• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TUNA RUNGU POKOK BAHASAN PECAHAN SENILAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TUNA RUNGU POKOK BAHASAN PECAHAN SENILAI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Denpasar - Bali , 6 November 2014 | 165

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA VISUAL

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

TUNA RUNGU POKOK BAHASAN

PECAHAN SENILAI

Luh Made Suriwati

1

, Desak Putu Eka Nilakusmawati

2

, I Wayan Sumarjaya

3

1

SLBB Negeri Sidakarya, Denpasar, suriwati_made@yahoo.com 2

Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Udayana, nilakusmawati_desak@yahoo.com 3

Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Udayana, sumarjaya@unud.ac.id

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan media visual efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik tuna rungu dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode konvensional. Penelitian ini menggunakan model rancangan pre eksperimental design (quasi experiment) dengan jenis desain one shot case study. Penelitian jenis ini peneliti hanya menggunakan perlakuan satu kali yang diperkirakan sudah mempunyai pengaruh, kemudian dilakukan post test. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian materi pecahan senilai untuk kelas IV SDLB.B dengan media visual dan pembelajaran konvensional. Perlakuan diterapkan pada 2 kelompok peserta didik yang masing-masing terdiri dari tujuh orang peserta didik. Soal pretest dan posttest terdiri dari sepuluh soal pecahan senilai. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa peningkatan hasil belajar peserta didik dengan metode konvensional berbeda dengan metode pembelajaran dengan bantuan media visual. Peningkatan rata-rata hasil belajar peserta didik dengan metode konvensional sebesar 1,125 dan peningkatan rata-rata hasil belajar dengan bantuan media visual sebesar 3,375. Berdasarkan peningkatan hasil belajar dengan kedua metode, disimpulkan bahwa pembelajaran dengan bantuan media visual lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional, untuk peserta didik tuna tungu pada pokok bahasan pecahan senilai. Hasil observasi selama pembelajaran dengan kedua metode, diketahui bahwa pembelajaran dengan media visual lebih bisa dimengerti oleh peserta didik tuna rungu karena karakter peserta didik tuna rungu lebih mengerti dengan materi yang bersifat kongkrit dan sulit mengerti hal yang bersifat abstrak.

Kata kunci: media visual, efektivitas media visual, pecahan senilai, peserta didik tuna rungu

1. Pendahuluan

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 menyatakan bahwa: “pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial”. Undang-undang tersebut menjamin persamaan hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 memberi landasan kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang

(2)

166 | Denpasar - Bali, 6 November 2014 sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Undang-undang ini penting keberadaanya karena negara tidak hanya memiliki warga negara yang sempurna secara fisik dan mental tetapi memiliki warga negara yang berkebutuhan khusus yang memerlukan perhatian yang sama dalam segala bidang khususnya bidang pendidikan

Pengajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus diperoleh dari sekolah, salah satu sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus adalah Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan salah satu tempat pendidikan dan juga pengajaran yang diberikan bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa (SLB) dipersiapkan sebagai lembaga pendidikan untuk menangani dan memberikan pelayanan pendidikan secara khusus bagi peyandang berkebutuhan khusus..

Khususnya bagi tuna rungu mereka diterima di sekolah SLBB. Fungsi SLBB adalah sebagai sekolah yang menyediakan kesempatan pendidikan yang sama bagi anak-anak berkebutuhan khusus tuna rungu untuk melanjutkan pendidikan, mengikuti proses pembelajaran yang meningkatkan kualitas diri peserta didik baik kualitas akademis dan kualitas sosial sehingga tujuan pendidikan yang utama yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memanusiakan manusia secara manusiawi bisa tercapai

Permasalahan tuna rungu dalam pembelajaran yang dipengaruhi hilang atau berkurangnya kemampuan mendengar, berakibat berkurangnya penerimaan sumber informasi melalui pendengaran yang berpengaruh dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan, sebab kemampuan penyesuaian sosial sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi. Kekhususan tersebut menyebabkan mereka merasa punya komunitas tersendiri yang bersifat eksklusif.

