• Tidak ada hasil yang ditemukan

The 9 th University Research Colloqium 2019 Universitas Muhammadiyah Purworejo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The 9 th University Research Colloqium 2019 Universitas Muhammadiyah Purworejo"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

233

STUDI KUALITATIF FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA CAKUPAN ASI

EKSKLUSIF DI KUDUS, JAWA TENGAH,INDONESIA

(QUALITATIVE STUDY) THE CAUSE FACTORS OF LOW COVERAGE ON EXCLUSIVE BREASTFEEDING AT KUDUS, CENTRAL JAVA, INDONESIA

1)Ika Tristanti 2) Fania Nurul Khoirunnisa’ 1,2)Program Studi DIII Kebidanan

Universitas Muhammadiyah Kudus *Email:[email protected]

ABSTRAK

Latar belakang : Air susu ibu (ASI) adalah nutrisi pertama dan utama untuk bayi. Pemberian ASI secara eksklusif dari usia 0-6 bulan sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain itu , ASI dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi sehingga bayi terhindar dari serangan penyakit terutama diare dan infeksi saluran pernafasan. Cakupan ASI eksklusif di dunia pada tahun 2016 hanya mencapai 38%, di Indonesia cakupan ASI eksklusif hanya 42%. Cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Kudus pada tahun 2014 hanya 43,3% masih jauh dari target nasional yaitu 80%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab rendahnya cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Kudus. Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melibatkan 6 informan dari ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan tetapi tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2018. Informasi diperoleh melalui in depth interview. Triangulasi telah dilakukan dengan menggali informasi dari 3 pihak yaitu ibu, keluarga dan bidan. Hasil penelitian : pengetahuan,kesadaran dan perilaku untuk memberikan ASI eksklusif masih rendah, masih ada anggapan bahwa ASI saja tidak mampu mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, budaya pemberian susu formula seawal mungkin agar bayi terbiasa jika nanti ditinggal ibu bekerja, budaya pemberian makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan agar bayi sehat, dukungan suami, orang tua,lingkungan terdekat masih rendah, upaya penyuluhan tentang ASI eksklusif belum komprehensif, dukungan dari tempat kerja belum maksimal. Simpulan : penyuluhan tentang ASI eksklusif harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif.

Kata Kunci : faktor penyebab, rendahnya cakupan, ASI eksklusif

ABSTRACT

Background: Breast milk is the first and main nutrient for babies. Exclusive breastfeeding (0-6 months) can support baby's growth and development. Breast milk can improve the baby's immunity, it can protect baby from disease attacks, especially diarrhea and respiratory tract infections. The coverage of exclusive breastfeeding in the world in 2016 only reached 38%, in Indonesia exclusive breastfeeding coverage was only 42%. The coverage of exclusive breastfeeding at Kudus Regency in 2014 was only 43.3%, far from the national target of 80%. The purpose of this study was to determine the causes of the low coverage of exclusive breastfeeding in Kudus Regency. Method: This study used a qualitative research method involving 6 informants from mothers who had babies aged 0-6 months but did not give exclusive breastfeeding. The study was conducted on October - December 2018. Information is obtained through in depth interviews. Triangulation has been done by extracting information from 3 parties( mother, family and midwife). Results: people's knowledge, awareness and behavior about exclusive breastfeeding is still low. There was an assumption that breast milk cannot fulfill the nutritional needs of babies. There was a culture to give formula milk as early as possible in order the baby can accept it if the mother starts working. There was a culture to give addition nutrition before 6 months of baby age. Support of husband, parents and environment were still low. Counseling efforts on exclusive breastfeeding have not been comprehensive. Support from the workplace has not been maximized. Conclusion: counseling on exclusive breastfeeding must be done comprehensively and continuously to increase the coverage of exclusive breastfeeding.

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu indicator dari keberhasilan pembangunan suatu Negara adalah tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas dalam jumlah yang cukup. Anak merupakan generasi penerus dan menjadi potensi bagi sumber daya manusia . Kualitas kehidupan anak sangat dipengaruhi oleh kondisi sejak masa hamil, bersalin, bayi baru lahir dan seterusnya. Pemberian air susu ibu (ASI) sangat dominan terhadap kualitas hidup anak. Hal tersebut karena ASI mengandung banyak zat gizi yang diperlukan dalam tumbuh kembang anak serta mampu meningkatkan daya tahan tubuh anak sehingga tidak mudah terpapar penyakit (Indonesia et al., 2012).

Badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan pemberian air susu ibu secara eksklusif pada enam bulan pertama kehidupan bayi atau dikenal dengan istilah ASI ekskusif dengan tujuan agar tumbuh kembang bayi dapat berlangsung baik. Pada periode tersebut bayi sebaiknya tidak diberikan cairan atau makanan apapun selain ASI, kecuali vitamin ataupun obat-obatan. Berdasarkan hasil penelitian di Negara berkembang ternyata didapatkan informasi bahwa pemberian ASI secara eksklusif dapat menurunkan resiko kematian bayi sebanyak 13% jika dibandingkan dengan bayi yang tidak diberikan ASI secara eksklusif tetapi pemberian ASI eksklusif hanya berjumlah 37%. Kondisi tersebut sangatlah memprihatinkan bagi kelangsungan dan kualitas hidup bayi selanjutnya(Nishimura

et al., 2018)

Penelitian yang dilakukan di Srilanka , melaporkan bahwa ada pengaruh antara karakteristik sosiodemografi seperti suku, pendidikan, pekerjaan, usia dan jenis persalinan dengan terjadinya penyapihan dini atau penghentian pemberian ASI secara awal (sebelum enam bulan). Selain itu , ternyata sejumlah 30% ibu melakukan penyapihan atau penghentian pemberian ASI secara awal yaitu pada saat bayi berumur 5 bulan. Terdapat 52.9% ibu yang beranggapan bahwa ASI tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan bayi, hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu. Terutama bagi ibu bekerja, risiko untuk menghentikan pemberian ASI secara dini lebih besar 3x lipat karena terkait peraturan cuti kerja yang tidak mendukung. Sebagai akibatnya ibu memutuskan untuk memberikan susu formula sebagai pengganti ASI ketika ibu sedang bekerja(Ratnayake, 2018)

Pemberian ASI secara optimal adalah cara yang paling efektif dan efisien untuk mencegah kematian dan kesakitan pada bayi. Penelitian di Vietnam melaporkan bahwa terdapat 98% ibu menyusui bayinya tetapi yang memberikan ASI secara eksklusif hanya 24% saja. Susu formula beredar luas di rumah sakit dan bayi sudah mendapatkan susu formula < 3 hari setelah lahir. Setelah melahirkan, sejumlah 91% ibu sudah menyusui bayinya sejak masih di rumah sakit, tetapi hanya sepertiganya saja yang masih tetap melanjutkan menyusui bayinya setelah pulang dari rumah sakit (Le et al., 2018)

Sangat penting untuk memahami bahwa permasalahan rendahnya cakupan ASI eksklusif yang terjadi secara global. Banyak ibu yang memilih untuk menghentikan pemberian ASI kepada bayinya dan memilih memberikan susu formula sejak awal kelahiran dengan berbagai macam alasan. Selain susu formula, sebagian ibu lainnya memberikan air ataupun cairan lain nya seperti jus buah, air tajin, air gula untuk menggantikan ASI (Ti et al., 2012).

Perlu diperhatikan bahwa berdasarkan hasil penelitian terdahulu, bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI akan mudah terkena infeksi penyakit terutama diare dan infeksi saluran pernafasan akut. Hal inilah yang menjadi penyebab tingginya angka kematian bayi di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Dilaporkan sejumlah 20-35% kematian bayi dan anak balita di Negara berkembang disebabkan oleh ISPA. . Cakupan ASI eksklusif di dunia pada tahun 2016 hanya mencapai 38%, di Indonesia cakupan ASI eksklusif hanya 42%. Cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Kudus pada tahun

(3)

235 2014 hanya 43,3% masih jauh dari target nasional yaitu 80%. (Kebidanan and Rahayu, 2016)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan penyebab rendahnya cakupan ASI eksklusif di kabupaten Kudus.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan metode in depth interview untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang penyebab rendahnya cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Kudus. Penelitian dilakukan di wilayah kabupaten Kudus pada bulan Oktober-Desember 2018. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan asas kecukupan dan kesesuaian. Informan kunci adalah 6 orang ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan tetapi tidak menyusui bayi secara eksklusif. Informan lainnya terdiri dari suami, orang tua, keluarga dan bidan. Data

primer dikumpulkan dengan cara in depth interview, sedangkan data sekunder dengan melihat laporan atau profil kesehatan. Instrument penelitian adalah peneliti sendiri , peneliti menggunakan panduan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya dan untuk membantu pengumpulan data peneliti menggunakan tape recorder untuk merekan jawaban dari informan. Pengolahan data meliputi : pembuatan transkrip catatan/rekaman, membuat klasifikasi data/informasi, melakukan kajian, membuat kesimpulan /analisis data. Triangulasi sumber informasi telah dilakukan dengan melibatkan ibu, keluarga dan bidan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Informan terdiri dari 6 orang ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan tetapi tidak menyusui bayinya, karakteristiknya antara lain:

