• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. A. Konsep Dasar Keluarga. 1. Definisi Keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. A. Konsep Dasar Keluarga. 1. Definisi Keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB II KONSEP DASAR A. Konsep Dasar Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yag terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Murwani, 2007).

Menurut Dufal (1972) dalam Friedman (1998) Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, emosional, dan sosial, dari tiap anggota keluarga

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan yang mempunyai peran masing – masing yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang tinggal dalam satu rumah.

2. Tipe/ Bentuk Keluarga (Murwani, 2007)

a. Keluarga inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

(2)

2 b. Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan satu saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara, sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.

c. Keluarga berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti

d. Keluarga duda / janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian

e. Keluarga berkomposisi (Compisite Family), adalah keluarga yang perkawinanya berpoligami dan hidup secara bersama

f. Keluarga kabitas (Cahabitation Family), adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan membentuk suatu keluarga.

3. Tahap Keluarga

Tugas perkembangan keluarga berdasarkan konsep Duvall dan miller (Friedman, 1998), antara lain:

a. Pasangan Baru (Keluarga Baru)

Dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing.

Tahap perkembangannya :

1) Membina hubungan intim yang memuaskan

(3)

3 3) Mendiskusikan rencana memiliki anak

b. Keluarga “Child-bearing” (Kelahiran anak pertama)

Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran sampai anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan.

Tahap perkembangannya :

1) Persiapan menjadi orang tua

2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga : peran, interaksi, hubungan seksual, dan kegiatan

3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan c. Keluarga dengan anak pra sekolah

Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun.

Tahap perkembangannya :

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman

2) Membantu anak untuk bersosialisasi

3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi

d. Keluarga dengan anak usia sekolah

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun sampai 12 tahun.

(4)

4 Tugas perkembangannya :

1) Membantu sosialisasi anak, tetangga, sekolah dan lingkungan 2) Mempertahankan keintiman pasangan

3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.

e. Tahap keluarga dengan anak usia remaja

Tahap keluarga ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya.

Tugas perkembangan ini yaitu :

1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat anak usia remaja yang sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya.

2) Mempertahankan keintiman pasangan

3) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat. f. Tahap keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Tugas perkembangan tahap ini yaitu :

(5)

5 2) Mepertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya

dan anak-anak

3) Meningkatkan keakraban pasangan g. Tahap keluarga usia lanjut

Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal.

Tugas perkembangan ini yaitu :

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, dan pendapatan

3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.

4. Peran Keluarga

a Peran formal keluarga 1). Peran parental

Peran parental adalah peran dasar yang membentuk posisi social, yaitu suami sebagai ayah dan istri sebagai ibu. Menurut Murwani, 2007 ada delapan peran parental. Peran-peran tersebut adalah : Peran provider (penyedia), peran sebagai pengatur rumah tangga, peran perawatan anak, peran sosialisasi anak, peran rekreasi peran persaudaraan (kinship) atau peran memelihara hubungan

(6)

6 peternal dan maternal, peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif pasangan), dan peran seksual.

2). Peran perkawinan

Kebutuhan bagi pasangan memelihara suatu hubungan perkawinan yang kokoh itu sangat penting. Anak-anak terutama dapat mempengaruhi hubungan perkawinan, menciptakan situasi dimana suami dan istri membentuk suatu koalisi dengan anak. Memelihara suatu hubungan perkawinan yang memuaskan merupakan salah satu tugas yang vital dari keluarga.

b Peran informal

1) Pengharmonis : menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota, menghibur dan menyatukan kembali perbedaan pendapat 2) Inisiator-kontributor : mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru

atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.

3) Pendamai (compromiser) : merupakan salah satu bagian dari konflik dan ketidaksepakatan, pendamai menyatakan kesalahan posisi dan mengakui kesalahnnya, atau menawarkan penyelesaian “ setengah jalan “.

4) Perawat keluarga : Orang yang terpanggil untuk merawat dan mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkannya.

(7)

7 5) Koordinator keluarga : mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga, berfungsi mengangkat keterikatan / keakraban

5. Fungsi Keluarga

Fungsi Keluarga menurut Murwani, 2007. a. Fungsi Biologis

Tugas keluarga secara biologis adalah untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga.

b. Fungsi Psikologis

Sedangkan keluarga secara psikologis berfungsi untuk memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga, serta memberikan identitas keluarga

c. Fungsi sosialisasi

Fungsi keluarga dalam hal ini adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. d. Fungsi ekonomi

1). Mencari sumber-sumber penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga.

