• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN KAPAL PENANGKAP IKAN FIBERGLASS BERBASIS KEARIFAN LOKAL KABUPATEN LAMONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN KAPAL PENANGKAP IKAN FIBERGLASS BERBASIS KEARIFAN LOKAL KABUPATEN LAMONGAN"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

i

TUGAS AKHIR – MN 141581

DESAIN KAPAL PENANGKAP IKAN FIBERGLASS

BERBASIS KEARIFAN LOKAL KABUPATEN LAMONGAN

Syaghaf Satyawan S.S. Tanjung

NRP 4112100085

Dosen Pembimbing

Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D.

Ahmad Nasirudin, S.T., M.Eng.

DEPARTEMEN TEKNIK PERKAPALAN

FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

(2)
(3)

i

TUGAS AKHIR – MN 141581

DESAIN KAPAL PENANGKAP IKAN FIBERGLASS

BERBASIS KEARIFAN LOKAL KABUPATEN LAMONGAN

Syaghaf Satyawan S.S. Tanjung

NRP 4112100085

Dosen Pembimbing

Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D.

Ahmad Nasirudin, S.T., M.Eng.

DEPARTEMEN TEKNIK PERKAPALAN

FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

(4)

ii

FINAL PROJECT – MN 141581

DESIGN OF FIBERGLASS FISHING VESSEL BASED ON

LOCAL WISDOM OF LAMONGAN DISTRICT

Syaghaf Satyawan S.S. Tanjung

NRP 4112100085

Supervisor(s)

Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D.

Ahmad Nasirudin, S.T., M.Eng.

DEPARTMENT OF NAVAL ARCHITECTURE & SHIPBUILDING ENGINEERING

FACULTY OF MARINE TECHNOLOGY

SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY

SURABAYA

(5)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

DESAIN KAPAL PENANGKAP IKAN FIBERGLASS

BERBASIS KEARIFAN LOKAL KABUPATEN LAMONGAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

pada

Bidang Keahlian Rekayasa Perkapalan – Desain Kapal Program Sarjana Departemen Teknik Perkapalan

Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:

SYAGHAF SATYAWAN S.S. TANJUNG

NRP 4112100085

Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir:

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

Ahmad Nasirudin, S.T., M.Eng. Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D.

NIP 19761029 200212 1 003 NIP 19640210 198903 1 001

Mengetahui,

Kepala Departemen Teknik Perkapalan

Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D. NIP 19640210 198903 1 001

(6)

iv

LEMBAR REVISI

DESAIN KAPAL PENANGKAP IKAN FIBERGLASS

BERBASIS KEARIFAN LOKAL KABUPATEN LAMONGAN

TUGAS AKHIR

Telah direvisi sesuai dengan hasil Ujian Tugas Akhir Tanggal 6 Juli 2017

Bidang Keahlian Rekayasa Perkapalan – Desain Kapal Program Sarjana Departemen Teknik Perkapalan

Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:

SYAGHAF SATYAWAN S.S. TANJUNG

NRP 4112100085

Disetujui oleh Tim Penguji Ujian Tugas Akhir:

1. Dony Setyawan, S.T., M.Eng. ……..………..………..

2. Dedi Budi Purwanto, S.T., M.T. ……..………..………..

3. Ir. Hesty Anita Kurniawati, M.Sc. ……..………..………..

Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir:

1. Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D. ……..………..………..

2. Ahmad Nasirudin, S.T., M.Eng. ……..………..………..

(7)

v

HALAMAN PERUNTUKAN

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya, Tugas Akhir yang berjudul “Desain

Kapal Penangkap Ikan Fiberglass Berbasis Kearifan Lokal Kabupaten Lamongan” ini

dapat selesai dengan baik. Tidak lupa, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu penyelesaian Tugas Akhir ini, yaitu:

1. Bapak Ahmad Nasirudin, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing dua atas bimbingan dan motivasinya selama pengerjaan Tugas Akhir dan bimbingan selama di perkuliahan; 2. Bapak Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D selaku Dosen Pembimbing satu sekaligus

Kepala Departemen Teknik Perkapalan;

3. Orang tua terutama ibu dan keluarga penulis atas bantuan, dukungan, dan doa untuk penulis;

4. Keluarga besar FORECASTLE yang memberikan kesan mendalam selama masa perkuliahan dan pengerjaan Tugas Akhir;

5. Teman – teman warkop, Suto, Ridho, Wildan, Loudrian, Marlen, Wisnu, dan Sulton yang selalu mensuport ketika semangat menurun

6. Teman – teman satu dosen pembimbing dan tim TA satu semester, Yoga Saputra, Dana Putri, Farhanudin Anhar, Wahyu Pristiawan, dan Bimo Taufan, yang saling suport ketika mengerjakan Tugas Akhir;

7. Pradipta Rahman Hakim dan Riski Dian Permana yang mensuport penulis dalam melakukan survey

8. Berliana Ibriya yang selalu memberikan semangat yang tak pernah henti.

Penulis sadar bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Surabaya, 14 Juli 2017

(9)

vii

DESAIN KAPAL PENANGKAP IKAN FIBERGLASS BERBASIS

KEARIFAN LOKAL KABUPATEN LAMONGAN

Nama Mahasiswa : Syaghaf Satyawan S.S. Tanjung

NRP : 4112100085

Departemen / Fakultas : Teknik Perkapalan / Teknologi Kelautan Dosen Pembimbing : 1. Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D.

2. Ahmad Nasirudin, S.T., M.Eng.

ABSTRAK

Sebagian besar masyarakat pesisir Kabupaten Lamongan adalah nelayan. Infrastruktur seperti Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong sangat mendukung kemajuan perikanan di Kabupaten Lamongan. Pelayaran masyarakat nelayan Kabupaten Lamongan untuk mencari ikan menggunakan kapal 21-30 GT yang pelayarannya hingga pulau Kalimantan dan Sulawesi. Namun kapal yang digunakan masih menggunakan kapal tradisional yang relatif berat dan menggunakan mesin yang besar. Kementerian Kelautan dan Perikanan akan memberikan bantuan berupa kapal berbahan fiberglass untuk masyarakat lamongan, namun ditolak oleh masyarakat pesisir Kabupaten Lamongan karena bentuk lambung dan cara pengoperasiannya sangat berbeda dengan yang mereka operasikan saat ini. Tujuan tugas akhir ini yaitu untuk membantu program Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam merealisasikan program tersebut. Kapal Penangkap Ikan Fiberglass Berbasis Kearifan Lokal Kabupaten Lamongan merupakan salah satu solusi dari masalah di Kabupaten Lamongan. Bahan yang digunakan untuk kapal itu sendiri adalah fiberglass. Kapal didesain dengan melakukan perubahan pada kapal tradisional Kabupaten Lamongan 27 GT dengan menggunakan Software Maxsurf yang kemudian dibandingkan dengan kapal tersebut. Dengan metode tersebut ukuran Kapal Penangkap Ikan Fiberglass Berbasis Kearifan Lokal Kabupaten Lamongan yang didapatkan adalah Lpp = 15.25 m, B = 6 m, T = 1.6 m, H = 4.302 m, CB = 0.513, dan Vs = 5-7 knot.

Kelebihan kapal penangkap ikan fiberglass ini yaitu daya yang dibutuhkan lebih kecil yaitu 169.38 kW atau 28% dibandingkan kapal tradisional dan muatan yang dapat diangkut lebih besar 4,07 ton atau bertambah 14% dari muatan sebelumnya.

(10)

viii

DESIGN OF FIBERGLASS FISHING VESSEL BASED ON LOCAL

WISDOM OF LAMONGAN DISTRICT

Author : Syaghaf Satyawan S.S. Tanjung ID No. : 4112100085

Dept. / Faculty : Naval Architecture & Shipbuilding Engineering / Marine Technology Supervisors : 1. Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D.

2. Ahmad Nasirudin, S.T., M.Eng.

ABSTRACT

Most of the coastal people of Lamongan Regency are fishermen. Infrastructure such as Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong strongly supports the progress of fishery in Lamongan Regency. The activity of fishing community of Lamongan Regency to find fish is using 21-30 GT vessel whose voyage through Kalimantan and Sulawesi island. However, the ships used still use traditional ships that are relatively heavy and use a large machine. The Ministry of Marine Affairs and Fisheries will provide assistance in the form of fiberglass boats for the people of Lamongan, but rejected by the coastal communities of Lamongan regency because the hull shape and how it’s operated is very different from those they operate today. The purpose of this final task is to assist the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries in realizing the program. The Fiberglass Fish Catcher Based on Local Wisdom of Lamongan Regency is one of solution of the problem in Lamongan Regency. The material used for the ship itself is fiberglass. The vessel is designed by modifying the traditional boat of Lamongan 27 GT by using Maxsurf software which is then compared with the vessel. With the method, the size of the Fiberglass Fishing Vessel Based on Local Wisdom of Lamongan Regency obtained is Lpp = 15.25 m, B = 6 m, T = 1.6 m, H = 4.302 m, CB = 0.513, and Vs = 5-7 knots. The advantages of this fiberglass fiberglass fishing vessel are 169.38 kW or 28% less power than traditional vessels and cargoes can be transported 4.07 tonnes or 14% more than the previous load.

