46 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Konsentrasi, Motilitas, dan Abnormalitas Sperma Mencit setelah Pemberian Jus Biji Pinang
Dosis Jus biji pinang (µg/ml) Rata-rata Konsentrasi Sperma (x105/ml semen)
Rata-rata Motilitas Sperma (%)
Rata-rata Abnormalitas Sperma (%) Bergerak Maju (Kriteria A) Bergerak di Tempat (Kriteria B) 0,0 (kontrol) 15,24 ± 2,38 16,04 ± 6,21 c 17,70 ± 14,78 bc 15,59 ± 08,09 bc 0,1 17,07 ± 12,41 8,13 ± 6,21 ab 13,87 ± 10,17 abc 30,71 ± 21,51 abc 0,3 24,07 ± 10,08 9,88 ± 4,72 bc 23,57 ± 2,29 c 41,32 ± 13,50 c 0,5 17,94 ± 7,38 5,19 ± 1,08 ab 9,30 ± 6,28 ab 45,79 ± 16,55 ab 0,7 17,44 ± 6,98 3,03 ± 3,33 ab 1,20 ± 2,39 a 36,63 ± 10,87 a 1,0 16,60 ± 5,24 2,24 ± 2,56 a 10,81 ± 4,91 abc 57,34 ± 3,99 abc Keterangan: Nilai mean ± SD dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf kecil
yang berbeda menunjukkan bahwa nilai mean tersebut berbeda signifikan pada selang kepercayaan 95% (Uji Duncan p > 0,05).
Hasil penelitian lebih lengkap dijabarkan sebagai berikut: 1. Konsentrasi Sperma Mencit
Konsentrasi sperma mencit diamati pada hari ke 15 setelah 14 hari sebelumnya diberi perlakuan jus biji pinang. Hasil pengamatan uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan menunjukkan bahwa data rata-rata
hitung 0.200 yang lebih besar dari nilai derajat kebebasan α 0.05 (Lampiran 7), dengan demikian Ho diterima, sehingga data rata-rata konsentrasi sperma mencit berdistribusi normal.
Uji homogenitas Levene dilakukan terhadap data rata-rata konsentrasi sperma mencit, hasil pengujian menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,149 yang lebih besar dari nilai derajat kebebasan α 0.05 (Lampiran 7), dengan demikian Ho diterima, sehingga data rata-rata konsentrasi sperma mencit memiliki varians yang homogen dan berasal dari populasi yang homogen. Gambar 4.1 memperlihatkan histogram rata-rata konsentrasi sperma mencit setelah pemberian jus biji pinang.
15.24 17.07 24.07 17.94 17.44 16.60 0 5 10 15 20 25 0 0,1 0,3 0,5 0,7 1,0
Gambar 4.1 Histogram Rata-rata Konsentrasi Sperma Mencit setelah Pemberian Jus Biji Pinang
Uji analisis varians (One Way Anova) dari data rata-rata konsentrasi sperma menunjukkan nilai signifikansi yang lebih besar dari nilai derajat
Dosis jus biji pinang (µg/ml)
K o n se n tr a si ( x 1 0 5 s p er m a /m l su sp en si s em en )
kebebasan α 0,05 yaitu 0,713, selain itu nilai F hitung data rata-rata konsentrasi sperma mencit adalah sebesar 0,583 lebih kecil dari nilai F tabel yaitu 2,770 (Lampiran 7), maka Ho diterima, jadi keenam kelompok perlakuan memiliki nilai rata-rata yang sama dan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara semua kelompok perlakuan. Keenam dosis jus biji pinang tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap konsentrasi sperma. Hasil analisis varian atau sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata konsentrasi sperma mencit yang nyata pada keenam kelompok perlakuan, sehingga uji lanjutan Duncan tidak dilakukan.
