i
AL-JAMII
’
AH TEGALLEGA
CIDOLOG SUKABUMI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Agama Islam
Disusun Oleh :
DIAN MAYA SHOFIANA
NIM. 104011000051
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasyah pada hari Selasa, 19 Agustus 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 19 Agustus 2008 Panitia Ujian Munaqasyah,
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan PAI)
Dr. H. Abd. Fattah Wibisono, MA. _________ ___________ NIP : 150236009
Sekretaris (Sekretaris Jurusan PAI)
Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag. _________ ___________ NIP : 150299477
Penguji I
Drs. H. Mawardi Sutedjo _________ ___________ NIP : 150011336
Penguji II
Drs. H. Akyas Azhri _________ ___________ NIP : 150023218
Mengetahui, Dekan,
v
DI MTS AL-JAMII’AH TEGALLEGA CIDOLOG SUKABUMI
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Profesionalisme guru yang dimaksud dalam skripsi ini adalah guru Fiqih yang profesional. Adapun guru profesional itu sendiri adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa, yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik. Kompetensi guru yang diteliti meliputi empat kategori. Pertama, kemampuan guru dalam merencanakan program belajar mengajar. Kedua, kemampuan guru dalam menguasai bahan pelajaran. Ketiga, kemampuan guru dalam melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar. Dan keempat, kemampuan dalam menilai kemajuan proses belajar mengajar.
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat ditunjukkan dalam bentuk nilai yang diberikan guru berupa raport yang merupakan hasil dari beberapa bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua bentuk metode penelitian. Pertama, penulis menggunakan metode penelitian library research, melalui penelitian ini penulis berusaha mengkaji buku-buku serta tulisan ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Kedua, menggunakan penelitian field research, yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi. Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu melalui angket yang diberikan kepada peserta didik kelas VII dan VIII yang dipilih secara acak, kemudian dengan observasi, wawancara dan dengan studi dokumentasi. Setelah data-data tersebut diperoleh, penulis menganalisis data dan melakukan uji hipotesis dengan menggunakan rumus product momen dan menggunakan rumus Koefisien Determinasi untuk mengetahui kontribusi kedua Variabel X dan Y. Selanjutnya penulis menyimpulkan hasil penelitian dalam bentuk analisis interpretasi data.
vi
Assalaamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillaahirabbil’aalamin. Puji serta syukur bagi Allah swt. Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya kepada-Nya kami memohom pertolongan dan kemudahan dalam segala urusan. Allahumma salli ‘ala Muhammad, shalawat serta salam semoga tetap dicurahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita nabi Muhammad saw. yang telah membimbing kita pada jalan yang diridhai Allah swt.
Selama penyusunan skripsi dan belajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), penulis banyak mendapatkan dukungan baik moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. H. Alisuf Sabri, dosen pembimbing yang selalu membimbing penulis dengan penuh kebijaksanaan dan memberikan arahan-arahan.
4. Bapak Tanenji, MA yang telah membimbing serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibunda tercinta Ibu Imas Farida dan ayahanda Bapak Sofyan Holid, S.Pd.I yang telah memberikan dukungan moral dan material, do’a dan senyuman yang menyemangati penulis untuk tabah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan selama proses pembuatan skripsi.
vii
8. K.H. Muhsin, K.H. M. Mahmudin kakek sekaligus ketua YASPI Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi, semoga Allah memberi keberkahan dan kesehatan.
9. Bapak Anwar Jahid, S.Ag, Kepala MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi.
10. Semua dewan guru dan siswa/siswi MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi.
11. Teman-teman kelas B PAI yang menjadi partner selama proses perkuliahan.
12. H. Darajat Sudrajat, almarhumah mamah Ruyi, teh Weni dan Wuri. 13. Drs. Opik Taufik dan Ibu Eni Rustini, yang telah memfasilitasi penulis
selama proses skripsi.
14. Fathurrahman Azis, Asep Amarullah, yang telah perlindungan kepada penulis di awal sampai akhir studi di UIN.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, setiap saran dan kritik konstruktif selalu disambut dengan tangan terbuka. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.
Wassalaamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 15 Juli 2008 Penulis,
viii DAFTAR ISI
LEMBAR SAMPUL... i
LEMBAR PERNYATAAN... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN... iv
ABSTRAKSI... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
C. Metode Pembahasan ... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II KEJIAN TEORI A. Profesionalisme Guru ... 1. Pengertian Profesionalisme Guru ... 11
2. Profesionalisme Guru Islam………. 14
3. Perlunya Guru Profesional... 15
4. Aspek-aspek Kompetensi Guru Profesional... 17
5. Aspek Guru Islam Profesional……….. 25
6. Kriteria Guru Sebagai Profesi... 26
7. Kriteria Guru Profesional ... 28
8. Indikator Guru Profesional ... 29
B. Prestasi Belajar ... 1. Pengertian Prestasi Belajar ... 31
ix
3. Jenis-jenis Prestasi Belajar ... 35
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar... 40
5. Indikator Prestasi Belajar ... 43
C. Hubungan Profesionalisme Guru Dengan Prestasi Belajar Siswa ... 43
D. Kerangka Berpikir ... 43
E. Hipotesis ... 45
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 46
B. Variabel Penelitian ... 46
C. Populasi dan Sampel... 46
D. Teknik Pengumpulan Data ... 46
E. Teknik Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kondisi Sekolah………. 1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 51
2. Sejarah Singkat Sekolah………... 53
3. Sarana dan Prasarana……….. . 54
B. Deskripsi Data………... 1. Gambaran Umum Tingkat Profesionalisme Gur MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi…... 55
2. Hasil Penelitian……… 57
3. Hubungan Profesionalisme Guru Dalam Bidang Studi Fiqih Dengan Prestasi Belajar Siswa………... 65
C. Analisis Interpretasi Data ... 67
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 69
B. Saran ... 69
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Indikator Guru Profesional ... 27
Tabel 2 : Kisi-kisi Angket Guru Fiqih Profesional... 43
Tabel 3 : Skor Jawaban Angket Guru Fiqih Profesiona ... 44
Tabel 4 : Klasifikasi Skor Angket Guru Profesional ... 45
Tabel 5 : Keadaan Dewan Guru MTs Al-Jamii'ah Tegallega Cidolog Sukabumi Tahun Pelajaran 2007/2008... 52
Tabel 6 : Skor Angket Penelitian Hubungan Profesionalisme Guru Bidang Studi Fiqih dengan Prestasi Belajar Siswa ... 53
Tabel 7 : Analisis Item Untuk Skor Angket Profesionalisme Guru Dalam Bidang Studi Fiqih... 56
Tabel 8 : Klasifikasi Jumlah Skor Jawaban Siswa dari Angket Profesionalisme Guru Fiqih... 58
Tabel 9 : Daftar Nilai Siswa dalam Mata Pelajaran Fiqih Semester ... 59
Tabel 10 : Klasifikasi dan Kualifikasi Jumlah Nilai Siswa dalam Bidang Studi Fiqih ... 60
1 A. Latar Belakang Masalah
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat ditunjukkan melalui nilai yang diberikan oleh seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik. Setiap kegiatan pembelajaran tentunya selalu mengharapkan akan mengahasilkan pembelajaran yang maksimal. Dalam proses pencapaiannya, prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor utama yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran adalah keberadaan guru. Mengingat keberadaan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar sangat berpengaruh, maka sudah semestinya kualitas guru harus diperhatikan.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, aspek utama yang ditentukan adalah kualitas guru. Untuk itu, upaya awal yang dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah kualitas guru. Kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan prasyarat minimal yang ditentukan oleh syarat-syarat seorang guru yang profesional.
Guru profesional yang dimaksud adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa yang nantinya akan menghasilkan prastasi belajar siswa yang baik.
Kamal Muhammad ‘Isa mengemukakan: “bahwa guru atau pendidik adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana, pencetak para tokoh dan pemimpin ummat”.1 Adapun pengertian guru menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yakni sebagaimana tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) sebagai
1
Kamal Muhammad ‘Isa, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Fikahati Anesta,
berikut: “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah”.2 Selanjutnya Moh Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional mendefinisikan bahwa:
“guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal”.3
Pendapat lain dikemukakan oleh Asrorun Ni’am Sholeh dalam buku yang berjudul Membangun Profesionalitas Guru, mengungkapkan bahwa: dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai (values) serta membangun karakter (character building) peserta didik secara berkelanjutan. Dalam terminologi Islam, guru diistilahkan dengan
murabby, satu akar kata dengan rabb yang berarti Tuhan. Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan. Demikian mulianya posisi guru, sampai-sampai Tuhan, dalam pengertian sebagai rabb mengidentifikasi diri-Nya sebagai rabbul’alamin “Sang Maha Guru”, “Guru seluruh jagad raya”. Untuk itu, kewajiban pertama yang dibebankan setiap hamba sebagai murid “Sang Maha Guru” adalah belajar, mencari ilmu pengetahuan. Setelah itu, setiap orang yang telah mempunyai ilmu pengetahuan memiliki kewajiban untuk mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian, profesi mengajar adalah sebuah kewajiban yang merupakan manifestasi dari ibadah. Sebagai konsekuensinya, barang siapa yang menyembunyikan sebuah pengetahuan maka ia telah melangkahkan kaki menuju jurang api neraka.4
Menanggapi apa yang telah dikemukakan oleh Asrorun Ni’am Shaleh, penulis memahami bahwa profesi mengajar adalah suatu pekerjaan yang memiliki nilai kemuliaan dan ibadah. Mengajar adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang memiliki pengetahuan. Selanjutnya, mengingat mengajar adalah suatu kawajiban bagi setiap orang yang memiliki pengetahuan, maka
2
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2006), h. 2-3.
