PROFIL PENULIS
Tujuan Audit, Bukti Audit, Prosedur Audit, dan
Kertas Kerja
A. PEMBAHASAN
Auditor mengawali perencanaa audit dengan meletakkan akhir audit di benaknya. Sejak awal telah disebutkan bahwa tujuan menyeluruh audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat tentang apakah laporan keuangan klien menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan GAAP. Untuk itu, auditor harus memperoleh bahan bukti audit yang cukup dan kompeten sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat. Di samping itu, pilihan akan bukti audit dipengaruhi oleh:
a. Pemahaman auditor atas bisnis dan industri klien.
b. Perbandingan antara harapan auditor atas laporan keuangan dengan buku dan catatan klien.
c. Keputusan tentang asersi yang material bagi laporan keuangan.
d. Keputusan tentang risiko bawaan dan risiko pengendalian.
B. TUJUAN AUDIT
1). Tujuan Audit Untuk Keberadaan dan Keterjadian
Berkaitan dengan masalah keberadaan dan keterjadian (existence and occurrence), biasanya auditor akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
Validitas/pisah batas (cutoff): semua transaksi tercatat benar-benar telah terjadi selama periode akuntansi.
Validitas (validity): semua aktiva, kewajiban, ekuitas adalah valid dan telah dicatat sebagaimana mestinya dalam neraca.
ini tergantung pada kepentingan dan materialitas transaksi pada proses bisnis inti entitas.
2). Tujuan Audit Untuk Kelengkapan
Berkaitan dengan masalah kelengkapan (completeness), auditor biasanya akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
Kelengkapan/pisah batas (cutoff): semua transaksi yang terjadi dalam periode itu telah dicatat.
Kelengkapan (completeness): semua saldo yang tercantum dalam neraca meliputi semua aktiva, kewajiban, dan ekuitas sebagaimana mestinya. Dalam konteks siklus penjualan dan penagihan, biasanya auditor akan menekankan
perhatian tentang transaksi penjualan, penerimaan kas, dan penyesuaian penjualan serta akumulasinya pada saldo piutang usaha. Masalah pisah batas (cutoff) seringkali di-review oleh para auditor karena transaksi-transaksi yang tidak tercatat merupakan kesalahan pencatatan pada periode yang salah. Pentingnya tiga alur transaksi ini tergantung pada sifat bisnis entitas dan proses bisnis inti.
3). Tujuan Audit Untuk Hak dan Kewajiban
Tentang masalah hak dan kewajiban (right and obligations), biasanya auditor menguji kepemilikan (ownership), kesesuaian atas hak entitas terhadap aktiva, serta hak kepemilikan yang jelas terhadap aktiva. Apabila ingin mempertimbangkan kelangsungan usaha dan arus kas, auditor akan mengukur resiko kemungkinan klien telah menggadaikan atau menjual piutang dan selanjutnya merencanakan untuk melakukan pengujian atas hak kepemilikan yang sesuai.
4). Tujuan Audit Untuk Penilaian atau Alokasi
Berkaitan dengan masalah penilaian dan alokasi (valuation allocation), biasanya auditor akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
Penerapan GAAP (application of GAAP) bahwa saldo telah dinilai sebagaimana mestinya untuk mencerminkan penerapan GAAP dalam hal penilaian kotor dan alokasi jumlah tertentu antarperiode (seperti penyusutan dan amortisasi).
Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Saldo-saldo telah dinilai sebagaimana mestinya pada nilai bersih yang dapat direalisasikan.
Terdapat beberapa tujuan audit pokok atas asersi penilaian atau alokasi dimana masing-masing mencerminkan jenis salah saji yang berbeda dan akan memerlukan bukti audit yang berbeda pula. Auditor akan menggunakan pengetahuannya tentang GAAP, pengetahuan tentang volume kegiatan bisnis, dan pemeriksaan bukti yang mendukung transaksi penjualan untuk menilai kelayakan penjualan menurut nilai kotornya.
