• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Korosi

Definisi dari korosi adalah penurunan mutu material akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungan sekitar [Trethewey,1991]. Bila ditinjau dari interaksi yang terjadi, korosi adalah proses transfer elektron dari logam ke lingkungannya. Logam bertindak sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungan bertindak sebagai penerima elektron (katoda). Sedangkan penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara fisik bukan disebut korosi, namun biasa dikenal sebagai erosi dan keausan.

Dengan bereaksi ini sebagian logam akan “hilang”, menjadi suatu senyawa yang lebih stabil. Di alam, logam pada umumnya berupa senyawa, karena itu peristiwa korosi juga dapat dianggap sebagai peristiwa kembalinya logam menuju bentuknya sebagaimana ia terdapat di alam. Dan ini merupakan kebalikan dari proses extractive metallurgy, yang memurnikan logam dari senyawanya. Dalam hal ini korosi mengakibatkan kerugian karena hilangnya sebagian hasil usaha manusia memurnikan logam.

2.1.1 Korosi Merata

Korosi merata adalah korosi yang terjadi pada seluruh permukaan metal ketika bereaksi dengan lingkungan sekitar [Black, 1988]. Korosi merata merupakan korosi yang paling banyak terjadi pada logam dan merupakan jenis korosi yang seharusnya tidak berbahaya selama pengurangan ketebalan metal masih bisa ditolerir. Lapisan pasif pada logam-logam yang sangat reaktif merupakan produk dari korosi merata. Contohnya adalah Titanium memiliki laju korosi yag paling rendah jika dibanding dengan Stainless Steel dan paduan Cobalt Chromium. Tapi

(2)

adanya serum protein dapat bereaksi dengan Cromium dan Nikel, sehingga menaikkan korosi merata 2 hingga 10 kali lipat [Black, 1988].

2.1.2 Korosi Galvanik

Korosi ini terjadi akibat perbedaan makroskopik pada potensial elektrokimia, biasanya merupakan dampak dari berdekatannya metal yang berbeda [Jacobs,1998]. Contohnya adalah penggunaan metal yang tidak seharusnya, seperti halnya kawat Stainless Steel yang mengalami kontak metalik dengan femoral stem paduan Cobalt atau Titanium, paduan Cobalt femoral head mengalami kontak metalik dengan paduan Titanium femoral stem, dan baut paduan Titanium mengalami kontak metalik dengan lempengan Stainless Steel [Griffin,1983].

2.1.3 Korosi Sumuran

Korosi Sumuran adalah penembusan yang cepat pada daerah kecil pada tempat yang berlainan. Sumuran ini sangat kecil dan mudah tertutup oleh korosi. Demikian pula serangan yang dilokalisir biasanya terlindung oleh celah yang ada pada bagian logam dibawah endapan antara metal dengan metal yang lain. Sumuran ini dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang tapi pada kasus tertentu sumuran tersebut tidak dapat dilihat, dan berbahaya karena dapat menyebabkan bentuk stress corrosion cracking (SCC). Sumuran terukur ketika sisi anodik menjadi bagian bagian yang kecil dari permukaan dikarenakan pecahnya lapisan pasif. Perbedaan kadar oksigen menyebabkan perbedaan dari potensial elektrokimia antara sumuran dengan logam sekitar. 2.1.4 Korosi Celah

Korosi ini terjadi bila ada salah satu sisi yang terlindungi dari lingkungan. Biasanya hal ini ditemukan pada bagian bawah dari kepala mur yang menahan plat implant atau pada lokasi yang

(3)

serupa sebagai contoh daerah pertemuan antara komponen dari dua benda. Hal penting yang membuat terjadinya korosi ini adalah terjadinya celah, baik celah yang sempit, retakan dalam juga pada pertemuan antara dua jenis alat seperti pada plat dan kepala mur, atau defect seperti fatique crack. Mekanisme dari korosi celah adalah mula-mula terjadi korosi merata pada permukaan logam (pada celah), lalu oksigen yang ada dicelah habis untuk korosi merata sehingga tidak terbentuk lagi ion hidroxil. Selanjutnya adalah terjadinya peristiwa otokatalitik, yaitu masuknya ion ion negatif dari lingkungan kedalam celah melalui proses difusi sehingga akan terjadi serangan korosi yang lebih hebat lagi.

2.1.5 Korosi Fatigue

Korosi fatique adalah jenis kegagalan dari logam yang terjadi dari kombinasi dari reaksi elektrokimia dan beban siklik. Ketahanan terhadap korosi fatique sangat penting untuk alat implant atau untuk logam yang digunakan untuk aplikasi gerakan siklis. Secara normal kegagalan mungkin tidak dapat diukur, tetapi keretakan dapat muncul dari dalam logam, kerusakan permukaan, serangan kimiawi dan sebab yang lain. Lingkungan korosif dapat menyebabkan serangan korosi lokal. Serangan ini dipengaruhi oleh tipe larutan, larutan pH, kandungan oksigen dan temperatur. Lingkungan dari cairan tubuh akan menurunkan dari ketahanan fatique dari implant. Striasi dari fatique dapat diketahui pada logam yang patah dengan “garis pantai” yang menandakan adanya korosi fatique. Keberadaan dari sumuran akan menambah kecepatan terjadinya korosi fatique.[Sivakumar,1994].

