• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

65

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah

Jawa Tengah terletak di antara 108° 30’ B.T -- 111° 30’ B.T dan 6° 30’ L.S -- 8° 30’ L.S. Propinsi ini terletak di bagian tengah Pulau Jawa dengan batas wilayah:

a) Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Barat, b) Sebelah Timur berbatasan dengan Jawa Timur,

c) Sebelah Utara dibatasi dengan Laut Jawa dan,

d) Sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Aspek Kependudukan dan Angkatan Kerja

Jumlah Penduduk Propinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010 adalah 32.382.657 jiwa, yang terdiri atas 16.091.112 laki - laki dan 16.291.545 perempuan. Penyebaran penduduk Propinsi Jawa Tengah terbanyak berada di Kabupaten Brebes (1.733.869 jiwa), kabupaten Cilacap (1.642.107 jiwa) dan kota Semarang (1.555.984). Daerah yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Surakarta (113 jiwa/Ha) dan yang paling rendah adalah Kabupaten Blora 5 jiwa/Ha.

(2)

Propinsi Jawa Tengah kondisi angkatan kerjanya dapat digambarkan sebagai berikut: Bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah angkatan kerja pada sampai Agustus 2011 kelompok yang paling besar adalah berasal dari jenjang ≤ SD yaitu dengan total 9.400.219 orang. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, jumlah angkatan kerja terlihat lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 9.760.426 orang, dan perempuan berjumlah 7.158.371 orang.

3. Aspek Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2010 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu 5,84 % sedangkan tahun 2009 sebesar 5,14 %. Hal ini diperkuat dengan kondisi perekonomian yang relatif terus membaik sejak krisis global tahun 2008. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 8,41 %, namun peranannya terhadap PDRB hanya sekitar 1,05 %. Dan untuk sektor yang mengalami pertumbuhan paling rendah adalah sektor pertanian yaitu sebesar 2,51 % namun masih mempunyai peranan yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi, karena mampu member andil sebesar 19,44%.

B. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan agar dapat memberikan gambaran terhadap variabel-variabel yang digunakan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan empat variabel independen yang bertujuan untuk mengetahui pajak daerah, retribusi daerah, DAU dan DAK terhadap belanja modal. Variabel dependen dalam penelitian ini

(3)

adalah Belanja modal. Deskriptif variabel atas penelitian ini dalam periode 3 tahun, yaitu tahun 2010-2012 berjumlah 33 Pemerintah Kabupaten/Kota.

1. Pajak Daerah

Berikut ini adalah data dari Pajak Daerah selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1.

Realisasi Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010-2012

No Nama Daerah PAJAK DAERAH

2010 2011 2012 1 Kab. Banjarnegara 9.265 12.377 13.613 2 Kab. Banyumas 29.101 45.246 54.752 3 Kab. Batang 10.056 14.38 17.246 4 Kab. Blora 9.427 11.177 11.487 5 Kab. Boyolali 14.094 19.257 23.282 6 Kab. Brebes 16.181 20.958 24.104 7 Kab. Cilacap 46.31 59.511 64.773 8 Kab. Demak 13.473 24.451 31.743 9 Kab. Grobogan 15.105 14.99 18.691 10 Kab. Jepara 18.703 25.022 28.435 11 Kab. Kebumen 12.766 17.327 20.375 12 Kab. Kendal 23.672 25.891 34.623 13 Kab. Klaten 19.55 28.262 30.472 14 Kab. Kudus 21.682 36.688 38.572

(4)

15 Kab. Magelang 22.351 29.334 42.915 16 Kab. Pati 17.694 30.247 25.003 17 Kab. Pekalongan 10.686 15.09 17.63 18 Kab. Pemalang 12.97 15.848 18.172 19 Kab. Purbalingga 11.371 15.894 19.432 20 Kab. Purworejo 8.285 12.014 12.114 21 Kab. Rembang 13.358 14.568 21.691 22 Kab. Semarang 26.229 39.433 47.193 23 Kab. Sragen 17.659 20.594 22.662 24 Kab. Tegal 14.464 21.861 25.224 25 Kab. Temanggung 7.389 11.213 11.47 26 Kab. Wonogiri 9.599 10.867 12.029 27 Kab. Wonosobo 6.736 8.823 9.441 28 Kota Magelang 6.718 9.464 12.547 29 Kota Pekalongan 12.35 19.912 30.602 30 Kota Salatiga 9.206 15.9 18.695 31 Kota Semarang 177.68 360.084 597.52 32 Kota Surakarta 61.642 118.816 151.905 33 Kota Tegal 13.101 20.891 29.255 Total 718.873 1.146.393 1.537.671