Tabel : Karakteristik informan

No Inisial Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Paritas

1 Ny. A 23 tahun SMA IRT 2

2 Ny. ST 28 tahun SMA Buruh pabrik 1

3 Ny. MN 26 tahun SMP Buruh pabrik 1

4 Ny. Z 21 tahun SMA Buruh jahit 1

5 NY. W 22 tahun SMP Buruh pabrik 1

6 Ny. K 27 tahun SMP Buruh jahit 2

Informan penunjang adalah keluarga dan bidan.

A. Pengetahuan,kesadaran dan perilaku untuk memberikan ASI eksklusif masih rendah.

Dari hasil in depth interview kepada para informan diketahui bahwa pengetahuan informan tentang ASI eksklusif masih kurang. Informan belum tahu bahwa ASI ekslusif hanya memberikan ASI saja selama enam bulan pertama usia bayi,mereka masih menambahkan susu formula untuk menambah nutrisi bayi karena

khawatir jika hanya ASI saja tidak cukup memenuhi kebutuhan bayinya(Nishimura et al., 2018). Informan belum tahu bahwa ASI yang pertama kali keluar adalah kolostrum yang sangat penting dan baik untuk kesehatan dan daya tahan tubuh bayi. Menurut mereka , kolostrum itu tidak bermanfaat karena jumlahnya sedikit dan tampak keruh sehingga dianggap kotor dan pada akhirnya dibuang tidak diminumkan ke bayi.

(4)

“Saya menyusui kok bu, ASI nya saya kasih ke bayi kok. Tapi anak saya sudah mulai tak kenalkan susu formula biar nanti tidak kaget pas tak tinggal kerja”.

Informan 5:

“ Saya menyusui bayi saya kira-kira 4 hari setelah melahirkan setelah ASI saya keluarnya banyak bu. Kalo ASI nya yang awal-awal saya buang bu karena jumlahnya cuma sedikit dan kotor bu”.

Kesadaran untuk memberikan ASI kepada bayinya masih rendah karena mereka menganggap bahwa ASI saja tidak cukup untuk bayi sehingga harus diberikan susu formula untuk tambahan. Bagi informan yang bekerja, mereka beranggapan bayi harus diberikan susu formula sejak awal agar bayi terbiasa dan tidak rewel jika nanti ditinggal ibu bekerja. Informan belum sadar bahwa memberikan ASI adalah kewajiban wanita sebagai ibu, dan ASI adalah hak asasi bayi dan bagi pihak-pihak yang menghalangi pemberian ASI kepada bayi bisa dikenai sanksi hukum. Informan 1:

“ Sejak anak pertama dulu, selain menyusui bayi, saya menambahkan susu botol bu biar bayinya kenyang soale kalau tidak kenyang bayinya rewel gak mau tidur dan badannya gak gemuk kayak kurang gizi”

Informan 3 :

“ Sejak lahir, bayi saya sudah saya kasih susu botol bu, biar dia kenal susu botol juga karena dulu anaknya tetangga terbiasa disusui ibunya lha ketika ditinggal kerja bayinya nangis terus tidak mau susu botol jadi orang tua nya jadi kebingungan”

Informan 4 :

“Saya santai kok bu, bagi saya kalo saya sempat dan bisa ya saya susui tapi kalo pas repot ya dikasih susu formula. “

“ Saya tek tidak tau kalo ada undang-undang tentang ASI. Lha kalo memang

ASI itu hak bayi ya nanti anak kedua saya kasih ASI full bu”

Penelitian terdahulu menyampaikan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI eksklusif akan memberikan pengaruh 1,9 kali lebih banyak untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan yang pengetahuannya rendah. Sedangkan pengetahuan adalah aspek dasar yang akan menimbulkan kesadaran untuk berperilaku positif yaitu memberikan ASI eksklusif bagi bayinya(Indonesia

et al., 2012).

