• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFESIONALISME GURU DI SMK SATRIA SRENGSENG KEMBANGAN JAKARTA BARAT. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFESIONALISME GURU DI SMK SATRIA SRENGSENG KEMBANGAN JAKARTA BARAT. Skripsi"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

i

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Disusun Oleh : MUHAMAD ARIF NIM : 103018227375

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 / 1432 M

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Assalaamu alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillaahirabbil aalamin. Puji serta syukur bagi Allah swt.

Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan dan kemudahan dalam segala urusan. Allahumma shalli a’laa sayyidinaa Muhammad, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita Nabi Muhammad saw, yang telah membimbing kita pada jalan yang diridhai Allah swt. Selama penyusunan skripsi dan belajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Program Studi Manajemen Pendidikan (MP), penulis banyak mendapatkan dukungan baik moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Rusdy Zakaria, Ketua Jurusan KI-Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. H. Mu’arif SAM, M.Pd, Ketua Program Studi Jurusan KI-Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Nurlena Rifa’i, MA., Ph. Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu membimbing penulis dengan penuh kebijaksanaan dan memberikan arahan-arahan.

6. Ibu dan ayah tercinta, Umairoh dan Hamim yang telah memberikan dukungan moral dan material, doa dan senyuman yang menyemangati penulis untuk tabah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan selama proses pembuatan skripsi.

(6)

vi atas semuanya.

9. Sahabat-sahabat, Saadi, Herman, Nurjali, Agun, Sufyan dan Tiyas yang membantu memberikan ide-ide dan memfasilitasi dalam pembuatan skripsi, terima kasih atas waktunya.

10. Drs. Moh. Soleh, MM, Kepala SMK SATRIA Srengseng Kembangan yang telah memberikan izin penelitian skripsi.

11. Semua dewan guru dan Karyawan SMK SATRIA Srengseng Kembangan yang membantu melengkapi data-data penelitian skripsi.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, setiap saran dan kritik konstruktif selalu disambut dengan tangan terbuka. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

(7)

vii BARAT

Profesionalisme guru merupakan keahlian serta pengalaman dalam mengajar sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya dengan maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian. Sedangkan pengembangan profesionalisme guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam memecahkan masalah-masalah keorganisasian. Adapun guru profesional itu sendiri adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa, yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik. Adapun pada skripsi ini profesionalisme guru yang akan diteliti adalah profesionalisme guru yang memiliki kompetensi, yang meliputi; kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Penelitian di laksanakan di SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode desktiptif kuantitatif yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena objek yang di teliti yaitu SMK SATRIA Srengseng Kembangan. Untuk mengumpulkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa instrumen penelitian antara lain; observasi, teknik Dokumentasi, interviu dan angket. Setelah data-data tersebut diperoleh, penulis menginterpretasikan data dan menganalisisnya. Selanjutnya penulis menyimpulkan hasil penelitian tersebut. Setelah penelitian ini dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian sementara, bahwa guru-guru SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat adalah guru-guru yang profesional hal ini dapat dapat di lihat dari jawaban-jawaban angket yang telah disebarkan kepada guru.

(8)

viii

LEMBAR SAMPUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN PENULIS... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN………. iv

ABSTRAK ... v

KATA PEGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

D. Metode Penelitian ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Profesionalisme Guru 1. Pengertian Profesionalisme Guru………... 8

2. Perlunya Guru Profesional ... 11

3. Aspek-aspek Kompetensi Guru Profesional ... 14

4. Kriteria Guru Sebagai Profesi ... 19

5. Kriteria Guru Profesional ... 21

6. Indikator Guru Profesional ... 22

7. Tantangan Profesional Jabatan Guru ... 27

(9)

ix

3. Persaingan global bagi lulusan pendidikan ……… 33

4. Otonomi Daerah………. 33

C. Kerangka Berfikir………... 34

D. Hipotesis………. 36

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Metode Penelitian………... 37

C. Populasi dan Sampel ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Teknik Pengolahan Data………...………. 39

F. Teknik Analisis dan Interpretasi Data ………. 39

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44

2. Sejarah Singkat Sekolah ... 44

3. Visi dan Misi ... 47

4. Sarana dan Prasarana... 48

5. Kegiatan Ekstrakurikuler... 49

6. Keadaan Tenaga Pengajar dan Karyawan ... 49

(10)

x DAFTAR PUSTAKA

(11)

xi

Tabel 1 Indikator guru profesional……… 22

Tabel 2 Kisi-kisi angket guru profesional ... 40

Tabel 3 Skor jawaban angket guru profesional ... 42

Tabel 4 Klasifikasi skor angket guru profesional ... 43

Tabel 5 Sarana dan prasarana ... 48

Tabel 6 Kegiatan ekstrakulikuler... 49

Tabel 7 Keadaan tenaga pengajar dan karyawan………..……...…. 50

Tabel 8 Kebanggaan Guru………...………. 55

Tabel 9 Tindakan sosial dalam KBM……….... 56

Tabel 10 Kemandirian Guru sebagai pendidik………...……… 56

Tabel 11 Etos kerja Guru………...………..……… 57

Tabel 12 Perilaku positif Guru………..……….. 57

Tabel 13 Wibawa guru………...………...………... 58

Tabel 14 Norma religius ………..……….………... 58

Tabel 15 Guru yang di teladani siswa………..… 59

Tabel 16 Pengidentivikasian bahan ajar guru……….…… 59

Tabel 17 Prinsip kepribadian guru………...……… 60

Tabel 18 Guru nenbuat RPP..……….. 60

Tabel 19 Guru membuat strategi pembelajaran………... 61

Tabel 20 Guru menjalankan pembelajaran kondusif……...…………..….. 62

Tabel 21 Guru mendesain pembelajaran………...…… 62

Tabel 22 Guru merancang dan mengevaluasi pemebelajaran………... 63

Tabel 23 Pemanfaatan hasil nilai pembelajaran guru ... 63

Tabel 24 Peran guru dalam mengembangkan potensi akademik siswa... 64

Tabel 25 Guru memberikan fasilitas untuk pengembangan potensi siswa………... 64

Tabel 26 Komunikasi antara guru dengan siswa……….. 65

(12)

xii

Tabel 31 Pemahaman struktur, konsep, dan metode keilmuan dengan materi

ajar guru……… 68

Tabel 32 Guru menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan ... 68 Tabel 33 Guru mendisain alat bantu belajar sederhana……….. 64 Tabel 34 Guru mampu menjawab pertanyaan siswa dalam KBM……….. 69 Tabel 35 Guru mengatur kerapian kelas sebelum belajar………..….. 70 Tabel 36 Guru menyimpulkan materi pelajaran………. 71 Tabel 37 Guru memberikan motivasi dan nasihat ketika mengajar………. 71 Tabel 38 Distribusi frekuensi ... 73

