BAB II
BAGAIMANA PERATURAN PER UNDANG-UNDANGAN TERKAIT TENTANG LARANGAN MELAKUKAN EKSPLOITASI ANAK DALAM
TINDAK PIDANA KESUSILAAN MENURUT PER UNDANG-UNDANGAN
1. KUHP
Terminologi internasional yang digunakan untuk menyebut anak yang
melakukan pelanggaran hukum adalah “Anak yang Berhadapan dengan Hukum”.
Sejak disadari bahwa anak juga melakukan pelanggaran hukum, perdebatan tentang bagaimana cara yang terbaik untuk menghadapinya, terus menerus berlangsung. Diversi adalah proses yang telah diakui secara internasional sebagai cara terbaik dan paling efektif dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Intervensi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sangat luas dan beragam, tetapi kebanyakan lebih menekankan pada penahanan dan penghukuman, tanpa peduli betapa ringannya pelanggaran tersebut atau betapa mudanya usia anak tersebut. Penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 80% dari anak-anak yang diketahui Polisi melakukan pelanggaran hukum hanya akan melakukannya satu kali itu saja, jadi penggunaan sumber-sumber sistem peradilan
yang ‘menakutkan’ untuk menangani anak-anak ini sesungguhnya sangat tidak
berdasar, kecuali benar-benar diperlukan.22
Selain itu didapati bahwa jumlah kekerasan terhadap anak pada tahun 2009 meningkat mencapai 1.998 kasus. Selain kuantitas, jenis dan variasi kekerasan pun cenderung berkembang. Sekjen Komnas Anak Arist Merdeka Sirait
22 Santi Kusumaningrum, Penggunaan Diversi untuk Anak yang Berhadapan dengan
Hukum. (Dikembangkan dari Laporan yang disusun oleh Chris Graveson) http://Santi
mengatakan: 23
"Yang paling dominan adalah jenis kekerasan seksual seperti pencabulan, perkosaan, sodomi, dan incast yang mencapai 62,7 persen. Sedangkan sisanya berupa pencurian, narkoba, kekerasan, dan sejenisnya, Tingginya kasus anak sebagai korban maupun pelaku kejahatan telah membuat jumlah anak yang berhadapan dengan hukum terus meningkat. Dan hampir semua kasus tersebut
berujung pada pemidanaan dan penjara dengan jumlah sekitar 5.308 anak”.
Diasumsikan bahwa di daerah perkotaan kriminalitas berkembang terus sejalan dengan bertambahnya penduduk, pembangunan, moderenisasi, dan urbanisasi. Perkembangan kota selalu disertai dengan perkembangan kualitas dan kuantitas kriminalitas, akibatnya, perkembangan keadaan ini menimbulkan keresahan masyarakat dan pemerintah di kota tersebut. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah kriminalitas tidak dapat dihindari dan memang selalu ada, sehingga wajar bila menimbulkan keresahan, karena kriminalitas dianggap sebagai suatu gangguan terhadap kesejahteraan penduduk di daerah perkotaan serta lingkungannya.
Sehubungan dengan keadaan ini, penduduk dan pemerintah bereaksi untuk memberantas masalah kriminalitas, tetapi sayang sekali, usaha ini sering sekali tidak memuaskan. Hal ini dapat dicontohkan, misalnya, suatu penguasa yang dalam keadaan panik menghadapi kriminalitas tertentu, mengambil tindakan-tindakan yang tidak bijaksana, sehingga akibatnya yang negatif menimbulkan kecemasan dan apatisme dan kriminalitas berkembang terus.
Usaha untuk mengemukakan masalah kriminalitas di daerah perkotaan patut disambut gembira, oleh karena penyajian masalah ini merupakan salah satu keinginan untuk melihat masalah kriminalitas ini menurut proporsi yang
