• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam buku ini kami akan membahas berbagai jenis musik. Bab 1 MUSIK POPULER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dalam buku ini kami akan membahas berbagai jenis musik. Bab 1 MUSIK POPULER"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

D

alam buku ini kami akan membahas berbagai jenis musik di Indonesia dan mancanegara yang seringkali dikelom-pokkan di bawah istilah musik populer. Kita akan mem-bicarakan beberapa jenis musik Indonesia, seperti pop Indonesia, pop daerah, kroncong, campursari dan

jaipongan, serta beberapa jenis musik man-canegara seperti rock, pop, rap, punk, dan disco.

Jenis-jenis musik ini memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan berbeda-beda! Contohnya, bila Anda mendengar satu con-toh musik dangdut lalu seseorang mengatakan bahwa musik itu adalah musik rap atau campursari, Anda akan langsung tahu bahwa itu salah! �ila Anda mendengar musik rock dan seseorang�ila Anda mendengar musik rock dan seseorang mengatakan itu musik jaipongan, Anda akan menertawakannya! Lalu, bagaimana kita bisa mengelompokkan semua musik-musik itu ke dalam satu kategori, musik populer?

Jawabannya adalah apabila Anda bisa tahu bahwa yang

di-MUSIK POPULER

(2)

dengar adalah musik rock bukan musik reggae, atau musik dang-dut bukan musik disco, Anda sedang menyimak musiknya dan membedakan satu jenis musik tertentu dari jenis musik lainnya. Namun bila kami menyebut musik ini, musik itu, dan musik yang lain lagi sebagai musik populer, alasannya bukan karena musik-nya melainkan karena hal lain. Untuk menjelaskan hal ini, lebih dahulu kita perlu memahami bagaimana cara musik tersebut bisa sampai ke khalayak.ke khalayak..

Kira-kira sampai tahun 1900, orang tidak bisa mendengarkan musik tanpa hadir pada saat musik dimainkan. Rekaman, radio dan televisi masih belum ditemukan saat itu. Jika ingin menikmatiJika ingin menikmati musik, orang harus menyanyi dan memainkan musik sendiri ataumusik sendiri atau menonton pertunjukan orang lain. Untuk bisa mendengar musik, Anda harus hadir secara fisik di tempat yang sama dengan para musisi, dan harus berada di sana saat mereka melakukan pertun-jukan. Namun ketika teknologi rekaman ditemukan pada akhir abad ke-19, untuk pertama kalinya dalam sejarah seseorang bisa mendengarkan musik pada tempat yang berlainan dengan tem-pat pertunjukan, dan pada waktu berbeda pula. Anda bisa men-dengarkan permainan musik dari musisi-musisi yang belum per-nah Anda temui, yang mengadakan konser di negara yang belum pernah Anda kunjungi. Dan sesudah beberapa tahun, bukan hal mustahil pula bila seorang anak berkesempatan mendengar mu-sik yang dimainkan dan direkam sebelum dia lahir!

Setelah teknologi rekaman hadir, musik menjadi sebuah ko-rekaman hadir, musik menjadi sebuah ko-moditi, suatu “produk” (product), dalam istilah industri rekaman dan penyiaran sekarang. Sesuatu yang bisa dijual sebagaimana sa-bun mandi, rokok,mobil. Sebelum era rekaman, hanya dua komo-diti yang dijual dalam dunia musik, yaitu alat-alat musik dan par-titur yang dicetak. Namun komoditi ini tidak mengandung suara musiknya. Alat-alat musik adalah alat untuk membuat musik, dan partitur adalah petunjuk bagaimana memainkannya. Seseorang membeli komoditi-komoditi itu supaya bisa memainkan musik. Sedangkan dengan teknologi rekaman, Anda tinggal menghidup-kan mesin rekaman—atau, di masa-masa awal dulu, mengengkol-nya dengan tangan—dan kemudian Anda akan mendengar musik tanpa bermain atau tanpa harus tahu bagaimana memainkannya.

(3)

industri yang sangat besar. Semakin lama semakin sedikit orang yang aktif memainkan alat musik mereka sendiri, dan semakin lama semakin banyak orang menerimanya secara pasif melalui pi-ranti rekaman dan media.