(11)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR REVISI ... iv HALAMAN PERUNTUKAN ... v KATA PENGANTAR ... vi ABSTRAK ... vii ABSTRACT ... viii DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

Bab I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah... 2

I.3. Tujuan... 3

I.4. Batasan Masalah ... 3

I.5. Manfaat... 3

I.6. Hipotesis ... 3

I.7. Sistematika Laporan ... 3

Bab II STUDI LITERATUR ... 7

II.1. Proses Desain ... 7

II.2. Tahap Desain ... 7

II.2.1. Concept Design ... 8

II.2.2. Premilinary Design ... 9

II.2.3. Contract Design ... 9

II.2.4. Detail Design ... 9

II.3. Lambung Timbul (Freeboard) Berdasarkan Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia ... 10

II.4. Trim dan Stabilitas Kapal ... 11

II.4.1. Keseimbangan Stabil ... 12

II.4.2. Keseimbangan Labil ... 12

II.4.3. Keseimbangan Indeferent ... 12

II.5. Kabupaten Lamongan ... 13

II.6. Kapal Penangkap Ikan ... 15

II.7. Jenis Alat Tangkap Ikan ... 16

II.8. Kapal Penangkap Ikan Tradisional Kabupaten Lamongan ... 20

II.9. Fiberglass ... 20

Bab III METODOLOGI ... 23

III.1. Metode ... 23

III.1.1. Diagram Alir ... 23

III.2. Proses Pengerjaan ... 24

III.2.1. Latar Belakang ... 24

III.2.2. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah ... 24

(12)

x

III.2.4. Pengumpulan Data ... 25

III.2.5. Mendesain Kapal Penangkap Ikan Tradisional Kabupaten Lamongan ... 25

III.2.6. Analisis Lambung Kapal Tradisional ... 25

III.2.7. Mendesain Kapal Penangkap Ikan Baru ... 26

III.2.8. Pembuatan Layout 3D ... 26

III.2.9. Pembuatan Laporan Tugas Akhir ... 26

III.3. Lokasi Pengerjaan ... 26

Bab IV TINJAUAN DAERAH ... 27

IV.1. Kabupaten Lamongan ... 27

IV.2. Pelabuhan Perikanan Nasional Brondong ... 28

IV.3. Karakteristik Masyarakat Pesisir Kabupten Lamongan ... 29

Bab V ANALISIS TEKNIS ... 31

V.1. Kapal Penangkap Ikan Tradisional Kabupaten Lamongan 27 GT ... 31

V.1.1. Ukuran Utama ... 31

V.1.2. Rencana Garis ... 32

V.1.3. Rencana Umum ... 37

V.1.4. Kapasitas Muatan ... 38

V.1.5. Konsumsi Bahan Bakar ... 38

V.1.6. Konsumsi Air Bersih ... 38

V.1.7. Alat Tangkap Ikan ... 38

V.1.8. Mesin Penggerak ... 39

V.1.9. Hambatan ... 40

V.1.10. LWT dan DWT ... 43

V.1.11. Analisis Stabilitas ... 45

V.1.12. Analisis Trim ... 49

V.2. Kapal Penangkap Ikan Baru ... 50

V.2.1. Ukuran Utama ... 50

V.2.2. Analisis Hambatan Lambung Kapal ... 51

V.2.3. Pemilihan Mesin ... 54

V.2.4. DWT dan LWT Desain Kapal Baru ... 55

V.2.5. Kapasitas Muatan ... 57 V.2.6. Koreksi Freeboard ... 57 V.2.7. Analisis Stabilitas ... 58 V.2.8. Analisis Trim ... 62 V.2.9. Rencana Garis ... 63 V.2.10. Rencana Umum ... 65

V.2.11. Life Jacket and Lifebuoy ... 66

V.3. Keunggulan Desain Kapal Baru Dengan Kapal Tradisional ... 67

V.3.1. Ukuran Utama ... 67

V.3.2. Hambatan dan Permesinan ... 68

V.3.3. Kapasitas Ruang muat ... 69

V.4. Desain 3D ... 69

Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

VI.1. Kesimpulan... 73

VI.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN

LAMPIRAN A DATA SURVEY KAPAL TRADISIONAL LAMPIRAN B HASIL ANALISIS DATA SURVEY

(13)

xi LAMPIRAN C ANALISIS DESAIN KAPAL BARU

LAMPIRAN D LINESPLAN DAN GENERAL ARRANGEMENT BIODATA PENULIS

(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II-1 The Spiral Diagram ... 8

Gambar II-2 Letak Kabupaten Lamongan di Peta Jawa Timur ... 13

Gambar II-3 Perbesaran peta pesisir Kab. Lamongan ... 14

Gambar II-4 Kapal penangkap ikan ... 15

Gambar II-5 Rawai Tuna ... 16

Gambar II-6 Pole and Line ... 17

Gambar II-7 Handline ... 18

Gambar II-8 Pukat Cincin... 18

Gambar II-9 Jaring Insang ... 19

Gambar II-10 Kapal ikan tradisional Kab. Lamongan ... 20

Gambar III-1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir ... 23

Gambar IV-1 Peta Kabupaten Lamongan di Jawa Timur ... 27

Gambar IV-2 Letak Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong ... 28

Gambar V-1 Tampilan awal software maxurf ... 32

Gambar V-2 Sampel desain dari software maxsurf ... 33

Gambar V-3 Jendela pengaturan Unit ... 33

Gambar V-4 Jendela pengaturan Surface ... 34

Gambar V-5 Jendela pengaturan Frame Of Referance ... 34

Gambar V-6 Jendela pengaturan Grid ... 35

Gambar V-7 Jendela pengaturan Control Point ... 36

Gambar V-8 Macam-macam tampak pada maxsurf ... 36

Gambar V-9 Lines Plan kapal tradisional Lamongan ... 37

Gambar V-10 General Arrangemen kapal tradisional Lamongan ... 37

Gambar V-11 Mesin kapal Tradisional ... 39

Gambar V-12 Spesifikasi mesin kapal ... 39

Gambar V-13 Jendela pengaturan metode hambatan ... 40

Gambar V-14 Jendela pengaturan efficiency ... 40

Gambar V-15 Pengaturan unit pada maxsurf ... 41

Gambar V-16 Pengaturan kecepatan pada maxsurf ... 41

Gambar V-17 Hasil analisis hambatan pada maxsurf ... 42

Gambar V-18 Section Calculation Option ... 45

Gambar V-19 Contoh Room Definition Window ... 46

Gambar V-20 Contoh Load Case Window ... 46

Gambar V-21 Pengaturan metode analisis hambatan ... 52

Gambar V-22 Pengaturan efisiensi pada analisis maxsurf ... 52

Gambar V-23 pengaturan unit pada analisis hambatan ... 53

Gambar V-24 Pengaturan kecepatan pada analisis hambatan ... 53

Gambar V-25 Hasil analisis hambatan kapal baru ... 54

Gambar V-26 Mesin pada desain kapal baru... 55

Gambar V-27 Spesifikasi mesin desain kapal baru ... 55

Gambar V-28 Section Calculation Option ... 59

Gambar V-29 Contoh Room Definition Window ... 59

(15)

xiii

Gambar V-31 Pengaturan grid desain kapal baru ... 64

Gambar V-32 Macam-macam tampak pada maxsurf ... 64

Gambar V-33 Lines plan desain kapal baru ... 65

Gambar V-34 General arrangement desain kapal baru ... 66

Gambar V-35 (a) (b) (c) Isometric view dari desain kapal baru ... 71

Gambar V-36 Tampak atas dari desain kapal baru... 71

Gambar V-37 Tampak depan dari desain kapal baru ... 72

Gambar VI-1 Lines Plan Kapal Penangkap Ikan Fiberglass Berbasis Kearifan Lokal ... 74

Gambar VI-2 General Arrangement Kapal Penangkap Ikan Fiberglass Berbasis Kearifan Lokal ... 75

Gambar VI-3 Isometric view dari Kapal Penangkap Ikan Fiberglass Berbasis Kearifan Lokal ... 75

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel V-1 Ukuran Utama Kapal pada saat survey ... 31