23 Oke Zone. Com, Kasus Kekerasan Anak Meroket, Kamis, 24 Desember 2009.
sebenarnya secara dimensional. Masalah kriminalitas sebagai suatu kenyataan sosial tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya sebagai fenomena yang ada dalam masyarakat dan saling mempengaruhi satu sama lain.24
Perkembangan kriminalitas yang terjadi di daerah perkotaan serta peserta-peserta interaksi sebagai fenomena yang ikut serta dalam terjadinya kriminalitas mempunyai hubungan fungsional satu sama lain. Ada kemungkinan malahan ada yang bertanggung jawab fungsional terhadap terjadinya kriminalitas tersebut. Adapun yang disebut dengan peserta-peserta dalam timbulnya kriminalitas diatas adalah pelaku, korban, pembuat undang-undang serta undang-undang, pihak kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan lembaga-lembaga sosial lain.25
Pasal 281 KUHP menjelaskan bahwa barang siapa yang dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, dan barang siapa dengan sengaja dan didepan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.26
Sistem ekonomi masyarakat tertentu tidak memungkinkan suatu golongan sosial dalam masyarakat tertentu untuk memenuhi aspirasi dan keperluan fisik, mental dan sosial secara tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Keperluan golongan tersebut dapat bersifat dan berakibat positif maupun negatif. Maka ada kemungkinan besar karena perhitungan mendesak, yang bersangkutan
24 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2004,
Hal, 2
25 Ibid, Hal. 4
dari golongan sosial tersebut (yang mampu maupun tidak mampu) dan adanya kesempatan bagi orang yang bersangkutan dan tidak segan-segan melakukan tindakan kriminal demi pemenuhan kepentingannya dan menanggung segala akibatnya. Kota besar yang banyak penduduknya ada kemungkinan keadaan yang tidak sehat ini memberikan kesempatan dan dapat dijumpai tindakan kriminal tersebut.
Sejak periode 2000-an, Indonesia menunjukkan adanya langkah-langkah serius untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Pada periode itu, lahir berbagai peraturan perundangan dan kebijakan yang diberlakukan, termasuk pula meratifikasi berbagai instrumen internasional yang terkait dengan isu (hak-hak) anak. Eksploitasi seksual Komersial terhadap Anak (ESKA) yang diidentifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual, menjadi salah satu perhatian.
Pasal 285 KUHP mengatakan bahwa. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun
Pasal 287 KUHP, mengatakan bahwa. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 27
Pasal 288 KUHP mengatakan bahwa :
1. Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan perempuan yang dinikahinya, padahal diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa perempuan itu belum pantas dikawini, dipidana dengan pidanna penjara selama-lamanya empat tahun, apabila perbuatan itu berakibat badan perempuan itu mendapat luka.
2. Jika perbuatan itu berakibat perempuan tersebut mendapat luka berat dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya delapan tahun.
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan itu, dijatuhkan pidana selama-lamanya dua belas tahun.
Pasal 290 KUHP, Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang Padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin: 3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus
Pasal 292 KUHP :
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 293 KUHP :
1. Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya
dilakukan kejahatan itu.
3. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing sembilan bulan dan dua belas bulan.
Pasal 294 KUHP :
2. Diancam dengan pidana yang sama:
1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya,
2. Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atas, pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.
Pada peraturan perundangan di Indonesia, tidak ada pengaturan khusus mengenai Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Namun kita bisa mencermati pengaturan-pengaturan yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), seperti dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Perlindungan Anak. Komisi nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut komnas HAM adalah lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat dalam Negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia bagi anak yang masih dibawah umur merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya. 28
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan
hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak-hak anak.
Hakikatnya, HAM tersebut adalah merupakan hak dasar yang dimiliki
oleh setiap manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang
Maha Esa. Dengan demikian, hak asasi manusia bukanlah merupakn hak yang
bersumber dari negara dan hukum. Oleh karena itu, diperlukan suatu Negara dan
hukum hanyalah pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi
manusia tersebut.
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, menjelaskan tentang pengertian dari perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Hal ini dapat kita jabarkan lebih jauh yaitu dengan
melihat asas perlindungan anak yang sesuai dengan prinsip-prinsip pokok yang
terkandung dalam Konvensi Hak-Hak Anak.29
Konvensi hak anak (KHA), mendefinisikan anak secara umum sebagai yang umumnya bila mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam Perundangan Nasional. Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak (UUPA) menyebutkan, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak juga yang masih dalam kandungan.