Tuna rungu sering merasa minder jika menghadapi pergaulan dengan masyarakat normal, contohnya Kadek seorang peserta didik tuna rungu yang merupakan SLBB Negeri Sidakarya Denpasar, mengatakan “ aku tuna rungu aku malu bermain teman yang bisa bicara” hal-hal seperti itulah yang menyebabkan secara psikologi anak tuna rungu merasa terbebani, tersudutkan dan tidak sempurna, yang memicu keputusasaan, rendahnya motivasi dan kepercayaan diri terutama dalam belajar.

Selain kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik tuna rungu, dalam proses pembelajaran di sekolah, guru juga mengalami hambatan yang disebabkan kesulitan memberikan dan penerima informasi oleh peserta didik yang disebabkan karena keterbatasan kosakata dan kemampuan abstrak yang sangan minim, selain itu keterbatasan buku ajar atau buku ajar yang sering disamakan dengan regular, alat bantu pembelajaran, serta keterbatasan guru dalam inovasi pembelajaran dengan media IT sangat berpengaruh terhadap ketuntasan dalam proses penyampaian materi pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagamanakah cara meningkatkan hasil belajar peserta didik?; Bagaimanakah hasil belajar peserta didik menggunakan metode konvensional?; Bagaimanakah hasil belajar jika pembelajaran dilakukan dengan bantuan media visual?; Bagaimanakah efektivitas metode konvensional dibandingkan dengan metode visual?. Berdasarkan beberapa masalah diatas tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan media visual efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik tuna rungu dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode konvensional.

Menurut Nugroho [6], pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusian. Artinya pendidikan diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari segala persoalan hidup yang dihadapi. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan sangat dirasa penting untuk menunjang kebutuhan manusia dalam menghadapi persoalan hidup.

Widati, S., dkk.[7] memaparkan bahwa pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Artinya keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak berpengaruh bagaimana proses pembelajaran dapat

(3)

Denpasar - Bali , 6 November 2014 | 167 berlangsung secara efektif. Pemahaman seorang guru tentang anak berkebutuhan khusus, terhadap makna pembelajaran yang berpengaruh terhadap cara mengajarnya

Pelaksanaan pendidikan berkebutuhan khusus dalam memberikan persamaan hak dengan anak biasa dilandasi pandangan bahwa anak berkebutuhan khusus, sama dengan anak normal. Perbedaannya adalah pada potensinya yang beragam dan hal ini tentunya penjadi perhatian dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya mendahulukan persamaanya dengan anak lain dan dalam pembelajaran melihat perbedaan potensinya (Nani, E. [5])

Berkaitan dengan pembelajaran yang spesifik, Mohammad Efendi (Nugroho [6]) menyatakan berdasarkan tujuan pendidikan, secara terinci tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: (1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20 – 30 dB (slightlosses). Untuk kepentingan pendidikan pada anak tunarungu kelompok ini cukup hanya memerlukan latihan membaca bibir untuk pemahaman; (2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30 – 40 dB (mild losses). Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara artikulasi, serta latihan kosakata; (3) Anak tunarungu yang kehilangan pendegarannya antara 40 – 60 dB (moderet losses). Kebutuhan layanan pendidikan untuk kelompok anak tunarungu ini meliputi artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata, serta perlu menggunakan alat bantu dengar untuk membantu ketajaman pendengaran; (4) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60 – 75 dB (severelosses). Kebutuhan pendidikan kelompok anak tunarungu ini perlu latihan pendengaran intensif, membaca bibir, dan latihan pembentukan kosakata; (5) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB keatas (profoundly losses). Kebutuhan layanan pendidikan anak tunarungu kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan menggunakan pengajaran khusus, seperti tactile kinesthetic, visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan indranya yang tersisa.