Pada masa-masa awal industri rekaman, komoditi musikal, yaitu rekaman, mempunyai dua bentuk yang saling bersaing: bentuk “silinder” dan bentuk piringan (keping). (Lihat gambar 3.5 dan 3.7, dalam bab 3.) Yang pada akhirnya menjadi dominan adalah rekaman dalam bentuk piringan. Sampai tahun 1950-an, kebanyakan piringan hanya bisa memuat dua lagu, satu di sisi A dan satu di sisi �, masing-masing dengan durasi sekitar tiga menit. Piringan itu cukup berat, dan mudah pecah. Komoditi ini (piringan) biasa dijual di toko yang juga menjual alat pemutar piringan (gramophone) supaya musiknya terdengar. �ahkan pada masa-masa awal, rekaman diproduksi sebagai umpan untuk me-mancing hasrat orang untuk membeli peralatan tersebut. Tetapi dengan cukup cepat, rekaman menjadi komoditi yang penting pula dengan sendirinya.

Ketika radio muncul sebagai medium siaran—di Amerika Serikat pada tahun 1920-an, dan beberapa tahun kemudian di In-donesia—satu cara baru menjual rekaman ditemukan. Musik di radio mengiklankan diri sendiri—jika Anda senang lagu yang dide-ngar di radio, Anda dapat pergi ke toko dan membeli rekaman-nya, dalam berbagai pilihan media seperti kaset, CD, �CD, D�D, dalam berbagai pilihan media seperti kaset, CD, �CD, D�D, atau bentuk lainnya. Musik itu juga dapat digunakan untuk men-usik itu juga dapat digunakan untuk men-jaring perhatian khalayak pendengarnya supaya produk-produk lain dapat pula diiklankan pada mereka. (Mengenai radio dan T� swasta, harus diingat bahwa motor penggeraknya adalah iklan. Radio dan T� terutama eksis bukan untuk menyiarkan acaranya, melainkan untuk menyiarkan iklan dan pesan sponsor. Isi acara itu – lagu, pertandingan olahraga, berita, sinetron, dan lain seba-gainya – adalah cara untuk mengikat pendengar atau penonton supaya menonton atau mendengar iklan.)

Teknologi rekaman dan media penyiaran sebetulnya bisa merekam dan menyebarluaskan segala jenis musik yang eksis. Na-mun ada beberapa jenis musik yang lebih ideal atau lebih sesuai dengan teknik, metode, dan praktik-praktik komodifikasi dan me-dia dibanding jenis musik lainnya. Dan jenis-jenis musik yang

(4)

ber-hasil menyesuaikan diri pada teknik, metode, dan praktik-praktik tersebut, adalah jenis-jenis yang paling sering dan paling banyak disebarluaskan melalui rekaman dan media, atau jenis-jenis yang kita kategorikan sebagai musik populer.

Dari sudut pandang industri rekaman dan penyiaran, musik yang ideal memiliki ciri-ciri berikut:

1. Materi (“produk”) baru mengalir terus-menerus, sehingga selalu tersedia sesuatu yang baru yang bisa dijual dan di-siarkan.

2. Materinya memiliki daya tarik yang sangat luas, sehingga setiap rekaman bisa terjual pada banyak orang. Ini sebetul-nya berkenaan dengan hukum ekonomi: kalau satu produk (misalnya satu judul rekaman) terjual kepada dua juta orang, maka biaya produksi akan jauh lebih murah diban-ding sejuta judul terjual, namun masing-masing hanya di-beli dua orang saja.

3. Setiap “judul” yang direkam (satu lagu, satu komposisi) umumnya agak singkat, berkisar antara 3 dan 5 menit. Pada awalnya, batasan ini dipaksakan oleh teknologi piringan hi-tam (yang hanya mampu memuat 3 menit per sisi), tetapi kemudian ternyata cocok sekali dengan kebutuhan siaran radio dan T�, karena setiap tiga-empat menit ada kesempa-tan untuk memasukkan iklan atau komentar dari penyiar. Ada jenis musik yang sulit memenuhi ideal-ideal ini. CobaCoba pikirkan gendhing klasik Jawa, atau musik klasik �arat. Kedua contoh tersebut:

• tidak memenuhi butir 3 di atas, karena kebanyakan “judul”nya (gendhing, simfoni, concerto, dan lain sebagainya) membutuh-kan waktu sekitar 20 menit, 30 menit, ataupun lebih untuk di-mainkan. Kalau itu disiarkan, sesudah setengah jam barulah ada kesempatan untuk iklan! Dan kalau seorang pendengar tidak suka pada suatu lagu, yang rasanya tidak selesai-selesai, dia pun akhirnya akan pindah ke gelombang atau channel lain. Tetapi kalau setiap lagu hanya memerlukan waktu tiga menit, seorang pendengar yang kurang suka pada lagu yang sedang diputarkan masih bisa sedikit bersabar dan akan mendapat lagu lain (sesudah iklan!).