3
M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006),
Cet. Ke-20, h. 15.
4
Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas
sudah sepantasnya bagi orang yang tidak menyampaikan ilmu pengetahuannya maka akan berakibat dosa bagi dirinya.
Selanjutnya Asrorunni’am Sholeh mengatakan bahwa di sisi lain, profesi mengajar merupakan kewajiban tersebut, hanya dibebankan kepada setiap orang yang berpengetahuan. Dengan kata lain, profesi mengajar harus didasarkan pada adanya kompetensi dengan kualifikasi akademik tertentu. Mengajar, bagi seseorang yang tidak mempunyai kompetensi profesional untuk itu justru akan berbuah dosa. Kemudian, “apabila sesuatu dilakukan oleh sesuatu yang bukan ahlinya, maka tunggulah suatu kehancurannya”. Penggalan hadits Rasulullah saw. ini seolah memberikan warning bagi guru yang tidak memenuhi kompetensi profesionalnya.5
Dari penjelasan yang dikemukakan Asrorunni’am Sholeh, penulis dapat menyimpulkan bahwa profesi mengajar merupakan kewajiban yang hanya dibebankan kepada orang yang berpengetahuan. Dengan demikian, profesi mengajar harus didasarkan pada adanya kompetensi dan kualifikasi tertentu bagi setiap orang yang hendak mengajar.
Menurut Asrorunni’am Sholeh, secara konseptual, deskripsi dua kondisi di atas memberikan dua hal prinsip dalam konteks membicarakan mengenai profesi guru dan dosen. Pertama, adanya semangat keterpanggilan jiwa, pengabdian dan ibadah. Profesi pendidik merupakan profesi yang mempunyai kekhusususan dalam membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan memerlukan keahlian, idealisme, kearifan dan keteladanan melalui waktu yang panjang. Kedua, adanya prinsip profesionalitas, keharusan adanya kompetensi dan kualifikasi akademik yang dibutuhkan, serta adanya penghargaan terhadap profesi yang diemban. Maka prinsip idealisme dan keterpanggilan jiwa serta prinsip profesionalitas harus mendasari setiap perjuangan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dan dosen. Dengan demikian profesi guru dan dosen merupakan profesi tertutup yang harus sejalan dengan prinsip-prinsip idealisme dan profesionalitas secara
5
Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas
berimbang. Jangan sampai akibat pada perjuangan dan penonjolan aspek profesionalisme berakibat penciptaan gaya hidup materialisme dan
pragmatisme yang menafikan idealisme dan keterpanggilan jiwa.6
Secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johson, sebagaimana yang dikutip oleh Martinis Yamin mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi).7
Menyadari akan pentingnya profesionalisme dalam pendidikan, maka Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional.8
Akan tetapi melihat realita yang ada, keberadaan guru profesional sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terrealisasi secara merata dalam seluruh pendidikan yang ada di Indonesia. Hal itu menimbulkan suatu keprihatinan yang tidak hanya datang dari kalangan akademisi, akan tetapi orang awam sekalipun ikut mengomentari ketidakberesan pendidikan dan tenaga pengajar yang ada. Kenyataan tersebut menggugah kalangan akademisi, sehingga mereka membuat perumusan untuk meningkatkan kualifikasi guru melalui pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme guru dari pelatihan sampai dengan intruksi agar guru memiliki kualifikasi pendidikan minimal Strata 1 (S1).
Yang menjadi permasalahan baru adalah, guru hanya memahami intruksi tersebut hanya sebagai formalitas untuk memenuhi tuntutan
6
Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas
Lahirnya UU Guru dan Dosen, (Jakarta: eLSAS, 2006), h. 4-5.
7
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2007), Cet. Ke-2, h. 4.
8
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
kebutuhan yang sifatnya administratif. Sehingga kompetensi guru profesional dalam hal inti tidak menjadi prioritas utama. Dengan pemahaman tersebut, kontribusi untuk siswa menjadi kurang terperhatikan bahkan terabaikan.
Masalah lain yang ditemukan penulis adalah, minimnya tenaga pengajar dalam suatu lembaga pendidikan juga memberikan celah seorang guru untuk mengajar yang tidak sesuai dengan keahliannya. Sehingga yang menjadi imbasnya adalah siswa sebagai anak didik tidak mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Padahal siswa ini adalah sasaran pendidikan yang dibentuk melalui bimbingan, keteladanan, bantuan, latihan, pengetahuan yang maksimal, kecakapan, keterampilan, nilai, sikap yang baik dari seorang guru. Maka hanya dengan seorang guru profesional hal tersebut dapat terwujud secara utuh, sehingga akan menciptakan kondisi yang menimbulkan kesadaran dan keseriusan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, apa yang disampaikan seorang guru akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Sebaliknya, jika hal di atas tidak terealisasi dengan baik, maka akan berakibat ketidak puasan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Tidak kompetennya seorang guru dalam penyampaian bahan ajar secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil dari pembelajaran. Karena proses pembelajaran tidak hanya dapat tercapai dengan keberanian, melainkan faktor utamanya adalah kompetensi yang ada dalam pribadi seorang guru. Keterbatasan pengetahuan guru dalam penyampaian materi baik dalam hal metode ataupun penunjang pokok pembelajaran lainnya akan berpengaruh terhadap pembelajaran.