Perilaku pemberian ASI eksklusif oleh para informan termasuk dalam kategori perilaku buruk karena semua informan tidak memberikan ASI secara eksklusif tetapi memberikannya secara parsial yaitu jika ibu di rumah ibu menyusui bayinya secara langsung tetapi jika ibu bekerja maka bayi diberikan susu formula. Lebih buruknya ada informan yang hanya memberikan ASI parsial satu bulan saja setelah dia kembali bekerja maka bayi total hanya diberikan susu formula. Informan beralasan bahwa ASInya hanya keluar sedikit, bayi rewel dan tidak mau menyusu.

Informan 3:

“ Disamping menyusui bayi saya juga memberi susu botol bu, takut bayinya kekurangan minum, kasian bu”

Kira-kira 75% ibu sudah mengenalkan susu formula kepada bayinya pada minggu pertama setelah lahir(M et al., 2018). Ternyata hal yang menyebabkan kejadian tersebut adalah pengaruh teman atau lingkungan, lebih mudah memberikan susu botol atau formula, kurangnya waktu untuk menyusui dan jadwal kerja yang padat. B. Masih ada anggapan bahwa ASI saja tidak mampu mencukupi kebutuhan nutrisi bayi.

Informan beranggapan bahwa ketika bayinya rewel dan menangis terus padahal sudah disusui, hal itu

(5)

237 disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi bayi. Mereka menganggap jumlah ASInya hanya sedikit sehingga bayi kurang minum, akibatnya mereka menjadi bimbang dan akhirnya menambahkan susu formula untuk bayi.

Informan 3:

“ Disamping menyusui bayi saya juga memberi susu botol bu, takut bayinya kekurangan minum, kasian bu”

Banyak wanita yang merasa tidak yakin bahwa ASI yang dia hasilkan mampu memenuhi kebutuhan bayi. Sehingga mereka memtuskan untuk segera memberikan susu tambahan berupa formula kepada bayi agar bayi tidak kekurangan nutrisi(Ti et al., 2012). Masyarakat perlu diyakinkan bahwa produksi ASI oleh payudara ibu sudah disesuaikan secara alami dengan kebutuhan bayinya. Semakin bayi sering menyusu maka produksi ASI semakin banyak dan begitu pula sebaliknya. Banyak pihak yang belum memahami hal tersebut sehingga cenderung memilih memberikan susu formula untuk suplemen ASI.(Cai, Wardlaw and Brown, 2012).

C. Budaya pemberian susu formula seawal mungkin agar bayi terbiasa jika nanti ditinggal ibu bekerja.

Lima dari enam informan adalah wanita pekerja. Mereka bekerja mulai jam 07.00 WIB dan baru pulang pada pukul 14.00 atau 15.00 WIB. Selama waktu bekerja, bayi di asuh oleh tukang momong atau pengasuh. Ada yang dititipkan untuk diasuh oleh tetangga da nada yang diasuh oleh nenek bayi. Mereka menyampaikan bahwa di masyarakat ada anggapan dan sudah menjadi kebiasaan bahwa bayi yang baru lahir harus segera dikenalkan kepada susu formula agar bayinya terbiasa dan nanti jika ditinggal bekerja bayi tidak rewel karena mencari ASI dari payudara ibunya. Dari pihak pengasuh juga meminta agar untuk memudahkan pengasuhan , maka bayi harus dikasih

susu formula sejak lahir. Ada kejadian dimana bayi tidak diberi susu formula maka orang tuanya yang disalahkan dan dipergunjingkan oleh para tetangga karena dianggap menyusahkan dan menyengsarakan bayi karena membiarkan bayi rewel saat ditinggal bekerja oleh ibunya. Informan 1:

“ Saya disuruh ibu saya untuk memberikan susu formula kok bu, ibu saya takut kalo nanti saya tinggal kerja, bayi saya rewel nangis terus karena gak mau minum susu formula dan tergantung pada ASI saya. Ibu saya crita, dulu ada yang hanya dikasih ASI saja lha terus pada saat ibunya sudah kerja lagi bayinya gak mau minum akhirnya malah sakit. Kan jadi kasihan bayinya, makanya biar tidak sakit, bayinya dikasih formula”.

Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ibu bekerja memiliki resiko tinggi untuk berhenti menyusui bayinya lebih awal. Terlebih jika kebijakan perusahaan atau pabrik yang kurang mendukung termasuk adalah kebijakan cuti bersalin (Ratnayake, 2018). Di Indonesia cuti bersalin diberikan selama tiga bulan terbagi menjadi 1,5 bulan sebelum bersalin dan 1,5 bulan sesudah bersalin. Otomatis ibu hanya memiliki waktu kurang lebih 6 minggu untuk memberikan ASI kepada bayinya secara langsung. Permasalahan terjadi ketika ibu kembali bekerja, karena kurangnya pemahaman tentang manajemen laktasi dan praktik pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja menyebabkan banyak ibu yang memutuskan untuk tidak memberikan ASI secara eksklusif tetapi hanya memberikan ASI parsial atau predominan.(Kl, 2009)

Sebenarnya ibu bekerja masih bisa memberikan ASI kepada bayinya asalkan dia mempunyai pengetahuan yang baik tentang praktik ASI eksklusif, ada dukungan dari keluarga dan pengasuh bayi, dukungan dari

(6)

manajemen tempat kerja dan fasilitas alat perah ASI, ruang perah ASI, tempat penyimpanan ASI (Alina, Manan and B, 2013)(Indonesia et al., 2012).Tetapi kenyataan yang ada di masyarakat, pengetahuan tentang ASI eksklusif masih kurang, dukungan juga rendah ditambah memberikan ASI eksklusif oleh ibu bekerja belum membudaya sehingga banyak cemoohan dan sindiran dari masyarakat bagi ibu.

D. Budaya pemberian makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan agar bayi sehat.

Menurut informan, bayi mereka sudah diberikan makanan pendamping ASI rata-rata pada usia 2-3 bulan. Makanan pendamping ASI yang diberikan antara lain bubur bayi, pisang, air teh, tajin. Sering bayi menangis, membuka mulut dan memasukkan tangan ke mulutnya, hal itu dianggap sebagai penanda bayi lapar dan tidak cukup minum sehingga harus segera diberi makanan yang lebih padat.

Informan 4:

“ ASI itu juga bagus bu, tapi kan hanya air jadi mungkin bayinya masih lapar. Buktinya setelah dikasih makan, tidurnya jadi pulas lho bu”

Informan 6:

“ Bayi saya mulai saya kasih pisang itu umur berapa ya? Oohh..umur 3 bulan bu, pas itu saya kan sudah masuk kerja lha saya dikabari kalo bayi saya nangis minta minum terus, akhirnya dikasih sisiran pisang..eh..dia diam dan mau tidur pules”.

ASI mampu memenuhi kebutuhan bayi selama enam bulan pertama kehidupannya. Pemberian bahan makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan menyebabkan bayi mengalami kuning dan mudah alergi yang bisa berakibat penyakit saluran pencernaan (Alina, Manan and B, 2013). Anggapan masyarakat yang salah tentang ASI harus segera diluruskan karena jika tidak maka

budaya memberikan makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan atau sebelum bayi siap untuk makan akan tetap terjadi dan bisa merugikan kesehatan bayi.

E. Dukungan suami, orang tua,lingkungan terdekat masih rendah dalam pemberian ASI eksklusif.

Memberikan ASI secara eksklusif perlu dukungan motivasi dari suami, orang tua dan lingkungan sekitarnya karena selama proses enam bulan banyak kendala yang dialami oleh ibu menyusui. Kendala di awal masa menyusui antara lain: ASI belum keluar lancar, puting susu tenggelam, putting susu lecet, kebingungan karena tidak tahu cara menyusui bayi yang benar. Kendala setelah ibu kembali bekerja adalah cara mempraktikkan manajemen laktasi karena belum semua ibu mengetahui tentang manajemen laktasi.Di awal masa menyusui, ketika ibu merasa nyeri akibat lecet putting susu , suami tidak bisa membantu memberikan solusi, begitupun ketika ibu harus bangun tengah malam untuk menyusui bayinya, suami cuek tidak mau tahu dan tidak membantu karena itu adalah tanggung jawab ibu. Sikap orangtua pun demikian, rata-rata orang tua lebih memilih jalan aman ketika bayi rewel yaitu dengan memberikan susu formula karena menganggap bayi menangis karena kurang minum. Orang tua tidak mendukung sepenuhnya untuk pemberian ASI eksklusif.

Informan 2:

“ Saya itu merasa sendirian kok bu ketika menyusui bayi saya, pas tengah malam, anak nangis minta minum, saya harus bangun harus menyusui sendiri padahal mata ngantuk. Suami saya malah tetep tidur gak mau tau”.