(5)

baru, repertoar klasik kurang leluasa untuk menghasilkan sesuatu yang baru setiap saat. �eethoven dan Mozart sudah almarhum, jelas tidak bisa diharapkan komposisi barunya! Repertoar gendhing klasik Jawa juga lebih terbatas (barangkali jumlahnya ada sekitar 500 gendhing), jika dibanding dengan jumlah lagu dangdut atau pop Indonesia.

• dan dari dunia musik klasik �arat, misalnya, komposisi baru yang ada sering sulit diterima oleh pendengar yang “awam” (butir 2). Untuk mampu menikmati musik klasik, terutama dari abad ke-20 dan ke-21, dituntut perhatian yang intens dan terlatih. Jadi musik ini tidak langsung akrab dengan audiens luas. �egitu pula dengan gendhing klasik Jawa.

Musik klasik dan tradisional lainnya juga biasanya kurang ideal untuk industri. �arangkali karena jumlah repertoarnya ter-lalu sedikit untuk membuat produk baru secara terus-menerus; atau untuk menikmatinya dituntut pengetahuan khusus. Selain itu lagu-lagunya terlalu panjang; atau suasana dan konteksnya kurang sesuai dengan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh kebanyakan konsumen.

Sedangkan jenis-jenis yang kami sebut sebagai musik popu-ler adalah jenis-jenis yang sangat cocok dengan ideal yang diha-rapkan industri musik. Sebagai contoh, coba pikirkan musikSebagai contoh, coba pikirkan musik dang-dut, atau musik pop Indonesia:

• lagunya pendek-pendek (butir 3)

• melodi, harmoni, dan ritmenya cepat akrab dengan kebanyakan pendengar (tidak terlalu aneh; mudah dicerna), sehingga bisa disenangi banyak konsumen (butir 2)

— catatan: apa yang akan dianggap akrab pada satu masyara-kat tergantung pada kebiasaan musikalnya. Di Indonesia, kedua musik populer ini (dangdut dan pop) menggunakan banyak unsur yang berasal dari musik �arat: alat-alat musik (gitar, keyboard, drum, synthesizer, dan lain sebagainya), sistem pelarasan dan tangga nada “do-re-mi” (bukan slen-dro atau pelog, misalnya), dan sistem akor (harmoni). Pa-dahal dalam beberapa musik populer lainnya di Indonesia, misalnya jaipongan, atau di luar negeri, misalnya di Afrika dan Asia, unsur musik �arat tidak menonjol. �arangkali

(6)

ada dua alasan utama mengapa unsur musik �arat menjadi dominan dalam pop Indonesia dan dangdut:

— unsur-unsur �arat ini lebih akrab dengan pendengar di seluruh Indonesia daripada unsur-unsur musik lokal (misalnya, slendro-pelog), yang hanya dikenal di tem-pat lokalnya dan makin lama makin tidak dikenal oleh orang muda.

— unsur-unsur �arat dianggap membawa nuansa moder-nitas dan kemajuan (walaupun belum tentu �arat lebih maju dalam segala hal!). Nuansa ini cocok dengan sifatNuansa ini cocok dengan sifat industri yang suka kelihatan modern dan serba baru • tema liriknya (dan gambar-gambar kalau divideokan) juga

akrab dengan banyak pendengar (butir 2)

— catatan: akrab karena cocok dengan kepentingannya, atau dengan fantasi dan keinginannya (cinta, suasana perkotaan, “dugem” atau dunia gemerlap)

• penyanyinya ditampilkan bukan hanya sebagai penyanyi te-tapi sebagai “bintang” (butir 1; lebih jauh lihat box)

• dan setiap saat ada sesuatu yang baru (butir 1): — lagu baru

— penyanyi atau band baru

— gaya baru (house, disco, apa saja dicampur dangdut, apa saja dicampur hiphop . . .)