Tabel V-2 Ukuran utama kapal tradisional di maxsurf ... 31

Tabel V-3 Rekapitulasi hambatan dan power kapal tradisional ... 42

Tabel V-4 DWT kapal tradisional... 43

Tabel V-5 Berat peralatan dan permesinan kapal tradisional ... 44

Tabel V-6 LWT kapal tradisional ... 44

Tabel V-7 Berat bangunan kapal ... 45

Tabel V-8 Percobaan desain ... 51

Tabel V-9 Ukuran utama kapal baru ... 51

Tabel V-10 Rekapitulasi hambatan dan power desain kapal baru ... 54

Tabel V-11 LWT desain kapal baru ... 56

Tabel V-12 DWT desain kapal baru ... 56

Tabel V-13 DWT dan LWT desain kapal baru ... 56

Tabel V-14 Penambahan kapasitas muatan desain kapal baru ... 57

Tabel V-15 Koreksi freeboard ... 58

Tabel V-16 Perbedaan ukuran utama ... 68

Tabel V-17 Perbedaan hambatan dan power ... 68

Tabel V-18 Perbedaan penggunaan mesin ... 69

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Kabupaten Lamongan merupakan daerah yang berada pada jalur pantai utara, sehingga Kabupaten Lamongan memiliki potensi sumber daya alam berupa hasil laut yang jumlahnya tidak terbatas. Kabupaten Lamongan memiliki kekayaan laut dengan 47 km pantai yang meliputi 17 desa pesisir, dari Lohung, Brondong Lor, Weru, dan Paciran. Kondisi alam ini memberikan alternatif pilihan bagi masyarakat pesisir untuk bekerja di sektor perikanan dengan 23.186 nelayan aktif. Kabupaten Lamongan merupakan kawasan Minapolitan tangkap dan penghasil ikan laut terbesar di Jawa Timur. Namun sampai saat ini masih ditemukan banyak kemiskinan yang terlihat di sepanjang pesisir Kabupaten Lamongan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan potensi kelautan yang dimiliki Negara Indonesia. Sebagai negara maritim terbesar, dengan 75% wilayah Indonesia didominasi dengan lautan hal ini sangat tidak wajar. Jumlah industri perikanan Indonesia mencapai 17.000 namun sebagian besar skalanya masih tradisional dan berskala mikro. Untuk Kabupaten Lamongan yang merupakan kota dengan masyarakat penangkap ikan terbesar se-Jawa Timur seharusnya sudah melakukan perubahan dalam hal penangkapan ikan terutama kapal untuk penangkapan ikan itu sendiri (Rahmawati, 2013).

Fasilitas yang dimiliki oleh nelayan di pesisir Kabupaten Lamongan dalam melaut adalah kapal tradisional yang memiliki panjang rata-rata tujuh sampai limabelas meter dengan lebar empat meter. Dengan fasilitas tradisional ini nelayan Lamongan berlayar hingga Pulau Sulawesi untuk mencari ikan. Dengan melihat kondisi kapal di dermaga-dermaga Lamongan sudah banyak kapal yang sangat tidak layak digunakan untuk melaut hingga sejauh itu. Dengan kapasitas muatan maksimal 50 ton sangat tidak mungkin kapal dengan kondisi yang sudah tidak layak mampu untuk membawa hasil tangkapan hingga kembali ke Lamongan. Misalpun mampu namun risiko yang ada akan sangat besar apalagi menyangkut keselamatan nyawa orang (Rahmawati, 2013).

Pemerintah Indonesia sudah memberikan program bantuan kepada masyarakat nelayan di Indonesia. Bantuan meliputi bantuan dana dan kapal penangkap ikan untuk menambah pendapatan masyarakat nelayan. Sayangnya bantuan tersebut banyak mengalami masalah terutama kapal penangkap ikan yang kurang cocok untuk masyarakat

(18)

2

tradisional. Masyarakat tradisional sudah menggunakan jenis kapal tradisional dari tahun ketahun seperti yang sudah ada dari nenek moyang mereka. Jadi dengan karakteristik kapal yang sangat berbeda nelayan tersebut merasa tidak cocok untuk menggunakan kapal dari bantuan pemerintah. Sedangkan dengan kondisi kapal yang ada di sekitar pesisir Lamongan sangat dibutuhkan pembaruan kapal ikan (antarajatim.com, 2015).

Dengan adanya masyarakat Lamongan yang masih mempertahankan budaya membuat pemerintah kesulitan dalam memberikan bantuan kapal penangkap ikan. Dengan desain kapal yang digunakan pemerintah untuk membuat kapal sebagai bantuan, mereka lebih memilih menggunakan kapal penangkap ikan tradisional mereka untuk menangkap ikan.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu desain kapal penangkap ikan yang lebih layak terutama cocok dengan desain kapal yang masyarakat Lamongan butuhkan. Dengan kapal yang layak dengan desain yang cocok dan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat Lamongan diharapkan masyarakat nelayan dapat menambah hasil penangkapan ikan yang lebih banyak untuk menambah penghasilan mereka. Nelayan juga tidak khawatir dengan kondisi kapal ketika melakukan penangkapan ikan dengan rute yang jauh. Dengan desain kapal ini bisa juga untuk acuan pemerintah untuk memberikan bantuan kapal ikan di daerah-daerah lain dengan mempertimbangkan desain yang cocok dengan masyarakan lokal, sehingga program bantuan itu dapat berjalan dengan lancar untuk menyetabilkan perekonomian Negara Indonesia terutama di daerah pesisir.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa permasalahan yang akan diselesaikan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana memperoleh ukuran utama kapal ikan yang dibutuhkan oleh nelayan Kabupaten Lamongan?

2. Bagaimana mendapatkan desain kapal penangkap ikan fiberglass yang yang lebih efisien tanpa meninggalkan nilai kearifan lokal Kabupaten Lamongan?

3. Bagaimana mendesain Rencana Garis, Rencana Umum dan 3D model yang sesuai kebutuhan fasilitas kapal penangkap ikan fiberglass untuk masyarakat nelayan Kabupaten Lamongan?

(19)

3

I.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh ukuran utama kapal nelayan yang dibutuhkan oleh nelayan di Kabupaten Lamongan.

2. Untuk memperoleh desain baru kapal penangkap ikan yang lebih efisien tanpa meninggalkan nilai kearifan lokal Kabupaten Lamongan.

3. Untuk memperoleh Rencana Garis, Rencana Umum dan 3D model yang sesuai dengan nilai kearifan lokal kapal penangkap ikan untuk Kabupaten Lamongan.

I.4. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam tugas akhir ini antara lain:

1. Masalah teknis (desain) yang dibahas hanya sebatas conceptual design. 2. Tidak memperhitungkan perhitungan detail konstruksi.

3. Alat penangkap ikan yang digunakan menggunakan peralatan tradisional Kabupaten Lamongan.

I.5. Manfaat

Dari Tugas Akhir ini, diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut:

1. Secara akademis, diharapkan hasil pengerjaan Tugas Akhir ini dapat membantu menunjang proses belajar mengajar dan turut memajukan dunia pendidikan di Indonesia. 2. Secara praktek, diharapkan hasil dari pengerjaan Tugas Akhir ini dapat digunakan acuan

pemerintah untuk menjalankan program bantuan kapal ikan di daerah Lamongan

I.6. Hipotesis

Mendapatkan desain kapal penangkap ikan fiberglass yang cocok dan efisien sebagai sarana penangkapan ikan untuk masyarakat pesisir Kabupaten Lamongan sehingga dapat menambah efektifitas masyarakat Lamongan dalam mencari ikan dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

I.7. Sistematika Laporan

Sistemika penulisan laporan yang disusun untuk pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR REVISI

(20)

4 KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang akan dilakukan, perumusan masalah serta batasan masalahnya, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan Tugas Akhir ini, manfaat yang diperoleh, dan sistematika penulisan laporan.

BAB II. STUDI LITERATUR

Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang menjadi acuan dari penelitian Tugas Akhir. Dasar-dasar teori, informasi tentang perhitugan dan prinsip-prinsip dasar dituliskan dalam bab ini.

BAB III. METODOLOGI

Bab ini berisi tahapan metodologi dalam menyelesaikan permasalahan secara berurutan dimulai dari tahap pengumpulan data dan studi literatur, hingga pengolahan data untuk analisis lebih lanjut yang nantinya akan menghasilkan sebuah kesimpulan guna menjawab perumusan masalah yang sudah ditentukan.

BAB IV. TINJAUAN DAERAH

Bab ini merupakan pembahasan tentang Kabupaten Lamongan yang meliputi, pembahasan tentang kemajuan Kabupaten Lamongan, karakteristik Kabupaten Lamongan, dan tata letak Kabupaten Lamongan

BAB V. ANALISIS TEKNIS

Bab ini merupakan inti dari penelitian yang dilakukan. Pada bab ini akan dibahas mengenai proses perhitungan teknis dalam mendesain kapal penangkap ikan fiberglass sesuai dengan kearifan lokal Kabupaten Lamongan. Desain kapal yang di kerjakan sesuai dengan konsep kearifan lokal yang ada di Kabupaten Lamongan. Setelah mendisain kapal penangkap ikan fiberglass yang berbasis kearifan lokal Kabupaten Lamongan, kemudian melakukan analisis keunggulan dengan desain kapal yang sudah ada di Kabupaten Lamongan yang dipakai saat ini. Setelah selesai mendisain, selanjutnya dilakukan pembuatan desain 3D sabagai 3D model kapal penangkap ikan fiberglass berbasis kearifan lokal Kabupaten Lamongan dengan menggunakan software google sketchup ver.8.

