• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Tumbuhan

2.1.1. Botani Pegagan (Centella asiatica)

Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh menjalar dan berbunga sepanjang tahun. Tanaman akan tumbuh subur bila tanah dan lingkungannya sesuai hingga dijadikan penutup tanah. Pegagan hijau sering dijumpai di daerah persawahan, di sela-sela rumput, di tanah yang agak lembab baik yang terbuka atau agak ternaungi, juga dapat ditemukan di dataran rendah sampai daerah dengan ketinggian 2500 m dpl (Depkes RI, 1977).

Tumbuhan ini tidak berbatang, menahun, mempunyai rimpang pendek dan stolon-stolon yang merayap, panjang 10-80 cm, akar keluar dari setiap buku-buku, banyak percabangan yang membentuk tumbuhan baru, daun tunggal, bertangkai panjang, tersusun dalam roset akar yang terdiri dari 2-10 helai daun. Helaian daun berbentuk ginjal, tepi bergerigi atau beringgit, kadang agak berambut. Bunga tersusun dalam karangan berupa payung, tunggal atau 3-5 bunga bersama-sama keluar dari ketiak daun, berwarna merah muda atau putih. Buah kecil bergantung, berbentuk lonjong, pipih, panjang 2-2,5 mm, baunya wangi dan rasanya pahit. Daunnya dapat dimakan sebagai lalap untuk penguat lambung. Pegagan dapat diperbanyak dengan pemisahan stolon dan biji (Depkes RI, 1977; Januwati dan Yusron, 2005). Menurut Nurliani, Susi dan Mardiana (2008), ada keragaman pada sifat morfologi kualitatif dan kuantitatif pegagan, antara lain ukuran, warna dan bentuk daun, jumlah, ukuran dan warna geragih, jumlah bunga per geragih, panjang dan warna buku, warna batang, berat segar dan berat kering.

(2)

Gambar 2.1. Pegagan (Centella asiatica) 2.1.2. Klasifikasi Ilmiah

Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledone Ordo : Umbillales

Famili : Umbillferae (Apiaceae) Genus : Centella

Species : Centella asiatica(Nurendah, 1982).

2.2. Persyaratan Tumbuh

Pegagan bersifat kosmopolitan tumbuh liar di tempat-tempat yang lembab pada intensitas sinar yang rendah (ternaungi) hingga pada tempat-tempat terbuka, seperti di padang rumput, pinggir selokan, pematang sawah (Depkes RI, 1977). Faktor lingkungan yang berperan dalam pertumbuhan dan mempengaruhi kandungan bahan aktif tanaman pegagan, antara lain :

Daun Petiol

Akar

Sulur

(3)

2.2.1. Tinggi Tempat

Ketinggian tempat optimum untuk tanaman ini adalah 200 - 800 m dpl. Ketinggian di atas 1.000 m dpl. produksi dan mutunya akan menjadi lebih rendah (Depkes RI, 1977).

2.2.2. Jenis Tanah

Tanaman ini dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik hampir pada semua jenis tanah lahan kering. Pada jenis tanah Latosol dengan kandungan liat sedang, tanaman ini tumbuh subur dan kandungan bahan aktifnya cukup baik (Depkes RI, 1977).

2.2.3. Iklim

Pegagan tidak tahan terhadap tempat yang terlalu kering, karena sistim perakarannya yang dangkal. Oleh karena itu faktor iklim yang penting dalam pengembangan pegagan adalah curah hujan. Apabila pegagan ditanam pada musim kemarau dan tanaman mengalami kekurangan air, maka perlu dilakukan penyiraman (Depkes RI, 1977; Winarto dan Surbakti, 2004).

2.3. Metabolit Sekunder pada Pegagan

Salah satu ciri organisme adalah tumbuh dan berkembang. Tumbuh-tumbuhan dari kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embrio kemudian menjadi satu individu yang mempunyai akar, daun dan batang. Dewasa ini yang dimaksud senyawa organik bahan alam adalah terbatas pada senyawa-senyawa yang dikenal sebagai metabolik sekunder. Senyawa metabolik adalah senyawa-senyawa hasil metabolisme sekunder, yang tidak terdapat secara merata dalam makhluk hidup dan ditemukan dalam jumlah yang sedikit.

(4)

Umumnya terdapat pada semua organ tumbuhan (terutama tumbuhan tinggi), pada akar, kulit batang, daun, bunga, biji dan sedikit pada hewan.

Pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: suhu, pH, aktivitas air dan intensitas cahaya. Laju reaksi thermal (non fotokimia) peka terhadap suhu dan beberapa laju reaksi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu 100C. Lahan yang relatif kering, pH dan kelembaban tanah adalah merupakan parameter yang relevan untuk terbentuknya metabolisme sekunder.