2.1.6 Korosi Fretting

Korosi fretting terjadi bila dua permukaan yang berbeda seperti plat tulang dan kepala mur dari alat prosthetic bergesekan satu sama lain secara kontinue dalam lingkungan tubuh. Korosi

(4)

ini terjadi sebagai hasil dari gerakan yang kecil antara permukaan yang saling kontak dalam lingkungan korosif, bahkan ketika tidak adanya medium korosif korosi ini dapat terjadi. Gesekan ini dapat menyebabkan partikel-partikel logam produk dari korosi ikut kedalam jaringan sekitar, atau dapat menyebabkan inisiasi dari retakan dan kegagalan patahan dari implant tersebut [Syrett,1978]. Korosi fretting pada plat tulang dan paku pada panggul dapat menyebabkan korosi lelah. Yang dapat diketahui dari lubang mur.

2.2 Polarisasi

Ketika suatu logam tidak berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion-ionnya, potensial elektrodanya berbeda dengan potensial korosi bebas dan selisih antara keduanya disebut polarisasi. Besar polarisasi dinyatakan dengan satuan overvoltage (η) yang menyatakan besarnya polarisasi terhadap potensial equilibrium elektroda. Polarisasi aktivasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh salah satu tahap siklus reaksi elektrokimia yang terjadi pada antar-muka logam dan elektrolit. Pada tahap ini dibutuhkan energi aktivasi untuk menghadapi energi barrier yang menghambat kelangsungan proses. Polarisasi konsentrasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh proses difusi ion dalam elektrolit. Polarisasi ini dapat diilustrasikan dengan proses difusi ion hidrogen ke permukaan logam membentuk gas hidrogen berdasarkan reaksi evolusi hidrogen. Dalam hal ini, konsentrasi ion hidrogen rendah dalam elektrolit, dan laju reduksi ion hidrogen dipermukaan logam dikendalikan oleh difusi hidrogen ke permukaan logam tersebut. Pada polarisasi konsentrasi, sejumlah perubahan dalam sistem yang meningkatkan laju difusi ion dalam elektrolit akan mengurangi pengaruh polarisasi konsentrasi dan peningkatan laju reaksi. Adukan pada elektrolit akan mengurangi gradien konsentrasi ion positif dan meningkatkan laju reaksi.

(5)

2.3 Passivasi

Passivasi logam adalah rintangan korosi akibat pembentukan produk korosi sebagai lapisan protektif yang menghambat kelangsungan reaksi. Dengan definisi lain bahwa pasifasi logam merupakan peristiwa kehilangan reaktifitas reaksi logam akibat keberadaan kondisi lingkungan tertentu. Sejumlah logam dan paduan teknik menjadi pasif dan bahkan sangat tahan korosi dalam lingkungan oksidator sedang sampai kuat. Contoh logam yang memiliki sifat pasivasi adalah Baja Tahan Karat (Stainless Steel), Nikel dan sejumlah paduan Nikel, Titanium dan paduannya, Aluminium dan paduannya.

Ada dua teori berkaitan dengan lapisan pasif, yakni teori lapisan oksida dan teori adsorpsi. Menurut teori lapisan oksida, lapisan pasif adalah lapisan barrier difusi pada produk korosi yang memisahkan logam dengan lingkungan sehingga reaksi terhambat atau berhenti. Menurut teori adsorpsi, lapisan pasif logam pasif yang dilapisi oleh lapisan chemisorbed oksigen. Keberadaan lapisan ini dimaksudkan untuk mengadsorpsi molekul H2O sehingga menghambat pelarutan di anoda. Dua teori

tersebut menjabarkan maksud yang hampir sama bahwa lapisan protektif yang terbentuk pada permukaan logam menciptakan kondisi pasif dan terjadi peningkatan ketahanan korosi logam.

Pasivasi logam yang dinyatakan dalam laju korosi diilustrasikan dengan kurva polarisasi pada Gambar 2.1. Kurva polarisasi menunjukkan hubungan antara potensial logam dengan rapat arus. Perilaku pasivasi logam M dinyatakan sebagai rapat arus. Pada titik A, logam dalam kondisi potensial equilibrium dan rapat arus io. Ketika potensial logam menjadi lebih positif, logam

berperilaku sebagai logam aktif, rapat arus ic dan laju reaksi

meningkat secara eksponensial. Ketika potensial logam lebih positif sampai mencapai Epp dan rapat arus ipassif, laju korosi

menurun drastis. Pada potensial Epp, terbentuk lapisan protektif

(6)

potensial logam makin positif, rapat arus masih tetap ipassif sampai

batas daerah pasif. Peningkatan potensial lebih lanjut melampaui daerah pasif menyebabkan logam menjadi aktif kembali dan rapat arus meningkat dalam daerah transpasif.