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Minimnya tenaga pengajar di SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat yang dapat memberikan celah seorang guru untuk mengajar yang tidak sesuai dengan keahliannya. Sehingga yang menjadi imbasnya adalah siswa sebagai anak didik tidak mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Padahal siswa ini adalah sasaran pendidikan yang dibentuk melalui bimbingan, keteladanan, bantuan, latihan, pengetahuan yang maksimal, kecakapan, keterampilan, nilai, sikap yang baik dari seorang guru. Maka hanya dengan seorang guru profesional hal tersebut dapat terwujud secara utuh, sehingga akan menciptakan kondisi yang menimbulkan kesadaran dan keseriusan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, apa yang disampaikan seorang guru akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Sebaliknya, jika hal di atas tidak terealisasi dengan baik, maka akan berakibat siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Tidak kompetennya guru di SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat dalam penyampaian bahan pengajaran secara tidak langsung akan memepengaruhi terhadap hasil belajar murid. Karena proses

(14)

pembelajaran tidak hanya dapat tercapai dengan keberanian, melainkan faktor utamanya adalah kompetensi yang ada dalam pribadi seorang guru. Keterbatasan pengetahuan guru dalam penyampaian materi baik dalam hal metode ataupun penunjang pokok pembelajaran lainnya akan berpengaruh terhadap pembelajaran.

Adanya sebagian guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya yang nantinya akan memberi dampak terhadap kualitas pendidikan dan juga terhadap keberhasilan siswa dalam belajar di SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat.

Penetapan standar yang telah diatur diharapkan dapat mempengaruhi tingkat pencapaian ataupun standar kelulusan. Namun harus ditekankan bahwa berbagai komponen di luar tidak akan berfungsi dengan baik tanpa dukungan keberadaan guru yang profesional.1

Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, aspek utama yang ditentukan adalah kualitas guru. Untuk itu, upaya awal yang dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah kualitas guru. Kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan persyaratan minimal yang ditentukan oleh syarat-syarat seorang guru yang profesional. Guru profesional yang dimaksud adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang baik.

Martinis Yamin mengemukakan: “bahwa guru adalah seorang figur yang mulia dan dimuliakan banyak orang, kehadiran guru di tengah-tengah kehidupan manusia sangat penting,tanpa ada guru atau seseorang yang dapat ditiru, diteladani, oleh manusia untuk belajar dan berkembang”.2

1

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008, (Jakarta: CV. Sumber Pustaka, 2009), h. 4.

2

Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), Cet. 2, h. 47.

(15)

Adapun pengertian guru menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru yakni sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 sebagai berikut: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah”.3

Selanjutnya Moh. Uzer Usman mengatakan bahwa: “Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal”.4 Pendapat lain dikemukakan oleh E. Mulyasa dalam buku yang berjudul Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru yang dikutip oleh Surya, mengungkapkan bahwa: guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya.5

Suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu kehlian dalam bidang tertentu sesui dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.6 Dari penjelasan, dapat menyimpulkan bahwa profesi mengajar merupakan kewajiban yang hanya dibebankan kepada orang yang berpengetahuan. Dengan demikian, profesi

3

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008, (Jakarta: CV. Sumber Pustaka, 2009), h. 4.

4

M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 6, h. 15.

5

E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (PT. Remaja Rosda Karya: Bandung, 2008), Cet. 3, h. 47.

6

(16)

mengajar harus didasarkan pada adanya kompetensi dan kualifikasi tertentu bagi setiap orang yang hendak mengajar.

Menyadari akan pentingnya profesionalisme dalam pendidikan, maka Buchari Alma mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah bukan sekedar menguasai teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi, bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang sesuai dengan yang dipersyaratkan.7 Akan tetapi melihat realita yang ada, keberadaan guru profesional sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terealisasi secara merata dalam seluruh pendidikan yang ada di Indonesia. Hal itu menimbulkan suatu keprihatinan yang tidak hanya datang dari kalangan akademis, akan tetapi orang awam sekalipun ikut mengomentari buruknya pendidikan dan tenaga pengajar yang ada.

Kenyataan tersebut menggugah kalangan akademis, sehingga mereka membuat perumusan untuk meningkatkan kualifikasi guru melalui pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme guru dari pelatihan sampai dengan intruksi agar guru memiliki kualifikasi pendidikan minimal Strata 1 (S1). Yang menjadi permasalahan baru adalah, guru hanya memahami intruksi tersebut hanya sebagai formalitas untuk memenuhi tuntutan kebutuhan yang sifatnya administratif. Sehingga kompetensi guru profesional dalam hal ini tidak menjadi prioritas utama. Dengan pemahaman tersebut, kontribusi untuk siswa menjadi kurang terperhatikan bahkan terabaikan.

Sangat terlihat bahwa profesionalisme guru sangat berperan dalam pendidikan. Atas dasar wacana yang ada di lapangan, maka penulis ingin membuktikan apakah persepsi yang ada di kalangan masyarakat mengenai masalah profesionalisme guru itu benar atau sebaliknya, dengan melakukan

7

Buchari Alma, Guru Profesional (Menguasai Metode dan Trampil Mengajar), (Bandung: ALPABETA, 2008), Cet. I, h. 133.

(17)

suatu penelitian. Berdasarkan dugaan penulis, pada umumnya kondisi sekolah yang ada masih terdapat guru yang belum profesional. Kompetensi guru yang ada di sekolah tersebut belum sepenuhnya memenuhi kriteria sebagaimana yang diinginkan oleh persyaratan guru profesional. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membahasnya dalam bentuk skripsi yang berjudul “PROFESIONALISME GURU DI SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat”.

