• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kebijakan Fiskal dan Moneter te

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Kebijakan Fiskal dan Moneter te"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Kebijakan Fiskal dan Moneter pada Industri

Pembangkitan Listrik

PT PLN (Persero) Unit Pembangkitan Jawa Bali

GALIH HONGGO BASKORO

Dateline: 20 Maret 2014 Submit: 25 Maret 2014

Paper ini dibuat dalam pemenuhan terhadap mata kuliah General Business Environment

Magister Manajemen UGM dalam topik Monetary & Fiskal Policy (Mata kuliah ini diampu

(2)

1.

Pembukaan

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal

Adanya hubungan imbal balik antara kebijakan moneter dan fiskal dengan bisnis karena

kebijakan moneter dan fiskal oleh pemerintah akan berpengaruh terhadap bisnis, dan

sebaliknya bisnis juga dapat mempengaruhi kebijakan moneter dan fiskal yang akan diambil

oleh pemerintah. Dalam paper ini akan dibahas dampak kebijakan fiskal dan moneter

terhadap industry ketenagalistrikan di Indonesia, khususnya terhadap PT PLN (Persero) Unit

Pembangkitan Jawa Bali, salah satu unit bisnis PT PLN (Persero) di bidang Pembangkitan.

Peluang dan ancaman yang muncul pada kedua isu tersebut akan diidentifikasi dan dikelola

dengan menciptakan strategi yang tepat untuk memaksimalkan peluang sekaligus

meminimalkan ancaman.

Profil PLN UPJB

PT PLN (Persero) Unit Pembangkitan Jawa Bali, selanjutnya disebut PLN UPJB, yang

berdiri sejak Juli 2011 merupakan salah satu unit bisnis PT PLN (Persero) yang dibangun

dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi pengendalian operasi dan pemeliharaan

serta untuk peningkatan kinerja dan percapaian target produksi pembangkit di Jawa-Bali

khususnya Program Percepatan Pembangunan Pembangkit 10.000 MW. PLN UPJB

melingkupi Sektor Pembangkitan Cilegon, Sektor Pengendalian Pembangkitan I (yang

mengelola aset PLTU Suralaya Unit 8, PLTU Labuan, dan PLTU Lontar), Sektor

Pengendalian Pembangkitan II (yang mengelola aset PLTU Palabuan Ratu, PLTU

Indramayu, dan PLTU Adipala), Sektor Pengendalian Pembangkitan III (yang mengelola aset

PLTU Rembang, PLTU Tanjung Awar-awar, PLTU Pacitan dan PLTU Paiton Unit 9), dan

Sektor Pengendalian Pembangkitan IV (yang mengelola aset PLTGU Muara Karang Blok 2,

PLTGU Tanjung Priok Blok 3, dan PLTGU Muara Tawar Blok 5). Gambar 1 menunjukkan

wilayah kerja PLN UPJB dalam Sistem Jawa Madura Bali (JAMALI) [1].

Dalam rangka peningkatan kinerja dan percapaian target produksi pembangkit di Jawa-Bali

khususnya Program Percepatan Pembangunan Pembangkit 10.000 MW, sebagai Asset

Manager1, PLN UPJB mengelola sistem asetnya dengan tujuan optimalisasi risiko, biaya dan

kinerja dengan pola pengusahaan sebagaimana pada Gambar 2 [1].

1PLN UPJB sebagai Manajer Aset atas Unit Pembangkit 10.000 MW, dengan Operator Aset yaitu PT Indonesia

(3)

Gambar 1. Wilayah Kerja PLN UPJB

Bertanggung jawab atas 10 PLTU FTP-1 dan 4 PLTGU

Source: RJPP PLN UPJB [1]

Gambar 2. PolaPengelolaanAsetPLTUFTP1JAMALI

PLN UPJB sebagai Aset Manager

Source: RJPP PLN UPJB [1]

Definisi Kebijakan Moneter dan Fiskal

Kebijakan moneter adalah kebijakan pengendalian besaran moneter seperti: (1) jumlah uang

(4)

Misalkan terjadi situasi inflasi disertai dengan rendahnya output, maka kebijakan moneter

yang diambil yaitu penurunan atau pengurangan jumlah uang beredar dan menaikkan tingkat

suku bunga pinjaman bank. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan penurunan pengeluaran

konsumsi dan investasi agregatif yang selanjutnya mengakibatkan penurunan inflasi,

walaupun tidak bisa menaikkan tingkat produksi nasional serta kesempatan kerja. [3]

Kebijakan moneter akan menaikkan atau menambah jumlah uang beredar selama

perekonomian mengalami resesi untuk merangsang pengeluaran, dan sebaliknya membatasi

dan mengurangi supplai uang selama masa-masa inflasi untuk mengerem pengeluaran.