Berkaitan dengan pembelajaran, menurut TIM FKIP-UMS (Nugroho [6]), dijelaskan bahwa alat peraga adalah semua alat bantu proses pendidikan dan pengajaran yang dapat berupa benda atau perbuatan dari yang kongkrit sampai dengan yang abstrak yang dapat mempermudah dalam pemberian pengertian (penyampaian konsep) kepada peserta didik. Dengan bantuan alat peraga yang sesuai, peserta didik dapat memahami ide-ide dasar yang melandasi sebuah konsep mengetahui cara membuktikan suatu rumus atau teorema, dan dapat menarik suatu kesimpulan dari hasil pengamatan.

Alat bantu mengajar pada dasarnya memberi petunjuk tentang apa yang akan dikerjakan oleh guru atau kegiatan guru. Metode mengajar yang dipilih dan digunakan guru sangat menentukan kegiatan belajar peserta didik. Menurut Sudjana dan Rival (dalam Jatmika [3]) memaparkan bahwa media visual dalam konsep pembelajaran visual dapat berupa gambar, model, benda, atau alat-alat lain yang memberikan peserta didik pengalaman visual yang nyata. Dalam penggunaannya media visual bertujuan untuk mengenalkan, membentuk, dan memperjelas pemahaman materi yang bersifat abstraks kepada peserta didik, mengembangkan fungsi afektif, dan mendorong kegiatan peserta didik lebih lanjut.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDLB B Negeri Sidakarya Denpasar, dimana sekolah ini merupakan Sekolah Luar Biasa yang khusus menangani peserta didik Tuna Rungu. Penelitian ini menggunakan model rancangan pre eksperimental design (quasi experiment) atau eksperimen pura-pura, dengan jenis desain one shot case study. Menurut

(4)

168 | Denpasar - Bali, 6 November 2014 Arikunto [1] desain one shot case study peneliti hanya melakukan treatmen satu kali yang diperkirakan sudah mempunyai pengaruh, kemudian dilakukan post test.

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari: pretest, pemberian perlakuan, dan kemudian dilaksanakan posttest. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian materi pecahan senilai untuk kelas IV SDLB.B Negeri Sidakarya dengan media visual dan pembelajaran konvensional. Perlakuan diterapkan pada dua kelompok siswa yang masing-masing terdiri dari tujuh orang siswa tunarungu sehingga total sampel penelitian sebesar 14 orang siswa tunarungu. Soal pretest dan posttest terdiri dari sepuluh soal pecahan senilai. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif.

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif yang dapat

mendeskripsikan hasil belajar siswa tunarungu sesuai sehingga dapat memberikan

gambaran apakah pembelajaran dengan media visual efektif untuk meningkatkan

hasil belajar siswa tunarungu dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode

konvensional.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar matematika dengan materi pecahan senilai antara pembelajaran menggunakan media visual dan pembelajaran konvensional. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan cara mengidentifikasi variabel-variabel penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah skor hasil belajar siswa tunarungu dalam menjawab soal matematika yang dipilah menjadi dua kelompok yaitu hasil belajar dengan pembelajaran media visual dan pembelajaran konvensional.

Dalam penelitian ini kompetensi yang diukur pada sampel digunakan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik.model uji kompetensi yang dirancang berupa susunan pertanyaan yang disusun secara terencana guna memperoleh informasi tentang peserta didik. Perancangan model uji kompetensi melalui beberapa tahapan antara lain menyusun kisi-kisi, yaitu membuat daftar kompetensi dasar yang akan diuji, menentukan indikator, dilanjutkan dengan menentukan jenis tagihan bentuk dan jumlah butir soal. Setelah rancangan uji kompetensi selesai dibuat, selanjutnya didiskusikan dengan tim pakar yang sudah berpengalaman untuk mendapatkan masukan sehingga diketahui kelemahan kelebihan rancangan yang dibuat. Tim Pakar adalah orang yang mengerti matematika dan mengerti tentang pembelajaran bagi peserta didik tuna rungu pada SDLB. Setelah diketahui kelemahannya maka dilakukan perbaikan oleh guru dan peneliti.