(21)

5 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan yang didapatkan dari proses penelitian yang dilakukan serta memberikan saran perbaikan untuk penelitian selanjutnya.

(22)

6

(23)

7

BAB II

STUDI LITERATUR

II.1. Proses Desain

Proses desain adalah serangkaian kegiatan dan kumpulan pedoman yang membantu desainer dalam mendefinisikan tahap awal, dari memvisualisasikan di dalam imajinasinya hingga merealisasikannya dalam bentuk nyata. Kemampuan untuk mendesain membutuhkan science dan art. Science dapat dipelajari dari proses yang sistematis, pengalaman, dan teknik penyelesaian masalah. Art dapat dipelajari dengan melakukan latihan dan dedikasi total untuk menjadi pandai (Haik & Shanin , 2011). Sedangkan desain dari sebuah alat ataupun sistem dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:

a. Invention, merupakan sebuah eksploitasi dari ide-ide asli untuk menciptakan suatu desain yang baru.

b. Innovation, merupakan pembaharuan atau rekayasa dari sebuah desain terhadap produk yang telah ada.

II.2. Tahap Desain

Desain kapal pada umumnya dibagi menjadi empat tahap, yaitu Concept Design, Preliminary Design, Contract Design, dan Detail Design. Sedangkan untuk proses desainnya diilurtasikan dalam bentuk Spiral Design, seperti yang terlihat pada Gambar II.1. Artinya, dalam proses desain kapal dibutuhkan proses yang berulang-ulang untuk mendapatkan hasil optimal dengan cara mengatur dan menyeimbangkan parameter-parameter yang terkait (Watson D. , 1998).

(24)

8

Sumber: Watson D. , 1998 Gambar II-1 The Spiral Diagram

II.2.1. Concept Design

Concept design adalah tahapan awal dalam proses pendesainan kapal yang berfungsi untuk menerjemahkan permintaan pemilik kapal kedalam ketentuan - ketentuan dasar dari kapal yang akan direncanakan (Evans,1959). Dalam proses ini dibutuhkan TFS (Technical Feasibility Study) untuk menghasilkan ukuran utama; panjang, lebar, tinggi, sarat, finnes dan fullness power, karakter lainnya dengan tujuan untuk memenuhi kecepatan, range (endurance), kapasitas, deadweight.

Termasuk juga memperkirakan preliminary light ship weight yang pada umumnya diambil dari rumus pendekatan, kurva maupun pengalaman - pengalaman. Hasil – hasil pada concept design digunakan untuk mendapatkan perkiraan biaya konstruksi. Langkah langkah pada concept design adalah sebagai berikut:

a. Klasifikasi biaya untuk kapal baru dengan membandingkan terhadap beberapa kapal sejenis yang sudah ada;

b. Mengidentifikasi semua perbandingan desain utama;

c. Memilih proses iterative yang akan menghasilkan desain yang mungkin; d. Membuat ukuran yang sesuai (analisis ataupun subyektif) untuk desain; e. Mengoptimasi ukuran utama kapal; dan

(25)

9

II.2.2. Premilinary Design

Preliminary design adalah langkah lanjutan dari concept design yaitu dengan melakukan pengecekan kembali ukuran utama kapal yang didapat dari concept design untuk kemudian dikaitkan dengan performance (Evans, 1959). Pemeriksaan ulang terhadap panjang, lebar, daya mesin, dead weight yang diharapkan tidak banyak merubah pada tahap ini. Hasil dari preliminary design ini merupakan dasar dalam pengembangan rencana kontrak dan spesifikasi. Tahap preliminary design dilakukan dengan beberapa langkah - langkah sebagai berikut:

a. Melengkapi bentuk lambung kapal;

b. Pengecekan terhadap analisa detail struktur kapal; c. Penyelesaian bagian interior kapal;

d. Perhitungan stabilitas dan hidrostatik kapal;

e. Mengevaluasi kembali perhitungan tahanan, powering maupun performance; f. Perhitungan berat kapal secara detail untuk penentuan sarat dan trim kapal; dan g. Perhitungan biaya secara menyeluruh dan detail.

II.2.3. Contract Design

Contract Design merupakan tahap ketiga dalam proses desain. Contract Design adalah tahap pengembangan desain kapal dalam bentuk yang lebih mendetail, memungkinkan untuk memberikan kemudahan pembangun kapal dalam memahami kapal yang akan dibuat, dan mengestimasi secara akurat seluruh biaya pembuatan kapal. Tujuan utama kontrak desain adalah pembuatan dokumen yang mendeskripsikan kapal yang akan dibuat. Selanjutnya, dokumen tersebut akan menjadi dasar dalam kontrak atau perjanjian produksi antara pemilik kapal dan pihak galangan kapal. Adapun komponen dari contract drawing dan contract specification, yaitu Arrangement drawing, Structural drawing, Structural details, Propulsion arrangement, Machinery selection, Propeller selection, Generator selection, dan Electrical selection, yang disebut sebagai key plan drawing. Key plan drawing harus merepresentasikan secara detail fitur-fitur kapal sesuai dengan permintaan pemilik kapal.

II.2.4. Detail Design

Detail design adalah tahap terakhir dari serangkaian proses mendesain kapal. Pada tahap ini hasil dari tahapan sebelumnya dikembangkan menjadi gambar kerja yang detail (Evans, 1959). Pada tahap ini mencakup semua rencana dan perhitungan yang diperlukan untuk proses konstruksi dan operasional kapal. Bagian terbesar dari pekerjaan ini adalah produksi gambar

(26)

10

kerja yang diperlukan untuk penggunaan mekanik yang membangun lambung dan berbagai unit mesin bantu dan mendorong lambung, fabrikasi, dan instalasi perpipaan dan kabel. Hasil dari tahapan ini adalah berisi petunjuk atau intruksi mengenai instalasi dan detail konstruksi pada fitters ,welders, outfitters, metal workers, machinery vendors, pipe fitters, dan lain-lainnya.

II.3. Lambung Timbul (Freeboard) Berdasarkan Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia

Freeboard adalah selisih antara tinggi kapal dengan sarat kapal muatan penuh yang diukur pada sarat musim panas (Summer Freeboard). Freeboard bertujuan untuk menjaga keselamatan penumpang, kru, muatan, dan kapal itu sendiri. Bila kapal memiliki freeboard tinggi, maka daya apung cadangan yang diberikan pun besar, sehingga kapal memiliki sisa pengapungan jika trejadi kerusakan. Peraturan freeboard mengacu pada peraturan yang dibuat International Maritime Organization (IMO) melalui International Convention on Load Lines (ICLL 19966/1988). Peraturan ini berlaku untuk kapal-kapal yang melakukan pelayaran internasional, kapal-kapal yang terdaftar pada suatu pemerintah yang menandatangani ICLL, dan kapal-kapal tak terdaftar yang mengibarkan bendera suatu pemerintah yang menandatangani ICLL tersebut. Namun, konvensi ini tidak dapat diterapkan pada semua kapal. Berdasarkan Artikel V dari ICLL, terdapat beberapa kapal yang dikecualikan dari konvensi ini, yaitu kapal perang, kapal baru dengan panjang kurang dari 24 meter, kapal sekarang dengan ukuran kurang dari 150 GT, kapal pesiar yang tidak digunakan untuk perdagangan, dan kapal penangkap ikan (Kurniawati H. A., 2014).

Karena kapal yang sedang didesain berukuran kurang dari 24 meter, maka perhitungan freeboard mengacu pada Bab VI-Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia. Peraturan tersebut berlaku untuk kapal dengan berbagai tipe, berbagai ukuran, dan kapal yang beroperasi di perairan Indonesia. Yang dimaksud dengan kapal berbagai tipe adalah kapal tipe A dan kapal tipe B. Kapal tipe A adalah kapal yang didesain hanya untuk mengangkut kargo curah cair, kapal yang memiliki kekokohan tinggi pada geladak terbuka karena tangki kargo hanya memiliki lubang akses kecil yang ditutup dengan aluminium atau bahan lain yang setara. Sedangkan, kapal tipe B adalah kapal-kapal selain tipe A (Kementerian Perhubungan, 2009).

