• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFFECT OF ZEOLITE ADDITION TO BROWN PLANTHOPPER PRESENCE ON SOME VARIETIES OF RICE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFFECT OF ZEOLITE ADDITION TO BROWN PLANTHOPPER PRESENCE ON SOME VARIETIES OF RICE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

74

EFFECT OF ZEOLITE ADDITION TO BROWN PLANTHOPPER PRESENCE ON

SOME VARIETIES OF RICE

Sidiq Dwi W1), Sholahuddin2), Ato Sulistyo2) 1)

Undergraduate Student of Study Program of Agrotechnology, Faculty of Agriculture, the University of Sebelas Maret (UNS) in Surakarta

2)

Lecturer Staff at Study Program of Agrotechnology, Faculty of Agriculture, the University of Sebelas Maret (UNS) in Surakarta

Contact Author:

ABSTRACT

Brown plant hopper (BPH) is a major pest of rice plants, it damaging directly by suck plant fluids and also infect the grassy stunt virus and rice ragged stunt virus. Various efforts still not be able to solve this problem. So we need a more precise effort to overcoming it, that effort is by increasing plant resistance through the addition of compound silicate (Si) in the soil. The Addition of zeolite silicate (Si) could induce plant resistance against BPH. This research was supposed to study the effect of zeolite addition to the presence of BPH and the effect on the growth and yield of rice plant. The research was held in Split Plot Design, conventional farming (without the addition of zeolite) and the addition of zeolite as main plot. Subplot is rice varieties, consists of four levels Inpari 13, Ciherang, Sunggal and Batang Pariaman. The results of the research showed that zeolite addition (900 kg/ha) on some rice varieties don’t give effect to the presence of imago’s BPH, but showed a trend that zeolite affect the presence of BPH’s nymphs. The highest average population of BPH’s nymphs and imagos found in the conventional cultivation without zeolite addition in Inpari 13 variety (8,56 individuals per hills), and the lowest found in the conventional cultivation with zeolite addition in Sunggal variety (4,4 individuals per hills) at 6 weeks after planting. The highest damage percentage of the crop found in the conventional cultivation with zeolite addition in Ciherang, Sunggal and Batang Pariaman varieties (90%), while the lowest damage percentage of the crop found in the conventional cultivation without zeolite addition in Inpari 13 variety (55,9%). With those conditions (BPH’s population and the percentage of damage), the conventional cultivation technique without zeolites addition in Inpari 13 variety showed the highest plant growth and best results.

Keywords: rice, brown plant hopper, zeolite

JOURNAL OF AGRONOMY RESEARCH

Warsito SD, Sholahuddin, Sulistyo Ato (2013) Effect of zeolite addition to brown planthopper presence on some varieties of rice. J Agron Res 2(4):74-80

warsito sd, sholahuddin, sulistyo ato (2013) Pengaruh pemberian zeolit terhadap keberadaan wereng batang coklat pada beberapa varietas padi. J Agron Res 2(4): 74-80

PENDAHULUAN

Tanaman padi merupakan tanaman pangan utama untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi penduduk Indonesia. Akan tetapi dalam upaya budidaya tanaman padi masih banyak menemui kendala, salah satunya yaitu terjadinya serangan hama wereng batang coklat (WBC). WBC merupakan hama utama tanaman padi. Serangan WBC sangat berarti mengurangi hasil padi bagi petani, bahkan sering juga menyebabkan gagal panen (puso). Pada MT (musim tanam) 2005 luas serangan WBC di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat mencapai 46.000 ha (BBPTP 2009).

Luas serangan wereng batang coklat terhadap areal tanaman padi pada periode Januari hingga April 2010 mencapai 26.892 ha dengan areal puso seluas 274 ha (Kementrian Pertanian 2010 dalam Irianto 2010).

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh petani dan pemerintah untuk mengendalikan hama WBC masih belum bisa benar-benar mengatasi permasalahan hama WBC ini. Sehingga perlu upaya yang lebih tepat dalam menanggulanginya. Salah satu cara yaitu dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama melalui penambahan senyawa silikat (Si) dalam tanah. Secara

(2)

75

umum pemberian Silikat (Si) dapat meningkatnya kekuatan jaringan tanaman, kekerasan jerami, dan ketegaran daun padi (kekerasan fisik), sehingga dapat meningkatkan ketahanan tanaman padi terhadap serangan hama dan penyakit (Yoshida 1975).