5). Tujuan Audit Untuk Penyajian dan Pengungkapan
Berkaitan dengan masalah penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure), biasanya auditor akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
Pengklasifikasian (classification). Transaksi dan saldo telah diklasifikasikan sebagaimana mestinya dalam laporan keuangan.
Pengungkapan (disclosure). Semua pengungkapan yang dipersyaratkan oleh GAAP telah tercantum dalam laporan keuangan.
Tujuan audit spesifik dibuat sedemikian rupa agar sesuai untuk setiap klien. AU 326.09, Evidential Matter (SAS Nos. 31, 48, dan 80), menyebutkan bahwa auditor harus mempertimbangkan (1) keadaan dimana klien beroperasi, (2) sifat kegiatan ekonominya, dan (3) praktik akuntansi yang unik untuk industri tersebut. Sebagai contoh, tujuan spesifik tambahan akan diperlukan apabila sebagian dari transaksi dan piutang entitas dinyatakan dalam valuta asing. Demikian juga, jumlah tujuan spesifik untuk setiap kategori asersi akan beragam.
C. BUKTI AUDIT
1). BUKTI AUDIT, INFORMASI PENGUAT, DAN PROSEDUR AUDIT
2). DATA AKUNTANSI DAN BUKTI PENGUAT
Ketika auditor mengembangkan perencanaan audit serta merancang prosedur audit untuk mencapai tujuan audit spesifik, ia harus mempertimbangkan sifat bukti yang akan diperoleh. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari (1) data akuntansi yang mendasari, dan (2) informasi penguat yang tersedia bagi auditor.
Komponen dasar dari data akuntansi yang mendasari (underlying accounting data) yaitu jurnal, buku besar, kertas kerja, rekonsiliasi dan sebagainya. Buku-buku ayat jurnal awal, buku besar dan buku pembantu, catatan dan kertas kerja, serta spreadsheets yang mendukung alokasi biaya, perhitungan, dan rekonsiliasi, semuanya tergolong sebagai bukti yang mendukung laporan keuangan. Dewasa ini, data-data tersebut seringkali ada dalam bentuk data elektronik.
Data akuntansi yang mendasari saja dianggap tidak cukup mendukung laporan keuangan. Auditor harus merancang suatu prosedur audit untuk memperoleh bukti penguat(corroborating evidence) guna mendukung data akuntansi yang mendasari tersebut.
Bukti dokumenter(documentary evidence) telah digunakan secara luas dalam auditing dan dapat dikaitkan dengan setiap tujuan audit spesifik, tergantung pada situasi yang ada. Dokumen yang dimaksud dapat berasal dari luar entitas, dari dalam entitas dengan pengesahan atau tanda tangan dari pihak luar, atau berasal dari dalam dan tidak beredar di luar organisasi.
D. PROSEDUR AUDIT
Prosedur audit adalah metode atau teknik yang digunakan oleh para auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi dan kompeten. Pilihan auditor tentang prosedur audit dipengaruhi oleh faktor dari mana data diperoleh, dikirimkan, diproses, dipelihara, atau disimpan secara elektronik. Pengolahan komputer juga mempengaruhi pemilihan prosedur audit. Pembahasan berikut ini akan berfokus pada review beberapa jenis prosedur yang digunakan oleh para auditor. Prosedur ini dapat digunakan untuk mendukung pendekatan audit top-down ataupun pendekatan audit bottom-up. Auditor akan mempertimbangkan bagaimana setiap prosedur ini akan digunakan ketika merencanakan audit dan mengembangkan program audit.
Prosedur analitis (analytical procedures) Inspeksi (inspecting)
Konfirmasi (confirming)
Permintaan keterangan (inquiring) Perhitungan (counting)
Penelusuran (tracing)
Pemeriksaan bukti pendukung (vouching) Pengamatan (observing)
Pelaksanaan ulang (reperforming)
Teknik audit berbantuan computer (computer-assisted audit techniques) Pemilihan prosedur yang akan digunakan untuk menyelesaikan suatu tujuan audit tertentu terjadi dalam tahap perencanaan audit. Efektivitas prosedur dalam memenuhi tujuan audit spesifik dan biaya pelaksanaan prosedur tersebut harus dipertimbangkan dalam pemilihan prosedur yang akan digunakan.
