• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Bab V

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH

Angin bintang adalah sebuah parameter yang mutlak digunakan agar model evolusi yang dibuat lebih realistis, karena sekecil apa pun suatu bintang

pasti-lah memiliki angin bintang tertentu. Parameter inipasti-lah yang akan ditelaah pengaruhnya terhadap sintesis populasi sistem CV pada tahap post-CE. Hasil

akhir dari sintesis populasi dengan masing-masing angin bintang akan diban-dingkan dengan hasil observasi Sloan Digital Sky Survey (SDSS) untuk sistem

bintang post-CE (PCEB) oleh Rebassa-Mansergas et al. (2007). Selain itu evolusi horizontal branch juga akan ditambahkan untuk melanjutkan evolusi

yang terhenti akibat He-flash. Berbagai studi sintesis populasi CV (Politano 2007; Ginanjar 2006; Willems dan Kolb 2004; Howell, Nelson, Rappaport 2001;

Politano 1996) belum menggunakan evolusi horizontal branch. Tidak adanya lanjutan evolusi pada cabang horizontal akan mengurangi jumlah sistem yang

mungkin mengalami CE sehingga akan mempengaruhi hasil sintesis populasi.

V.1 Angin Bintang

Proses evolusi suatu bintang dipengaruhi oleh berbagai parameter dimana

salah satu parameter penting nya adalah angin bintang. Proses evolusi yang konservatif menganggap seluruh massa yang hilang dari bintang primer akan

berpindah ke bintang sekunder melalui titik Lagrange pertama. Tetapi pada kenyataannya tidak seluruh materi ditransfer ke bintang sekunder, sebagian

materi akan hilang ke lingkungan melalui titik Lagrange kedua, ketiga, dan seterusnya. Oleh sebab itu parameter angin bintang harus digunakan

un-tuk membuat model evolusi yang realistik dan mendekati kondisi sebenarnya. Hingga saat ini belum ada nilai pasti besar angin bintang dan penghitungan

angin bintang diaproksimasi dengan berbagai model antara lain Reimers (1975)

dan de Jager (1988). Masing-masing model melakukan pendekatan dengan cara yang berbeda. Pada pengajuan proposal tesis model angin bintang yang

(2)

akan digunakan adalah model dari de Jager, Nieuwenhuijzen, dan van der

Hucht (1988) yang menghitung besar angin bintang pada suatu keadaan se-cara sederhana, hanya bergantung pada temperatur efektif dan luminositas

dari bintang tersebut.

log(− ˙M ) = 1.769 log(L/L ) − 1.676 log(Tef f) − 8.158 (V.1)

Selama dilakukan pengujian syarat batas untuk sintesis populasi ternyata

model angin bintang ini menimbulkan kondisi berbeda jika digunakan untuk sistem bintang ganda dan bintang tunggal. Selama proses evolusinya bintang

primer akan mengalami penambahan massa dimana seharusnya massa bintang berkurang akibat transfer massa. Karena hal ini tidak terjadi pada bintang

tunggal maka hal ini tidak diketahui sebelum dimulainya sintesis populasi. Dianggap ini terjadi karena adanya bug pada Program STAR. Oleh sebab itu

akhirnya digunakan model angin yang lain, yaitu model dari Reimers (1975). Perbedaan antara kedua model angin dapat dilihat pada gambarV.1yang

me-nunjukkan plot diagram HR dan plot perubahan massa terhadap usia untuk sistem bintang dengan massa primer 1.25 M dan massa pasangan 0.43 M

serta periode orbital 4047 hari.

Selanjutnya sintesis populasi dilakukan dengan menggunakan model angin Reimers yang menghitung besar kehilangan massa dengan persamaan berikut

˙ M = −4 × 10−13ηR L gR(M yr −1 ) (V.2)

Pada persamaan V.2 M menyatakan kehilangan massa akibat angin bintang,˙ ηRadalah parameter angin bintang yang didefinisikan, sedangkan L, g, R adalah

luminositas, gravitasi permukaan dan radius bintang. Nilai L, g, R dihitung dari solusi persamaan struktur bintang sedangkan besar parameter angin

bin-tang yang dipakai adalah ηR = 0.0, 0.3 dan 0.5. Jadi ada tiga buah sintesis

(3)

pengaruh angin bintang terhadap sintesis populasi. Ketiga nilai ηR dipilih

berdasarkan nilai yang digunakan Serenelli & Weiss (2005).

Gambar V.1: Jejak evolusi bintang dengan massa 1.25 M dengan model angin bintang

Reimers (atas kiri) dan model de Jager (atas kanan). Massa bintang berkurang untuk model Reimers (bawah kiri), sebaliknya terlihat adanya kenaikan massa untuk model de Jager (bawah kanan)

V.2 Evolusi Horizontal Branch

Bintang bermassa kecil akan menjalani evolusinya dengan meninggalkan deret

utama menuju cabang raksasa merah. Selama itu bintang melakukan reaksi nuklir mengubah hidrogen menjadi helium sehingga terbentuk inti helium di

pusat bintang. Temperatur dan tekanan di pusat bintang semakin tinggi hingga menyebabkan terjadinya kondisi terdegenerasi di pusat bintang. Pada

saat itu temperatur terus naik tanpa diikuti kenaikan tekanan dan helium di pusat terbakar tanpa adanya perubahan struktur yang signifikan. Ketika

(4)

akhirnya prinsip gas ideal kembali berlaku maka tekanan naik secara ekstrim,

membuat struktur bagian dalam bintang berubah secara tiba-tiba. Inilah yang menyebabkan evolusi bintang bermassa kecil sulit untuk diikuti selama

terjadinya He-flash untuk sebagian besar program evolusi bintang, termasuk STAR evolution code yang digunakan dalam tesis ini.