Pemberian zeolit pada tanah persawahan merupakan upaya dalam penambahan silikat (Si). Peranan zeolit dengan kandungan beberapa macam unsur hara di dalamnya dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi. Selain itu, kandungan silikat (Si) yang tinggi di dalam zeolit merupakan sifat dominan yang berperan sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap hama dan penyakit. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian zeolit terhadap keberadaan WBC pada beberapa varietas tanaman padi serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Joho Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo mulai bulan Mei sampai bulan November 2012. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan petak utamanya (main plot) yaitu budidaya konvensional dengan perlakuan penambahan zeolit (Z1) dan konvensional (tanpa penambahan zeolit) (Z0). Anak petak (sub plot) adalah varietas padi yang terdiri dari empat taraf antara lain varietas Inpari 13 (V1), Ciherang (V2), Sunggal (V3) dan Batang Pariaman (V4). Sehingga terdapat 8 kombinasi perlakuan, masing-masing kombinasi perlakuan diulang 9 kali. Peubah yang diamati meliputi populasi WBC, persentase kerusakan, tinggi tanaman, jumlah

anakan, berat berangkasan, dan berat 1000 biji. Analisis hasil penelitian menggunakan uji Fisher taraf 5%. Pada pengaruh nyata dilanjutkan dengan Uji DMRT taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi wereng batang coklat (WBC) Nimfa dan imago WBC merupakan stadia yang menyebabkan kerusakan tanaman padi dan menyerang dengan cara menghisap cairan tanaman pada bagian pangkal padi. Rata-rata kerapatan populasi nimfa dan imago WBC per minggu disajikan pada Gambar 1. dan Gambar 2.

Keterangan :

MST : Minggu Setelah Tanam Z1V1 : zeolit + Inpari 13 Z1V2 : zeolit + Ciherang Z1V3 : zeolit + Sunggal Z1V4 : zeolit + Batang Pariaman Z0V1 : tanpa zeolit + Inpari 13 Z0V2 : tanpa zeolit + Ciherang Z0V3 : tanpa zeolit + Sunggal Z0V4 : tanpa zeolit + Batang Pariaman

Gambar 1. Rata-rata kerapatan populasi nimfa WBC per minggu

Pada 2 MST populasi nimfa sudah muncul di beberapa perlakuan dengan jumlah tertinggi 2,7 ekor per rumpun pada lahan dengan pemberian zeolit varietas Ciherang (Z1V2), nimfa yang muncul sejak 2 MST ini diduga karena adanya telur WBC menempel pada bibit yang digunakan. Telur WBC menetas setelah 7-10 hari, dari telur muncul wereng muda yang disebut nimfa. Nimfa mengalami lima kali pergantian kulit (instar) dan rata-rata yang diperlukan untuk

0 0.51 1.52 2.53 3.54 4.55 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 R ata -r ata p o p u lasi N imfa WB C (e ko r p e r r u mp u n ) Umur Tanaman (MST) Z1V1 Z1V2 Z1V3 Z1V4 Z0V1 Z0V2 Z0V3 2,7 1,5 1,3 0,2 0,2 1,1 1,3 0,2

(3)

76

menyelesaikan stadium nimfa adalah 12,8 hari

dan setelah fase ini menjadi wereng dewasa (Baehaki dan Widiarta 2009). Populasi nimfa mengalami penurunan sampai umur tanaman 5-6 MST yang diduga karena adanya pengaruh zeolit yang mengandung banyak Si pada jaringan tanaman, sehingga tanaman menjadi lebih keras yang menyebabkan nimfa WBC tidak mampu menusukkan alat mulutnya. Lama-lama nimfa mati karena tidak mendapatkan makanan dari tanaman padi. Selain itu, adanya musuh alami Cyrtorhinus lividipennis juga menyebabkan sedikitnya nimfa yang muncul, sebab C. lividipennis memangsa telur WBC sehingga tidak menetas menjadi nimfa. Nimfa dan imago C. lividipennis dapat memangsa semua stadium perkembangan WBC, telur WBC merupakan mangsa utama (Wheeler 2001).

