commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tempat kerja terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor
fisiologis dan faktor mental-psikologis. Faktor fisik di tempat kerja meliputi
kebisingan, penerangan, tekanan panas, radiasi, dan getaran mekanis
(Suma’mur, 2009). Di negara-negara maju, kebisingan merupakan masalah
utama kesehatan kerja. Menurut WHO tahun 1995, di perkirakan hampir 14%
dari total tenaga kerja negara industri terpapar kebisingan lebih dari 90 dB
(Roestam, 2003).
Kebisingan di tempat kerja menyebabkan berbagai gangguan pada
tenaga kerja, salah satunya adalah gangguan terhadap psikologis. Gangguan
kebisingan terhadap psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur serta cepat marah. Bila kebisingan di tempat kerja
diterima dalam waktu lama lebih dari 8 jam/hari dapat menyebabkan penyakit
psychosomatic berupa stress akibat kerja (Roestam, 2003).
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novitasari (2009),
gangguan fisik akibat kebisingan tersebut tidak saja mengganggu organ
pendengaran, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh
yang lain, seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung. Pengaruh
bising secara psikologi, yaitu berupa penurunan efektivitas kerja dan kinerja
commit to user
seseorang. Pengaruh kebisingan terhadap tubuh sama seperti pengaruh stress
terhadap tubuh manusia.
PT. X merupakan usaha pembenihan padi, kegiatan produksinya
meliputi perontokan padi menggunakan thresher, selanjutnya pengeringan
dengan alat batch dryer dan blower, kemudian pembersihan denganseed cleaner,
pembuatan lot, pengemasan dan pemasaran.
Berdasarkan survey awal di PT. X, ditemukan intensitas kebisingan di
dalam ruangan pembenihan padi melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yaitu 91,5
dB(A) dengan 8 jam kerja/hari, sedangkan di luar ruangan pembenihan padi
kurang dari NAB (Nilai Ambang Batas) yaitu 72,9 dB(A). Sesuai Kepmenaker
No. KEP-51/MEN/1999 NAB kebisingan untuk bekerja selama 8 jam/hari
sebesar 85 dB(A). Peneliti juga melakukan wawancara dengan 10 karyawan, 7
karyawan diantaranya mengalami keluhan sakit kepala, sulit berkonsentrasi
dalam melakukan pekerjaan, nyeri pada otot leher dan punggung, mudah marah
saat bekerja di tempat kerja yang bising, dimana keluhan-keluhan tersebut
merupakan gejala-gejala mengalami stress akibat kerja dan 3 karyawan tidak
mengalami keluhan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari survey awal, kebisingan di dalam
ruangan melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) dan 7 karyawan mengalami
keluhan yang merupakan ciri-ciri stress kerja. Sebagai tindak lanjut survey awal
tersebut maka penulis mengambil judul “Pengaruh Kebisingan terhadap Stress
commit to user
B. Perumusan Masalah“Apakah Ada Pengaruh Kebisingan terhadap Stress Kerja Karyawan
Pembenihan Padi PT. X ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui besarnya kebisingan di pembenihan padi PT. X .
2. Untuk mengetahui stress kerja karyawan pembenihan padi PT. X .
3. Untuk mengetahui pengaruh kebisingan terhadap stress kerja karyawan
pembenihan padi PT. X .
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis :
Diharapkan dapat menjadi pengkajian bahwa lingkungan kerja yang bising
dapat mempengaruhi stress kerja karyawan pembenihan padi PT. X .
2. Aplikatif :
a. Diharapkan pemilik usaha lebih memperhatikan kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan.
b. Diharapkan dapat terkendalikannya pengaruh lingkungan kerja bising
terhadap stress kerja karyawan pembenihan padi PT. X .
c. Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk mengendalikan
kebisingan dalam upaya menurunkan stress kerja karyawan
commit to user
BAB IILANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kebisingan
a. Pengertian Kebisingan
Kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau alat-alat
kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran (Suma’mur, 2009).
Kebisingan dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang
dapat menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif (peningkatan
ambang pendengaran) maupun secara kwalitatif (penyempitan spektrum
pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan
pola waktu. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau
suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan,
kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian (Depkes, 2010).
Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik lingkungan kerja
yang dapat menimbulkan dampak pada gangguan pendengaran
(audiotory) dan extra audiotory seperti stress kerja (psikologik),
hipertensi, kelelahan kerja dan perasaan tidak senang (annoyance) (Tana,
2002).
commit to user
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor :
KEP-51/MEN/1999 kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja
yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Jadi kebisingan adalah bunyi yang dapat menimbulkan gangguan
pendengaran pekerja.
b. Sumber-sumber Kebisingan
Sumber-sumber kebisingan di tempat kerja berasal dari eksternal
dan internal tempat kerja :
1) Sumber eksternal
Sumber kebisingan eksternal adalah kebisingan yang berasal dari
luar gedung atau tempat kerja, misalnya traffic, industri dan
bangunan.
2) Sumber internal
Sumber kebisingan internal adalah kebisingan yang berasal dari
dalam gedung, misalnya bunyi mesin, kompresor, penggilingan, dan
lain-lain (Roestam, 2003).
Sumber-sumber kebisingan di tempat kerja yaitu dari dalam
maupun dari luar tempat kerja :
1) Generator, mesin diesel untuk pembangkit listrik
2) Mesin-mesin produksi
3) Mesin potong, gergaji, serut di perusahaan kayu
commit to user
5) Alat-alat lain yang menimbulkan suara dan getaran seperti alat
pertukangan
6) Kendaraan bermotor dari lalu lintas, dan lain-lain.
Sumber-sumber suara tersebut harus selalu diidentifikasi dan
dinilai kehadirannya agar dapat dipantau sedini mungkin dalam upaya
mencegah dan mengendalikan pengaruh pemaparan kebisingan terhadap
pekerja yang terpapar (Tarwaka, 2004).
Sumber kebisingan utama dalam pengendalian kebisingan dapat
diklasifikasikan dalam kelompok :
1) Kebisingan interior
Kebisingan interior adalah sumber kebisingan yang paling sering
dibuat oleh manusia dan yang harus dipertanggungjawabkan.