Kebijakan Moneter Ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang

yang beredar. Kebijakan Moneter Kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka

mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat. [3]

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu

antara lain :

1. Operasi Pasar Terbuka

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau

membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin

jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga

pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah

SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat

Berharga Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan

tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami

kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang

bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya

menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan

jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk

menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk

menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

(5)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan

jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau

perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk

mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke

bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Kebijakan Fiskal, merupakan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengendalikan

perekonomian dengan mengubah-ubah anggaran penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

[4]

Menurut Farid Wijaya, Kebijakan Fiskal memiliki tujuan agar APBN seimbang. Hal ini

dicapai dengan merubah besarnya pajak dan/ atau pengeluaran pemerintah dengan tujuan

menstabilkan harga serta tingkat output maupun kesempatan kerja dan memacu atau

mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemerintah melalui kebijakan fiskal, yaitu melalui

perubahan pajak dan pengeluarannya, dapat mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi yang

diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB), distribusi pendapatan, dan sebagainya.

Kebijakan fiskal dalam upaya untuk mencapai tingkat pendapatan atau output kesempatan

kerja penuh, serta stabilisasi tingkat harga (inflasi). [3]

Kebijakan fiskal memiliki dampak: (1) Kebijakan APBN surplus mempunyai impak

deflasioner, (2) Kebijakan APBN defisit memiliki impak ekspansioner, dan (3) Kebijakan

APBN seimbang mempunyai impak ekonomis yang ekspansioner dan terkendali. [3]

Macam-macam Kebijakan Fiskal

1. Functional finance : Pembiayaan pemerintah yang bersifat fungsional

2. The managed

budget approach

: Pendekatan pengelolaan Anggaran

3. The stabilizing

budget

: Stabilisasi anggaran yang otomatis, apabila model ini gagal,

maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya seperti

dengan menaikkan gaji PNS atau subsidi

4. Balance budget

approach

: Stabilisasi anggaran yang otomatis, apabila model ini gagal,

maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya seperti

(6)

2.

Pembahasan

Kebijakan Moneter BI

Sesuai Tinjauan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, bulan Desember 2014, Kebijakan

Moneter yang diambil oleh Bank Indonesia yaitu: [5]

 Mempertahankan BI Rate sebesar 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 8% dan 5,75%.

Tingkat suku bunga tersebut untuk memastika tekanan inflasi jangka pendek pasca

kebijakan realokasi subsidi BBM, selain itu diharapkan untuk mengendalikan deficit

transaksi berjalan kea rah yang lebih sehat.

 Memperkuat bauran kebijakan dalam merespond kebijakan reformasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah sebagai berikut:

o Mempersiapkan penyesuaian kebijakan makroprudensial guna memperluas

sumber-sumber pendanaan bagi perankan sekaligus mendukung pendalaman

pasar keuangan serta mendorong penyaluran kredit ke sektor produktif yang

prioritas. Kebijakan meliputi: (i) Perluasan cakupan definisi simpanan dengan

memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan

LDR, dan (ii) Pemberian insentif untuk mendorong penyaluran kredit UMKM.

o Memperkuat kebijakan system pembayaran penyaluran program-program

bantuan pemerintah kepada masyarakat guna mengurangi dampak kenaikan

BBM melalui penggunaan uang elektronik dan implementasi Layanan

Keuangan Digital.

 Mendukung kebijakan reformasi fiskal pemerintah untuk realokasi anggaran subsidi BBM ke sektor yang produktif.

Realokasi anggaran subsidi ke pengeluaran untuk pembiayaan pembangunan

infrastruktur dan berbagai kegiatan produktif akan meningkatkan kapasitas fiskal

pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan

berkelanjutan.

