara cepat dan bermutu. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor dengan ketinggian 250 m di atas permukaan laut mulai bulan Januari hingga Juli 2016. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor perlakuan. Perlakuan pertama yaitu sistem perbanyakan tanaman yang terdiri atas kopi Robusta asal biji, kopi Arabika asal biji, batang bawah kopi Robusta-batang atas kopi Arabika, dan batang bawah kopi Arabika-batang atas kopi Robusta. Perlakuan kedua yaitu pemberian Hydrasil dengan empat taraf konsentrasi yaitu 0%; 0,05%; 0,1%; dan 0,15%. Hasil percobaan menunjukkan sistem perbanyakan tanaman asal biji (seedling) menghasilkan bibit kopi terbaik pada semua peubah pertumbuhan. Bibit kopi dengan batang bawah kopi Robusta menunjukkan pertumbuhan yang sama baiknya dengan batang bawah kopi Arabika. Konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan bibit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati.
ABSTRACT
AMALIA ISNIANA. Growth of Coffee Seedling (Coffea sp.) in Various of Plant Propagation Systems and Concentrations of Hydrasil Supervised by ADE WACHJAR.
Nursery is one aspect in cultivation that can produce superior planting material. The objective of this research was to learn the growth of coffee seedlings result of seedling propagation and grafting between Robusta coffee and Arabica coffee in kepelan stadium and the influence of Hydrasil to produce faster and best quality of coffee seedling. This research was conducted at Bogor Agricultural University, Cikabayan Experimental Station, Darmaga, Bogor, with altitude about 250 m above sea level, in January to July 2016. The experiment was arranged in a completely randomized design with two treatment factors. The first treatment was the propagation system seed treatment that consisting of Robusta coffee in generative seedling, Arabica coffee in generative seedling, scions of Robusta coffee-rootstock of Arabica coffee, and scions of Arabica coffee-rootstock Robusta coffee. The second treatment was the different concentration of Hydrasil with four levels from 0%, 0,05%, 0,1% and 0,15%. The result from this research showed that plant propagation in generative seedling got the highest result from all growth variables. Seedlings with rootstock Robusta coffee showed similar results with rootstock of Arabica coffee. The concentration of Hydrasil and interaction with propagation system seed didn’t give a significant influence to all variables has been observed.
PERTUMBUHAN BIBIT KOPI (
Coffea
sp.)
PADA BERBAGAI
SISTEM PERBANYAKAN TANAMAN DAN KONSENTRASI
HYDRASIL
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
AMALIA ISNIANA
A24110092
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Pertumbuhan Bibit Kopi (Coffea sp.) pada Berbagai Sistem Perbanyakan Tanaman dan Konsentrasi Hydrasil
Nama : Amalia Isniana
NIM : A24110092
Disetujui oleh
Dr. Ir. Ade Wachjar, M.S. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pertumbuhan Bibit Kopi (Coffea sp.) pada Berbagai Sistem Perbanyakan Tanaman dan Konsentrasi Hydrasil yang merupakan perubahan dari judul Uji Daya Gabung Kopi Robusta dan Kopi Arabika dengan Metode Sambungan (Grafting) Stadium Kepelan pada Berbagai Konsentrasi Hydrasil. Skripsi ini merupakan hasil dari kegiatan penelitian penulis yang dilaksanakan mulai bulan Januari-Juli 2016 di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Ade Wachjar, M.S. selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, pengarahan dan sarannya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Ibu Dr. Ani Kurniawati, SP.M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Winarso D. Widodo, M.S. selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran-saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Dr. Ir. Hariyadi, M.S. selaku dosen pembimbing akademik atas seluruh arahan, masukan, motivasi dan saran selama penulis melaksanakan studi.
4. Kedua orang tua Isroil dan Erlina Niana serta anakku Faris Arsyad Afrizal serta seluruh keluarga yang selalu memberikan do’a dan dukungan moril serta materil kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan dapat menjadi referensi untuk penelitian maupun hal-hal yang bersangkutan dengan pendidikan.
.
Bogor, Desember 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2
Syarat Tumbuh Kopi Arabika dan Kopi Robusta 2
Perbanyakan Tanaman Kopi 3
Zat Pengatur Tumbuh 4
METODE PENELITIAN 5
Tempat dan Waktu 5
Bahan dan Alat 5
Rancangan Percobaan 5
Prosedur Percobaan 6
Pengamatan Percobaan 8
Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Hasil 10
Pembahasan 21
KESIMPULAN DAN SARAN 27
Kesimpulan 27
Saran 27
DAFTAR TABEL
1. Persentase daya berkecambah kopi Robusta dan kopi Arabika
11 2. Jumlah bibit yang dipindahkan ke main nursery 11
3. Persentase keberhasilan sambungan 12
4. Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan bibit kopi 13 5. Rekapitulasi sidik ragam pengamatan fisiologi bibit kopi pada 28
MSP
14 6. Rata-rata tinggi tanaman pada berbagai sistem perbanyakan
tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada 0-26 MSP
15 7. Rata-rata diameter batang pada berbagai sistem perbanyakan
tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada 0-26 MSP
16 8. Rata-rata jumlah pasang daun pada berbagai sistem perbanyakan
tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada 0-26 MSP
16 9. Luas daun pertanaman, tebal daun, dan kandungan total klorofil
setiap perlakuan pada akhir penelitian
17 10. Jumlah stomata pada berbagai sistem perbanyakan tanaman dan
konsentrasi Hydrasil pada akhir penelitian
18 11. Jumlah, panjang, dan volume akar pada berbagai sistem
perbanyakan tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada akhir penelitian
19
12. Bobot basah dan kering tajuk dan akar serta nisbah bobot kering tajuk/akar bibit kopi pada berbagai sistem perbanyakan tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada akhir penelitian
20
13. Persentase bibit hidup pada 26 MSP 21
DAFTAR GAMBAR
1. Proses penyambungan bibit kopi stadium kepelan 7 2. Bibit kopi yang hidup setelah disambung (a) dan bibit kopi
yang gagal setelah disambung (b)
12
3. Daun bibit kopi mengalami klorosis 17
DAFTAR LAMPIRAN
1. Bagan acak perlakuan 33
2. Kondisi iklim di Kampus IPB Darmaga, Bogor 34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan di Indonesia dan merupakan komoditas yang memberikan kontribusi positif bagi neraca perdagangan komoditas pertanian. Luas areal kopi dari tahun 2009 hingga 2013 mengalami penurunan dari 1.266.366 ha menjadi 1.235.802 ha. Penurunan luas areal diikuti dengan penurunan produksi pada selang waktu yang sama dari 682.591 ton menjadi 666.046 ton (Kementerian Pertanian, 2013).
Penurunan luas areal pertanaman dan produksi kopi Indonesia memacu perlunya pengembangan klon-klon unggul yang dapat menghasilkan produksi tinggi. Salah satu cara untuk menghasilkan klon unggul dan bermutu baik yakni dengan melakukan pembibitan tanaman yang baik. Salah satu aspek yang harus diperhatikan yakni menggunakan bahan tanam yang unggul, sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Pemilihan bahan tanam unggul juga perlu mempertimbangkan lingkungan tumbuh penanaman, agar dicapai produktivitas yang optimal dan mutu produksi yang tinggi.
Perbanyakan tanaman kopi dapat dilakukan dengan dua cara yakni perbanyakan dari generatif dan perbanyakan secara vegetatif. Perbanyakan secara generatif dilakukan menggunakan biji, sedangkan perbanyakan secara vegetatif menggunakan bagian dari tanaman tersebut. Perbanyakan generatif lebih mudah dilakukan, akan tetapi dapat menyebabkan segregasi sifat genetik. Perbanyakan dengan cara vegetatif memiliki keunggulan dapat menghasilkan tanaman yang sifatnya sama dengan induknya dan dapat memproduksi bibit dalam jumlah yang lebih banyak (Ardiyani dan Arimarsetiowati, 2010). Perbanyakan tanaman kopi secara vegetatif umumnya dilaksanakan dengan metode sambungan dan setek. Setek memiliki keunggulan antara lain menjamin kemurnian bahan tanam, umur siap tanam relatif lebih pendek, perakaran yang cukup banyak, dan mutu yang dihasilkan relatif seragam, sedangkan kelemahan setek yakni keterbatasan jumlah
entres dan terdapat beberapa klon kopi yang sulit berakar bila diperbanyak dengan setek (Ardiyani dan Arimarsetiowati, 2010).