Sumber :http://djkd.depdagri.go.id&http://djpk.depkeu.go.id

Dari data diatas didapat informasi (Dalam jutaan rupiah) sebagai berikut :

a) Nilai terendah pajak daerah tahun anggaran 2010 sebesar Rp.6.718 yang dimiliki oleh Kota Magelang. Sedangkan Nilai terendah pajak daerah tahun anggaran 2011 s/d 2012 sebesar Rp. 8.823 dan Rp. 9.441 yang dimiliki oleh Kab. Wonosobo.

(5)

b) Nilai tertinggi pajak daerah tahun 2010 s/d 2012 sebesar Rp.177.680, Rp.360.084 dan Rp. 597.520 yang dimiliki oleh Kota Semarang.

c) Pajak Daerah memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp 1.134.312.

2. Retribusi Daerah

Berikut ini adalah data dari Retribusi Daerah selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2

Retribusi Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010-2012

No Nama Daerah RETRIBUSI DAERAH

2010 2011 2012 1 Kab. Banjarnegara 39.761 42.227 25.21 2 Kab. Banyumas 34.543 43.42 40.752 3 Kab. Batang 24.688 29.644 16.304 4 Kab. Blora 23.935 8.747 8.818 5 Kab. Boyolali 25.383 20.137 36.721 6 Kab. Brebes 32.902 13.912 16.592 7 Kab. Cilacap 40.808 41.413 45.566 8 Kab. Demak 30.306 11.08 14.469 9 Kab. Grobogan 48.75 14.262 15.135 10 Kab. Jepara 10.572 13.779 13.601 11 Kab. Kebumen 35.327 16.417 24.787

(6)

12 Kab. Kendal 16.015 14.743 17.525 13 Kab. Klaten 14.765 15.533 19.209 14 Kab. Kudus 55.624 54.599 13.866 15 Kab. Magelang 36.812 37.114 25.023 16 Kab. Pati 17.157 21.566 29.38 17 Kab. Pekalongan 48.127 58.776 23.129 18 Kab. Pemalang 44.575 42.21 20.128 19 Kab. Purbalingga 55.759 62.833 27.426 20 Kab. Purworejo 11.574 12.202 14.621 21 Kab. Rembang 19.173 21.051 26.29 22 Kab. Semarang 59.029 66.26 27.368 23 Kab. Sragen 16.695 17.179 21.169 24 Kab. Tegal 10.184 11.995 17.146 25 Kab. Temanggung 33.365 37.984 14.039 26 Kab. Wonogiri 27.916 14.587 21.221 27 Kab. Wonosobo 36.329 13.017 17.622 28 Kota Magelang 4.619 5.282 6.97 29 Kota Pekalongan 13.647 14.938 17.72 30 Kota Salatiga 7.283 7.559 10.186 31 Kota Semarang 80.56 84.487 84.877 32 Kota Surakarta 41.588 47.671 55.057 33 Kota Tegal 9.578 14.112 19.826 Total 1.007.350 930.738 787.752

Sumber :http://djkd.depdagri.go.id&http://djpk.depkeu.go.id

Dari data diatas didapat informasi (Dalam Jutaan Rupiah) sebagai berikut :

a) Nilai terendah retribusi daerah pada tahun 2010 s/d 2012 Sebesar Rp.4.619, Rp.5.282, dan Rp. 6.970 yang dimiliki oleh Kota Magelang.