Gambar 2.2. Metabolit Sekunder Dibentuk Melalui Lintasan yang Khusus dari Metabolisme Primer dan Sekunder

karbohidrat asam piruvat senyawa aromatik lintasan asam shikimat karbondioksida + air lintasan pentosa fosfat glikolisis asam amino protein asam nukleat alkaloid ammonia asetil CoA siklus asam trikarboksilat terpenoid steroid asam lemak poliketid lintasan mevalonat asetat senyawa aromatik lintasan malonat asetat transaminasi

(5)

Penggunaan tumbuhan sebagai obat, berkaitan dengan kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan tersebut terutama zat bioaktif. Tanpa adanya suatu senyawa bioaktif dalam tumbuhan maka secara umum tumbuhan itu tidak dapat digunakan sebagai obat. Noverita dan Marline (2012) menyebutkan hasil uji fitokimia daun pegagan terdapat kandungan triterpenoid. Pegagan mengandung bahan aktif seperti triterpenoid glikosida (terutama asiatikosida, asam asiatik, asam madekasik, madekasosida (Hashim, et al., 2011), flavonoid (kaemferol dan kuercetin), volatil oil (valerin, kamfor, siniole dan sterol tumbuhan seperti kamfesterol, stigmasterol, sitosterol), pektin, asam amino, alkaloid hidrokotilin, miositol, asam brahmik, asam centelik, asam isobrahmik, asam betulik, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Zat valerin yang ada memberikan rasa pahit.

Glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida merupakan antilepra dan penyembuh luka yang sangat luar biasa (Chakrabarty and Deshmukh, 1976). Manfaat lainnya sebagai stimulasi sintesis kolagen (Widgerow et al., 2000) dan glycosaminoglycan (Solet et al., 1986). Glikosida ini juga ditemukan dalam aktivitasnya melawan herpes simplex virus 1 and 2 dan mikobakterium tuberculosis Neuroprotecta.

Manfaat yang berhubungan dengan fungsi saraf dan otak telah dibuktikan lewat berbagai penelitian. Sebanyak 30 orang pasien anak-anak yang menderita lemah mental menunjukkan kemajuan yang cukup berarti setelah diberi perlakuan dengan ramuan Centella asiatica selama 12 minggu. Sebanyak enam pasien sirosis hati menunjukkan perbaikan (kecuali yang kronis) setelah dua bulan meminum ramuan tersebut. Penelitian lain menunjukkan, berbagai penyakit

(6)

seperti skleroderma, gangguan pembuluh vena, maupun gangguan pencernaan rata-rata dapat disembuhkan dengan ramuan itu hingga 80% setelah 2 - 18 bulan. Pada orang dewasa dan tua penggunaan Centella asiatica sangat baik untuk membantu memperkuat daya kerja otak, meningkatkan memori, dan menanggulangi kelelahan. Tanaman ini juga bermanfaat bagi anak-anak penderita attention deficit disorder (ADD). Hal ini karena adanya efek stimulasi pada bagian otak sehingga meningkatkan kemampuan seseorang untuk lebih konsentrasi dan fokus. Di samping itu juga mempunyai efek relaksasi pada sistem saraf yang overaktif. Pendapat lain menyatakan, dalam pengobatan Ayurveda di India tanaman ini dikenal sebagai herba untuk awet muda dan memperpanjang usia. Hal ini terbukti dari pengamatan, gajah yang kita kenal memiliki umur panjang karena satwa ini memakan cukup banyak tanaman pegagan (Kumar and Gupta, 2003; Rao et al., 2009; Intisari, 2001). Di Cina menggunakan berbagai bagian tanaman pegagan seperti daun digunakan untuk leukorrhea dan demam, sedangkan untuk bisul digunakan tunas pegagan. Pegagan juga telah digunakan selama berabad-abad sebagai tonik otak, untuk umur panjang telah menjadi sangat populer di Cina.

2.3.1. Biosintesis Triterpen Saponin

Centellosida adalah senyawa triterpenoid yang dibiosintesis melalui jalur mevalonat dalam sitoplasma. Biosintesisnya dapat dibagi dalam tiga tahap:

1. Sintesis prekursor universal dari semua terpenoid, isopentenil difosfat (IPP).

2. Sintesis pertama triterpen, squalen. 3. Sintesis centellosida / triterpen saponin.

(7)

Gambar 2.3. Biosintesis Triterpen Saponin

Keterangan: SQS = squalene synthase, CYS = cycloartenol synthase, βAS = β-amyrin synthase

Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh isomerase enzim. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yaitu

(8)

senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. Senyawa diterpenoid diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama.