Sambungan adalah metode perbanyakan tanaman yang menggunakan lebih dari satu klon kopi yang digabungkan menjadi satu tanaman dengan tujuan mendapatkan sifat-sifat baik dari dua atau lebih klon tersebut. Perbanyakan tanaman kopi melalui metode sambungan akan menghasilkan bahan tanam berupa klon yang unggul. Menurut Ashari (2006) batang bawah dapat memberikan pengaruh resistensi terhadap hama dan penyakit. Sambungan hipokotil pada stadium kepelan merupakan sambungan batang atas pada hipokotil batang bawah (di bawah kotiledon) yang dilakukan pada waktu batang bawah dalam fase kepelan. Metode ini mampu menghemat waktu dan biaya. Sambungan konvensional memerlukan waktu antara 10-12 bulan sejak semai agar batang bawah siap disambung, sedangkan pada metode sambung stadium kepelan memerlukan waktu agar batang bawah siap disambung maksimal 3 bulan sejak semai.
Pemberian zat pengatur tumbuh seperti auksin dapat mempercepat pertumbuhan bibit hasil sambungan. Hasil penelitian Siregar et al. (2015)
2
menunjukkan bahwa pemberian auksin pada bibit gaharu meningkatkan pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, luas daun, lingkar batang, berat basah dan berat kering. Auksin yang digunakan dengan konsentrasi 1,5% dan 2% dapat menghasilkan pertumbuhan bibit gaharu yang maksimal.
Kopi Robusta dan kopi Arabika merupakan jenis kopi yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Kedua jenis kopi tersebut masing-masing memiliki keunggulan. Kopi Arabika memiliki cita rasa yang lebih baik dibandingkan kopi Robusta, sedangkan kopi Robusta memiliki adaptasi yang lebih baik dibandingkan kopi Arabika. Perbanyakan tanaman dengan metode sambungan pada kopi Robusta dan kopi Arabika diharapkan dapat menggabungkan keunggulan tersebut. Penelitian mengenai pertumbuhan bibit kopi hasil perbanyakan asal biji (seedling)
dan sambungan (grafting) antara kopi Robusta dan kopi Arabika pada stadium kepelan dan pengaruh Hydrasil penting dilakukan untuk mengetahui keunggulan bibit yang dapat dihasilkan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan bibit kopi hasil perbanyakan asal biji (seedling) dan sambungan (grafting) antara kopi Robusta dan kopi Arabika pada stadium kepelan dan pengaruh Hydrasil dalam rangka menghasilkan bibit tanaman secara cepat dan bermutu.
Hipotesis
1. Terdapat sistem perbanyakan tanaman yang menghasilkan pertumbuhan bibit kopi terbaik.
2. Terdapat konsentrasi Hydrasil yang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kopi.
3. Tanggap pertumbuhan bibit kopi terhadap sistem perbanyakan tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi Hydrasil.
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Kopi Arabika dan Kopi Robusta
Jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia pada awalnya adalah Arabika, lalu Liberika dan terakhir Robusta. Kondisi lingkungan tumbuh yang paling berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi adalah ketinggian tempat dan tipe curah hujan. Kopi Robusta dan kopi Arabika memiliki karakterisasi yang berbeda dalam ketinggian tempat untuk penanaman. Kopi Arabika menghendaki ketinggian tempat yang lebih tinggi dibandingkan kopi Robusta agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Kopi jenis Arabika sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 400-1.400 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu udara harian 15-24 oC. Kondisi lingkungan pada ketinggian tempat tersebut ternyata cocok untuk perkembangan cendawan Hemileia vastatrix yang menyebabkan penyakit karat daun pada tanaman kopi Arabika. Penanaman kopi Arabika pada lahan di dataran rendah mengakibatkan penurunan produktivitas dan lebih rentan terhadap
3 penyakit karat daun (Ernawati et al., 2008). Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan semakin baik. Perkembangan kopi Arabika selama lebih dari 50 tahun memiliki potensi produksi yang sangat tinggi dan relatif tahan hama dan penyakit (Annisa, 2013).
Tanaman kopi jenis Robusta memiliki adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan kopi jenis Arabika. Kopi Robusta dapat dibudidayakan pada ketinggian optimum 400-800 m di atas permukaan laut dengan suhu udara harian 21-24 oC. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kopi adalah 1.500 – 2.500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 3 bulan dan dengan lahan kelas S1 atau S2 (Prastowo et al., 2010).
Perbanyakan Tanaman Kopi
Tanaman kopi dapat diperbanyak baik secara generatif maupun vegetatif, akan tetapi sifat penyerbukan kopi yang berbeda menyebabkan berbeda pula cara perbanyakan tanamannya. Kopi Robusta memiliki sifat menyerbuk silang sehingga lebih tepat apabila diperbanyak secara vegetatif. Perbanyakan kopi Robusta asal biji akan menghasilkan biji yang tidak seragam karena mengalami segregasi. Perbanyakan klon-klon unggul hasil seleksi dianjurkan untuk diperbanyak secara vegetatif agar produksinya tetap unggul (Ardiyani dan Arimarsetiowati, 2010). Kopi Arabika memiliki sifat menyerbuk sendiri, oleh karena itu perbanyakan dengan biji lebih mudah dilakukan dan tidak mengalami segregasi.
Perbanyakan kopi secara generatif dan vegetatif memiliki keunggulan masing-masing. Secara umum, perbanyakan generatif lebih mudah dilakukan, akan tetapi memiliki kelemahan yaitu dapat menyebabkan segregasi sifat genetik. Perbanyakan vegetatif memiliki keunggulan dapat menghasilkan tanaman yang sifatnya sama dengan induknya. Kelemahan perbanyakan vegetatif yakni memerlukan penanganan yang lebih intensif.
Perbanyakan dengan Metode Sambungan
Sambungan (grafting) adalah metode perbanyakan tanaman menggunakan dua klon kopi atau lebih kemudian digabungkan menjadi satu tanaman dengan tujuan mendapatkan sifat-sifat baik dari dua klon tersebut. Sambungan merupakan salah satu perbanyakan yang mudah dilakukan dan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Kelebihan metode sambungan yaitu diperoleh keseragaman sifat bibit yang dihasilkan, masa panen pertama pada tanaman kopi lebih awal, dan mendapatkan tanaman yang memiliki gabungan sifat-sifat unggul. Kelemahan dari metode sambungan yaitu sering terjadi inkompatibilitas antara batang atas dan batang bawah pada tanaman kopi (Ardiyani dan Arimarsetiowati, 2010).
Pengembangan tanaman kopi Arabika di dataran menengah dan rendah dapat ditempuh melalui teknologi penggabungan keunggulan kopi Robusta dan Arabika. Penggabungan kedua jenis kopi tersebut dapat dilakukan melalui penyambungan (grafting), yakni batang bawah kopi Robusta dan batang atas kopi Arabika atau sebaliknya. Penyambungan dapat dilakukan pada stadium kepelan. Sambungan hipokotil stadium kepelan merupakan sambungan batang atas pada hipokotil batang bawah (di bawah kotiledon) yang dilakukan pada waktu batang bawah masuk dalam fase/stadium kepelan. Stadium kepelan pada tanaman kopi
4
terjadi ketika bibit tanaman baru berumur 2-3 bulan di persemaian ditandai oleh kecambah yang telah berdaun sepasang. Metode ini mampu menghemat waktu dan biaya. Sambungan konvensional memerlukan waktu antara 10-12 bulan setelah semai agar batang bawah siap disambung sedangkan pada metode sambung stadium kepelan memerlukan waktu maksimal 3 bulan setelah semai agar batang bawah siap disambung.
Keunggulan Metode Sambungan
Keunggulan penyambungan stadium kepelan yaitu dapat memperoleh bibit dalam jumlah banyak dan seragam, umur batang bawah dan batang atas relatif sama, luka hasil sambungan lebih cepat pulih, risiko kerusakan akar dapat diminimalkan, mudah dilakukan, dan kombinasi sambungan antar berbagai klon diharapkan menghasilkan genotipe baru. Kelebihan lainnya yaitu hemat dalam waktu dan biaya. Metode sambungan dapat mempercepat waktu produksi. Sambungan metode konvensional memerlukan waktu antara 10-12 bulan agar batang bawah siap sambung, sedangkan sambungan hipokotil pada stadium kepelan hanya memerlukan waktu tiga bulan sejak semai.