— lagu lama disajikan lagi dalam gaya atau aransemen baru lagu lama disajikan lagi dalam gaya atau aransemen baru — lagu yang “dimiliki” si A kemudian dinyanyikan lagi oleh

si �

— penyanyi yang biasanya membawakan gaya musik X malah membawakan gaya musik Y

— lagu lama disajikan lagi oleh penyanyi atau grup baru — lagu nostalgia disajikan kembali lagu nostalgia disajikan kembali

— teknik penampilan baru (misalnya dengan teknologi cang- teknik penampilan baru (misalnya dengan teknologi cang-gih atau efek spektakuler di atas panggung)

Ciri-ciri musik dangdut dan pop Indonesia yang disebut di atas adalah ciri yang membuat kedua musik tersebut cocok dan sukses dalam industri musik. Oleh karena itu kami golongkan kedua jenis itu—dan semua jenis lain yang mempunyai semua atau beberapa ciri di antara yang disebut—sebagai musik

(7)

popu-ler. Perlu disadari bahwa hanya sebagian dari ciri-cirinya (lagu yang pendek, sistem musikal yang akrab) berhubungan langsung dengan musiknya. Yang lain berada di luar musiknya sendiri, dan lebih berhubungan dengan cara mengemas, menjual, atau mem-presentasikan musiknya. Memang cara presentasi dan kemasan sangat penting dalam musik populer.

SiStem Bintang

Bintang. Istilah “bintang” dan “sistem bintang” (bahasa Inggris: star dan star system) berasal dari industri film di Hollywood (USA). Dengan sistem bintang, yang mulai muncul dalam dunia film kira-kira tahun 1915, perhatian audiens diarahkan bukan hanya pada cerita dan gambar dalam sebuah film, melainkan juga pada pemainnya—aktor dan aktris. Studio produksi film mengeluarkan artikel dan berita (bahkan kadang-kadang go-sip dan rumor) mengenai riwayat, watak, dan kehidupan pribadi para ak-tor dan aktris, supaya audiens tertarik dengan orangnya. Dengan cara itu,

audiens bersedia menonton para bintang—aktor dan aktris idola—dalam

film apapun.

Lama-kelamaan, prinsip bintang ini diterapkan dalam industri rekam-an juga. �adonna, �ichael �ackson, �hrisye, Iwrekam-an �als, Inul Daratista, drekam-an�adonna, �ichael �ackson, �hrisye, Iwan �als, Inul Daratista, dan ratusan lain lagi adalah penyanyi bintang. (Biasanya bintang adalah pe-nyanyi, walaupun kadang-kadang pemusik bisa

menjadi bintang, seperti Eric �lapton atau Louis Armstrong.) Industri menyiarkan informasi tentangIndustri menyiarkan informasi tentang mereka secara terus-menerus, lewat artikel, buku,

majalah fans, koran, tabloid, dan wawancara di radio dan TV.

Kami menganggap pentingnya “bintang” dalam musik populer ada-lah sebagai saada-lah satu strategi industri untuk menjual produk dan untuk mencapai “kebaruan” yang selalu dibutuhkan. Kalau perhatian kita dipusat-kan kepada bintang, industri mendapat suatu medipusat-kanisme yang subur untuk menciptakan “kebaruan”. Sudah pernah dengar lagu X yang dinyanyikan si A? Sekarang belilah lagu X yang dinyanyikan si B! Album baru dari si � – entah apa isinya, pokoknya si C! Si D, penyanyi pop, membuat album kroncong! Si E terkenal sebagai penyanyi tunggal, sekarang menyanyi duet bersama si �! (Tahun depan, bersama si G, atau kelak trio dengan G dan H.)

Siapa saja yang bisa menjadi bintang? Biasanya seorang bintang se-Biasanya seorang bintang se-lalu mempunyai suatu kelebihan. Dalam satu (atau banyak) hal, para

(8)

bin-tang dianggap lebih dari kita: lebih cantik, lebih ganteng, lebih pandai me-nyanyi atau menari, lebih trampil sebagai pemain, lebih profesional atau terlatih, lebih berani, lebih percaya diri, lebih kaya, lebih glamor, lebih trendi, lebih anu. �adi kita mengagumi mereka karena kelebihan itu. (Dan kita sering pula berangan-angan: seandainya saya mendapat kesempatan, seandainya saya beruntung, bisa seperti dia.) Tetapi kelebihan itu bukan selalu kelebihan dalam bidang seni—belum tentu seorang penyanyi yang cantik adalah penyanyi yang pintar menyanyi! Kadang-kadang kita diajak untuk percaya bahwa kelebihan luar (kostum mewah, model rambut mu-takhir) berarti juga kelebihan dalam.