Struktur terpenoid yang bermacam ragam timbul sebagai akibat dari reaksi-reaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi dan siklisasi atas geranil-, farnesil- dan geranil-geranil pirofosfat. Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen. Struktur kimia dari triterpen pentasiklik, R1 = H (asiatikosida) atau OH (untuk

madekassosida), R2= glucose-glukose-rhamnose (Aziz et al., 2007)

Pada Gambar 2.4. dapat dilihat struktur kimia asiatikosida, struktur kimia madekasosida (Gambar 2.5.) dan struktur kimia asam asiatik (Gambar 2.6.).

Asiatikosida : R=H; R1=glc-glc-rhm (BM: 959,122) Madekasosida : R=OH; R1=glc-glc-rhm

Asam Asiatik : R=H; R1=H

(9)

Gambar 2.5. Struktur Kimia Madekasosida (C48H78O20) (Han, Xia and Daib,

2012)

Madekasosida (C48H78O20) memiliki karakteristik triterpenoid saponin

yang terdapat dalam pegagan (L.) Urb., yang tumbuh subur di Cina, Asia Tenggara, India dan Afrika yang digunakan untuk obat kusta, penyembuhan luka, keloid dan parut (Widgerow et al., 2000). Diantara kandungan bioaktif saponin C. asiatica, madekasosida adalah yang tertinggi (Munduvelil et al, 2010;. Zhang et al., 2007). Studi sebelumnya menunjukkan bahwa madekasosida memiliki berbagai aktivitas biologis, termasuk efek protektif terhadap cedera miokard iskemia-reperfusi (Li et al., 2007), dan sifat antipsoriatik (Sampson et al., 2001), peroksidatif antilipid, antiinflamasi (Li et al., 2009) dan efek antidepresan (Liu et al., 2004). Hal ini juga bisa melindungi neuron hippocampus dari toksisitas aluminium kronis, memperbaiki memori spasial pada tikus dengan demensia (Sun et al., 2006). Selanjutnya, madekasosida bisa merangsang sel proliferasi dan sintesis kolagen tipe I dan III dalam fibroblas (Zhang et al., 2003). Temuan terbaru menunjukkan bahwa madekasosida, diberikan secara oral, sangat

(10)

memfasilitasi penyembuhan luka bakar pada tikus melalui aktivitas antioksidan dan meningkatkan sintesis kolagen dan angiogenesis (Liu et al., 2008a).

Gambar 2.6. Struktur Kimia Asam Asiatik (AA) (C30H48O5)

Asam asiatik (C30H48O5) memiliki karakteristik triterpenoid saponin yang

terdapat juga dalam pegagan. Mengingat manfaatnya, beberapa negara telah melakukan pembudidayaan, misalnya Hawaii. Bahkan di Oregon, AS, tanaman ini dibudidayakan di rumah kaca oleh Pacific Botanicals, pertanian herba organik. Namun, sebagian besar pasokan pasar berasal dari India yang kualitasnya kurang bagus dan biasanya berwarna kecoklatan. Kandungan bahan aktif masih cukup baik jika diproses dalam keadaan segar atau kering segar (Intisari Edisi Mei 2001).

Manfaat dari asam asiatik yang telah diteliti antara lain pada glioma ganas adalah salah satu tumor yang paling merusak dan tidak dapat disembuhkan. Menurut penelitian Kavitha et al., (2011) bahwa asam asiatik disarankan kegunaannya terhadap glioma ganas. Adapun manfaat dari centellosida yang terkandung dalam tanaman pegagan dimanfaatkan untuk produk-produk kecantikan seperti tertera pada Tabel 2.1. di bawah ini.

(11)

Tabel 2.1. Produk ekstrak Centella asiatica

Ekstrak Komposisi kimia Manfaat

Asiatik acid >95% Asiatik acid Anti-aging

Asiatica (TECA) 33-44% Asiatikosida Anti-aging, perawatan kelembaban kulit

Asiatikosida >95% Asiatikosida Anti-inflamasi,

menyembuhkan iritasi dan kulit yang memerah, anti alergi

Heterosida >55% Madekasosida >14% Asiatikosida

Efek slow release, kosmetik anti-aging, krim malam

Genin >25% Asiatik acid

>60% Madekasik acid

Antibiotik alami, antibakteri, anti-acne, perawatan higienis organ intim

(James and Dubery (2009); Mitra, Orbell and Muralitharan. 2007).