Panjang kapal menurut peraturan Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia (NCVS) adalah ukuran terpanjang dari Length of Perpendicular (Lpp) dan 96% Length of Waterline (Lwl) pada 85% dari tinggi moulded. Sedangkan lebar kapal menurut peraturan ini adalah lebar moulded kapal pada midship. Karena terdapat dua tipe kapal, maka perhitungan ukuran awal freeboard dibedakan menjadi dua. Ukuran awal freeboard dibedakan berdasarkan

(27)

11 ukuran panjang kapal (Kementerian Perhubungan, 2009). Kapal tipe A dengan ukuran panjang kurang dari 50 meter memiliki persamaan berikut;

Fb1 = 0.5 L (2.1) Sedangkan kapal tipe A dengan ukuran panjang lebih dari 50 meter memiliki persamaan berikut;

Fb1 = 0.8 (L/10)2+ (L/10) + 10 (2.2)

Kapal tipe B dengan ukuran panjang kurang dari 50 meter memiliki persamaan berikut; Fb1 = 0.8 L (2.3) Sedangkan kapal tipe B dengan ukuran panjang lebih dari 50 meter memiliki persamaan berikut;

Fb1 = (L/10)2+ (L/10) + 10 (2.4) Dimana;

L = Panjang kapal

Setelah diperoleh ukuran awal freeboard, maka diperlukan beberapa koreksi untuk mendapatkan ukuran freeboard akhir. Koreksi tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu koreksi Koefisien Blok, koreksi tinggi kapal, dan koreksi bangunan atas.

II.4. Trim dan Stabilitas Kapal

Perhitungan trim merupakan syarat mutlak dalam desain sebuah kapal. Suatu kapal dapat dikatakan layak untuk berlayar jika telah memenuhi beberapa persyaratan, salah satu yang disyaratkan adalah besarnya kondisi trim kapal. Dalam hal ini, standar yang digunakan mengacu pada peraturan Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia. Untuk kapal non konvensi dengan L ≤ 45 m, besar trim maksimum 0.3 m (Kementerian Perhubungan, Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia Bab II, 2009). Selain besarnya trim, stabilitas kapal pun dibatasi dalam persayaratan stabilitas. Pada Tugas Akhir ini dilakukan perhitungan stabilitas utuh (intact stability).

Definisi stabilitas adalah kemampuan kapal untuk kembali pada kedudukan setimbang dalam kondisi air tenang ketika kapal mendapat gaya luar. Perhitungan stabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan kembalinya kapal pada kedudukan semula jika mendapat gaya luar (Athoillah, 2015). Keseimbangan statis suatu benda dibedakan menjadi tiga macam, yaitu;

(28)

12

II.4.1. Keseimbangan Stabil

Kondisi ketika benda mendapat kemiringan akibat adanya gaya luar, kemudian kembali pada kondisi semula setelah gaya tersebut hilang. Jika ditinjau dari sudut keseimbangan kapal, maka letak titik G (centre of gravity) berada dibawah titik M (metacentre).

II.4.2. Keseimbangan Labil

Kondisi ketika benda mengalami kemiringan akibat adanya gaya luar, kemudian kedudukan benda akan cenderung berubah lebih banyak dari kedudukan semula setelah gaya tersebut hilang. Jika ditinjau dari sudut keseimbangan kapal, maka letak titik G berada diatas titik M.

II.4.3. Keseimbangan Indeferent

Kondisi ketika benda mengalami kemiringan sedikit dari kedudukannya akibat adanya gaya luar, kemudian benda tetap pada kedudukan yang baru meskipun gaya tersebut telah hilang. Jika ditinjau dari sudut keseimbangan kapal, maka letak titik berat G berhimpit dengan titik M.

Kapal harus mempunyai stabilitas yang baik dan harus mampu menahan semua gaya luar yang mempengaruhinya hingga kembali pada keadaan seimbang. Berikut adalah hal-hal yang berperan penting dalam stabilitas, yaitu:

 Titik G (gravity), yaitu titik berat kapal.

 Titik B (buoyancy), yaitu titik tekan keatas akibat air yang dipindahkan akibat badan kapal yang tercelup.

 Titik M (metacentre), yaitu titik perpotongan antara vector gaya tekan keatas pada keadaan tetap dengan vector gaya tekan keatas pada sudut oleng.

Sedangkan kemampuan daya apung kapal adalah kemampuan kapal untuk mendukung gaya berat yang dibebankan dengan tekanan hidrostatik yang bekerja di bawah permukaan air dan memberikan daya dukung dengan gaya angkat statis pada kapal. Kapal yang akan dibangun harus dapat dibuktikan secara teoritis bahwa kapal tersebut memenuhi standar keselamatan pelayaran.

Pada pengerjaan Tugas Akhir ini kriteria yang digunakan adalah Intact Stability (IS) Code 2008 dan IMO A.749 (18) Chapter 3. Berikut adalah kriteria-kriteria yang disyaratkan;

 Jika lengan GZ maksimum terjadi pada Ɵ = 15○

, maka luas kurva di bawah lengan pengembali GZ ≥ 0.085 m.rad (4.870 m.deg). Jika lengan GZ maksimum terjadi pada Ɵ = 15-30, maka luas kurva di bawah lengan pengembali GZ ≥ A = 0.055 + 0.002 (30-θ

(29)

13 GZ Max) m.rad. Jika lengan GZ maksimum terjadi pada Ɵ = 30○

, maka luas kurva di bawah lengan pengembali GZ ≥ 0.055 m.rad (3.151 m.deg).

 Luas kurva di bawah lengan pengembali GZ θ = 30°-40° ≥ 0.03 m.rad (1.719 m.deg).  Lengan pengembali GZ pada θ = 30o tidak boleh kurang dari 0.200 m.

 Lengan pengembali tidak boleh kurang dari 15o.

 Tinggi titik metacentre awal (GM) tidak boleh kurang dari 0.35 m.

II.5. Kabupaten Lamongan

Kabupaten Lamongan merupakan kabupaten yang berbatasan langsung berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Daerah pesisir Lamongan merupakan daerah dengan mata pencaharian masyarakat pesisirnya sebagai nelayan. Daerah tersebut terutama di daerah Brondong. Kabupaten Lamongan memiliki pelabuhan perikanan besar sebagai pusat aktifitas nelayan pesisir Kabupaten Lamongan. Pelabuhan Kapal Ikan Brondong lah yang dimiliki Kabupaten Lamongan. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong adalah salah satu pelabuhan perikanan nusantara yang ada di Jawa Timur. Sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap yang bertanggung jawab kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER 06/MEN/2007 Tanggal 25 Januari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan), menjalankan aktivitas bongkar muat dan pemasaran hasil perikanan rata-rata 30 - 150 ton per hari (kkp.go.id, 2013).

Lokasi Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong terletak di Kel. Brondong, Kec. Brondong, Kab. Lamongan, Jawa Timur dengan posisi koordinat secara geografis pada 06o 53’ 30, 81” LS dan 112o 17’ 01, 22” BT (Google Map, 2017).

Sumber: maps.google.id

(30)

14

Sumber: pusatstudisumberdayapesisirlaut.blogspot.co.id Gambar II-3 Perbesaran peta pesisir Kab. Lamongan

PPN Brondong sebagai titik temu (terminal point) yang menguntungkan antara kegiatan ekonomi di laut dengan kegiatan ekonomi di darat telah terbukti mampu melakukan revitalisasi terhadap fungsi dan peranannya sehingga menjadikannya sebagai ”Centre of Excelence” bagi pengembangan perikanan tangkap serta sebagai pusat pembinaan nelayan dan industri pengolahan hasil perikanan (djpt.kkp.go.id, 1992).

Aktivitas bongkar muat kapal berasal dari daerah di sekitar Lamongan, antara lain Brondong, Blimbing, Kandang Semangkon dan Palang. Selain itu, pelabuhan ini bekerjasama dengan pusat pendaratan ikan yang ada di Lamongan seperti PPI Weru, PPI Kranji dan PPI Lohgong.

Fungsi PPN Brondong, esuai dengan Undang-undang No. 45 Tahun 2009 perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya antara lain:

a. Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan. b. Pelayanan bongkar muat.

c. Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan. d. Pemasaran dan distribusi ikan.

e. Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan.

f. Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan. g. Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan.

h. Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan. i. Pelaksanaan kesyahbandaran.

(31)

15 j. Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan.

Berdasarkan (Direktorat Jenderal perikanan,1992), PPN Brondong adalah sebagai pusat kehidupan masyarakat nelayan dan pusat kegiatan industri perikanan:

a) Peranan pelabuhan perikanan yang berkaitan dengan aktivitas produksi, antara lain : tempat mendaratkan hasil tangkapan perikanan, tempat untuk persiapan operasi penangkapan (mempersiapkan alat tangkap, bahan bakar, air, perbaikan alat tangkap, ataupun kapal), tempat untuk berlabuh kapal perikanan.

b) Sebagai pusat distribusi, antara lain: tempat transaksi jual beli ikan, sebagai terminal untuk mendistribusikan, sebagai terminal ikan hasil laut.

c) Sebagai pusat kegiatan masyarakat nelayan antara lain sebagai pusat : kehidupan nelayan, pengembangan ekonomi masyarakat nelayan, lalu lintas dan jaringan informasi antara nelayan dengan pihak luar.