(7)

b) Nilai Tertinggi retribusi daerah pada tahun 2010 s/d 2012 Sebesar Rp.80.560, Rp.84.487, dan Rp. 84.877 yang dimiliki oleh Kota Semarang. c) Retribusi Daerah memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp.908.613. 3. Dana Alokasi Umum

Berikut ini adalah data dari DAU selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3

Dana Alokasi Umum Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010-2012

No Nama Daerah DAU

2010 2011 2012 1 Kab. Banjarnegara 506.783 562.288 681.396 2 Kab. Banyumas 720.191 835.61 991.945 3 Kab. Batang 414.494 472.131 577.238 4 Kab. Blora 487.917 547.17 673.181 5 Kab. Boyolali 587.574 641.483 780.302 6 Kab. Brebes 738.27 800.183 981.051 7 Kab. Cilacap 793.267 876.994 1.057.810 8 Kab. Demak 493.497 544.46 658.971 9 Kab. Grobogan 617.827 668.995 812.991 10 Kab. Jepara 670.275 592.164 712.74 11 Kab. Kebumen 642.798 731.981 906.222

(8)

12 Kab. Kendal 520.677 569.224 702.708 13 Kab. Klaten 726.234 793.293 967.285 14 Kab. Kudus 463.013 488.82 637.615 15 Kab. Magelang 604.522 668.922 816.733 16 Kab. Pati 620.577 692.179 850.377 17 Kab. Pekalongan 490.039 553.66 678.714 18 Kab. Pemalang 619.896 672.43 827.163 19 Kab. Purbalingga 464.789 521.932 640.265 20 Kab. Purworejo 528.061 585.851 711.742 21 Kab. Rembang 411.435 468.745 570.455 22 Kab. Semarang 508.915 567.856 691 23 Kab. Sragen 561.675 618.443 778.668 24 Kab. Tegal 640.042 703.779 860.568 25 Kab. Temanggung 438.091 482.938 584.158 26 Kab. Wonogiri 616.996 682.033 828.48 27 Kab. Wonosobo 442.37 485.766 597.858 28 Kota Magelang 260.113 292.58 348.498 29 Kota Pekalongan 266.793 293.53 347.39 30 Kota Salatiga 238.069 262.653 325.71 31 Kota Semarang 640.186 715.701 936.866 32 Kota Surakarta 499.448 473.889 595.223 33 Kota Tegal 244.581 265.483 334.819 Total 17.479.414 19.133.166 22.775.833

Sumber :http://djkd.depdagri.go.id&

Dari data diatas di dapat informasi (Dalam Jutaan Rupiah) sebagai berikut :

http://djpk.depkeu.go.id

a) Nilai terendah DAU pada tahun 2010 dan 2011 Sebesar Rp.238.069 dan Rp.262.653 yang dimiliki oleh Kota Salatiga. Sedangkan Nilai terendah

(9)

DAU pada tahun 2012 Sebesar Rp.691 yang dimiliki oleh Kabupaten Semarang.

b) Nilai Tertinggi DAU pada tahun 2010 s/d 2012 Sebesar Rp.793.267, Rp.876.994, dan Rp. 1.057.810 yang dimiliki oleh Kab Cilacap.

c) DAU memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp. 19.796.138.

4. Dana Alokasi Khusus

Berikut ini adalah data dari DAK selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4

Dana Alokasi Khusus Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010-2012

No Nama Daerah DAK

2010 2011 2012 1 Kab. Banjarnegara 60.954 65.367 67.731 2 Kab. Banyumas 76.326 93.892 118.902 3 Kab. Batang 46.457 57.219 54.674 4 Kab. Blora 82.515 77.094 53.99 5 Kab. Boyolali 55.664 67.161 60.361 6 Kab. Brebes 66.824 65.322 84.451 7 Kab. Cilacap 100.844 102.076 87.652 8 Kab. Demak 56.535 67.852 81.553 9 Kab. Grobogan 67.472 78.239 97.055

(10)