Penyambungan harus dilaksanakan dengan teliti. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyambungan yaitu kebersihan alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penyambungan. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu hasil irisan harus rata dan pada proses pelekatan salah satu sisi dari kedua batang sambungan diusahakan harus bertemu agar kambium kedua batang tersebut dapat membentuk sambungan (Wulandari, 2002).
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan termasuk unsur hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. Hormon tumbuh (plant hormon) adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis (Fahmi, 2014). Guna mendukung pembelahan dan pembesaran sel pada kambium atau pun sel kalus pada jaringan yang terluka maka dibutuhkan energi, baik dalam bentuk nutrisi (hara) maupun senyawa-senyawa biokimia seperti karbohidrat, protein dan
phytohormone (auksin, gibberellin dan sitokinin). Senyawa-senyawa biokimia tersebut mengalami hidrolisis bila jaringan tanaman mengalami pelukaan (Basri, 2009).
Auksin berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman diantaranya yaitu pada pembesaran sel, mengendalikan absisi daun, mendorong pembelahan sel-sel kambium dan menghambat pembesaran sel akar. Hasil penelitian Kumalasari (2011) menunjukkan bahwa pemberian auksin tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit kopi hasil sambungan pada stadium serdadu, kecuali terhadap peningkatan panjang akar tanaman. Hydrasil merupakan salah satu contoh merek dagang dari zat pengatur tumbuh yang beredar di pasaran. Hydrasil berbentuk cair yang berwarna hijau, dan larut dalam air. Komponen utama dari Hydrasil adalah 2,4-D yang dilengkapi dengan unsur-unsur makro seperti N, P, dan K, serta unsur-unsur mikro seperti S, B, Fe, Cu, Mn, Mo dan Zn. 2,4-D merupakan salah satu turunan Hydrasil yang sangat kuat pengaruhnya.
5 Hasil penelitian Agustini (1989) menunjukkan bahwa pemberian Hydrasil dua kali pada 3 MST dan 6 MST pada tanaman jagung dapat meningktkan ukuran diameter batang, indeks luas daun, ukuran tongkol, bobot janggel, bobot biji tiap tongkol, jumlah biji tiap tongkol, dan produksi tiap petak.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor. Pengamatan peubah fisiologis dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen dan Laboratorium Mikroteknologi IPB, Darmaga. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan mulai bulan Januari hingga Juli 2016. Kebun Percobaan IPB Cikabayan terletak pada ketinggian tempat 250 m di atas permukaan laut (dpl).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri atas benih kopi Robusta Propelegetim (BP 42 x BP 358), benih kopi Arabika varietas Andungsari, pupuk Urea, pupuk Gandasyl-d dan polybag berukuran 25 cm x 30 cm. Benih kopi Robusta berasal dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember sedangkan benih kopi Arabika berasal dari Kebun Kalisat Jampit, PTPN XII (Persero), Bondowoso. Bahan lainnya yaitu Hydrasil. Hydrasil merupakan merek dagang yang mengandung bahan aktif utama 2,4-Diklorofenoksiasetat, unsur hara makro nitrogen, fosfat, dan kalium serta unsur hara mikro magnesium, mangan, belerang, seng, dan tembaga. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas isolasi yang digunakan sebagai pengikat hasil sambungan, cutter, jangka sorong, penggaris, hand sprayer, timbangan analitik, plastik bening, oven, mikroskop, Licor 3000C, dan alat-alat pertanian lainnya.
Rancangan Percobaan
Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan, yaitu perlakuan sistem perbanyakan bibit kopi dan konsentrasi Hydrasil. Sistem perbanyakan bibit kopi terdiri atas 4 cara, yakni kopi Robusta asal biji (P1), kopi Arabika asal biji (P2), batang bawah kopi Robusta-batang atas kopi Arabika (P3), dan Robusta-batang bawah kopi Arabika-Robusta-batang atas kopi Robusta (P4). Konsentrasi Hydrasil yang digunakan terdiri atas 0% (A1); 0,05% (A2); 0,1% (A3); dan 0,15% (A4). Terdapat 16 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 48 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 bibit tanaman, 5 bibit di antaranya dijadikan sebagai bibit sampel. Seluruh satuan percobaan ditata di bawah naungan pohon karet. Bagan acak perlakuan dicantumkan pada Lampiran 1. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak lengkap sebagai berikut:
6
Yjki = μ+ Pj + Ak + (PA) jk+ Ɛjki, di mana
Yjki : nilai pengamatan pada sistem perbanyakan bibit kopi ke-j, konsentrasi Hydrasil ke-k, dan ulangan ke-i.
μ : nilai rataan umum.
Pj : pengaruh sistem perbanyakan bibit kopi taraf ke-j, j = 1,2,3,4. Ak : pengaruh konsentrasi Hydrasil taraf ke-k, k = 1,2,3,4.
(PA)jk : komponen interaksi dari sistem perbanyakan bibit kopi ke-j dan konsentrasi Hydrasil ke-k.
Ɛjki : pengaruh galat percobaan yang menyebar normal pada sistem perbanyakan bibit kopi ke-j, perlakuan konsentrasi Hydrasil ke-k, dan ulangan ke-i.
Prosedur Percobaan Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dua kali yakni untuk bedengan persemaian dan lahan bedengan pembibitan. Lokasi yang digunakan untuk persemaian relatif datar, kondisi drainase baik, dekat dengan sumber air. Bedengan persemaian dibuat memanjang 2 m dari arah timur ke barat dengan lebar 1,2 m. Tanah dicangkul sedalam 20 cm kemudian digemburkan dan dibuat bedengan yang di atasnya ditambah lapisan pasir halus setebal 1 cm.
Lahan yang digunakan untuk pembibitan merupakan lahan yang datar. Media tumbuh berupa tanah lapisan atas (top soil). Ukuran polybag yang digunakan yaitu 25 cm x 30 cm. Lahan pembibitan menggunakan naungan pohon karet.
Penyemaian Benih
Tahap awal dalam penyemaian benih yaitu mempersiapkan benih dengan merendam benih dengan Dithane M-45 konsentrasi 0,1%. Tahap selanjutnya yaitu membuat jarak tanam benih dengan jarak 0,5 cm dalam baris dan 20 cm antar baris. Penyemaian benih dilakukan dengan membenamkan benih sedalam 0,5 cm dan permukaan benih yang rata menghadap ke bawah. Bedengan persemaian ditutup dengan mulsa alang-alang agar tanah tetap lembab, kemudian lapisan alang-alang dibuka pada minggu ke-3. Penyiraman bedengan dilakukan sampai kapasitas lapang ketika benih telah disemai.
Pemindahan Kecambah ke Polybag
Kecambah yang sudah berumur dua bulan sudah mencapai stadium kepelan dan sudah siap dipindahkan ke polybag. Polybag yang sudah diisi media tanam disiram hingga basah dan kemudian diatur di bedengan dengan jarak antara tepi ke tepi polybag 20 cm. Bibit yang digunakan yaitu bibit yang tumbuh normal dan sehat. Bibit ditanam dalam polybag dengan cara melubangi media (ditugal) sedalam 10 cm lalu tanah dipadatkan agar akar tidak menggantung. Bibit yang ditanam diusahakan agar akarnya tidak terlipat atau bengkok supaya pertumbuhan tanaman tetap baik.
7
Pelaksanaan Sambungan Stadium Kepelan
Pelaksanaan sambungan stadium kepelan dilakukan dengan mempersiapkan bahan batang bawah dan batang atas berupa bibit stadium kepelan. Batang bawah menggunakan bibit kopi Robusta Propelegetim (BP 42 x BP 358) dan batang atas menggunakan bibit kopi Arabika atau sebaliknya. Sambungan dilakukan dengan menggunakan metode celah. Calon batang bawah dipotong dengan ketinggian 5 cm dari pangkal batang. Bagian atas dari batang bawah dibuat celah 0,5 cm. Bagian bawah batang atas disayat miring pada kedua sisinya sehingga membentuk huruf v. Batang atas disisipkan pada celah yang telah dibuat pada batang bawah. Bagian kambium batang atas dan batang bawah harus bersatu, setidaknya salah satu bidang pertautan batang atas dan batang bawah diusahakan lurus. Batang yang telah disambung kemudian diikat menggunakan isolasi hingga bagian sayatan tertutup rapat. Hasil sambungan disungkup menggunakan plastik agar tidak terkena curahan air hujan (Gambar 1).