Kebijakan Fiskal Pemerintah

Kebijakan fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan industri ketenagalistrikan,

(7)

 Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Modal Pembangunan dan Pengembangan Industri Pembangkit Tenaga Listrik

Dalam upaya menunjang perkembangan usaha penyediaan tenaga listrik yang

berkelanjutan, pemerintah memberikan insentif berupa pemberian bea masuk barang

modal untuk pembangunan pembangkit listrik untuk kepentingan umum melalui

PERMEN Keuangan nomor 154/PMK.011/2008 tentang Pembebasan Atas Impor

Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan dan Pengembangan Industri Pembangkit

Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum dan dirubah melalui PERMEN Keuangan

nomor 128/PMK.011/2009. Insentif tersebut diberikan kepada PT PLN (Persero) dan

Pemegang IUKI Terintegrasi yang memiliki daerah usaha serta Pemegang IUKU

usaha pembangkitan yang memiliki kontrak jual beli dengan PT PLN (Persero)

maupun Pemegang IUKU Terintegrasi yang memiliki daerah usaha.

 Kebijakan pemanfaatan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik

Pemberlakuan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk pemanfaatan energi primer bagi pembangkit listrik ditujukan agar pasokan energi primer dapat

terjamin. Kebijakan pengamanan pasokan energi primer tersebut dilakukan melalui

dua sisi. Sisi pelaku usaha penyedia energi primer, khususnya batubara dan gas,

diberikan kesempatan untuk memasok kebutuhan energi primer bagi pembangkit

tenaga listrik sesuai dengan harga keekonomian. Sedangkan sisi pelaku usaha

pembangkit tenaga listrik diantaranya kebijakan diversivikasi energi untuk tidak

tergantung pada satu sumber energi, khususnya energi fosil.

 Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT PLN (Persero).

Pemerintah melakukan beberapa kali penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL2) pada

tahun 2014, melalui Peraturan Menteri ESDM nomor 09 Tahun 2014 tentang Tarif

Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT PLN (Persero) dan perubahannya pada

PERMEN ESDM nomor 19 Tahun 2014. Melalui PERMEN ESDM no 31 Tahun

2014 pemerintah juga menetapkan perubahan mekanisme tarif adjustment bagi 12

golongan tarif yang beradasarkan TTL 2013 dan 2014 tidak lagi mendapatkan subsidi

listrik. Mulai tahun 2015, Tarif Tenaga Listrik akan disesuaikan setiap bulan oleh PT

PLN (Persero) sesuai dengan perubahan komponen inflasi, kurs (nilai tukar mata uang

Dollar Amerika terhadap mata uang Rupiah), dan harga minyak mentah/ Indonesian

2 Tarif Tenaga Listrik, sebelumnya disebut dengan istilah Tarif Dasar Listrik (TDL), adalah tarif yang boleh

(8)

Crude Price. Penetapan mekanisme tarif adjustment sebagaimana di atas bertujuan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dan mendorong subsidi yang lebih tepat

sasaran. Diharapkan potensi penerapan kebijakan tersebut akan menghemat subsidi

energi sebesar Rp 8,4 triliun [6].

 Realokasi anggaran subsidi energi, termasuk di dalamnya subsidi istrik, ke sektor yang produktif.

Subsidi listrik diberikan oleh pemerintah dengan tujuan agar harga jual listrik dapat

dijangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu (Golongan 450-900 Va).

Subsidi listrik dialokasikan karena rata-rata harga jual tenaga listrik lebih rendah

dibandingkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik pada golongan tarif tersebut. Dari

tahun ke tahun realisasi subidi listrik semakin meningkat, dari subsidi single digit

pada periode 2005 dan sebelumnya hingga melebihi Rp 90 Triliun pada 2011 atau

meningkat sebesar 24 kali (gambar 3).

Rasbin memaparkan bahwa makin meningkatnya subsidi energi membuat pemerintah

tidak leluasa dalam mengimplementasikan program-program prioritasnya. Di

antaranya program pembangunan infrastrukturm pendidikan, kesehatan, dan program

penurunan tingkat kemiskinan. [8]

 Transformasi Perhitungan Subsidi Listrik dari Skema Cost+ Margin menjadi Performance Based Regulatory(PBR)

Mulai tahun 2015, skema perhitungan subsidi listrik dirubah dari sebelumnya

menggunakan “Biaya Pokok Penyediaan + Margin” menjadi Performance Based Regulation (PBR). Skema PBR dilatarbelakang oleh alasan adanya paradox efficiency

dalam skema subsidi “cost + margin”. Melalui skema tersebut, PLN tidak akan

mendapatkan insentif apabila melakukan efisiensi perusahaan, malah ia kan

memperoleh kenaikan EBITDA apabila Biaya Pokok Penyediaan/ BPP-nya naik.