10 Kab. Jepara - 70.692 76.461 11 Kab. Kebumen 65.819 79.151 100.103 12 Kab. Kendal 58.545 67.345 63.885 13 Kab. Klaten 70.542 80.954 74.502 14 Kab. Kudus 30.502 38.321 58.347 15 Kab. Magelang 100.912 78.341 103.595 16 Kab. Pati 66.73 65.372 80.449 17 Kab. Pekalongan 63.846 63.703 77.029 18 Kab. Pemalang 61.66 67.464 92.869 19 Kab. Purbalingga 44.809 67.533 75.99 20 Kab. Purworejo 56.528 60.942 69.568 21 Kab. Rembang 48.878 62.327 78.351 22 Kab. Semarang 51.31 69.002 67.737 23 Kab. Sragen 51.645 71.612 69.378 24 Kab. Tegal 59.003 61.333 74.555 25 Kab. Temanggung 46.794 57.034 87.304 26 Kab. Wonogiri 72.348 77.832 75.052 27 Kab. Wonosobo 55.333 62.281 55.97 28 Kota Magelang 15.047 24.342 20.668 29 Kota Pekalongan 20.788 24.675 27.127 30 Kota Salatiga 21.182 23.541 27.64 31 Kota Semarang 30.292 48.402 72.271 32 Kota Surakarta 29.118 34.895 28.972 33 Kota Tegal 24.69 23.569 30.555 Total 1.759.914 2.054.883 2.294.746

(11)

Dari data diatas didapat informasi (Dalam Jutaan Rupiah) sebagai berikut :

a) Nilai terendah DAK pada tahun 2010 Sebesar Rp.0 yang dimiliki oleh Kabupaten Jepara. Nilai terendah DAK pada tahun 2011 Sebesar Rp.23.541 yang dimiliki oleh Kota Salatiga. Nilai terendah DAK pada tahun 2012 Sebesar Rp.20.668 yang dimiliki oleh Kota Magelang.

b) Nilai tertinggi DAK pada tahun 2010 Sebesar Rp. 100.912 yang dimiliki oleh Kabupaten Magelang. Nilai tertinggi DAK pada tahun 2011 Sebesar Rp.102.276 yang dimiliki oleh Kabupaten Cilacap. Nilai tertinggi DAK pada tahun 2012 Sebesar Rp.118.902 yang dimiliki oleh Kabupaten Banyumas.

c) DAK memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp. 2.036.514.

5. Belanja Modal

Berikut ini adalah data dari Belanja Modal selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5

Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010-2012

No Nama Daerah Belanja Modal

2010 2011 2012

1 Kab. Banjarnegara 155.215 160.076 158.301

(12)

3 Kab. Batang 25.479 88.042 133.48 4 Kab. Blora 53.347 105.829 219.108 5 Kab. Boyolali 100.101 138.437 207.759 6 Kab. Brebes 131.399 142.729 192.983 7 Kab. Cilacap 163.912 203.565 308.872 8 Kab. Demak 126.893 234.922 339.018 9 Kab. Grobogan 91.688 161.322 190.075 10 Kab. Jepara 119.766 212.928 297.197 11 Kab. Kebumen 118.772 187.138 295.209 12 Kab. Kendal 134.271 199.99 192.582 13 Kab. Klaten 40.142 130.546 182.607 14 Kab. Kudus 165.093 125.457 178.143 15 Kab. Magelang 97.926 84.9 95.351 16 Kab. Pati 68.355 89.665 174.15 17 Kab. Pekalongan 73.291 97.246 124.487 18 Kab. Pemalang 77.174 128.206 128.367 19 Kab. Purbalingga 43.188 66.386 126.673 20 Kab. Purworejo 62.069 87.865 149.105 21 Kab. Rembang 92.13 187.993 200.204 22 Kab. Semarang 76.039 160.539 264.417 23 Kab. Sragen 86.364 70.837 125.506 24 Kab. Tegal 131.061 145.856 303.315 25 Kab. Temanggung 44.834 93.034 162.08 26 Kab. Wonogiri 103.312 111.32 185.814 27 Kab. Wonosobo 39.161 119.761 189.467 28 Kota Magelang 47.661 81.027 79.136 29 Kota Pekalongan 56.559 82.344 103.506 30 Kota Salatiga 89.643 77.409 124.905

(13)