Kebisingan interior adalah kebisingan yang disebabkan oleh radio
dan televisi, alat-alat musik, bantingan pintu, pembicaraan yang keras,
dan lalulintas. Kebisingan bangunan dihasilkan oleh mesin dan alat
rumah tangga, seperti kipas angin, motor, kompresor, pendingin,
penghancur sampah, mesin cuci, pengering, pembersih vakum,
pengkondisi udara, penghancur makanan, pembuka kaleng, pembuat
kilap lantai, pencukur listrik, pengering rambut, dan lain-lain. Tingkat
kebisingan yang sangat tinggi diproduksi dalam beberapa bangunan
industri oleh proses pabrik atau produksi.
2) Kebisingan luar
Kebisingan luar adalah kebisingan yang paling mengganggu dari
commit to user
industri, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat
pembangunan gedung-gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan
lain-lain (Prasetio, 2006).
c. Jenis-jenis Kebisingan
Menurut Suma’mur (2009), jenis kebisingan yang sering
dijumpai yaitu :
1) Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state
wide band noise), misalnya suara gerakan udara dalam saluran, kipas
angin, mesin tenun, dalam kokpit pesawat helikopter, dan lain-lain.
2) Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state
narrow band noise), misalnya suara sirine, generator, kompresor,
suara katup mesin gas, suara gergaji sirkuler dan lain-lain.
3) Kebisingan terputus-putus (intermittent) yaitu kebisingan yang
berlangsung tidak terus-menerus, misalnya kebisingan yang terdapat
di lapangan udara, di jalan raya, dan lain-lain.
4) Kebisingan Impulsif yaitu kebisingan dengan intensitas yang agak
cepat berubah, misalnya tembakan bedil, meriam, dan lain-lain.
5) Kebisingan impulsif berulang, misalnya : mesin tempa di perusahaan,
pandai besi, dan lain-lain.
Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis
golongan besar, yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan
commit to user
1) Kebisingan tetap dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu :
a) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)
Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang
beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.
b) Broad band noise
Kebisingan dengan frekuensi terputus dan Broad band noise terjadi
pada frekuensi yang lebih bervariasi.
2) Kebisingan tidak tetap dibagi lagi menjadi :
a) Kebisingan fluktuatif
Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama waktu tertentu.
b) Intermittent noise
Kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah,
contohnya kebisingan lalulintas.
c) Impulsive noise
Kebisingan yang dihasikan oleh suara-suara berintensitas tinggi
dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan
alat-alat sejenisnya (Tigor, 2009).
d. Akibat Kebisingan
Kebisingan secara fisik berpengaruh terhadap manusia.
Gangguan fisik akibat kebisingan tersebut tidak saja mengganggu organ
pendengaran, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ
tubuh yang lain, seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung.
commit to user
kerja dan kinerja seseorang. Pengaruh kebisingan terhadap tubuh sama
seperti pengaruh stressterhadap tubuh manusia (Novitasari, 2009).
Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan fisiologis dan
psikologis terhadap manusia. Kebisingan juga akan memberikan
pengaruh negatif terhadap performansi kerja (Soegijanto, 2000).
Akibat paparan kebisingan diatas 85 dB dapat menimbulkan
ketulian. Selain itu kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan
non-auditory seperti susah tidur, mudah emosi dan gangguan konsentrasi
yang memungkinkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Roestam,
2003).
Kebisingan di atas 70 dB dapat menyebabkan kegelisahan,
kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah
peredaran darah. Kebisingan di atas 85 dB dapat menyebabkan
kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang dan bila
berlangsung lama dapat terjadi kehilangan pendengaran sementara atau
permanen. Kebisingan yang berlebihan dan berkepanjangan terlihat
dalam masalah-masalah kelainan seperti penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, dan luka perut. Pengaruh kebisingan yang merusak pada efisiensi
kerja dan produksi telah dibuktikan secara statistik dalam beberapa
bidang industri (Prasetio, 2006).
Menurut Budiono (2009), pengaruh kebisingan terhadap tenaga
kerja adalah :
1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja,
commit to user
3) Mengurangi konsentrasi,4) Menurunkan daya dengar,
5) Tuli akibat kebisingan.
Pengaruh kebisingan pada manusia digolongkan :
1) Pengaruh pada telinga (auditory) yaitu menyebabkan
ketulian/gangguan daya dengar baik sementara maupun permanen.
2) Pengaruh bukan pada pendengaran (non auditory), misalnya :
komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya
konsentrasi kerja, kelelahan kerja dan stress kerja.
e. Pengendalian kebisingan
Menurut Tarwaka (2004) pengendalian kebisingan dengan
orientasi jangka panjang, teknik pengendaliannya secara berurutan adalah
eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik, pengendalian
secara administratif dan terakhir penggunaan alat pelindung diri.
Sedangkan untuk orientasi jangka pendek adalah sebaliknya secara
berurutan.
1) Eliminasi kebisingan
a) Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengan penggunaan
tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat
diminimalkan.
b) Pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus
mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan
commit to user
c) Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstruksi
bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin,
dan lain-lain.
2) Pengendalian secara teknik
a) Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan
kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan menutup
mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah dengan pekerja.
Teknik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai
remot kontrol. Selain itu dapat dilakukan redesain landasan mesin
dengan bahan anti getaran.
b) Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi kebisingan.
Apabila teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan,
maka teknik berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau
sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan
menambah atau melapisi dinding, plafon dan lantai dengan bahan
penyerap suara. Cara tersebut dapat mengurangi kebisingan antara
3-7 dB.
3) Pengendalian secara administratif
Dengan mengatur rotasi kerja antara yang bising dengan tempat yang
lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang
diterima.
4) Pengendalian pada penerima atau pekerja
Teknik ini merupakan teknik terakhir apabila seluruh teknik belum
commit to user
dilakukan dengan pemakaian alat pelindung telinga. Pemakaian
sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan hingga 30 dB.
Sedangkan tutup telinga dapat mengurangi kebisingan 40-50 dB.
Pengendalian kebisingan pada penerima ini telah banyak ditemukan di
perusahaan-perusahaan, karena secara sekilas biayanya relatif lebih
murah.
Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang
dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan
kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam
sehari atau 40 jam seminggu (Kepmenaker No.Kep-51 MEN/1999)
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB(A), walaupun sesaat Sumber : Kepmenaker No. Kep-51/MEN/1999
Batas Waktu Pemaparan per Hari Kerja
commit to user
Tingkat bising sebesar 85 dB dengan pemaparan selama 8
jam/hari atau 40 jam/minggu adalah untuk pekerjaan yang tidak
memerlukan komunikasi verbal dan pekerjaan manual, rutin atau tidak
kompleks. Kebisingan dalam hubungannya dengan kompleksitas
pekerjaan, ternyata kebisingan yang tinggi akan menghasilkan error yang
lebih banyak pada pekerjaan yang rumit/kompleks (Tri, 2000).