(8)

8 2). Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

3). Menabung untuk memenuhi kebutuhan dimasa yang akan datang, misalnya pendidikan anak, jaminan hari tua dan sebagainya.

e. Fungsi pendidikan

1). Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai bakat dan minat yang dimilikinya.

2). Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

3). Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya f. Fungsi perlindungan

Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

g. Fungsi perasaan

Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif, merasakan perasaan anak dan anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

(9)

9 h. Fungsi Religius

Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia.

i. Fungsi Rekretif

Tugas keluarga dalam fungsi rekretif ini tidak selalu harus pergi ke tempat rekresi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan kepribadian masing-masing anggotanya.

B. Konsep Tuberculosis 1. Pengertian

Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TBC menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2002)

(10)

10 TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis) yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pewarna dan metode khusus (Misnadiarly, 2006)

Jadi Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular melalui batuk dan dahak yang disebabkan oleh Mycobakterium yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop dengan pewarna dan metode khusus sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

(11)

11

2. Anatomi dan Fisiologi

(http//system respirasi atas pada manusia.compbell et al.1999) Gambar sistem pernafasan atas 2.1

(http//system respirasi bawah pada manusia.compbell et al.1999) Gambar sistem pernafasan bawah 2.2

(12)

12 Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan eshopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal).

Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trachea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran.

Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa

(13)

13 dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronchus-bronchus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus. Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronchiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronchibiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat

(14)

14 pertukaran gas paru-paru. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronchiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan

(15)

15 keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dan otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) antara darah sistemik dan sel-sel jaringan. (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah respimi atau respirasi interna menipakkan stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru. (4) Transportasi, yaitu tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.

(16)

16 Secara garis besar bahwa paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut: a. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara

atmosfer ke darah vena dan mengeluarkan gas karbondioksida dari alveoli ke udara atmosfer

b. Menyaring bahan beracun dari sirkulasi c. Reservoir darah

d. Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas 3. Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). (Suyono, et. al, 2001).

4. Patofisiologi

Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan

terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya.

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi

inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga

(17)

17 mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.

Massa jaringan paru / granuloma (gumpalan basil yang masih

hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, memebentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopneumonia lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).

5. Manifestasi Klinik

Gejala utama batuk terus menerus dan berdahak selam 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang sering dijumpai antara laian dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berta badan turun,

(18)

18 rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupaun tanpa aktivitas, demam lebih dari sebulan (Depkes, 2002).

6. Penatalaksaan

a. Pengobatan

Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah premedikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Menurut Crofton (1999), pengobatan dengan menggunakan Obat Anti TB (OAT) yang biasa diberikan selama 6-8 bulan.

Jenis dan dosis OAT : 1) Isoniazid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

2) Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid.

(19)

19 Dosis 10 mg/kg BB diberikan untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

3) Pirazinamid (Z)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 35 mg/kg BB. 4) Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita sampai umur 60 tahun dosisnya 0.75 gr/hari, sedangakan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0.50 gr/hari.

5) Ethambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.

b. Prinsip pengobatan

Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu :

1) Tahap intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya

(20)

20 kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.

2) Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. c. Panduan OAT di Indonesia

Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan panduan OAT :

1) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selam 2 bulan (2 HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H), dan Rifampicin (R)., diberikan tiga kali seminggu selama 4 bulan (4 H3R3)

Obat ini diberikan untuk :

(21)

21 Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen Positif yang

“sakit berat” dan

Penderita TBC Ekstra Paru Berat.

Satu paket kombipak kategori 1 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60 blister HRZE untuk tahap intensif, 54 blister untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam dos besar.

Tabel dosis pemberian OAT kategori 1

Tahap Lama (H) / day R day Z day F day

Jumlah Hari X Nelan Obat

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 60

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 54

2) Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E), dan suntikan streptomisin setiap hari dari Unit pelayanan Kesehatan (UPK). Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan

(22)

22 tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.

Perlu diperhatikan bahwa suntikan Streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.

Obat ini diberikan untuk :

Penderita kambuh (relapas) Penderita gagal (failure)

Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari 90 blister HRZE untuk tahap intensif, dan 56 blister HRE untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar. Disamping itu, disediakan 30 vial Streptoposin @ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan (60 spuit dan aquabidest) untuk tahap intensif.

(23)

23 Tabel dosis pemberian OAT kategori 2

Tahap Lama H @300 Mg R @450 Mg Z @500 Mg E @ 250 Mg E @500 Mg Strep. Injeksi Jumlah Hari X Nelan Obat Intensif 2 bln 1 bln 1 1 1 1 3 3 3 3 - - 0,5 % 60 30 Lanjutan 5 bln 2 1 3 2 - 66 3) Kategori 3: 2HRZ/4H3R

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru BTA negatif dan Rontgen positif sakit ringan

Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

(24)

24 Satu paket kombipak ketegori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri 60 blister HRZ untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam dos besar.