Sebagaimana laporan McKinsey, di mana setiap kenaikan BPP listrik sebesar Rp 100/

kwh produksi, PLN justru akan mendapatkan kenaikan EBITDA dari Pemerintah

sebesar + Rp 2,5 triliun [9].

PBR merupakan metode pengaturan subsidi berbasis target performace agar PLN dapat meningkatkan efisiensinya, memperbaiki kualitas pelayanannya, dan

menurunkan biaya produksinya dan Pemerintah melalui subsidi memberikan reward

atas pencapaian performance tersebut. Terkait dengan pengaturan kegiatan investasi, Pemerintah melalui subsidi listrik dan/atau Penanaman Modal Negara (PMN)

(9)

Biaya penyediaan listrik dibagi atas parameter terkendali dan parameter tidak

terkendali. Parameter terkendali akan menjadi reward and punishment untuk

perusahaan. Sedangkan parameter tidak terkendali akan menjadi tanggung jawab

pemerintah dan pelanggan, contohnya yaitu: harga energi primer, kurs, inflasi,

pertumbuhan listrik, dan ketidaktersediaan energi primer. [9]

Dengan penerapan skema PBR, subsidi listrik tahun 2015 mengalami penurunan dari

Rp 94,26 triliun pada APBNP 2014 menjadi Rp 68,69 triliun pada RAPBN 2015 atau

mengalami penurunan sebesar Rp 25,57 triliun. [10]

Gambar 3. Pertumbuhan Subsidi Listrik

Periode Tahun 2000-2011 (Rp triliun)

Source: PUSDATIN ESDM [7]

Indikator Perekonomian

Inflasi dan Indeks Harga Konsumen

Pada tahun 2014, inflasi yang terkendali dan rendah hingga Oktober kembali

meningkat pada November-Desember 2014, yang terutama didorong oleh faktor

kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif angkutan darat, dan tarif tenaga listrik.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(10)

Tabel 1. Inflasi dan IHK

Periode Tahun 2010-2014 (Rp triliun)

Source: BPS [11]

Nilai tukar Mata Uang

Melemahnya rupiah dipicu oleh masih tingginya permintaan valuta asing domestik di

tengah pasokan yang terbatas dan meningkatnya tekanan terhadap kinerja transaksi

berjalan yang disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang masih terbatas dan impor

yang masih tinggi, sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik. Pergerakan

rupiah juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang menciptakan sentimen negatif.

Sementara pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut walau tidak merata dan

cenderung lambat. Namun perekonomian Amerika sebagai motor pemulihan ekonomi

global menunjukkan perbaikan dan berada dalam siklus meningkat. Normalisasi

kebijakan moneter the Fed terus berlangsung dengan kemungkinan kenaikan Fed

Fund Rate (FFR) mulai triwulan II-2015 sehingga mendorong apresiasi dolar AS yang

kuat terhadap hampir seluruh mata uang dunia dan meningkatkan risiko pembalikan

(11)

Gambar 4. Trend Pelemahan Rupiah terhadap Dollar AS

Nilai Tukar Rupiah & Perbandingan Nilai Tukar Kawasan

Keterangan: HBA yang ditetapkan Kementerian ESDM merupakan harga batubara untuk kesetaraan

nilai 6.322 kilokalori/kilogram (Kkal/Kg) dengan basis GAR (gross as recieved).

Source: BI [5]

Harga Energi Primer (Batubara dan Minyak Mentah)

Krisis yang belum mereda di Eropa dan perlambatan ekonomi Tiongkok yang

berlangsung akibat proses rebalancing ekonomi yang ditempuh-nya, terus menekan

harga komoditas mineral (termasuk batubara) lebih besar dari yang diperkirakan.

Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 5, bagaimana trend penurunan harga

batubara.

Sementara harga minyak dunia pun menurun drastis dan diperkirakan akan berlanjut

di tahun 2015 seiring dengan pasokan yang meningkat dari AS di tengah permintaan

(12)

Gambar 5. Penurunan Harga Batubara

Harga Acuan Batubara3 (US $/ Ton)

Keterangan: HBA yang ditetapkan Kementerian ESDM merupakan harga batubara untuk kesetaraan

nilai 6.322 kilokalori/kilogram (Kkal/Kg) dengan basis GAR (gross as recieved).