Keterangan :

MST : Minggu Setelah Tanam Z1V1 : zeolit + Inpari 13 Z1V2 : zeolit + Ciherang Z1V3 : zeolit + Sunggal Z1V4 : zeolit + Batang Pariaman Z0V1 : tanpa zeolit + Inpari 13 Z0V2 : tanpa zeolit + Ciherang Z0V3 : tanpa zeolit + Sunggal Z0V4 : tanpa zeolit + Batang Pariaman

Gambar 2. Rata-rata kerapatan populasi imago WBC per minggu

Pada 2 MST terjadi migrasi WBC dari lahan persawahan lain sehingga populasi WBC (imago) meningkat, terutama imago WBC makroptera. Imago makroptera berperan untuk pemencaran saat populasi sudah padat di pertanaman atau saat tanaman sudah tua

atau kondisi sudah hopperburn dan sumber makanan tidak mencukupi kebutuhan lagi (Baehaki 1992). Makroptera terkadang menyerang tanaman padi pada awal musim tanam 10 sampai 20 hari setelah tanam (Kisimoto 1977, Kuno 1979). Perkembangan populasi WBC ini juga diikuti oleh perkembangan musuh alami (predator) sehingga populasinya turun pada 3 MST. Rata-rata kerapatan populasi imago WBC pada 2 MST tertinggi sebesar 8,2 ekor per rumpun pada lahan tanpa pemberian zeolit dengan varietas Ciherang (Z0V2) dan terendah sebesar 2,5 ekor per rumpun pada lahan dengan pemberian zeolit varietas Batang Pariaman (Z1V4) (Gambar 2.). Populasi tersebut terus mengalami penurunan sampai 5 MST dan pada 6 MST terjadi migrasi lagi sehingga populasi imago WBC meningkat, dengan rata-rata tertinggi pada lahan tanpa pemberian zeolit varietas Inpari 13 (Z0V1) sebesar 8,5 ekor dan terendah pada lahan dengan pemberian zeolit varietas Sunggal (Z1V3). Pada 7 MST sampai pengamatan terakhir jumlah populasi imago WBC terus menurun hingga tidak terdapat populasi imago pada akhir pengamatan.

Berdasarkan uji Fisher taraf 5%, diketahui bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap populasi imago WBC, akan tetapi menunjukkan kecenderungan berpengaruh terhadap populasi nimfa WBC serta tidak memberikan interaksi antar perlakuan. Hal ini diduga karena adanya musuh alami yang muncul pada semua perlakuan. Pertumbuhan populasi WBC dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya : lingkungan yang ideal, makanan berlimpah, ruang yang cukup luas, iklim yang optimal dan tidak ada gangguan lainnya 0 2 4 6 8 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 R ata -r ata p o p u lasi Imag o WBC (e ko r p e r r u mp u n ) Umur Tanaman (MST) Z1V1 Z1V2 Z1V3 Z1V4 Z0V1 Z0V2 Z0V3 8.2 2.5 4.4 8.5

(4)

77

(pestisida dan musuh alami) (Oka 1995). Selain itu, pertumbuhan populasi WBC tidak dapat berlangsung terus tanpa batas, sebab ia akan kekurangan makanan bila tanaman padi telah menjadi kering (hopperburn). Sebagian besar populasi WBC akan migrasi dan juga ada sebagian yang ikut mati (Baehaki 1992).

Persentase Kerusakan

Kerusakan yang tampak dari serangan WBC terlihat pada tanaman berupa kelayuan, daun menguning kemudian tanaman mengering dengan cepat (seperti terbakar) akhirnya tanaman mati. Penentuan kerusakan tanaman akibat serangan WBC memiliki 4 kriteria yaitu Ringan (0-25%), Sedang (25-50%), Berat (50-85%), dan Puso (85-100%) (Ditjentan 1986), yang diamati dalam suatu hamparan yang menunjukkan pola penyebaran wereng coklat yang dimulai dari satu titik kemudian menyebar ke segala arah. Rerata persentase kerusakan serangan WBC disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Rerata persentase kerusakan tanaman pada umur tanaman 6-10 MST Lahan budidaya Varietas Persentase kerusakan Konvensional (tanpa pemberian zeolit ) Inpari 13 55.9 b Ciherang 90 a Sunggal 90 a Batang Pariaman 90 a Dengan pemberian zeolit Inpari 13 65.9 b Ciherang 85 a Sunggal 89.8 a Batang Pariaman 87.9 b angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan α = 5%