Departemen Sosial Pendidikan Indonesia (1995) mendefinisikan anak sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dijalanan, baiuk untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Berdasarkan pada penjelasan terdahulu tentang anak jalanan, dapat disimpulkan bahwa eksploitasi anak adalah, pemanfaatan untuk keuntungan sendiri melalui anak dibawah umur, dengan kata lain anak digunakan sebagai media untuk mencari uang atau memperkerjakan seorang anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan. Berdasarkan definisi oprasional dan karakteristik jenis Penyandang, Masalah, Kesejahteraan Sosial (PMKS), dimana anak yang terlalu sering berada dijalanan termasuk ke dalam jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial, anak jalanan adalah, anak yang berusia 5 < 18 tahun dan sebagian waktunya berada dijalanan sebagai pedagang asongan, pengemis, pengamen, jualan koran, jasa semir sepatu, dan mengelap mobil.30
Sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Kondisi ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak hanya
30 Adriatna Yuli, 2001, Upaya Penanganan dan Perlindungan Pekerja Anak,
mengalami masalah krisis ekonomi saja, akan tetapi lebih buruk lagi mengalami masalah krisis moral.
Salah satu praktek seks yang dinilai menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual. Artinya praktek hubungan seksual yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan, bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai agama serta melanggar hukum yang berlaku. Kekerasan ditunjukkan untuk membuktikan bahwa pelakunya memiliki kekuatan, baik fisik maupun non fisik.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak. Dimana dalam Konvensi Hak
Anak tersebut dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, mencakup
perlindungan dari segala eksploitasi, perlakuan kejam dan perlakuan
sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 disebutkan sebagai
berikut :31
1. Yang dimaksud dengan anak dalam perkara Anak Nakal adalah orang yang
telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18
(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
2. Anak Nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana, atau anak yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain
yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Tahapan beracara dalam pengadilan anak pada dasarnya sama dengan
peradilan umum, yakni peradilan pidana. Namun mengingat bahwa subjeknya
adalah anak yang berbeda dengan subjek peradilan umum lain, maka terdapat
beberapa perbedaan dan perlakuan khusus yang dibuat untuk kepentingan anak.
Secara khusus ketentuan yang mengatur masalah hukum pidana anak ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dibentuknya Undang-Undang tentang pengadilan anak antara lain, karena disadari bahwa walaupun kenakalan anak merupakan perbuatan anti sosial yang dapat meresahkan masyarakat.
Perjalanan pengaturan masalah hukum pidana anak mangalami perkembangan. Tahun 1997 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan segala kelemahan dan kekurangannya khususnya menyangkut masalah pemidanaan. Secara substansial Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tampak tidak terdapat perubahan yang sangat mendasar.32
Anak adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus cita-cita bagi kemajuan suatu bangsa. Hak asasi anak dilindungi di dalam Pasal 28 (B) ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi setiap anaka berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.33
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
32Ibid, Hal 10
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berahklak mulia dan sejahtera.34
Eksploitasi anak ini, juga tidak lepas dari suatu tindak pidana, namun telah diatur dalam ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan dan hukum acara Pengadilan Anak yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997. Peraturan perundangan di Indonesia, tidak ada pengaturan khusus mengenai Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Namun kita bisa mencermati pengaturan-pengaturan yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), seperti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Perlindungan Anak.35
Apabila dilihat dalam konsep perlindungan Anak, maka berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukuman penjara bukanlah jalan penyelesaian terbaik dalam hal memutuskan anak yang berkonflik dengan hukum melihat dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perkembangan anak sehingga diversi merupakan upaya yang terbaik saat ini. Penerapan diversi ini didasarkan pada pemikiran bahwa:36
1. Anak adalah sosok yang belum matang baik secara fisik maupun psikhis; 2. Anak terhindar dari proses hukum lebih lanjut;
34Ibid
35 H.M.Ridwan, Azas-Azas Kriminologi, Diterbitkan : Universitas Sumatera Utara Press
(USU PRESS), 1994, Hal 46
36 Riza Nizarli, Keadilan Restoratif Justice Sebagai Upaya Perlindungan Terbaik Bagi
3. Anak tidak mengerti betul tentang kesalahan yg dilakukannya; 4. Anak mudah dibina dari pada orang dewasa;
5. Penjara dan Penghukuman adalah sekolah kriminal;
6. Penjara dan Penghukuman merupakan stigma, labelisasi seumur hidup yang dapat mengancurkan masa depan Anak;
7. Anak sangat tergantung pada orang lain baik secara ekonomi maupun sosial; 8. Anak adalah pewaris bangsa dan penerus masa depan kita;
9. Generasi penerus yang berkualitas tidak dilahirkan dibalik jeruji; 10. Hukuman adalah jalan terakhir;
Berdasarakan konsideran Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tersebut tampak jelas peranan anak sebagai bagian dari generasi muda yang meneruskan cita-cita dan perjuangan bangsa dan memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan perkembangan sosial secara utuh, sehingga dipandang penting untuk anak, khususnya anak Indonesia sebagai penerus bangsa.