Faktor yang berpengaruh terhadap kandungan kimia suatu tanaman, antara lain tempat tumbuh, iklim, pemupukan, waktu panen, pengolahan pasca panen dan lain-lain. Sehingga tidak heran bila kita temukan di pasaran bahwa bahan tanaman sebagai bahan baku simplisia yang berasal dari daerah tertentu memiliki keunggulan tertentu pula (Sembiring, 2007).

2.3.2. Peran Saponin pada Tanaman

Banyak artikel penelitian menggambarkan identifikasi saponin pada tanaman dan aktivitas biologisnya. Saponin dilaporkan memiliki peran sebagai antimikroba, virus, atau tindakan insektisida. Dalam pandangan ini, saponin dapat dianggap sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tanaman dan dapat digolongkan dalam kelompok besar molekul pelindung yaitu fitoprotektan.

Kultur in vitro untuk produksi saponin baru-baru ini juga dilakukan untuk Centella asiatica (Mangas et al., 2008). Pada tanaman ini, ditemukan hubungan

(12)

Saponin adalah fitoprotektan yang dihasilkan baik dengan stimulus oleh patogen atau diproduksi dengan cara dikontrol perkembangannya. Fitoprotektan yang diinduksi dikenal sebagai phytoalexin, sedangkan fitoprotektan konstitutif disebut fitoanticipin. Fitoanticipin terjadi konstitutif pada tanaman sehat sebelum terserang oleh mikroorganisme atau tekanan. Beberapa fitoanticipin ditemukan pada permukaan tanaman; lainnya diasingkan sebagai senyawa dalam vakuola atau organel dan dilepas melalui enzim hidrolisis setelah terserang patogen

(Gonzalez-Lamothe, 2009). Sebaliknya, fitoalexin tidak hadir pada tanaman sehat

tapi disintesis dalam respon terhadap patogen yang menyerang atau stres sebagai bagian dari respon pertahanan tanaman dan dibatasi untuk jaringan yang terkena oleh jamur dan sel-sel di sekitar tempat terjadinya infeksi (Lambert et al., 2011).

Respon pertahanan dapat diaktifkan melalui jalur transduksi sinyal melalui "elisitor" oleh reseptor yang terletak di membran plasma dan pembentukan pesan sekunder, seperti jasmonat, etilen, dan asam salisilat, yang pada gilirannya mengaktifkan ekspresi pertahanan gen, termasuk gen pengkode untuk enzim yang mengkatalisis pembentukan metabolit sekunder (Lambert et al., 2011).

2.4. Elisitor

Elisitor adalah istilah yang sangat umum dan mengacu pada bahan kimia dari berbagai sumber yaitu, biotik atau abiotik, serta faktor-faktor fisik, yang dapat memicu respon dalam organisme hidup yang dihasilkan dalam akumulasi metabolit sekunder. Metil jasmonat (MJ) adalah elisitor yang digunakan secara luas dan banyak memodulasi peristiwa fisiologis pada tumbuhan tingkat tinggi, seperti respon pertahanan, berbunga, dan penuaan, karena itu dianggap sebagai kelas baru fitohormon. MJ dan turunannya telah diusulkan menjadi senyawa

(13)

sinyal kunci dalam proses elisitasi menuju akumulasi metabolit sekunder (Lambert et al., 2011). Baru-baru ini, elisitor sintetik inkonvensional seperti jasmonat 2-hidroksietil (HEJ) juga ditemukan sangat kuat dalam menggalang metabolit sekunder tanaman dalam kultur sel (Hu and Zhong, 2008). MJ adalah elisitor paling penting dalam menginduksi produksi triterpen saponin (Lambert et al., 2011).

2.4.1. Metil Jasmonat

Asam jasmonat adalah senyawa organik yang terbentuk melalui biosintesis oleh enzim dan berfungsi menghambat pertumbuhan beberapa bagian tumbuhan tertentu dan sangat kuat mendorong terjadinya penuaan daun (Salisbury and Ross,1995), karena fungsinya ini, asam jasmonat (dan turunannya) termasuk ke dalam hormon tumbuhan. Senyawa ini dan metil esternya (metil jasmonat) terdapat pada beberapa spesies tumbuhan dan di dalam minyak (Parthier, 1990).

Asam jasmonat pertama kali diisolasi dari Lasiodiplodia theobromae kemudian dalam bentuk metil ester sebagai senyawa yang memicu penuaan pada ulat kayu (Osborne and McManus, 1995).