2. Motilitas Sperma Mencit
Motilitas sperma merupakan daya gerak sperma pada bagian ekor/flagellum untuk dapat bergerak, sehingga memudahkan sperma menuju kepada sel telur (ovum) ketika proses pembuahan. Motilitas sperma mencit diamati pada lima bidang pandang improved nebauer (haemocytometer). Data motilitas sperma yang didapatkan adalah persentase rata-rata konsentrasi sperma mencit yang motil/bergerak dengan kriteria A (bergerak maju) dan kriteria B (bergerak di tempat) pada masing-masing kelompok perlakuan.
Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan pada data rata-rata motilitas sperma kriteria A menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,200 yang lebih besar dari derajat kebebasan α 0,05 sehingga Ho diterima dan data berdistribusi normal (Lampiran 8). Hasil uji homogenitas Levene menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,429 yang lebih besar dari nilai derajat kebebasan α 0,05 maka data bervarians homogen dan berasal dari populasi yang homogen
(Lampiran 8). Uji sidik ragam/analisis varians (One Way Anova) yang dilakukan terhadap data rata-rata motilitas sperma mencit kriteria A menunjukkan nilai signifikansi 0,03 yang lebih rendah dari derajat kebebasan α 0,05 (Lampiran 8), maka Ho ditolak dan H1 diterima yang berarti data memiliki rata-rata yang
berbeda, nilai F hitung yang didapatkan adalah 5,349 (Lampiran 8), nilai ini lebih besar dari F tabel 2,770 maka terdapat perbedaan yang nyata pada rata-rata motilitas sperma mencit kriteria A antara keenam kelompok perlakuan, keenam dosis perlakuan memberikan perbedaan pengaruh terhadap motilitas sperma mencit kriteria A (motilitas bergerak maju).
Uji lanjutan perbandingan berganda Duncan yang dilakukan terhadap data rata-rata motilitas sperma kriteria A menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar keenam kelompok perlakuan (Lampiran 8), hasil menunjukkan terdapat perbedaan motilitas sperma mencit kriteria A antara kelima kelompok dosis perlakuan jus biji dengan kontrol.
Rata-rata kecepatan sperma motil telah diuji normalitas dan homogenitasnya (Lampiran 10), pada analisis varians (One Way Anova) nilai signifikansi 0,920 lebih besar dari derajat kebebasan 0,05 dan nilai F hitung (0.276) lebih kecil dari nilai F table (2.770) (Lampiran 10), maka Ho diterima, sehingga keenam kelompok perlakuan tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap kecepatan motilitas bergerak maju sperma mencit. Data rata-rata motilitas sperma mencit kriteria A dan kecepatannya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rata-rata Motilitas Sperma Bergerak Maju (Kriteria A) Sperma Mencit dan Rata-rata Kecepatannya setelah Pemberian Jus Biji Pinang
Dosis Jus Biji Pinang (µg/ml) Motilitas Sperma Mencit Kriteria A (%) Rata-rata Kecepatan Motilitas Kriteria A (µm/detik) 0,0 (kontrol) 16,04 ± 6,21 c 24,55 ± 6.53 0,1 8,13 ± 6,21 ab 21,24 ± 16,46 0,3 9,88 ± 4,72 bc 22,68 ± 2,67 0,5 5,19 ± 1,08 ab 18,40 ± 0,43 0,7 3,03 ± 3,33 ab 17,67 ± 12,84 1,0 2,24 ± 2,56 a 17,80 ± 15,25
Keterangan: Nilai mean ± SD dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan bahwa nilai mean tersebut berbeda signifikan pada selang kepercayaan 95% (Uji Duncan p > 0,05).
Motilitas sperma mencit kriteria B (bergerak di tempat) telah diamati, hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data persentase rata-rata motilitas mencit kriteria B berdistribusi normal karena nilai sigifikansi 0,200 lebih besar dari derajat kebebasan α 0,05 sehingga Ho diterima (Lampiran 8). Uji homogenitas Levene menunjukkan nilai signifikansi 0,324 yang lebih besar dari derajat kebebasan α 0,05 (Lampiran 8), maka Ho diterima dan data memiliki varians yang homogen yang berarti data berasal dari populasi yang homogen.