Source: ESDM [12]

Gambar 6. Trend Pelemahan Harga Minyak Mentah Indonesia

Nilai Tukar Rupiah & Perbandingan Nilai Tukar Kawasan

Source: ESDM [13]

(13)

3.

Analisa

Peluang

Peningkatan Kepastian Pasokan dan Penurunan Biaya Bahan Bakar

Pasokan bahan bakar energi primer yang merupakan resources paling vital dalam industri pembangkitan tenaga listrik, telah diamankan melalui kebijakan DMO

batubara dan gas. Dengan demikian bargaining position PLN UPJB kepada supplier

bahan bakar dapat meningkat, serta dapat mengamankan kepastian pasokan bahan

bakar melalui kontrak jangka panjang.

Kondisi penurunan harga minyak mentah dan batubara yang terjadi di tahun 2014 dan

diproyeksikan masih akan terjadi pada 2015 sangat menguntungkan PLN UPJB, di

mana komponen biaya energi primer mencapai 91% dari total biaya usaha. Dengan

penurunan harga batubara sebesar USD 1/ton maka hal ini akan berdampak terhadap

penurunan biaya operasi sebesar Rp. 15 Milyar hingga Rp. 25 Milyar per tahun

(tergantung dari nilai kalori batubaranya).

Peluang memperoleh Allowed Revenue dari Pemerintah untuk kepentingan

Investasi

Melalui implementasi PBR, maka PLN UPJB hanya focus pada parameter biaya

terkendali saja, yaitu efisiensi pembangkit yang diukur dengan indikator tara kalor/

heat rate pembangkit. Hal ini akan mengurangi risiko pelemahan kurs rupiah serta kenaikan biaya bahan bakar. PT PLN diberikan pendapatan operasi sebesar kebutuhan

kas dalam melaksanakan penyediaan tenaga listrik. Dengan demikian, PLN tidak

memiliki dana internal untuk melakukan investasi. Untuk menjaga kemampuan PLN

dalam melakukan investasi, PLN diberikan dana oleh Pemerintah sebesar kewajiban

PLN kepada lender (termasuk pemenuhan covenant [DSCR/CICR]).

Disamping itu, mengingat besarnya kebutuhan pembangunan infrastruktur

ketenagalistrikan untuk mendukung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi,

Pemerintah dapat memberikan tambahan alokasi belanja investasi (1) sepanjang

defisit APBN masih memungkinkan; (2) kondisi neraca PLN sudah tidak

memungkinkan PLN untuk memperoleh pendanaan eksternal.

Ancaman

Potensi mengalami defisit anggaran

Selain menjadi peluang, penerapan PBR juga menyimpan potensi ancaman bagi PLN

(14)

Service Level Agreement (SLA) dengan Pemerintah, maka punishment efisiensi operasi yang menjadi beban PLN merupakan defisit dana operasi. Punishment ini akan menjadi kontrol atas kinerja Manajemen PLN. Apabila terdapat peningkatan

Kebutuhan Pendapatan Operasi akibat parameter terkendali, maka tidak dapat

diusulkan untuk menambah belanja subsidi listrik.

Munculnya kompetitor pembangkitan tenaga listrik

Ancaman semakin banyaknya kompetitor dalam industry pembangkitan tenaga listrik,

dilandasi atas beberapa faktor berikut:

o Dibukanya kesempatan berbagai pihak untuk berparisipasi dalam

pembangunan sektor ketenagalistrikan oleh pemerintah melalui UU No 30

Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan.

o Adanya insentif pembebasan bea masuk barang modal dalam pembangunan

dan pengembangan pembangkitan tenaga listrik.

o Telah disesuaikannya Tarif Tenaga Listrik yang menyebabkan 12 Golongan

tidak lagi disubsidi.

Maka PLN UPJB harus semakin meningkatkan daya saingnya untuk dapat

mempertahankan pangsa pasarnya. Apalagi dengan keadaan tidak adanya kapasitas

atau pembangkit baru.

Potensi peningkatan biaya operasi dari pelemahan kurs dan inflasi

Nilai tukar valuta asing dan inflasi sangat berpengaruh dalam kegiatan bisnis PLN

UPJB. Dengan total belanja barang dan jasa untuk biaya pemeliharaan mencapai Rp 2

T per tahun, maka kenaikan harga barang/ jasa akibat inflasi akan meningkatkan biaya

penyediaan energi listrik PLN UPJB secara signifikan. Sedangkan apabila terjadi

kenaikan nilai tukar valuta asing sebesar Rp. 1.000,- /USD 1 maka hal ini akan

berdampak terhadap kenaikan biaya operasi dan beban bunga pinjaman rata-rata

(15)

4.