2. Stress Kerja
a. Pengertian Stress Kerja
Menurut Charles D, Spielberger dikutip Handoyo (2001) dalam
Buchari (2007) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan
eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam
lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya.
Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang
tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Pengertian
stress kerja menurut Mixx (2009) adalah respon adaptif yang merupakan
karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi
atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Menurut
Wardani dan Prawita Setya (2001) Stres merupakan ketidakmampuan
untuk melakukan penyesuaian psikologis, fisik dan perilaku terhadap suatu
kegiatan, situasi atau kejadian dengan kapasitas tuntutan yang dirasakan
berlebihan. Sedangkan menurut Sunyoto (2001) stres kerja dapat dipahami
sebagai suatu keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan
commit to user
Stress akibat kerja secara lebih sederhana adalah stress yang
terjadi karena suatu ketidakmampuan pekerja untuk menghadapi tuntutan
tugas yang mengakibatkan ketidaknyamanan dalam kerja. Dalam
kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress kerja tersebut akan
mengakibatkan menurunnya performansi, efisiensi dan produktivitas kerja
tenaga kerja yang bersangkutan (Tarwaka, 2004).
Stress kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia
terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya
terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stress kerja timbul karena
tuntutan lingkungan. Stress kerja yang terlalu besar dapat mengancam
kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai
hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala
stress kerja yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka (Novitasari,
2009).
b. Gejala-gejala Stress Kerja
Sebagai hasil dari adanya stress kerja karyawan mengalami
beberapa gejala stress yang dapat mengancam dan mengganggu
pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah, agresif, tidak dapat
santai, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan
tidak mampu terlibat, dan susah tidur (Novitasari, 2009).
Sedangkan gejala stress di tempat kerja, yaitu meliputi :
1) Kepuasan kerja rendah
commit to user
3) Semangat dan energi menjadi hilang4) Komunikasi tidak lancar
5) Pengambilan keputusan jelek
6) Kreatifitas dan inovasi kurang
7) Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif
Menurut Iwa (2007), gejala stress kerja dapat berupa tanda-tanda :
1) Fisik, yaitu nafas memburuk, mulut dan kerongkongan kering, tangan
lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu,
sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat, dan
gelisah.
2) Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah
paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal,
tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir
jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreativitas, hilangnya
gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.
3) Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi
rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.
Gejala individu yang mengalami stress kerja antara lain :
1) Bekerja melewati batas kemampuan
2) Kelerlambatan masuk kerja yang sering dan ketidakhadiran pekerja
3) Kesulitan membuat keputusan
4) Kesalahan yang sembrono
commit to user
6) Lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri
7) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
8) Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat
9) Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah
tinggi, radang kulit, radang pernafasan
c. Faktor Penyebab Stress Kerja
Untuk dapat mengetahui secara pasti, faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya stress kerja sangat sulit, oleh karena sangat
tergantung dengan sifat dan kepribadian seseorang. Perbedaan reaksi
antara individu tersebut sering disebabkan karena faktor psikologis dan
sosial yang dapat merubah dampak stress kerja bagi individu.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
1) Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetik,
intelegensia, pendidikan, kebudayaan, status gizi, status sosial
ekonomi, lama kerja, dan lain-lain.
2) Ciri kepribadian seperti tingkat emosional, kepasrahan dan
kepercayaan diri.
3) Sosial-kognitif seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan
lingkungan sekitarnya.
4) Strategi untuk menghadapi setiap stress kerja yang muncul.
Penyebab stress akibat kerja yang lain adalah :
1) Faktor intrinsik pekerjaan
Meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising,
commit to user
ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang, perjalanan ke dan dari
tempat kerja yang semakin macet, pekerjaan berisiko tinggi, dan
berbahaya, pemakaian teknologi baru, pembebanan berlebih, adaptasi
pada jenis pekerjaan baru.
2) Faktor peran individu dalam organisasi kerja
Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu
pekerjaan lebih memberikan stress kerja yang tinggi dibandingkan
dengan beban kerja fisik.
3) Faktor hubungan kerja
Kecurigaan antara pekerja, kurangnya komunikasi, ketidaknyamanan
dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress
akibat kerja.
4) Faktor pengembangan karier
Perasaan tidak aman dalam pekerjaan, posisi dan pengembangan
karier mempunyai dampak cukup penting sebagai penyebab terjadinya
stress kerja. Faktor pengembangan karier yang dapat menjadi pemicu
stress kerja adalah ketidak pastian pekerjaan seperti adanya
reorganisasi perusahaan dan mutasi kerja.
5) Faktor struktur organisasi dan suasana kerja
Penyebabnya antara lain, kurangnya pendekatan partisipatoris,
konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan
kebijaksanaan kantor serta sering kali pemilihan dan penempatan
karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress
commit to user
6) Faktor di luar pekerjaanPerselisihan antara anggota keluarga, lingkungan tetangga dan
komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang
kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja
(Tarwaka, 2004).
Sedangkan menurut Soeripto (2008), faktor yang ada di
lingkungan tempat kerja dapat menyebabkan stress kerja
bermacam-macam, yaitu :
1) Faktor kimia meliputi debu, asap, awan.
2) Faktor fisik meliputi suhu ekstrim, penerangan, kebisingan, getaran.
3) Faktor fisiologi antara lain sikap dan cara kerja, konstruksi mesin.
4) Faktor psikologi meliputi hubungan kerja yang tidak harmonis antara
atasan dan bawahan, hubungan antar sesama tenaga kerja, suasana
kerja yang monoton, pemillihan pekerjaan yang tidak cocok.
5) Faktor biologi baik dari kelompok tumbuhan ataupun hewan.