II.6. Kapal Penangkap Ikan

Kapal penangkap ikan merupakan kapal yang dapat menangkap ikan dengan mudah dengan peralatan tangkap yang ada di dalam kapal tersebut. Secara garis besar dapat ditulis karakteristik dari kapal penangkap ikan yang akan dihasilkan, yaitu:

1. Direncanakan kapal mempunyai keutamaan spesifikasi seperti memiliki alat tangkap dan penampungan ikan tangkapan;

2. Mampu berlayar pada siang maupun malam hari;

3. Mudah dan cepat dalam pemeliharaan badan kapal maupun mesin;

4. Material yang digunakan diusahakan dari jenis material yang mudah dalam pengadaan dan murah perawatan serta biaya operasionalnya; dan

5. Memiliki kestabilan yang cukup baik dan maneuverability yang baik.

Sumber: seputarkapal.com Gambar II-4 Kapal penangkap ikan

(32)

16

II.7. Jenis Alat Tangkap Ikan

Jenis penangkap yang digunakan dalam pemanfaatan sumber daya tuna disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan sasaran. Tuna merupakan ikan perenang cepat yang bergerombol. Selain itu Pemerintah juga melerang penggunaan alat penangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2 / Permen-KP / 2015. Oleh karena itu, alat penangkap ikan yang digunakan haruslah yang sesuai dengan perilaku ikan tersebut. Ada lima macam alat penangkap tuna, yaitu rawai tuna, huhate, handline. pukat cincin, dan jaring insang (academia.edu, 2017).

 Rawai Tuna (tuna longline)

Rawai tuna atau tuna longline adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner biasanya mengoperasikan 1.000 – 2.000 mata pancing untuk sekali turun. Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera.

Sumber: alamikan.com Gambar II-5 Rawai Tuna

Alat tangkap ini bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan. sehingga kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arah arus atau sering disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya mata pancing diangkat kembali ke atas kapal. Umpan longline harus bersifat atraktif. misalnya sisik ikan mengkilat, tahan di dalam air, dan tulang punggung kuat. Umpan dalam pengoperasian alat tangkap ini berfungsi sebagai alat pemikat ikan. Jenis umpan yang digunakan umumnya ikan pelagis kecil, seperti lemuru (Sardinella sp.), layang (Decopterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan bandeng (Chanos chanos) (alamikan.com, 2015).

(33)

17  Huhate (pole and line)

Huhate atau pole and line khusus dipakai untuk menangkap cakalang. Tak heran jika alat ini sering disebut “pancing cakalang”. Huhate dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan. Terdapat beberapa keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai tangkap ini berfungsi sebagai alat pemikat ikan. Jenis umpan yang digunakan umumnya ikan pelagis kecil, seperti lemuru (Sardinella sp.), layang (Decopterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.).

Sumber: ilmunautikaperikanan.blogspot.co.id Gambar II-6 Pole and Line

Kapal didesain dengan konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing. Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah deck, terdapat sprayer dan di deck terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air. Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan memancing. Pemancing I adalah pemancing paling unggul dengan kecepatan mengangkat mata pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemancing I diberi posisi di bagian haluan kapal, dimaksudkan agar lebih banyak ikan tertangkap. Pemancing II diberi posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal. Sedangkan pemancing III berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau sudah lamban. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal. Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini

(34)

18

akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah teri (Stolephorus spp.) (ilmunautikaperikanan.blogspot.co.id, 2016).

 Pancing Ulur (handline)

Handline atau pancing ulur dioperasikan pada siang hari. Konstruksi pancing ulur sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal.

Sumber: mancingmania.com Gambar II-7 Handline

Pengoperasian alat ini dibantu menggunakan rumpon sebagai alat pengumpul ikan. Pada saat pemancingan, satu rumpon dikelilingi oleh lima unit kapal, masing-masing kapal berisi 3-5 orang pemancing. Umpan yang digunakan adalah ikan segar yang dipotong-potong. Hasil tangkapan utama pancing ulur adalah tuna (Thunnus spp.) (mancingmania.com, 2016).

 Pukat Cincin (purse seine)

Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Dewasa ini tidak terlalu banyak dilakukan penangkapan tuna menggunakan pukat cincin, kalau pun ada hanya berskala kecil.

Sumber: weru-paciran.blogspot.co.id Gambar II-8 Pukat Cincin

(35)

19 Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line di antara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat meloloskan diri. Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk. Pukat cincin dapat dioperasikan siang atau malam hari. Pengoperasian pada siang hari sering menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Sedangkan alat bantu pengumpul yang sering digunakan di malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan lampu petromaks. Gafa et al. (1987) mengemukakan bahwa payaos selain berfungsi sebagai alat pengumpul ikan juga berfungsi sebagai penghambat pergerakan atau ruaya ikan, sehingga ikan akan berada lebih lama di sekitar payaos. Uktolseja (1987) menyatakan bahwa payaos dapat menjaga atau membantu cakalang tetap berada d lokasi pemasangannya selama 340 hari (suksesmina.wordpress.com, 2014).

 Jaring insang (gillnet)

Jaring insang merupakan jaring berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama di sepanjang jaring. Dinamakan jaring insang karena berdasarkar cara tertangkapnya, ikan terjerat di bagian insangnya pada mata jaring. Ukuran ikan yang tertangkap relatif seragam.

Sumber: perikanan38.blogspot.co.id Gambar II-9 Jaring Insang

Pengoperasian jaring insang dilakuka secara pasif. Setelah diturunkan ke perairan, kapal dan alat dibiarkan drifting, umumnya berlangsung selama 2-3 jam. Selanjutnya dilakukan pengangkat jaring sambil melepaskan ikan hasil tangkapan ke palka (perikanan38.blogspot.co.id, 2016).

(36)

20

II.8. Kapal Penangkap Ikan Tradisional Kabupaten Lamongan

Kapal penangkap ikan di Kabupaten Lamongan memiliki bentuk yang khas Jenis kapal ini adalah salah satu alat angkut nelayan yang menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak pada era 80'an, selain ethek. Dan beberapa dari orang tua pada jaman itu menyebutnya sebagai Perahu BC. Jenis kayu yang digunakan pada kapal ini adalah kayu jati. Alat tangkkap yang digunakan adalah cantrang atau pukat cincin. Tenaga penggerak pada kapal ini menggunakan tiga mesin penggerak dengan tiga propeller. Kapal ini penyebaran penggunaannya ada di daerah seperti Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan.

Gambar II-10 Kapal ikan tradisional Kab. Lamongan

Kapal ini tidak dapat merapat atau mendarat untuk bongkar muat di pelabuhan Brondong, karena tonasenya yang besar serta karang dangkal yang akan menghalangi mereka masuk ke area pelabuhan. Untuk itu mereka cukup lego jangkar sejauh sekitar seratus atau dua ratus meter ke utara dari anjir yang menjadi patokan area karang. Anjir juga sebagai plawangan/patokan kapal nelayan yang lebih kecil untuk aktifitas keluar atau masuk ke pelabuhan tatkala air sedikit surut sehingga tidak membahayakan aktifitas merek.

Jadi, untuk membongkar atau menaik turunkan muatan, perbekalan dan seluruh belah/ABK mereka membutuhkan stakeholder yang menggunakan ethek dengan mesin tempel. Terkadang juragan yang mempunyai banyak kapal juga mempunyai ethek sendiri yang dioperasikan oleh anak buah mereka yang tidak melaut (naval-info.blogspot.co.id, 2012).

II.9. Fiberglass

Fiberglass disebut juga dengan serat kaca. Fiberglass digunakan dalam berbagai keperluan, seperti memperkuat bahan plastik dalam olahraga mobil, body kapal dan perlengkapan kamar mandi, sebagai isolasi dalam bangunan, stoves, kulkas dan furniture

(37)

21 manufaktur tertentu dan produk tekstil, seperti jendela fiberglass drapes. Struktur dan ukuran serat kaca ini bervariasi. Serat yang lebih kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata dapat masuk ke dalam paru-paru, sedangkan yang lebih besar, partikel fiberglass dapat terlihat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, hidung dan tenggorokan (caramembuatkapalfiber.blogspot.co.id,2009).

Ada beberapa cara untuk mengurangi risiko terkena debu serat fiberglass dan bahan beracun yang sering digunakan sebagai campurannya. Adanya undang-undang untuk melindungi pekerja dari bahaya dan resiko pekerjaan. The Occupational Safetyand Health Administration (OSHA), melalui Standar Komunikasi Bahaya, mengharuskan memberi pengarahan pada pekerja tentang bahaya pekerjaan mereka . Banyak negara yang telah memeberi pengarahan terhadap pekerjanya dan masyarakat pada umunya tentang undang undang ini (caramembuatkapalfiber.blogspot.co.id,2009).