Melihat wacana di atas, sangat terlihat bahwa profesionalisme guru dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Atas dasar wacana yang ada di lapangan, maka penulis ingin membuktikan apakah persepsi yang ada di kalangan masyarakat mengenai masalah profesionalisme guru itu benar atau sebaliknya, dengan melakukan suatu penelitian.
sekolah tersebut belum sepenuhnya memenuhi kriteria sebagaimana yang diinginkan oleh persyaratan guru profesional. Oleh karena itu, pemerintah mengadakan program sertifikasi keguruan dengan mensyaratkan pengajar memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1 sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membahasnya dalam bentuk skripsi yang berjudul “PROFESIONALISME GURU DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI MTS AL-JAMII’AH TEGALLEGA CIDOLOG SUKABUMI”
apakah ada hubungan yang signifikan antara profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian ini lebih fokus dan tidak menyimpang dari apa yang ingin diteliti, maka penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan sebagai berikut:
a. Secara garis besar, permasalahan yang menyangkut dengan profesionalisme guru sangat kompleks sekali. Adapun pada skripsi ini, profesionalisme guru yang dimaksud adalah profesionalisme guru Islam yang lebih spesifiknya guru Fiqih yang profesional, yaitu guru yang memiliki kompetensi, guru yang berkualitas yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kompetensi guru yang akan diteliti dalam skripsi ini dibatasi ke dalam empat kategori, yakni; merencanakan program belajar mengajar, menguasai bahan pelajaran, melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar, serta menilai kemajuan proses belajar mengajar.
b. Sedangkan prestasi belajar yang dimaksud dalam skripsi ini adalah kemampuan siswa yang diperoleh dari penilaian aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport dalam bidang studi Fiqih.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah:
a. Bagaimana profesionalisme guru Fiqih di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi?
c. Apakah ada korelasi antara profesionalisme guru Fiqih dengan prestasi belajar siswa di MTs Al-Jmii’ah Tegallega?
C. Metode Pembahasan
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua bentuk metode penelitian. Yang pertama dengan metode penelitian library research, melalui penelitian kepustakaan ini penulis berusaha mengkaji buku-buku serta tulisan ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Kedua dengan metode penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke obyeknya melalui teknik angket, yaitu serangkaian pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. Adapun pendekatan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah pendekatan analisis korelasional, yaitu menguji hubungan antara profesionalisme guru Fiqih dengan prestasi belajar siswa (nilai raport) bidang studi Fiqih.
2. Metode Penulisan
Metode penulisan yang menjadi rujukan dalam penelitian ini adalah buku Pedoman Skripsi Tim penyusun Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007 dan Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Suharsimi Arikunto, Rineka Cipta Jakarta 2002 Cet. Ke-12.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai adalah:
a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih yang ada di sekolah MTs Al-Jamii’ah Tegallega. b. Untuk memperoleh gambaran tentang prestasi belajar siswa MTs
c. Untuk mengetahui hubungan antara profesionalisme guru dalam proses pembelajaran dengan prestasi belajar siswa dalam bidang studi Fiqih. Adapun manfaat yang hendak dicapai dari hasil penelitian ini :
a. Penelitian ini berguna untuk kepala sekolah untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerjan guru.
b. Penelitian ini juga bermanfaat dalam rangka memperbaiki kegiatan pembelajaran sekolah yang bersangkutan.
c. Melalui penelitian ini diharapkan guru mampu meningkatkan kualitas personal dan profesional sebagai pendidik.
d. Bagi lembaga (instansi) yang terkait, diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam meningkatkan kaderisasi pendidik baik untuk saat ini maupun untuk yang akan datang.
e. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan mendapat informasi baru mengenai pengetahuan tentang profesionalisme yang harus dimiliki seorang guru. Sehingga dengan demikian, dapat memberikan masukan dan pembekalan untuk proses kedepan.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Setiap bab dirinci ke dalam beberapa sub bab sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metode pembahasan yang terdiri dari metode penelitian dan metode penulisan, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
mempengaruhi prestasi belajar, indikator prestasi belajar, hubungan profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa, kerangka berpikir dan hipotesis.
BAB III Dalam bab ini dikemukakan metode penelitian, memuat tempat dan waktu penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV Hasil penelitian terdiri dari kondisi sekolah serta gambaran umum kondisi guru MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi dengan membahas jumlah guru, latar belakang pendidikan, dan tugas-tugasnya. Selanjutnya deskripsi data meliputi profesionalisme guru Fiqih, prestasi belajar siswa dalam bidang studi Fiqih, dan hubungan antara profesionalisme guru Fiqih dengan prestasi belajar siswa di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi, dan yang terakhir adalah analisis interpretasi data.