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif yang dapat mendiskripsikan hasil belajar peserta didik, sehingga dapat memberikan gambaran apakah pembelajaran dengan media visual efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik tuna rungu dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode konvensional.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil belajar siswa tunarungu dalam menjawab soal matematika dengan mengambil pokok bahasan pecahan senilai menunjukkan hasil yang berbeda antara kedua kelompok siswa tunarungu yang diteliti. Siswa tunarungu yang diberikan pembelajaran secara konvensional memperoleh rata-rata nilai sebesar 21,25 sedangkan siswa tunarungu yang diberikan pembelajaran dengan media visual diperoleh nilai rata-rata sebesar 50. Rata-rata hasil belajar siswa tunarungu dengan media visual lebih besar 28,75 daripada dengan pembelajaran konvensional. Jika dilihat dari kenaikan hasil belajar siswa tunarungu yang diteliti, kenaikan hasil belajar siswa tunarungu dengan metode konvensional diperoleh sebesar 1,125 % dan kenaikan hasil belajar dengan pembelajaran menggunakan media visual diperoleh sebesar 3,375%. Data hasil belajar kedua kelompok siswa tunarungu dapat dilihat pada tabel 1.

(5)

Denpasar - Bali , 6 November 2014 | 169 Tabel 1. Hasil Belajar Peserta Didik dengan Pembelajaran Konvensional

No Nama Pre test Post test

1 A1 10 10 2 A2 10 40 3 A3 10 40 4 A4 10 20 5 A5 10 20 6 A6 10 20 7 A7 10 10 8 A8 10 10 total 80 170 rata-rata 10 21,25 % kenaikan 1,125

Tabel 2. Hasil Belajar Peserta Didik dengan Media Visual

No Nama Pre test Post test

1 B1 10 80 2 B2 10 40 3 B3 10 40 4 B4 10 60 5 B5 10 40 6 B6 10 10 7 B7 20 80 total 80 350 rata-rata 11,42857 50 % kenaikan 3,375

Berdasarkan persentase kenaikan disimpulkan bahwa metode visual lebih efektif dibandingkan metode konvensional.Selain itu pada proses pelaksanaan pembelajaran di kelas terlihat jelas antusias peserta didik yang diberikan pembelajaran dengan metode visual lebih tinggi daripada peserta didik yang diberikan pembelajaran dengan metode konvensional. Peserta didik yang diberikan pembelajaran secara konvensional konsentrasinya lebih rendah dari pada peserta didik yang diberikan pembelajaran dengan media visual. Hal itu disebabkan karena pada penelitian ini mengambil sampel peserta didik tuna rungu yang mengalami keterbatasan dalam bidang komunikasi dan informasi, serta keterbatasan dalam hal-hal yang bersifat abstrak. Untuk menjelaskan sesuatu agar lebih dapat dimengerti, lebih efektif menggunakan media kongkrit atau nyata (visual) sehingga lebih mudah dimengerti daripada hal-hal yang bersifat abstrak.

(6)

170 | Denpasar - Bali, 6 November 2014 4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media visual dalam pembelajaran siswa tunarungu lebih efektif, dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional. Hal itu ditunjukkan dengan hasil belajar siswa tunarungu yang diberikan pembelajaran secara konvensional memperoleh rata-rata nilai sebesar 21,25 sedangkan siswa tunarungu yang diberikan pembelajaran dengan media visual diperoleh nilai rata-rata sebesar 50. Rata-rata hasil belajar siswa tunarungu dengan media visual lebih besar 28,75 daripada dengan pembelajaran konvensional. Jika dilihat dari kenaikan hasil belajar siswa tunarungu yang diteliti, kenaikan hasil belajar siswa tunarungu dengan metode konvensional diperoleh sebesar 1,125 % dan kenaikan hasil belajar dengan pembelajaran menggunakan media visual diperoleh sebesar 3,375%.

Apresiasi belajar dan motivasi siswa tunarungu lebih tinggi dalam pembelajaran dengan media visual dibandingkan dengan pembelajaran konvensional hal itu terlihat dari konsentrasi dan antusias siswa tunarungu mengikuti pembelajaran.