Tabel dosis pemberian OAT kategori 3

4) OAT Sisipan (HRZE) :

Bila pada akhir intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan ketegori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selam satu bulan.

Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam dos kecil.

Tahap Lama H @ 300 mg R@450mg P@ 500mg Hari X Nelan

Obat Intensif 2 bulan 1 1 3 60 Lanjutan 3 x week 4 bulan 2 1 1 54

(25)

25 Tabel dosis pemberian OAT sisipan

d. Pemantauan Kemajuan hasil pengobatan TBC

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan dilakasanakan dengan pemeriksaan ulang secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.

Laju Endap Darah (LED) tidak dapat dipakai untuk memantau

kemajuan pengobatan.

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif, maka hasil pemerikasaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

Pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pada : Tahap Lama H @300mg R @450mg Z @500mg E day @250mg Nelan X Hari Intensif (dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 30

(26)

26

1) Akhir tahap intensif

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 3 pengobatan ulang penderita BTA positif dengan kategori 2.

Pemeriksaan dahak pada akhir tahap intensif dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi konversi dahak, yaitu perubahan BTA positif menjadi negatif.

a) Pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1: Akhir bulan ke 2 pengobatan sebagian besar (seharusnya 80 %) dari penderita sudah BTA negatif (konversi). Penderita ini dapat meneruskan pengobatan dengan tahap lanjutan. Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 hasilnya masih BTA positif, pengobatan diteruskan dengan OAT sisispan selam 1 bulan. Setelah peket sisipan satu selesai, dahak diperikasa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun hasil pemerikasaan ulang dahak BTA masih tetap positif.

b) Pengobatan ulang penderita BTA positif dengan ketegori 2: Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 3 masih positif, tahap intensif harus diteruskan lagi, selama 1 bulan dengan OAT sisipan. Setelah satu bulan diberi sisipan

(27)

27 dahak diperiksa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun hasil pemeriksaan dahak ulang BTA masih positif. Bila memungkinkan spesimen dahak penderita dikirim untuk dilakukan biakan dan uji kepekaan obat (sensitivity test). Sementara pemeriksaan dilakukan, penderita meneruskan pengobatan tahap lanjutan. Bila hasil uji kepekaan obat menunjukam bahwa kuman sudah resisten terhadap 2 atau lebih OAT, maka penderita dirujuk ke unit pelayanan spesialistik yang dapat menangani kasus resisten. Bila tidak mungkin, maka pengobatan dengan tahap lanjutan diteruskan sampai selesai.

c) Pengobatan penderita BTA negatif hasil Rontgen positif dengan kategori 3 (ringan) atau 1 (berat):

Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif, baik dengan pengobatan kategori 3 (ringan) atau kategori 1 (berat), tetap dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada tahap akhir bulan ke 2. Bila hasil pemeriksaan ulang dahak BTA positif, maka ada 2 kemungkinan :

Suatu kekeliruan pada pemeriksaan pertama (pada saat diagnosis sebenarnya adalah BTA positif tapi

(28)

28 dilaporkan sebagai BTA negatif)

Penderita berobat tidak teratur.

Seorang penderita yang di diagnosa sebagai penderita BTA negatif dan diobati dengan kategori 3, yang hasil pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 3 adalah BTA positif, harus didaftarkan kembali sebagai penderita gagal BTA positif dan mendapat pengobatan dengan kategori 2 mulai dari awal.

Bila pemeriksaan ulang dahak akhir tahap intensif pada penderita baru dan penderita pengobatan ulang BTA positif, dahak menjadi BTA negatif, pengobatan diteruskan ke tahap lanjutan. Bila pada pemeriksaan ulang dahak pada tahap akhir intensif penderita BTA negatif rontgen positif dahak menjadi BTA positif, penderita dianggap gagal dan dimulai pengobatan dari permulaan dengan kategori 2.

2) Sebulan sebelum akhir pengobatan

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan ulang penderita BTA positif kategori 2.

(29)

29

3) Akhir Pengobatan

Dilakukan seminggu akhir bulan ke 6 pengobatan pada penderita baru BTA posistif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 8 pengobatan ulang BTA positif, dengan kategori 2.

Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan (AP) bertujuan untuk menilai hasil pengobatan (“sembuh”, atau “gagal”).

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya secra lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya).

e. Hasil pengobatan dan tindak lanjut

Hasil pengobatan seorang penderita dapat diketegorikan sebagai: Sembuh, Pengobatan Lengkap, Meninggal, Pindah (Transfer Out), Defaulter (lalai)/DO dan Gagal.