Lingkungan kerja yang cukup ventilasi adalah hal yang sangat penting. adanya penghisap debu , penyempot debu dan prosedur penyapu (sweeping) basah dapat membantu dalam mengurangi debu yang disebabkan oleh fiberglass. Sweeping kering atau jenis lainnya , membersihkan debu yang dapat menyebarkan debu fiberglass ke udara harus dihindari. Informasi tentang sistem ventilasi efektif untuk menghilangkan debu fiberglass. Pakaian pelindung dan peralatan sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya dapat membantu mencegah masalah kulit dengan mengurangi kontak langsung dengan serat kaca. Masker debu dapat membantu mencegah atau mengurangi penghirupan partikel kecil dari fiberglass. kacamata yang sesuai dan digunakan dengan benar dapat mencegah iritasi mata. gunakan Respirators (alat pernapasan) jika perlu, untuk mengurangi kontak dari debu serat dan bahan kimia. Respirator dipilih berdasarkan pada ukuran dan konsentrasi dari partikel fiberglass (caramembuatkapalfiber.blogspot.co.id,2009).

Material fiberglass merupakan material yang tidak beracun namun debu yang dihasilkan oleh material fiberglass dari proses pengerjaan dapat mengakibatkan iritasi pada bagian bagian tubuh pekerja. Dengan perlakuan dan pengerjaan yang benar segala resiko dapat dihindari. Penggunaan resin polyester dapat di ganti dengan ecopoxy supaya fiberglass yang dihasilkan lebih ramah lingkungan (inspectapedia.com, 2017).

(38)

22

(39)

23

BAB III

METODOLOGI

III.1. Metode

Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana langkah-langkah dalam pengerjaan Tugas Akhir. Digambarkan dengan diagram alir pengerjaan pada Gambar III.1. Kemudian dijelaskan setiap poin yang ada dalam diagram alir berikut.

III.1.1. Diagram Alir

(40)

24

III.2. Proses Pengerjaan

Dalam mendesain kapal penangkap ikan berbasis kearifan lokal Kabupaten Lamongan terdiri dari beberapa tahap meliputi:

III.2.1. Latar Belakang

Latar belakang merupakan suatu keadaan dimana tugas akhir ini bisa ada. Latar belakang pada tugas akhir ini merupakan masalah-masalah atau kondisi-kondisi dimana yang harus dipelajari untuk mendapatkan permasalahan dan menentukan apa yang harus diangkat pada sebuah tugas akhir.

III.2.2. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah

Identifikasi masalah ini merupakan tindak lanjut dari kondisi-kondisi yang ada pada latar belakang yang ada. Dari latar belakang di telaah untuk mencari masalah masalah apa yang bisa diselesaikan.

Perumusan masalah adalah penentuan masalah yang harus diselesaikan pada tugas akhir ini. Masalah yang harus di selesaikan harus dipenuhi pada kesimpulan atau hasil pada tugas akhir.

III.2.3. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan beserta teori-teori yang terkait dengan Tugas Akhir ini. Studi yang dilakukan antara lain mengenai:

1. Letak Kabupaten Lamongan

Letak Kabupaten Lamongan harus dipelajari untuk mengetahui dimana kapal akan dioperasikan. Kondisi kondisi dan prospek perikanan dilamongan juga harus diketahui untuk mendapatkan hasil pengerjaan yang maksimal dan berguna bagi masyarat pesisir daerah lamongan. Dengan mempelajari letak dan potensi-potensi yang ada pada pesisir kabupaten lamongan, tugas akhir ini akan semakin maksimal dan dapat membantu mendapatkan data yang tidak kita peroleh pada saat survey.

2. Kapal Penangkap Ikan Pada Umumnya

Studi mengenai kapal penangkap ikan pada umumnya yaitu untuk mengetahui seperti apa kapal ikan itu sendiri sebagai perbandingan dengan kapal ikan tradisional masyarakat Kabupaten Lamongan.

(41)

25 3. Jenis Alat Tangkap Ikan

Alat tangkap ikan adalah hal yang tidak dapat terlepas dari kapal penangkap ikan. alat penangkap ikan harus dipelajari untuk memilih alat tangkap yang cocok yang akan diterapkan pada kapal penangkap ikan yang baru.

4. Kapal Penangkap Ikan Tradisional Kabupaten Lamongan

Kapal tradisional ini juga dipelajari sebagai objek desain sebagai parameter untuk memaksimalkan desain kapal dari perubahan desain dengan masyarakat Kabupaten Lamongan.

III.2.4. Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan pada pengerjaan tugas akhir ini adalah data kapal penangkap ikan tradisional Kabupaten Lamongan yang berukuran 27 GT. Kapal dengan penggerak tiga buah mesin truck dengan ukuran tiap mesinnya 120 Ps. Data yang harus diperoleh pada pengerjaan tugas akhir ini meliputi, ukuran utama kapal, rencana garis, rencana umum, karakteristik kapal, dan pengoperasian kapal. Data yang diperoleh dari survey ini digunakan sebagai acuan desain dan juga sebagai bahan parameter keunggulan dari desain kapal baru.

III.2.5. Mendesain Kapal Penangkap Ikan Tradisional Kabupaten Lamongan

Desain kapal penangkap ikan Kabupaten Lamongan ini yaitu desain kapal tradisional yang ada pada saat ini yang masih digunakan untuk menangkap ikan oleh masyarakat nelayan Kabupaten Lamongan. Desain ini digunakan sebagai bahan analisis mengapa masyarakat nelayan masih menggunakan kapal tradisional tersebut. Kapal tradisional ini juga digunakan untuk objek sebagai parameter pada pengerjaan Tugas Akhir ini.

III.2.6. Analisis Lambung Kapal Tradisional

Pada proses analisis ini dimaksutkan untuk memperoleh data kapal yang ada pada masyarakat. Pada proses ini kapal tradisional juga dibandingkan dengan desain kapal ikan pada umumnya untuk memperoleh penyebab mengapa masyarakat kabupaten lamongan lebih memilih menggunakan kapal tradisional mereka. Dari proses perbandingan akan didapatkan permasalahan permasalahan mengapa kapal tradisional masyarakat Kabupaten Lamongan masih dipakai oleh mereka. Dengan data-data itulah yang digunakan acuan untuk mendesain kapal penangkap ikan berbasis kearifan lokal Kabupaten Lamongan yang lebih efisien dari kapal tradisional namun masyarakat nelayan Lamongan dapat menerima desain tersebut.

(42)

26

III.2.7. Mendesain Kapal Penangkap Ikan Baru

Proses mendesain pada desain kapal baru ini yang dimaksut adalah melakukan desain kapal penangkap ikan fiberglass berbasis kearifan lokal Kabupaten Lamongan. Desain ini diharapkan lebih bagus dan bisa diterima oleh masyarakat Kabupaten Lamongan. Desain ini sudah meliputi desain keseluruhan hingga selesai.

III.2.8. Pembuatan Layout 3D

Setelah melakukan desain kapal baru yang dapat diterima oleh masyarakat Kabupaten Lamongan, kemudian dilakukan pembuatan layout 3D dengan menggunakan software sketchup. Hal ini merupakan proses akhir dari pembuatan Tugas Akhir ini.

III.2.9. Pembuatan Laporan Tugas Akhir

Laporan tugas akhir ini adalah laporan yang dimana didalamnya menjelaskan hasil-hasil yang telah dilakukan pada pengerjaan tugas akhir. Pada laporan akan di lampirkan data-data yang mendukung tugas akhir yang telah dikerjakan seperti data survey dan data pada saat melakukan desain.

III.3. Lokasi Pengerjaan

Lokasi pengerjaan pada tugas akhir ini ada dua yaitu lokasi survey kapal tradisional dan lokasi pengerjaan desain kapal baru kapal penangkap ikan. Survey dilakukan di Kabupaten Lamongan Kecamatan Brondong. Sedangkat untuk pengerjaan desain kapal ikan baru dilakukan pada Laboratorium Perancangan Departemen Teknik Perkapalan ITS.

(43)

27

BAB IV

TINJAUAN DAERAH

IV.1. Kabupaten Lamongan

Kabupaten Lamongan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Letak Kabupaten Lamongan berada di pesisir utara Pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Batas sebelah timur Kabupaten Lamongan adalah Kabupaten Gresik, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Jombang, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro dan Tuban. Secara geografis Kabupaten Lamongan terletak pada 60 sampai dengan 70 lintang selatan dan diantara garis bujur timur 1220. Kabupaten

Lamongan memiliki 27 kecamatan dan terdiri atas 474 desa (eastjava.com, 2015).

Sumber: maps.google.id

Gambar IV-1 Peta Kabupaten Lamongan di Jawa Timur

Luas wilayah dari Kabupaten Lamongan kurang lebih 1.812,8 km2 atau kurang lebih

3,78% luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Karena terletak di pesisir pantai, Kabupaten Lamongan memiliki panjang garis pantai Lamongan sepanjang 47 km dengan wilayah pesisir laut seluas 902,4 km2 dengan catatan apabila di hitung 12 mil dari permukaan laut. Dilihat dari letak dan luas daerah pesisir, profil Kabupaten Lamongan dibidang perairan cukup luas dan berpotensi tinggi (kabupatenlamongan.blogspot.co.id, 2012).