10 BAB II
PEMBAHASAN
PROFESIONALISME GURU DAN
HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
A. Profesionalisme Guru
1. Pengertian Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam Kamus Inggris Indonesia, “profession berarti pekerjaan”.1 Arifin dalam buku Kapita Selekta Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.2
Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah
1
John M. Echols dan Hassan Shadili, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT.
Gramedia, 1996), Cet. Ke-23, h. 449.
2
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara,
suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.3 Menurut Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.4 Jasin Muhammad yang dikutip oleh Yunus Namsa, beliu menjelaskan bahwa profesi adalah “suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yng berorientasi pada pelayanan yang ahli”. Pengertian profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli.5
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis.
Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.6
3
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. Ke-1, h. 45.
4
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, h. 3.
5
M.Yunus Namsa, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan Metodologi
Pengajaran Agama Islam, h. 29.
6
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Adapun mengenai kata “Profesional”, Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata “prifesional”
itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.7
H.A.R. Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang profesional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran. Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan.8
Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus.9 Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
7
M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, h. 14-15.
untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.10 Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar.11
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Fiqih serta telah berpengalaman dalam mengajar Fiqih sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru Fiqih dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian.
2. Dalil Guru Profesional 3. Perlunya Guru Profesional
Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas.
10
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, h. 46-47.
11
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi,
Keberadaannya di tengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru, dan tidak semua mampu melakukannya. Menyadari hal itu, maka penulis menganggap bahwa keberadaan guru profesional sangat diperlukan.
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.12
Mengomentari mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikan saat ini, penulis sangat menganggap penting akan perlunya keberadaan guru profesioanal. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi guru harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan tugasnya dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak didik baik dari segi intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan menunjang perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta mampu mendatangkan prestasi belajar yang baik.
Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan bahwa guru dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanya sekedar pengajar melainkan harus menjadi direktur belajar. Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggung jawabnya menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjdi bagian integral dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru. Menanggapi kondisi tersebut,
12
Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas,
Muhibbin Syah mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:
a. Designer of intruction (perancang pengajaran) b. Manager of intruction (pengelola pengajaran)
c. Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).13
Dalam sebuah situs yang membahas mengenai profesionalisme dunia pendidikan, Suciptoardi memaparkan bahwa guru diharapkan melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya, artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah untuk menjadi guru, yang dapat menjadi guru profesional. Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan menggambarkan profil seorang guru profesional. Suciptoardi menegaskan bahwa guru itu adalah sebuah profesi. Sebagai profesi, memang diperlukan berbagai syarat, dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami, dan dipenuhi, kalau saja setiap orang guru memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harus melakukannya dan menyadari bagaimama ia dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Dengan berbuat demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorang profesional, yang menjadi semakin profesional.14
Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional, penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan diharapkan akan memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dengan perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar, maka diharapkan tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik. Dengan demikian, keberadaan guru profesional selain untuk
13
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-13, h.250.
14
mempengaruhi proses belajar mengajar, guru profesional juga diharapkan mampu memberikan mutu pendidikan yang baik sehingga mampu menghasilkan siswa yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu, perlu dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guru yang memang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikan dan cara pandang yang maju.
4. Aspek-aspek Kompetensi Guru Profesional
Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut:
a. Kompetensi Pedagogik.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.15
b. Kompetensi Kepribadian.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.16
15
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (PT. Remaja Rosda
Karya: Bandung, 2008), Cet. Ke-3, h.75.
16
c. Kompetensi Profesioanal.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan17
d. Kompetensi Sosial.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan masyarakat sekitar.18
Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip pernyataan Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatangkan hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang guru, Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage, process dan product. Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai guru yang effektif apabila ia dari segi:
presage, ia memiliki “personality attributes” dan “teacher knowledge”
yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatangkan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.
Dengan penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain pendidikan guru berarti nilainya di bawah standar.
Berdasarkan pemahaman dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru dapat diramalkan dengan tiga kriteria yaitu:
presage, process dan product yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
17
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 135.
18
1. Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri dari unsur sebagai berikut:
a. Latar belakang pre-service dan in-service guru. b. Pengalaman mengajar guru.
c. Penguasaan pengetahuan keguruan. d. Pengabdian guru dalam mengajar.
2. Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri dari:
a. Kemampuan guru dalam merumuskan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP).
b. Kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas.
c. Kemampuan guru dalam mengelola kelas.
3. Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut.
Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode, media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh murid-muridnya.19
Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin, secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johnson mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemudian ketiga aspek ini dijabarkan menjadi:
a. Kemampuan profesional mencakup:
1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.