Menurut kami, kebanyakan musik populer di dunia mem-punyai ciri-ciri dasar sama dengan yang telah diuraikan di atas: lagu-lagu yang pendek, unsur-unsur musikal yang tidak terlalu aneh atau tidak sulit diterima, tema dan suasana yang akrab de-ngan sasaran audiens, dan beberapa sistem dan proses untuk men-jamin kebaruan (sering termasuk sistem bintang).1

Satu hal lagi yang umum untuk musik populer di seluruh du-nia adalah bahwa media massa, cetak maupun elektronik, sangat penting dalam penyebarannya. Malah boleh dikatakan, eksistensi musik populer sangat bergantung pada media. Media massa digu-Media massa digu-nakan untuk menyebarluaskan musik, menyiarkan pertunjukan musik, promosi rekaman dan pertunjukan serta berita-berita se-putar kehidupan para artis. Pada umumnya, peranan media mas-sa dalam musik populer lebih ampuh daripada pertunjukan live.

Kalau ada hal-hal yang sama untuk semua musik populer, apakah semua musik populer sama? Jelas tidak. Asal mampu memenuhi syarat tadi, banyak jenis musik bisa menjadi populer. Jenis-jenis musik populer berbeda dalam dua aspek: audiens dan gaya musiknya.

1 Kadang-kadang, sebagai satu cara untuk mencari kebaruan,

kebiasaan-kebiasaan dalam musik populer diabaikan: ada lagu instrumental, tanpa vokal sama sekali; ada penyanyi atau pemain yang dengan sengaja memilih pakaian jelek atau aksesoris dan rambut yang aneh dan seolah mengancam; ada lagu yang diambil dari musik klasik atau sumber lain yang tidak “akrab” dengan ke-banyakan pendengar musik populer; ada akor atau ritme yang aneh. Tetapi bi-asanya keanehan-keanehan ini hanya berfungsi sebagai variasi, dan musiknya tetap jalan sebagaimana biasanya.

(9)

Audiens. Musik populer selalu diarahkan pada audiens (satu

atau beberapa golongan penonton/pendengar) tertentu. Audiens ini yang diharapkan oleh industri akan membeli rekamannya dan menonton pertunjukannya (live atau siaran). Seringkali satu jenisSeringkali satu jenis musik populer dibagi-bagi menjadi subjenis, masing-masing di-arahkan pada subgolongan dalam golongan besar. �anyak orang yang merasa dirinya sebagai anggota dari lebih dari satu golongan masyarakat, sehingga suka pada lebih dari satu jenis musik.

Cara menargetkan suatu audiens adalah dengan memilih tema lirik, tema gambar, gaya musik, dan cara penampilan yang diharapkan (sekalipun seringkali tidak bisa diramalkan dengan pasti) akan disenangi audiens tersebut.

Misalnya:

• Pop Indonesia biasanya menargetkan kalangan remaja – dan oleh karena itu memilih tema seperti

cinta remaja dan senang-senang, dengan penyanyi remaja dan gaya remaja.

• Ada juga Pop Indonesia yang lama, dari tahun 1960-1970-an, yang masih diproduksi sekarang. “Pop nostalgia” ini diarah-kan budiarah-kan pada kalangan remaja

seka-rang tetapi pada oseka-rang yang masa rema-janya tahun 1960-70-an.

• Dangdut diarahkan lebih pada kalangan dewasa muda (umur 20-35) daripada remaja. Temanya cinta juga, tetapi (paling ti-dak dulu, zaman Rhoma Irama) ada lagi

tema mengenai kemiskinan dan godaan kehidupan kota.

• Ada musik populer yang diarahkan khusus pada audiens yang mengutamakan agama dalam kehidupannya. Industri banyakIndustri banyak melirik pasar musik rohani: Islam, �udha, Hindu, Kristen, Ka-tolik. Jumlah audiens yang tertarik dengan jenis-jenis ini cukup besar. Qasidah moderen adalah salah satu contohnya: gaya mu-siknya populer (yaitu dangdut), penampilannya seperti grup di T�, nilai produksinya tinggi – tetapi bertema prinsip-prin-sip agama Islam. Jenis acapela adalah salah satu contoh lagi:Jenis acapela adalah salah satu contoh lagi: unsur-unsur musiknya �arat, nilai

produksi tinggi, penyanyi keren dan muda.