Penyemprotan Hydrasil dilakukan pada saat sambungan berumur 2 minggu dan terhitung sebagai 0 minggu setelah perlakuan. Penyemprotan Hydrasil dilakukan dua kali yakni pada 0 dan 18 minggu setelah perlakuan (MSP). Bagian yang disemprot yaitu batang atas. Konsentrasi Hydrasil yang digunakan yaitu 0%, 0,05%, 0,1% dan 0,15% yang mengandung auksin 2,4-Diklorofenoksiasetat.
Gambar 1. Proses penyambungan bibit kopi stadium kepelan
Pemeliharaan Lahan Persemaian, Lahan Pembibitan, dan Lahan Petak Percobaan
Pemeliharaan lahan persemaian dilakukan dengan penyiraman dan pembersihan gulma secara manual. Penyiraman dengan air bersih dan tidak tercemar pestisida dilakukan setiap hari dengan menggunakan gembor dan dijaga agar tidak menggenang. Pemeliharaan di lahan pembibitan dilakukan dengan penyiraman secara teratur.
Pemupukan dengan Urea dilaksanakan satu bulan sekali dengan dosis 0,5 g per polybag. Penyemprotan Gandasyl-d dilaksanakan dua minggu sekali dengan konsentrasi 2 g l-1 untuk 300 polybag. Pengendalian hama dilakukan apabila diperlukan dengan menggunkan insektisida berbahan aktif Profenofos dan Beta Siflutrin dengan konsentrasi 2 ml l-1 dan fungisida berbahan aktif Triadimefon dengan konsentrasi 250 g l-1. Pengendalian gulma dilakukan secara manual baik di
8
dalam maupun di luar polybag. Perbaikan saluran drainase agar bedeng tidak tergenang air.
Pengamatan Percobaan
Pengamatan dilakukan pada lima bibit tanaman contoh per satuan percobaan yang diambil secara acak. Pengamatan juga dilaksanakan pada kondisi persiapan yang terdiri atas pengamatan persentase daya berkecambah, persentase kecambah yang dipindahkan ke main nursery, dan persentase keberhasilan sambungan. Peubah morfologi tanaman kopi yang diamati meliputi tinggi tanaman, diameter batang, jumlah pasang daun, luas daun, jumlah akar, panjang akar, bobot tajuk, bobot akar, volume akar, kadar klorofil, ketebalan daun, jumlah stomata, serta nisbah tajuk dan akar.
1. Persentase Daya Berkecambah
Persentase daya berkecambah dihitung pada 4, 6, dan 8 minggu setelah semai (MSS) dengan menggunakan rumus:
% DB = Jumlah benih yang berkecambah x 100% Jumlah benih yang disemai
2. Persentase Kecambah yang Dipindahkan ke Pembibitan Utama
Persentase kecambah yang dipindahkan ke pembibitan utamadihitung pada 2 bulan setelah semai (BSS) dengan menggunakan rumus:
% kecambah yang dipindahkan= Jumlah kecambah yang dipindahkan x 100% Jumlah kecambah di persemaian
3. Persentase Keberhasilan Sambungan
Persentase keberhasilan sambungan dihitung pada 2 minggu setelah penyambungan. Persentase keberhasilan sambungan di pembibitan dihitung dengan menggunakan rumus:
% keberhasilan = Jumlah tanaman hasil sambungan yang tumbuh x 100% Jumlah tanaman yang disambung
4. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur dua minggu sekali dan diukur seminggu setelah perlakuan Hydrasil. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung titik tumbuh menggunakan penggaris.
5. Diameter Batang
Diameter batang diukur satu bulan sekali dan diukur seminggu setelah perlakuan Hydrasil. Pengukuran diameter batang diukur pada bagian batang bawah menggunakan jangka sorong.
6. JumlahPasang Daun
Jumlah pasang daun dihitung dua minggu sekali dan diukur seminggu setelah perlakuan Hydrasil. Daun yang dihitung adalah daun yang sudah terbuka sempurna dan sudah berjarak 5 cm dari kotiledon.
7. Luas Daun (LD)
Pengamatan luas daun dilakukan pada 16 sampel komposit. Luas daun dihitung dengan menggunakan LI-3000C.
8. Ketebalan Daun
Pengamatan ketebalan daun dilakukan pada 16 sampel komposit. Ketebalan daun dibuat dalam bentuk preparat segar. Langkah dalam pembuatan preparat segar yakni dengan menyiapkan daun dan dipotong ± 2 cm. Daun yang sudah
9 dipotong diletakkan di atas obyek glas dan diteteskan air agar sampel tidak mengering. Obyek glas selanjutnya diletakkan di bawah mikroskop stereo. Daun yang sudah berada di obyek glas dipotong kembali setipis mungkin. Obyek glas dipindahkan ke mikroskop elektrik dengan perbesaran 10 x dan hasil yang sudah didapatkan akan tersambung ke komputer. Gambar yang ditampilkan selanjutnya diukur dengan menarik garis dari sisi atas daun ke sisi bawah daun menggunakan software DP2-BSW. Titik yang diambil berjumlah tiga. Selanjutnya hasil dari tiga titik tersebut dirata-ratakan.
9. Kadar Klorofil
Pengujian kadar klorofil dilakukan pada daun kedua dari pucuk kopi pada akhir masa penelitian menggunakan metode Sims dan Gamon (2002). Pengamatan dilakukan pada 16 sampel komposit. Langkah pertama mengambil sampel daun seberat 0,02 gram lalu dimasukkan pada microcup
yang berisi larutan asetris (aseton dan tris). Selanjutnya dilakukan penggerusan ditambah dengan asetris dan ditera hingga 2 ml di microcup. Setelah itu disentrifuse pada kecepatan 14.000 rpm selama 10 detik. Hasil dari sentrifuse akan terbentuk padatan dan cairan. Cairan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan pada tabung reaksi dengan penambahan 3 ml asetris. Selanjutnya cairan dihomogenkan dengan cara dikocok. Terakhir, membaca panjang gelombang pada cairan menggunakan spektrofotometer untuk melihat nilai absorbansi. Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai kadar klorofil adalah sebagai berikut :
Klorofil a = ((0,01373xA663)-(0,000897xA537)-(0,003046*A647)) FP
(mg g-1) Berat sample
Klorofil b = ((0,004305xA537)-(0,02405*A647)-(0,005507*A663)) FP
(mg g-1) Berat sample
Keterangan :
A537 = nilai absorbansi dari panjang gelombang 537 A647 = nilai absorbansi dari panjang gelombang 647 A663 = nilai absorbansi dari panjang gelombang 663 FP = faktor pengenceran atau faktor peneraan 10.Jumlah stomata
Jumlah stomata dibuat dalam bentuk preparat dan dilihat menggunakan mikroskop stereo. Langkah pertama dalam membuat preparat yakni dengan memberikan kutek pada lapisan bawah daun. Ketika kutek sudah mengering selanjutnya ditempelkan dengan isolasi. Isolasi yang sudah menempel dengan kutek diletakkan pada obyek gelas. Selanjutnya dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x. Stomata yang sudah terlihat dihitung jumlahnya dan selanjutnya dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
Kerapatan = Jumlah stomata
Luas bidang pandang (mm2) Keterangan :
Luas bidang pandang = 0,19625 mm2 11. Jumlah Akar
10
12. Panjang Akar dan akar terpanjang
Panjang akar diukur dari semua akar primer dan akar primer terpanjang mulai dari leher akar sampai ujung akar.