2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
19
Alisuf Sabri, Mimbar Agama dan Budaya, (Jakarta: Pusat Penelitian dan
3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
b. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru.
c. Kemampuan personal (pribadi) mencakup:
1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai seyogianya dianut oleh seseorang guru.
3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.20
Ahmad Sabri dalam buku yang ditulis oleh Yunus Namsa mengemukakan pula bahwa untuk mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi:
a. Menguasai bahan meliputi:
1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah; 2) Menguasai bahn pengayaan/penunjang bidang studi; b. Mengelola program belajar mengajar, meliputi :
1) Merumuskan tujuan intsruksional;
2) Mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yang tepat;
3) Melaksanakan program belajar mengajar; 4) Mengenal kemampuan anak didik; c. Mengelola kelas, meliputi:
1) Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran; 2) Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi; d. Menggunakan media atau sumber, meliputi:
1) Mengenal, memilih dan menggunakan media; 2) Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana;
3) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar;
4) Menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan;
e. Menguasai landasan-landasan pendidikan. f. Mengelola interaksi-interaksi belajar mengajar.
20
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
h. Mengenal fungsi layanan dan program bimbingan dan penyuluhan: a. Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan penyuluhan; b. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan;
i. Mengenal dan menyelengarakan administrasi sekolah;
j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.21
Dalam lokakarya kurikulum pendidikan guru yang diselenggarakan oleh Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), telah dirumuskan sejumlah kemampuan dasar seorang calon guru lulusan sistem multistrata sebagai berikut:
a. Menguasai bahan yakni menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum-kurikulum sekolah, menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.
b. Mengelola program belajar mengajar yakni merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan bisa memakai metode mengajar, memilih materi dan prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar dan mengajar, mengenal kemampuan anak didik,, menyesuaikan rencana dengan situasi kelas, melaksanakan dan merencanakan pengajaran remedial, serta mengevaluasi hasil belajar. c. Mengelola kelas yakni mengatur tata ruang kelas dalam rangka CBSA,
dan menciptakan iklim belajar yang efektif.
d. Menggunakan media yakni memilih dan menggunakan media, mebuat alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola laboratorium, mengembangkan laboratorium, serta menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.
e. Menguasai landasan-landasan kependidikan. f. Merencanakan program pengajaran.
g. Mengelola interaksi belajar mengajar.
h. Menguasai macam-macam metode mengajar.
i. Menilai kemampuan prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. j. Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di
sekolah.
k. Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah.
l. Mampu memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan yang sederhana guna kemajuan pengajaran.22
Kemudian dalam PP No. 19 Tahun. 2005 (Pasal 28) menegaskan mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai berikut:
21
M. Yunus Namsa, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan Metodologi
Pengajaran Agama Islam, h. 37-38.
22
a. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memilki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
1) Kompetensi pedagogik; 2) Kompetensi kepribadian; 3) Kompetensi profesional; dan 4) Kompetensi sosial.
d. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat dianggap menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
e. Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.23
Dalam PERMENDIKNAS RI No. 16 Tahun. 2007 (Pasal 1 dan 2) mengenai Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dijelaskan pula bahwa:
Pasal 1
a. Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional.
b. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Ketentuan mengenai guru dalam jabatan yang belum memenuhi kualifikasi akademik diploma (D-IV) atau Sarjana (S1) akan diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.24
Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas mengenai aspek-aspek kompetensi guru profesional, untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian, maka indikator yang akan diteliti dalam skripsi ini
akan merujuk kepada pendapat yang ditulis oleh Nana Sudjana dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar.
Menurut Nana Sudjana, untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan guru atau kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni:
a. Merencanakan program belajar mengajar.
Sebelum membuat perencanaan belajar mengajar, guru terlebih dahulu harus mengetahui arti dan tujuan perencanaan tersebut, dan menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat dalam perencanaan belajar mengajar. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar merupakan muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pengajaran. Makna atau arti dari perencanaan/program belajar mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi/perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pengajaran itu berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terinci harus jelas ke mana siswa akan dibawa (tujuan), apa yang harus siswa pelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana cara siswa mempelajarinya (metode dan teknik) dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya (penilaian).25
b. Menguasai bahan pelajaran.
Kemampuan menguasai bahan pelajaran sebagai bahan integral dari proses belajar mengajar, jangan dianggap pelengkap bagi profesi guru. Guru yang bertaraf profesional penuh mutlak harus menguasai bahan yang akan diajarkannya. Penguasaan bahan pelajaran ternyata memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Nana Sudjana mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba yang menyatakan bahwa keefektifan pengajaran dipengaruhi oleh (a) karakteristik guru dan siswa, (b) bahan pelajaran, dan (c) aspek lain yang berkenaan dengan sistuasi pelajaran. Jadi terdapat hubungan yang positif antara penguasaan bahan pelajaran oleh guru dengan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Artinya, makin tinggi penguasaan bahan pelajaran oleh guru makain tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa.
c. Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar. Melaksanakan atau mengelola program belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kemampuan yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, 25
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
apakah kegiatan mengajar dihentikan, ataukah diubah metodenya,, apakah mengulang kembali pelajaran yang lalu, manakala para siswa belum dapat mencapai tujuan pengajaran. Pada tahap ini di samping pengetahuan teori tentang belajar mengajar, tentang pelajar, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik mengajar. Misalnya prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, keterampilan menilai hasil belajar siswa, keterampilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar.
d. Menilai kemajuan proses belajar mengajar.