Peran faktor umur memberikan respon terhadap situasi yang
potensial menimbulkan stress kerja. Tenaga kerja yang usianya sudah
lanjut (> 60 tahun) kemampuan dalam beradaptasinya menurun karena
adanya penurunan fungsi organ di dalam tubuhnya. Penelitian pada
kelompok usia lebih dari 40 tahun dan dibawah 40 tahun, dengan indikator
adrenalin dan tekanan darah, mendapatkan hasil bahwa kelompok umur
lebih dari 40 tahun lebih rentan dalam menghadapi stress kerja (Roestam,
commit to user
d. Akibat stress KerjaAkibat adanya stress kerja orang menjadi tegang, merasakan
kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses
berikir dan kondisi fisik individu. Pekerja atau karyawan yang mengalami
stress akibat kerja akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan
perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stress kerja.
Usaha mengatasi stress kerja dapat berupa perilaku melawan stress kerja
(flight) atau freeze (berdiam diri) (Novitasari, 2009).
Stress kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia.
Reaksi tubuh karena stress akibat kerja yang merupakan masalah
kesehatan, diantaranya adalah :
1) Penyakit psikis yang diinduksi oleh stress kerja
Misalnya jantung koroner, hipertensi, tukak lambung dan gangguan
psychosomatic lain. Kondisi lain yang juga mungkin terjadi adalah
keletihan, sering pilek, gangguan tidur, nafas pendek, sakit kepala,
migren, kaki tangan dingin, nyeri kuduk serta pundak, gangguan
menstruasi, gangguan pencernaan, muntah, alergi dan serangan asma.
2) Kecelakaan kerja
Berbagai data dapat dinyatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi 90%
karena tindakan yang kurang berhati-hati.
3) Absen kerja
Absensi kerja sering terdapat pada pekerja yang sulit menyesuikan diri
dengan pekerjaannya. Ketidakhadiran ini biasanya karena gejala sakit
commit to user
4) Lesu kerjaTerjadi apabila tenaga kerja kehabisan motivasi dalam upaya mencari
suatu kinerja yang tinggi.
5) Gangguan jiwa
Berupa suatu continnum, mulai gejala subjektif yang mempunyai efek
ringan sehari-hari hingga gangguan jiwa mengganggu fungsi
pekerjaan (Roestam, 2003).
Menurut Dewi (2002), stress akibat kerja menyebabkan timbulnya
penyakit psychosomatic. Penyakit psychosomatic yang timbul sebagai
akibat stress kerja yaitu :
1) Gejala-gejala otot
a) Nyeri
b) Pegal-pegal
2) Gejala-gejala gastro intestinal
a) Sakit pada pencernaan
b) Mual-mual
c) Susah buang air besar
d) Iritasi kolon
e) Rasa terbakar pada ulu hati
3) Gejala-gejala jantung
a) Berdebar-debar
b) Sakit pada daerah di bawah puting susu
commit to user
4) Gejala-gejala pernafasana) Pernafasan yang cepat (hyperventilation)
b) Dyspnoea
5) Gejala-gejala susunan syaraf pusat
a) Susah tidur
b) Lesu
c) Pusing-pusing
d) Sakit kepala
6) Gejala-gejala pada alat kelamin
a) Impoten
b) Sakit pada waktu haid
e. Pencegahan Stress Kerja
Cara pencegahan timbulnya stress di tempat kerja :
1) Faktor promosi kesehatan di tempat kerja,
2) Penyesuaian pekerjaan dengan kemampuan dan kebutuhan,
3) Menaggulangi stress dalam organisasi,
4) Kontrol reaksi stress psikologis,
5) Peranan profesi kesehatan kerja di tempat kerja (Dewi, 2002).
Menurut Roestam (2003), Program pencegahan stress akibat kerja
dapat dilaksanakan dengan pendekatan :
1) Pemahaman dan pengenalan yang lebih baik tentang kesehatan mental
bagi para eksekutif dan profesi kesehatan.
2) Pendekatan organisasi dalam rangka mewujudkan suasana kerja yang
commit to user
3) Pendidikan pada karyawan untuk melaksanakan berbagai adaptasi.
Cara-cara mencegah stress akibat kerja secara lebih spesifik :
1) Redesain tugas-tugas pekerjaan.
2) Redesain lingkungan kerja.
3) Menerapkan waktu kerja yang fleksibel.
4) Menerapkaan manajemen partisipatoris.
5) Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier.
6) Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan.
7) Mendukung aktivitas sosial.
8) Membangun tim kerja yang kompak (Tarwaka, 2004).
3. Pengaruh Kebisingan terhadap Stress Kerja
Akibat paparan kebisingan di atas 85 dB dapat menimbulkan
ketulian. Selain itu kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan non-auditory
seperti susah tidur, mudah emosi dan gangguan konsentrasi yang
memungkinkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Roestam, 2003).
Suara atau bunyi yang tidak diinginkan akibat penggunaan teknologi
di tempat kerja akan menimbulkan gangguan psikologis berupa stress kerja
(Meidina, 2009).
Secara spesifik stress kerja karena kebisingan, dapat menyebabkan
antara lain :
a. Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur.
b. Gangguan reaksi psikomotor.
c. Kehilangan konsentrasi.
commit to user
e. Penurunan performasi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada
kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja (Tarwaka, 2004).
Menurut Susanto (2006), pengaruh kebisingan terhadap stress kerja:
a. Gangguan emosional (kejengkelan, kebingungan).
b. Gangguan gaya hidup (gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi
waktu bekerja, membaca dan sebagainya).
Selain kebisingan (faktor intrinsik pekerjaan), stress kerja juga
dipengaruhi oleh kondisi individu (usia, jenis kelamin, lama kerja,
pendidikan, kebudayaan, status gizi, dan status sosial ekonomi), ciri
kepribaian, sosial-kognitif, faktor peran individu seperti beban tugas, faktor
hubungan kerja, faktor pengermbangan karier, faktor struktur organisasi dan
suasana kerja, dan faktor di luar pekerjaan (Tarwaka, 2004). Menurut
Soeripto (2008), faktor kimia, faktor fisik, faktor fisiologi, faktor
psikologi,faktor biologi merupakan faktor lain penyebab stress kerja.
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kebisingan (berasal dari
mesin-mesin produksi)
Faktor internal :
- Kondisi individu (umur, jenis kelamin, lama kerja, status gizi)
- Kepribadian
Faktor eksternal :
Faktor kimia
Faktor fisik
Faktor fisiologi
Faktor psikologi
commit to user
C. HipotesisAda Pengaruh Kebisingan terhadap Stress Kerja Karyawan Pembenihan
commit to user
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu
terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena, baik
antara faktor risiko dengan efek, antar faktor risiko, maupun antar efek.
Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan
Cross Sectional (Arief, 2004).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. X . Pada tanggal 17 Desember 2010 s/d
20 Januari 2011.
C. Subjek Penelitian
Subjek Penelitian adalah karyawan pembenihan padi PT. X .
Berdasarkan data primer PT. X terdapat 50 pekerja yang menjadi subjek
penelitian, dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi adalah alasan mengapa peneliti memilih subjek tersebut.
Dalam penelitian ini antara lain tenaga kerja pembenihan padi, jenis kelamin
laki-laki, usia 20-60 tahun, dan masa kerja lebih dari 1 tahun.
commit to user
2. Kriteria Eksklusi adalah alasan mengapa peneliti tidak memilih subjek.
Dalam penelitian ini antara lain karyawan jenis kelamin perempuan, usia
kurang dari 20 tahun atau usia lebih dari 60 tahun, dan masa kerja kurang dari
1 tahun.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan pada saat penelitian adalah
non-random dengan jenis sampel purposivesampling, yaitu teknik penentuan sampel
didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai
sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Sumardiyono, 2010).
Pada penelitian ini yang dipilih sebagai sampel adalah karyawan yag
mempunyai kriteria inklusi antara lain jenis kelamin laki-laki, usia 20-60 tahun,
dan masa kerja lebih dari 1 tahun.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebisingan.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah stress kerja.
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
a. Variabel pengganggu terkendali : umur, jenis kelamin, masa kerja.
commit to user
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian1. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh mesin di bagian produksi
antara lain mesin pembersih, mesin pengering (batch dryer) dan blower.
Alat ukur : Sound Level Meter
Satuan : dB(A) (desibel)
Hasil pengukuran kebisingan dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Tenaga kerja yang terpapar kebisingan jika melebihi NAB (lebih 85 dB).
b. Tenaga kerja yang terpapar kebisingan jika kurang dari NAB (kurang 85
dB).
Skala pengukuran : Nominal
2. Stress Kerja
Stress kerja merupakan jumlah dari keluhan pekerja berdasar kuesioner
HRSA.
Alat ukur : kuesioner HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety).
(sumber: Hamilton, 1969).
Hasil pengukuran dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu :
a. Kategori gejala stress tingkat ringan :
b. Kategori gejala stress tingkat sedang : 21-27
c. Kategori gejala stress tingkat berat : > 27
commit to user
G. Desain PenelitianGambar 2. Desain Penelitian
H. Alat dan Bahan Penelitian
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan
penelitian, peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta
pendukungnya adalah :
1. Kebisingan
Sound Level Meter RION NA-20, yaitu alat untuk mengukur kebisingan.
Cara kerja :
a. Putar switch ke A.
b. Putar FILTER-CAL-INT ke arah INT.
Populasi
Subjek
Teknik non-random
commit to user
c. Putar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan yang terukur.
d. Gunakan meter dynamic characteristic selector switch “FAST” karena
jenis kebisingannya continue.
e. Pengukuran dilakukan selama 1-2 menit, mikropon diarahkan ke sumber
kebisingan.
f. Jarak Sound Level Meter dengan sumber bising adalah sesuai dengan
posisi tenaga kerja selama kerja.
g. Angka skala dibaca setelah panah penunjuk dalam keadaan stabil.
2. Stress Kerja
HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety) merupakan kuesioner untuk
mengukur stress kerja, yang berisi 14 kelompok gejala yang masing-masing
gejala diberi penilaian antara 0-4 sebagai berikut :
a. Nilai 0: tidak ada gejala atau keluhan.
b. Nilai 1: gejala ringan (1 gejala)
c. Nilai 2: gejala sedang (separuh dari total gejala yang ada)
d. Nilai 3: gejala berat (lebih separuh dari total gejala yang ada)
e. Nilai 4: gejala berat sekali (semua gejala ada)
Gejala-gejala yang tertuang dalam kuesioner ini ada 14 antara lain:
gejala perasaan cemas, gejala ketegangan, ketakutan, gangguan tidur,
gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala somatik
fisik/somatik, gejala kardiovaskuler dan pembuluh darah, gejala respiratori,
gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom, sikap dan tingkah
commit to user
Diketegorikan menjadi 3 kriteria sesuai dengan jumlah total skor yaitu :
ringan ( 20), sedang (21-27), dan berat (> 27).
3. Alat tulis, yaitu alat yang digunakan untuk mencatat hasil dari pengukuran.
I. Cara Kerja Penelitian
1. Tahap Persiapan :
Sebelum penelitian, peneliti melakukan ijin penelitian, survey awal,
menyusun proposal dan ujian proposal.
2. Tahap Pelaksanaan :
a. Ijin ke perusahaan untuk menjelaskan tujuan penelitian.
b. Mengisi lembar data responden.
c. Menentukan sampel.
d. Mengukur stress kerja dengan HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety).
e. Mengukur kebisingan dengan Sound Level Meter.
f. Mencatat hasil pengukuran.
3. Tahap Penyelesaian :
a. Mengumpulkan data.
b. Mengolah dan menganalisa data dengan chi square test SPSS versi 16.0.
c. Menyusun laporan skripsi.
J. Teknik Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Chi
Square Test dimana menggunakan data kategori nominal dan ordinal. Dapat
commit to user
1. Menggunakan rumus :Keterangan :
X2 = Nilai Chi Square
fo = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Rumus mencari frekuensi harapan (fh) :
Keterangan :
fh = Frekuensi yang diharapkan
Ik = Jumlah frekuensi pada kolom
Ib = Jumlah frekuensi pada baris
7 -XPODKNHVHOXUXKDQSDGDNRORPGDQEDULV
Kriteria pengujian :
a. Ho diterima (Ha ditolak), jika X2o < 5,591
b. Ha diterima (Ho ditolak), jika X2o 6XPDUGL\RQR
2. Menggunakan program komputer SPSS versi 16.0, dengan interpretasi hasil
sebagai berikut :
a. Jika p value 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan.
b. Jika 0,01 < p value PDNDKDVLOXMLGLQ\DWDNDQVLJQLILNDQ
c. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan
commit to user
BAB IVHASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan
PT. X berdiri tahun 2005. Lokasi Perusahaan pembenihan Padi PT. X
terletak di Jl. Raya Solo- Km. 17/04 , Jawa Tengah.