2.4 Hubungan Pasivasi dan Polarisasi

Kurva polarisasi sangat berguna untuk menggambarkan fenomena pasifasi dari logam seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3.Gambar ini menunjukkan nilai – nilai atau besaran yang terdapat dalam kurva polarisasi logam aktif – pasif, yaitu : Ecorr = Potensial korosi bebas pada saat kesetimbangan.

Epp = Potensial awal pada saat lapisan pasif akan dan mulai

terbentuk (awal pasifasi) Ef = Potensial pada saat lapisan pasif terbentuk sempurna

(pasivasi sempurna)

Er = Potensial awal pada saat lapisan pasif pecah

(breakdown of passivity )

Icrit = Rapat arus yang terjadi pada saat lapisan pasif akan dan

mulai terbentuk.

Ip = Rapat arus yang terjadi saat lapisan pasif terbentuk

sempurna.

(7)

Dari gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa :

1. Pada potensial yang lebih negatif dari Ecorr (daerah aktif),

reaksi yang terjadi adalah reaksi reduksi yang laju reaksinya mengikuti tipe garis Tafel.

2. Potensial yang lebih positif dari dari Ecorr, laju reaksi

oksidasi yaitu disolusi dari suatu logam M (MMn+ +en-)

juga mengikuti tipe garis tafel.

3. Pada titik Epp(Primary or Peak Pasivation Potensial)

sampai dengan Ef potensial menuju keseimbangan antara

logam M dan salah satu dari oksida–oksida (MO) diikuti dengan semakin lambatnya laju reaksi.Pada titik ini metal mulai menjadi pasif.Arus yang bersesuaian pada titik ini dinamakan Icrit (Critical Pasivatting Current Density)

4. Pada potensial yang lebih besar dari Ef , terbentuk lapisan

oksida pasif yang sangat tipis pada permukaan, sehingga laju reaksi dari disolusi metal menjadi lambat dan cenderung konstan.Arus yang bersesuaian dengan titik adalah Ip sebagai passivation current density.Peristiwa korosi disini cenderung berhenti. Kenaikan potensial berikutnya menyebabkan lapisan cenderung rusak oleh disolusi kimiawi atau serangan dari ion agresif seperti ion klorida.

5. Pada potensial yang lebih positif daripada Er yaitu pada daerah transpasif korosi metal mulai terjadi karena pecahnya lapisan oxida atau hidroksida (OH), sehingga oksign kembali bereaksi dengan logam M.

2.5 Hubungan Laju Korosi dan Polarisasi

Perbedaan potensial antara katoda dan anoda sangat penting untuk menggambarkan terjadinya korosi. Tetapi hal ini belum dapat menggambarkan laju korosi sebenarnya. Laju korosi yang terjadi juga dinyatakan tergantung pada kerapatan arus yang timbul (current density). Semakin tinggi kerapatan arus yang

(8)

timbul maka korosi semakin hebat begitupun juga sebaliknya. Karena fenomena tersebut korosi dapat disimpulkan dengan pemakain kurva tegangan fungsi arus yang selanjutnya disebut kurva polarisasi. Laju korosi dalam kurva polarisasi dinyatakan dengan adanya Ecorr dan Icorr. Ecorr dan Icorr tidak bisa langsung

didapatkan dalam kurva polarisasi, tetapi dimodelkan dengan adanya Tafel Equation dan Buttler – Volmer Equation.

Tafel Equation :

I = Io exp ( 2.303 ( E – Eo / b ) (2.1) I = Arus yang terjadi akibat adanya reaksi

Io = Exchange Current

E = Potensial Electrode. Eo = Equilibrium potensial

b = Beta Tafel Constant.

Tafel Equation hanya berlaku untuk satu reaksi. Dalam proses korosi terjadi dua reaksi yaitu reksi katodik dan anodik. Perumusan Tafel Equation dalam reaksi katodik dan anodik dikenal dengan :

Butler – Volmer equation :

I = Icorr(exp(2.303(E-Ecorr)/ba)exp(-2.303(E-Ecorr)/bc)) .

ps)

bc

atu titik. Titik ini menyatakan Ecorr dan

Icorr (lihat Gambar 2.2).

(2 2)

I = Arus terukur (amps) Icorr = Corrosion current (am

E = Electrode potensial Ecorr = Corrosion potential (volts)

ba = Anodic Beta Tafel Constant = Cathodic Beta tafel constant

Pemodelan tersebut didekati dengan adanya Tafel Analysis yaitu ekstrapolasi garis lurus pada daerah katodik dan anodik sehingga bertemu pada s

(9)

Gambar 2.2. Classic Tafel Análisis

Perhitungan laju korosi dari Icorr dalam kurva polarisasi dihtung dengan cara ( ASTM vol 03.02.G02 )

CR = K1 Icorr EW (2.3)

ρ

CR = Laju Korosi (mm/yr) untuk icorr (μA/Cm2)

K1 = 3.27 x 10-3 mm g/μA Cm yr

Icorr = Rapat arus saat Ecorr (exchange current density)

Ρ = density (g/cm3)

EW = Equivalent Weight.