Uji analisis varians (One Way Anova) menunjukkan nilai signifikansi 0,023 yang lebih kecil dari nilai derajat kebebasan α 0,05 (Lampiran 8), maka Ho ditolak dan H1 diterima, maka tiap kelompok perlakuan memiliki rata-rata yang
terdapat perbedaan yang nyata pada rata-rata motilitas sperma mencit kriteria B antar kelompok perlakuan.
Keenam dosis perlakuan memberikan perbedaan pengaruh terhadap motilitas sperma mencit kriteria B. Uji perbandingan berganda Duncan dilakukan sebagai uji lanjutan, hasilnya memperlihatkan perbedaan motilitas sperma mencit kriteria B yang nyata antara kelima dosis perlakuan dengan kontrol (Lampiran 8). Gambar 4.2 memperlihatkan grafik rata-rata motilitas sperma mencit baik kriteria A maupun kriteria B setelah pemberian jus biji pinang, dari grafik diketahui penurunan persentase motilitas mencit yang signifikan.
0 5 10 15 20 25 0 0,1 0,3 0,5 0,7 1,0
Keterangan: Motilitas Sperma Kriteria A Motilitas Sperma Kriteria B
Gambar 4.2 Grafik Rata-rata Motilitas Sperma Mencit Kriteria A (bergerak maju) dan Motilitas Sperma Mencit Kriteria B (Bergerak di Tempat) setelah Pemberian Jus Biji Pinang.
Dosis jus biji pinang (µg/ml)
J u m la h s p er m a m o ti l d a la m p er se n ( % )
3. Abnormalitas Sperma Mencit
Hasil persentase rata-rata sperma mencit abnormal menunjukkan bahwa sperma mencit mengalami abormalitas sekunder. Morfologi sperma mencit pada keenam kelompok perlakuan yang diamati tidak mengalami abnormalitas primer (Gambar 4.3).
a. Sperma normal dan hanya kepala saja
b. Sperma normal, hanya kepala, dan hanya ekor saja
c. Sperma normal. d. Sperma normal, hanya ekor, dan hanya kepala saja.
Gambar 4.3 Sperma Normal dan Sperma Abnormal (Sekunder) pada Mencit Pembesaran 400X (Sumber: dokumentasi pribadi)
Abnormalitas sekunder sperma berupa persentase sperma mencit yang terpisah antara bagian kepala dengan ekornya. Uji normalitas
Kolmogorov-Kepala sperma
Sperma normal
Ekor sperma kepala sperma
Smirnov memperlihatkan nilai signifikansi 0,200 yang lebih besar dari derajat
kebebasan 0,05 (Lampiran 9), maka Ho diterima, sehingga data berdistribusi normal. Uji homogenitas Levene menunjukkan nilai signifikansi 0,273 yang lebih besar dari derajat kebebasan 0,05 (Lampiran 9), maka Ho diterima, sehingga keenam kelompok perlakuan berasal dari populasi yang homogen. Analisis varian (One Way Anova) menunjukkan nilai signifikansi 0,009 yang lebih kecil dari derajat kebebasan 0,05 (Lampiran 9), maka Ho ditolak dan H1 diterima, nilai F
hitung 4,305 lebih besar dari nilai F tabel 2,770 sehingga keenam dosis perlakuan memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap abnormalitas sekunder sperma mencit. Uji lanjutan Duncan menunjukkan bahwa abnormalitas sekunder pada lima kelompok perlakuan dosis jus biji pinang memiliki perbedaan yang nyata terhadap kontrol (Lampiran 9). Gambar 4.4 memperlihatkan diagram pie abnormalitas sperma mencit.