Pekerjaan sebelumnya oleh Ginanjar (2006) tidak meninjau lebih lanjut sistem yang terhenti oleh He-flash. Padahal jika evolusi bisa dilanjutkan

masih ada kemungkinan sistem tersebut akan mengalami fase CE. Dengan mempertimbangkan kemungkinan tersebut pada tesis ini evolusi akan

dilan-jutkan hingga horizontal branch untuk memperkecil kehilangan data karena He-flash. Evolusi untuk sistem-sistem yang mengalami He-flash dilanjutkan

dengan membuat model ZAHB menurut metode Pols et al. (1998).

Un-tuk membuat model ZAHB Pols et al.(1998) mengambil massa paling rendah yang mungkin membakar helium dalam kondisi tidak terdegenerasi, yaitu 2M

dengan parameter overshooting δov = 0.12 (Irawati 2006). Bintang 2M ini

dievolusikan hingga helium di pusat bintang baru saja terbakar tanpa adanya

pengubahan helium menjadi karbon. Dalam tesis ini model dinyatakan telah memulai pembakaran helium jika pusat bintang seluruhnya berisi helium dan

energi termal di pusat bintang > 0. Menurut Pols et al.(1998) model seperti ini memiliki inti helium yang homogen sebesar 0.33M . Dengan demikian sudah

tersedia model awal yang sudah memiliki pembakaran helium di pusat.

Selanjutnya massa total bintang harus disesuaikan dengan cara

menu-runkan massa bintang hingga mencapai massa yang diinginkan. Proses ini dilakukan tanpa mengubah struktur bagian dalam bintang, yaitu evolusi tanpa

mengubah H dan He tetapi diberikan mass loss sebesar 1.0×10−07agar bintang berkurang massanya. Setelah model memiliki massa total yang sesuai, tahap

terakhir yang harus dilakukan adalah menyesuaikan mcore bintang agar sama

seperti pada kondisi sebelum terjadi He-flash. Penambahan mcore dilakukan

dengan mengevolusikan model dengan pembakaran H agar He di pusat bertam-bah tetapi tanpa pembakaran He menjadi C. Model ini dievolusikan hingga

(5)

mencapai mcore yang sesuai. Model terakhir yang telah memiliki massa total

dan massa inti sama inilah yang digunakan sebagai model ZAHB. Kekurangan dari model ZAHB pada tesis ini yaitu belum dilakukannya penyesuaian

kompo-sisi selubung antara model awal dengan model He-flash. Walaupun demikian model ZAHB yang dibuat masih dapat mewakili evolusi horizontal branch

dengan cukup baik seperti yang terlihat pada gambar V.2.

Gambar V.2: Jejak evolusi untuk bintang dengan berbagai massa pada diagram HR, sejak ZAMS hingga horizontal branch: merah untuk 1.1 M , hijau untuk 1.3 M ,

biru terang untuk 1.6 M , merah muda untuk 1.9 M

Dalam tesis ini proses pembuatan model ZAHB dan evolusi HB dilakukan

secara otomatis dengan program berbasiskan perl. Program ini akan memeriksa hasil evolusi program STAR dan langsung membuatkan model ZAHB yang

sesuai jika diketahui evolusi berhenti akibat He-flash. Evolusi akan dilanjutkan ke horizontal branch hanya jika massa progenitor bintang primer kurang dari

2M . Batasan ini diberikan karena asumsi bahwa bintang dengan M > 2M

dapat melakukan pembakaran helium dalam kondisi tidak terdegenerasi

(6)

Sebenarnya limitasi pemrograman dengan STAR juga terjadi jika sistem

mengalami carbon flash untuk bintang-bintang dengan massa besar. Tetapi sistem dengan C-flash tidak akan ditinjau lebih lanjut. Kondisi ini pasti akan

memengaruhi statistik hasil sintesis populasi tetapi diharapkan data yang hi-lang tidak signifikan karena simulasi random number memberikan distribusi

m1 yang terkonstrasi pada massa kecil, sesuai dengan IMF dari Miller & Scalo

Gambar

Gambar V.1: Jejak evolusi bintang dengan massa 1.25 M  dengan model angin bintang Reimers (atas kiri) dan model de Jager (atas kanan)
Gambar V.2: Jejak evolusi untuk bintang dengan berbagai massa pada diagram HR, sejak ZAMS hingga horizontal branch: merah untuk 1.1 M  , hijau untuk 1.3 M  , biru terang untuk 1.6 M  , merah muda untuk 1.9 M

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “ANALISIS TENTANG KONSOLIDASI TANAH PADA DESA

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa

Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru SD Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu dalam mengimplementasikan penerapan

Promosi merupakan salah satu unsur bauran pemasaran yang berfungsi dalam menginformasikan suatu produk dan mempengaruhi keputusan pembelian, sementara harga adalah salah

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa emansipasi wanita dalam pendidikan novel Sepenggal Bulan Untukmu karya Zhaenal Fanani berhubungan

Kincir angin sumbu horizontal berbahan komposit berdiameter 1 m dengan lebar 0,13 cm dan jarak dari pusat sudu poros 0,19 cm variasi kecepatan angin 7,3 m/s adalah

Pada tingkat nasional, peningkatan besar dalam produksi minyak sawit lebih kecil dibandingkan dengan kehilangan tutupan hutan sejak tahun 1975 (29 juta ha jika deforestasi

Setelah melalui proses evaluasi dan analisa mendalam terhadap berbagai aspek meliputi: pelaksanaan proses belajar mengajar berdasarkan kurikulum 2011, perkembangan