13. Volume akar
Volume akar diukur dengan menggunakan gelas ukur yang sudah diisi dengan air. Air yang diisikan ke dalam gelas ukur bervolume 150 ml. Ketika akar dimasukkan ke dalam gelas ukur maka permukaan air akan meningkat. Peningkatan permukaan air dihitung dan merupakan nilai dari volume akar. 14. Bobot Basah dan Kering Tajuk
Bobot tajuk diukur pada akhir penelitian yaitu dengan menimbang seluruh tajuk bibit yang diambil dari 2 bibit contoh. Bobot tajuk yang diukur terdiri atas bobot basah dan bobot kering. Bobot kering dihasilkan dari proses pengeringan tajuk menggunakan oven dengan suhu 80 0C selama 3 x 24 jam. 15. Bobot Basah dan Kering Akar
Bobot akar diukur pada akhir penelitian yaitu dengan menimbang seluruh akar bibit yang diambil dari 2 bibit contoh. Bobot akar yang diukur terdiri atas bobot basah dan bobot kering. Bobot kering dihasilkan dari proses pengeringan akar menggunakan oven dengan suhu 80 0C selama 3 x 24 jam. 16. Nisbah Tajuk/Akar
Nisbah tajuk/akar dihitung berdasarkan rumus: Nisbah tajuk/akar = Bobot kering tajuk
Bobot kering akar 17. Persentase Bibit Hidup
Persentase bibit hidup dihitung pada akhir penelitian. Persentase bibit hidup dihitung dengan menggunakan rumus:
% Bibit hidup = Jumlah bibit hidup pada akhir penelitian x 100% Jumlah bibit pada awal penelitian
Analisis Data
Data percobaan diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan dianalisis sidik ragam (uji F) dengan SAS 9.1 untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Pada hasil uji F yang menunjukkan pengaruh nyata pada α 5%, dilakukan uji beda nilai tengah dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kondisi Persiapan
Persentase daya berkecambah. Peningkatan persentase daya berkecambah kopi Robusta berturut-turut yakni 39,5%, 71,9%, dan 93,9% pada 4, 6 dan 8 minggu setelah semai (MSS). Persentase daya berkecambah kopi Arabika berturut-turut yakni 10,45%, 87,88%, dan 91,67% pada 4, 6, dan 8 MSS. Persentase daya berkecambah disajikan pada Tabel 1.
11 Tabel 1. Persentase daya berkecambah kopi Robusta dan kopi Arabika
Jenis kopi Jumlah benih
yang disemai
Daya berkecambah (%)
4 MSS 6 MSS 8 MSS
Robusta Propelegetim (BP 42 x
BP 358) 1.000 39,5 71,9 93,9
Arabika varietas Andungsari 4.000 10,4 87,8 91,6
Keterangan: MSS (minggu setelah semai)
Persentase kecambah yang dipindahkan ke main nursery. Kecambah kopi yang telah berumur 8 MSS dipindahkan ke main nursery. Kecambah kopi Robusta total yang ada di persemaian berjumlah 939 kecambah dan berhasil dipindahkan sebanyak 795 kecambah (84,6%). Jumlah kecambah kopi Arabika yang berhasil dipindahkan sebanyak 3.055 (83,3%) dari total kecambah di persemaian yang berjumlah 3.667 (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah bibit yang dipindahkan ke main nursery
Jenis kopi Jumlah benih yang berkecambah Jumlah bibit yang dipindahkan
(kecambah) (%) (bibit) (%)
Robusta Propelegetim (BP 42
x BP 358) 939 93,9 795 84,6
Arabika varietas Andungsari 3.667 91,7 3.055 83,3
Persentase keberhasilan sambungan. Sambungan yang telah berumur dua minggu dibuka untuk dilihat keberhasilannya. Keberhasilan sambungan bibit kopi dengan kopi Robusta sebagai batang bawah ulangan 1, 2 dan 3 yakni 82, 84, dan 62 bibit dari 100 bibit yang disambung pada setiap ulangan. Kopi Arabika sebagai batang bawah memberikan hasil sambungan 88, 84, dan 64 bibit dari total sambungan yang berjumlah 100 dari setiap ulangan (Tabel 3). Bibit hasil sambungan yang masih hidup atau berhasil dapat dilihat dengan ciri-ciri daun dari batang atas (scion) masih berwarna hijau dan segar (Gambar 2). Bibit yang tidak berhasil membentuk sambungan umumnya berwarna coklat baik batang atas maupun batang bawahnya dan ketika pengikat sambungan dibuka, batang atas mudah lepas dari sambungan (Gambar 2).
Tabel 3. Persentase keberhasilan sambungan Posisi
sambungan
Jumlah bibit yang disambung/ulangan Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Ulangan 3 (%) Rata-rata Kopi Rbb-Aba 100 82 84 62 76 Kopi Abb-Rba 100 88 84 64 79
Keterangan: Rbb-Aba (kopi Robusta batang bawah-kopi Arabika batang atas), Abb
12
Gambar 2. Bibit kopi yang hidup setelah disambung (a) dan bibit kopi yang gagal setelah disambung (b)
Kondisi Umum
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor dengan ketinggian 250 m dpl. Kondisi iklim di sekitar lahan percobaan meliputi curah hujan berkisar 131,8-644 mm per bulan, kelembaban udara berkisar 86-93%, suhu udara berkisar 21,2-26,7 0C, dan intensitas cahaya berkisar 250-358 cal/m2 (BMKG, 2016). Data iklim selama percobaan secara lengkap tercantum pada Lampiran 2.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa sistem perbanyakan tanaman berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan tinggi bibit tanaman, jumlah pasang daun, diameter batang bibit. Perlakuan berbagai konsentrasi Hydrasil dan interaksi Hydrasil dengan sistem perbanyakan tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit kopi pada seluruh peubah pertumbuhan yang diamati. Rekapitulasi hasil sidik ragam pertumbuhan bibit kopi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan bibit kopi Peubah Waktu Pengamatan (MSP) Sistem perbanyakan Konsentrasi
Hydrasil (A) PxA KK
tanaman (P) Tinggi tanaman 0 ** tn tn 9,63 2 ** tn tn 8,79 4 ** tn tn 8,85 6 ** tn tn 8,97 8 ** tn tn 8,67 10 ** tn tn 10,45 12 ** tn tn 10,11 14 ** tn tn 10,99 16 ** tn tn 11,97 18 ** tn tn 13,91 20 ** tn tn 15,31 22 ** tn tn 17,18 24 ** tn tn 20,07 a b
13 Tabel 4. (Lanjutan) Peubah Waktu Pengamatan (MSP) Sistem perbanyakan tanaman (P) Konsentrasi
Hydrasil (A) PxA KK
26 ** tn tn 22,23 Diameter batang 0 * tn tn 13,74 4 * tn tn 12,84 6 ** tn tn 8,36 8 ** tn tn 8,38 10 ** tn tn 9,74 12 ** tn tn 10,36 14 ** tn tn 11,33 16 ** tn tn 12,50 18 ** tn tn 15,74 20 ** tn tn 18,06 22 ** tn tn 18,82 24 ** tn tn 20,80 26 ** tn tn 23,26
Jumlah pasang daun
0 * tn tn 27,06 2 * tn tn 27,16 4 * tn tn 27,61 6 * tn tn 28,93 8 * tn tn 28,40 10 ** tn tn 23,88 12 * tn tn 15,70 14 * tn tn 13,10 16 ** tn tn 9,11 18 ** tn tn 15,05 20 ** tn tn 17,37 22 ** tn tn 18,41 24 * tn tn 20,52 26 ** tn tn 20,48
Keterangan: tn tidak berpengaruh nyata pada uji F 5%, *berpengaruh nyata pada uji F 5%,
**berpengaruh nyata pada uji F 1%, KK = koefisisen keragaman, MSP = minggu setelah perlakuan.
14
Tabel 5. Rekapitulasi sidik ragam pengamatan fisiologi bibit kopi pada 28 MSP Peubah Sistem perbanyakan tanaman (P) Konsentrasi
Hydrasil (A) PxA KK
Jumlah stomata tn tn tn 27,30
Jumlah akar tn tn tn 14,35t
Panjang akar (cm) * tn tn 21,28t
Volume akar (mm3) ** tn tn 18,40t
Bobot basah tajuk (g) ** tn tn 14,21t
Bobot kering tajuk (g) * tn tn 11,81t
Bobot basah akar (g) * tn tn 24,18t
Bobot kering akar (g) * tn tn 17,85t
Nisbah bobot kering
tajuk/akar * tn tn 15,89t
Keterangan: tn tidak berpengaruh nyata pada uji F 5%, *berpengaruh nyata pada uji F 5%,
**berpengaruh nyata pada uji F 1%, KK = koefisisen keragaman, MSP = minggu setelah perlakuan, t hasil transformasi √ .
Sistem perbanyakan tanaman juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah-peubah fisiologi bibit kopi meliputi panjang akar, volume akar, bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar serta nisbah bobot kering tajuk/akar. Konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah fisiologi yang diamati. Sistem perbanyakan tanaman kopi dan konsentrasi Hydrasil serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh terhadap peubah jumlah stomata dan jumlah akar. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengamatan fisiologi bibit kopi disajikan pada Tabel 5.