(14)

2.4.2. Model Kerja Metil Jasmonat

Asam jasmonat memainkan banyak peran dalam tanaman, mulai dari faktor pertahanan, penuaan daun, dan akhirnya regulator kematian sel (Reinbothe et al., 2009). Asam jasmonat dan turunannya menginduksi ekspresi gen penyandi pertahanan seperti proteinase, thionin dan proteinase inhibitor sedangkan ET mengaktifkan beberapa gen super patogenesis terkait (PR) juga bertindak secara sinergis dalam merangsang elisitor-induksi ekspresi gen PR dan menginduksi respon pertahanan secara sistematis.

Metil jasmonat diperlukan untuk memicu meningkatnya akumulasi terpen, pemberian metil jasmonat pada konsentrasi yang berbeda (0, 5, 25, 50, 100 mM) menyebabkan meningkatnya konsentrasi terpen (mg g-1) walau secara statistik saling berbeda tidak nyata dan kecepatan respon bervariasi diantara klon yang diteliti (Gambar 2.8.).

Konsentrasi metil jasmonat (mM)

Gambar 2.8. Pengaruh Perlakuan Metil Jasmonat pada Tanaman Picea abies Keterangan: Konsentrasi terpen diukur empat minggu setelah pemberian MJ. Huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan (ANOVA dikuti uji LSD, P = 0,05) (Zenelli et al., 2006) . Ko n sen tr asi T er p en m g g -1

(15)

Percobaan yang telah dilakukan pada beberapa klon Picea abies, konsentrasi rata-rata terpen meningkat setelah pemberian metil jasmonat di semua klon (Gambar 2.9), tetapi terdapat variasi yang luas di antara klon (Martin et al., 2002).

Konsentrasi Metil jasmonat (mM)

Gambar 2.9. Pengaruh Perlakuan Metil Jasmonat terhadap Konsentrasi Terpen pada Klon Picea abies (Zenelli et al., 2006)

Keterangan: Konsentrasi terpen dinyatakan pada massa segar mg/g, Respon terhadap terpen diukur pada akhir Mei (sebelum aplikasi MJ), dan pada akhir Juni (empat minggu setelah aplikasi MJ, pada saat inokulasi jamur).

Variasi ini dapat mencerminkan perbedaan penginderaan sinyal pada MJ atau sistem antara klon atau dapat mengakibatkan perbedaan kemampuan MJ untuk menembus kulit kayu. Jika lentisel merupakan rute utama untuk penyerapan melalui permukaan kulit, perbedaan tersebut dapat mengakibatkan kepekaan terhadap MJ diubah. Perlakuan dengan metil jasmonat tidak hanya menyebabkan

K an d u n g an m o n o te rp en d an s esq u it er p en m g g -1

(16)

konsentrasi terpen meningkat, tetapi juga peningkatan resistensi terhadap jamur Ceratocystis polonica (Gambar 2.10).

Konsentrasi metil jasmonat (mM)

Gambar 2.10. Gejala Infeksi Jamur pada Picea abies dengan Berbagai Konsentrasi Metil Jasmonat (MJ)

Keterangan: A: persentase mati lingkar kambium, masa inokulasi dengan Ceratocystis polonica dibuat empat minggu setelah aplikasi MJ dan gejala diukur 15 minggu setelah inokulasi. Huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (ANOVA diikuti uji LSD, P = 0,05) (Zeneli et al., 2006).

Para peneliti belum mengetahui dampak dari MJ pada kesehatan tanaman jangka panjang maupun perubahan anatomi dan kimia yang disebabkan oleh aplikasi MJ terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Perlakuan MJ terbukti dapat mencegah kematian pohon yang disebabkan oleh kumbang kulit kayu, ini bisa menjadi manfaat besar bagi pengelolaan hama hutan terpadu (Erbilgin, et al., 2006).

Penelitian pada buah loquat diberi pra-perlakuan dengan 10 µmol / l metil jasmonat (MJ) selama 24 jam pada 20°C, dan kemudian disimpan pada 1°C selama 35 hari untuk melihat pengaruh perlakuan MJ pada cedera dingin dan perubahan dalam sistem antioksidan. Buah loquat mempunyai keteguhan buah yang meningkat, penurunan tingkat jus yang mencoklat selama penyimpanan. Gejala-gejala kerusakan secara signifikan dikurangi dengan perlakuan MJ. MJ juga nyata menunda peningkatan produksi kandungan laju-O2 dan H2O2.

