LAPORAN TUTORIAL I
DIAGNOSA MEDIS TENSION PNEUMOTHORAKS
Kelompok 14
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
DISUSUN OLEH:
1. ALDOUFI HERDIAN PRATAMA (201110420311182) 2. DEWI PURNAMASARI (201110420311206) 3. DESTA LIA SYAHELA (201110420311208) 4. NURUL HASANAH (201110420311209) 5. ROHMA YUNI AGUSTIN (201110420311211) 6. YOGA JULESY PAKASRWA (201110420311213) 7. BANGKIT ADITYA DWI AJI (201110420311214) 8. NIKA AL VEGA (201110420311216) 9. THYKA MAYASARI (201110420311217) 10. AGRISTA Y. P (201110420311218) 11. YUMIARSIH (201110420311222) 12. BAIQ LELY INDRASARI (201110420311227) 13. INTAN FAUZIA MOCHDAR (201110420311228)
14. ELLEN FILBIA TESSADENTA (201110420311229) / KETUA 15. MUJLIANI (201110420311230)
16. NOVICARUALLAH IS. A (201110420311233)/SEKRETARIS 17. GALANG ARKASTA H (2011104203112)
BAB I PENDAHULUAN 1. Penulisan Kasus
TRAGEDY JAGORAWI
Saat korban di ruang IGD dilakukan pemeriksaan oleh perawat, hasil pengkajian, klien mengatakan “kepala sayasakit terutama jika saya beraktifitas, dada saya sakit, nafas saya seperti mau hilang, pandangan saya menjadi kabur”, hasil ABG : Ph 7,20, PO2: 20, PCO2 80,
BE:-1, SO2: 89%, HC03: 23, RR: 30X/mnt, BP: 100/85 mmHg, S: 36,50C, N: 120X/mnt, klien
mudah tersinggung, cyanotic, akral dingin, CRT >2dtk jika ditanya lama menjawab, GCS 3 4 5, Menggunakan otot bantu pernapasan, hasil inspeksi jelas pada daerah dada sebelah kanan, ketikadilakukan palpasi dada pasien meringis kesakitan, deviasi trachea ke kiri, distensi vena jugularis (+), hasil auskultasi yang dilakukan paramedic, didapatkan suara napas menjauh di paru sebelah kanan, perkusi didapatkan hipersonor pada paru sebelah kanan di bagian tibia dextra terdapat luka robek.
2. Daftar Pertanyaan
1. Apa itu Tension Pneumothoraks?
2. Apa saja tanda dan gejala tension pneumothoraks? 3. Tindakan utama saat keadaan sudah stabil di IGD? 4. Apa saja pemeriksaan penunjang pada korban? 5. Bagaimana Algoritma Tension Pneumothoraks?
6. Primary survey yang bagaimana yang harus dilakukan pada kasus di Rumah Sakit dan sebelum di Rumah Sakit dan apa saja standar peralatan pada ambulance? 7. Bagaimana patofisiologi pada Tension Pneumothoraks?
8. Apa saja komplikasi Tension Pneumothoraks?
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Tension Pneumothoraks
- Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/ penimbunan udara di ikuti
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu rongga paru terluka, Sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada (Bosswick, 1988).
- Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara
dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan (Manjoer, 2000).
Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut:
Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks)
Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).
Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension Pneumotoraks
Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup
Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks(Corwin, 2009).
2. Tanda dan gejala Tension pneumothoraks
- Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor
dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.
Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis (Boshwick, 1997).
- Terjadi sesak napas yang progresif dan berat
- Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat gangguan pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung
- Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat
- Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan getaran pada dinding toraks
- Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan pembuluh darah besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada tampak asimetris(Corwin, 2009).
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan pneumotoraks sekunder.
- Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-Scan.Ada 4 derajat.
- Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut.
Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
- Pemeriksaan Laboratorium :
GDA : variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia.
Hb : menurun, menunjukan kehilangan darah.