Sedangkan untuk perhitungan Laju korosi pengujian immerse didapatkan dengan rumus sebagai berikut :

Dari nilai weight loss, dapat dihitung nilai corrosion ratesnya dengan menggunakan rumus:

(10)

Nilai C = 1 untuk mm dan 0.061 untuk mils

Apparent Corrosion Rate = (2.5)

2.6 Perilaku Korosi Aktif – Pasif

Pasivasi dari suatu logam atau paduan menunjukkan perilaku khusus pada pertambahan polarisasi anodik (ditunjukkan pada Gambar 2.2). Pada potensial karakteristik yang rendah dalam larutan asam teraerasi, laju korosi yang terukur dengan rapat arus anodik yang tinggi akan meningkat sejalan dengan bertambahnya potensial pada daerah aktif. Diatas Epp lapisan

pasif menjadi stabil, laju korosi berkurang, di daerah pasif diperkirakan 106 kali lebih rendah daripada didaerah aktif pada I

c

[Jones,1992]. Apabila lapisan film berada pada potensial yang lebih tinggi maka lapisan akan pecah/rusak dan laju korosi bertambah didaerah transpasif.

2.7 Biomaterial

Biomaterial adalah penggunaan material yang memiliki kecenderungan tidak bereaksi (inert) sebagai pengganti fungsi dari jaringan tubuh yang kontak langsung dengan cairan tubuh. Disebut sebagai biomaterial yang ideal ketika suatu bahan/material memiliki biokompatibilitas yang baik, sifat mekanik yang baik dan proses manufaktur yang mudah. Properties paling penting yang diperlukan oleh material adalah biokompatibilitas, hal ini dikarenakan adanya hubungan dengan reaksi jaringan, perubahan dari sifat (mekanik, fisik dan kimia) dan juga kemungkinan degradasi material. Ductility, toughness, creep, dan wear resistance adalah properties mekanik yang diperlukan untuk biomaterial sedangkan metode fabrikasi, konsistensi, tingkat kenyamanan dan biaya produksi adalah

(11)

karakter manufaktur yang pada akhirnya menentukan pemilihan penggunaan bahan implant.

Biomaterial adalah substansi yang berasal dari alam atau sintetis yang digunakan sebagai peralatan medis. Pada umumnya, peranan biomaterial adalah sebagai pengganti atau tambahan pada komponen biologik. Biokompatibilitas dalam terminologi umum menjelaskan suatu keadaan dimana tak terjadi interaksi yang berbahaya antara material asing atau peralatan dengan tuan rumah biologis. Ada dua hal yang perlu mendapat pertimbangan: (1) efek biomaterial pada tuan rumah biologis dan (2) efek dari sistem biologis pada material. Tujuan dari penelitian in vitro (tidak menggunakan makhluk hidup sebagai mediator) dan in vivo (dalam tubuh makhluk hidup) adalah untuk mengidentifikasi potensi toksisitas dari biomaterial dalam tubuh dan untuk mendeteksi potensi kegagalan dari peralatan tersebut pada penggunaannya secara khusus. Karena implant metalik langsung dipakai sebagai material untuk fiksasi rigid, maka korosi dan perubahan permukaan dari material-material ini hampir selalu terkait dengan respons biologis [Andri,2000]. Terjadinya reaksi dari sistim tubuh terhadap material implant ditentukan dari faktor bisa tidaknya material tersebut diterima dan memenuhi fungsi pada tubuh. Biokompatibilitas merupakan sistim yang mencakup fisik, kimia, biologis, medik dan aspek desain [Spenser, 1998].

(12)

Permukaan merupakan hal yang penting dalam biomaterial, interaksi pada permukaan implant dengan cairan tubuh secara alami menunjukkan adanya penurunan reaksi antara respon tubuh terhadap implant dan perkembangan dari permukaan implant/jaringan.

Gambar 2.4 Skema Respon Tubuh pada Permukaan Biomaterial

(13)

Pengaruh dari permukaan biasanya dominan pada saat proses awal dari respon biologis, bagaimanapun juga diketahui bahwa interaksi biokimia yang pertama pada implant diputuskan dari reaksi dan bentuk akhir jaringan pada permukaan [Spenser,1998].

2.8 Material untuk Aplikasi Orthophaedi

Pengaplikasian biomaterial pada penggunaan implant yang disebut dengan osseointegration (osteosintesis) dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu metal, polimer, keramik dan komposit.

2.8.1 Metal

Metal memiliki cakupan yang luas dalam aplikasiannya, diantaranya fixasi patah tulang, penggantian tulang, external spints, braces dan traction apparatus. Modulus elastis dan titik luluh digabungkan dengan keuletan metal membuat material jenis ini cocok untuk menopang beban tanpa mengakibatkan deformasi. Tiga material yang biasa digunakan adalah Titanium, Stainless Steel dan Paduan Cobalt-Chromium. Titanium dan paduan Titanium memiliki kelebihan yaitu modulus elastisitas rendah dan resistansi korosi tinggi, selain itu juga adanya lapisan oksida pada Titanium memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengintegrasian metal ini pada jaringan tulang.

