• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, yang para pelakunya meliputi pemerintah maupun masyarakat sebagai orang-perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang sangat besar, sehingga dengan meningkatnya kegiatan pembangunan tersebut, maka meningkat pula keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui perkreditan.

Kegiatan pinjam-meminjam uang atau yang lebih dikenal dengan istilah kredit dalam praktek kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi, bahkan istilah kredit ini tidak hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga sampai pada masyarakat di pedesaan. Kredit umumnya berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha, dan khususnya bagi perekonomian di Indonesia sangat berperan penting dalam kedudukannya, baik untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang dikembangkan secara mandiri karena bertujuan meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat.

Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana adalah lembaga perbankan, yang telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain

(2)

melalui kredit perbankan, yaitu berupa perjanjian kredit antara kreditur sebagai pihak pemberi pinjaman atau fasilitas kredit dengan debitur sebagai pihak yang berhutang. Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam melakukan usahanya tersebut, bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau dalam bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini, bank juga menyalurkan dana dari masyarakat dengan cara memberikan kredit dalam bentuk usaha kredit perbankan.

Kredit perbankan ini telah dimanfaatkan dan dipraktekkan oleh masyarakat sejak puluhan tahun lalu dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya. Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan merumuskan pengertian kredit : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal tersebut, maka dalam pembukuan kredit perbankan harus didasarkan pada persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam, atau dengan istilah lain harus didahului dengan Perjanjian Kredit.

(3)

Pembiayaan/pendanaan yang diberikan perbankan atau dipinjamkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit tersebut tentunya bukan merupakan dana milik perbankan itu sendiri dikarenakan modal yang dimiliki perbankan memang terbatas, namun juga merupakan dana titipan milik masyarakat umum yang disimpan dalam berbagai bentuk seperti halnya tabungan, giro maupun deposito. Hal ini sejalan dengan dasar bisnis perbankan yaitu penghimpun dana masyarakat (funding) dan penyalur kembali (lending) serta kaitannya dengan fungsi bank yaitu intermediasi.1

Dalam pemberian fasilitas kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit oleh bank kepada debitur bukanlah tanpa resiko, karena resiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitur tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitur diberi kepercayaan oleh Undang-Undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil. Risiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan kredit (resiko kredit), resiko yang timbul karena pergerakan pasar (resiko pasar), resiko karena bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo (resiko likuiditas), serta resiko karena adanya kelemahan aspek yuridis yang disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung (resiko hukum).2

Resiko-resiko yang umumnya merugikan kreditur tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak bank, sehingga dalam proses pemberian kredit diperlukan keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur

1

M Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan. ( Jakarta :Rajawali Press 2007) Hal 73-74.

2

Badriyah Harun. Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah. (Yogyakarta : Pustaka Yustisia.2010) Hal.2

(4)

untuk membayar hutangnya serta memperhatikan asas-asas perkreditan bank yang sehat.3 Untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitur tersebut, maka sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian secara seksama terhadap 7 (tujuh) hal yang dikenal dengan istilah 7 P yaitu para pihak (Party), Tujuan (Purpose), Pembayaran (Payment), Keuntungan (Profitability), Perlindungan (Protection), Kepribadian (Personality), dan Kemungkinan

(Prospect)4 Salah satu hal yang dipersyaratkan bank sebagai kreditur dalam

pemberian kredit yaitu adanya protection atau perlindungan berupa jaminan yang harus diberikan debitur guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum, khususnya apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan, debitur tidak meluasi hutangnya atau melakukan wanprestasi.5

Untuk mengurangi berbagai resiko tersebut maka jaminan pemberian kredit atau pembiayaan dalam arti keyakinan atas kemampuan nasabah/debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan, maka bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur tersebut.6

3

Agunan atau jaminan kebendaan dalam hal ini merupakan salah satu unsur pemberian kredit yang paling krusial. Agunan dengan kata lain merupakan pengaman bagi bank dengan tujuan agar debitur dapat berhati-hati dan memanfaatkan fasilitas kredit yang diberikan agar tidak kehilangan harta benda yang menjadi objek dari agunan tersebut.