31 Kota Semarang 216.489 305.704 351.854

32 Kota Surakarta 79.762 128.443 186.15

33 Kota Tegal 66.12 93.963 73.304

Total 3.080.280 4.472.794 6.278.077

Sumber :http://djkd.depdagri.go.id&http://djpk.depkeu.go.id

Dari data diatas didapat informasi (dalam jutaan rupiah) sebagai berikut :

a) Nilai terendah Belanja Modal pada tahun 2010 Sebesar Rp.25.479 yang dimiliki oleh Kabupaten Batang. Nilai terendah Belanja Modal pada tahun 2011 Sebesar Rp 66.386 yang dimiliki oleh Kabupaten Purbalingga. Nilai terendah Belanja Modal pada tahun 2012 Sebesar Rp.73.304 yang dimiliki oleh Kota Tegal.

b) Nilai tertinggi Belanja Modal pada tahun 2010 s/d 2012 Sebesar Rp.216.489, Rp. 305.704 dan Rp. 351.854 yang dimiliki oleh Kota Semarang.

c) Belanja Modal memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp. 4.610.384.

C. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik ditujukan untuk mendeteksi apakah terdapat pelanggaran asumsi baik itu normalitas, autokorelasi, multikolinieritas, ataupun homoskedastisitas yang menyebabkan persamaan regresi menjadi tidak layak dipakai untuk melakukan peramalan.

(14)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan PP plot standardized residual cumulative probability. Apabila histogram terdistribusi normal maka data dinyatakan normal, sementara itu apabila PP plot membentuk garis diagonal maka data dinyatakan normal. Pada Gambar4.1 diperlihatkan titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran mengikuti arah garis diagonal. Jadi dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan pengolahan data dengan bantuan program SPSS for Windows, persamaan regresi tetap memenuhi asumsi normalitas sebagaimana tampak dalam gambar 4.1 berikut :

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas

(15)

2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ditujukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi ditemukan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada variabel satu dengan variabel lainnya.

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, penulis melihat angka Durbin Watson (DW) yang dihasilkan. Jika angka DW berada antara -2 sampai +2, maka tidak terjadi autokorelasi, yang artinya model regresi sesuai dengan kriteria/standar.

Hasil uji autokorelasi untuk data yang diolah sebagaimana tampak dalam tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .650a .422 .398 54836.061 1.611

a. Predictors: (Constant), DAK, PD, RD, DAU b. Dependent Variable: BM

Sumber : Data Primer yang Diolah (2014)

Berdasarkan tabel 4.6 di atas pada kolom Durbin Watson (DW) diperoleh angka sebesar 1,611 (model 1) yang berarti model regresi tidak terdapat masalah autokorelasi, karena angka DW masih berada di antara -2 sampai +2. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi layak dipakai.

(16)

3. Uji Homoskedastisitas

Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji ada tidaknya kesamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain.Untuk menguji hal ini digunakan Scatterplot, di mana sumbu X adalah nilai-nilai prediksi ZPRED= Regresion standardizedpredicted value dengan sumbu Y adalah nilai yaitu ZRESID= Regressionstandardizedpredicted value. Bila grafik yang diperoleh menunjukkan adanya pola tertentu yang dihasilkan oleh titik-titik yang ada, maka dikatakan terjadi Heteroskedastisitas, namun bila tidak membentuk pola tertentu maka dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas sebagaimana tampak dalam gambar 4.2 berikut :

Gambar 4.2

Hasil Uji Homoskedastistitas

(17)

Dari gambar 4.2 diatas dapat diketahui pola sebaran data tidak membentuk pola tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa data homogen dan tidak terjadi heteroskedastisitas.

4. Uji Multikolonieritas

Uji Multikolinearitas digunakan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent yang satu terhadap variabel independent. Suatu model regresi yang baik haruslah terbebas dari masalah Multikolinearitas.

Suatu model regresi yang terbebas dari masalah multikolinearitas haruslah mempunyai angka toleransi yang mendekati 1 dan nilai VIF di bawah angka 10.

Dari hasil tabel 4.7 di bawah dilihat pada kolom Collinearity Statistics bahwa model regresi (model1) layak di pakai, karena memenuhi kriteria yang ada, dimana nilai tolerance<1,000 dan nilai VIF >1,000. jadi dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi tidak mengalami multikolinearitas.