1) Sembuh

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, dan

(30)

30 pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya).

2) Pengobatan Lengkap

Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif. Tindak lanjut: penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan prosedur tetap.

3) Meninggal

Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun.

4) Pindah

Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota lain. Tindak Lanjut: penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat pindah dan bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil pengobatan penderita dikirim ke UPK asal, dengan formulir.

5) Defaulted atau Drop Out

Adalah penderita yang tidak mengambil obat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

(31)

31 Tindak lanjut : lacak penderita tersebut dan diberi penyuluhan pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan pemeriksaan dahak. Bila positif mulai pengobatan dengan kategori 2, bila negative sisa pengobatan kategori 1 dilanjutkan.

6) Gagal

a) Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pda satu bulan sebelum akhir pengobatan atau akhir pengobatan.

Tindak lanjut: Penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal. Penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk ke UPK spesialistik atau INH seumur hidup.

b) Penderita BTA

Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2 menjadi positif.

Tindak lanjut: berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.

f. Tatalaksana penderita yang berobat tidak teratur

Seseorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai. Hal ini dapat terjadi karena penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan

(32)

32 seluruhnya dalam waktu yang telah ditentukan. Petugas kesehatan harus mengisahakan agar penderita yang putus berobat tersebut kembali ke UPK. Pengobatan yang diberikan tergantung pada tipe penderita, lamanya pengobatan sebelumnya, lamanya putus berobat, dan bagaimana hasil pemeriksaan dahak sewaktu dia kembali berobat.

g. Program penanggulangan TB Nasional

Sumber Depkes (2002), dengan menggunakan strategi DOTS , rekomendasi dari WHO dengan komponen :

1) Komitmen politisi dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana (puskesmas, paramedik, dll).

2) Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis

3) Pengobatan dengan panduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas Menelan Obat (PMO)

4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin

5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangn TBC.

(33)

33 h. Pencegahan penularan

1) Pastikan penderita menyelesaikan pengobatan yang efektif 6-8 bulan (Coftroon, 2002)

2) Membuang dahak dalam larutan sodium hipokrit 1 % atau lisol (Coftroon, 2002)

3) Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin atu menggunakan tissue kemudian dibakar (Minnadiarly, 2006) 4) Menjemur di udara dan di bawah sinar matahari semua

bahan seperti selimut, bantal dan kasur (Depkes, 2002) 5) Sedapat mungkin menghindari dari kerumunan orang

banyak yang terlalu padat

(warnadiri.blogspot.com/2008/04/sumbangan–warn.)

6) Ventilasi rumah yang baik agar udara dan sinar matahari masuk dalam ruangan (Minnadiarly, 2006)

7) Tidak meludah sembarang tempat (Depkes, 2002) 8) Berolahraga secara teratur (Doengoes, 1999)

9) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan gizi seimbang (Minnadiarly, 2006)

10) Imunisasi BCG pada balita (Prince, 1995)

7. Komplikasi

Menurut (Depkes, 2002) komplikasi berikut sering terjadi pada penderita tahap lanjut :

(34)

34 a. Hempotisis berat (perdrahan dari saluran nafas bawah) yang

dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik b. Kolabs dari lobus akibat retraksi bronchia.

c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif pada paru)

d. Pneumothorax (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan kolabs karena kerusakan jaringan paru

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dsb

f. Efusi perikard

8. Fokus Pengkajian Keperawatan

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

a. Aktivitas/istirahat: Gejala:

1) Kelelahan umum dan kelemahan 2) Dispnea saat kerja maupun istirahat

3) Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat

(35)

35 Tanda:

1) Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja 2) Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut) b. Sirkulasi

Gejala: 1) Palpitasi Tanda:

1) Takikardia, disritmia

2) Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)

3) Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal

4) Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam mediatinum)

5) TD: hipertensi / hipotensi 6) Distensi vena jugularis c. Integritas ego:

Gejala:

1) Gejala - gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas.

(36)

36 Tanda:

1) Menyangkal (khususnya pada tahap dini) 2) Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.

3) Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut) d. Makanan dan cairan:

Gejala:

1) Kehilangan napsu makan 2) Penurunan berat badan Tanda:

1) Turgor kulit buruk, kering, bersisik

2) Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan e. Nyeri dan Kenyamanan:

Gejala:

1) Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang 2) Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam,

mungkin menyebar ke bahu, leher atau abdomen. Tanda:

1) Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

f. Pernapasan: Gejala:

(37)

37 2) Napas pendek

3) Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi Tanda:

1) Peningkatan frekuensi pernapasan

2) Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat

3) Pengembangan dada tidak simetris

4) Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi hiperresonan di atas area yang telibat.

5) Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral

6) Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi

7) Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (crackels posttussive)

8) Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah

9) Deviasi trakeal g. Keamanan:

Gejala:

1) Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder.

(38)

38 Tanda:

1) Demam ringan atau demam akut. h. Interaksi Sosial:

Gejala:

1) Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular 2) Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas

fisik untuk melaksanakan peran i. Penyuluhan/pembelajaran:

Gejala:

1) Riwayat keluarga TBC

2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk 3) Gagal untuk membaik/kambuhnya TBC

4) Tidak berpartisipasi dalam terapi.

9. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

1) Observasi penampilan umum penderita : tubuh kurus, postur tubuh cenderung membungkuk, dan tampak lemah. 2) Observasi kulit : Pucat, turgor jelek, kering/bersisik 3) Batuk berdahak (produktif/non produktif)

4) Sesak nafas, gelisah/distraksi

5) Berhati-hati pada area yang sakit, terutama pada daerah dada

(39)

39 b. Palpasi dada

1) Pengembangan paru yang tidak simetris (efusi pleural) 2) Nyeri dada

c. Perkusi dada

Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural)

d. Auskultasi paru dan dada

Kaji frekuensi pernafasan, irama kedalaman, bunyi nafas tidak normal (ronchi, mengi atau stridor).

10. Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur sputum : positif untuk Mycobacterium Tuberkulosis pada tahap aktif penyakit

b. Zient Neelsen : Positif untuk basil asam cepat

c. Tes kulit (PPD, Mantoux) : reaksi positif (area indurasi 10 mm/lebih besar, terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intradermal antigen)

d. Foto thorak : dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan.

(40)

40

(41)

41

12. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (Doenges, 2000) b. Risiko tinggi infeksi (Doenges, 2000)

c. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas (Doenges, 2000)

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Doenges, 2000)

e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan (Doenges, 2000)

f. Intoleransi aktivitas (Carpenito, Lynda Juall, 1997) g. Gangguan pola tidur (Carpenito, Lynda Juall, 1997)

13. Fokus Intevensi dan Rasional

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif 1) Prevensi Primer

a) Mengidentifikasi tanda dan gejala Tuberkulosis pada penderita tersangka seperti batuk-batuk dan sesak b) Memperbaiki lingkungan rumah yang kotor, pengab, dan

berdebu. 2) Prevensi Sekunder

a) Mengkaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan irama, dan kedalaman

b) Ajarkan penderita untuk batuk efektif dan nafas dalam c) Memberikan penderita untuk minum sedikit 2500 ml/hari

(42)

42 d) Berikan uap air panas atau inhalasi uap dan minyak

cucalyptus/vicks vaporub.

e) Berikan obat-obatan tradisional untuk mengencerkan secret misalnya jahe, kencur, bawang putih.

3) Prevensi Tersier

a) Peningkatan peran serta keluarga dalam prevensi sekunder dan memberi dukungan moral pada penderita b) Rujukan ke pelayanan kesehatan jika keluhan semakin memberat

b. Risiko tinggi infeksi 1) Prevensi Primer

a) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti perbaikan kondisi rumah yang pengab, lantai yang berdebu, pengadaan ventilasi.

b) Penjelasan tentang cara-cara penularan Tuberkulosis Paru pada anggota keluarga yang lain

c) Pendidikan kesehatan tentang personal hygiene seperti menutup mulut saat batuk, tidak meludah di sembarang tempat, mencuci tangan sebelum makan.

2) Prevensi Sekunder

(43)

43 b) Meningkatkan keteraturan minum obat terhadap penderita agar tidak terjadi putus obat, dan keluarga sebagai pengawas minum obat

c) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus Tuberkulosis Paru sesuai paduan OAT Depkes RI tahun 2001.

3) Prevensi Tersier

a) Perhatikan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar terarah dan tidak terjadi penyebaran infeksi

b) Rujukan pada pelayanan kesehatan apabila sudah dilakukan pengobatan dan penderita masih sakit diharapkan keluarga membawa ke Rumah Sakit atau BP4.

c) Menyadarkan masyarakat untuk menerima penderita Tuberkulosis Paru dengan dukungan moral dan tidak mengasingkannya.

c. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas 1) Prevensi Primer

a) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya perilaku hidup sehat seperti tidak merokok, menghindari alkohol agar tidak terjadi sesak pada penderita tersebut

(44)

44 b) Perbaikan/modifikasi lingkungan seperti lantai rumah yang berdebu, ventilasi udara yang kurang/rumah yang pengab dan kotor

c) Jelaskan tentang komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita jika kondisi bertambah parah.