Selama penelitian berlangsung terdapat beberapa gangguan ringan meliputi serangan hama, penyakit dan gulma. Hama yang menyerang adalah ulat. Penyakit yang menyerang adalah karat daun. Gulma yang tumbuh didominasi dari golongan rumput. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dilakukan hanya secara manual karena intensitas serangannya belum sampai merugikan pertumbuhan bibit kopi.
Peubah Morfologi Bibit Kopi
Tinggi tanaman. Tinggi tanaman dipengaruhi oleh sistem perbanyakan tanaman, tetapi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman. Tanaman kopi tertinggi terdapat pada tanaman kopi Robusta dengan metode perbanyakan tanaman asal biji (Tabel 6). Bibit kopi yang berasal dari sistem perbanyakan asal biji nyata lebih tinggi dibandingkan bibit hasil sambungan.
15 Tabel 6. Rata-rata tinggi tanaman pada berbagai sistem perbanyakan
tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada 0-26 MSP
Perlakuan Tinggi bibit pada umur MSP
0 4 8 12 16 20 24 26
--- (cm) --- Sistem perbanyakan tanaman
Robusta
asal biji 9,44a 11,54a 12,83a 14,25a 16,17a 18,76a 21,45a 23,03a Arabika
asal biji 8,88a 10,79a 11,91b 13,15a 14,58b 16,85ab 18,41b 19,64b Robusta bb
-Arabika ba 9,19a 11,12a 12,37ab 13,71a 14,69b 15,39b 16,04b 16,56b
Arabika bb -Robusta ba 7,12b 9,13b 10,04c 10,80b 11,29c 11,81c 12,21c 12,47c Konsetrasi Hydrasil (%) 0 8,58 10,71 12,00 13,00 13,97 15,29 16,45 17,29 0,05 8,84 10,69 11,79 13,13 14,28 15,79 16,98 17,79 0,1 8,75 10,89 11,92 13,42 14,94 16,67 18,34 19,53 0,15 8,45 10,29 11,43 12,34 13,53 15,05 16,33 17,08
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf 5%, Robustabb-Arabikaba (kopi Robusta batang bawah-kopi
Arabika batang atas), Arabikabb-Robustaba (kopi Arabika batang
bawah-kopi Robusta batang atas).
Diameter batang. Sistem perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter batang, sedangkan konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Bibit kopi hasil perbanyakan asal biji memiliki diameter batang yang lebih besar dibandingkan bibit kopi hasil sambungan. Bibit kopi yang telah berumur 26 MSP memiliki diameter batang tertinggi 4,09 mm. Pertumbuhan diameter batang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata diameter batang pada berbagai sistem perbanyakan tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada 0-26 MSP
Perlakuan Diameter batang pada umur MSP
0 4 8 12 16 20 24 26
--- (mm) --- Sistem perbanyakan tanaman
Robusta
asal biji 1,17ab 1,60a 2,30a 2,73a 2,99a 3,51a 3,84a 4,09a Arabika
asal biji 1,30a 1,66a 2,28a 2,79a 3,10a 3,66a 3,80a 4,02a Robusta
bb-Arabika
ba 1,08b 1,36b 1,73b 2,08b 2,18b 2,58b 2,59b 2,67b
Arabika bb-
16
Tabel 7. (Lanjutan)
Perlakuan Diameter batang pada umur MSP
0 4 8 12 16 20 24 26 ---(mm)--- Konsentrasi Hydrasil (%) 0 1,20a 1,56 2,06 2,39 2,52 2,86 3,00 3,00 0,05 1,04b 1,37 1,98 2,37 2,62 3,02 3,19 3,19 0,1 1,23a 1,55 2,05 2,56 2,79 3,32 3,49 3,49 0,15 1,14ab 1,47 2,02 2,40 2,56 3,05 3,11 3,11
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf 5%, Robustabb-Arabikaba (kopi Robusta batang bawah-kopi
Arabika batang atas), Arabikabb-Robustaba (kopi Arabika batang
bawah-kopi Robusta batang atas).
Jumlah pasang daun. Jumlah pasang daun dihitung apabila daun sudah berjarak 5 cm dari kotiledon. Sistem perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah pasang daun, sedangkan konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah pasang daun. Bibit kopi dengan sistem perbanyakan asal biji memberikan jumlah pasang daun nyata lebih banyak dibandingkan bibit kopi yang berasal dari sambungan (Tabel 8).
Tabel 8. Rata-rata jumlah pasang daun pada berbagai sistem perbanyakan tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada 0-26 MSP
Perlakuan Jumlah pasang daun pada umur MSP
0 4 8 12 16 20 24 26
--- (pasang daun) --- Sistem perbanyakan tanaman
Robusta
asal biji 1,05a 1,57a 1,87a 2,36a 2,62a 6,33a 6,46a 6,82a Arabika
asal biji 0,82b 1,14b 1,42b 2,35a 2,52ab 6,32a 6,71a 6,70a Robusta bb
-Arabika ba 1,13a 1,33ab 1,45b 2,13a 2,35b 5,59a 5,34b 5,08b
Arabika bb- Robusta ba 0,80b 1,09b 1,04c 1,84c 2,14c 4,34b 4,57b 4,67b Konsentrasi Hydrasil (%) 0 0,96 1,16 1,39 2,10 2,38 5,52 5,33 5,54 0,05 0,94 1,35 1,61 2,11 2,40 5,51 5,57 5,65 0,1 0,97 1,37 1,45 2,22 2,44 6,00 5,88 6,42 0,15 0,91 0,23 1,31 2,24 2,39 5,53 5,52 5,65
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf 5%, Robustabb-Arabikaba (kopi Robusta batang bawah-kopi
Arabika batang atas), Arabikabb-Robustaba (kopi Arabika batang
17 Hasil pengamatan selama penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa daun mengalami klorosis yang ditandai dengan daun yang berwarna kuning (Gambar 3). Jumlah pasang daun pada akhir penelitian berjumlah 4-6 pasang.
Gambar 3. Daun bibit kopi mengalami klorosis
Peubah Fisiologi Bibit Kopi
Luas daun. Luas daun bibit kopi terluas didapatkan pada bibit kopi Robusta asal biji dengan konsentrasi Hydrasil 0,05% yakni 1.752,98 cm2. Luas daun bibit kopi dengan berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Luas daun pertanaman, tebal daun, dan kandungan total klorofil pada setiap perlakuan pada akhir penelitian
Perlakuan LD/tanaman (cm2) Tebal daun (μm) Total klorofil (mg/g)
Robusta asal biji, Hydrasil 0% 659,91 247.931,94 2,23
Robusta asal biji,Hydrasil 0,05% 1.752,98 209.866,80 2,05
Robusta asal biji, Hydrasil 0,1% 1.061,09 148.675,35 2,28
Robusta asal biji, Hydrasil0,15% 1.615,80 286.584,51 2,83
Arabika asal biji,Hydrasil0% 1.223,85 170.359,79 2,97
Arabika asal biji, Hydrasil0,05% 769,89 219.592,92 3,22
Arabika asal biji, Hydrasil 0,1% 762,43 278.999,21 2,18
Arabika asal biji,Hydrasil0,15% 703,34 200.131,54 2,44
Robusta bb-Arabika ba,Hydrasil 0% 89,88 212.969,94 0,87
Robusta bb-Arabika ba, Hydrasil
0,05% 79,21 269.382,26 2,21
Robusta bb-Arabika ba, Hydrasil0,1% 188,57 258.638,56 2,52
Robusta bb-Arabika ba,, Hydrasil
0,15% 260,11 225.867,45 1,67
Arabika bb-Robusta ba, Hydrasil0% 423,3 162.867,75 1,42
Arabika bb- Robusta ba, Hydrasil
0,05% 27,1 177.035,80 2,25
Arabika bb- Robusta ba, Hydrasil
0,1% 73,98 151.128,14 2,23
Arabika bb-Robusta ba, Hydrasil
0,15% 261,85 172.162,91 2,14
Keterangan : Robustabb-Arabikaba (kopi Robusta batang bawah-kopi Arabika batang atas),
18
Tebal daun. Ketebalan daun diukur pada saat akhir penelitian menggunakan software DP2-BSW. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan kopi Robusta asal biji dengan konsentrasi Hydrasil 0,15% memiliki daun paling tebal yakni 286.584,51 μm. Tebal daun bibit kopi dengan berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 9.