Hasil uji Multikolinearitas untuk data yang telah diolah tampak dalam tabel 4.7:

(18)

Tabel 4.7

Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 PD .611 1.637 RD .665 1.505 DAU .437 2.289 DAK .458 2.183 a. Dependent Variable: BM

D. Analisis Uji Hipotesis

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Pengujian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pajak daerah, retribusi daerah dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap belanja modal, analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda, sehingga dari variabel tersebut akan membentuk model persamaan : Ŷ = bo + b1x1i + b2x2i + . . . + bkxki. Analisis regresi linier berganda ini menggunakan program SPSS 22 yang terlihat dalam tabel 4.8:

(19)

Tabel 4.8 Analisis Regresi Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 40338.092 20047.688 2.012 .047 PD .501 .100 .504 5.027 .000 RD -.683 .381 -.172 -1.793 .076 DAU .100 .044 .271 2.281 .025 DAK .660 .361 .212 1.827 .071 a. Dependent Variable: BM

Sumber : Data Primer yang Diolah (2014) Dari hasil analisis regresi tersebut diketahui bahwa:

Nilai a = 40338.092 Nilai b1 = 0.501

Nilai b2 = -0.683

Nilai b3 = 0.100

Nilai b4 = 0.660

Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat dibuat persamaan regresi berganda:

Y = a + b1X1+ b2X2 + b3X3 + b4X4 = 40338.092+ 0.501X1+ (-0.683X2)+

0.501X1+ 0.100X3+0.660X4

(20)

a) Nilai a sebesar 40338.092, artinya bila X1 (Pajak Daerah), X2 (Retribusi

Daerah), X3 (DAU) dan X4 (DAK) dikontrol, maka nilai Y (Belanja

Modal) adalah sebesar 40338.092.

b) Nilai b1 sebesar 0.501, artinya X2 (Retribusi Daerah ), X3 (DAU) dan X4

(DAK) dikontrol, maka setiap perubahan satu satuan X1 (Pajak Daerah)

akan meningkatkan Y (Belanja Modal) sebesar 0.501satuan.

c) Nilai b2 sebesar -0.683, artinya X1 (Pajak Daerah), X3 (DAU) dan X4

(DAK) dikontrol, maka setiap perubahan satu satuan X2 (Retribusi

Daerah) akan mengurangi Y (Belanja modal) sebesar 0.683satuan.

d) Nilai b3 sebesar 0.100, artinya X1 (Pajak Daerah), X2 (Retribusi Daerah),

dan X4 (DAK) dikontrol, maka setiap perubahan satu satuan X3 (DAU)

akan meningkatkan Y (Belanja Modal) sebesar 0.100satuan.

e) Nilai b4 sebesar 0.660, artinya X1 (Pajak Daerah), X2 (Retribusi Daerah)

dan X3 (DAU) dikontrol, maka setiap perubahan satu satuan X4 (DAK)

akan meningkatkan Y (Belanja modal) sebesar 0.660 satuan.

Dari tabel regresi dapat dilihat besarnya t hitung untuk variabel X1 sebesar 5,027 dengan nilai signifikan 0,000. Hasil uji statistik tersebut dapat menyimpulkan t hitung adalah 5,027, sedangkan t tabel adalah 1,98, sehingga t hitung > t tabel (5,027>1,98), maka X1 secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Y. Signifikansi penelitian juga menunjukkan angka lebih besar dari 0,05 (0,000< 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya X1 berpengaruh signifikan terhadap Y.

(21)

Tabel di atas juga menunjukkan besarnya t hitung untuk variabel X2 sebesar -1.793 dengan nilai signifikan 0,076 , sedangkan t tabel adalah 1,98, sehingga t hitung < t tabel (-1.793<1,98), maka X2 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Y. Signifikansi penelitian juga menunjukkan angka lebih besar dari 0,076 (0,076< 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya X2 tidak berpengaruh signifikan terhadap Y.