http:www/wordskripsi.blogspot.com/2010/03/01pelaksanaan pemberiankreditperbankan dengan jaminan hak tanggungan.html. Akses Tanggal 20 Juni 2012

4 Badriyah Hanum, Op Cit Hal 7 5

Ibid,. Hal.13

6

(5)

Agunan yang diberikan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak tersebut bukan untuk dimiliki secara pribadi oleh kreditur, karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit bukanlah merupakan suatu perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang, akan tetapi barang jaminan tersebut dipergunakan untuk melunasi utang dengan cara sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku, yaitu barang dijual secara lelang dimana hasilnya untuk melunasi utang debitur, dan apabila terdapat sisa maka hasilnya akan dikembalikan kepada Debitur.7

Dalam praktek perbankan, dapat diperhatikan bahwa penjualan (pencairan) objek atau jaminan kredit dilakukan guna melunasi kredit dari debitur. Penjualan jaminan kredit tersebut merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan bank untuk memperoleh kembali pelunasan dana yang dipinjamkannya karena pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian kredit, serta hasil penjualan jaminan tersebut untuk meminimalkan kerugian yang akan diderita pihak bank nantinya. Agar penjualan jaminan kredit dapat mencapai tujuan yang diinginkan bank, perlu dilakukan upaya-upaya pengamanan antara lain dengan mengikat objek jaminan kredit secara sempurna melalui ketentuanketentuan hukum yang mengatur tentang lembaga jaminan.8

Fungsi lain jaminan kredit dalam rangka pemberian kredit berkaitan dengan kesungguhan pihak debitur untuk memenuhi kewajibannya untuk

7

Gatot Supramono. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis. (Jakarta : Djambatan,1996) Hal.75

8

(6)

melunasi kredit sesuai yang diperjanjikan dan menggunakan dana yang dimilikinya secara baik dan hati-hati, dimana hal tersebut diharapkan akan mendorong pihak debitur untuk melunasi hutangnya sehingga dapat mencegah terjadinya pencairan jaminan kredit yang mungkin saja tidak diinginkan karena memiliki nilai (harga) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan utang debitur kepada bank.

Dalam praktik perbankan, umumnya nilai jaminan kredit lebih besar dari jumlah kredit yang disetujui oleh bank, sehingga pihak debitur diharapkan segera melunasi hutangnya kepada bank agar nantinya tidak kehilangan harta (asset) yang diserahkan sebagai jaminan kredit dalam hal kredit tersebut ditetapkan sebagai kredit macet. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, dimana ketentuan dalam Pasal ini sering dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan, yang berbunyi : “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”, serta ketentuan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua masyarakat yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.9

9

Subekti dan Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. (Jakarta : Pradnya Paramita,2006) Hal.291

(7)

Bentuk jaminan yang paling banyak digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit bank adalah hak atas tanah, baik dengan status hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan maupun hak pakai, karena pada umumnya memiliki nilai atau harga yang tinggi dan terus meningkat, sehingga dalam hal ini sudah selayaknya apabila debitur sebagai penerima kredit dan kreditur sebagai pemberi fasilitas kredit serta pihak lain terkait memperoleh perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, disebutkan bahwa sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu hak tanggungan sebagai pengganti lembaga hypoytheek dan

Credietverband. Selama 30 tahun lebih sejak mulai berlakunya undang-undang

Pokok agraria tersebut, lembaga hak tanggungan ini belum dapat berfungsi Sebagaimana mestinya, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya Secara lengkap, serta ketentuan dalam peraturan tersebut sudah tidak sesuai Dengan asas hukum tanah nasional dan kurang memenuhi kebutuhan ekonomi di Bidang perkreditan.10

Lembaga jaminan hak tanggungan ini telah diakui eksistensinya melalui Undang-undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah Beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan menjadikan kepentingan Debitur maupun kreditur mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah. Tujuan utama diundangkannya undang-undang hak tanggungan ini, khususnya Memberikan perlindungan hukum bagi pihak kreditur apabila debitur melakukan

10

Yudha Pandu. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan. (Jakarta : Indonesia Legal Center Publishing,2008) Hal 65-66

(8)

perbuatan melawan hukum berupa wanprestasi. Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan menyatakan bahwa hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak Atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 Tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria, berikut atau tidak berikut benda-bendalain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu kepada kreditur-kreditur lain.