Untuk itu penulis memilih sekolah SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat, sebagai tempat untuk menguji apakah guru-guru di sekolah tersebut profesional.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas diidentifikasi 4 masalah pokok tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh guru:

1. Tidak seimbang antara kebutuhan dengan pengadaan guru, dan penempatan guru yang tidak sesui dengan kebutuhan sekolah

2. Tidak kompetennya guru dalam penyampaian bahan ajar, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran.

3. Adanya sebagian guru yang melakukan pengajaran tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini lebih fokus dan tidak menyimpang dari apa yang akan diteliti, karena kita tahu bahwa permasalahan profesionalisme guru sangat kompleks sekali maka penulis membatasi profesionalisme guru pada empat kompetensi yaitu; kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

(18)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah:

a. Bagaimanakah tingkat profesionalisme guru di SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat dan

b. Usaha-usaha apa saja yang di lakukan sekolah SMK SATRIA Srengseng Kembangan Jakarta Barat dalam meningkatkan profesionalisme guru.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena objek yang di teliti. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan tekhnik kuesioner atau angket yaitu sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan profesionalisme guru di sekolah tersebut.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Studi bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang profesionalisme guru yang mengajar di SMK SATRIA Srengseng Kembangan.

b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat profesionalisme guru pada SMK SATRIA Srengseng Kembangan.

2. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para guru untuk meningkatkan profesionalisme diri.

b. Dapat memacu akslerasi peningkatan mutu lulusan dan performance SMK SATRIA Srengseng Kembangan.

(19)

c. Dapat memperkaya konsep atau toeri yang menyokong perkembangan Ilmu Pengetahuan khususnya tentang profesionalisme guru di sekolah tersebut.

d. Diharapkan juga penelitian ini berguna untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi penulis sebagai calon guru pada khususnya dan dapat memberi informasi tentang pentingnya keprofesionalan bagi seorang guru dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

(20)

BAB II

KAJIAN TEORI

PROFESIONALISME GURU

A. Profesionalisme Guru

1. Pengertian Profesionalisme Guru

Istilah profesionalisme berarti sifat yang ditampilkan dalam perbuatan, dan ada komitmen untuk selalu meningkatkan kemampuan dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya.1 Arifin dalam buku Kapita Selekta Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.2

Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Menurut Buchari Alma istilah profesi bearasal dari bahasa Inggris “profession” yang

1Buchari Alma, Guru Profesional (Menguasai Metode dan Trampil Mengajar), (Bandung: ALPABETA, 2008), Cet. I, h. 134.

2Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. 3, h. 105.

(21)

berakar dari bahasa latin “profesus” yang berarti mengakui atau menyatakan mampu atau ahli dalam satu bidang pekerjaan. Pekerjaan ini membutuhkan pendidikan akademik dan pelatihan panjang.3

Buchari Alma, menuliskan bahwa profesi menuntut keterampilan tertentu melalui pendidikan dan latihan yang lama dalam lembaga tertentu, dan dalam disiplin ilmu tertentu, serta memiliki kode etik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya, serta ada sangsi yang jelas terhadap pelanggaran kode etik.4

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis. Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.

Adapun mengenai kata profesional, Moh. Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata profesional itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.

3

Buchari Alma, Guru Profesional………, Cet.I, h. 134. 4

Buchari Alma, Guru Profesional………, Cet.I, h. 134.

(22)

Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.5 Buchari Alma menjelaskan pula bahwa profesional berarti sifat atau orang. Profesional menunjuk pada dua hal, yaitu orang yang menyandang suatu profesi, misalnya dia seorang profesional, dan kedua penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan. Istilah profesional dikontraskan dengan non profesional atau amatiran.6

Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus.7

Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.

Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.8

Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar. Guru-guru ini diharapkan dan dikualifikasikan

5

M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 20, h. 14-15.

6Buchari Alma, Guru Profesional………, Cet.I, h. 135. 7Arifin, Kapita Selekta Pendidikan……….……….., Cet. 3, h. 105. 8

(23)

untuk mengajar di kelas yang besar dan bertindak sebagai pemimpin bagi para anggota staf lainnya dalam membantu persiapan akademis sesuai dengan minatnya.9

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu, profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Sedangkan pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah profesionalisme seorang guru yang memiliki kemampuan dan keahlian serta telah berpengalaman dalam mengajar sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian.

2. Perlunya Guru Profesional

Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru, dan tidak semua mampu melakukannya.

Mengomentari mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikan saat ini, penulis sangat menganggap penting akan perlunya keberadaan guru profesional. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi guru harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan tugasnya dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak didik baik dari segi intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan menunjang

9Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), Cet. IV, h. 27.

(24)

perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta mendatangkan prestasi belajar yang baik.

Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan bahwa guru dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanya sekedar pengajar melainkan harus menjadi direktur belajar. Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggung jawabnya menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjadi bagian integral dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru. Menanggapi kondisi tersebut, Muhibbin Syah mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:

a. Designer of intruction (perancang pengajaran); fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasilguna dan berdayaguna. Untuk menghasilkan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan pengetahuan yang memadai mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun rancangan kegiatan belajar-mengajar. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Memilih dan menentukan bahan ajaran.

2. Merumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran.

3. Memilih metode penyajian bahan pelajaran yang tepat. 4. Menyelenggarakan kegiatan evaluasi prestasi belajar .

b. Manager of intruction (pengelola pengajaran); fungsi ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar-mengajar. Di antara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar-mengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna dan berhasilguna.

(25)

Selain itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses komunikasi baik dua arah maupun multiarah antara guru dan siswa dalam PBM dapat berjalan secara demokratis. Alhasil, baik guru sebagai pengajar maupun siswa sebagai pelajar dapat memainkan peranan masing-masing secara integral dalam konteks komunikasi instruksional yang kondusif (yang membuahkan hasil).

c. Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa); yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.

Pada asanya, kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan akdemik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung waktu dan fase kegiatan belajar selanjutnya. Artinya, apabila hasil evalusi tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan (relearning).10

Dalam sebuah situs yang membahas mengenai profesionalisme dunia pendidikan, Suciptoardi memaparkan bahwa profesi guru, memang diperlukan berbagai syarat, dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami, dan dipenuhi, kalau saja setiap orang guru memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harus melakukannya dan menyadari bagaimama ia dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Dengan berbuat demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorang profesional, yang menjadi semakin profesional.11

Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional, penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatu lembaga

10Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. XIII, h. 250.