Tabel 2.1 Perbandingan Beberapa Material Implant Prostesis Implant Keuntungan Kerugian

Modular Ti6Al4V/CoCrMo (Porous)  Lebih mudah untuk mencocokan dengan pasien  Memiliki kelebihan

 Korosi celah pada bagian sambungan  Co, Cr, Mo

merupakan unsur beracun dirancang berdasar kebutuhan

(14)

dibanding dengan material lain  Memiliki modulus yang rendah  Penggunaan lapisan dapat dihindarkan operasi  Dibutuhkan waktu 2 minggu tanpa pembebanan agar terjadi pertumbuhan tulang CoCrMo (Smooth)  Ketahanan penggunaaan tinggi  Memiliki toleransi pembedahan yang tinggi  Bisa menyebabkan reaksi jaringan  Co, Cr, Mo merupakan unsur beracun memiliki modulus yang tinggi

CoCrMo (Porous)  Memiliki ketahanan penggunaan yang tinggi  Tidak diperlukan lapisan untuk membuatnya menyatu dengan femur  Co, Cr, Mo merupakan unsur beracun  Memiliki modulus yang tinggi  Dibutuhkan waktu 2 minggu tanpa pembebanan agar terjadi pertumbuhan tulang Ti6Al4V (Porous)  Tidak diperlukan lapisan untuk membuatnya menyatu dengan femur  Memiliki modulus yang rendah toxicity sangat  Memiliki ketahanan penggunaan yang rendah  Dibutuhkan waktu 2 minggu tanpa pembebanan agar terjadi pertumbuhan tulang

(15)

rendah Ti6Al4V (Smooth)  Memiliki toleransi pembedahan yang lebih besar  Toksinitas sangat rendah  Memiliki ketahan penggunaan yang rendah kemungkinan adanya reaksi jaringan Modular Ti6Al4V/Al2O3  Mudah untuk disesuaikan dengan pasien  Alumina memiliki ketahanan penggunaan dan degradasi yang sangat bagus  Memiliki modulus yang rendah  Meluruhkan unsur Al

 Korosi celah pada bola sambungan  Dirancang sesuai dengan kebutuhan pembedahan 316L Stainless Steel (smooth)  Harga murah mudah untuk diproduksi Toleransi pembedahan besar Banyak penelitian secara mendalam tentang spesimen ini  Korosif  Mudah mengalami retak lelah  Modulus sangat tinggi  Memungkinkan adanya reaksi jaringan ZrO2 Coated Zr or Oxidized Ti-13%Zr-13%Nb alloy  Modulus rendah  Biokompatibilitas tinggi  Ketahanan penggunaan tinggi  Pelekatan pada  Harga mahal  Sulit untuk difabrikasi  Tidak diketahui

secara pasti sifat dari interaksi Zn dengan

(16)

lapisan bagus tulang Diamond Like Carbon Coated/Surface Nitrided Ti6Al4V  Modulus rendah  Biokompatibilitas tinggi  Ketahanan penggunaan tinggi  Dalam pengujian pada jaringan hidup,  Adanya hidrogen menyebabkan berkurangnya kerekatan pelapisan Ru-37.5Zr-12.5Pd Coated Ti6Al4V  Ketahanan pemakaian dengan sangat tinggi  Sifat mekanik yang sempurna  Biokompatibilitas

sama atau lebih baik dibanding paduan CoCrMo

 Sangat mahal kecali hanya digunakan sebagai pelapis  Biokompatibilitas secara maksimal belum diteliti [Seaborn, 2000] Perlu diperhatikan dalam penggunaan metal sebagai implant ada beberapa unsur yang sangat dihindari penggunaannya apabila kadarnya melebihi ambang batas dikarenakan unsur tersebut beracun terhadap tubuh. Adapun unsur-unsur tersebut adalah:

Tabel 2.2 Batas Toxicity CCR50

Fe Mn Co Ni Cr V

CCR 50

(µg ml-1) 59 15 3.5 1.1 0.06 0.03

Nilai CCR50 ini didefinisikan sebagai kosentrasi dari substrat sel

hidup yang mengalami reduksi hingga 50% ketika diuji dengan unsur-unsur diatas.

(17)

2.8.1.1 Titanium

Jenis metal ini adalah termasuk dalam golongan IV pada tabel periodik, sehingga mempunyai afinitas yang kuat terhadap oksigen. Titanium mempunyai ketahanan korosi yang sangat bagus, hal ini disebabkan karena adanya lapisan oksida tipis yang menyelimuti permukaannya.