Tabel 1. memperlihatkan bahwa pada lahan tanpa pemberian zeolit varietas Inpari 13 dan pada lahan dengan penambahan zeolit varietas Inpari 13 menunjukkan kerusakan yang paling rendah dibandingkan perlakuan yang lain dengan nilai rerata persentase kerusakan berturut-turut yaitu 55,9% dan 65,9%. Sedangkan perlakuan yang lain

menunjukkan nilai rerata persentase kerusakan yang sangat tinggi dan bisa menyebabkan fuso (>85%).

WBC yang muncul karena migrasi dari lahan persawahan lain sejak 2 MST dan kemudian muncul lagi pada 6 MST (Gambar 1 dan 2.) diduga menularkan virus kerdil sehingga walaupun jumlah populasi WBC terus menurun, kerusakan pada tanaman terus terjadi dan dengan ketahanan tanaman yang rendah maka pertumbuhan tanaman terganggu bahkan bisa sampai mati. Virus kerdil rumput ditandai oleh bentuk tanaman yang sangat kerdil dengan banyak anakan sehingga menyerupai rumput. Daunnya sempit, pendek, kaku, hijau pucat dan kadang-kadang mempunyai bercak seperti karat (Harahap dan Tjahjono B 1993). Selain itu, kurangnya ketersediaan air juga menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan kerusakan tanaman bertambah tinggi, serta adanya penambahan pupuk Nitrogen pada 5-6 MST. Menurut Baehaki (1992) salah satu faktor yang mendukung perkembangan WBC adalah penggunaan pupuk nitrogen yana tinggi, karena pupuk nitrogen menyebabkan tanaman menjadi sukulen dan lebih lemah jaringannya sehingga tanaman rentan terhadap serangan WBC.

Menurut Yoshida (1975) pemberian Si pada tanaman padi dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama akibat meningkatnya kekuatan jaringan tanaman, kekerasan jerami, dan ketegaran daun. Namun berdasarkan uji Fisher 5%, pemberian zeolit tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap persentase kerusakan tanaman, hal itu berarti bahwa zeolit belum mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan WBC. Sedangkan pada

(5)

78

perlakuan macam varietas memberikan

pengaruh nyata terhadap persentase kerusakan. Hal ini diduga karena ketahanan tanaman yang berbeda pada tiap varietas yang digunakan. Sogawa (1982) menyatakan bahwa ketahanan suatu varietas akan mempengaruhi pertumbuhan dari serangga yang memakannya. Hal ini karena jumlah dan mutu makanan yang diperoleh serangga tidak memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga perkembangan populasi akan terhambat.

Komponen pertumbuhan tanaman

Dalam kondisi jumlah populasi WBC dan persentase kerusakan tanaman yang terjadi di lapang (Gambar 1 dan 2, Tabel 1.), menyebabkan pertumbuhan tanaman yang berbeda-beda pada beberapa varietas tanaman padi. Hal ini ditunjukkan pada pertumbuhan tinggi tanaman (Tabel 2.) dan pertumbuhan jumlah anakan (Tabel 3.)

Tabel 2. Tinggi tanaman beberapa varietas padi pada budidaya konvensional dan dengan pemberian zeolite

Teknik budidaya varietas Tinggi Tanaman (cm) Konvensional (tanpa pemberian zeolite) Inpari 13 59.54±16.06 b Ciherang 27.67±11.31 a Sunggal 28.08±14.53 b Batang Pariaman 30.67±9.4 b Dengan pemberian zeolit Inpari 13 51.03±10.79 b Ciherang 36.06±4.68 a Sunggal 30.63±16.19 a Batang Pariaman 36.52±9.41 a

Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman padi pada lahan tanpa pemberian zeolit varietas Inpari 13 adalah pertumbuhan tanaman yang paling tinggi dibanding dengan yang lain (59,54 cm). Tinggi tanaman pada semua varietas padi yang digunakan dibawah 80 cm, yang berarti tidak sesuai dengan karakteristik tinggi tanaman semua varietas tersebut yaitu 100-115 cm. Hal ini diduga

karena adanya serangan WBC yang menularkan virus kerdil dan tanaman tidak tahan sehingga menghambat tanaman untuk menghasilkan hormon pertumbuhan, tanaman kerdil dan tidak bertambah tinggi. Menurut Takahashi (1995) pengaruh pemberian Silikat paling nyata terlihat pada stadia generatif, sedangkan pada stadia vegetatif pengaruhnya tidak begitu besar.