Dengan luas pesisir yang mumpuni Kabupaten Lamongan mampu memberikan kontribusi sebesar 15,25% dari total produksi ikan di Jawa Timur atau merupakan penghasil

(44)

28

ikan terbesar di Jawa Timur. Kontribusi terbesar produksi ikan di Kabupaten Lamongan disumbang oleh produksi ikan air tawar dan produksi perikanan laut. Hal ini didukung dengan luasnya tambak ikan dengan area 22.422,49 hektar dan perikanan laut yang didukung dengan 19.994 nelayan dan 5.385 armada kapal penangkap ikan. Kabupaten Lamongan juga di dukung dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong yang merupakan Pelabuhan Perikanan Nusantara tipe B (lamonganoke.wordpress.com, 2013).

IV.2. Pelabuhan Perikanan Nasional Brondong

Lokasi Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong terletak di Kel. Brondong, Kec. Brondong, Kab. Lamongan, Jawa Timur dengan posisi koordinat secara geografis pada 06o 53’ 30, 81” LS dan 112o 17’ 01, 22” BT.

Sumber: pusatstudisumberdayapesisirlaut.blogspot.co.id Gambar IV-2 Letak Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong

Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong berdiri sekitar tahun 1936, dimana berawal dari peristiwa tenggelamnya Kapal Van Der Wick milik Hindia Belanda. Pada saat itu nelayan yang berada di sekitar lokasi kejadian menolong para korban kapal van der wick tersebut. Kejadian ini dibuktikan dengan didirikannya tugu mercusuar yang terletak di area Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong saat itu masih berupa Pusat Pendaratan Ikan (PPI) yang dikelola oleh pemerintah daerah setempat dengan fasilitas hanya berupa Gedung TPI sebagai tempat nelayan Brondong dan sekitarnya untuk mendaratkan ikan hasil tangkapannya (djpt.kkp.go.id, 1992).

Semakin meningkatnya aktifitas dan kegiatan perikanan tangkap di wilayah pelabuhan, sehingga pada tahun 1978 statusnya meningkat menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) yang pengelolaannya dibawah pemerintah pusat yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan.

(45)

29 Selanjutnya berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 428/KPTS/410/1987, tanggal 14 Juli 1987 secara resmi ditetapkan menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan Nusantara (Type B) sampai saat ini dan menjalankan aktivitas bongkar muat dan pemasaran hasil perikanan rata-rata 30 - 150 ton per hari (djpt.kkp.go.id, 1992).

Pelabuhan Perikanan Tipe B adalah pelabuhan perikanan yang memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Tersedia lahan seluas 30-40 hektar. 2. Dapat menerima kapal di atas 50-100 GT.

3. Dapat melayani kapal perikanan minimal 50 unit/hari. 4. Jumlah ikan yang didaratkan 100 ton/hari.

5. Tersedia fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri perikanan.

IV.3. Karakteristik Masyarakat Pesisir Kabupten Lamongan

Masyarakat pesisir Kabupaten Lamongan mayoritas bekerja dibidang perikanan baik perikanan tambak maupun perikanan hasil laut. Hal tersebut sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Masyarakat pesisir lamongan adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi budaya yang dimiliki mereka, tidak luput dari budaya mereka yaitu cara menangkap hasil laut dalam kehidupan sehari hari. Kapal penangkap ikan yang mereka gunakan untuk melaut juga masih sangat khas dengan kapal penangkap ikan tradisional yang dimiliki masyarakat lamongan itu sendiri.

Masyarakat pesisir lamongan ini memiliki karakteristik kapal penangkap ikan yang relatif unik dibanding dengan daereah di jawa timur lainnya. Pada saat ini kapal tradisional sudah sedikit modern dengan menggunakan mesin diesel sebagai penggerak utama, bukan dengan layar, namun bentuk lambung (seperti mangkuk) dan bahan baku kapal (kayu) masih menggunakan warisan dari yang terdahulu. Kemajuan zaman yang terjadi pada masyarakat pesisir lamongan ini masih sangat lambat.

Masyarakat pesisir lamongan belum menyadari bahwa bahan baku kapal yaitu kayu jati sudah semakin sulit didapatkan, dengan kata lain semakin langka. Bentuk badan kapal yang sangat gemuk itu juga membuat mesin yang mereka gunakan sangatlah besar jika di lihat dari ukuran kapalnya.

Melihat proses pembuatan kapal yang ada di galangan kapal tradisional juga masih sangatlah tradisional. Hal tersebut dapat dilihat dari cara melakukan pembengkokan kayu yang mereka gunakan. Cara pembengkokan kayu dilakukan dengan melakukan pemanasan pada

(46)

30

kayu dengan satu tumpuan di ujung dan ujung yang lain diberi beban. Hal ini membuat pengerjaan kapal yang mereka lakukan menjadi lama, namun tetap saja mereka masih menggunakan teknik tersebut karena tidak ada terobosan baru untuk memberikan mereka jalan keluar yang tepat untuk mengembangkan dunia penangkapan ikan di pesisir lamongan.

Kementrian kelautan dan perikanan memberikan bantuan berupa kapal namun di tolak oleh masyarakat nelayan Lamongan. Hasil survey mendapatkan keterangan bahwa penolakan bantuan berupa kapal penangkap ikan tersebut dikarenakan karena beberapa faktor meliputi:

1. Desain kapal yang sangat jauh berbeda dengan kapal tradisional masyarakat Lamongan. Desain kapal bantuan memiliki bentuk yang ramping dengan cara pengoperasian yang sangat berbeda.

2. Kapal yang berukuran terlalu kecil membuat kesulitan jika dioperasikan di laut lepas. Sedangkan masyarakat pesisir lamongan mencari ikan hingga hingga Banjar Masin dan perairan Sulawesi

3. Bahan dasar fiberglass yang masyarakat sendiri sangat kurang wawasan tentang bahan tersebut.

(47)

31

BAB V

ANALISIS TEKNIS

V.1. Kapal Penangkap Ikan Tradisional Kabupaten Lamongan 27 GT V.1.1. Ukuran Utama

Ukuran utama ditentukan dengan hasil survey terhadap (Bapak Ali) salah satu pemilik kapal tradisional yang dilakukan dengan pengukuran kapal berukuran 20-30 GT. Pada survey yang telah dilakukan untuk penentuan ukuran utama kapal dipilih kapal tradisional kabupaten lamongan 27 GT dengan nama kapal OCEAN BUTS. Kapal dengan muatan 25 ton ikan ini menjadi patokan atau bahan untuk dilakukan desain kapal baru. Ukuran utama kapal tradisional Kabupaten Lamongan OCEAN BUTS 27 GT dari hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel V-1.

Tabel V-1 Ukuran Utama Kapal pada saat survey

LOA 14 m LWL 13 m B 6 m BSARAT 5.4 m T 1,6 m H 4.322 m VS 5-7 knot

Pengukuran offset kapal juga dilakukan untuk membuat model kapal pada software maxsurf. Setelah dilakukan permodelan pada maxsurf kapal tradisional OCEAN BOAT 27GT ini dapat diketahui ukuran utama yang lainnya. Pada software maksurf dapat dilihat data kapal di bagian calculate hydrostatics. Dari data calculate hydrostatics ukuran utama kapal seperti yang tertera pada tabel V-2.

Tabel V-2 Ukuran utama kapal tradisional di maxsurf

LOA 14 m

LWL 13.0027 m

B 6 m

BWL 5.4432 m

Gambar

Gambar II-2 Letak Kabupaten Lamongan di Peta Jawa Timur
Gambar II-10 Kapal ikan tradisional Kab. Lamongan
Gambar III-1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir
Gambar IV-1 Peta Kabupaten Lamongan di Jawa Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model problem based instruction dapat

Dalam penelitian ini pembuatan desain pembelajaran bermuatan nilai dengan model pembelajaran kooperatif inkuiri difokuskan pada topik hukum- hukum dasar kimia,

Analisa yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan  persentase dari variabel independen (tingkat kecemasan keluarga) dan variabel dependen (kemampuan

Untuk mengetahui hubungan antara keadaan sosial ekonomi ibu dengan kecemasan yang dialami ibu menjelang persalinan dilakukan Uji Chi Square yang disajikan pada

tersebut seringkali disebut dengan kekerasan domestik. Kekerasan domestik sebetulnya tidak hanya menjangkau para pihak dalam hubungan perkawinan antara suami dengan istri saja,

Hasil uji beda terhadap kelompok yang memiliki dan tidak memiliki relasi yang hangat dengan teman sebaya tidak menghasilkan skor yang signifikan pada variabel kepuasan hidup (t

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui makna dan simbolis yang terdapat dalam upacara Accera Kalompoang yang dilaksanakan di rumah adat Balla Lompoa Kabupaten Gowa.. (2)

pengarahan. Seperti perangkat Desa Mojodelik selaku mediasi antara masyarakat dan pihak migas selalu memberikan arahan agar uang ganti rugi pembebasan lahan untuk