5. Ucapan Terima Kasih

Penulis pertama mengucapkan terima kasih kepada penulis kedua dan ketiga atas program pendampingan dalam rangka program Ipteks bagi Masyarakat (IbM) di SLBB Sidakarya Denpasar. Penulis kedua dan ketiga mengucapkan terima kasih kepada kepada Rektor Universitas Udayana melalui Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana atas dana yang diberikan dari DIPA BLU Universitas Udayana Tahun Anggaran 2014 dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Hibah Pengabdian Kepada Masyarakat Mono Tahun Universitas Udayana Tahun Anggaran 2014 Nomor: 221.15/UN.14.2/PKM.08.00/2014 Tanggal: 5 Mei 2014. Terima kasih juga disampaikan kepada kepala sekolah dan para guru di SLBB Sidakarya yang telah membantu menyukseskan program ini.

Daftar Pustaka

[1] Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

[2] Effendi, Mohammad, Esni Triaswati, Hariyanto & Pujiati. 2006. Penggunaan Media Ceritera Bergambar Berbasis Pendekatan Komunikasi Total untuk Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak Tunarungu Kelas Rendah di SLB Bagian B YPTB Malang, (Diunduh dari http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/sari_penelitian_ ppkp _pips.pdf.

[3] Jatmika, H.M. 2005. Pemanfaatan Media Visual dalam Menunjang Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, Volume 3,No.1, dalam http://eprints.uny.ac.id/4845/1/pemanfaatn_media_visual.pdf [4] Malatista, R dan Eko Sediyono.2007 Model Pembelajaran Matematika untuk

Peserta didik Kelas IV SDLB Penyandang Tunarungu dan Wicara dengan Metode Komtal Berbantuan Komputer (Diunduh dari http://Majour.maranatha.edu) [5] Nani, E.(2013) Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Amanah Offset,Bandung [6] Nugroho, Topiq. 2009. Metode Pembelajaran Matematika di Sekolah Luar Biasa

Tunarungu Melalui Komputer untuk Peningkatan Hasil Belajar Peserta didik, (Diunduh dari http://etd.eprints.ums.ac.id/3437/2/A410050094.pdf )

[7] Widati, S.dkk. 2013. Pendidikan anak Berkebutuhan Khusus. Amanah Offset, Bandung,

Gambar

Tabel 2. Hasil Belajar Peserta Didik dengan Media Visual

Referensi

Dokumen terkait

Teori Persia ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena adanya beberapa kesamaan antara kebudayaan masyarakat

Dengan melakukan peninjuan beberapa aspek diatas, dapat disimpulkan perlunya suatu rencana tindak ( action plan ) yang meliputi, (1) melakukan pengenalan karekteristik sampah

penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ Deteksi Iris Mata Untuk Menentukan Kelebihan Kolesterol Menggunakan Ekstraksi Ciri Moment Invariant

Pada bagian dalam marmot ( Cavia porcellus ) hasil pengamatan kami terdapat usus besar (colon) terbagi atas 4 bagian yaitu colon ascenden yaitu usus yang menghadap ke atas,

Sehubungan dengan dinyatakannya perusahaan Saudara sebagai peserta yang masuk dalam calon daftar pendek pada seleksi sederhana oleh Kelompok Kerja I untuk Jasa Konsultansi

Karena menentukan produk makanan yang dijual secara inovatif itu sulit sehingga kami perlu juga untuk memikirkan dengan baik bagaimana resep produk makanan untuk memasak bahan

Kondisi optimum dicapai pada pH fasa sumber adalah 3, konsentrasi oksin 17,5 x 10 -4 M dalam kloroform, volume membran 20 mL, waktu kesetimbangan 15 menit, konsentrasi asam sulfat

Pada hari ini, Kamis tanggal dua puluh enam bulan Mei tahun Dua Ribu Empat Belas, bertempat di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura, POKJA ULP yang telah mengadakan