11 http://Suciptoardi.wordpress.com/2007/12/29/profesionalisme-duniapendidikan-oleh-Winarno-Surakhmad/2008/05/12.

(26)

pendidikan diharapkan akan memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dengan perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar, maka diharapkan tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik.

Dengan demikian, keberadaan guru profesional selain untuk mempengaruhi proses belajar mengajar, guru profesional juga diharapkan mampu memberikan mutu pendidikan yang baik sehingga mampu menghasilkan siswa yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu, perlu dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guru yang memang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikan dan cara pandang yang maju.

3. Aspek-aspek Kompetensi Guru Profesional

Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut: a. Kompetensi Pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.12

b. Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah

12

E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (PT. Remaja Rosda Karya: Bandung, 2008), Cet. III, h.75.

(27)

kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.13

d. Kompetensi Profesioanal

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.14

e. Kompetensi Sosial

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.15

Hamzah B. Uno dalam bukunya mengemukakan bahwa keefektifan pengajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian siswa. Selanjutnya menurut Reigeluth ada empat aspek penting yang dapat dipakai untuk memprekripsikan keefektifan pengajaran, yaitu (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “tingkah laku”, (2) kecepatan untuk kerja, (3) tingkah alih belajar, dan (4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari. Efesiensi pengajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakaisiswa dan jumlah biaya pengajaran yang digunakan.16

13

E. Mulyasa, Standar Kompetensi……….…., Cet. III, h. 117. 14

E. Mulyasa, Standar Kompetensi………..…., Cet. III, h. 135. 15E. Mulyasa, Standar Kompetensi………..., Cet. III, h. 173. 16

Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Akasara, 2008), cet. III, h. 156-157.

(28)

Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin, secara konseptual, untuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johnson mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi).Kemudian ketiga aspek ini dijabarkan menjadi:

a. Kemampuan profesional mencakup:

1. Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.

2. Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.

3. Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.

b. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru.

c. Kemampuan personal (pribadi) mencakup:

1. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.

2. Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai sudah seharusnya dianut oleh seseorang guru.

3. Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.17

Oemar Hamalik dalam bukunya proses belajar mengajar mengemukakan bahwa untuk mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, setiap guru harus menguasai pengetahuan yang mendalam, dalam spesialisasinya. Penguasaan pengetahuan ini merupakan syarat yang penting di samping keterampilan-keterampilan lainnya. Oleh sebab itu dia berkewajiban

17Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), Cet. II, h. 4-5.

(29)

menyampaikan pengetahuan, pengertian, keterampilan, dan lain-lain kepada murid-muridnya. Selain dari itu guru harus menguasai tentang hal-hal berikut. 1. Apakah ia memahami tentang bagaimana merumuskan tujuan mengajar? 2. Sejauh manakah ia memahami tentang proses-proses belajar yang dilakukan

oleh siswa?

3. Sejauh manakah ia memahami cara menyampaikan pelajaran kepada murid? 4. Apakah ia mampu memilih dan menggunakan alat-alat bantu pendidikan? 5. Mampukah ia memberikan pelaayanan terhadap perbedaan-perbedaan

individual siswa?

6. Apakah ia mampu memberikan bimbingan dalam membantu siswa mengatasi kesulitan dan masalah-masalahnya?

7. Apakah ia memiliki kemampuan tentang menyusun dan menggunakan alat-alat evaluasi kemajuan belajar murid?

8. Apakah ia mampu melakukan kerja sama yang baik dengan orang tua murid? 9. Apakah ia selalu berusaha memperbaiki peranan profesionalnya?

10. Apakah ia selalu berusaha memperbaiki mutu profesionalnya.

Tegasnya, seorang guru di samping menguasai spesialisasi pengetahuannya, dia harus menguasai dengan baik ilmu-ilmu keguruan pada umumnya dan didaktik pada khususnya.?18

Dalam lokakarya kurikulum pendidikan guru yang diselenggarakan oleh Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), telah dirumuskan sejumlah kemampuan dasar seorang calon guru lulusan sistem multistrata sebagai berikut: a. Menguasai bahan yakni menguasai bahan bidang studi dalam

kurikulum-kurikulum sekolah, menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi. b. Mengelola program belajar mengajar yakni merumuskan tujuan instruksional,

mengenal dan bisa memakai metode mengajar, memilih materi dan prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar dan mengajar, mengenal kemampuan anak didik, menyesuaikan

18

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Bumi Aksara, 2001), Cet. I, h. 119.

(30)

rencana dengan situasi kelas, melaksanakan dan merencanakan pengajaran

remedial, serta mengevaluasi hasil belajar.

c. Mengelola kelas yakni mengatur tata ruang kelas dalam rangka CBSA, dan menciptakan iklim belajar yang efektif.

d. Menggunakan media yakni memilih dan menggunakan media, membuat

alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola laboratorium, mengembangkan laboratorium, serta menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.

e. Menguasai landasan-landasan kependidikan. f. Merencanakan program pengajaran.

g. Mengelola interaksi belajar mengajar. h. Menguasai macam-macam metode mengajar.

i. Menilai kemampuan prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.

j. Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. k. Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah.

l. Mampu memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan yang sederhana guna kemajuan pengajaran.19

Kemudian dalam PP No. 19 Tahun. 2005 (Pasal 28) menegaskan mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai berikut:

a. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memilki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik

yang dibuktikan dengan ijazah dan/sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

c. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

1. Kompetensi pedagogik.

19Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan……….., , (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), Cet. IV, h. 44-45.

(31)

2. Kompetensi kepribadian. 3. Kompetensi profesional. 4. Kompetensi sosial.

d. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat dianggap menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.

e. Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.20

4. Kriteria Guru Sebagai Profesi

Menurut Glen Langford dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin menjelaskan, kriteria profesi mencakup: (1) upah, (2) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (3) memiliki rasa tanggung jawab dan tujuan, (4) mengutamakan layanan, (5) memiliki kesatuan, (6) mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya.21

Kemudian Robert W. Richey (Arikunto, 1990:235) mengemukakan ciri-ciri dan syarat-syarat profesi sebagai berikut:

a. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dari pada kepentingan pribadi.

b. Seorang pekerja profesional secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.

a. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memenuhi profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.

b. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku sikap seorang anggota yang permanen.

c. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.