(17)

Sementara itu, buah yang diberi perlakuan MJ menunjukkan aktivitas superoksida dismutase, katalase dan peroksidase askorbat nyata lebih tinggi, dan aktivitas lipoksigenase lebih rendah dari pada kontrol selama penyimpanan. Rasio asam lemak tak jenuh/jenuh pada buah yang diberi perlakuan MJ juga secara signifikan lebih tinggi dibanding kontrol. Penurunan kerusakan dengan pemberian MJ, mungkin karena peningkatan aktivitas enzim antioksidan dan rasio asam lemak tak jenuh/ jenuh lebih tinggi (Cao, et. al, 2009).

2.4.3. Triterpen Saponin Setelah Elisitasi pada Pegagan

Perlakuan elisitor pada kultur in vitro tidak hanya meningkatkan produksi saponin tetapi dapat mengubah stoikiometri prekursor produk akhir. Elisitasi tidak hanya berpengaruh terhadap kadar saponin tetapi juga mempengaruhi ekspresi gen biosintesis saponin (Kim et al. 2004; Mangas et al. 2006). Efek meningkat dengan konsentrasi elisitor yang meningkat (Bonfill et al., 2011). Perlakuan dengan metil jasmonat (MJ) pada hari ke 12, MJ ditambahkan ke dalam media cair pada dua konsentrasi (100 dan 200 µM), sebelum autoclave. Kultur dipelihara selama 30 hari.

Minggu 2 4

Gambar 2.11. Efek Metil Jasmonat Terhadap Produksi Metabolit Sekunder Terpenoid pada Plantlet Centella asiatica (Mangas, et al.,2006) Keterangan: AP = bagian aerial, R = akar, C = kontrol, MJ = metil jasmonat selama 2 dan 4 minggu dengan atau tanpa elisitor (kontrol)

(18)

Dari Gambar 2.11. di atas dapat dilihat bahwa efek elisitasi metil jasmonat dapat meningkatkan kandungan bioaktif Centella asiatica Kim, et al. (2004).

Pada tabel di bawah ini dapat dilihat penggunaan berbagai elisitor terhadap produksi asiatikosida 7 hari setelah perlakuan. Pemberian metil jasmonat dapat meningkatkan kandungan asiatikosida dan juga produksi dibandingkan dengan kontrol atau pun elisitor yang lain.

Tabel 2.2. Pengaruh Berbagai Elisitor Terhadap Produksi Asiatikosida

Perlakuan Asiatikosida

Kandungan (mg/g DW)

Produksi (mg/l) Kontrol (tanpa elisitor) 4,50 ± 0,62 71,52 ± 2,8

CdCl2 (5 mM) 3,98 ± 0,61 47,12 ± 4,9 CuCl2 (5 mM) 4,2 ± 0,8 51,74 ± 7,05 Ekstrak ragi (0.1 g/l) 5,91 ± 0,27 101,2 ± 3,32 Metil jasmonat (0.01 mM) 6,74 ± 0,33 109,5 ± 2,4 Kim, et al. (2004b). 2.5. Fosfor

Fosfor merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses metabolisme lainnya. Fosfor juga merupakan bagian nukleotida (RNA dan DNA) dan fosfolipida penyusun membran (Lakitan, 2008). Selain itu fosfor juga berperan sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator, kofaktor atau penyusun enzim, serta berperan dalam proses fisiologi (Soepardi, 1983).

Menurut Ghulamahdi, dkk., (2007), hasil penelitian studi keragaman pegagan (Centella asiatica L (Urban.) berdasarkan karakter morfologi dan agronomi melalui percobaan lapang menunjukkan bahwa jenis aksesi nyata mempengaruhi semua peubah pertumbuhan. Artinya aksesi yang ada mempunyai keragaman pertumbuhan yang berbeda. Dari hasil analisa diperoleh bahwa 8 aksesi memiliki kadar asiatikosida di atas rata-rata, yaitu aksesi Bengkulu,

(19)

Malaysia, Ciwidey, Smukren, Boyolali , Karanganyar, Cilember, dan Smugrim (0,72; 0,80; 0,77; 0,67; 0,91; 0,68; 0,77 dan 0,81 %).

Pemupukan P terhadap pertumbuhan tanaman pegagan nyata mempengaruhi panjang tangkai bunga induk. Pemberian pupuk P menurunkan panjang tangkai bunga induk. Pemupukan P nyata mempengaruhi warna daun. Pemberian pupuk P semakin meningkatkan nilai warna daun. Pemupukan P nyata mempengaruhi tangkai daun, sulur daun, bobot panen, dan kandungan asiatikosida. Pemberian pupuk P semakin meningkatkan bobot tangkai daun, sulur daun, bobot panen, dan kandungan asiatikosida. Bobot panen tertinggi diperoleh pada perlakuan 72 kg P205/ha, tetapi kandungan asiatikosida tertinggi diperoleh