2) Prevensi Sekunder

a) Kaji sesak nafas dan adanya peningkatan supaya pernafasan

b) Anjurkan penderita untuk tirah baring dan membatasi aktivitas

c) Libatkan keluarga untuk membantu perawatan diri sesuai keperluan

3) Prevensi Tersier

a) Rujuk penderita untuk melakukan pemeriksaan laboratorium GDA dan pemberian terapi oksigen jika diperlukan di rumah sakit.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 1) Prevensi Primer

a) Memberikan penyuluhan tentang pentingnya gizi dan asupan nutrisi bagi penderita Tuberkulosis Paru

(45)

45 b) Ajarkan keluarga menyusun menu seimbang untuk penderita terutama diet TKTP seperti nasi, sayuran hijau, telur, buah-buahan, ikan laut.

2) Prevensi Sekunder

a) Kaji masukan/pengeluaran dan berat badan penderita secara periodik

b) Anjurkan penderita untuk makan sedikit tapi sering bila terjadi anoreksia, mual/muntah

c) Dorong anggota keluarga untuk memberikan makanan/diet bagi penderita Tuberkulosis Paru yaitu tinggi protein dan karbohidrat.

3) Prevensi Tersier

a) Berikan antipiretik yang tepat, misalnya Panadol (Paracetamol) atau kompres denan daun dadap serep b) Rujuk untuk pemeriksaan laboratorium, contoh BUN,

protein serum dan albumin.

e. Kurang pengetahuan tentang aturan tindakan dan pencegahan Tuberkulosis Paru

1) Prevensi Primer

a) Penyuluhan dan pemberian informasi tentang pengertian, gejala-gejala, tindakan, dan pencegahan yang perlu

(46)

46 diketahui dan dilakukan secara mandiri oleh anggota keluarga penderita Tuberkulosis Paru

b) Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan tenaga medis c) Jelaskan tentang jenis, dosis, dan jangka waktu

pengobatan Tuberkulosis Paru. 2) Prevensi Sekunder

a) Anjurkan keluarga untuk selalu terlibat dalam perawatan secara mandiri pada penderita, terutama sebagai pengawas minum obat agar penderita tidak putus obat b) Anjurkan penderita untuk teratur berobat dan meminum

obat yang diberikan agar mempercepat penyembuhan c) Jelaskan tentang efek samping obat yang diminum seperti

Rifampicin yang menimbulkan gatal-gatal, kemerahan pada kulit, tidak nafsu makan, mual, warna kemerahan pada urine.

d) Jelaskan tentang lamanya pengobatan agar penderita tidak merasa cemas

e) Anjurkan untuk tidak merokok dan meminum alkohol. 3) Prevensi Tersier

a) Tingkatkan pengetahuan masyarakat tentang penularan, pencegahan dan

(47)

47 c) Jika terjadi efek samping obat, usahakan ganti dengan obat lain yang tidak menimbulkan efek samping contohnya efek samping streptomycin yang menimbulkan gangguan keseimbangan dapat diganti dengan Ethambutol

d) Jika efek samping bertambah berat, berikan kartikosteroid (Prednison), infus di UPK perawatan terdekat atau rujuk ke rumah sakit.

f. Intolerasi aktivitas 1) Prevensi Primer

a) Penyuluhan kepada masyarakat tentang kelemahan, kelelahan dan nafas pendek pada Tuberkulosis Paru dan jenis-jenis pekerjaan yang menyebabkan Tuberkulosis Paru seperti kuli bangunan, pegawai pabrik garment 2) Prevensi Sekunder

a) Anjurkan penderita untuk membatasi aktivitas yang berat dan menguras energi, seperti kuli bangunan, buruh pabrik dan pekerjaan naik turun tangga.

b) Anjurkan penderita untuk tirah baring

c) Libatkan keluarga untuk membantu dalam perawatan diri penderita, seperti mengambil obat mengambil makan dan personal hygiene.

(48)

48 3) Prevensi Tersier

a) Penyempurnaan dan intesifikasi pengobatan lanjutan agar terarah dan tidak menimbulkan komplikasi

b) Bila terjadi kelemahan, berikan asupan vitamin B6. g. Gangguan pola tidur

1) Prevensi primer

a) Jelaskan pada masyarakat untuk pola istirahat dan tidur yang baik bagi penderita Tuberkulosis Paru dan gangguan tidur di malam hari yang sering dialami penderita.