20PERMENDIKNAS 2006 Tentang S1 & SK1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 184-185.

21Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: Putra Grafika, 2007), Cet. II, h. 31.

(32)

d. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan disiplin diri dalam profesi, serta kesejahtraan anggotannya.

e. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live carier) dan menjadi seorang anggota yang permanen.22

Soetjipto dan Raflis Kosasi dalam bukunya Profesi Keguruan mengemukakan, Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya sudah ada yang mencoba menyusun kriteria profesi keguruan. Misalnya National Education Association (NEA) 1998 dengan menyarankan kriteria sebagai berikut:

a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.

b. Jabatan yang menggeluti satu batang tubuh ilmu yang khusus. c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.

d. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan. e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen. f. Jabatan yang menentukan buku (standarnya) sendiri.

g. Jabatan yang mempunya organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.23 Dalam buku yang ditulis Buchari Alma, dalam kutipan Sanusi menyatakan bahwa profesi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. merupakan pekerjaan yang memiliki fungsi sosial. b. Dituntut memiliki keahlian dan keterampilan tertentu.

c. Menggunakan teori dan metode ilmiah dalam memperoleh keterampilan pekerjaan.

d. Batang tubuh ilmu suatu profesi didasarkan kepada suatu disiplin ilmu yang jelas, sistematis dan eksplisit, bukan hanya common sense.

e. Masa pendidikannya lama, dan berkelanjutan, bertahun-tahun, tidak cukup hanya beberapa bulan, dan dilakukan pada tingkat perguruan tinggi.

f. Berpegang teguh pada kode etik dalam memberikan pelayanan dan pelaksanaan/pelanggan kode etik ini diawasi oleh organisasi profesinya.

22Udin S. Saud dan Cicih sutarsih, Pengembangan Profesi Guru SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), Cet. I, h. 12.

23

Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), Cet. I, h. 18.

(33)

g. Mempunyai kebebasan dalam menetapkan judgementnya sendiri dalam memecahkan permasalahan dalam lingkup pekerjaan.

h. Melayani klien dan masyarakat dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab, bebas dari campur tangan pihak luar, bersifat otonom.

j. Seseorang profesional mempunyai prestise yang tinggi di mata masyarakat, dan karenanya juga memperoleh imbalan yang layak.24

5. Kriteria Guru Profesional

Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang gampang, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategori sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya.

Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar, guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi;

a. Memiliki bakat sebagai guru. b. Memiliki keahlian sebagai guru.

c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi. d. Memiliki mental yang sehat.

e. Berbadan sehat.

f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas. g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila.

h. Guru adalah seorang warga negara yang baik.25

Kunandar mengemukakan bahwa suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan

24Buchari Alma, Guru Profesional………, Cet.I, h. 136. 25

(34)

terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.

Menurut Surya dalam buku yang ditulis oleh Kunandar, guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun dalam metode.

Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual.26

6. Indikator Guru Profesional

Dalam penelitian ini, setelah penulis mengemukakan teori mengenai profesionalisme guru, maka selanjutnya untuk lebih memudahkan proses penelitian, dibawah ini penulis mencantumkan indikator guru profesional yang akan diteliti dalam skripsi ini, adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Indikator Guru Profesional N

o. Kompetensi Sub Kompetensi Indikator

1 Kompetensi kepribadian: kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan

1.1 Kepribadian yang mantap dan stabil.

a. Bangga sebagai guru b. Memiliki konsisten dalam

bertindak sesuai dengan norma.

c. Bertindak sesuai dengan norma hukum.

d. Bertindak sesuai dengan norma sosial.

26

(35)

1.2 Kepribadian yang dewasa.

a. Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik.

b. Memiliki etos kerja sebagai guru.

1.3 Kepribadian yang arif.

a. Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat.

b. Menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan betindak. 1.4 Kepribadian yang

berwibawa.

a. Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik. b. Memiliki perilaku yang

disegani. berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. 1.5 Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan.

a. Bertindak sesuai dengan norma religius (iman. Taqwa, jujur, iklas, dan suka tolong menolong.

b. Memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. 2 Kompetensi Pedagogik: meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan 2.1 Memahami peserta didik secara mendalam.

a. Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian b. Mengidentifikasi bekal ajar

awal peserta didik. c. Memahami peserta didik

dengan memanfaatkan

(36)

kognitip. 2.2 Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran. a. Menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. b. Menentukan strategi

pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang akan dicapai dan materi ajar . c. Memahami landasan

pendidikan menerapkan teori belajar dan pembelajaran. d. Menerapkan teori belajar dan

pembelajaran. 2.3 Melaksanakan

pembelajaran.

a. Menata latar (setting) pembelajaran. b. Melaksanakan pemebelajaran yang kondusif. pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasik an berbagai potensi yang dimilikinya. 2.4 Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.

a. Merancang dan melaksakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode.

b. Memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk

perbaikan kualitas program. pembelajaran secara umum. c. Menganalisis hasil evaluasi

(37)

menentukan tingkat

petuntasan belajar (Masteri

learning). 2.5 Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasik an berbagai potensinya.

a. Memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik b. Memfasilitasi peserta didik

untuk mengembangkan berbagai potensi akademik. c. Memfasilitasi peserta didik

untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik. 3.1 Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi.

a. Memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah.

b. Memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait. c. Memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar.

d. Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari. 3 Kompetensi Profesional: merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan subtansi keilmuan yang menaungi materinya, serta 3.2 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan atau materi bidang studi.

(38)

penguasaan terhadap struktur dan metodelogi keilmuannya. didik. 4.1 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.

Berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.

4.2 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.

Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga

kependidikan. 4 Kompetensi Sosial: merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat

sekitar. 4.3 Mampu

berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat sekitar.27

Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

(39)

Dalam penelitian ini, yang termasuk kategori guru yang profesional adalah guru yang memilki ijazah Strata 1 (S1) dengan latar belakang pendidikan keguruan dan telah berpengalaman dalam mengajar.