Faktor lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi tanaman padi, ketersediaan air yang minim karena kekeringan menyebabkan tanaman kekurangan air dan pertumbuhannya terhambat.

Tabel 3. Tinggi tanaman beberapa varietas padi pada budidaya konvensional dan dengan pemberian zeolite

Teknik budidaya varietas Jumlah anakan Konvensional (tanpa pemberian zeolit ) Inpari 13 10.3±3.06 b Ciherang 14.23±6.9 b Sunggal 7.69±4.7 a Batang Pariaman 16.9±8.43 b Dengan pemberian zeolit Inpari 13 12.59±5.24 b Ciherang 8.35±4.38 b Sunggal 6.9±4.28 a Batang Pariaman 8.85±4.21 b

Rata-rata jumlah anakan tertinggi yaitu pada lahan dengan zeolit varietas Batang pariaman dengan jumlah sebesar 16,93 anakan dan terendah pada lahan tanpa pemberian zeolit varietas Sunggal sebesar 8,85 anakan. Berbagai perlakuan yang diberikan hanya mampu membentuk jumlah anakan dibawah rata-rata jumlah anakan yang terbentuk pada budidaya konvensional pada umumnya (15–30 per rumpun) (Kasim 2004). Penularan virus kerdil rumput menyebabkan jumlah anakan yang sangat banyak akan tetapi anakan tersebut bukan anakan produktif.

(6)

79

Komponen Hasil Tanaman

Dalam kondisi jumlah populasi WBC dan persentase kerusakan tanaman yang terjadi di lapang (Gambar 1 dan 2, Tabel 1.),

menyebabkan hasil tanaman yang berbeda-beda pada beberapa varietas tanaman padi. Hal ini ditunjukkan pada rata-rata berat berangkasan dan berat 1000 biji (Tabel 4.). Tabel 4. Berat berangkasan dan Berat 1000 biji beberapa varietas padi pada budidaya

konvensional dan dengan pemberian zeolite

Teknik Budidaya Varietas Berat berangkasan (g) Berat 1000 biji (g)

Segar Kering Basah Kering

Konvensional (tanpa pemberian zeolit ) Inpari 13 96.41±16.98 b 36.43±6.86 b 24.44±1.74 b 19.81±1.80 b Ciherang 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a Sunggal 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a Batang Pariaman 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a Dengan pemberian zeolit Inpari 13 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a Ciherang 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a Sunggal 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a Batang Pariaman 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a

Rata-rata ± standar deviasi dihitung dari 9 ulangan, angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan α = 5%

Pada lahan budidaya konvensional dengan varietas Inpari 13 menunjukkan hasil yang terbaik karena masih dapat dipanen, dengan hasil berat berangkasan segar sebesar 96,47 g dan berangkasan keringnya sebesar 36,43 g serta berat 1000 biji basah sebesar 24,44 g dan mengalami penyusutan sebesar 4,63 g sehingga berat 1000 biji keringnya 19,81 g. Sedangkan pada kombinasi lahan dan varietas yang lain hasilnya tidak bisa dipanen (Tabel 4.). Hal ini diduga karena adanya serangan WBC yang menularkan virus kerdil dan ketahanan tanaman tiap varietas berbeda-beda, serta penambahan zeolit pada semua varietas belum mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap WBC yang menyebabkan tanaman rentan menjadi kering dan lama-lama mati sehingga tidak bisa dipanen. Kurangnya air juga menyebabkan tanaman tidak tumbuh dan menghasilkan dengan baik, sebab air berfungsi sebagai bahan utama fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat sebagai hasil dari tanaman.

KESIMPULAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1) Pemberian zeolit dengan dosis 900 kg/ha pada beberapa varietas tanaman padi tidak memberikan pengaruh terhadap keberadaan imago wereng batang coklat (WBC), akan tetapi menunjukkan kecenderungan berpengaruh terhadap keberadaan nimfa WBC.