Informan 3:

“Wong ibu saya saja malah bingung kalo bayi saya nangis, saya mau menyusui eh malah sudah diminta dikasih susu botol duluan.Habis itu

(7)

239

saya yang dimarahi karena

membiarkan bayi lama menangis dan mementingkan ASI”.

Informan orangtua:

“ Saya paling tidak tega kalo dengar bayi nangis. Kalo nangis ya harus segera disusui biar diam.Lha kalo disusui ibunya masih nangis ya harus dikasih botol bu”

Informan suami:

“ Menurut saya menyusui itu tugas seorang ibu, lha kalo bangun malam dan menyusui bayinya ya itu sudah kewajiban, sama seperti kewajiban saya sebagai suami ya mencari nafkah untuk anak istri”.

Memberikan ASI secara eksklusif merupakan sebuah tantangan bagi ibu. Butuh suatu pengetahuan dan kesadaran yang kuat serta dukungan penuh dari suami, keluarga, lingkungan untuk dapat memberikan ASI secara eksklusif mulai dari minggu pertama setelah melahirkan (M

et al., 2018)(Tan, 2011). Ibu menyusui

perlu untuk selalu diyakinkan bahwa dirinya mampu untuk memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya sembari dia bekerja(Alina, Manan and B, 2013). Jika dukungan itu kurang bahkan tidak ada maka ibu akan memutuskan untuk berhenti menyusui karena mengganggap itu adalah sesuatu yang merepotkan dan membebani dia tanpa ada yang memperhatikan dan membantu(Kl, 2009). Oleh sebab itu , dukungan sangat penting peranannya dalam mewujudkan ASI eksklusif pada para ibu pekerja.

F. Upaya penyuluhan tentang ASI eksklusif belum komprehensif, dukungan dari tempat kerja belum maksimal.

Berdasarkan informasi ternyata belum semua tempat kerja memberikan informasi atau penyuluhan tentang ASI eksklusif. Pernah ada penyuluhan dari

petugas puskesmas tetapi penyuluhannya secara masal yang diikuti oleh seluruh karyawan sehingga akibatnya pemahaman karyawan tentang ASI eksklusif kurang (penyuluhan kurang efektif). Tempat kerja yang menyelenggarakan penyuluhan ASI eksklusif adalah pabrik pernah menyelenggarakan penyuluhan ASI eksklusif. Demikian pula sarana, prasarana pendukung ASI eksklusif (pojok/ruang perah ASI, freezer penyimpan ASI), yang sudah menyediakan adalah pabrik atau perusahaan besar sedangkan perusahaan rumahan tidak ada.

Informan 5:

“Dulu ada bu penyuluhan di pabrik tentang ASI dari bidan tapi yang ikut banyak, orangnya di depan, jadi saya ya tidak terlalu paham bu”

“Kalo ruang ASI ada bu, kulkas juga ada tapi tidak ada yang make,lha bingung caranya”.

Informan 6:

“ Saya kerjanya di konveksi rumahan bu, jadi tidak ada kayak penyuluhan apalagi kulkas untuk nampung ASI. Jadinya ya anak saya memang susu botol bu minumnya’.

Informan Bidan:

“ Saya pernah ditugaskan untuk memberikan penyuluhan di pabrik rokok, tapi sudah lama bu. Penyuluhan tentang ASI eksklusif. Tapi rata-rata

pesertanya tidak mendengarkan

dengan baik malah asik ngobrol sendiri, jadi tidak tau mereka paham atau tidak”

Penyuluhan tentang ASI eksklusif sebenarnya merupakan salah satu strategi untuk merubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat agar mau memberikan ASI eksklusif bagi bayi walaupun ibunya adalah seorang pekerja(Indonesia et al., 2012). Tetapi pada kenyataannya penyuluhan yang diterima oleh para informan di tempat kerja belum efektif karena peserta terlalu banyak sehingga kurang

(8)

terfokus dan pelaksanaan penyuluhannya hanya aksidental tidak berkelanjutan. Belum semua tempat kerja menyelenggarakan penyuluhan dan menyiapkan fasilitas untuk ASI eksklusif. Jikapun ada yang sudah menyediakan fasilitas tetapi nyatanya

fasilitas tersebut belum digunakan secara maksimal, hal itu disebabkan karena pengetahuan ibu kurang dan ada perasaan takut ketika meninggalkan pekerjaan untuk memerah ASI.