7. Tantangan Profesionalisasi Jabatan Guru

Dari pengertian tentang profesi dan profesionalisme sebelumnya, tersirat tantangan-tantangan yang harus disambut, jika kita ingin memprofesionalkan jabatan guru. Dengan perkataan lain, hakikat keprofesionalan jabatan guru tidak akan terwujud hanya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa guru adalah jabatan/pekerjaan profesional, meskipun pernyataan itu dikeluarkan dalam bentuk peraturan resmi. Sebaliknya, status profesional hanya dapat diraih melalui perjuangan yang berat dan cukup panjang. T. Rakajoni Joni mengemukakan ada enam tahap dalam profesionalisme (1989:350-351). Enam tahap itu adalah sebagai berikut :

a. Bidang layanan ahli “unik” yang diselenggarakan itu harus ditetapkan. Dengan adanya Surat Keputusan Men-PAN No. 26/1989 berarti untuk bidang ini dapat dikatakan telah tercapai dan terpenuhi.

b. Kelompok profesi dan penyelenggara pendidikan pra-jabatan yang mempersiapkan tenaga guru profesional; guna meyakinkan agar para pendatang baru di lingkungan profesi ini memiliki kompetensi minimal bagi penyelenggara layanan ahli yang mempersatukan kepentingan pemakai layanan. Kelompok profesi seharusnya merupakan ”soko guru” penyangga mutu layanan ahli yang diselenggarakan oleh para anggotanya. Hal ini masih belum tampak dan terjadi di negara kita.

c. Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada program pendidikan pra-jabatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya untuk pemberian pengakuan terhadap kelayakan program pendidikan pra-jabatan penilaian seyogyanya tidak ditujukan terbatas pada gambaran statistik masukan instrumental yang dimiliki oleh lembaga penyelenggara pendidikan pra-jabatan (jumlah dosen, ruangan, buku, peralatan

(40)

laboratorium, dan sebagainya). Tetapi juga terhadap proses pemanfaatan masukan instrumental itu dalam menyelenggarakan pendidikan pra-jabatan. Tahap ini pun masih mengidap kelemahan mendasar di negara kita, sebab dewasa ini pengakuan lebih banyak didasarkan kepada kepemilikan (program yang diselenggarakan oelh pemerintah otomatis diakui, sedangkan yang diselenggarakan oleh swasta tanpa kecuali diwajibkan membuktikan kelayakannya). Penetapan pengakuan kelayakan program pendidikan pra-jabatan yang harus dilaksanakan secara berkala inilah yang dinamakan akreditasi.

d. Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan program pendidikan pra-jabatan yang memiliki kemampuan minimal yang dipersyaratkan (sertifikasi). Sejak awal dekade ini di Indonesi, setidak-tidaknya untuk guru akta mengajar I sampai dengan IV. Karena besarnya resiko yang dapat terjadi apabila pekerja profesional melakukan kesalahan dalam bekerja memberikan layanan ahlinya, maka sertifikasi saja dianggap belum cukup untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat umumnya, pemakaian layanan khususnya. Di samping sertifikasi, juga dianggap perlu diberlakukan mekanisme pemberian izin praktek (licensure). Di Amerika Serikat misalnya, setiap negara bagian memiliki sistem pemberian izin praktek sendiri-sendiri bagi guru sekolah dasar dan menengah, sedangkan di negara kita boleh dikatakan akreditasi, sertifikasi, izin praktek dipertukar pakaikan.

e. Secara perorangan dan secara kelompok, kaum pekerja profesional bertanggung jawab penuh atas segala aspek pelaksanaan tugasnya. Oleh karena itu, untuk dapat memanfaatkan segala keahliannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seorang pekerja profesional diberi kebebasan untuk mengambil keputusan secara mandiri. Sedangkan penilaian oleh pihak lain, haruslah berupa penilaian oleh sejawat yang sederajat tingkat keahliannya (pengawasan kesejawatan). Tanpa kebebasan ini maka tidak akan ada penilaian independen (independent judgement) yang didasarkan pada pertimbangan ahli; dan pada

(41)

gilirannya tanpa independent judgement mustahil dapat terwujud profesionalitas.

f. Kelompok profesional memiliki kode etik yang merupakan dasar untuk melindungi para anggota yang menjunjung tingi nilai-nilai profesional, di samping merupakan sarana untuk mengambil tindakan penertiban terhadap anggota yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan semangat kode etik itu.

Dari enam tahap di atas apabila disimpulkan, maka ada dua aspek yang harus hadir secara baku-tunjang sehingga sesuai bidang layanan, termasuk keguruan-pendidikan, memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagi profesi, yaitu (a) keterandalan layanan dan (b) layanan yang khas itu, diakui dan dihargai oleh masyarakat dan pemerintah. Selanjutnya suatu layanan dapat diandalkan apabila: (a) pemberi layanan menguasi betul apa yang dikerjakan dan (b) penerima layanan dapat mempercayai bahwa kemaslahatannya didahulukan dalam proses pemberi layanan itu.

Penguasaan bidang layanan dalam bidang keguruan berarti kemampuan merancang dan melaksanakan kegiatan belajar-mengajar yang sekaligus mencapai dua sasaran, pencapaian tujuan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkan di satu pihak dan pihak lain, pada saat yang sama penyelenggaraannya (penyelenggaraan layanan keguruan) juga merupakan tuntutan nyata bagi pencapaian tujuan utuh pendidikan, mulai dari kebiasaan bekerja sampai dengan mencintai tanah air. Ini berarti bahwa seorang guru yang profesional memahami apa yang diajarkannya, menguasai bagaimana mengajarkannya, dan yang tidak kalah pentingnya menyadari benar mengapa dia menetapkan pilihan terhadap sesuatu kegiatan belajar mengajar. Dengan perkataan lain, dia telah memperhitungkan kemungkinan dampak jangka panjang dari setiap keputusan dan tindakannya. Setiap tindakan dan keputusannya berlandaskan wawasan kependidikan sebagai perwujudan dari ketanggapan yang berlandaskan kearifan.

(42)

B. Strategi Peningkatan Profesionalisme Guru

Pengembangan profesionalisme guru dilakukan berdasarkan kebutuhan intitusi, kelompok guru, maupun individu guru sendiri. Menurut Danim (Sukaningtyas. 2005:48) dari perfektif institusi, pengembangan guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam memecahkan masalah-masalah keorganisasian. Selanjutnya, dikatakan juga bahwa pengembangan guru berdasarkan kebutuhan institusi adalah penting, namun hal yang lebih penting adalah berdasar kebutuhan individu guru untuk menjalani proses profesionalisme. Karena substansi kajian dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan berubah menurut dimensi ruang dan waktu, guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya.