2) Rata-rata populasi imago dan nimfa WBC tertinggi dijumpai di lahan tanpa pemberian zeolit dengan varietas Inpari 13 sebesar 8,56 ekor per rumpun dan terendah di lahan dengan pemberian zeolit varietas Sunggal sebesar 4,4 ekor per rumpun pada 6 MST. Persentase kerusakan tanaman paling tinggi terdapat pada lahan dengan pemberian zeolit varietas Ciherang, Sunggal dan Batang Pariaman sebesar 90%, sedangkan terendah pada lahan tanpa pemberian zeolit varietas Inpari 13 sebesar 55,9%.

(7)

80

3) Dalam kondisi jumlah populasi WBC dan

persentase kerusakan yang terjadi di lapang, pada lahan tanpa pemberian zeolit dengan varietas Inpari 13 menunjukkan pertumbuhan tanaman paling tinggi dan hasil yang terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

Baehaki 1992. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Bandung : Penerbit Angkasa.

Baehaki dan Widiarta 2009. Hama Wereng

dan Cara Pengendaliannya pada

Tanaman Padi. Laporan Penelitian BB Padi.

BBPTP 2009. Wereng batang cokelat. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. http://www. bbpadi.litbang.deptan.go.id. Diakses 10 Agustus 2012.

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan 1986. Pengendalian Hama Terpadu Wereng Coklat Pada Tanaman Padi. Jakarta: Ditjentan.

Harahap IS dan Tjahjono B 1993. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Jakarta : Penebar Swadaya.

Kasim M 2004. Manajemen penggunaan air: meminimalkan penggunaan air untuk meningkatkan produksi padi sawah melalui sistem intensifikasi padi (The System of rice intensification-SRI). Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Unand. Padang 2004.

Kementrian Pertanian 2010 dalam Irianto 2010. Tak terbukti Varietas Hibrida sebagai Penyebab Peledakan Wereng Coklat. Merdeka.com. Diakses pada 2 Maret 2013.

Kisimoto R 1977. Brown planthopper migration. - In: Brown planthopper

symposium, 18-22 April 1977,

International Rice Research Institute (ed. IRRI). 15 pp. - IRRI, Manila.

Kuno E 1979. Ecology of the brown planthopper in temperate regions. - In: Brown planthopper. threat to rice production in Asia (ed. IRRI). pp. 45-60. - IRRI, Manila.

Oka 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.

Gadjah Mada University

Press.Yogyakarta.

Sogawa K 1982. The rice brown planthopper: Feeding physiology and host plant interactions. Ann Rev Entomol 27: 49-73.

Takahashi E 1995. Uptake model and physiologic functions of silica. P. 420-433. In: Matsuo T, K Kumazawa, R Ishii, K Ishihara and Hirata (eds). Science of Rice Plant, Volume Two, Physiology. Food and Agriculture Research Center, Tokyo.

Wheeler AG 2001. Biologi of Plant Bugs (Hemiptera:Miridae): Pest, Predator,

Opportunist. New York: Cornell

University Press.

Yoshida S 1975. The Physiology of Silicon in Rice. FFTC-ASPAC. Techn. Bull. 25. 27 hal.

Gambar

Gambar  1.  Rata-rata  kerapatan  populasi  nimfa  WBC per minggu
Gambar  2.  Rata-rata  kerapatan  populasi  imago  WBC per minggu

Referensi

Dokumen terkait

2.3 Menunjukkan sikap responsif, proaktif, konsisten, dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam

Berdasarkan analisis separabilitas, jumlah kelas tutupan lahan di Kabupaten Ciamis yang dapat dibedakan dengan cukup baik secara nilai digital menggunakan citra Landsat 8

Berdasar pada permasalahan tersebut, mendorong lahirnya Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) yang memiliki fungsi diantaranya mengumpulkan semua peta-peta

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Beutoeng, Kecamatan Seunagan Timur, dan Kecamatan Seunagan dalam wilayah masyarakat adat

Dalam rangka pencapaian pembangunan bidang Cipta Karya di Kabupaten Nias Utara, dan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam

Farmakoterapi kerap kali diberikan kepada anak-anak yang mengalami gangguan hiperaktif. Farmakologi yang sering digunakan adalah dekstroamfetamin,

Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan anemia gizi, body image dan perilaku kontrol berat badan dengan kejadian kurang gizi pada remaja putri di