pada perlakuan 36 kg P205/ha. Sedangkan di dataran rendah pada umur 2 bulan di

tanah Latosol, pemupukan P terhadap pertumbuhan tanaman pegagan hanya nyata mempengaruhi jumlah daun per tanaman, panjang tangkai daun, panjang sulur, dan panjang tangkai bunga induk. Pemberian pupuk P menurunkan jumlah daun, panjang sulur, dan panjang tangkai bunga induk, tetapi meningkatkan panjang tangkai daun. Pemupukan P tidak nyata mempengaruhi warna daun. Pemupukan P nyata mempengaruhi sulur daun, bobot panen, dan kandungan asiatikosida tetapi tidak nyata mempengaruhi bobot daun dan tangkai daun. Pemberian pupuk P semakin meningkatkan bobot sulur daun. Bobot panen tertinggi diperoleh pada perlakuan 108 kg P205/ha, tetapi kandungan asiatikosida tertinggi diperoleh pada 36 kg P205/ha. Di dataran tinggi produksi tanaman pegagan lebih rendah, tetapi kandungan asiatikosida lebih tinggi dibandingkan dataran rendah (Ghulamahdi, dkk., 2007).

(20)

Berdasarkan hasil survei yang diperoleh bahwa kandungan asiatikosida pegagan pada dataran rendah seperti Pantai Labu lebih tinggi dibanding pegagan yang tumbuh di dataran tinggi. Dalam penelitian ini diperoleh ada kaitan unsur fosfor terhadap kandungan asiatikosida pegagan. Hasil analisis kimia tanah, kandungan P pada tanah Pantai Labu Deli Serdang 31,30 ppm (sangat tinggi), Medan 15,60 ppm (sedang), Kabanjahe 14,25 ppm (sedang), Samosir 9,97 ppm (sedang), dan Berastagi 3,03 ppm (rendah). Kandungan P tanah mempengaruhi kadar asiatikosida pegagan (Noverita, Siregar, and Napitupulu, 2012).

Pada penelitian Mangas, et al. (2009) kandungan asiatikosida dalam kalus kira-kira sepuluh kali lebih rendah daripada tanaman in vitro, kandungannya berkisar antara 1,3-2,5 mg/g berat kering setelah elisitasi. Kandungan asiatikosida pada tanaman in vitro dilaporkan sekitar 50% lebih rendah daripada tanaman yang tumbuh di lapangan (in vivo). Sampai saat ini penelitian yang dilakukan secara in vitro masih jauh lebih rendah kandungan asiatikosidanya dibanding kandungan asiatikosida tanaman yang berasal dari lapangan (budidaya in vivo) (Mangas, et al., 2009). Penulis tertarik meneliti tanaman pegagan untuk memahami lebih dalam tentang fisiologis dan metabolisme sekunder pada pegagan.

Mekanisme Fosfor dalam Meningkatkan Kandungan Bioaktif

Fosfor berfungsi sebagai merangsang pembentukan akar lebih baik untuk penyerapan hara dan air, peningkatan jumlah klorofil daun, dapat berfotosintesis baik untuk menghasilkan fotosintat, sehingga senyawa yang kaya energi diserap oleh akar diangkut melalui xilem menuju tajuk di duga dapat meningkatkan kandungan senyawa asiatikosida. Salisbury (1995) menyatakan bahwa fosfor tak pernah direduksi di dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat (baik dalam bentuk

(21)

bebas maupun terikat) pada senyawa organik sebagai ester. Ester fosfat terbentuk dengan gula, alkohol, asam, atau fosfat lain (polifosfat). Senyawa kaya energi itu dapat diduga sebagai intermediet lintasan pentosa fosfat dari metabolit primer dan diturunkan dari prekursor ke metabalit sekunder. Tanaman pegagan paling banyak mengandung senyawa golongan tirterpenoid. Triterpenoid merupakan senyawa turunan dari prekursor metabolit primer yang dibiosintesis oleh lintasan mevanolat, akan menghasilkan geranil-geranil pirofosfat merupakan metabolit primer yang membentuk monoterpenoid dan turunannya, sedangkan farnesyl pirofosfat meningkatkan pembentukan sesquiterpenoid dan konversi dari squalene menjadi triterpenoid dan steroid. Sedangkan geranil pirofosfat menjadi prekursor dari diterpenoid dan carotenoid (Vickery and Vickery, 1981; Hess, 1986).