15.59%
30.71%
41.32%
45.79%
36.63%
57.34%
dosis 0 dosis 0,1 dosis 0,3 dosis 0,5 dosis 0,7 dosis 1,0
Gambar 4.4 Diagram Pie Rata-rata Persentase Abnormalitas Sperma Mencit setelah Pemberian Jus Biji Pinang
B. Pembahasan
Hasil konsentrasi sperma mencit setelah diberi jus biji pinang diketahui tidak berbeda nyata (Tabel 4.1) antara kelompok perlakuan dengan kontrol (p < 0,05) (Lampiran 7), konsentrasi sperma mencit yang diamati termasuk dalam kategori sub fertile karena kurang dari 80 juta spermatozoa motil/volume ejakulat (Adil, 1987), atau dapat dikategorikan sebagai oligozoospermia karena jumlahnya < 40 juta/ml (Yatim, 1994). Meskipun demikian dari histogram pada Gambar 4.1 diketahui terjadi kenaikan konsentrasi sperma mencit dari dosis perlakuan 0,0 – 0,3 µg/ml lalu mengalami penurunan kembali pada konsentrasi 0,5 – 1,0 µg/ml.
Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh adanya pengaruh alkaloid arekolin dalam jus biji pinang muda terhadap sekresi hormon testosteron mencit. Hormon testosteron merupakan hormon yang diproduksi oleh sel-sel Leydig dan berperan penting dalam proses spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh Wang et
al. (2008) menyebutkan bahwa pemberian arekolin secara in-vitro pada tikus
jantan dapat meningkatkan sekresi testosteron dari sel Leydig tikus, sekresi hormon testosteron meningkat pada pemberian arekolin 10-8 – 10-6 M pada tikus jantan. Berdasarkan penelitian tersebut sekresi hormon testosteron oleh sel Leydig pada tikus jantan meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi arekolin yang diberikan.
Hormon testosteron termasuk ke dalam hormon steroid yang disintesis dari kolesterol, proses sintesis steroid dan turunannya ini dinamakan steroidogenesis (Norris, 1980). Tahapan sintesis hormon testosteron dimulai dari pengangkutan kolesterol ke membran dalam mitokondria yang difasilitasi oleh protein StAR
(Stocco & Clark, 1996; Miller & Strauss, 1999). Di membran dalam mitokondria terdapat protein P450scc yang merubah kolesterol menjadi pregnenolon (Miller, 1995 & Hadley, 2000), pregnenolon ini akan melewati serangkaian tahapan enzimatis, sehingga berubah menjadi androstenedion yang merupakan prekursor dari testosteron (Norris, 1980).
Androstenedion akan diubah oleh enzim 17β-HSD (17β-hydroxysteroid
dehydrogenase) menjadi testosteron (Wang et al., 2008). Arekolin meningkatkan
ekspresi protein StAR (Steroidogenic Acute Regulatory Protein), aktivitas enzim P450scc, dan aktivitas enzim 17β-HSD (17β-hydroxysteroid dehydrogenase) pada proses steroidogenesis (khususnya pembentukan testosteron) (Wang et al., 2008), hal inilah yang memungkinkan meningkatnya jumlah sekresi testosteron oleh sel Leydig mencit pada dosis perlakuan 0,3 µg/ml (Gambar 4.1) yang berujung pada peningkatan proses spermatogenesis, sehingga spermatozoa yang dihasilkan meningkat.
Spermatogenesis tidak terlepas dari peran mekanisme hypothalamus-hypofisis yang mengendalikan gonadotropin berupa FSH dan LH yang sangat penting bagi spermatogenesis. LH merangsang produksi testosteron oleh sel-sel Leydig, tetapi bila kadar testosteron tubuh melampaui batas tertentu, testosteron akan melakukan feedback negative terhadap hypothalamus untuk mengurangi sekresi GnRF, maka kadar LH akan menurun, hal ini akan menurunkan kadar testosteron (Norris, 1980; Adyana, 2008). Hal tersebut yang memungkinkan terjadinya penurunan konsentrasi sperma mencit pada dosis perlakuan 0,5 – 1,0
testosteron telah mencapai batas tertentu untuk spermatogenesis, sehingga terjadilah feedback negative yang berujung pada dikuranginya pengeluaran testosteron dan dikuranginya spermatogenesis (Adyana, 2008), namun meskipun demikian pemberian jus biji pinang terhadap konsentrasi sperma mencit ini tidak berpengaruh signifikan.