Titanium komersial sudah tersedia dalam bentuk mill sejak tahun 1950. Titanium diproduksi dan digunakan untuk aplikasi pemakaian yang memerlukan kekuatan yang cukup, mampu bentuk yang bagus serta sifat tahan korosi yang bagus. Sifat mekanik Titanium tergantung dari sejumlah kecil dari oksigen dan nitrogen pada keadaan solid solution, sehingga memungkinkan untuk menghasilkan sejumlah tingkatan titanium komersial murni, dengan sifat mekanis yang sesuai untuk berbagai macam penggunaan sehingga material yang dipakai sesuai yang diharapkan.

Titanium yang ditemukan di pada tahun 1791 oleh William Gregor (Inggris) adalah unsur kesembilan yang terbesar di bumi. Seiring dengan perkembangan teknologi, Titanium (Ti) telah menjadi material pilihan untuk banyak digunakan dalam implantasi gigi dan bedah tulang. Hal tersebut dikarenakan minimalnya reaksi jaringan yang diakibatkan oleh penanaman material ini dalam tubuh. Pada penanaman material ini terjadi reaksi biologis secara alami yaitu terbentuknya jaringan baru yang kemudian melekat pada lapisan oksida pada permukaan Titanium. Titanium merupakan material allotropik dengan dua bentuk kristalografi yaitu alpha (α) yang mempunyai bentuk hexagonal close packed (HCP) pada temperatur < 882,5 oC dan beta (β) yang mempunyai bentuk body centered cubic (BCC) pada temperatur >882,5 oC.

(18)

Tabel 2.3 Sifat Mekanik Beberapa Jenis Titanium

Sifat Mekanik Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4

Tensile Strength (Mpa) Yield Strength (Mpa) Elongation (%) Reduction of Area (%) Modulus of Elasticity (Gpa) Poisson ratio Condition (Wt %) Ti 240 170 24 30 102 0.34 Annealed 99.5 345 275 20 30 102 0.34 Annealed 99.2 450 380 18 30 103 0.34 Annealed 99.1 550 485 15 25 104 0.34 Annealed 99.0

Penggunaan Titanium sebagai implant didasarkan pada densitas yang rendah, ketahanan korosi yang sempurna, modulus mekanikal yang cocok dengan tulang bila dibanding dengan material lain. Berdasarkan jumlah oksigen yang terkandung maka Commercial Pure Titanium dikasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari grade 4 dengan kandungan oksigen maksimal 0.4% dan grade 1 minimal 0.18%. Karena biokompatibilitas dan karakteristik fisik yang maksimal ini maka Titanium murni maupun Titanium paduan banyak digunakan pada bidang medis dengan variasi yang beragam mulai dari sambungan tulang, pengganti tulang, implant dental, pembuluh jantung buatan, dll. Dengan adanya lapisan tipis dalam ukuran nm membuat Titanium menjadi material yang sangat terlindung dari korosi. Dengan minimalisnya peluruhan ion sebagai hasil residu pada jaringan tubuh sehingga material ini dapat diklasifikasikan sebagai material inert atau secara elektrokimia merupakan material yang pasif pada semua kombinasi potensial dan pH.

2.8.1.2 Lapisan Oksida Titanium

Titanium adalah logam yang sangat reaktif, ketika permukaannya terekspose pada udara atau lingkungan yang lain yang mengandung oksigen lapisan oksida tipis dari Titanium terbentuk dimana kandungan utamanya adalah TiO2. Kehadiran

(19)

lapisan oksida tipis ini membuat Titanium mempunyai ketahanan terhadap korosi yang sangat bagus didalam berbagai jenis media korosif. TiO2 memiliki sifat pasivasi dan repasifasi yang sangat

tinggi dalam segala kondisi pH dan hampir tidak mengalami perubahan pada kondisi biologis tubuh. TiO2 memiliki konstanta

dielektrik yang menyerupai air sehingga lapisan oksida ini dapat bereaksi dengan bagus dengan protein tubuh. Adanya air, meski dalam jumlah sangat kecil, ketika proses pembentukkan selaput sedang berlangsung sangat berpengaruh terhadap kemampuan selaput itu untuk melindungi logam dibawahnya. TiO2 pada

permukaan Titanium komersial murni (CP Ti), secara studi spectroscopic telah didapatkan nilai ketebalan oksida sekitar 1.8-17 nm. Struktur memiliki kekasaran permukaan bervariasi dari 0.53 - 0.67μm. TiO2 mengikat molekul maupun atom sebagai

lapisan monomolekular.

Lapisan pasivasi pada permukaan logam adalah suatu lapisan oksida tipis yang terbentuk pada bermacam-macam tingkat derajat (tergantung pada besar kecilnya tenaga bebas pembentukan oksida-logam dan ketersediaan oksigen di permukaan). Adanya lapisan oksida yang terbentuk secara alami menjadikan Titanium memiliki biokompatibilitas yang sempurna dalam kaitannya dengan tinggi rendahnya daya konduksi elektronik dan memiliki resistansi korosi tinggi. Titanium dan oksidanya menunjukkan pelepasan ion dalam kuantitas rendah didalam lingkungan mengandung air. TiO2 mempunyai tiga

bentuk allotrophic yaitu anatase, brookite dan rutile. Brookite dan anatase adalah bentuk metastabil dan berubah bentuk secara eksotermal dan irreverisible ke rutile akibat fungsi thermal maupun akibat pengerjaan mekanik pada temperatur kamar.