Setiap guru harus dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang dicapai para siswa, baik secara iluminatif-obsrvatif maupun secara struktural-objektif. Penilaian secara iluminatif-observatif dilakukan dengan pengamatan yang terus menerus tentang perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian secara struktural-objektif berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yang biasa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa.26
5. Aspek Guru Islam Profesional
Kamal Muhammas ‘Isa mengemukakan bahwa seorang guru dituntut harus memilki berbagai sifat dan sikap yang antara lain sebagai berikut:
a. Seorang guru haruslah manusia pilihan. Siap memikul amanah dan menunaikan tanggung jawab dalam pendidikan generasi muda.
b. Seorang guru hendaklah mampu mempersiapkan dirinya sesempurna mungkin. Agar bisa berperan sebagai pendidik dekaligus sebagai da’i yang selalu menyeru ke jalan Allah. Oleh sebab itu, kebutuhan hidup guru, haruslah dapat dipenuhi oleh pihak penguasa. Agar dalam ketenangan hidupnya, mereka bisa melaksanakan tugasnya dengan penuh rasa cinta dan ikhlas.
c. Seorang guru juga hendaknya tidak pernah tamak dan bathil dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Sehingga seorang guru semata-mata hanya mengharapkan ganjaran dan pahala dari Allah swt. Sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Hud as dalam Q.S. Huud ayat 51:
“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan-Nya?”. (Q.S. Huud (11): 51)
d. Seorang guru haruslah dapat meyakini Islam sebagai konsep ilahi dimana dia hidup dengan konsep itu, dan mampu mengamalkannya.
26
e. Seorang guru harus memilki sikap yang terpuji, berhati lembut, berjiwa mulia, ruhya suci, niatnya ikhlas, taqwanya hanya pada Allah, ilmunya banyak dan pandai menyampaikan berbagai buah pikirannya sehingga penjelasannya mudah ditangkap dengan atau tanpa alat peraga.
f. Penampilan seorang guru hendaknya selalu sopan dan rapi.
g. Seorang guru seyogyanya juga mampu menjadi pemimpin yang shalih.
h. Seruan dan anjuran seorang guru hendaknya tercermin pula dalam sikap keluarga atau para sahabatnya.
i. Seorang guru harus menyukai dan mencintai muridnya. Tidak boleh angkuh dan tidak boleh menjauh, sebaliknya ia harus mendekati anak didiknya.27
6. Kriteria Guru Sebagai Profesi
Menurut Glen Langford dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin menjelaskan, kriteria profesi mencakup: (1) upah, (2) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (3) memiliki rasa tanggung jawab dan tujuan, (4) mengutamakan layanan, (5) memiliki kesatuan, (6) mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya.28
Kemudian Robert W. Richey dalam bukunya “Preparing for a Carier in Education”, yang dikutip Yunus Namsa mengemukakan ciri-ciri sekaligus syarat-syarat dari suatu profesi sebagai berikut:
a. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal daripada kepentingan pribadi.
b. Seorang pekerja profesional secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
c. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memenuhi profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
d. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku sikap serta cara kerja.
27
Kamal Muhammad ‘isa, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Fikahati
Anesta, 1994), Cet. Ke-1, h. 64-67.
28
e. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
f. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan disiplin diri dalam profesi, serta kesejahtraan anggotannya.
g. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live carier) dan menjadi seorang anggota yang permanen.29
Soetjipto dan Raflis Kosasi dalam bukunya Profesi Keguruan mengemukakan, Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya sudah ada yang mencoba menyusun kriteria profesi keguruan. Misalnya National Education Association (NEA) 1998 dengan menyarankan kriteria sebagai berikut:
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b. Jabatan yang menggeluti satu batang tubuh ilmu yang khusus. c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.
d. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan.
e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f. Jabatan yang menentukan buku (standarnya) sendiri.
g. Jabatan yang mempunya organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.30
Dalam buku yang dikutip Yunus Namsa, Sanusi mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi sebagai berikut :
a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial).
b. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
c. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
29
M. Yunus Namsa, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan Metodologi
Pengajaran Agama Islam, h. 39.