Dalam melakukan kegiatan produksi benih padi, PT. X menggunakan
lahan sewa dari para petani sebanyak 3 ha dan lahan kerjasama dengan para
kelompok tani yang ada sebanyak 377 ha. Sedangkan untuk sarana dan
prasarana PT. X mempunyai gudang yang memadai dengan kapasitas 2.876.808
kg yang terdiri atas tiga gudang, lantai jemur dengan luas 6.794 m2, 1 unit Batch
dryer dengan kapasitas 10 ton, mesin perontok, 8 unit blower dengan
menggunakan bahan bakar diesel, alat pengemasan semi otomatis. Sarana
distribusi yang dimiliki PT. X adalah truk dengan daya angkut masing-masing
antara 5-30 ton. Tata letak fasilitas pengolahan benih padi pada PT. X meliputi
lantai jemur, gudang penyimpanan yang terdapat pada mesin pembersih, dan
batch dryer, serta kantor.
commit to user
Kegiatan-kegiatan dalam pengolahan benih (Gambar 3) meliputi :
Gambar 3. Jalur Pengolahan Benih PT. X
1. Perontokan
Kegiatan perontokan padi ini dilakukan secara modern dengan menggunakan
mesin perontok dirancang mampu memperbesar kapasitas kerja,
meningkatkan efisiensi kerja, mengurangi kehilangan hasil dan memperoleh
mutu hasil gabah yang baik.
2. Penerimaan
Benih padi akan diterima setelah dilakukan pemanenan dari lapang. Calon
benih akan disimpan terlebih dahulu jika penerimaan dari lapang menjelang
sore dan akan dilakukan pengeringan pada pagi harinya. Perontokan
Penerimaan
Pengeringan
Pembersihan
Pembuatan Lot
Pengemasan
commit to user
3. PengeringanPT. X, pengeringan benih padi menggunakan 2 cara :
a. Pengeringan secara alami (sun drying)
Melibatkan unsur-unsur iklim, yaitu sinar matahari dan angin atau
pergantian udara memerlukan penanganan yang aktif karena tanpa
penanganan yang aktif terdapat beberapa resiko yang dapat berpengaruh
pada viabilitas dan vigor benih.
b. Pengeringan buatan menggunakan batch dryer
PT. X memiliki 1 unit batch dryer (Gambar 4) dengan kapasitas 20 ton.
Dalam kapasitas penuh pengeringan dilakukan selama 18 jam dengan
suhu 45oC.
Gambar 4. Batch dryer
4. Pembersihan
Benih yang sudah dikeringkan sampai kadar air 11-13% dibersihkan dari
kotoran dengan mengeluarkan Seed cleaner ISEKI rice hiller (Gambar 5). PT.
X memiliki 8 unit Seed cleaner yang menggunakan tenaga diesel. Seed
commit to user
benih/hari/mesin, dalam 1 jam akan menghasilkan benih bersih sebesar ± 250
kg/jam/mesin, yang dikemas dalam 5 karung masing-masing 50 kg. untuk 8
Seed cleaner menghasilkan benih bersih sebesar 40 karung/jam dan untuk 8
jam kerja memperoleh 320 karung/jam atau sekitar 16 ton/hari.
Gambar 5. Seed cleaner ISEKI Rice Hiller
5. Pembuatan Lot
Dilakukan setelah pembersihan dan dikemas dalam karung 50 kg. Setiap
tumpukan benih diberi alas kayu untuk menjaga kadar air benih tidak
meningkat karena bersentuhan dengan lantai yang lembab.
6. Pengemasan
Pengemasan benih bertujuan untuk mempertahankan kemurnian benih baik
secara fisik maupun genetik, serta memudahkan penyimpanan dan
commit to user
7. PemasaranBenih padi akan segara dipasarkan sesuai dengan permintaan konsumen.
Merk dagang yang digunakan adalah “Pak Tani” yang sudah melekat di
benak petani.
B. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Jenis Kelamin
Karyawan Pembenihan Padi PT. X semuanya berjenis kelamin
laki-laki. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Responden Lokasi Kerja Jenis
Kelamin
Frekuensi Persentase (%)
Di dalam ruangan Laki-laki 50 100
Di halaman Sumber : Data Primer 2011
2. Umur
Hasil pendataan terhadap 50 karyawan Pembenihan Padi PT. X
diperoleh sebaran umur sebagai berikut :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Umur Responden
Umur Frekuensi Persentase (%)
Sumber : Data Primer 2011
commit to user
3. Masa KerjaHasil pendataan terhadap 50 karyawan Pembenihan Padi PT. X
diperoleh sebaran masa kerja sebagai berikut :
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden
Masa kerja Frekuensi Persentase (%)
2 17 34.0
3 18 36.0
4 9 18.0
5 6 12.0
Total 50 100.0
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui masa kerja minimal 2 tahun dan masa
kerja maksimal 5 tahun. Daftar selengkapnya dapat dilihat di lampiran 1.
C. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Tempat Kerja
Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan di dalam ruangan dan di
halaman Pembenihan Padi PT. X . Berdasarkan hasil pengukuran intensitas
kebisingan, besarnya rata-rata intensitas kebisingan selama 8 jam pada 4 titik
pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5. Distribusi Rata-rata Intensitas Kebisingan (Leq) di dalam Ruangan No. Titik Pengukuran Leq (dBA)
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 5 di atas rata-rata intensitas kebisingan di dalam ruangan
commit to user
Tabel 6. Distribusi Rata-rata Intensitas Kebisingan (Leq) di Halaman No. Titik Pengukuran Leq (dBA)
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 6 di atas rata-rata intensitas kebisingan di halaman
pembenihan padi PT. X adalah 75 dB(A). Daftar selengkapnya dapat dilihat di
lampiran 2. Denah titik pengukuran kebisingan dapat dilihat di lampiran 3.
D. Hasil Pengukuran Stress Kerja Tenaga kerja
Hasil penilaian stress kerja dengan kuesioner HRS-A pada 25 karyawan
di dalam ruangan dan 25 karyawan di halaman pembenihan padi PT. X dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Stres Kerja di dalam Ruangan
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 7 di atas kategori strees kerja pembenihan padi PT. X
dikategorikan 3, yaitu ringan dengan frekuensi 3 orang, sedang 8 orang dan berat
14 orang.