Profesi keguruan mempunyai tugas untama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan itu, jelas kiranya proses profesionalisme guru dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Untuk meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka profesionalisme guru (pendidik) merupakan suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita melihat kondisi objektif saat ini berkaitan dengan berbagai hal yang ditemui dalam melaksanakan pendidikan, yaitu: (1) implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). (2) persaingan global bagi lulusan pendidikan. (3) otonomi daerah. dan (4) perkembangan IPTEK.

1. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan endidikan (KTSP)

Perencanaan implementasi KTSP menunjukkan bahwa kualifikasi profesionalisme harus benar-benar dimiliki oleh setiap guru apabila menginginkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagaimana diharapkan.28 Pendapat lain mengatakan bahwa peningkatan profesi guru di Indonesia sekurang-kurangnya menghadapi dan memperhitungkan empat faktor, yaitu:

28 Udin S. Saud dan Cicih sutarsih, Pengembangan Profesi Guru SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007). Cet. I, h. 99.

(43)

a. Ketersediaan dan Mutu Calon Guru

Secara jujur kita akui pada masa lalu (dan masa kini) profesi guru kurang memberikan rasa bangga diri. Bahkan ada guru yang malu disebut sebagai guru. Rasa inferior terhadap potensi lain masih melekat di hati banyak guru. Masih jarang kita mendengar dengan suara lantang guru mengatakan “Inilah aku”.Kurangnya rasa bangga itu akan mempengaruhi motivasi kerja dan citra masyarakat terhadap profesi guru. Banyak guru yang secara sadar atau tidak sadar mempromosikan kekurang banggaannya kepada masyarakat.

b. Pendidikan Pra-Jabatan

Seperti diatur dalam surat keputusan Men-PAN bahwa bidang pekerjaan guru hanya pantas memperoleh penghargaan khusus, apabila jajaran guru memberikan layanan ahli, yang hanya biasa diberikan melalui pendidikan pra-jabatan. Dalam kata lain, ada dua langkah yang perlu diambil untuk mencapai keadaan yang dikehendaki yaitu:

1. Untuk meyakinkan pemilikan kemampuan profesional awal, saringan calon peserta pendidikan pra-jabatan perlu dilakukan

secara aktif, baik dari segi kemampuan potensial, aspek-aspek kepribadian yang relevan, maupun motivasi.

2 Pendidikan pra-jabatan harus benar-benar secara sistematis menyiapkan calon guru untuk menguasai kemampuan profesional. Selain itu juga memerlukan wawasan kependidikan serta pengetahuan dan keterampilan keguruan.

c. Mekanisme Pembinaan dalam Jabatan

Ada tiga upaya dalam penyelenggaraan berbagai aspek dan tahap penanganan pembinaan dalam jabatan profesional guru. Ketiga upaya itu adalah sebagai berikut:

(44)

a. Mekanisme dan prosedur penghargaan aspek layanan ahli keguruan perlu dikembangkan. Berlainan dengan jenjang pendidikan tinggi yang telah memberlakukan mekanisme ini dalam waktu relatif lama, jenjang pendidikan dasar menengah sama sekali belum berpengalaman dalam hal ini. Dengan perkataan lain, penilaian ahli secara kesejawatan masih belum membudaya sedangkan penilaian secara hierarki administrative yang selama ini berlaku, justru bertentangan dengan hakikat pengawasan kesejawatan terhadap layanan ahli profesional. b. Sistem penilikan di jenjang SD dan juga sistem kepengawasan

di jenjang SMTA yang berlaku sekarang jelas memerlukan penyesuaian-penyesuaian mendasar.

c. Keterbukaan informasi juga mempersyaratkan keluasan kesempatan untuk meraih kualifikasi formal yang lebih tinggi, katakanlah S1 dan bahkan S2 dan S3. Apabila 25% saja dari jaringan guru SD (belum lagi diperhitungkan guru-guru yang lain jumlahnya cukup banyak S1/guru SMTP DAN SMTA) berkesempatan untuk menduduki jenjang kepangkatan yang mempersyaratkan pendidikan S2 dan 3% berkesempatan menduduki jenjang kepangkatan yang mempersyaratkan jenjang S3, dapat dibayangkan tambahan pekerjaan yang perlu ditangani oleh lembaga pendidikan tenaga pendidikan, baik dari segi daya tampung maupun dari segi pengembangan program yang diperlukan.

2. Perkembangan IPTEK

Perkembangan IPTEK yang cepat, menuntut setiap guru dihadapkan pada penguasaan hal-hal baru berkaitan dengan materi pembelajaran atau pendukung pelaksanaan pembelajaran seperti penggunaan internet untuk pembelajaran, program multi media, dan lain sebagainya.

(45)

3. Persaingan global bagi lulusan pendidikan

Diberlakukannya pasar bebas NAFTA mengindikasikan bahwa setiap lulusan pendidikan di Indonesia akan dipersaingkan dengan lulusan dari sekolah-sekolah yang berada di Asia. Kondisi ini semakin memaksa guru untuk segera dan dengan cepat memiliki kualifikasi dan meningkatkan untuk nantinya bisa menghasilkan lulusan yang kompeten.

4. Otonomi Daerah

Kebijakan otonomi daerah telah memberikan perubahan yang mendasar terhadap berbagai sektor pemerintahan, termasuk dalam pendidikan. Pengelolaan pendidikan secara terdesentralisasi akan semakin mendekatkan pendidikan kepada stakeholders pendidikan di daerah dan karena itu maka guru semakin dituntut untuk menjabarkan keinginan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan melalui kompetensi yang dimilikinya.

5. Peranan Organisasi Profesi

Dalam hal ini pertanyaan yang muncul adalah apakah organisasi profesi yang diharapkan memainkan pengawasan kesejawatan yang dimaksud telah siap menunaikan fungsinya. Tentu saja pada kesempatan ini yang dikejar bukan semata-mata pernyataan formal kesanggupan mengemban fungsi profesional penting ini, namun lebih terwujudnya mekanisme pengawasan kesejawatan yang hakiki, baik berkenaan dengan penyelenggaraan layanan ahli itu sendiri maupun berhubungan dengan pendidikan pra-jabatan para calon pekerja profesional yang bersangkutan.29

Dengan diberlakukannya Undang-undang RI No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Surat Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara No. 26/1989. Langkah awal yang mendasar untuk mengakhiri perlakuan kurang taat asas terhadap jajaran guru telah diambil. Di samping menawarkan janji yang

29 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),

(46)

membangkitkan harapan, langkah mendasar itu juga disertai seperangkat tantangan berat yang harus dihadapi jika kita ingin memprosionalisasikan jabatan guru.