30
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
d. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
e. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
g. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi. h. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan
judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i. Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.
j. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Yunus Namsa, Syafaruddin dan Irwan Nasution berpendapat bahwa ada beberapa alasan rasional dan empirik sehingga tugas mengajar disebut sebagai profesi adalah; (1) bidang tugas guru memerlukan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang mantap, pengendalian yang baik. Tugas mengajar dilaksanakan atas dasar sistem; (2) bidang pekerjaan mengajar memerlukan dukungan ilmu teoritis pendidikan dan mengajar; (3) bidang pendidikan ini memerlukan waktu lama dalam masa pendidikan dan latihan, sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tenaga keguruan.31
7. Kriteria Guru Profesional
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang gampang, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategori sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya.
31
M. Yunus Namsa, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan Metodologi
Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar, guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi;
a. Memiliki bakat sebagai guru. b. Memiliki keahlian sebagai guru.
c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi. d. Memiliki mental yang sehat.
e. Berbadan sehat.
f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas. g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila.
h. Guru adalah seorang warga negara yang baik. 32
Kunandar mengemukakan bahwa suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Menurut Surya dalam buku yang ditulis oleh Kunandar, guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun dalam metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual.33
6. Indikator Guru Profesional
Dalam penelitian ini, setelah penulis mengemukakan teori mengenai profesionalisme guru, maka selanjutnya untuk lebih
32
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, h. 5-7.
33
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
memudahkan proses penelitian, dibawah ini penulis mencantumkan indikator guru profesional yang akan diteliti dalam skripsi ini, adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Indikator Guru Profesional
No. Kompetensi Konsep Sub Kompetensi Indikator
yang bervariasi.
B. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu “prestasi” dan
“belajar”. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan presatasi adalah: “Hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya)”.34
Adapun belajar menurut pengertian secara psikologis, adalah merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Menurut Slameto pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.35
M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan,
mengemukakan bahwa belajar adalah “tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.36
Dalam rumusan H. Spears yang dikutip oleh Dewa Ketut Sukardi mengemukakan bahwa belajar itu mencakup berbagai macam perbuatan
34
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke- 2, h. 895.
35
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengeruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), Cet. Ke-4, h. 2.
36
M Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosadakarya, 2003),
mulai dari mengamati, membaca, menurun, mencoba sampai mendengarkan untuk mencapai suatu tujuan.37
Selanjutnya, defini belajar yang diungkapkan oleh Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology yang dikutip oleh Sumardi Suryabrata menyatakan bahwa: belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya.38
Berdasarkan definisi yang dikemukakan beberapa tokoh di atas, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang merupakan sebagai akibatdari pengalaman atau latihan.
Sedangkan pengertian prestasi belajar sebagaimana yang tercantum dam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”.39
Prestasi belajar dapat bersifat tetap dalam serjarah kehidupan manusia karena sepanjang kehidupannya selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestasi belajar dapat memberikan kepuasan kepada orang yang bersangkutan, khususnya orang yang sedang menuntut ilmu di sekolah.
Prestasi belajar meliputi segenap ranah kejiwaan yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa yang bersangkutan. Prestasi belajar dapat dinilai dengan cara:
a. Penilaian formatif
Penilaian formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian
37
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1983), Cet. Ke-1, h.17.
38
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002), Cet. Ke-2, h.231.
39
tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan.
b. Penilaian Sumatif
Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.40
2. Dalil Keutamaan Belajar
Dari Abu Daud Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalallam bersabda:
Artinya:
“Barang siapa menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah
akan memudahkan baginya jalan menuju syurga. Sesungguhnya para
malaikat benar-benar akan membentangkan sayap-sayapnya bagi
penuntut ilmu sebagai bentuk keridhaan terhadap yang mereka lakukan.
Sesungguhnya orang alim akan dimohonkan ampunan oleh seluruh
makhluk yang ada di langit dan di bumi, hingga ikan-ikan pun turut
beristighfar untuknya. Keutamaan orang alim atas orang ahli ibadah
seperti keutamaan bulan malam purnama atas seluruh bintang-bintang.
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi dan sesungguhnya
para Nabi tidak mewarisklan dinar atau dirham hanya mewariskan ilmu.
Jadi barang siapa yang mengambilnya berart ia telah mengambil
40
M Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT.
bagiannya yang banyak”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).41
Dari hadits di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Allah swt. memberikan suatu penghargaan dan kemudahan bagi orang yang senantiasa belajar dan menuntut ilmu sehingga Allah menjanjikan bagi mereka kenikmatan untuk dimudahkan menuju pintu syurga. Selain itu, orang ‘alim tidak hanya diberikan keistimewaan oleh Allah swt. melainkan seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi akan memohonkan ampun baginya.
3. Jenis-jenis Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan jenis-jenis prestasi yang hendak diukur.42
Dalam sebuah situs yang membahas Taksonomi Bloom, dikemukakan mengenai teori Bloom yang menyatakan bahwa, tujuan belajar siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah tersebut adalah ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini pula akan terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran atau
41
Abu Muhammad bin Khallad Ad-Dimyati, Hadits Shahih Keutamaan Amal
Shalih, (Jakarta: Najla Press, 2003), Cet. Ke-1, h. 11.
42