Skor Kategori stress kerja Frekuensi Prosentase
Ringan 3 12%
21-27 Sedang 8 32%
>27 Berat 14 56%
commit to user
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Stres Kerja di Halaman
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 8 di atas kategori strees kerja pembenihan padi PT. X
dikategorikan 3, yaitu ringan dengan frekuensi 8 orang, sedang 12 orang dan
berat 4 orang. Daftar selengkapnya dapat dilihat di lampiran 4.
E. Uji Bivariat
1.Pengaruh kebisingan terhadap Stress Kerja
Berdasarkan uji statistik chi square dengan program SPSS 16.0 di
dapatkan hasil uji statistik pengaruh kebisingan terhadap stress kerja
pembenihan padi PT. X adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Hasil Uji Kontingensi
STRESS KERJA TOTAL
RINGAN SEDANG BERAT
KEBISINGAN >NAB 3 8 14 25
<NAB 9 12 4 25
TOTAL 12 20 18 50 Sumber : Data Primer 2011
Daftar perhitungan dengan SPSS 16.0 selengkapnya dapat dilihat di lampiran
5. Perhitungan secara manual dapat dilihat di lampiran 6.
Skor Kategori kelelahan Frekuensi Prosentase
Ringan 9 32%
21-27 Sedang 12 48%
>27 Berat 4 20%
commit to user
2.Pengaruh Usia terhadap Stress KerjaTabel 10. Hasil Korelasi Usia terhadap Stress Kerja
Usia Stress Kerja
Usia Person Correlation
N
1 50
0,004 50
Stress Kerja Person Correlation N
0,004 50
1 50 Sumber : Data Primer 2011
Daftar selengkapnya dapat dilihat di lampiran 7.
3.Pengaruh Masa Kerja terhadap Stress Kerja
Tabel 11. Hasil Korelasi Masa Kerja terhadap Stress Kerja
Masa Kerja Stress Kerja
Masa Kerja Person Correlation N
1 50
-0,040 50
Stress Kerja Person Correlation N
-0,040 50
1 50 Sumber : Data Primer 2011
commit to user
BAB VPEMBAHASAN
A. Analisa Univariat
1. Jenis Kelamin
Penelitian terhadap 50 orang karyawan pembenihan padi PT. X
yang menjadi responden semuanya berjenis kelamin laki-laki. Persentase
responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah 100%. Diharapkan dengan
menyamakan karakteristik responden tersebut akan terlihat perbedaan antara
tenaga kerja yang terpapar kebisingan di atas NAB dengan tenaga kerja yang
terpapar kebisingan di bawah NAB terhadap timbulnya stress kerja.
2. Umur
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa umur responden berada pada
usia produktif dengan umur termuda 21 tahun dan umur tertua adalah 51
tahun. Peran faktor umur memberikan respon terhadap situasi yang potensial
menimbulkan stress kerja. Tenaga kerja yang usianya sudah lanjut (> 60
tahun) kemampuan dalam beradaptasinya menurun karena adanya penurunan
fungsi organ di dalam tubuhnya (Roestam, 2003). Sehingga peneliti
mengambil sampel usia produktif yaitu 21-51 tahun.
3. Masa Kerja
Penelitian terhadap masa kerja didapatkan hasil bahwa masa kerja
karyawan minimal adalah 2 tahun dan masa kerja maksimal adalah 5 tahun.
commit to user
penelitian ini peneliti mengambil sampel masa kerja di atas 2 tahun. Masa
kerja yang lebih dari 2 tahun merupakan masa kerja dimana tenaga kerja
sudah beradaptasi dengan pekerjaannya. Masa kerja mempunyai kaitan
dengan kepuasan kerja. Tenaga kerja mempunyai kepuasan kerja yang terus
meningkat sampai lama kerja 5 tahun dan kemudian mulai terjadi penurunan
sampai lama kerja 8 tahun, tetapi kemudian setelah tahun kedelapan maka
kepuasan kerja secara perlahan-lahan akan meningkat lagi (Suma’mur, 2009).
4. Kebisingan
Rata-rata intensitas kebisingan pada 4 (empat) titik pengukuran di
dalam ruangan pembenihan padi yang terdapat alat-alat produksi seperti batch
dryer, seed cleaner, bower dimana pekerja berada di sekitar mesin adalah 90
dB(A), sedangkan rata-rata intenstas kebisingan pada 4 (empat) titik
pengukuran di halaman pembenihan padi tempat penjemuran yang masih
terpapar suara bising adalah 75 dB(A). Menurut Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas faktor fisika di
tempat kerja, menyatakan bahwa besarnya rata-rata adalah 85 dB(A) untuk
waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam/minggu
(Tarwaka, 2004).
Lingkungan kerja yang bising dapat menyebabkan timbulnya
berbagai gangguan terhadap kesehatan tenaga kerja. Gangguan yang
ditimbulkan akibat dari kebisingan pada tenaga kerja, seperti gangguan
fisiologis yang berupa peningkatan tekanan darah, gangguan psikologis yang
berupa stress, gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan serta gangguan
commit to user
menghindarkan tenaga kerja dari gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan
yaitu dengan pemberian alat pelindung telinga, seperti ear plug dan perbaikan
terhadap mesin produksi yang menimbulkan suara kebisingan yang tinggi.
5. Stress Kerja
Dari hasil diketahui bahwa karyawan pembenihan padi PT. X yang
bekerja di dalam ruangan mengalami stres kerja tingkat ringan sejumlah 3
orang dengan prosentase 12%, stres kerja tingkat sedang sejumlah 8 orang
dengan prosentase 32%, dan untuk stres kerja tingkat berat sejumlah 14 orang
dengan prosentase 56%. Sedangkan karyawan yang bekerja di halaman
mengalami stres kerja tingkat ringan sejumlah 9 orang dengan prosentase
32%, stres kerja tingkat sedang sejumlah 12 orang dengan prosentase 48%,
dan untuk stres kerja tingkat berat sejumlah 4 orang dengan prosentase 20%.
Karyawan yang berada di halaman seharusnya yang mengalami
stress tingkat berat tidak ada dan yang paling banyak harusnya karyawan
mengalami stress tingkat ringan. Hal tersebut tidak hanya disebabkan oleh
kebisingan saja melainkan dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya :
a. Faktor kimia: debu yang berasal dari benih padi
b. Faktor fisik: suhu ekstim yang tiba-tiba hujan tiba-tiba panas, getaran.
c. Faktor fisiologi: sikap dan cara kerja karyawan yang berada di tempat
yang panas.
d. Faktor psikologi: hubungan kerja antara karyawan dengan karyawan
commit to user
e. Faktor biologi: disebabkan oleh burung yang selalu makan benih padi
yang dijemur, dan disebabkan oleh ilalang atau batang padi yang ikut
terbawa.