(20)

Tabel 2.4 Sifat Kristalografi Anatase, Brookite & Rutile

Properties Anatase Brookite Rutile

Crystal structure optical

Density, g/cm3

Hardness, Mohs scale Unit cell Dimensions,nm a b c Tetragonal Uniaxial, (-) 3.9 5.5-6 D4a19.4TiO2 0.3758 0.9514 Orthorhombic Biaxial (+) 4.0 5.5-6 D2h15.8TiO2 0.9166 0.5436 0.5135 Tetragonal Uniaxial (+) 4.23 7-7.5 D4h12.8TiO2 0.4584 2.953

Tabel 2.5 Reaksi Perubahan Energi TiCl4(g) + O2(g) – TiO2 (rutile, solid) + 2Cl2 (g)

Temperature, ◦C ΔH,kJ/mola ΔG,kJ/mola Log Kpb

827 1027 1327 -174.7 -174.7 -170.9 -116.0 -105.4 -90.0 5.51

Gambar 2.6 Struktur Kristal TiO2 (Rutile)

Studi Cigada menunjukkan bahwa semakin tingginya ketebalan oksida pada paduan titanium atau titanium murni maka mengakibatkan berkurangnya secara drastis kepasifan arus didalam cairan fisiologis sehingga mencegah pelepasan ion titanium didalam cairan badan. Di samping ketebalan, struktur

(21)

oksida juga memiliki peran utama dalam penurunan pelepasan ion. Tingkat pelepasan ion berubah-ubah sesuai dengan kondisi cairan pada lingkungan tubuh dan pengaruh reaksi lebih lanjut antara sel dan implant. Rutile adalah padatan yang memiliki struktur tetragonal dengan kemampuan difusi ion yang lebih baik dibanding anatase, oleh karena itu struktur ini akan memperbaiki resistansi dissolusi [Mueller, 2002].

2.8.2 Polimer

Polimer adalah rangkaian panjang dari material dengan berat molekul tinggi yang terdiri dari pengulangan unit monomer. Polimer memiliki sifat fisik yang mendekati jaringan halus, oleh karena itu polimer banyak digunakan untuk menggantikan kulit, tendon, tulang rawan, pembuluh darah dll. Polimer mengalami degradasi pada lingkungan tubuh dikarenakan faktor biokimia dan mekanik. Hal ini menyebabkan adanya serangan ion, pembentukan ion hidroksil dan terlarutnya oksigen sehingga terjadi iritasi pada jaringan dan menurunnya properties mekanik. 2.8.3 Keramik

Keramik adalah senyawa inorganik yang dalam biomaterial diklasifikasikan menjadi 5 kategoris berdasarkan karakter makroskopis permukaan ataupun stabilitas kimia pada lingkungan tubuh yaitu : karbon, alumina, zirconia, keramik gelas dan kalsium fosfat. Keterbatasan dari keramik adalah kekuatan tarik dan ketangguhan akan patah yang rendah sehingga aplikasinya terbatas. Hasil dari tes ex-vivo mengindikasikan bahwa keramik gagal berikatan karena lemahnya jaringan yang terbantuk pada sistim [Hench,1982].

2.8.4 Komposit

Kata komposit memiliki makna yaitu material yang terdiri dari dua ataupun lebih bagian, dimana satu material

(22)

berfungsi sebagai matriks dan material yang lainnya berfungsi sebagai reinforced. Keuntungan dari penggunaann material ini adalah meningkatnya biokompatibilitas tubuh terhadap implant. [Kamachi,2000]

2.9 Diagram E/pH (Pourbaix)

Diagram pourbaix adalah diagram yang memperlihatkan kondisi-kondisi dimana logam akan terkorosi, tidak terkorosi atau mengalami pasifasi dalam larutan berpelarut air. Gambar 2.7 adalah diagram pourbaix untuk Titanium. Beberapa perbedaan utama harus diperhatikan bahwa hanya ada satu daerah korosi, dan tiga tahap oksida pasif yang berbeda. Pada diagram ini ditunjukkan bahwa titanium hydride (Tih2) adalah tahap yang stabil ketika pH memiliki nilai potensial kurang dari - 0.8V, hidrogen menyusutkan daerah korosif daerah segi tiga pada gambar dibawah ini dan meningkatkan daerah metal yang pasif.