2) Prevensi Sekunder

a) Anjurkan pada penderita untuk banyak istirahat dan tidak terlalu lelah, tidur terlalu larut dan sering begadang di malam hari

b) Jelaskan pentingnya istirahat bagi kesegaran tubuh c) Anjurkan teknik masase, distraksi sebelum tidur (pijat

pada punggung)

d) Usahakan tempat tidur yang nyaman, bersih, tidak tidur di lantai dan dipisahkan dari anggota keluarga lain.

(49)

49 3) Prevensi Tersier

a) Menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya kebersihan dan modifikasi lingkungan rumah agar nyaman untuk beristirahat terutama tidur.

C. Proses Keperawatan Keluarga 1. Pengkajian Keluarga

Friedman (1998) membagi proses pengkajian keperawatan keluarga dalam tahap-tahap meliputi identifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan, data lingkungan, sturktur keluarga, fungsi keluarga dan koping keluarga.

a. Identifikasi Data

Daftar nama-nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, alamat tempat tinggal keluarga.

b. Komposisi keluarga

Umur penderita Tuberkulosis Paru, seringkali berasal dari usia produktif (15 – 60 tahun) (Soeparman, Sarwono Waspadji, 1990). Angka tertinggi pada wanita ditemukan pada usia 40 – 50 tahun, sedangkan laki-laki usia lebih dari 65 tahun.

c. Jenis kelamin, pada wanita angka pravelensinya masih lebih rendah dan meningkatnya juga lebih sedikit dibandingkan laki-laki (Crofton, John, 1998).

(50)

50 d. Jenis pekerjaan yang berat akan lebih tinggi terjadinya Tuberkulosis

Paru, seperti : tukang batu, kuli, dan buruh bangunan. e. Tipe keluarga

Garis keturunan atau silsilah keluarga dari tiga generasi apakah ada yang menderita penyakit Tuberkulosis Paru.

f. Latar belakang budaya

Adat istiadat di tempat tinggal keluarga, suku bangsa, agama, sosial, budaya, rekreasi, kegiatan pendidikan, kebiasaan makan dan berpakaian. Adanya pengaruh budaya pada peran keluarga dan kekuatan struktur, bentuk rumah, bahasa yang digunakan sehari-hari, komunikasi dalam keluarga, penggunaan tempat pelayanan kesehatan.

g. Pola spiritual

Agama yang dianut dalam keluarga dan kegiatan agama yang aktif diikuti.

h. Status sosial ekonomi budaya 1) Penghasilan keluarga

Dampak keluarga yang berpenghasilan kurang atau kepala keluarga yang tidak mampu bekerja lagi, mudah terserang TBC karena keadaan gizi menurun dan daya tahan tubuh semua anggota keluarga rendah. Sehingga kemungkinan terserang TBC sangat

(51)

51 besar. Sedangkan penderita TBC memerlukan perawatan yang lama, rutin, dan biaya untuk pengobatan.

2) Pendidikan

Keadaan ekonomi yang rendah sangat berkaitan dengan masalah pendidikan, ini disebabkan karena ketidakmampuan keluarga dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi dan kurangnya pengetahuan tentang masalah TBC pada salah satu anggota keluarga, sehingga tidak mampu merawat penderita dengan baik yang mengakibatkan kondisi bertambah buruk, dan timbul komplikasi.

3). Aktivitas rekreasi keluarga

Identifikasi aktivitas dalam keluarga, frekuensi aktivitas tiap anggota keluarga dan penggunaan waktu senggang.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

a. Tahap perkembangan setiap anggota keluarga dari yang usia bayi sampai lanjut usia

b. Riwayat keluarga sebelumnya

Riwayat kesehatan dalam keluarga adakah anggota keluarga yang pernah menderita penyakit kronis, penyakit menular atau penyakit yang sifatnya herediter, misalnya DM, hipertensi, jantung, hepatitis,TBC. Dan bagaimana perawatan dari keluarga, pengobatan, serta tindakan medis yang telah didapatkan.

(52)

52

3. Pengkajian Rumah

a. Karakteristik rumah

Lingkungan perumahan yang kumuh, berdebu, kurang ventilasi, penerangan yang tidak adekuat, keadaan kamar tidur yang pengab karena sinar matahari tidak dapat masuk, kasur yang tidak pernah dijemur merupakan faktor-faktor yang menyebabkan kuman-kuman Tuberkulosis mudah menyebar dan menular.

b. Macam lingkungan tempat tinggal

Tempat tinggal yang sempit, padat, sanitasi yang tidak terjaga, polusi udara juga menjadi potensi tersebarnya Tuberkulosis Paru.

c. Karakteristik hubungan dengan tetangga dan masyarakat Penderita TBC cenderung merasa rendah diri dalam pergaulan dengan tetangga dan masyarakat, oleh karena itu penderita tidak perlu dikucilkan atau diasingkan. Jika rajin memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan secara berkala dan minum obat secara teratur, maka penderita dapat disembuhkan.

d. Mobilitas geografis keluarga

Status rumah yang dihuni oleh keluarga apakah rumah sendiri atau menyewa, sudah berapa lama tinggal di daerah tersebut, dan pindah dari daerah mana.