Kesimpulan

Atas peluang dan ancaman yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, maka PLN UPJB

perlu mengambil beberapa inisiatif strategis berikut guna memaksimalkan benefit yang dapat

diambil dari peluang yang ada dan meminimalisir dampak ancaman yang mungkin diterima.

Mengoptimalkan Kinerja dan Biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&M)

pengelolaan Aset Pembangkit

Yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kapasitas dan efisiensi unit

pembangkit melalui penerapan Clean Coal Technology. Dengan meningkatkan efisiensi unit pembangkit maka Biaya Bahan Bakar (sebagai komponen biaya

terbesar) akan berkurang.

Membuat Kontrak Jangka Panjang dengan Supplier Bahan Bakar

Untuk memastikan ketersediaan pasokan energi primer, PLN UPJB perlu membuat

kontrak jangka panjang kepada supplier energi primer (Batubara, Gas Alam, dan

BBM) begitu pula dengan perusahaan angkutannya.

Melakukan tindakan hedging

Dilakukan dalam pembelian peralatan atau suku cadang impor, agar struktur biaya

dapat diatur lebih pasti untuk menghindari adanya peningkatan valuta asing yang

(16)

Daftar Pustaka

1. PT PLN (Persero) UPJB. 2014. Rencana Jangka Panjang Perusahaan 2014-2018. 2. Warijo Perry dan Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. PPSK: Bank

Indonesia.

3. Faried Wijaya.2000. Seri pengantar Ekonomika Ekonomi Makro Edisi 3. BPFE, Yogyakarta.

4. Rahardja Prathama dan Manurung Mandala. 2001. Teori Ekonomi Makro. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

5. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia. 2014. Tinjauan Kebijakan Moneter: Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Desember 2014.

6. http://www.pln.co.id/blog/pemerintah-terapkan-adjustment-tarif

-listrik-di-tahun-2015/

7. Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Kajian Analisis Isu-isu Sektor ESDM. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

8. Rasbin. 2014. Kebijakan Energi dan Subsidi Energi: Tantangan Pemimpin Baru

Indonesia. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jendral DRP

RI.

9. Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Badan Kebijakan Fiskal. 2013. Kajian Efektivitas Penugasan Public Service Obligation (PSO) kepada BUMN Sektor Energi: Implementasi Performance-Based Regulatory (PBR) pada PT PLN (Persero). Kementerian Keuangan.

10.Paramita Purwanto, Niken. 2014. Kebijakan Pengurangan Subsidi Listrik. Pusat

Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jendral DRP RI.

11.http://www.bps.go.id/

12.http://www.minerga.esdm.go.id/

(17)

Gambar

Gambar 1. Wilayah Kerja PLN UPJB
Gambar 3. Pertumbuhan Subsidi Listrik
Tabel 1. Inflasi dan IHK
Gambar 4. Trend Pelemahan Rupiah terhadap Dollar AS
+2

Referensi

Dokumen terkait

Guna mengatasi kendala yang dihadapi, maka upaya penanggulangan yang ditempuh oleh para pihak yang mengadakan perjanjian sewa menyewa tanah untuk jalan ke tempat

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi ini. Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh

I.Tujuan 1. Mahasiswa dapat melakukan titrasi kompleksometri dengan baik 2. Mahasiswa dapat melakukan pembakuan EDTA dengan larutan

Kelompok industri yang menunjukkan penurunan pertumbuhan produksi pada triwulan II/2015 terhadap triwulan II/2014 dan cukup besar diantaranya kelompok industri Komputer,

Penelitian yang dilakukan oleh Danik Kusumawardani dengan judul Sistem Pendukung Keputusan Penerima Bantuan Rumah Layak Huni Dengan Menggunakan Metode Weighted Product

Mempertimbangkan keberagaman hasil penelitian sebelumnya, besaran dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat dari tahun ke tahun, serta merujuk regulasi tentang keuangan desa

lisan maupun tertulis. Suatu ungkapan dapat mempunyai makna yang berbeda tergantung pada situasi pada saat ungkapan itu digunakan. Jadi keragaman tuturan diakui

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disebut SMK3 merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi perencanaan, struktur organisasi,