Menurut Nur’aini (2004) stres kerja diartikan sebagai suatu
interaksi antara kondisi kerja dengan sifat-sifat pekerja yang mengubah fungsi
fisik maupun fungsi psikis yang normal. Definisi tersebut menunjukkan
bahwa stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang tidak dapat diimbangi
oleh kemampuan karyawan.
Stres kerja pada intinya merujuk pada kondisi dari pekerjaan yang
mengancam individu. Stres kerja timbul sebagai bentuk ketidakharmonisan
individu dengan lingkungan kerja.
Dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres
kerja merupakan bentuk respon psikologis dari tubuh terhadap
tekanan-tekanan, tuntutan-tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan yang
dimiliki, baik berupa tuntutaan fisik atau lingkungan dan situasi sosial yang
mengganggu pelaksanaan tugas, yang muncul dari interaksi antara individu
dengan pekerjaanya, dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang normal,
sehingga dinilai membahayakan, dan tidak menyenangkan.
Dampak yang di timbulkan dari stress kerja yaitu menurunnya
performasi kerja serta efisiensi kerja sehingga produktivitas kerja menurun.
Stress kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia sehingga dapat
menyebabkan timbulnya penyakit psikis, kecelakaan kerja, absensi kerja, lesu
commit to user
menjadi tegang, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan
pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu (Novitasari, 2009).
B. Analisa Bivariat
1. Pengaruh Kebisingan terhadap Stress Kerja
Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa harga chi square (Ȥð)
hitung 9,356 sedangkan harga chi square (Ȥð) tabel pada df = 2, pada taraf
signifikan 0,05 adalah 5,591, hal ini berarti bahwa Ȥð hitung > Ȥð tabel, maka
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kebisingan terhadap stress kerja
karyawan pembenihan padi PT. X . Disamping itu bisa dilihat pula dari nilai
p yaitu 0,009 yang berarti p 0,01 artinya ada hubungan yang sangat
signifikan antara pengaruh kebisingan terhadap sress kerja karyawan
pembenihan padi PT. X . Pendapat ini sesuai dengan pendapat Meidina
(2009), yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan
sangat kuat antara intensitas kebisingan dengan stres kerja pada pekerja.
Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan psikologis
berupa stres kerja. Pengaruh pemaparan kebisingan di atas NAB
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada indra pendengaran dan pengaruh
pemaparan kebisingan dibawah NAB menyebabkan timbulnya stress kerja
dan gangguan kesehatan lainnya (Tarwaka, 2004). Dampak non auditorial
akibat kebisingan dapat menyebabkan timbulnya gangguan pada kondisi
kejiwaan pekerja yang dapat mengakibatkan stress kerja (Tigor, 2009).
Hasil dari penilaian stress kerja menunjukkan bahwa karyawan yang
commit to user
atas NAB, hasil terbanyak karyawan mengalami stress tingkat berat yaitu 14
orang (56%), sedangkan tenaga kerja yang bekerja di halaman pembenihan
padi dengan intensitas kebisingan di bawah NAB, hasil terbanyak karyawan
mengalami stress tingkat sedang sebanyak 12 orang (48%). Seharusnya
semua tenaga kerja yang bekerja di halaman pembenihan padi dengan
intensitas kebisingan di bawah NAB mengalami stress kerja tingkat ringan,
tapi dalam kenyataannya jumlah karyawan yang mengalami stress kerja
tingkat sedang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang
mengalami stress kerja tingkat ringan.
Berdasarkan perhitungan kontingen, pengaruh kebisingan terhadap
stress kerja sebesar 38% sedangkan faktor lain yang mempengaruhi stress
kerja sebesar 62%. Faktor tersebut antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor
fisiologi, faktor psikologi, dan faktor biologi.
2. Pengaruh Usia terhadap Stress Kerja
Dari hasil uji statistik bahwa r hitung = 0,004, dibaca pada nilai
pearson correlation. Nilai ini dibandingkan dengan besarnya r tabel SDGDĮ
dengan n = 50, maka diketahui r tabel = 0,279 sehingga r hitung < r tabel artinya
Ho diterima, Ha ditolak, sehingga tidak ada pengaruh usia terhadap stress
kerja.
3. Pengaruh Masa Kerja terhadap Srtess Kerja
Dari hasil uji statistik bahwa r hitung = -0,040, dibaca pada nilai
pearson correlation. Nilai ini dibandingkan dengan besarnya r tabel SDGDĮ
commit to user
Ho diterima, Ha ditolak, sehingga tidak ada pengaruh masa kerja terhadap
commit to user
BAB VISIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Intensitas kebisingan di dalam ruangan pembenihan padi adalah di atas Nilai
Ambang Batas (NAB) yaitu 90 dB sedangkan kebisingan di halaman
pembenihan padi adalah di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 75 dB.
2. Tenaga kerja yang terpapar kebisingan di atas NAB hasil terbanyak karyawan
mengalami stress kerja tingkat berat yaitu 14 orang (56%), sedangkan tenaga
kerja yang terpapar kebisingan di bawah NAB hasil terbanyak karyawan
mengalami stress kerja tingkat sedang yaitu 12 orang (48%).
3. Hasil uji statistik chi square test nilai p = 0,009 yang berarti p 0,01
dinyatakan sangat signifikan dan disimpulkan ada pengaruh kebisingan
terhadap stress kerja karyawan pembenihan padi PT. X .
B. Saran
1. Sebaiknya melakukan rotasi kerja pada karyawan bagian dalam ruangan
dengan karyawan di halaman setiap 2 jam sekali sehingga karyawan yang
bekerja di dalam ruangan pembenihan padi tidak terpapar kebisingan di
atas 85 dB secara terus menerus.
2. Sebaiknya mengadakan penyuluhan dari bagian personalia perusahaan
tentang pentingnya menggunakan sumbat telinga dan pengontrolan mesin
secara berkala terutama pelumas dan baut yang tidak stabil.
commit to user
3. Sebaiknya pemilik perusahaan menyediakan alat sumbat telinga dari bahan
yang lembut, mempunyai daya serap kebisingan yang tinggi dan harganya