Nilai t hitung untuk variabel X3 adalah sebesar 2.281 dengan nilai signifikan 0,025, sedangkan t tabel adalah 1,98, sehingga t hitung > t tabel

(2.281< 2,021), maka X3 secara parsial berpengaruh terhadap Y.

Signifikansi 0,025 menyimpulkan bahwa signifikansi penelitian lebih kecil dari 0,05 (0,025 < 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya X3 berpengaruh terhadap Y.

Tabel di atas juga menunjukkan besarnya t hitung untuk variabel X4 sebesar 1.827, sedangkan t tabel adalah 0,071, sehingga t hitung < t tabel

(1.827<1,98), maka X4 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap

Y. Signifikansi penelitian juga menunjukkan angka lebih kecil dari 0,071 (0,071 < 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya X4 tidak berpengaruh signifikan terhadap Y.

(22)

Setelah model regresi linier sederhana ini telah sesuai dengan kriteria, maka langkah selanjutnya adalah menguji apakah variabel-variabel independen mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian-pengujian yang dilakukan meliputi koefisien determinasi (R Square) dan Anova. Pengujian ini menggunakan program SPSS 22 yang terlihat didalam tabel-tabel 4.9 dan 5.1 dibawah ini : Tabel 4.9 Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .650a .422 .398 54836.061 1.611

a. Predictors: (Constant), DAK, PD, RD, DAU b. Dependent Variable: BM

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS yang nampak pada tabel 4.9 di atas, diketahui nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,650 artinya pajak daerah, retribusi daerah, DAU dan DAK memiliki hubungan yang Sedang (berdasarkan table korelasi) dengan belanja Modal. Sedangkan nilai koefisien determinasi (KD) sebesar 0,398 menunjukkan bahwa 39,8% (Batas Signifikan diatas 50,00%) belanja daerah dipengaruhi oleh pajak daerah, retribusi daerah, DAU dan DAK. Sementara sisanya sebesar 60,2% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti seperti Pertumbuhan Ekonomi, Bagian laba usaha daerah dan Lain-lain PAD yang sah yang merupakan penelitian yang telah dilakukan dilakukan oleh

(23)

Darwanto dan Yustikasari (2007) dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

Tabel 5.1 Anova ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.066E11 4 5.166E10 17.180 .000a

Residual 2.827E11 94 3.007E9

Total 4.893E11 98

a. Predictors: (Constant), DAK, PD, RD, DAU b. Dependent Variable: BM

Sumber : Data Primer yang Diolah (2014)

Berdasarkan perhitungan F Hitung sebesar 17.180 lebih besar dari F Tabel sebesar 2,47. Sedangkan angka signifikansi pada tabel ANOVA sebesar 0,000 < dari 0,05 H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya pengaruh yang signifikan Pajak Daerah

, Retribusi Daerah, DAU dan DAK terhadap Belanja Modal secara simultan. Dengan demikian model regresi diatas sudah layak dan benar.

E. Hasil Penelitian

Salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa

(24)

imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Menurut Sianturi (2009), terdapat keterkaitan antara pajak daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh Pemerintah Daerah, maka semakin besar pula PAD. Pemerintah Daerah mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja langsung ataupun untuk belanja modal. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.

Daerah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan penerimaan daerah. Pendapatan Asli Daerah secara statistik berpengaruh tarhadap alokasi belanja modal dapat memberi sedikit acuan bahwa Pendapatan Asli Dearah sangat berperan penting dalam pembangunan daerah tersebut. Oleh karena itu daerah hendaknya lebih terpacu lagi untuk memanfaatkan sumber daya daerah untuk dapat digunakan dalam rangka kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan. Dengan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah dapat memberi keleluasaan kepada daerah tersebut untuk mengalokasikan ke kegiatan atau pengeluaran yang dapat memberi dampak terhadap peningkatan pembangunan dareh terutama pembangunan infrasturktur. Peningkatan alokasi belanja modal dalam bentuk aset tetap seperti infrastruktur dan peralatan merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perekonomian karena semakin tinggi belanja modal semakin tinggi pula produktivitas perekonomian. Dari peningkatan

(25)

produktovitas perekonomian akan memberi dampak positif pada peningkatan pendapatan daerah tersebut.