Untuk memberikan suatu kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum, maka pembebanan jaminan Hak Tanggungan ini wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan, guna memenuhi unsur publisitas atas barang jaminan, dan mempermudah pihak ketiga mengontrol apabila terjadi pengalihan benda jaminan. Dalam proses pemberian kredit, sering terjadi bahwa pihak kreditur dirugikan ketika pihak debitur melakukan wanprestasi, sehingga diperlukan suatu aturan hukum dalam pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit, yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait, khususnya bagi pihak kreditur apabila debitur wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya. Hal ini menjadi latar belakang untuk dilakukan penelitian tentang bagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah memberikan perlindungan hukum kepada kreditur khususnya apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan menggunakan jaminan Hak Tanggungan

(9)

Sejak pertengahan Tahun 1997 Indonesia mengalami kritis moneter yang mengakibatkan kesulitan besar terhadap perekonomian nasional terutama dunia usaha. Menghadapi hal tersebut, pemerintah menetapkan beberapa kebijakan, di antaranya dalam bidang perbankan telah ditetapkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan (UUK 1998). Ketentuan Undang-Undang Kepailitan tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan penyelesaian masalah utang piutang secara cepat, adil terbuka dan efektif. Oleh karenanya harus ada keseimbangan dalam perlindungan hukum baik bagi kreditur maupun debitur.

Adapun latar belakang pemilihan judul ini adalah untuk mengungkap lebih lanjut mengenai perlindungan terhadap kreditur dalam eksekusi hak tanggungan. Penitikberatan pada perlindungan kreditur dikarenakan kreditur pemegang hak tanggungan merupakan kreditur yang harus diutamakan. Disamping itu kreditur dalam hal ini telah memberikan suatu prestasi kepada debitur yang wajib dipenuhi pengembaliannya kepada debitur karenan menyangkut dana pihak ketiga. Oleh karena itu kreditur pemegang hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial dibanding kreditur lainnya.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, selanjutnya permasalahan dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah prosedur umum pemberian kredit dengan jaminan di Indonesia?

(10)

3. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi hak perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui prosedur umum dalam pemberian kredit di Indonesia 2. Untuk mengetahui kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan

3. Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi hak perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan

D. Manfaat Penulisan

Adapun dalam penulisan skripsi ini nantinya dapat memberikan beberapa manfaat yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan pengertian dan pendalaman lebih luas kepada masyarakat tentang prosedur umum pemberian kredit

b. Memberikan gambaran umum tentang kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan.

c. Mengetahui keberadaan hak tanggungan serta bagaimanakah eksekusi pelaksanannya dan perlindungan terhadap kreditur pemegang hak.

2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian lainnya secara praktis diharapkan dapat menjadi rujukan ataupun referensi bagi para praktisi hukum maupun praktisi perbankan dalam hal menjadi rujukan dalam proses penyelesaian kewajiban pembayaran kredit macet dengan menggunakan lembaga hak tanggungan serta

(11)

pelaksanaannya. Manfaat praktis lainnya juga dapat sebagai informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui tentang pelaksanaan eksekusi hak tanggunga.

E. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi ini adalah murni hasil karya ilmiah penulis sendiri yang belum pernah dipublikasikan dimanapun juga, meskipun terdapat beberapa karya tulisan lain yang hampir serupa memuat permasalahan perkreditan maupun hak tanggungan. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli dan apabila ditemukan karya ilmiah lainnya yang memiliki kesamaan satu sama lainnya maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

F. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan Kepustakaan adalah suatu studi awal yang berkenaan atau memiliki hubungan dengan topik yang ada secara relevan dengan menggunakan berbagai literatur atau bacaan dalam studinya. Adapun tinjauan kepustakaan ini mempunyai beberapa tujuan yaitu:

1. Memberitahu khalayak/pembaca tentang penelitian terkait berkenaan dengan studi/ topik yang sedang dilaporkan.

2. Menghubungkan suatu studi dengan dialog yang lebih luas dan berkesinambungan tentang suatu topik dalam pustaka yang diperuntukkan untuk mengisi kekurangan dan memperluas studi-studi sebelumnya.

3. Memberikan kerangka bagi suatu studi dalam pembahasan ataupun penjelasannya secara ilmiah

(12)

4. Sebagai landasan untuk membandingkan suatu studi dengan temuan-temuan lain.11

Adapun kini yang menjadi tinjauan kepustakaan tentang skripsi yang berjudul perlindungan hukum bagi kreditur dalam eksekusi perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan ini terbagi dalam 4 sub bagian yaitu:

a. Pengertian Perjanjian

Pengertian Perjanjian diatur di dalam Bab II Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang “Perikatan-Perikatan yang Dilahirkan Dari Kontrak atau Perjanjian”, mulai Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351, dimana ketentuan dalam Pasal 1313 merumuskan pengertian perjanjian yang berbunyi : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.12

1) Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri” yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belahpihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan diri”, sehingga ada konsensus antara kedua belah pihak;

Abdulkadir Muhammad dalam bukunya berjudul “Hukum Perdata Indonesia” berpendapat bahwa definisi perjanjian yang dirumuskan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu :

2) Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan

(zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak

11

Achmad Djunaedi dalam karya ilmiah Penulisan Tinjauan Pustaka dalam http://www.mpkd.ugm.ac.id/weblama/homepageadj/support/materi/metlit-i/a05-metlit-tinjauan-pustaka.pdf Tangal akses 06 Mei 2011.

(13)

mengandung suatu konsensus, sehingga seharusnya dipakai istilah “persetujuan”;

3) Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga, padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian;

4) Tanpa menyebut tujuan atau memiliki tujuan yang tidak jelas. Dalam rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.13

b. Pengertian Kredit

Istilah kredit bukan merupakan hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, karena sering dijumpai pada anggota masyarakat yang melakukan jual beli barang secara kredit. Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan), tetapi dengan cara mengangsur. Masyarakat pada umumnya mengartikan kredit sama dengan utang, karena setelah jangka waktu tertentu mereka harus membayar lunas. Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu

credere yang berarti kepercayaan akan kebenaran, dan apabila dihubungkan

dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa pihak bank selaku kreditur memberikan kepercayaan untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah atau debitur, karena debitur dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas

13

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,.2000) Hal 224-225.

(14)

pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan dengan jumlah dan mutu yang sama14

Dalam pengertian yang lebih luas, kredit dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada jangka waktu yang telah disepakati Mengenai istilah kredit, terdapat beberapa pengertian antara lain :

1) Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

2) OP. Simorangkir Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, risiko dan pertukuran ekonomi di masa-masa mendatang.15

14 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. (Bandung; Alfabeta, 2005) Hal

97-98. 15

OP Simorangkir dalam Hermansyah , Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), Hal. 57

(15)

c. Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de

contrahendo), sehingga perjanjian ini mendahului perjanjian hutangpiutang

(perjanjian pinjam-pengganti). Perjanjian kredit ini merupakan perjanjian pokok serta bersifat konsensuil (pactade contrahendo obligatoir) disertai adanya pemufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan hukum antara keduanya. Pada saat penyerahan uang dilakukan, maka baru berlaku ketentuan yang dituangkan dalam perjanjian kredit pada kedua belah pihak.Perjanjian kredit sebagai perjanjian pendahuluan adalah perjanjian standard