Kadar klorofil. Pengujian kadar klorofil dilakukan pada pasang daun kedua dari ujung pasang daun bibit kopi. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar klorofil tertinggi terdapat pada perlakuan bibit kopi Arabika hasil perbanyakan asal biji dengan konsentrasi Hydrasil 0,05%, sedangkan kadar klorofil terendah terdapat pada perlakuan bibit kopi hasil sambungan kepelan kopi Robusta sebagai batang bawah dengan konsentrasi Hydrasil 0% (Tabel 9).
Jumlah stomata. Sistem perbanyakan tanaman dan konsentrasi Hydrasil serta interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah stomata. Bibit kopi Arabika asal biji dan konsentrasi Hydrasil 0% memiliki jumlah stomata tertinggi dibandingkan sistem perbanyakan lainnya (Tabel 10).
Tabel 10. Jumlah stomata pada berbagai sistem perbanyakan tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada akhir penelitian
Perlakuan Jumlah stomata (stomata/mm-2)
Sistem perbanyakan tanaman
Robusta asal biji 140,13
Arabika asal biji 165,61
Robusta bb-Arabika ba 153,72 Arabika bb Robusta ba 140,13 Konsentrasi Hydrasil (%) 0 157,54 0,05 152,02 0,1 156,69 0,15 133,33
Keterangan : Robustabb-Arabikaba (kopi Robusta batang bawah-kopi Arabika batang atas),
Arabikabb-Robustaba (kopi Arabika batang bawah-kopi Robusta batang atas).
Jumlah akar. Tanaman kopi memiliki beberapa akar primer. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa baik pada perlakuan sistem perbanyakan tanaman maupun konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer. Rata-rata jumlah akar pada sistem perbanyakan bibit dan konsentrasi Hydrasil disajikan pada Tabel 11.
Panjang akar. Tanaman kopi memiliki jenis akar tunggang. Pengamatan panjang akar diukur pada akar primer. Sistem perbanyakan tanaman kopi memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang akar, sedangkan konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Panjang akar bibit asal biji menghasilkan akar yang nyata lebih panjang dibanding dengan panjang akar pada bibit hasil sambungan (Tabel 11).
19 Tabel 11. Jumlah, panjang, dan volume akar bibit kopi pada berbagai sistem
perbanyakan tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada akhir penelitian
Perlakuan Jumlah akar
(helai/bibit) Panjang akar (cm
2
) Volume akar (mm3) Sistem perbanyakan tanaman
Robusta asal biji 19,4 22,1a 1,7a
Arabika asal biji 17,2 21,3a 1,6a
Robusta bb-Arabika ba 14,3 13,5b 0,7b Arabika bb Robusta ba 9,9 11,5b 0,9b Konsentrasi Hydrasil (%) 0 18,4 14,1 1,2 0,05 11,6 16,3 1,2 0,1 20,4 21,9 1,5 0,15 10,2 16,2 1,1
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf 5%, Robustabb-Arabikaba (kopi Robusta batang bawah-kopi
Arabika batang atas), Arabikabb-Robustaba (kopi Arabika batang
bawah-kopi Robusta batang atas).
Volume akar. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa sistem perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap volume akar, sedangkan konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar. Bibit kopi dengan sistem perbanyakan asal biji memiliki volume akar yang nyata lebih besar dibandingkan dengan bibit sambungan (Tabel 11).
Bobot basah dan kering tajuk. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa sistem perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering tajuk, sedangkan konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering tajuk. Bobot basah dan kering tajuk pada sistem perbanyakan bibit kopi asal biji memberikan hasil yang nyata lebih berat dibandingkan dengan bibit kopi hasil sambungan (Tabel 12).
Bobot basah dan kering akar. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa sistem perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering akar, sedangkan konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering akar. Bobot basah akar pada sistem perbanyakan bibit kopi asal biji memberikan hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan bibit hasil sambungan. Bobot kering akar pada perlakuan sistem perbanyakan bibit kopi Robusta asal biji memberikan hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan bibit kopi sambungan, tetapi tidak berbeda nyata dengan bibit kopi Arabika asal biji (Tabel 12).
Nisbah bobot kering tajuk/akar. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa sistem perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap nisbah bobot kering tajuk/akar, sedangkan konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah bobot kering tajuk/akar. Bibit kopi sistem perbanyakan asal biji memiliki nisbah bobot kering
20
tajuk/akar yang nyata lebih besar dibandingkan bibit kopi sambungan. Nisbah bobot kering tajuk/akar bibit kopi disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Bobot basah dan kering tajuk dan akar serta nisbah bobot kering tajuk/akar bibit kopi pada berbagai sistem perbanyakan tanaman dan konsentrasi Hydrasil pada akhir penelitian
Perlakuan Bobot basah (gram) Bobot kering (gram) Nisbah bobot kering
tajuk/akar
Tajuk Akar Tajuk Akar
Sistem perbanyakan tanaman Robusta asal
biji 9,42a 1,65a 3,04a 0,73a 4,31a
Arabika asal
biji 7,68a 1,45a 2,91a 0,62ab 4,76a
Robusta bb -Arabika ba 2,06b 0,54b 0,66b 0,22c 2,99b Arabika bb Robusta ba 2,78b 0,60b 1,10b 0,33bc 2,85b Konsentrasi Hydrasil (%) 0 4,52 0,96 1,73 0,44 3,59 0,05 5,07 1,04 1,88 0,48 3,60 0,1 6,45 1,28 2,32 0,54 4,05 0,15 5,88 0,95 1,78 0,44 3,67
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan
perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf 5%, Robustabb-Arabikaba (kopi Robusta batang bawah-kopi
Arabika batang atas), Arabikabb-Robustaba (kopi Arabika batang
bawah-kopi Robusta batang atas).
Persentase bibit hidup. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa sistem perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap persentase bibit hidup pada akhir penelitian, sedangkan konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Bibit kopi Arabika asal biji memberikan persentase bibit hidup tertinggi yakni 93% dan kopi Arabika sebagai batang bawah memberikan persentase bibit hidup terendah yakni 67% (Tabel 13).
Tabel 13. Persentase bibit hidup pada 26 MSP
Perlakuan Jumlah awal bibit
hidup (bibit)
Jumlah akhir bibit hidup (bibit)
Persentase bibit hidup (%)
Sistem Perbanyakan bibit Robusta
asal biji 60 54a 90
Arabika
asal biji 60 56a 93
Robusta bb
-Arabika ba 60 41b 68
Arabika bb
21 Tabel 13. (Lanjutan)
Perlakuan Jumlah awal bibit
hidup (bibit)
Jumlah akhir bibit hidup (bibit)
Persentase bibit hidup (%) Konsentrasi Hydrasil (%) 0 60 55 92 0,05 60 43 72 0,1 60 44 73 0,15 60 49 82
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf 5%. MSP = minggu setelah perlakuan, Robustabb-Arabikaba
(kopi Robusta batang bawah-kopi Arabika batang atas), Arabikabb
-Robustaba(kopi Arabika batang bawah-kopi Robusta batang atas).
Pembahasan Kondisi Persiapan
Persiapan penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 hingga Januari 2016. Persiapan dilaksanakan dengan tiga tahap, yakni persemaian, pemindahan bibit ke main nursery, dan penyambungan bibit. Persentase daya berkecambah kopi Robusta dan kopi Arabika yang berbeda diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dari varietas yang berbeda. Menurut Widajati et al. (2013) kemampuan benih berkecambah dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor genetik, tingkat kemasakan benih, dan umur benih. Faktor eksternal yaitu air, suhu, cahaya, gas, dan medium perkecambahan. Hasil penelitian Saefudin dan Wardiana (2013) juga menunjukkan bahwa varietas dan tingkat kematangan buah berpengaruh terhadap kecepatan perkecambahan benih kopi Arabika.