Penanganan yang tepat terhadap semua aspek dan tahap system pengadaan guru, yaitu perekrutan, pendidikan pra-jabatan, pengangkatan-pengangkatan dan pembinaan dalam jabatan (In service training) akan berdampak positif dalam profesionalisasi jabatan guru, yang diberi peluang besar oleh keputusan pemerintah untuk memfungsionalkan jabatan guru.

Sekali lagi, fajar harapan telah menyinsing bagi jajaran keguruan namun tantangan-tantangan bawaannya tidak dapat disepelekan. Pemberian imbalan yang kenyataannya tidak didasarkan kepada penghargaan terhadap layanan ahli, akan menjadi boomerang yaitu dana imbalan yang lebih besar diberikan kepada pihak yang tidak berhak, kepentingan masa depan bangsa terabaikan, jajaran profesional keguruan gagal diwujudkan dan digantikan oleh kelompok yang memperoleh hak khusus karena kesempatan, bukan karena layanan ahlinya yang terandalkan. Oleh karena itu, kita berharap mudah-mudahan pengambilan keputusan, organisasi profesi, jajaran keguruan, dan masyarakat luas diberi kejernihan pikiran dan keteguhan pendirian dalam mengupayakan segalayang perlu, untuk mewujudkan dan meningkatkan upaya profesionalisasi jabatan guru melalui fungsionalisasi jabatannya di Indonesia.30

B. Kerangka Berpikir

Profesionalisme berasal dari kata profesion yang mengandung arti pekerjaan yang memerlukan keahlian yang dapat diperoleh melalui jenjang pendidikan atau latihan tertentu. Berbicara mengenai profesionalisme, guru adalah termasuk suatu profesi yang memerlukan keahlian tertentu dan memiliki tanggung jawab yang harus dikerjakan secara profesional. Karena guru adalah individu yang memiliki tanggung jawab moral terhadap kesuksesan anak didik yang berada dibawah pengawasannya, maka

30 Udin. S. Saud dan Cicih Sutarsih, Pengembangan Profesi Guru SD, (Bandung: UPI PERSS, 2007). Cet.I, h. 20-32.

(47)

keberhasilan siswa akan sangat dipengaruhi oleh kinerja yang dimiliki seorang guru. Oleh karena itu, guru professional diharapkan akan memberikan sesuatu yang positif yang berkenaan dengan keberhasilan pendidikan sekolah. Dalam pelaksanaannya, tanggung jawab guru tidak hanya terbatas kepada proses dalam pentransferan ilmu pengetahuan.

Banyak hal yang menjadi tanggung jawab guru, yang salah satunya adalah memiliki kompetensi idealnya sebagaimana guru profesional. Kompetensi di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Dengan kata lain, guru yang profesional ini memiliki keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga dia mampu melaksanakan tugasnya secara maksimal dan terarah. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar, seorang guru profesional harus terlebih dahulu mampu merencanakan program pengajaran. Kemudian melaksanakan program pengajaran dengan baik dan mengevaluasi hasil pembelajaran sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, seorang guru profesional akan menghasilkan anak didik yang mampu menguasai pengetahuan baik dalam aspek kognitif, afektif serta psikomotorik.

Dengan demikian, seorang guru dikatakan profesional apabila mampu menciptakan proses belajar mengajar yang berkualitas dan mendatangkan prestasi belajar yang baik. Kehadiran guru profesional tentunya akan berakibat positif terhadap perkembangan siswa, baik dalam pengetahuan maupun dalam keterampilan.

Oleh sebab itu, siswa akan antusias dengan apa yang disampaikan oleh guru yang bertindak sebagai fasilitator dalam proses kegiatan belajar mengajar. Bila hal itu terlaksana dengan baik, maka apa yang disampaikan oleh guru akan berpengaruh terhadap kemampuan atau prestasi belajar anak. Karena, disadari ataupun tidak, bahwa guru adalah faktor eksternal dalam kegiatan pembelajaran yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses kegiatan pembelajaran itu. Untuk itu, kualitas guru akan memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap proses pembentukan

Gambar

Tabel   31     Pemahaman struktur, konsep, dan metode keilmuan dengan materi
Tabel 8 Kebanggaan Guru
Tabel 11 Etos kerja Guru
Tabel 13 Wibawa Guru
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar badan jalur pedestrian digunakan untuk lokasi PKL dan parkir kendaraan sehingga pejalan kaki tidak dapat melakukan pergerakannya dengan nyaman

KARAKTERISTIK KLINIS PENDERITA KANKER PAYUDARA DENGAN TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA TRIPLE NEGATIVE (TNBC) DI RSUP HAJI ADAM MALIK DAN DEPARTEMEN PATOLOGI.. ANATOMI FK USU MEDAN

Linear Programming adalah suatu teknis matematika yang di rancang untuk membantu manajer dalam merencanakan dan membuat keputusan dalam mengalokasikan sumber daya

Ayat di atas menegaskan setiap orang Muslim harus menjaga lidahnya daripada berkata-kata perkara yang tidak baik dan sia-sia di dalam tutur bicaranya, kerana

bagi penerima pelayanan KB, dan termasuk upaya untuk lebih menyeimbangkan penggunaan kontrasepsi hormonal dan non hormonal. Pokok kegiatan yang lain dari program ini adalah: 1)

Selain nilai di atas jika dilihat dari rasio likuiditas, leverage dan aktivitas perusahaan mengalami fluktuasi selama 3 tahun dari tahun 2008-2010 serta untuk nilai

Apabila karena suatu alasan atau adanya halangan sehingga pembimbing utama dan/atau salah satu pembimbing pendamping/anggota tidak dapat menjalankan tugasnya lebih dari tiga

Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang kuat mampu menunjukkan kepercayaan yang kuat dan penerimaan dari tujuan dan nilai-nilai organisasi tinggi berarti