(standard contract). Hal ini terlihat dalam praktek bahwa setiap bank telah

menyediakan blanko perjanjian kredit yang isinya telah disiapkan lebih dahulu. Formulir ini diberikan kepada setiap pemohon kredit, isinya tidak dirundingkan dengan pemohon, kepada pemohon hanya diminta pendapat untuk menerima atau tidak syarat-syarat dalam formulir.16

Perjanjian standard atau baku kredit dapat dibedakan menjadi 2(dua) bagian, yaitu perjanjian induk (hoof contract) dan perjanjian tambahan (hulp

contract, algemeen voor warden). Perjanjian induk mengatur tentang hal-hal

pokok dan perjanjian tambahan menguraikan apa yang terdapat dalam perjanjian induk.

d. Pengertian Hukum Jaminan

Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah securitycof law,

zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten. Menurut J. Satrio hukum jaminan

16

Mariam Darus Badrulzaman. Perjanjian Kredit Bank. (Bandung : PT Citra Aditya Bakti.1991) Hal.36

(16)

diartikan sebagai : “Peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur”

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur tehadap krediturnya.17 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan dalam Pasal 1 angka 23 bahwa agunan yang merupakan bagian dari istilah jaminan adalah : “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah

G. Metode Penelitian

Menurut pendapat koentjaraningrat, yang dinamakan metode penelitian adalah dalam arti katanya yang sesungguhnya, maka metode (Yunani : "methods") adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek dari sasaran yang bersangkutan. Untuk memenuhi kriteria penulisan yang bersifat ilmiah, maka harus didukung dengan metode yang bersifat ilmiah pula, yaitu berpikir yang obyektif, dan hasilnya harus dapat dibuktikan dan di uji secara benar.18

17

Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2005) Hal 6

(17)

Metodologi penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian normatif tersebut disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in books) maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui putusan pengadilan (law is decided by the judge through the judicial

process)19

Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah. Selain itu penelitian juga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran dan dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna memperoleh pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan dalam Bab I Pendahuluan, sehingga diperlukan rencana yang sistematis. Metodologi merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya pada saat melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.

.

20

Pada penelitian hukum ini, peneliti menjadikan bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya, oleh karena itu maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto yang

19

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. (Jakarta:Gratifi Press,2006) Hal.118.

20

Ronny H Soemitro Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998) Hal. 9.

(18)

dimaksud dengan penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.21

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, serta dilakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan Untuk memperoleh kebenaran yang dapat dipercaya keabsahannya, suatu penelitian harus menggunakan suatu metode yang tepat dengan tujuan yanghendak dicapai sebelumnya. Metodolgi pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara-cara seorang mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, penelitian hukum normatif atau kepustakaan mencakup :

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. Penelitian terhadap sistematik hukum;

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal; d. Perbandingan hukum;

e. Sejarah hukum

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analis yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok

21

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta:Rajawali Pers, 2001), Hal. 13-14.

(19)

tertentu. Deskriptif analis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta secara cermat tentang perlindungan hukum bagi kreditur dalam eksekusi jaminan kredit dengan hak tanggungan di indonesia. Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah maupun azas dengan tahapan berupa studi kepustakaan dengan pendekatan dari berbagai literature.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder juga bahan hukum tertier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari peraturan perundang-undangan diantaranya adalah, catatan-catatan resmi maupun risalah dalam pembuatan undang-undang.

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari kaidah dasar. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.

(20)

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu berupa bahan hukum yang merupakan publikasi hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi buku-buku teks, dan jurnal. Bahan hukum sekunder yang paling utama adalah buku teks karena berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana yang memiliki kualitas keilmuan.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum penunjang, pada dasarnya mencakup pertama, bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang telah dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Contohnya, adalah misalnya, abstrak perundang undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum, dan seterusnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan, yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur, tulisan, maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan penelitian kepustakaan.

4. Analisa Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal kedalam kategori-kategori atas pengertian dasar dari system hukum tersebut. Data yang berasal dari

(21)

studi kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode kualitatif dengan melakukan:

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut.

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis, dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan pelaksanaan lembaga paksa badan. c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian

diolah

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau peraturan perundang-undangan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas permasalahan.