Kemandirian daerah dapat diwujudkan dengan salah satu cara yaitu dengan meningkatkan PAD dari sektor retribusi daerah. Jika retribusi daerah meningkat, maka PAD juga akan meningkat sehingga dapat meningkatkan pengalokasian belanja modal untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Retribusi daerah didefenisikan sebagai pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan retribusi Daerah tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.

Hal ini disebabkan karena retribusi Daerah lebih banyak digunakan untuk membiayai belanja yang lain, seperti belanja rutin / belanja operasional. Selain itu peningkatan retribusi Daerah suatu daerah belum tentu diikuti dengan peningkatan anggaran belanja modal, tergantung pada situasi dan kondisi tiap-tiap daerah.

Sumber pendapatan daerah yang memiliki peran penting dalam memberikan pendapatan bagi daerah selain PAD adalah dana perimbangan. Dana perimbangan meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Non-Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima Pemerintah Daerah dapat dialokasikan untuk belanja modal. Penelitian Holtz-Eakin et. Al. (1985) dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan belanja Pemerintah Daerah.

(26)

Meskipun otonomi daerah telah diberlakukan sejak lama, namun kenyataannya masih terdapat beberapa Kab/Kota yang masih menggantungkan sumber pendanaan pemerintahan daerahnya pada dana perimbangan (dana transfer dari Pemerintah Pusat). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan DAU berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.

DAU memungkinkan daerah menggunakan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka ontonomi daerah. Karena dengan adanya transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka Pemerintah Daerah bisa mengalokasikan pendapatannya untuk membiayai belanja modal.

Sumber dana perimbangan yang kedua adalah dana lokasi khusus. Dengan adanya DAK, maka membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang ditanggung oleh Pemerintah Daerah. Lembaga penelitian SMERU (2008), mengungkapkan bahwa sumber pendanaan untuk belanja modal salah satunya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan DAK tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.

Hasil ini memberikan adanya indikasi yang kuat bahwa perilaku belanja modal tidak dipengaruhi dari sumber penerimaan DAK. Hal ini kemungkinan tejadi

Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang.

Gambar

Gambar 4.1  Hasil Uji Normalitas
Tabel 4.6  Hasil Uji Autokorelasi
Tabel 4.8  Analisis Regresi  Coefficients a Model  Unstandardized Coefficients  Standardized Coefficients  T  Sig
Tabel di atas juga menunjukkan besarnya t hitung untuk variabel  X2 sebesar  -1.793  dengan nilai signifikan 0,076 , sedangkan t tabel adalah  1,98, sehingga t hitung &lt; t tabel ( -1.793 &lt;1,98), maka X2 secara parsial tidak  berpengaruh signifikan ter
+2

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian mengenai penentuan umur masak optimal tandan buah kelapa sawit untuk memperoleh benih bervigor tinggi (mutu maksimal) sangat

Dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang timbul adalah seberapa besar tingkat ketelitian dan kecepatan akses internet untuk mencapai nilai fix

Pengelompokkan berita menggunakan graph clustering mudah dimengerti karena menghasilkan visualisasi cluster yang baik, sehingga pengamat dapat melihat keterkaitan

Berdasarkan metode PSD dengan menggunakan mutu kritis total mikroba, pendugaan umur simpan kelapa kopyor pada suhu penyimpanan 5±2 O C adalah 27, 26, dan 17 hari untuk

Hau honela izanda, eta konposatuek azaltzen duten ekintza mekanismoaren arabera, hiru neurotoxina talde bereizi dira: kanal ionikoetan eragina duten neurotoxinak;

Budaya Komunikasi di Organisasi Komunikasi adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan atau pun pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang terlibat

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh CABE (Commission for Architecture and Built Environment) pada bulan Agustus 2003 terhadap 500 perawat dan dokter di London

Sedangkan usahatani kopi sistem pemetikan selektif diperoleh nilai NPV diskon faktor terendah 17% diperoleh nilai sebesar Rp 59.424,-/Tahun, pada nilai NPVN