(10)

• Ada musik populer yang menargetkan orang setengah tua dan tua, misalnya kroncong. Di sini tema liriknya bukan cinta remaja tetapi cinta dewasa, juga cinta

tanah air dan perjuangan.

• Ada musik populer yang menargetkan Ada musik populer yang menargetkanAda musik populer yang menargetkan anak-anak, dengan tema yang diang-gap menarik buat anak.

• Dan tentu saja ada musik populer yang diarahkan pada ma-syarakat di daerah, dengan menyusun lagu dalam macam-macam bahasa daerah dan memasang gambar dari daerah yang bersangkutan.

• Kalau sebuah kelompok etnis atau kelompok masyarakat di daerah cukup besar, barangkali ada subkelompok juga yang bisa menjadi sasaran industri rekaman dan siaran dan diberi subjenis musik populer tersendiri (musik untuk remaja yang berbahasa X dan musik lain untuk orang dewasa yang berba-hasa X).

Gaya musik. Meskipun mengikuti pola dasar yang umum

untuk semua (atau kebanyakan) musik populer, masing-masing jenis musik populer bisa cukup berbeda dalam hal gaya musiknya. �iasanya suatu jenis musik populer mempunyai ciri-ciri musikal-nya yang khas:

• Pop Indonesia, misalnya, menggunakan ensambel inti yang terdiri dari gitar melodi, gitar ritme dan/atau bas, keyboard, dan drum set. (Alat-alat lain boleh ditambahkan, tetapi alat-alat yang inti ini jarang ditinggalkan.) Sebagaimana kita bicarakan di atas, tangga nada, sistem harmoni, dan bentuk lagu diambil dari musik �arat.

• Sedangkan dangdut sering meminjam tangga nada yang mi-rip (walaupun tidak sama) dengan beberapa tangga nada India dan Timur Tengah. Ensambel alatnya hampir sama dengan en-sambel untuk pop Indonesia, kecuali dalam hal gendang: dang-dut harus menggunakan gendang dangdang-dut, dan sering juga menggunakan tamborin. Seandainya pop Indonesia meminjam gendang dangdut, kemungkinan banyak fansnya merasa tidak cocok.

(11)

Indone-sia atau dangdut. Dalam ensambel kroncong ada biola, gitar, selo, bas, cak-cuk (dua alat petik kecil, misalnya ukulele, banjo, mandolin), penyanyi, dan bisa ditambah suling atau keyboard. Tetapi kalau ditambah gendang dangdut – wah, pasti banyak fans kroncong juga akan protes.

• Pop daerah dan dangdut daerah, umumnya gaya musiknya seperti pop Indonesia dan dangdut nasional, walaupun mung-kin bisa ditambah suatu alat musik yang dianggap khas dae-rahnya, demi kesan kedaerahan.

• Tetapi ada juga musik populer daerah yang menggunakan en-sambel lokal yang khas, misalnya:

— campursari, yang mencampurkan alat gamelan Jawa dengan gitar dan drum set dari pop Indonesia;

— jaipongan, yang mengambil alat-alat gamelan Sunda

— gandrung Banyuwangi, yang sejak awal tahun 1980-an mem-bawakan sebuah repertoar populer baru dengan ensambel yang dari dulu membawakan repertoar klasik (biola dua, gendang, kempul, “kethuk”, dan triangle, sebuah segi tiga dari logam).

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Dari temuan diatas dapat diketahui bahwa nilai efisiensi tertinggi diraih oleh bank syariah yang merupakan anak perusahaan dari pemerintah yaitu BSM adapun dua

Hal tersebut relevan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nurnaningsih (2011) yang menunjukkan bahwa bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan

[r]

Skripsi Pertama adalah skripsi dari Juita Lord La’ia Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul “Adaptasi

Perbedaan yang terjadi adalah total waktu pengeringan pada percobaan, yaitu adalah 1.08 hingga 1.2 kali lebih lama jika dibandingkan dengan total waktu simulasi, serta kadar air

Salah satu wujud penerapan Good Governance dalam pelayanan publik adalah memberi kesempatan pada masyarakat untuk berpartisipasi dan menyampaikan keluhan (complaint)

Program mikro merupakan mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa yang akan mengambil PPL pada semester berikutnya. Persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti mata

Maka dari beberapa prinsip itu para pegadang diwajibkan menjalankannya dengan mekanisme, (barang yang diperjual belikan dan cara mendapatkannya pun harus jelas dan harus