Rata-rata persentase motilitas sperma mencit kriteria A (bergerak maju) dan B (bergerak di tempat) setelah diberi perlakuan jus biji pinang muda memperlihatkan hasil yang berbeda nyata antara kelompok perlakuan dengan kontrol (Tabel 4.2). Motilitas sperma mencit dengan kriteria A yaitu motilitas bergerak maju mengalami penurunan pada kelima kelompok perlakuan dosis jus biji pinang (Gambar 4.2), persentase sperma motil (bergerak maju) pada dosis 0,1
µg/ml hingga 1,0 µg/ml mengalami penurunan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (Gambar 4.2).
Kelompok kontrol (0 µg/ml) memiliki persentase motilitas sperma bergerak maju paling besar yaitu 16,04 % dibandingkan dengan kelima kelompok perlakuan lainnya (Tabel 4.2). Dosis 1,0 µg/ml merupakan dosis yang persentase motilitasnya paling rendah yaitu 2,24 % dengan signifikansi 0,101 (p > 0,05) (Lampiran 8). Kelompok kontrol berbeda nyata dengan kelompok dosis jus biji pinang 0,1 – 1,0 µg/ml, dengan signifikansi 0,066 (p > 0,05) (Lampiran 8). Kelompok dosis 0,1 µg/ml berbeda nyata dengan kelompok kontrol, kelompok perlakuan dosis 0,3 dan 1,0 µg/ml, sedangkan dengan kelompok perlakuan dosis 0,5 dan 0,7 tidak memiliki perbedaan yang nyata (Tabel 4.2). Motilitas sperma dengan kriteria motilitas bergerak maju merupakan sperma-sperma yang bergerak
aktif lurus melewati kotak hitung improved nebauer (haemocytometer) berukuran 200 µm. Kecepatan motilitas diketahui tidak memiliki perbedaan yang nyata antara kontrol dengan kelompok perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 4.2.
Rata-rata persentase motilitas sperma mencit kriteria B (bergerak di tempat) mengalami kenaikan pada 0,3 µg/ml (Tabel 4.1) dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini berhubungan dengan besarnya konsentrasi sperma pada kelompok perlakuan dosis 0,3 µg/ml (Tabel 4.1) yang berpengaruh terhadap persentase motilitas sperma. Persentase motilitas kriteria B kemudian mengalami penurunan kembali dari konsentrasi 0,5 hingga 1,0 µg/ml (Gambar 4.2). Persentase motilitas sperma dengan kriteria bergerak di tempat mengalami penurunan yang nyata pada konsentrasi 0,7 µg/ml dibanding kelompok kontrol, persentasenya sebesar 1,20 % dengan signifikansi 0,058 (p > 0,05) (Lampiran 8). Persentase motilitas sperma kriteria B pada konsentrasi 0,3 merupakan yang terbesar yaitu 23,57 % dengan signifikansi 0,057 (p > 0,05) (Lampiran 8). Kedua data tentang motilitas sperma baik motilitas bergerak maju dan motilitas di tempat, keduanya menunjukkan adanya penurunan rata-rata persentase sperma mencit setelah diberikan jus biji pinang muda seperti yang terlihat pada grafik rata-rata persentase motilitas sperma mencit setelah diberi perlakuan jus biji pinang (Gambar 4.2).