KESIMPULAN

Pengetahuan,kesadaran dan perilaku untuk memberikan ASI eksklusif masih rendah. Masih ada anggapan bahwa ASI saja tidak mampu mencukupi kebutuhan nutrisi bayi. Budaya pemberian susu formula seawal mungkin agar bayi terbiasa jika nanti ditinggal ibu bekerja. Masih ada budaya pemberian makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan agar bayi sehat. Dukungan suami, orang tua,lingkungan terdekat masih rendah. Upaya penyuluhan tentang ASI eksklusif belum komprehensif, dukungan dari tempat kerja belum maksimal. Agar cakupan ASI eksklusif meningkat maka perlu adanya penyuluhan tentang ASI eksklusif yang dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan dengan melibatkan organ pemerintahan, tokoh masyarakat, tenaga kesehatan dan perusahaan atau pabrik tempat kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Alina, T., Manan, W. and B, M. I. (2013) ‘Factors Predicting Early Discontinuation of Exclusive Breastfeeding among Women in Kelantan , Malaysia’, 4(1), pp. 42–54.

Cai, X., Wardlaw, T. and Brown, D. W. (2012) ‘Global trends in exclusive breastfeeding’, pp. 2–6.

Indonesia, U. et al. (2012) ‘Studi Kualitatif Terhadap Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kereng Pangi Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan Tengah Tahun 2012’.

Kebidanan, A. and Rahayu, M. (2016) ‘Jurnal kebidanan dan kesehatan’, 6(1).

Kl, T. (2009) ‘Knowledge , attitude and practice on breastfeeding in Klang , Malaysia’, 8(1), pp. 17–22.

Le, Q. T. et al. (2018) ‘Factors associated with a low prevalence of exclusive breastfeeding during hospital stay in urban and semi-rural areas of southern Vietnam’. International Breastfeeding Journal, 3, pp. 1–10.

M, C. et al. (2018) ‘Maternal Factors Associated with the Initiation of Exclusive Breastfeeding among Mothers at One Week after Delivery in Two Selected Hospitals in Kelantan , Malaysia’, 25(4), pp. 112–121.

Nishimura, H. et al. (2018) ‘Determinants of exclusive breastfeeding in rural South India’. International Breastfeeding Journal, pp. 1–7.

Ratnayake, H. E. (2018) ‘Prevalence of exclusive breastfeeding and barriers for its continuation up to six months in Kandy district , Sri Lanka’. International Breastfeeding Journal, pp. 1–8.

Tan, K. L. (2011) ‘Factors associated with exclusive breastfeeding among infants under six months of age in peninsular malaysia’, pp. 1–7.

Ti, T. A. et al. (2012) ‘Perceptions and practice of exclusive breastfeeding among Malay women in Kelantan , Malaysia : a qualitative approach Perceptions and Practice of Exclusive Breastfeeding among Malay Women in Kelantan , Malaysia : A Qualitative’, (January 2016).

Gambar

Tabel : Karakteristik informan

Referensi

Dokumen terkait

Apabila hasil residu dari senyawa memiliki banyak kemiripan dengan hasil residu dari ligan natif, senyawa dari bahan alam tersebut dapat dikatakan sebagai senyawa

Visualisasi interaksi yang terjadi dan jenis ikatan yang terbentuk dari hasil docking molekul mengunakan aplikasi PyMOL yang dapat dilihat pada Gambar 1.. Untuk

Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan antara status menopause dengan lesi seluler sitologi ektoserviks pap smear dengan nilai p- value sebesar 0.010 ( &lt; α = 0.05),

Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga terdiri dari 16 indikator yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, kunjungan ibu hamil rutin , pemberian

Hasil penelitian mendapatkan adanya hubungan pemberian informasi persiapan operasi oleh perawat dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di Ruang Bougenville RSUD

Hal yang mendasari karena identifikasi persoalan ini tidak hanya mengacu persoalan akut di berbagai negara tetapi juga tidak adanya aspek ancaman hukum yang kuat

High intensity interval training (HIIT) atau latihan dengan intensitas interval tinggi merupakan metode aktivitas fisik yang memiliki beberapa kelebihan seperti

Pengetahuan dan perilaku ibu menyusui yang rendah dalam memberikan ASI Eksklusif dapat mempengaruhi keberhasilan ASI Eksklusif.Pemberian edukasi kesehatan dinilai mampu untuk mengubah