Kecambah yang dipindahkan ke main nursery merupakan kecambah yang telah berumur 8 MSS (stadium kepelan). Hasil penelitian Wachjar dan Prayitno (1988) menunjukkan bahwa kecambah yang dipindahkan pada umur 4 MSS dan 8 MSS menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan stadia kecambah umur 12 MSS. Bibit yang dipindahkan pada umur 4 MSS dan 8 MSS menghasilkan jumlah pasang daun, jumlah cabang, bobot kering akar dan bobot kering total yang nyata lebih tinggi dibandingkan bibit yang dipindahkan pada umur 12 MSS. Kecambah yang dipindahkan merupakan kecambah dengan kriteria normal. Kriteria kecambah/bibit normal adalah perakaran berkembang baik dan diikuti perkembangan hipokotil, plumula (daun), epikotil, dan kotiledon yang tumbuh sehat; atau ada kerusakan sedikit pada struktur morfologinya tetapi secara umum masih menunjukkan pertumbuhan yang kuat dan seimbang antara pertumbuhan struktur satu dengan yang lainnya.
Keberhasilan sambungan dilihat setelah dua minggu dari penyambungan. Bibit hasil sambungan yang masih hidup atau berhasil dapat dilihat dengan ciri-ciri daun dari batang atas (scion) masih berwarna hijau dan segar (Gambar 2). Bibit yang tidak berhasil membentuk sambungan umumnya berwarna coklat, baik batang atas maupun batang bawahnya dan ketika pengikat sambungan dibuka, batang atas mudah lepas dari sambungan (Gambar 2). Menurut Paramita et al.
22
sehingga tidak terbentuk ikatan xylem dan floem akibatnya unsur hara dan air dari dalam tanah mengalami hambatan translokasi dari batang bawah ke batang atas dan sebaliknya hasil fotosintesis yang dihasilkan daun batang atas mengalami hambatan translokasi ke organ batang bawah.
Menurut Gisbert et al. (2011) keberhasilan penyambungan ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu kondisi bahan tanam pada saat penyambungan, baik secara morfologi maupun fisiologi, teknik atau metode penyambungan yang dipakai, dan kemampuan (kompatibilitas) kedua jenis tanaman tersebut untuk hidup dan tumbuh bersama menjadi satu tanaman yang utuh. Kompatibilitas suatu penyambungan ditentukan oleh berlangsungnya empat proses penting, yaitu pelekatan antara kedua permukaan batang bawah dan batang atas pada kondisi lingkungan yang menguntungkan, produksi sel parenkim oleh batang bawah dan batang atas, perkembangan kalus pada permukaan sambungan sehingga membentuk jembatan kalus, dan diferensiasi kalus menjadi xilem dan floem baru (Hartmann dan Kester, 1983).
Keberhasilan sambungan stadium kepelan berbeda dengan keberhasilan penyambungan fase serdadu antara kopi Robusta sebagai batang bawah dan kopi Arabika sebagai batang atas dengan keberhasilan berkisar 93,75-100% (Alnopri et al., 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, keberhasilan sambungan stadium kepelan lebih rendah bila dibandingkan dengan keberhasilan sambungan stadium serdadu. Perbedaan tingkat keberhasilan ini dapat disebabkan oleh kemampuan tanaman untuk melakukan penggabungan yang berbeda-beda serta keahlian dalam melakukan penyambungan.
Peubah Morfologi Bibit Kopi
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa sistem perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah pasang daun. Perlakuan berbagai konsentrasi Hydrasil dan interaksinya dengan sistem perbanyakan tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit kopi pada seluruh peubah yang diamati. Arga (1990) menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh Hydrasil (2,4-D) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel pertumbuhan stek batang vanili. Kumalasari (2011) juga menyatakan bahwa penambahan auksin 25 ppm tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sambungan.
Bibit kopi yang berasal dari hasil perbanyakan asal biji memiliki tinggi, diameter batang, dan jumlah pasang daun yang nyata lebih tinggi dibandingkan bibit hasil sambungan (Tabel 6, 7, dan 8). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rai (2004) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman manggis asal biji (seedling) lebih baik dibandingkan tanaman asal sambungan (grafting). Tanaman manggis asal biji memiliki panjang tunas, panjang dan lebar daun yang lebih tinggi dibandingkan tanaman asal sambungan. Menurut Rai (2004) terhambatnya pertumbuhan pada bibit hasil sambungan adalah karena adanya gangguan translokasi oleh adanya bidang sambung. Selain itu, kurang maksimalnya pertumbuhan tinggi bibit juga dapat disebabkan oleh adanya keadaan jenuh air pada polybag.
Pertumbuhan bibit kopi dengan kombinasi kopi Robusta batang bawah-kopi Arabika batang atas memiliki hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kombinasi kopi Arabika batang bawah-kopi Robusta batang atas (Tabel 6).
23 Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang kondusif untuk pertumbuhan kopi Arabika. Menurut Alnopri et al. (2011) kondisi lingkungan dataran menengah (400-600 m dpl) lebih kondusif untuk pertumbuhan kopi Arabika dibandingkan lingkungan dataran rendah. Lokasi tempat percobaan dilakukan memiliki ketingian 250 m di atas permukaan laut (dpl).
Diameter batang bibit kopi dengan sistem perbanyakan asal biji nyata lebih besar dibandingkan bibit kopi sambungan. Pertumbuhan diameter batang bibit kopi dapat dipengaruhi oleh jaringan meristematis yang dimiliki bibit kopi asal biji (Tabel 7). Jaringan meristem yang jumlahnya lebih banyak dapat menyebabkan pembelahan sel akan berlangsung lebih cepat dan lebih banyak. Hasil penelitian ini juga memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Harfati (2015) yang menunjukkan bahwa asal bahan tanam biji (asal biji) pada tanaman balsa (Ochroma bicolor) memiliki pertumbuhan diameter tanaman lebih besar dibandingkan asal bahan tanam vegetatif.
Perbedaan jumlah pasang daun pada bibit kopi asal biji dan sambungan dapat dipengaruhi oleh perakaran. Perakaran pada bibit asal biji lebih baik bila dibandingkan dengan bibit asal sambungan (Tabel 11). Perakaran yang baik dapat menyebabkan hara yang diserap dan dibutuhkan oleh tanaman dapat digunakan secara optimal. Keadaan jenuh air mengakibatkan kerontokan pada daun. Sari dan Susilo (2012) menyatakan bahwa rendahnya jumlah daun yang terbentuk pada bibit hasil sambungan disebabkan oleh proses metabolisme bibit yang terus-menerus selama tanaman belum dapat memproduksi cadangan makanan sendiri.
Jumlah daun yang terbentuk mengalami sedikit peningkatan (Tabel 8). Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah daun yang terbentuk salah satunya yakni jumlah air yang berada di daerah perakaran. Curah hujan yang tinggi menyebabkan kondisi jenuh air. Hasil penelitian Nurbaetun (2016) menunjukkan bahwa curah hujan yang tinggi menyebabkan lahan mengalami cekaman jenuh air yang menyebabkan pertumbuhan jumlah daun menjadi rendah. Keadaan jenuh air mengakibatkan banyaknya daun tua pada berbagai perlakuan menjadi kuning (Gambar 3). Daun tua yang sudah berwarna kuning akan gugur dan mengurangi jumlah daun pertanaman. Nugroho (2013) menyatakan bahwa kondisi jenuh air pada lapisan perakaran mengakibatkan kondisi anaerob (kekurangan oksigen) sehingga reaksi kimia pada tanah pada lapisan perakaran bersifat reduktif. Reaksi reduktif tersebut mengakibatkan pelepasan unsur-unsur hara termasuk nitrogen pada jaringan perakaran tanaman. Kekurangan nitrogen tersebut selanjutnya diperoleh dari proses pengangkutan unsur hara dari jaringan daun yang banyak mengandung nitrogen. Perubahan warna daun dari hijau menjadi kekuningan (gejala klorosis/kekurangan nitrogen) terjadi karena proses pengangkutan unsur hara yang bersifat mobile (mudah berpindah) terutama nitrogen dari jaringan daun ke jaringan perakaran tanaman.
Peubah Fisiologi Bibit Kopi
Pengamatan pada peubah fisiologis luas daun, tebal daun, dan kandungan klorofil diambil dengan teknik komposit. Widiastuti et al. (2004) menyatakan bahwa daun merupakan organ tanaman tempat berlangsungnya fotosintesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas daun, tebal daun, kandungan klorofil dan jumlah stomata cenderung dipengaruhi oleh faktor lingkungan yakni intensitas cahaya. Intensitas cahaya selama penelitian berkisar 250-358 cal/m2. Intensitas