E. KERTAS KERJA AUDIT
Dokumentasi bukti audit disediakan dalam kertas kerja. SAS 41, Working papers (AU 339.03), menguraikan kertas kerja (Working papers) sebagai catatan yang disimpan oleh auditor tentang prosedur audit yang diterapkan pengujian yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan tentang masalah yang dicapai dalam audit. Kertas kerja memberikan :
Dukungan utama bagi audit
Cara untuk melakukan koordinasi dan supervisi audit Bukti bahwa audit dilaksanakan sesuai dengan GAAS
1). Jenis Kertas Kerja
Jenis- jenis kertas kerja yang dalam audit, antara lain : Kertas Kerja Neraca Saldo
Memoranda Audit dan Informasi Penguat
Ayat Jurnal Penyesuaian dan Ayat Jurnal Reklasifikasi 2). Menyusun Kertas Kerja
Teknik – teknik dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun kertas kerja yang baik, antara lain :
Judul (heading). Setiap kertas ikerja harus memuat nama klie, judul deskriptif yang dapat mengidentifikasi isi dari kertas kerja tersebut.
Nomor Indeks (index number). Setiap kertas kerja harus diberi nomor indeks atau nomor referensi untuk tujuan identifikasi atau pengarsipan.
Referensi Silang (cross-referencing). Data dalam kertas kerja yang diambil dari kertas kerja lainnya atau yang digunakan dalam kertas kerja lain harus diberi referensi silang. Pada umumnya, program microcomputer yang digunakan untuk menyusun kertas kerja memiliki kemampuan untuk memberikan referensi silang dan menghubungkan kertas kerja secara elektronik.
Tanda koreksi (tick maks). Tanda koreksi berupa simbol – simbol seperti tanda pengecekan () yang digunakan dalam kertas kerja, menunjukkan bahwa auditor telah melaksnakan sejumlah prosedur pada item-item dimana tanda pengecekan tersebut diberikan. Keterangan tentang kertas kerja tersebut harus dapat menjelaskan tentang sifat dan luasnya pekerjaan yang disajikan oleh setiap tanda koreksi atau dapat memberikan informasi tambahan bagi item- item yang deberi tanda koreksi tersebut.
Tanda tangan dan tanggal (signatures and dates). Setelah menyelesaikan masing-masing tugasnya, penyusun maupun pe-review kertas kerja tersebut harus membubuhkan paraf dan tanggal pada kertas kerja tersebut. Hal ini diperlukan untuk menetapkan tanggung jawab atas pekerjaan dan review yang dilaksanakan.
3). Me-review Kertas Kerja
oleh penyusun. Review lainnya dilakukan atas kertas kerja apabila pekerjaan lapangan telah diselesaikan.
4). Pengarsipan Kertas Kerja
Kertas kerja diarsipkan menurut dua kategori antara lain :
File Permanen (permanent file) memuat data yang diharapkan tetap bermanfaat bagi auditordalam banyak perikatan dengan klien di masa mendatang.
File tahun berjalan (current file) memuat informasi penguat yang berkenaan dengan pelaksanaan program audit tahun berjalan saja.
5). Kepemilikan dan Penyimpanan Kertas Kerja
Kertas kerja menjadi milik kantor akuntan, bukan milik klien atau pribadi auditor. Namun hak kepemilikan oleh kantor akuntan tersebut masih tunduk pada pembatasan – pembatasan yang diatur dalam kode etik profesi auditor itu sendiri. Peraturan 301, Code of Profesional Conduct dari AICPA menentukan bahwa seorang CPA dilarang untuk mengungkapkan setiap informasi rahasia yang diperoleh selama pelaksanaan penugasan profesional tanpa seizin klien, kecuali untuk kondisi tertentu sebagaimana ditetapkan dalam peraturan.