Penurunan motilitas sperma dapat terjadi akibat adanya pengaruh arekolin terhadap ekspresi cyclooxygenase-2 pada sel sperma. Alkaloid terbesar dalam biji
A. catechu L. adalah arekolin. Arekolin dapat menginduksi ekspresi cyclooxygenase-2 sel sperma, pada dosis bebas menghasilkan respon inflamasi
(peradangan). Situasi ini bertanggung jawab terhadap gerakan flagel spermatozoa dan menyebabkan reduksi motilitas sperma, fakta tentang adanya pengaruh arekolin terhadap motilitas sperma merupakan yang pertama kali dilaporkan (Er et
al., 2006). Berdasarkan hasil pengamatan motilitas sperma maka terdapat
pemberian jus biji pinang muda memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan motilitas sperma mencit.
Hasil pengamatan terhadap abnormalitas sperma mencit setelah diberi perlakuan jus biji pinang muda memperlihatkan bahwa perlakuan jus biji pinang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap abnormalitas sekunder sperma mencit pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (Tabel 4.1), terjadi kenaikan abnormalitas sekunder terhadap sperma Mus musuculus L. setelah pemberian jus biji pinang (Gambar 4.4).
Secara berturut-turut persentase abnormalitas sekunder yang berupa terpisahnya kepala dan ekor sperma dari konsentrasi 0,1 µg/ml hingga 1 µg/ml mengalami kenaikan dibandingkan dengan kontrol (Gambar 4.4). Walaupun pada konsentrasi 0,7 µg/ml terjadi penurunan persentase abnormalitas namun nilainya tetap lebih besar dari kelompok kontrol (Gambar 4.4). Kelompok kontrol memiliki rata-rata persentase abnormalitas sebesar 15,59 %, sedangkan kelompok perlakuan dosis 0,7 µg/ml memiliki persentase 36,63 % serta terlihat perbedaan yang nyata (Tabel 4.1 dan lampiran 9). Rata-rata persentase abnormalitas sperma terbesar terdapat pada kelompok perlakuan dosis jus biji pinang 1,0 µg/ml, yaitu 57,34 % (Tabel 4.1).
Penelitian yang dilakukan Sinha & Rao (1985 dalam Er et al., 2006) menyebutkan bahwa arekolin memiliki kemampuan untuk mengubah morfofungsi gonad pada mencit jantan yang meliputi abnormalitas primer pada bentuk sperma serta ketidakteraturan sintesis DNA pada sel germinal dan sel-sel lainnya pada tubuh manusia. Meskipun abnormalitas yang diamati adalah abnormalitas sekunder yang terdiri dari kepala seperma yang terpisah dari badannya dan ekor yang patah, namun hasil yang didapatkan sangat berbeda nyata, sehingga diperkirakan jus biji pinang turut berperan menyebabkan terjadinya kerapuhan sperma mencit, sehingga mudah sekali rusak ketika dilakukan proses pengamatan.
Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa konsentrasi sperma mengalami peningkatan yang tidak signifikan pada kelima dosis perlakuan jus biji pinang dibandingkan dengan kontrol. Motilitas masing-masing data menunjukkan penurunan rata-rata persentase yang signifikan pada motilitas bergerak maju maupun bergerak di tempat, untuk kelima dosis perlakuan jus biji pinang terhadap kontrol.
Data rata-rata persentase abnormalitas sperma menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelima dosis perlakuan jus biji pinang terhadap kontrol. Walaupun ada peningkatan konsentrasi sperma pada dosis jus biji pinang 0,3
µg/ml sebesar 24,07 (x 105 sperma/ml suspensi semen) (Tabel 4.1) namun menjadi tidak berarti jika tidak didukung dengan keadaan motilitas sperma yang baik terlebih abnormalitas sperma sekunder yang tinggi. Hal ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan bahwa pemberian jus biji pinang dapat menurunkan kualitas sperma. Data tersebut memperlihatkan bahwa pemberian jus biji pinang muda tidak signifikan dalam meningkatkan konsentrasi sperma serta menurunkan
motilitas sperma dan meningkatkan abnormalitas sperma sekunder secara signifikan pada konsentrasi 0,7 µg/ml dan 1,0 µg/ml.