4. Algoritma pada kasus
Pasien tertembak
Universal precation
Handscon dan masker
Lihat keadaan sekitar aman/tidak
Jumlah korban
Pengumpulan triage Telepon ambulance
Primary survey
Periksa jalan nafas pasien
Non trauma dengan head till chin leaft
Trauma dengan jaw trhrust
Berikan bantuan nafas Rescue breathing/CPR
Amati apakah terdapat luka
Patah tulang Luka tembak
penetrasi
Balut bidai Deep area luka yang
tertembak dan yang mengeluarkan banyak
darah Pertahankan dengan balut donat
Pasang iv line
Cek AVPU pasien
Cek pupil isokor/Anisokor Lepas baju pada daerah yang terkena penetrasi/luka tembak
Berikan selimut pada pasien Periksa TTV pasien Pasang NGT Uji lab Kateter urine oximetri Monitoring jantung TTV
Menanyai riwayat pasien kepada keluarga
Lihat kondisi kepala,leher,dada,ekstremitas bawah dan atas apakah adanya
deformoitas,contusion,abrasi,penetrasi,burn,tendernes,laserasi,swelling (DCAP BTLS)
5. Penatalaksanaan Tension Pneumothoraks
Primery Survey
a. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau trakea. Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan collar neck. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
b. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi, tapi masih ada nafas.
- Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penaggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 ( setinggi puting susu) di anterior garis midaksilaris.Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada sela iga ke 2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak masuk nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS
- Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke dalam rongga pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara untuk keluar dan mengurangi tekanan yang terus bertambah. Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan sedikit mengembalikan fungsi kardiopulmoner.
- Pemberian Oksigen
c. Circulation : (takikardia, hipotensi)
- Kontrol perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk
menghindari parahnya tension pneumothoraks
- Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat 390C)
d. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
- Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
e. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai kebutuhan atau yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan. f. Pengelolaan selama transportasi :
- Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri - Bantuan kardiorespirasi bila perlu
- Pemberian darah bila perlu
- Pemberian obat sesuai intruksi dokter analgesic jangan diberikan
karena bisa membiaskan simptom
Secondary survey dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif Prinsip tatalaksana di UGD
a. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan IV line tetap. b. Re-evaluasi :
- Laju nafas - Suhu tubuh
- Pulse oksimetri saturasi O2
- Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis, dekompresi
v. urinaria sebelum DPL
- EKG
- NGT bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
- Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet bila ada lalu kompres
dan obati
c. Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage, merupakan tatalaksana definitif tension pneumothorax), (Continous suction).
d. WSDSebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru maksimal lalu lakukan monitoring
e. Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi
Medis : Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya
pneumotoraks. Tujuan dari pneumotoraks tersebut yaitu untuk mengeluaran udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen, Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan direabsobsi. Laju reabsobsi diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen.
b. WSD (Water Seal Drainage), Tindakan ini dilakukan seawall mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara memasukan jarum di intercosta pada daerah apikal yaitu ICS 2-3 sedangkan pada daerah basal yaitu ICS 8-9.
c. Torakoskopi, adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop sangat efektif dalam penanganan PSP dan
mencegah berulangnya kembali. Dengan prosedur ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan untuk pleurodesis(Kurniasih, 2009).
Standar Peralatan pada Ambulance
Kepmekes No. 0152/YanMed/RSKS/1987, tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik. Kepmenkes No 143/Menkes-kesos/SK/II/2001, tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik.
Diperlukan standarisasi perlengkapan umum dan medik pada kendaraan ambulans AGDT, khususnya untuk keseragaman dan peningkatan mutu pelayaan rujukan kegawatdaruratan medik. Yang diatur dalam Kepmenkes adalah jenis kendaraan :
a. Ambulans transportasi b. Ambulans gawat darurat
c. Ambulans rumah sakit lapangan d. Ambulans pelayanan medik bergerak e. Kereta jenazah.
f. Ambulans udara.
Sedangkan untuk Ambulance Gawat Darurat
Tujuan Penggunaan : Pertolongan Penderita Gawat Darurat Pra Rumah
Sakit
kejadian ke tempat tindakan definitif atau ke Rumah Sakit mSebagai kendaraan transport rujukan.
Persyaratan :
- Teknis Kendaraan : Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi
lunak.
- Warna kendaraan : kuning muda
- Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency,
disamping kanan dan kiri tertulis : Ambulans dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
- Menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang
pengemudi. Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas.
- Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi - Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat. - Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien.
- Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu. Tandu dapat
dilipat.
- Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk
melakukan tindakan.
- Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 cm di atas tempat
penderita.
- Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita
- Lampu ruangan secukupnya/bukan neon dan lampu sorot yang dapat
digerakan.
- Meja yang dapat dilipat.
- Tersedia Lemari obat dan peralatan. - Tersedia peta wilayah dan detailnya.
- Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah. - Sirine dua nada.
- Lampu rotator warna merah dan biru.
- Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi. - Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia.
- Tersedia Peralatan rescue.
- Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar. - Peta wilayah setempat – Jabotabek.
- Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.
Medis
- Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang . - Peralatan medis PPGD.
- Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi. - Suction pump manual dan listrik 12 V DC.
- Peralatan monitor jantung dan nafas. - Alat monitor dan diagnostik.
- Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa. - Minor surgery set.
- Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya. - Entonok.
- Kantung mayat.
- Sarung tangan disposable. - Sepatu boot.
Petugas
- 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi. - 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD.
- 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS.
Tata tertib berkendara
- Saat menuju ke tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan lampu
rotator.
- Selama mengangkut penderita hanya lampu rotator yang dihidupkan
- Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan
bebas hambatan.
- Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut
dengan lembar catatan penderita yang mencakup identitas, waktu dan keadaan penderita setiap 15 menit.
- Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.
(Kepmenkes, 2001).
6. Patofisiologi Tension Pneumothoraks
- Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki
tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya.Udara memasuki rongga pleura dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti katup satu arah. Udara dapat memasuki rongga pleura pada saat inspirasi tetapi tidak bisa keluar lagi karena tempat ruptur tersebut akan menutup pada saat ekspirasi.
Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk dan tekanan udara mulai melampaui tekanan barometrik.Peningkatan tekanan udara akan mendorong paru yang dalam keadaan recoiling sehingga terjadi atelektasis kompresi.
Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta pergeseran jantung dan pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan tekanan yang semakin meningkat akibat penumpukan udara ini menyebabkan kolaps paru.Ketika udara terus menumpuk dan tekanan intrapleura terus meningkat, mediastinum akan tergeser dari sisi yang terkena dan aliran balik vena menurun.Keadaan ini mendorong jantung, trakea, esofagus dan pembuluh darah besar berpindah ke sisi yang sehat sehingga terjadi penekanan pada jantung serta paru ke sisi kontralateral yang sehat (Sudoyo, 2009).
- Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat
dipertahankan tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan intraprgleura yang negative dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan pleura. Ketika udara masuk ke ruang pleura factor-faktor ini akan hilang dan paru di sisi cedera mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu. Jika lebih banyak udara yang memasuki ruang pleura pada saat inspirasi di bandingkan dengan yang keluar pada saat ekspirasi akan tercipta efek bola katup dan tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total dan akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga mendiastinum terdorong ke sisi berlawanan dan paru sebelah juga terkompresi dan dapat menyebabkan hipoksia yang berat dapat timbul dan ketika tekanan pleura meninggi dan kedua
paru tertekan, aliran darah yang melalui sirkulasi sentral akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan hipotensi arterial dan syok.(Kowalak, 2011).
7. Komplikasi pada Tension Pneumothoraks
- Gagal napas akut (3-5%)
- Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales - Henti jantung-paru
- Infeksi sekunder dari penggunaan WSD - Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya
Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus. Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
- Syok (Alagaff, 2005)
Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru sehat juga dapat terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian dapat terjadi(Corwin, 2009).