Analisis data adalah tahap yang sangat penting dan menentukan dalam setiap penelitian. Dalam tahap ini harus melakukan pemilahan datadata yang telah diperoleh. Penganalisisan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi

Analisis data yang dipergunakan adalah analisa data dengan cara melakukan analisa terhadap pasal-pasal yang isinya merupakan kaedah hukum, dalam hal ini adalah analisis terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Setelah dilakukan analisa, maka dilakukan konstruksi data yang dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal

(22)

tertentu ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari system hukum tersebut

G. Sistematika Penulisan

Dalam usaha untuk menguraikan dan mendeskripsikan isi dan sajian dalam karya ilmiah ini secara teratur, maka karya tulisan ilmiah ini dibagi kedalam susunan yang terdiri atas lima bab dan beberapa sub bab tersendiri dalam setiap bab dengan ruang lingkup pertanggungjawaban sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Didalam bab pertama yang berisi pendahuluan ini,dipaparkan pengantar untuk dapat memberikan penjelasan singkat dan pengertian tentang ruang lingkup dan jangkauan daripada pembahasan karya ilmiah ini.meliputi latar belakang permasalahan,keaslian penulisan,tujuan penulisan,manfaat penulisan, tinjauan-kepustakaan,metode penulisan dan pengumpulan data yang digunakan serta sistematika penulisannya sendiri

BAB II : PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DI INDONESIA

Didalam bab kedua ini akan dibahas mengenai ketentuan-ketentuan hukum dalam pelaksanaan perjanjian kredit terutama di kredit perbankan dengan menyertakan jaminan yang secara khusus membahas jaminan yang diikat dengan hak tanggungan. Bab ini

(23)

akan membahas meliputi pengertian dan seluk beluk hukum perkreditan

BAB III : KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN

Didalam bab ketiga ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai bagaimana keberadaan hak tanggungan dalam praktiknya di Indonesia. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengertian, azas-azas dan tata cara untuk mendaftarkan hak tanggungan pada prakteknya khusunya pada saat perjanjian kredit

BAB IV: EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT Pembahasan dalam bab yang keempat ini adalah merupakan pembahasan yang bersumber dari penelitian ( research ). Aspek yang akan dibahas dalam bab ini adalah mengenai tata cara pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dalam perjanjian kredit terhadap debitur yag menunggak/wanprestasi kredit macet dan bagaimanakah perlindungan hukum yang dapat diberikan pada kreditur pemegang hak tanggungan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini akan memberikan beberapa intisari kesimpulan berdasarkan hasil pembasan setiap bab dalam permasalahan tersebut. Bab ini juga akan memaparkan beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan pemaparan kesimpulan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

mempengaruhi secara signifikan pada produktivitas petani kelapa sawit di Desa Kampung Sennah Kecamatan Pangkatan Kabupaten Labuhanbatu adalah tingkat pendidikan, tenaga

Moran’s I dan Estimasi Kepadatan Kernel. Hasilnya menggambarkan bahwa konsentra si rumah-rumah klaster membentuk sebuah pola mengelompok. Penelitian ini menggunakan model

Saya akan mendapat teguran dari guru apabila pada saat guru menjelaskan pelajaran, saya bercanda dengan teman sebangku.. Saya akan giat belajar kalau ada guru di dalam kelas

Peneliti menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division STAD untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas III SDN Kledokan pada

Dari diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny.T ada satu diagnosa yang dapat teratasi yaitu kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, sedangkan

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap aplikasi pembelajaran probabilitas ini didapat kesimpulan bahwa pengguna aplikasi ini (user) dapat menggunakan

Bila eros didefinisikan sebagai cinta yang mencari kesejahteraan diri, Nygren mengemukakan bahwa fakta mengenai adanya motif agape dalam Perjanjian Baru menunjukkan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi sediaan emulgel ekstrak daun kersen ( Muntingia calabura L.) dengan kitosan sebagai gelling agent terhadap penyembuhan