Peratifikasian ini sebagai upaya negara untuk memberikan perlindungan
terhadap anak. Dari berbagai isu yang ada dalam konvensi hak anak salah satunya
yang sangat membutuhkan perhatian khusus adalah anak, anak yang memerlukan
perlindungan khusus diantaranya anak yang berkonflik dengan hukum.
Perlindungan Anak merupakan pekerjaan penting yang harus terus dilakukan oleh
seluruh unsur negara kita. Bentuk-bentuk perlindungan anak inipun dilakukan dari
segala aspek, mulai pada pembinaan pada keluarga, kontrol sosial terhadap
yang dibuat oleh sebuah negara. Namun dalam perjalanan panjangnya hingga saat
ini apa yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut terkendala dengan
sarana dan prasarana yang disediakan oleh Pemerintah, misalnya penjara khusus
anak yang hanya ada di kota-kota besar.37
Hal ini tentu saja menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak
sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang dan Konvensi Hak Anak
tersebut. Selain itu kurangnya sosialisasi yang terpadu dan menyeluruh yang
dilakukan kepada aparat penegak hukum termasuk kepolisian hingga ke jajaran
paling bawah menyebabkan tidak efektifnya pemberian perlindungan hukum
terhadap anak. Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda
anak berperan sangat strategis sebagai succesor suatu bangsa.
Konteks Indonesia, anak adalah penerus cita – cita perjuangan bangsa.
Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan
sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai makhluk manusia
yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. Selain itu,
anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan
melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis,
mempunyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi
bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus
mendapatkan pembinaan dari sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang
37 The United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of their Liberty
seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik,
mental maupun sosial. 38
Hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam
tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang
kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam
melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya, khususnya dalam
Pelaksanaan Peradilan Anak yang asing bagi dirinya. Anak perlu mendapat
perlindungan dari kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan yang
diberlakukan terhadap dirinya, yang menimbulkan kerugian mental, fisik, dan
sosial. Seorang anak sesuai sifatnya masih memiliki daya nalar yang belum cukup
baik untuk membedakan hal-hal baik dan buruk.
Proses penghukuman yang diberikan kepada anak lewat sistem peradilan
pidana formal dengan memasukkan anak ke dalam penjara ternyata tidak berhasil
menjadikan anak jera dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk menunjang
proses tumbuh-kembangnya. Penjara justru seringkali membuat anak semakin
profesional dalam melakukan tindak kejahatan. Persoalan tentang anak di dunia
ini dirasakan sebagai persoalan yang tak pernah kunjung selesai. Bahkan ada
beberapa negara di belahan dunia ini, kondisi anak-anaknya justru sangat
memprihatinkan.
Hukum anak sebenarnya memiliki makna yang tidak sebatas pada persoalan peradilan anak, namun lebih luas dari itu. Undang-undang No. 23/2002 tentang perlindungan anak telah membantu memberikan tafsir, apa-apa saja yang
38 Convenion on the Rights of The Child (Konvensi Hak-Hak Anak), Diadopsi oleh
menjadi bagian hukum anak di Indonesia yang dimulai dari hak keperdataan anak di bidang pengasuhan, perwalian dan pengangkatan anak juga mengatur masalah eksploitasi anak-anak di bidang ekonomi, sosial dan seksual. Persoalan lain yang diatur dalam hukum perlindungan anak adalah bagaimana penghukuman bagi orang dewasa yang melakukan kejahatan pada anak-anak dan juga tanggung jawab orang tua, masyarakat dan negara dalam melindungi anak-anak. Dengan demikian cakupan hukum anak sangat luas dan tidak bisa disederhanakan hanya pada bidang pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak-anak.