8. Asuhan Keperawatan
I. Identitas
Nama : Sam Smith Umur : 26 tahun Jenis Kelamin : L
Alamat : Jl. Bendungan sigura-gura Blok D No. 45 No. Reg : 112074
Tgl. MRS : 22-09-2014 Jam Masuk : 12.43 Jam Keluar : -
Dx Medis : Tension Pneumothorax DATA KHUSUS
1) Subyektif:
Keluhan utama (chief complaint): Kepala terasa sakit terutama jika beraktivitas, dada terasa sakit, nafas seperti mau hilang, pandangan menjadi kabur 2) Obyektif: A. AIRWAY Snoring : (-) Stridor : (-) Gurgling : (-) Wheezing : (-) B. BREATHING
Gerakan dada simetris/tidak; gerakan paradoksal ada/tidak Retraksi intercoste ada/tidak
Gerakan diafragma normal/tidak; distensi abdomen (-) C. CIRCULATION
Akral tangan dan kaki hangat/dingin Kualitas nadi cepat/lambat; kuat/lemah
D. DISABILITY AVPU: Sadar
PERLA > pupil isocoor/anisocoor; reaksi terhadap rangsangan cahaya (+/+)
E. EXPOSURE/ENVIRONMENT
Luka tembak (penetrasi) daerah thorax
F. FULL OF VITAL SIGNS & FIVE INTERVENTIONS TD : 100/85mmHg RR : 30x/mnt PP : - MAP : -HR : 120x/mnt T : 36,5oC Infus : - Kateter Urine : - Produksi urine: - Warna urine : - NGT : -
Hasil pemeriksaan laboratorium Ph : 7,20 PO2 : 20 PCO2 : 80 BE : -1 SO2 : 89% HCO3 :23 G. GIVE COMFORT - H. HISTORY -
I. HEAD TO TOE ASSESSMENT Leher : Deviasi trakea (+)
JVD (+) Thoraks : Inspeksi
Contusio (-) Tenderness (+) Abrasi (-) Laserasi (+) Penetrasi (+) Swollen (+) Palpasi
Nyeri tekan (+) Krepitasi (-) Paru-paru : Perkusi > hipersonor paru dextra
Auskultasi > suara menjauh paru dextra Ekstremitas :Inspeksi Deformitas (-) Burn (-) Contusio (-) Tenderness (+) Abrasi (-) Laserasi (+) Penetrasi (+) Swollen (+) Palpasi
Nyeri tekan (+) Krepitasi (-) Pulsasi (+) Motorik (+)
Sensorik (+) Fraktur di tibia dextra II. Terapi
III. Pemeriksaan Penunjang
ANALISA DATA
No. Data Fokus Etiologi Problem
1. DS : - Pasien mengatakan sakit kepala saat beraktifitas - Pasien mengatakan nafas mau hilang - Pasien mengatakan Perubahan membran alveolar
pandangan saya menjadi kabur (gangguan penglihatan) DO: - Ph darah arteri abnormal (7,20) - Hipoksia - Takipnea - Somnolen - Sianosis - Takikardi 2. DS : - DO : - Perubahan kedalaman pernafasan - Takipnea - Hipotensi - Perubahan ekskursi dada Keletihan otot pernafasan
No Noc Nic 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x60 menit respiratory status : Gas Exchange dengan kriteria hasil sebagai berikut :
No Noc Score
1. Partial pressure of oxygen in arterial blood (Pa02)
2. Partial pressure of carbon dioxide in arterial blood (PaC02) 3. Arterial Ph 4. Chast x-ray 5. Sianosis 6. Somnolence 7. Impaired cognition Respiratory Monitoring :
1. Monitor rate, rhytem, depth, adn effort of respiration
2. Note chest movement, wathcing for symmetry, use of accessory muscules, and supraclavicular and intracostal muscule retractions
3. Auscultate breath sounds after treatments to note results
4. Monitoring breathing petterns : tachypnea, hiperventilation
5. Note location of trachea
6. Monitor and note changes in SaO2,SvO2, &
tidal CO2 and changes in ABG values
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x60 menit respiratory status : Respiratory Status dengan kriteria hasil sebagai berikut :
No Noc Score
1. Respiratory rate 2. Depth inspiration 3. Oxygen saturation 4. Pulmonary function test 5. Sianosis
6. Somnolence
DAFTAR PUSTAKA
Aru W.Sudoyo,dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta:Interna Publishing.
Kowalak, Jennifer P. dkk ; Buku Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASAN-PNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253 :EGC-Jakarta, 2011
Buku Saku Patofisiologi Corwin ,Elizabeth J. Corwi 2009
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e. Saunders. Philadelphia.
Netter, 1979 dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)
Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. Bosswick, John A., Jr. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.