Gambar 2.7 Diagram Pourbaix Titanium-H2O (Daerah arsir menandakan lingkungan interrnal tubuh manusia)

(23)

2.10 Lingkungan Biologi

Tubuh manusia adalah lingkungan yang korosif bagi logam dan paduannya karena dapat terjadi reaksi oksigenisasi. Tubuh memiliki larutan dengan kadar garam sekitar 0,9% pada pH~7,4 dengan temperatur 37,1°C. Ketika implant dimasukkan kedalam tubuh manusia maka secara spontan akan di penuhi dengan cairan jaringan extracellular terlihat pada Gambar 2.6 [Pholer 1986]. Semua bahan implant akan mengalami dissolution karena reaksi kimia maupun elektrokimia pada kecepatan tertentu, dikarenakan lingkungan tubuh yang korosif dan kompleks. Cairan tubuh manusia terdiri atas larutan air, senyawa kompleks, larutan cairan dari oksigen dan kandungan yang besar dari sodium (Na+)dan clorine (Cl-) dan elektrolit lainnya seperti bikarbonat,

kandungan kecil dari potassium, kalsium, magnesium dan phosphate, sulfat, asam amino, protein, plasma, limfa. Ion-ion yang ada ditubuh juga memberikan peranan yang penting untuk menjaga pH dan transfer elektron. Keberadaan implant pada dasarnya amat mengganggu dari lingkungan tubuh sebagai contoh terganggunya suplai darah ke tulang dan kesetimbangan dari ion.

Permulaan dari terjadinya korosi dapat terjadi karena kondisi yang bervariasi dari permukaan implant yang ditanamkan. Dan implant dikatakan gagal ketika tidak dapat dilepas dari jaringan dikarenakan rasa sakit yang besar, peradangan dan reaksi lainnya seperti korosi dan keausan. Dengan penanaman impant akan menyebabkan kenaikan konsentrasi ion yang ada pada jaringan. Ketika material ditanamkan maka akan terjadi reaksi penolakan dari tubuh dan kehadiran dari implant akan mengurangi sistim pertahanan tubuh sehingga berakibat infeksi yang merupakan keinginan tubuh untuk melepas implant. [Helmus,1995]. Ketika infeksi tidak dapat dikontrol maka jaringan akan merespon dengan rasa nyeri sampai inflamasi yang kronis. Keharusan sebuah implant untuk inert atau memiliki toleransi tubuh yang baik .Respon dari tubuh pada material yang

(24)

inert adalah dengan munculnya jaringan serabut serabut kolagen tipis yang membungkus implant dan memisahkan dari jaringan normal.

Gambar 2.8 Ketahanan Korosi

(0,5% NaCl, pH 7,4) dan Reaksi Jaringan dari berbagai Logam Biomaterial [Steinemann,1985]

Hal ini tentunya akan semakin berpengaruh terhadap tubuh dengan fungsi waktu, kapsul yang menyelimuti dapat terdiri atas area dari sel mati yang melekat pada implant yang diselimuti oleh daerah sel yang mulai tumbuh. Pada satu kasus kapsul memiliki bentuk jaringan batas yang bagus akan tetapi pada kasus yang lain kapsul tersebut terbentuk tidak beraturan dan berdifusi pada otot sekitar. Ketebalan dari jaringan serabut tersebut tergantung dari ketahanan implant terhadap korosi. Material yang menghasilkan serabut kolagen yang paling tipis mengindikasikan lebih tahan korosi dan memiliki biokompatibilitas dan yang paling diterima oleh tubuh.

Ada standardisasi yang harus dipenuhi oleh sebuah material agar bisa dikatakan layak sebagai bahan implant, salah satunya adalah memiliki nilai corrosion rates yang kurang dari 0.475 mpy.

(25)

Gambar 2.9 Komposisi ion dari Plasma Darah, Cairan Intersisi dan Cairan Intraselluler [Pholer, 1986]

Gambar

Tafel Equation :
Gambar 2.3 Biokompatibilitas dari Variasi Vistim Parameter
Tabel 2.1 Perbandingan Beberapa Material Implant Prostesis  Implant Keuntungan  Kerugian
Tabel 2.2 Batas Toxicity CCR 50
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil survei yang diperoleh bahwa kandungan asiatikosida pegagan pada dataran rendah seperti Pantai Labu lebih tinggi dibanding pegagan yang tumbuh di dataran

Namun, batas kedalaman pada lapisan compound adalah drawback dan sementara nitriding atau nitrocarburizing dapat diaplikasikan dengan baik hanya pada material

Suatu hal yang perlu diperhatikan apabila benih disimpan dalam suhu rendah harus dikeluarkan dan ditunaskan 4 – 6 minggu sebelum ditanam, sebab apabila langsung

Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983, beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya

Karena aliran metal yang kurang teratur pada kecepatan potong yang rendah dan bila daya adhesi atau afinitas antar material benda kerja dan material pahat cukup kuat

Pelapis permukaan adalah penjelasan yang lebih umum yaitu apapun material yang digunakan sebagai suatu lapisan yang rata pada suatu permukaan sedangkan cat adalah

Fluks permeat lebih tinggi 2. Temperatur lebih rendah dari distilasi Lebih mudah dioperasikan 3. Tekanan operasi lebih rendah dari RO Telah komersial dan mapan 4. Konsentrasi

Temperatur mold dapat mempengaruhi laju pendinginan (pembekuan) material plastik, mold dengan temperatur yang terlalu rendah akan sulit di isi oleh material