2.6. Umur Panen

Panen merupakan salah satu rangkaian tahapan dalam proses budidaya tanaman obat. Waktu pemanenan merupakan periode kritis yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Oleh karena itu waktu, cara panen dan penanganan tanaman yang tepat dan benar merupakan faktor penentu kualitas dan kuantitas. Setiap jenis tanaman memiliki waktu panen yang berbeda. Waktu pemanenan yang tepat akan menghasilkan simplisia yang mengandung bahan berkhasiat yang optimal. Kandungan kimia dalam tumbuhan tidak sama sepanjang waktu. Pada pegagan kandungan centellosida pada umur 4, 5 dan 6 minggu setelah tanam (MST) tidak sama dan relatif lebih tinggi pada 6 MST (Noverita et al., 2013). Kandungan kimia akan mencapai kadar optimum pada waktu tertentu. Pemanenan yang terlambat menyebabkan daun mengalami

(22)

penuaan (senescence) sehingga mutunya rendah karena bahan aktifnya sudah terdegradasi (Sembiring, 2007).

Kim et al. (2005) telah mengkloning beberapa gen yang terlibat dalam jalur biosintesis dari triterpenoid saponin dalam C. asiatica-amyrin sintase (CabAs), seperti cycloartenol sintase (CaCYS), squalene sintase (CaSQS) dan farnesyl difosfat sintase. Dalam konteks ini, data kuantitatif ekspresi gen ini dapat memberikan wawasan keaktifan dan ketidakaktifan gen serta pengaturan gen-gen dalam jalur biosintetik C. asiatica. Para penulis ini menunjukkan bahwa tingkat perkembangan mRNA CabAS pada daun mencapai puncaknya di usia 2-3 minggu dan menurun setelah 4 minggu. Meskipun terjadi penurunan tingkat mRNA CabAS, kandungan asiatikosida daun meningkat dari waktu ke waktu. Hubungan terbalik antara tingkat mRNA CabAS dan kandungan saponin dalam jaringan, telah diusulkan bahwa triterpen aglikon bertindak sebagai komponen struktural membran selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, karena jumlah transkrip CabAS meningkat pada awal tahap perkembangan daun C. asiatica, diperkirakan bahwa CabAS mungkin memainkan peran dalam mensintesis komponen struktural membran.

Produsen makanan kesehatan Herba Penawar Al-Wahida (HPA) seperti produk Health-B, pegagan yang digunakan oleh produsen makanan kesehatan ini cukup matang dan tidak terlalu tua, dipanen pada umur 2 bulan 15 hari, untuk mendapatkan kandungan bahan aktf yang tinggi (Herba Penawar Al-Wahida, 2011). Umur panen yang tepat diharapkan dapat diperoleh produksi asiatikosida yang tinggi dan produksi biomassa yang optimal dan hal ini menjadi sangat penting untuk diketahui.

Gambar

Gambar 2.1.  Pegagan (Centella asiatica)
Gambar  2.2.    Metabolit  Sekunder  Dibentuk  Melalui  Lintasan  yang  Khusus  dari          Metabolisme Primer dan Sekunder
Gambar 2.3.  Biosintesis Triterpen Saponin
Gambar 2.4.   Asiatikosida (C 48 H 78 O 19 ) pada Centella asiatica
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengamati gambar, yang ditampilkan pada Google Meet siswa mampu menyajikan informasi hasil identifikasi karakteristik dataran tinggi, dataran rendah, dan pantai

bahan katoda dan anoda memberikan fleksibilitas untuk merancang baterai untuk kebutuhan aplikasi yang spesifik, namun di sisi lain dalam jumlah yang besar, kemungkinan

Produksi cuka meli'atkan $roses 4ermentasi yang sangat sederhana, le'ih sederhana dari 4ermentasi alkolhol, karena di'utuhkannya oksigen dalam $roses 4ermentasi

Dalam penelitian ini, penulis akan mengambil data-data mengenai mekanisme pelelangan agunan atas non performing finance yang terjadi di Bank Syariah Mandiri

Diameter zona hambatan terbesar terdapat pada ekstrak kasar (48 jam = 16,30 mm) dan untuk fraksi protein terdapat pada tingkat fraksi 40-60% (48 jam = 14,40 mm) yang

Secara keseluruhannya dapat disimpulkan bahawa kosmologi alam flora dalam Pembayang Pantun Pak Nazel mampu memberikan pengajaran yang sangat berguna kepada pembacanya kerana

Berdasarkan latar belakang yang sedang dibahas, diinginkan untuk menganalisa dan merancang sebuah sistem perekrutan dan penggajian berbasiskan aplikasi yang akan

Untuk mengetahui dan mengkaji implementasi penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Menara Telekomunikasi (IMBMT) dalam perspektif asas-asas umum pemerintahan yang