(53)

53 f. Fasilitas sosial dan kesehatan

Fasilitas kesehatan yang tidak memadai dan tidak terjangkau menjadi kendala dalam kelangsungan pengobatan penderita TBC, karena fasilitas kesehatan seperti puskesmas tempat yang dapat digunakan untuk berobat.

g. Fasilitas transportasi

Transportasi merupakan saran yang penting dan sangat diperlukan agar penderita mendapatkan pelayanan kesehatan dengan segera. Ketiadaan sarana transportasi menjadikan masyarakat enggan berkunjung ke pelayanan kesehatan sehingga kondisi akan semakin memburuk.

h. Sistem pendukung dalam keluarga

Dukungan keluarga untuk penderita dengan memberikan motivasi dan semangat agar penderita tertib minum obat, rajin memeriksakan diri, penyediaan gizi yang sesuai anjuran. Adanya sistem pendukung dalam keluarga diharapkan membantu proses kesembuhan.

4. Struktur Keluarga

a. Pola komunikasi

Bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari di dalam keluarga dan waktu yang sering digunakan untuk berkomunikasi.

(54)

54 b. Struktur peran

Apakah keluarga sudah menjalankan perannya dalam keluarga dengan baik dan sesuai dengan fungsinya. Seorang penderita TBC akan mengalami perubahan kapasitas fisik dalam melaksanakan peran, karena merasa tidak mampu menjalankan perannya misalnya sebagai seorang kepala keluarga yang tidak bisa bekerja lagi, sehingga penghasilan keluarga menurun.

c. Struktur Kekuatan keluarga

Sejauh mana keluarga mampu mengambil keputusan dengan tepat dalam mengatasi masalah TBC yang ada di keluarga.

d. Nilai dan norma keluarga

Persepsi keluarga terhadap masalah kesehatan yang terjadi di keluarga dalam hal ini TBC.

5. Fungsi Keluarga

a. Fungsi afektif

Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif, merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sesama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga terutama anggota keluarga yang menderita TBC (Effendy, Nasrul, 1998).

(55)

55 b. Fungsi sosialisasi

Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anggota keluarganya menjadi anggota masyarakat yang baik, mampu menyesuaikan diri dan dapat berinteraksi dengan lingkungan (Effendy, Nasrul, 1998).

c. Fungsi perawatan kesehatan

1). Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan 2). Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat

3). Keluarga mampu melakukan perawatn pada anggota keluarga yang sakit

4).Keluarga mampu memodifikasi dan memelihara lingkungan untuk menunjang kesehatan

5). Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas layanan kesehatab yang ada.

6. Koping Keluarga

a. Stressor yang sering muncul dalam keluarga b. Respon keluarga terhadap stressor

Gambar

Gambar sistem pernafasan bawah 2.2
Tabel dosis pemberian OAT kategori 1
Tabel dosis pemberian OAT kategori 3

Referensi

Dokumen terkait

4 إ روتكدلا ناك تردص هدي نمو ،رصعلا بيدأو سنلجا يرصم يوغل لماع وى سينأ ميىارب برعلا دئاصق اضيأ فنصو ،ةيعامتجا وأ تناك ةييخرتا عوضولدا فلتلس في

Efektivitas kerja merupakan suatu pekerjaan yang mencapai tujuan dapat berhasil apabila dilaksanakan sesuai dengan rencana dan mampu terselesaikan dengan baik serta berpedoman

Na diklofenak merupakan derivat fenil asetat, yang mempunyai efek farmakologi adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik dan

Di antara yang juga berbahaya adalah adanya berbagai gambar buruk di pakaian; seperti gambar penyanyi, kelompok-kelompok musik, botol dan cawan arak, juga gambar-gambar makhluk

Dengan kegiatan diskusi tentang penjumlahkan berbagai bentuk pecahan berpenyebut berbeda bersama teman satu kelompok, siswa dapat menentukan hasil penjumlahkan berbagai

Ada beberapa sekolah yang dapat memfasilitasi kebutuhan anak- anak berbakat tersebut, yaitu melalui program kelas akselerasi, yaitu pemberian pelayanan pendidikan

Kajian ini juga bertujuan untuk mengenal pasti tahap penerimaan pelajar politeknik terhadap peranan perkhidmatan Unit Psikologi, Kaunseling dan Kerjaya (UPKK) dalam membantu